FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LA
JURNAL PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA HARI RAWAT
PASIEN DEMAM TIFOID DI RUANG
RAWAT INAP RSUD PANGKEP
Hasnawati1, Faisal Asdar2, Mahyudin3
Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin
Makassar
2
Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKES Nani
Hasanuddin Makassar
3
Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKES Nani
Hasanuddin Makassar
1
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA HARI RAWAT PASIEN
DEMAM TIFOID DI RUANG
RAWAT INAP RSUD PANGKEP
Hasnawati1, Faisal Asdar2, Mahyudin3
ABSTRAK
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi. Lama hari rawat adalah waktu yang dibutuhkan oleh responden atau penderita di
rumah sakit untuk istirahat sebelum dinyatakan sehat dan dapat kembali ke rumahnya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat pasien
demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep. Jenis penelitian ini adalah Analitik Asosiatif degan
rancangan Cross Sectional Study menggunakan desain uji Chi Square dengan interval kemaknaan α
0.05. sampel penelitian ini berjumlah 33 orang responden yang didapatkan dengan menggunakan
teknik Purposive Sampling yang sesuai dengan kriteria sampel. Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan kepatuhan pasien (p value=0.022, OR=0.8), status gizi (p value=0.015, OR=0.12) dukungan
keluarga (p value=0.032, OR=0.16) dengan lama hari rawat. Kesimpulan penelitian menunjukkan
hubungan yang signifikan antara kepatuhan pasien, status gizi dan dukungan keluarga dengan lama
hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep.
Kata Kunci : Lama Hari Rawat, Kepatuhan Pasien, Status Gizi, Dukungan Keluarga
PENDAHULUAN
Visi pembangunan kesehatan di Indonesia dikenal dengan motto indonesia sehat
2010. Apa yang ingin dicapai dengan indonesia sehat 2010 adalah dengan terwujudya
penduduk indonesia yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mempunyai akses
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan senantiasa berada dalam
derajat kesehatan yang optimal.
Tentu saja untuk meraih prestasi tersebut bukan melulu menjadi tanggung jawab
pemerintah. Keluarga adalah unit terkecil yang dapat berperan penting dalam mewujudkan
Indonesia sehat 2010. Kesehatan adalah investasi. Oleh karena itu, mereka yang selalu
memelihara kesehatanya akan memetik hasil berupa produktivitas kerja yang semakin
meningkat, peluang hidup lebih panjang, dan hidup sejahtera tanpa didorong penyakit. Harihari sakit dalam setahun merupakan indikasi apakah kita berinvestasi dengan baik atau
tidak. Semakin banyak hari sakit yang kita alami, semakin banyak potensi yang akan kita
terima.
Ketika orang ingin menjadi sehat, dia berusaha untuk berperilaku hidup sehat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dia bukan sekedar konsumen pelayanan
kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dokter, dan sebagainya), tetapi dia adalah produsen
kesehatan. Pada saat orang menyadari pentingnya kesehatan maka mulailah dia
menerapkan gaya hidup sehat seperti mengkomsumsi makanan bergizi, berolahraga,
menghentikan merokok, atau minum minuman yang keras, bersikap anti terhadap narkoba
dll (Khomsan, 2006).
Perkembangan kabupaten/kota Sehat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kota sehat (healthy city) yang pertama kali diperkenalkan di Eropa oleh WHO pada tahun
1980-an sebagai menyongkong Fiagam Ottawa (Ottawa Chater). Dalam pendekatan ini
ditekankan bahwa kesehatan untuk aspek-sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya
dipertahankan. Oleh karena itu, konsep kota sehat tidak hanya memusatkan perhatian
kepada pelayanan kesehatan saja, melainkan seluruh aspek yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, secara jasmaniah maupun rohaniah. Gerakan kota sehat di suatu
negara berbeda dengan negara lain, tergantung permasalahan yang dihadapi. Dengan
demikian antara satu negara dengan negara lain tidak dapat diperbandingkan. Kesamaanya
hanyalah bahwa gerakan kota sehat berasal dari kebutuhan dan keinginan masyarakat,
dikelola oleh masyarakat, sementara pemerintah berperan sebagai fasilitator.
Pada tahun 1996 WHO menetapkan “Healty Cities for Better Life” sebagai tema
peringatan Hari Kesehatan Sedunia. Di indonesia, selain diselenggarakan berbagai seminar
berkaitan dengan tema, perayaan Hari Kesehatan Sedunia juga ditandai dengan pelucuran
proyek panduan (pilot project) Kota Sehat di enam kota, yaitu Cianjur, Balikpapan, Bandar
Lambung, Pekalongan, Malang, dan Jakarta Timur. Pelucuran dilakukan oleh Menteri Dalam
Negeri pada tanggal 26 Oktober 1998 di Jakarta. Sebagai tindak lanjunya disepakati untuk
mengembangkan Kabupaten/Kota Sehat, khususnya di bidang pariwisata, di delapan lokasi,
yaitu Anyer, Baturaden, Kotagede, Brastag Pantai Senggigi, Bunaken, Tana Toraja, dan
Batam.
Tujuan dari pengembangan Kabupaten/Kota Sehat adalah tercapainya kondisi
kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman, dan sehat, untuk hidup, bertempat tinggal, dan
bekerja bagi warganya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan perekonomian
masyarakat. Perkembangan kabupaten/kota sehat diwujudkan dengan menyelenggarakan
semua program yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan di kabupaten/kota, secara
bertahap, dimulai dari kegiatan yang dianggap prioritas oleh masyarakat. Pelaksanaan
pengembangan kabupaten/kota sehat adalah dengan menjadikan masyarakat sebagai
pelaku pembangunan, yaitu melalui pembentukan atau pemamfaatan Forum Kabupaten/Kota
Sehat (atau sebutan lain yang disepakatan masyarakat), yang mendapat dukungan
Pemerintah Daerah dan difasilitasi sektor-sektor terkait (Hartono, 2011).
Di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan masalah utama bidang kesehatan
dimana penyakit pada gangguan saluran cerna merupakan sebagian besar penyakit yang
menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Walaupun gangguan saluran
pencernaan bukan merupakan penyebab langsung kematian seperti gangguan
kardiovaskuler, tetapi merupakan salah satu penyebab kematian tersering yang mana
penyakit yang banyak ditemukan berkaitan dengan saluran pencernaan adalah demam tifoid
(Dewianti, 2007).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan,
dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2012).
Demam tifoid banyak dijumpai terutama di negara sedang berkembang dengan
kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat yang
mula-mula banyak didapatkan di kota-kota besar yang padat penduduknya (urban) ke
pedesaan (rural) dan saat ini merupakan penyakit endemis di beberapa kota besar di
indonesia, oleh karena itu perlu penanganan yang cepat dan tepat.
Insiden deman tifoid di Indonesia berkisar antara 350 - 810 kasus/100.000 penduduk
pertahun dengan angka kematian 2%. Di puskesmas dan beberapa rumah sakit
masing-masing 4000 dan 1000 kasus perbulan dengan angka kematian 0,8% (Dewianti,
2007).
Berdasarkan data yang didapat dari bagian Ruang Rawat Inap di RSUD Pangkep
jumlah penderita demam tifoid tahun 2010 sebanyak 169 orang dan pada tahun 2011
meningkat menjadi 176 orang dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 190
orang dan untuk tahun 2013 dari bulan Januari sampai Februari sebanyak 43 orang (Rekam
medik, 2011).
Dari data tersebut menunjukkan bahwa penderita demam tifoid di Ruang Rawat Inap
di RSUD Pangkep dari tahun ke tahun mengalami Peningkatan. Hal itulah yang membuat
penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan lama hari
rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap di RSUD Pangkep.
BAHAN DAN METODE
Jenis Penelitian, Waktu Penelitian, Populasi dan Sampel
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik Correlative dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013, bertempat di
RSUD Pangkep. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien demam tifoid di ruang
rawat inap di RSUD Pangkep yang berdasarkan rata-rata perbulan pada tahun 2013 dari
Januari sampai Februari sebanyak 43 orang. Pada penelitian ini jumlah sampel sebanyak 30
sampel yang didapatkan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling.
Untuk mendapatkan jawaban yang sesuai, maka peneliti menetapkan beberapa kriteria pada
sampel antara lain :
1. Kriteria inklusi:
a. Klien yang menderita penyakit tifoid
b. Klien yang di rawat di ruang rawat inap di RSUD Pangkep
c. Klien yang mendapatkan pengobatan yang sama
d. Klien yang bersedia untuk diteliti
2. Kriteria Eksklusi:
a. Klien yang tidak menderita penyakit tifoid
b. Klien yang tidak di rawat di ruang rawat inap di RSUD Pangkep
c. Klien yang tidak bersedia untuk diteliti
d. Klien yang mendapatkan pengobatan yang berbeda
Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
dimana:
1.
skunder,
Data Primer
Data yang didapat peneliti dari hasil penyebaran kuesioner dan observasi langsung pada
pasien dengan lama hari rawat demam tifoid di ruang rawat inap di RSUD Pangkep.
2. Data Sekunder
Data yang di gunakan sebagai data pelengkap dan penunjang data primer yang ada
relevasinya untuk keperluan penelitian. Data di peroleh dari Ruang Rawat Inap di RSUD
Pangkep.
3. Instrument penelitian
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner dengan
berpedoman pada literature yang termuat dalam tinjauan kepustakaan.
Pengolahan Data
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ulang jumlah responden dan meneliti
kelengkapan jawaban.
2. Koding
Untuk memudahkan pengelolaan data, semua jawaban perlu di sederhanakan
dengan cara memberikan simbol tertentu pada setiap
jawaban.
3. Tabulasi
Setelah data terkumpul dan tersusun, selanjutnya data dikelompokkan dalam satu
tabel menurut sifat-sifat pengelompokkannya/sesuai penelitian.
4. Analisa Data
Setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisa dengan menggunakan jasa
komputer program SPSS 16,0 yang meliputi:
5. Analisa Univariat
Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel-variabel penelitian untuk melihat tampilan
distribusi frekwensi dan presentase dari tiap-tiap variabel independen.
6. Analisa Bivariat
Untuk melihat hubungan tiap-tiap variabel independen dengan kejadian tifoid sebagai
variabel dependen maka digunakan uji statistik chi-square dengan nilai kemaknaan α =
0,05.
HASIL PENELITIAN
1. Analisa Univariat
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Umur
Frekuensi (n)
Persentase (%)
10 s/d 19 Tahun
11
33.3
20 s/d 29 Tahun
20
60.6
≥ 30 Tahun
2
6.1
33
100
Total
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.1, maka diketahui bahwa kelompok umur responden yang
paling banyak adalah 20 s/d 29 tahun dengan jumlah responden sebanyak 20 orang
(60,6%), sedangkan kelompok umur responden yang paling sedikit adalah ≥ 30 tahun
dengan jumlah responden sebanyak 2 orang (6,1%).
Tabel 5.2
Distrribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Jenis Kelamin
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Laki-Laki
13
39.4
Perempuan
20
60.6
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.2, maka diketahui bahwa jenis kelamin responden yang
paling banyak adalah perempuan dengan jumlah responden sebanyak 20 orang (60,6%),
sedangkan jenis kelamin paling sedikit adalah laki-laki dengan jumlah responden
sebanyak 13 orang (39,4%).
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013
Pekerjaan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
PNS
3
9.1
Swasta
7
21.2
Pelajar
12
36.4
Lainnya
11
33.3
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.3, maka diketahui bahwa pekerjaan responden paling
banyak adalah pelajar dengan jumlah responden sebanyak 12 orang (36,4%), sedangkan
pekerjaan responden yang paling sedikit adalah PNS dengan jumlah responden
sebanyak 3 orang (9,1%).
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Pendidikan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
SD
4
12.1
SMP
4
12.1
SMA
16
48.5
D3/ S1
9
27.3
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.4, maka diketahui bahwa pendidikan responden paling
banyak adalah SMA dengan jumlah responden sebanyak 16 orang (27,3%), sedangkan
pendidikan responden yang paling sedikit adalah SD dan SMP dengan jumlah responden
masing-masing sebanyak 4 orang (12,1%).
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Kepatuhan Pasien
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Patuh
22
66.7
Tidak Patuh
11
33.3
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.5, maka diketahui bahwa kepatuhan pasien kategori patuh
sebanyak 22 orang responden (66,7%), sedangkan kategori tidak patuh sebanyak 11
orang responden (33,3%).
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Status Gizi
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Baik
19
57.6
Tidak Baik
14
42.4
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.6, maka diketahui bahwa status gizi responden yang dalam
kategori baik sebanyak 19 orang (57,6%), sedangkan status gizi responden kategori tidak
baik sebanyak 14 orang (42,4%).
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di Ruang Rawat Inap
RSUD Pangkep Tahun 2013
Dukungan Keluarga
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Mendukung
17
51.5
Tidak Mendukung
16
48.5
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.7, maka diketahui bahwa dukungan keluarga responden
dalam ketegori mendukung sebanyak 17 orang (51,5%), sedangkan kategori tidak
mendukung sebanyak 16 orang (48,5%).
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Hari Rawat di Ruang Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013
Lama Hari Rawat
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Lama
20
60.6
Singkat
13
39.4
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.8, maka diktahui bahwa lama hari rawat responden dalam
kategori lama sebanyak 20 orang responden (60,6%), sedangkan kategori singkat
sebanyak 13 orang responden (39,4%).
2. Analisa Bivariat
Tabel 5.9
Hubungan Kepatuhan Pasien Dengan Lama Hari Rawat Pasien Demam Tifoid Di
Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep Tahun 2013
Lama Hari Rawat
Total
Kepatuhan Pasien
Lama
Singkat
n
%
n
%
n
%
Patuh
10
30.3
12
36.4
22
66.7
Tidak Patuh
10
30.3
1
3
11
33.3
Total
20
60.6
13
39.4
33
100
p Value = 0.022, OR = 0.8, α 0.05
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.9, maka diketahui bahwa dari total 22 orang responden
(66,7%) pada kepatuhan pasien dalam kategori patuh, 10 orang (30,3%) responden
mempunyai lama hari rawat dalam kategori yang lama dan 12 orang lainnya (36,4%)
dalam kategori yang singkat. Sedangkan dari total 11 orang responden (33,3%) pada
kepatuhan pasien dalam kategori tidak patuh, 10 orang responden (30,3%) mempunyai
lama hari rawat dalam kategori yang lama dan 1 orang lainnya (3%) dalam kategori yang
singkat.
Setelah dilakukan analisis uji Chi Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact
Test didaptkan nilai p value = 0.022 dimana p < α 0.05, maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan pasien dengan lama
hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep.
Dari nilai odds ratio 0.8, menunjukkan bahwa responden yang dalam kategori
yang patuh mempunyai peluang 0.8 kali dirawat dalam jangka waktu yang singkat bila
dibandingkan dengan responden yang dalam kategori tidak patuh.
Tabel 5.10
Hubungan Status Gizi Dengan Lama Hari Rawat Pasien Demam Tifoid Di Ruang
Rawat Inap RSUD Pangkep Tahun 2013
Lama Hari Rawat
Total
Status Gizi
Lama
Singkat
n
%
n
%
n
%
Baik
8
24.2
11
33.3
19
57.6
Tidak baik
12
36.4
2
6.1
14
42.4
Total
20
60.6
13
39.4
33
100
p Value = 0.015, OR = 0.12, α 0.05
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.10, maka diketahui bahwa dari total 19 orang responden
(57,6%) pada status gizi yang baik, 8 orang responden (24,2%) responden mempunyai
lama hari rawat dalam kategori yang lama dan 11 orang lainnya (33,3%) dalam kategori
yang singkat. Sedangkan dari total 14 orang responden (42,4%) pada status gizi yang
tidak baik, 12 orang responden (36,4%) mempunyai lama hari rawat dalam kategori yang
lama, dan 2 orang lainnya (6,1%) dalam kategori yang singkat.
Setelah dilakukan analisis uji Chi Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact
Test didaptkan nilai p value = 0.015 dimana p < α 0.05, maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan lama hari
rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep.
Dari nilai odds ratio 0.12, menunukkan bahwa responden yang dalam kategori
yang status gizi yang baik mempunyai peluang 0.12 kali dirawat dalam jangka waktu
yang singkat bila dibandingkan dengan responden yang dalam kategori status gizi yang
tidak baik.
Tabel 5.11
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Lama Hari Rawat Pasien Demam Tifoid Di
Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep Tahun 2013
Lama Hari Rawat
Total
Dukungan Keluarga
Lama
Singkat
n
%
n
%
n
%
Mendukung
7
21.2
10
30.3
17
51.5
Tdk. Mendukung
13
39.4
3
9.1
16
48.5
Total
20
60.6
13
39.4
33
100
p Value = 0.032, OR = 0.16, α 0.05
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.11, maka diketahui bahwa dari total 17 orang responden
(51,5%) pada kategori dukungan keluarga yang mendukung, 7 orang responden (21,2%)
mempunyai lama hari rawat yang lama dan 10 orang lainnya (30,3%) dalam kategori
yang singkat. Sedangkan dari total 16 orang responden (48,5%) pada kategori dukungan
keluarga yang tidak mendukung, 13 orang responden (39,4%) mempunyai lama hari
rawat yang lama dan 3 orang lainnya (9,1%) dalam kategori yang singkat.
Setelah dilakukan analisis uji Chi Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact
Test didaptkan nilai p value = 0.032 dimana p < α 0.05, maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep.
Dari nilai odds ratio 0.16, menunukkan bahwa responden yang dalam kategori
yang dukungan keluarga yang baik mempunyai peluang 0.16 kali dirawat dalam jangka
waktu yang singkat bila dibandingkan dengan responden yang dalam kategori dukungan
keluarga yang tidak baik atau tidak mendukung.
PEMBAHASAN
1. Hubungan kepatuhan pasien dengan lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat
inap RSUD Pangkep
Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exatc Test
didapatkan nilai p value = 0.022 dimana α 0.05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan pasien dengan lama
hari rawat pasein demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep. Dengan demikian
hipotesa alternatif yang disajikan oleh peneliti dinyatakan diterima karena p < α 0.05.
Menurut Armelia Hayati (2011) Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan
partisipasi aktif pasien dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien
dan petugas kesehatan. Untuk mencapai keberhasilan pengobatan bukan semata-mata
menjadi tanggung jawab pasien. Namun patuhnya pasien terhadap pengobatan dan
aturan petugas kesehatan akan memberikan dampak yang positif terhadap kesembuhan
pasien.
Berhasilnya suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis atau pemilihan
obat yang tepat tetapi juga oleh kepatuhan pasien untuk mengikuti terapi yang telah
ditentukan. Kepatuhan pasien ditentukan oleh bebrapa hal antara lain persepsi tentang
kesehatan, pengalaman mengobati sendiri, pengalaman dari terapi sebelumnya,
lingkungan (teman atau keluarga), adanya efek samping obat, keadaan ekonomi,
interaksi dengan petugas kesehatan, dan banyak lagi. Akibat dari ketidakpatuhan pasien
terhadap terapi obat yang diberikan adalah kegagalan terapi dan juga lamanya jangka
waktu perawatan (Verawati, D. 2009).
Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil
terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu
sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan
komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal. Terapi obat
yang aman dan efektif akan terjadi apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang
obat-obat dan penggunannya (Hussar, DA. 2008).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Denia Pratiwi (2011) yang dalam penelitiannya berjudul “Pengaruh Konseling Obat
Terhadap Kepatuhan Pasien Demam Tifoid di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil
Padang” yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa didapatkan kesimpulan konseling
dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien dan akan berpengaruh terhadap
kepatuhan terhadap pengobatan.
Juga penelitian yang dilakukan oleh Arif Budiman, dkk (2012) yang dalam
penelitiannya berjudul “Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Berobat Pada
Penderita Demam Typhoid” yang menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi
kepatuhan berobat pasien. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan medis merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan berobat pasien. Faktor lain yang
berpengaruh adalah umur, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan ketersediaan
asuransi kesehatan. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan pada tenaga medis
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan berobat pasien.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti berasumsi bahwa lama rawat
seorang penderita demam tifoid sangatlah dipengaruhi oleh faktor patuh atau tidaknya
pasien tersebut tentang pengobatan dan aturan dari tenaga kesehatan.
2. Hubungan status gizi dengan lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap
RSUD Pangkep.
Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact Test
didapatkan nilai p value = 0.015 dimana α 0.05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan lama hari
rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep. Dengan demikian
hipotesa alternative yang disajikan oleh peneliti dinyatakan diterima karena p < α 0.05.
Di Indonesia penyakit infeksi seperti demam tifoid sering ditemukan pada anakanak. Penyakit infeksi dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan sehingga asupan
makanan tidak adekuat, meskipun kebutuhan gizi pada penderita penyakit infeksi
meningkat. Perubahan status gizi sering terjadi pada pasien anak dengan penyakit
infeksi yang dirawat inap di rumah sakit. Asupan makanan dari rumah sakit merupakan
salah satu faktor perubahan status gizi yang terjadi pada pasien rawat inap di rumah
sakit (Anandi, IR, dkk. 2008).
Menurut Rochman S (2012) menyatakan bahwa di masa lampau, pasien demam
tifoid diberi bubur saring untuk menjaga gizinya, kemudian bubur kasar dan akhirnya
diberi nasi. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun kuantitas
ternyata dapat diberikan dengan aman. Ternyata pemberian makanan padat dini banyak
memberikan keuntungan seperti dapat menekan turunnya berat badan selama
perawatan, masa di rumah sakit diperpendek, dapat menekan penurunan kadar albumin
dalam serum, dapat mengurangi kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan
dan juga status gizi pasien tetap terjaga.
Hasil penelitian ini juga relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anandi
Iedha Retnani, dkk (2008) yang dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Asupan
Makanan di Rumah Sakit dengan Perubahan Status Gizi Pasien Anak Penderita Demam
Tifoid di Rumah Sakit” menyatakan bahwa Ada hubungan antara asupan energi dari
makanan rumah sakit dengan perubahan status gizi (r = 0,77; p = 0,000) dan juga ada
hubungan antara asupan protein dari makanan rumah sakit dengan perubahan status
gizi (r = 0,53; p = 0,005). Analisis multivariat menunjukkan bahwa asupan energi dari
makanan rumah sakit dan lama rawat inap merupakan variabel yang berhubungan
dengan perubahan status gizi (r = 0,93; R2 = 87,2 % dan p = 0,000). Semakin baik
asupan energi dari makanan rumah sakit maka semakin baik perubahan status gizinya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti berasumsi bahwa semakin baik
status gizi penderita demam tifoid, maka lama perawatan di rumah sakit akan semakin
cepat. Untuk menjaga status gizi gizi pasien demam tifoid, pola makan juga harus tetap
terjaga.
3. Hubungan dukungan keluarga dengan lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang
rawat inap RSUD Pangkep
Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact Test
didapatkan nilai p value = 0.032 dimana α 0.05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep. Dengan
demikian hipotesa alternative yang disajikan oleh peneliti dinyatakan diterima karena p <
α 0.05.
Menurut Syamsiah (2012) menyatakan bahwa dukungan emosional keluarga
sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan
yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan
dan didengarkan. Dukungan keluarga yang optimal dipercaya dapat membantu
seseorang melewati situasi yang sulit.
Menurut Soetjiningsih (2011) keluarga adalah bagian dari masyarakat yang
peranannya sangat penting untuk membangun kebudayaan yang sehat. Sehingga
keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling
berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan
mempengaruhi pula keluarga-keluarga lain atau bahkan masyarakat yang ada di
sekitarnya. Fungsi keluarga adalah memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu yang
ada dalam keluarga. Sikap keluarga yang tidak peduli terhadap kesehatan anak-anak
dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan dan kesehatan anak. Masalahmasalah kesehatan pada anak dapat diatasi jika keluarga dapat menjalankan tugasnya
dalam bidang kesehatan.
Dukungan merupakan pemberian dorongan atau pengorbanan, semangat dan
nasihat kepada orang lain dalam satu situasi tertentu. Dukungan keluarga diartikan
sebagai bantuan dan dukungan yang diterima individu dari hasil interaksinya dengan
keluarga sehingga individu menerima dan menerima kenyamanan, perhatian dan juga
bantuan yang diberikan oleh keluarga yang dapat meningkatkan perilaku hidup sehat.
Dukungan keluarga bisa diperoleh dari keluarga internal seperti suami, saudara
kandung, anak atau bisa juga diperoleh dari luar keluarga inti. Dukungan yang diberikan
oleh keluarga dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Jenis dukungan keluarga
diantaranya adalah dukungan informasi, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dukungan emosional (Setiadi, 2008).
Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atyanty Isworo
(2010) yang dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga terhadap
Kestabilan Gizi Pasien Demam Tifoid di RSUD Sragen” yang menyatakan bahwa
berdasarkan hasil uji statistic Spearman Rho maka didapatkan nilai signifikan p value
0.000 dimana p < α 0.05, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kestabilan gizi pasien demam tifoid.
Juga penelitian yang dilakukan oleh Amir Rusdy Kohirin (2012) yang dalam
penelitian berjudul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga terhadap Percepatan
Penyembuhan Pasien Dengan Demam Tifoid di RSUD Penembahan Senopati Bantul
Yogyakarta” yang menyatakan bahwa hasil análisis diketahui dukungan sosial keluarga
pasien demam tifoid di RSUD Panembahan Senopati, Bantul sebagian besar dalam
kategori baik sebesar 57,4%. Hasil ini dapat diartikan bahwa keluarga pasien telah
memberikan dukungan penuh terhadap pasien dalam menjalani proses perawatan yang
diderita oleh pasien. Didukung hasil analisis Spearman Rank diperoleh nilai koefisien
korelasi () sebesar 0,439 dengan p value sebesar 0,000 (p
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA HARI RAWAT
PASIEN DEMAM TIFOID DI RUANG
RAWAT INAP RSUD PANGKEP
Hasnawati1, Faisal Asdar2, Mahyudin3
Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin
Makassar
2
Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKES Nani
Hasanuddin Makassar
3
Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKES Nani
Hasanuddin Makassar
1
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA HARI RAWAT PASIEN
DEMAM TIFOID DI RUANG
RAWAT INAP RSUD PANGKEP
Hasnawati1, Faisal Asdar2, Mahyudin3
ABSTRAK
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi. Lama hari rawat adalah waktu yang dibutuhkan oleh responden atau penderita di
rumah sakit untuk istirahat sebelum dinyatakan sehat dan dapat kembali ke rumahnya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat pasien
demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep. Jenis penelitian ini adalah Analitik Asosiatif degan
rancangan Cross Sectional Study menggunakan desain uji Chi Square dengan interval kemaknaan α
0.05. sampel penelitian ini berjumlah 33 orang responden yang didapatkan dengan menggunakan
teknik Purposive Sampling yang sesuai dengan kriteria sampel. Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan kepatuhan pasien (p value=0.022, OR=0.8), status gizi (p value=0.015, OR=0.12) dukungan
keluarga (p value=0.032, OR=0.16) dengan lama hari rawat. Kesimpulan penelitian menunjukkan
hubungan yang signifikan antara kepatuhan pasien, status gizi dan dukungan keluarga dengan lama
hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep.
Kata Kunci : Lama Hari Rawat, Kepatuhan Pasien, Status Gizi, Dukungan Keluarga
PENDAHULUAN
Visi pembangunan kesehatan di Indonesia dikenal dengan motto indonesia sehat
2010. Apa yang ingin dicapai dengan indonesia sehat 2010 adalah dengan terwujudya
penduduk indonesia yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mempunyai akses
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan senantiasa berada dalam
derajat kesehatan yang optimal.
Tentu saja untuk meraih prestasi tersebut bukan melulu menjadi tanggung jawab
pemerintah. Keluarga adalah unit terkecil yang dapat berperan penting dalam mewujudkan
Indonesia sehat 2010. Kesehatan adalah investasi. Oleh karena itu, mereka yang selalu
memelihara kesehatanya akan memetik hasil berupa produktivitas kerja yang semakin
meningkat, peluang hidup lebih panjang, dan hidup sejahtera tanpa didorong penyakit. Harihari sakit dalam setahun merupakan indikasi apakah kita berinvestasi dengan baik atau
tidak. Semakin banyak hari sakit yang kita alami, semakin banyak potensi yang akan kita
terima.
Ketika orang ingin menjadi sehat, dia berusaha untuk berperilaku hidup sehat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dia bukan sekedar konsumen pelayanan
kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dokter, dan sebagainya), tetapi dia adalah produsen
kesehatan. Pada saat orang menyadari pentingnya kesehatan maka mulailah dia
menerapkan gaya hidup sehat seperti mengkomsumsi makanan bergizi, berolahraga,
menghentikan merokok, atau minum minuman yang keras, bersikap anti terhadap narkoba
dll (Khomsan, 2006).
Perkembangan kabupaten/kota Sehat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kota sehat (healthy city) yang pertama kali diperkenalkan di Eropa oleh WHO pada tahun
1980-an sebagai menyongkong Fiagam Ottawa (Ottawa Chater). Dalam pendekatan ini
ditekankan bahwa kesehatan untuk aspek-sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya
dipertahankan. Oleh karena itu, konsep kota sehat tidak hanya memusatkan perhatian
kepada pelayanan kesehatan saja, melainkan seluruh aspek yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, secara jasmaniah maupun rohaniah. Gerakan kota sehat di suatu
negara berbeda dengan negara lain, tergantung permasalahan yang dihadapi. Dengan
demikian antara satu negara dengan negara lain tidak dapat diperbandingkan. Kesamaanya
hanyalah bahwa gerakan kota sehat berasal dari kebutuhan dan keinginan masyarakat,
dikelola oleh masyarakat, sementara pemerintah berperan sebagai fasilitator.
Pada tahun 1996 WHO menetapkan “Healty Cities for Better Life” sebagai tema
peringatan Hari Kesehatan Sedunia. Di indonesia, selain diselenggarakan berbagai seminar
berkaitan dengan tema, perayaan Hari Kesehatan Sedunia juga ditandai dengan pelucuran
proyek panduan (pilot project) Kota Sehat di enam kota, yaitu Cianjur, Balikpapan, Bandar
Lambung, Pekalongan, Malang, dan Jakarta Timur. Pelucuran dilakukan oleh Menteri Dalam
Negeri pada tanggal 26 Oktober 1998 di Jakarta. Sebagai tindak lanjunya disepakati untuk
mengembangkan Kabupaten/Kota Sehat, khususnya di bidang pariwisata, di delapan lokasi,
yaitu Anyer, Baturaden, Kotagede, Brastag Pantai Senggigi, Bunaken, Tana Toraja, dan
Batam.
Tujuan dari pengembangan Kabupaten/Kota Sehat adalah tercapainya kondisi
kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman, dan sehat, untuk hidup, bertempat tinggal, dan
bekerja bagi warganya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan perekonomian
masyarakat. Perkembangan kabupaten/kota sehat diwujudkan dengan menyelenggarakan
semua program yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan di kabupaten/kota, secara
bertahap, dimulai dari kegiatan yang dianggap prioritas oleh masyarakat. Pelaksanaan
pengembangan kabupaten/kota sehat adalah dengan menjadikan masyarakat sebagai
pelaku pembangunan, yaitu melalui pembentukan atau pemamfaatan Forum Kabupaten/Kota
Sehat (atau sebutan lain yang disepakatan masyarakat), yang mendapat dukungan
Pemerintah Daerah dan difasilitasi sektor-sektor terkait (Hartono, 2011).
Di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan masalah utama bidang kesehatan
dimana penyakit pada gangguan saluran cerna merupakan sebagian besar penyakit yang
menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Walaupun gangguan saluran
pencernaan bukan merupakan penyebab langsung kematian seperti gangguan
kardiovaskuler, tetapi merupakan salah satu penyebab kematian tersering yang mana
penyakit yang banyak ditemukan berkaitan dengan saluran pencernaan adalah demam tifoid
(Dewianti, 2007).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan,
dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2012).
Demam tifoid banyak dijumpai terutama di negara sedang berkembang dengan
kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat yang
mula-mula banyak didapatkan di kota-kota besar yang padat penduduknya (urban) ke
pedesaan (rural) dan saat ini merupakan penyakit endemis di beberapa kota besar di
indonesia, oleh karena itu perlu penanganan yang cepat dan tepat.
Insiden deman tifoid di Indonesia berkisar antara 350 - 810 kasus/100.000 penduduk
pertahun dengan angka kematian 2%. Di puskesmas dan beberapa rumah sakit
masing-masing 4000 dan 1000 kasus perbulan dengan angka kematian 0,8% (Dewianti,
2007).
Berdasarkan data yang didapat dari bagian Ruang Rawat Inap di RSUD Pangkep
jumlah penderita demam tifoid tahun 2010 sebanyak 169 orang dan pada tahun 2011
meningkat menjadi 176 orang dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 190
orang dan untuk tahun 2013 dari bulan Januari sampai Februari sebanyak 43 orang (Rekam
medik, 2011).
Dari data tersebut menunjukkan bahwa penderita demam tifoid di Ruang Rawat Inap
di RSUD Pangkep dari tahun ke tahun mengalami Peningkatan. Hal itulah yang membuat
penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan lama hari
rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap di RSUD Pangkep.
BAHAN DAN METODE
Jenis Penelitian, Waktu Penelitian, Populasi dan Sampel
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik Correlative dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013, bertempat di
RSUD Pangkep. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien demam tifoid di ruang
rawat inap di RSUD Pangkep yang berdasarkan rata-rata perbulan pada tahun 2013 dari
Januari sampai Februari sebanyak 43 orang. Pada penelitian ini jumlah sampel sebanyak 30
sampel yang didapatkan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling.
Untuk mendapatkan jawaban yang sesuai, maka peneliti menetapkan beberapa kriteria pada
sampel antara lain :
1. Kriteria inklusi:
a. Klien yang menderita penyakit tifoid
b. Klien yang di rawat di ruang rawat inap di RSUD Pangkep
c. Klien yang mendapatkan pengobatan yang sama
d. Klien yang bersedia untuk diteliti
2. Kriteria Eksklusi:
a. Klien yang tidak menderita penyakit tifoid
b. Klien yang tidak di rawat di ruang rawat inap di RSUD Pangkep
c. Klien yang tidak bersedia untuk diteliti
d. Klien yang mendapatkan pengobatan yang berbeda
Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
dimana:
1.
skunder,
Data Primer
Data yang didapat peneliti dari hasil penyebaran kuesioner dan observasi langsung pada
pasien dengan lama hari rawat demam tifoid di ruang rawat inap di RSUD Pangkep.
2. Data Sekunder
Data yang di gunakan sebagai data pelengkap dan penunjang data primer yang ada
relevasinya untuk keperluan penelitian. Data di peroleh dari Ruang Rawat Inap di RSUD
Pangkep.
3. Instrument penelitian
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner dengan
berpedoman pada literature yang termuat dalam tinjauan kepustakaan.
Pengolahan Data
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ulang jumlah responden dan meneliti
kelengkapan jawaban.
2. Koding
Untuk memudahkan pengelolaan data, semua jawaban perlu di sederhanakan
dengan cara memberikan simbol tertentu pada setiap
jawaban.
3. Tabulasi
Setelah data terkumpul dan tersusun, selanjutnya data dikelompokkan dalam satu
tabel menurut sifat-sifat pengelompokkannya/sesuai penelitian.
4. Analisa Data
Setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisa dengan menggunakan jasa
komputer program SPSS 16,0 yang meliputi:
5. Analisa Univariat
Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel-variabel penelitian untuk melihat tampilan
distribusi frekwensi dan presentase dari tiap-tiap variabel independen.
6. Analisa Bivariat
Untuk melihat hubungan tiap-tiap variabel independen dengan kejadian tifoid sebagai
variabel dependen maka digunakan uji statistik chi-square dengan nilai kemaknaan α =
0,05.
HASIL PENELITIAN
1. Analisa Univariat
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Umur
Frekuensi (n)
Persentase (%)
10 s/d 19 Tahun
11
33.3
20 s/d 29 Tahun
20
60.6
≥ 30 Tahun
2
6.1
33
100
Total
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.1, maka diketahui bahwa kelompok umur responden yang
paling banyak adalah 20 s/d 29 tahun dengan jumlah responden sebanyak 20 orang
(60,6%), sedangkan kelompok umur responden yang paling sedikit adalah ≥ 30 tahun
dengan jumlah responden sebanyak 2 orang (6,1%).
Tabel 5.2
Distrribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Jenis Kelamin
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Laki-Laki
13
39.4
Perempuan
20
60.6
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.2, maka diketahui bahwa jenis kelamin responden yang
paling banyak adalah perempuan dengan jumlah responden sebanyak 20 orang (60,6%),
sedangkan jenis kelamin paling sedikit adalah laki-laki dengan jumlah responden
sebanyak 13 orang (39,4%).
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013
Pekerjaan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
PNS
3
9.1
Swasta
7
21.2
Pelajar
12
36.4
Lainnya
11
33.3
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.3, maka diketahui bahwa pekerjaan responden paling
banyak adalah pelajar dengan jumlah responden sebanyak 12 orang (36,4%), sedangkan
pekerjaan responden yang paling sedikit adalah PNS dengan jumlah responden
sebanyak 3 orang (9,1%).
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Pendidikan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
SD
4
12.1
SMP
4
12.1
SMA
16
48.5
D3/ S1
9
27.3
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.4, maka diketahui bahwa pendidikan responden paling
banyak adalah SMA dengan jumlah responden sebanyak 16 orang (27,3%), sedangkan
pendidikan responden yang paling sedikit adalah SD dan SMP dengan jumlah responden
masing-masing sebanyak 4 orang (12,1%).
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Kepatuhan Pasien
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Patuh
22
66.7
Tidak Patuh
11
33.3
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.5, maka diketahui bahwa kepatuhan pasien kategori patuh
sebanyak 22 orang responden (66,7%), sedangkan kategori tidak patuh sebanyak 11
orang responden (33,3%).
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi di Ruang Rawat Inap RSUD
Pangkep Tahun 2013
Status Gizi
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Baik
19
57.6
Tidak Baik
14
42.4
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.6, maka diketahui bahwa status gizi responden yang dalam
kategori baik sebanyak 19 orang (57,6%), sedangkan status gizi responden kategori tidak
baik sebanyak 14 orang (42,4%).
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di Ruang Rawat Inap
RSUD Pangkep Tahun 2013
Dukungan Keluarga
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Mendukung
17
51.5
Tidak Mendukung
16
48.5
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.7, maka diketahui bahwa dukungan keluarga responden
dalam ketegori mendukung sebanyak 17 orang (51,5%), sedangkan kategori tidak
mendukung sebanyak 16 orang (48,5%).
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Hari Rawat di Ruang Inap RSUD Pangkep
Tahun 2013
Lama Hari Rawat
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Lama
20
60.6
Singkat
13
39.4
Total
33
100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.8, maka diktahui bahwa lama hari rawat responden dalam
kategori lama sebanyak 20 orang responden (60,6%), sedangkan kategori singkat
sebanyak 13 orang responden (39,4%).
2. Analisa Bivariat
Tabel 5.9
Hubungan Kepatuhan Pasien Dengan Lama Hari Rawat Pasien Demam Tifoid Di
Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep Tahun 2013
Lama Hari Rawat
Total
Kepatuhan Pasien
Lama
Singkat
n
%
n
%
n
%
Patuh
10
30.3
12
36.4
22
66.7
Tidak Patuh
10
30.3
1
3
11
33.3
Total
20
60.6
13
39.4
33
100
p Value = 0.022, OR = 0.8, α 0.05
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.9, maka diketahui bahwa dari total 22 orang responden
(66,7%) pada kepatuhan pasien dalam kategori patuh, 10 orang (30,3%) responden
mempunyai lama hari rawat dalam kategori yang lama dan 12 orang lainnya (36,4%)
dalam kategori yang singkat. Sedangkan dari total 11 orang responden (33,3%) pada
kepatuhan pasien dalam kategori tidak patuh, 10 orang responden (30,3%) mempunyai
lama hari rawat dalam kategori yang lama dan 1 orang lainnya (3%) dalam kategori yang
singkat.
Setelah dilakukan analisis uji Chi Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact
Test didaptkan nilai p value = 0.022 dimana p < α 0.05, maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan pasien dengan lama
hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep.
Dari nilai odds ratio 0.8, menunjukkan bahwa responden yang dalam kategori
yang patuh mempunyai peluang 0.8 kali dirawat dalam jangka waktu yang singkat bila
dibandingkan dengan responden yang dalam kategori tidak patuh.
Tabel 5.10
Hubungan Status Gizi Dengan Lama Hari Rawat Pasien Demam Tifoid Di Ruang
Rawat Inap RSUD Pangkep Tahun 2013
Lama Hari Rawat
Total
Status Gizi
Lama
Singkat
n
%
n
%
n
%
Baik
8
24.2
11
33.3
19
57.6
Tidak baik
12
36.4
2
6.1
14
42.4
Total
20
60.6
13
39.4
33
100
p Value = 0.015, OR = 0.12, α 0.05
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.10, maka diketahui bahwa dari total 19 orang responden
(57,6%) pada status gizi yang baik, 8 orang responden (24,2%) responden mempunyai
lama hari rawat dalam kategori yang lama dan 11 orang lainnya (33,3%) dalam kategori
yang singkat. Sedangkan dari total 14 orang responden (42,4%) pada status gizi yang
tidak baik, 12 orang responden (36,4%) mempunyai lama hari rawat dalam kategori yang
lama, dan 2 orang lainnya (6,1%) dalam kategori yang singkat.
Setelah dilakukan analisis uji Chi Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact
Test didaptkan nilai p value = 0.015 dimana p < α 0.05, maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan lama hari
rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep.
Dari nilai odds ratio 0.12, menunukkan bahwa responden yang dalam kategori
yang status gizi yang baik mempunyai peluang 0.12 kali dirawat dalam jangka waktu
yang singkat bila dibandingkan dengan responden yang dalam kategori status gizi yang
tidak baik.
Tabel 5.11
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Lama Hari Rawat Pasien Demam Tifoid Di
Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep Tahun 2013
Lama Hari Rawat
Total
Dukungan Keluarga
Lama
Singkat
n
%
n
%
n
%
Mendukung
7
21.2
10
30.3
17
51.5
Tdk. Mendukung
13
39.4
3
9.1
16
48.5
Total
20
60.6
13
39.4
33
100
p Value = 0.032, OR = 0.16, α 0.05
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 5.11, maka diketahui bahwa dari total 17 orang responden
(51,5%) pada kategori dukungan keluarga yang mendukung, 7 orang responden (21,2%)
mempunyai lama hari rawat yang lama dan 10 orang lainnya (30,3%) dalam kategori
yang singkat. Sedangkan dari total 16 orang responden (48,5%) pada kategori dukungan
keluarga yang tidak mendukung, 13 orang responden (39,4%) mempunyai lama hari
rawat yang lama dan 3 orang lainnya (9,1%) dalam kategori yang singkat.
Setelah dilakukan analisis uji Chi Square, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact
Test didaptkan nilai p value = 0.032 dimana p < α 0.05, maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep.
Dari nilai odds ratio 0.16, menunukkan bahwa responden yang dalam kategori
yang dukungan keluarga yang baik mempunyai peluang 0.16 kali dirawat dalam jangka
waktu yang singkat bila dibandingkan dengan responden yang dalam kategori dukungan
keluarga yang tidak baik atau tidak mendukung.
PEMBAHASAN
1. Hubungan kepatuhan pasien dengan lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat
inap RSUD Pangkep
Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exatc Test
didapatkan nilai p value = 0.022 dimana α 0.05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan pasien dengan lama
hari rawat pasein demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep. Dengan demikian
hipotesa alternatif yang disajikan oleh peneliti dinyatakan diterima karena p < α 0.05.
Menurut Armelia Hayati (2011) Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan
partisipasi aktif pasien dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien
dan petugas kesehatan. Untuk mencapai keberhasilan pengobatan bukan semata-mata
menjadi tanggung jawab pasien. Namun patuhnya pasien terhadap pengobatan dan
aturan petugas kesehatan akan memberikan dampak yang positif terhadap kesembuhan
pasien.
Berhasilnya suatu terapi tidak hanya ditentukan oleh diagnosis atau pemilihan
obat yang tepat tetapi juga oleh kepatuhan pasien untuk mengikuti terapi yang telah
ditentukan. Kepatuhan pasien ditentukan oleh bebrapa hal antara lain persepsi tentang
kesehatan, pengalaman mengobati sendiri, pengalaman dari terapi sebelumnya,
lingkungan (teman atau keluarga), adanya efek samping obat, keadaan ekonomi,
interaksi dengan petugas kesehatan, dan banyak lagi. Akibat dari ketidakpatuhan pasien
terhadap terapi obat yang diberikan adalah kegagalan terapi dan juga lamanya jangka
waktu perawatan (Verawati, D. 2009).
Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil
terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu
sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan
komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal. Terapi obat
yang aman dan efektif akan terjadi apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang
obat-obat dan penggunannya (Hussar, DA. 2008).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Denia Pratiwi (2011) yang dalam penelitiannya berjudul “Pengaruh Konseling Obat
Terhadap Kepatuhan Pasien Demam Tifoid di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil
Padang” yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa didapatkan kesimpulan konseling
dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien dan akan berpengaruh terhadap
kepatuhan terhadap pengobatan.
Juga penelitian yang dilakukan oleh Arif Budiman, dkk (2012) yang dalam
penelitiannya berjudul “Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Berobat Pada
Penderita Demam Typhoid” yang menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi
kepatuhan berobat pasien. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan medis merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan berobat pasien. Faktor lain yang
berpengaruh adalah umur, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan ketersediaan
asuransi kesehatan. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan pada tenaga medis
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan berobat pasien.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti berasumsi bahwa lama rawat
seorang penderita demam tifoid sangatlah dipengaruhi oleh faktor patuh atau tidaknya
pasien tersebut tentang pengobatan dan aturan dari tenaga kesehatan.
2. Hubungan status gizi dengan lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap
RSUD Pangkep.
Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact Test
didapatkan nilai p value = 0.015 dimana α 0.05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan lama hari
rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep. Dengan demikian
hipotesa alternative yang disajikan oleh peneliti dinyatakan diterima karena p < α 0.05.
Di Indonesia penyakit infeksi seperti demam tifoid sering ditemukan pada anakanak. Penyakit infeksi dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan sehingga asupan
makanan tidak adekuat, meskipun kebutuhan gizi pada penderita penyakit infeksi
meningkat. Perubahan status gizi sering terjadi pada pasien anak dengan penyakit
infeksi yang dirawat inap di rumah sakit. Asupan makanan dari rumah sakit merupakan
salah satu faktor perubahan status gizi yang terjadi pada pasien rawat inap di rumah
sakit (Anandi, IR, dkk. 2008).
Menurut Rochman S (2012) menyatakan bahwa di masa lampau, pasien demam
tifoid diberi bubur saring untuk menjaga gizinya, kemudian bubur kasar dan akhirnya
diberi nasi. Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun kuantitas
ternyata dapat diberikan dengan aman. Ternyata pemberian makanan padat dini banyak
memberikan keuntungan seperti dapat menekan turunnya berat badan selama
perawatan, masa di rumah sakit diperpendek, dapat menekan penurunan kadar albumin
dalam serum, dapat mengurangi kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan
dan juga status gizi pasien tetap terjaga.
Hasil penelitian ini juga relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anandi
Iedha Retnani, dkk (2008) yang dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Asupan
Makanan di Rumah Sakit dengan Perubahan Status Gizi Pasien Anak Penderita Demam
Tifoid di Rumah Sakit” menyatakan bahwa Ada hubungan antara asupan energi dari
makanan rumah sakit dengan perubahan status gizi (r = 0,77; p = 0,000) dan juga ada
hubungan antara asupan protein dari makanan rumah sakit dengan perubahan status
gizi (r = 0,53; p = 0,005). Analisis multivariat menunjukkan bahwa asupan energi dari
makanan rumah sakit dan lama rawat inap merupakan variabel yang berhubungan
dengan perubahan status gizi (r = 0,93; R2 = 87,2 % dan p = 0,000). Semakin baik
asupan energi dari makanan rumah sakit maka semakin baik perubahan status gizinya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti berasumsi bahwa semakin baik
status gizi penderita demam tifoid, maka lama perawatan di rumah sakit akan semakin
cepat. Untuk menjaga status gizi gizi pasien demam tifoid, pola makan juga harus tetap
terjaga.
3. Hubungan dukungan keluarga dengan lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang
rawat inap RSUD Pangkep
Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka berdasarkan nilai Fisher’s Exact Test
didapatkan nilai p value = 0.032 dimana α 0.05. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
lama hari rawat pasien demam tifoid di ruang rawat inap RSUD Pangkep. Dengan
demikian hipotesa alternative yang disajikan oleh peneliti dinyatakan diterima karena p <
α 0.05.
Menurut Syamsiah (2012) menyatakan bahwa dukungan emosional keluarga
sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan
yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan
dan didengarkan. Dukungan keluarga yang optimal dipercaya dapat membantu
seseorang melewati situasi yang sulit.
Menurut Soetjiningsih (2011) keluarga adalah bagian dari masyarakat yang
peranannya sangat penting untuk membangun kebudayaan yang sehat. Sehingga
keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling
berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan
mempengaruhi pula keluarga-keluarga lain atau bahkan masyarakat yang ada di
sekitarnya. Fungsi keluarga adalah memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu yang
ada dalam keluarga. Sikap keluarga yang tidak peduli terhadap kesehatan anak-anak
dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan dan kesehatan anak. Masalahmasalah kesehatan pada anak dapat diatasi jika keluarga dapat menjalankan tugasnya
dalam bidang kesehatan.
Dukungan merupakan pemberian dorongan atau pengorbanan, semangat dan
nasihat kepada orang lain dalam satu situasi tertentu. Dukungan keluarga diartikan
sebagai bantuan dan dukungan yang diterima individu dari hasil interaksinya dengan
keluarga sehingga individu menerima dan menerima kenyamanan, perhatian dan juga
bantuan yang diberikan oleh keluarga yang dapat meningkatkan perilaku hidup sehat.
Dukungan keluarga bisa diperoleh dari keluarga internal seperti suami, saudara
kandung, anak atau bisa juga diperoleh dari luar keluarga inti. Dukungan yang diberikan
oleh keluarga dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Jenis dukungan keluarga
diantaranya adalah dukungan informasi, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dukungan emosional (Setiadi, 2008).
Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atyanty Isworo
(2010) yang dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga terhadap
Kestabilan Gizi Pasien Demam Tifoid di RSUD Sragen” yang menyatakan bahwa
berdasarkan hasil uji statistic Spearman Rho maka didapatkan nilai signifikan p value
0.000 dimana p < α 0.05, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kestabilan gizi pasien demam tifoid.
Juga penelitian yang dilakukan oleh Amir Rusdy Kohirin (2012) yang dalam
penelitian berjudul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga terhadap Percepatan
Penyembuhan Pasien Dengan Demam Tifoid di RSUD Penembahan Senopati Bantul
Yogyakarta” yang menyatakan bahwa hasil análisis diketahui dukungan sosial keluarga
pasien demam tifoid di RSUD Panembahan Senopati, Bantul sebagian besar dalam
kategori baik sebesar 57,4%. Hasil ini dapat diartikan bahwa keluarga pasien telah
memberikan dukungan penuh terhadap pasien dalam menjalani proses perawatan yang
diderita oleh pasien. Didukung hasil analisis Spearman Rank diperoleh nilai koefisien
korelasi () sebesar 0,439 dengan p value sebesar 0,000 (p