FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (8)

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu
Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI RUANG
CAMAR II RSUD ARIFIN ACHMAD TAHUN 2015
Syukrianti Syahda
Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia
ABSTRACT
Premature rupture of membranes is a spontaneous rupture of membranes that
happened to any gestation before labor begins. Data from Arifin Achamad show cases
premature rupture of membranes at birth mothers increased from year to year, where
in 2012 there were 4.08% of the cases, in 2013 (5.425) cases, and in the year 2014
(14.45%) cases , The aim of this study was to determine whether the factors
associated with the incidence of premature rupture of membranes in newborn infants
in Space Camar II Arifin Achmad 2014. This research method is quantitative
analytical research using case control design. The sample consisted of 238 cases of
mothers who have premature rupture of membranes and 238 used is the analysis of
univariate and bivariate analysis using Chi-square test, measuring instruments used
are sheet checklist and use of computerized data processing. The results showed an
association between age and premature rupture of membranes (p value 0.000 POR =

5947), Parity early (p value 0.000 POR = 2,227), Gameli (p value 0.000 POR = 14
322, Presentation (p value 0.000 POR = 14 008), Preeclampsia (p value 0.000 POR =
4,059). Expected Arifin Achmad particularly space Camar II can have service
standards and instructions technical in dealing with premature rupture of membranes.
It is expected for the mother to be pregnant at age 35 years old. And it
is recommended for mothers to check that the pregnancy is detected early maternal
complications during pregnancy and can anticipate and plan for things that may
happen during childbirth.
Keywords

: Age, Parity, infections, Gameli, layout disorder, Pre eclampsia,
Premature rupture of membranes, maternal
Bibliography : 34 (2006-2015)

PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbiditas
pada wanita hamil dan bersalin
adalah masalah besar dinegara
berkembang. Kematian ibu di
dunia 99% terjadi di negara

berkembang. Kematian dalam
persalinan menjadi faktor utama
(Oktavianisya, 2014)
Menurut
Kadour
2008
didalam
Oktavianisya
2015
Kematian ibu disebut juga
mortalitas maternal,
yaitu

Kematian perempuan hamil atau
kematian dalam 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan, tanpa
mempertimbangkan umur dan
jenis kehamilan. Kematian ibu
dapat disebabkan komplikasi
persalinan atau nifas, dengan

penyebab terkait atau diperberat
oleh kehamilan dan manajemen
kehamilan, tetapi bukan karena
kecelakaan.
Menurut laporan WHO tahun
2014 Angka Kematian Ibu (AKI)

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 20

Syukrianti Syahda

di dunia yaitu 289.000 jiwa
(Rohfiin,
2015).
Survei
Demografi
dan
Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu di indonesia
masih tinggi sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup. Target
MDGs (Millenium Development
Goals) ke-5 adalah menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI)
menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015.
Mengacu dari kondisi saat ini,
potensi untuk mencapai target
MDGs ke-5 untuk menurunkan
AKI adalah off track, artinya
diperlukan kerja keras dan
sungguh-sungguh
untuk
mecapainya
(Kementrian
Kesehatan RI, 2014).
Secara global kematian ibu

tergolong pada kematian ibu
langsung.
Pola
penyebab
langsung dimana-mana sama,
yaitu perdarahan (25%, biasanya
perdarahan pasca salin), sepsis
(15%),
hipertensi
dalam
kehamilan (12%), partus macet
(8%), komplikasi aborsi tidak
aman (13%), dan sebab – sebab
lain (8%) (Prawirohardjo, 2014).
KPD merupakan masalah penting
dalam bidang kesehatan yang
berkaitan
dengan
penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya

infeksi korioamnionitis sampai
sepsis (Sari, 2014).
Kejadian ketuban pecah dini
sekitar 5 – 8%. Lima persen
diantaranya segera diikuti oleh
persalinan dalam 5 – 6 jam,
sekitar 95% diikuti persalinan
dalam 72 – 95 jam, dan
selebihnya memerlukan tindakan
konservatif atau aktif dengan
menginduksi persalinan atau
operatif (Manuaba, 2007).
Berdasarkan
data
yang
diperoleh di ruang RSUD M.
Yunus kota Bengkulu tahun

2011, angka kejadian dengan
persalinan dengan ketuban pecah

dini merupakan kejadian tertinggi
terdapat 321 (27,82%) kasus dari
1155 persalinan. Pada tahun
2010, angka kejadian persalinan
dengan ketuban pecah dini
terdapat 295 (23,48%) kasus dari
1040 persalinan. Tahun 2009
angka kejadian persalinan dengan
ketuban pecah dini 242 (15,10%)
kasus dari 1602 persalinan.
Tahun 2008, angka kejadian
persalinan dengan ketuban pecah
dini terdapat 195 (14,04%) kasus
dari 1936 persalinan (Yuniwati,
2014)
Di RSUD Arifin Achmad
kejadian Ketuban Pecah Dini
(KPD) mengalami peningkatan
1,34% Tahun 2013 menjadi
9,03% Tahun 2014 (Register

Ruangan Camar II RSUD Arifin
Achmad, 2012 - 2014).
Berdasarkan Survei lapangan
yang saya lakukan di ruang
Camar II didapatkan dibuku
register tahun 2014 beberapa
penyebab yang sering terjadi
pada
ibu
bersalin
yang
mengalami ketuban pecah dini
adalah umur, paritas, kehamilan
ganda, kelainan letak dan
preeklamsia.
Ketuban pecah dini adalah
ketuban yang pecah spontan yang
terjadi pada sembarang usia
kehamilan sebelum persalinan
dimulai (Maryunani, 2013).

Pecahnya
selaput
ketuban
berkaitan dengan perubahan
proses biokimia yang terjadi
dalam kolagen matriks ekstra
selular amnion, korion, dan
apoptosis
membran
janin.
Membran janin dan desidua
bereaksi
terhadap
stimulasi
infeksi dan peregangan selaput
ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin,

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau


Page 21

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu
Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

sitokinin, dan protein hormon
yang
merangsang
aktivitas
“matrix
degrading
enzym”
(Prawirohardjo, 2014).
Penyebab KPD belum diketahui
secara pasti, namun kemungkinan
yang menjadi faktor predisposisi
adalah infeksi yang terjadi secara
langsung pada selaput ketuban
ataupun asenderen dari vagina
atau serviks. Selain itu fisiologi

kelainan letak janin, usia wanita
kurang dari 20 tahun dan diatas
35 tahun, paritas, dan riwayat
KPD sebelumnya (Tahir, 2013).
Sedangkan menurut Huda (2013)
penyebab ketuban pecah dini
antara lain
preeklamsi dan
gameli.
Faktor-faktor penyebab Ketuban
Pecah Dini (KPD) diantaranya
adalah
umur
yang
dapat
menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini.
Sejalan dengan penelitian Tahir
(2013) di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa menunjukan
bahwa ibu yang mengalami KPD
proporsi lebih besar pada ibu
dengan paritas 3 yaitu
99 orang (78,0%) dibandingkan
dengan jumlah ibu yang jumlah
paritasnya 2-3 yaitu 28 orang
(22,0%).
Dan
ibu
yang
mengalami KPD proporsinya
lebih kecil (11,0%) pada ibu yang
hamil kembar dibandingkan ibu
yang tidak hamil kembar (89,0%)
Hal ini juga disebabkan karena
responden yang dijadikan yang
dijadikan sampel pada kasus
jumlahnya memang lebih sedikit
yang mengalami hamil kembar.
Namun demikian, nilai OR yang
diperoleh mempunyai pengaruh
bermakna karena batas antara
nilai LL dan UL tidak mencakup
nilai 1. Pengawasan pada wanita
hamil kembar perlu ditingkatkan
untuk mengevaluasi resiko KPD.

Selanjutnya hasil penelitian yang
dilakukan di RSUD Dr. H
Soewondo Kabupaten kendal
bulan januari-desember 2012,
didapatkan ibu bersalin kelainan
letak dengan letak lintang/
sungsang 2,4%, letak normal
97,6% (Lestari, 2013). Dan
Menurut
hasil
penelitian
Goldenberk dkk (2008) didalam
Huda (2013) menyatakan bahwa
preeklampsia menjadi penyebab
ketuban pecah dini di banyak
negara-negara maju. Frekuensi
kelahiran dengan ketuban pecah
ini adalah sekitar 12-13% di
Amerika Serikat dan 5-9%
dibanyak
negara-negara
berkembang lainnya. Kelahiran
yang
mengikuti
persalinan
dengan ketuban pecah dini
dianggap sebagai syndrom akibat
berbagai penyebab termasuk
infeksi atau peradangan, penyakit
pembuluh
darah
dan
overdistension rahim.
Berdasarkan
uraian
diatas,
peneliti
tertarik
melakukan
penelitian tentang Faktor-Faktor
yang
Berhubungan
dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini
(KPD) pada Ibu Bersalin di
Ruang Camar II RSUD Arifin
Achmad Tahun 2015.
METODE
Jenis penelitian ini adalah
analitik kuantitatif dengan desain
case
control
yaitu
untuk
membandingkan
antara
kelompok
kasus
dengan
kelompok kontrol dengan melihat
ke belakang dari suatu kejadian
yang
berhubungan
dengan
kejadian kesakitan yang diteliti.
Penelitian ini dilakukan di Ruang
Camar II RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru.
Penelitian
ini
dilakukan 17 Oktober 2015 – 20
Oktober 2015.

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 22

Syukrianti Syahda

Sample kasus adalah seluruh ibu
yang mengalami Ketuban Pecah
Dini (KPD) yang berjumlah 238
kasus di Ruangan camar II RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau
Tahun 2014. Sample kontrol
adalah seluruh ibu yang tidak
mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) berjumlah 1408 kasus di
Ruangan Camar II RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau Tahun
2014.
Pengumpulan data dilaksanakan
dengan
menggunakan
data
sekunder.
Analisa data yang digunakan
adalah univariat dan bivariat.
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
Hasil analisa univariat variable variabel faktor - faktor yang
berhubungan dengan kejadian
ketuban pecah dini pada ibu
bersalin dapat diketahui bahwa
dari
238 responden yang
mengalami ketuban pecah dini
sebanyak 163 responden ketuban
pecah dini (78%) yang berada
pada kategori umur bersiko (35 tahun), 142
responden ketuban pecah dini
(59,9%) beresiko dengan paritas
multipara dan grandemultipara,
173 responden ketuban pecah
dini (83,4%) beresiko dengan
kehamilan presentasi bokong dan
bahu, 166 responden ketuban
pecah dini (83,4%) beresiko
dengan kehamilan ganda, dan
terakhir 163 responden ketuban
pecah dini (66,3%) beresiko pada
ibu preeklamsi dengan tekanan
darah >140/90 mmHg dan
proteinuria >(+2).
Analisa Bivariat
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan
maka
diperoleh
analisis bivariat dapat diketahui

dari 238 responden
yang
mengalami ketuban pecah dini,
163 responden (78.0%) berada
pada kategori umur beresiko (35 tahun) dan 75
responden (28.1%) berada pada
kategori umur tidak beresiko (20
– 35 tahun). Sedangkan dari 238
responden yang tidak mengalami
ketuban pecah dini, 46 responden
(22%) pada kategori umur
beresiko (35
tahun) dan 192 responden
(71.9%) berada pada kategori
umur tidak beresiko (20 – 35
tahun).
Dari uji statistik chi-square
diperoleh p value = 0,000 dimana
p value lebih kecil dari (0,05)
dengan demikian Ho diterima,
hal ini menunjukan bahwa ada
hubungan
signifikan
umur
dengan ketuban pecah dini di
ruang Camar II RSUD Arifin
Achmad Tahun 2014.
Berdasarkan
uji
statistik
diperoleh nilai OR = 5.947 (95%
CI = 5.947 - 13.837) artinya ibu
bersalin dengan umur beresiko
35 tahun
berpeluang 5,9 kali
akan
mengalami ketuban pecah dini
dari pada ibu yang berusia 20 –
35 tahun.
PEMBAHASAN
1. Hubungan Umur dengan
Ketuban Pecah Dini pada
Ibu Bersalin di Ruangan
Camar II RSUD Arifin
Achmad Tahun 2015
Semakin cukup umur tingkat
kematangan
dan
kekuatan
seseorang akan lebih matang
dalam berpikir dan bekerja. Usia
reproduksi yang aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah
20-35 tahun. Pada usia ini, alat
kandungan telah matang dan siap
untuk dibuahi kehamilan pada

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 23

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu
Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

usia muda ( 35 tahun juga memiliki risiko
kesehatan bagi ibu dan bayinya,
karena otot-otot dasar panggul
tidak
elastis lagi. Sehingga
mudah terjadi penyulit kehamilan
dan persalinan. Salah satunya
adalah perut ibu menggantung
dan serviks mudah berdilatasi
sehingga dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini
(Manggiasih, 2014).
Hasil penelitian ini sama dengan
Manggiasih (2014) di kota
Sidoarjo yang berjudul Hubungan
Umur Dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini Ditinjau Dari Paritas
Ibu di Rumah Sakit Rahman
Rahim Sidoarjo. Pada penelitian
tesebut menunjukan adanya
hubungan yang bermakna dari
variabel umur terhadap kejadian
Ketuban pecah dini dengan p =
0,021.
Menurut
asumsi
peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa umur merupakan salah
satu faktor terjadinya ketuban
pecah dini, dimana pada ibu
hamil dengan umur 35 tahun
bisa
terjadi
penyulit
dan

komplikasi pada ibu dan janin
dikarenakan otot – otot panggul
yang sudah tidak elastis lagi.
Tetapi pada usia 20 - 35 tahun
adalah usia yang aman untuk
hamil dan persalinan dikarenakan
alat reproduksi sudah matang.
Dari 238 responden dengan
kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko (20 – 35 tahun) tetapi
mengalami ketuban pecah dini
berjumalah
75
responden
(28,1%). Menurut peneliti hal ini
terjadi karena faktor lain seperti
gangguan kolagen sesuai dengan
Arvan (2009) menyatakan bahwa
Kolagen yang merupakan unsur
penting pada membrana amnion
ini adalah jaringan ikat yang
berisi makromolekul mayor yang
memiliki rantai α berbagai jenis.
Satu rantai α berisi rangkaianrangkaian tiga asam amino yang
panjang dengan asam amino yang
sama pada akhir setiap satu
rangkaian tersebut. Asam amino
ketiganya adalah glisin, salah
satu asam amino esensial.
Sedangkan dua lainnya adalah
asam amino residu. Sehingga
susunan asam aminonya menjadi
Gly-X-Y untuk setiap urutan.
Inhibitor terhadap kolagenase ini
juga merupakan salah satu
kontrol
terhadap
degradasi
kolagen
Ruptur membran juga berkaitan
dengan
proses
biokimia,
termasuk gangguan kolagen
dalam
matriks
ekstraseluler
amnion dan korion dan kematian
terprogram sel-sel pada membran
janin.
Seiring
dengan
perkembangan
teknik
biomolekuler, akhir-akhir ini
banyak dilakukan penelitian
mengenai selaput amnion dan
khorion dilihat dari aspek
biomolekuler. Sehingga banyak

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 24

Syukrianti Syahda

diungkapkan bagaimana proses
terjadinya kerapuhan selaput
ketuban baik pada pasien dengan
ketuban pecah sebelum waktunya
maupun proses pecahnya selaput
ketuban pada saat persalinan.
Selaput
ketuban
dapat
dipertahankan karena adanya
keseimbangan
antara
pembentukan dan degradasi
kolagen ekstraseluler. Faktor
risiko
terjadinya
KPD
diantaranya
malnutrisi,
dan
kelainan jaringan ikat yang
berhubungan dengan kelemahan
selaput ketuban.
Hal ini sejalan dengan penelitian
Arvan (2009) di di Bagian / SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/
RSUP Dr.M.Djamil Padang
terhadap wanita hamil aterm
dengan ketuban pecah dini dan
tanpa ketuban pecah dini, selama
periode 1 Desember 2008 sampai
30 April 2009.
2. Hubungan Paritas dengan
ketuban Pecah dini pada Ibu
Bersalin di Camar II RSUD
Arifin Achmad Tahun 2015
Hasil penelitian yang didapatkan
sama dengan teori bahwa Paritas
adalah jumlah anak yang
dilahirkan oleh seseorang. Bagian
terendah janin belum masuk PAP
juga berpengaruh. Hal ini
disebabkan primipara bagian
terendah janin turun ke rongga
panggul masuk ke PAP pada
akhir minggu 36 kehamilan,
sedangkan pada multipara terjadi
saat mulai persalinan. Sehingga
pada multipara tidak ada bagian
terendah janin yang menutupi
PAP, yang dapat mengurangi
terhadap membran bagian bawah
(Cunningham,
2005).
Pada
multipara,
grandemultipara,
kejadian KPD semakin besar hal
ini bukan disebabkan oleh

peningkatan aktivitas uterus
melainkan
dari
kelemahan
intrinksik uterus yang disebabkan
oleh trauma sebelumnya pada
serviks khusunya pada tindakan
riwayat persalinan pervaginam,
dilatasi serviks dan kuratase.
Keadaan ini dibuktikan dengan
adanya dilatasi serviks tanpa rasa
nyeri dalam trmester II dan III
kehamilan yang disertai dengan
prolapsus membran amnion lewat
serviks dan penonjolan membran
tersebut dalam vagina, peristiwa
ini diikuti oleh pecahnya ketuban
dan selanjutnya ekspulsi janin
immatur sehingga kemungkinan
janin akan meninggal (Sari,
2014)
Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian Lestari (2013) di kota
Ungaran
yang
berjudul
Hubungan paritas dan kelainan
letak dengan kejadian ketuban
pecah dini (KPD pada ibu
bersalin
di
RSUD
Dr.H.Soewondo
Kendal
Kabupaten Kendal Tahun 2012.
Pada
penelitian
tesebut
menunjukan adanya hubungan
yang bermakna dari variabel
paritas terhadap kejadian ketuban
pecah dini dengan p = 0,000
Menurut
asumsi
peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa paritas merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya
ketuban pecah dini, dimana pada
ibu bersalin dengan paritas
primipara
karena bagian
terendah janin belum masuk ke
rongga panggul masuk PAP pada
akhir 36 kehamilan. Sedangkan
multipara terjadi pada saat
persalinan
sehingga
pada
multipara terjadi saat persalinan.
Sehingga pada multipara tidak
ada bagian terendah janin yang
menutupi PAP, yang dapat
mengurangi terhadap membran

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 25

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu
Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

bagian bawah yang dapat
menyebabkan ketuban pecah
dini.
Dari 238 responden dengan
kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko
(primipara)
tetapi
mengalami ketuban pecah dini
berjumalah
96
responden
(40,2%). Menurut peneliti hal ini
terjadi karena faktor lain seperti
pekerjaan
sesuai
dengan
penelitian Nurhadi (2006) di BP
RSUD Kraton Pekalongan yang
berjudul Faktor Resiko Ibu
Terhadap Kejadian Ketuban
Pecah Dini, dimana hasil
penelitian tersebut menyatakan
bahwa ibu yang bekerja dan lama
kerja ≥40 jam/minggu dapat
meningkatkan resiko sebesar 1,7
kali
mengalami
KPD
dibandingkan dengan ibu yang
tidak bekerja. Hal ini disebabkan
karena pekerjaan ibu juga
berhubungan dengan keadaan
sosial ekonomi. Pada ibu yang
berasal dari strata sosial ekonomi
rendah banyak terlibat dengan
pekerjaan fisik yang lebih berat.
Hasil penelitian lain yang sejalan
dengan penelitian ini adalah hasil
penelitian lain yang sejalan
dengan penelitian ini adalah hasil
penelitian Ratnawati (2010) yang
menyatakan bahwa aktivitas berat
(43,75%) merupakan
faktor
resiko terjadinya ketuban pecah
dini.
3. Hubungan Gameli dengan
Ketuban Pecah Dini pada
Ibu bersalin di Ruangan
Camar II RSUD Arifin
Achmad Tahun 2014
Hasil penelitian yang didapatkan
sama dengan teori bahwa ibu
dengan
kehamilan
gameli
merupakan salah satu penyebab
terjadinya ketuban pecah dini.
Kehamilan ganda ialah satu

kehamilan dengan dua janin atau
lebih (Sakti, 2013). Wanita
dengan
kehamilan
kembar
beresiko tinggi mengalami KPD.
Hal ini disebabkan tekanan intra
uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) (Maryunani,
2013).
Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian Tahir (2013) di
RSUD Syekh Yusuf kabupaten
Gowa yang berjudul Faktor
Determinan Ketuban Pecah Dini
di
RSUD
Syekh
Yusuf
Kabupaten
Gowa.
Pada
penelitian tersebut menunjukan
menunjukan bahwa ibu yang
mengalami KPD proporsinya
lebih kecil (11,0%) pada ibu yang
hamil kembar dibandingkan ibu
yang tidak hamil kembar
(89,0%). Hasil Uji statistik
menunjukan nilai Odds ratio
(OR) = 3,0 tingkat kepercayaan
(CI) 95% yaitu 1.30 - 7,01. Oleh
karena nilai LL dan Ul tidak
mencakup
nilai
1,
maka
kehamilan kembar merupakan
faktor resiko terhadap KPD,
dimana resiko KPD pada ibu
yang kehamilan kembar resiko
tinggi adalah 3,0 kali lebih besar
dibandingkan
dengan
ibu
kehamilan kembar resiko rendah.
Menurut
asumsi
peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa gameli merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya
ketuban pecah dini, dimana pada
kehamilan gameli ini terjadi
peregangan pada uterus secara
berlebihan
sehingga
menyebabkan terjadi ketuban
pecah dini.
Dari 238 responden dengan
kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko
(tidak
kehamilan
gameli)
tetapi
mengalami

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 26

Syukrianti Syahda

ketuban pecah dini berjumalah 72
responden (26,0%).
Menurut
peneliti hal ini terjadi karena
faktor lain seperti infeksi sesuai
dengan Nugroho (2011) yang
menyatakan bahwa infeksi yang
terjadi secara langsung pada
selaput
ketuban
maupun
asenderen dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan ketuban pecah
dini.
Menurut
Chapman
2006
menyatakan
pecah
ketuban
sebelum persalinan pada preterm
dapat berubungan dengan infeksi
maternal. Sekitar 30% persalinan
preterm disebabkan oleh infeksi
dan mendapatkan komplikasi dari
infeksi.
4. Hubungan
Presentasi
dengan Ketuban Pecah
Dini pada Ibu Bersalin di
Ruangan Camar II RSUD
Arifin Achmad Tahun 2015
Letak lintang terjadi bila sumbu
memanjang ibu membentuk sudut
tegak lurus dengan sumbu
memanjang janin. Oleh karena
seringkali bahu terletak diatas
PAP, malposisi ini disebut juga
presentasi bahu. Bayi bener –
bener melintang terhadap perut
ibu atau miring dengan kepala
atau bokong di fossa iliaca.
Umumnya bokong lebih tinggi
dari kepala. Penunjuknya adalah
scapula (Sc), tempat kepala
menentukan posisinya yaitu kiri
dan kanan, sedangkan punggung
menunjukan kedudukan anterior
atau posterior. Jadi LScP berarti
letak lintang, kepala disebelah
kiri ibu dan punggung janin di
belakang. Bagian yang benar –
benar ada di atas PAP mungin
bahu, punggung , perut, dada atau
sisi badan janin. Insidensi letak
lintang adalah 1 : 5000. Keadaan
ini merupakan malposisi yang

gawat dan tidak dapat dibiarkan
begitu saja (Oxorn, 2010).
Kelainan
letak
misalnya
sungsang, sehingga tidak ada
bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang
dapat
menghalangi
tekanan
terhadap
membrane
bagian
bawah
yang
menyebabkan
terjadinya Ketuban Pecah Dini
(KPD)
(Nugroho,
2011).
Komplikasi letak lintang terjadi
oleh karena bagian terendah tidak
menutupi PAP, ketuban cendrung
pecah dini dan dapat disertai
menumbungnya tangan janin atau
tali pusat. Keduanya merupakan
komplikasi yang gawat dan
memerlukan tindakan segera
(Oxorn, 2010). Ketuban pecah
dini yang disertai kelainan letak
akan mempersulit persalinan
yang dilakukan ditempat fasilitas
yang memadai (Jannah, 2012).
Hasil penelitian ini sama dengan
Leihitu
(2010)
di
kota
Yogyakarta yang berjudul faktorfaktor yang berhubungan dengan
kejadian ketuban pecah dini pada
ibu bersalin di RSUD Sleman
Yogyakarta. Pada penelitian
tesebut menunjukan adanya
hubungan yang bermakna dari
variabel presentasi terhadap
kejadian ketuban pecah dini
dengan p = 0,171.
Menurut
asumsi
peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa presentasi merupakan
salah satu faktor penyebab
terjadinya ketuban pecah dini.
Presentasi
yang
menjadi
penyebab ketuban pecah dini
adalah presentasi bokong dan
bahu.
Presentasi
bokong
menyebabkan tejadi ketuban
pecah dini dikarenakan tidak ada
bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang
dapat
menghalangi
tekanan

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 27

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu
Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

terhadap
membrane
bagian
bawah. Dan presentasi bahu
menyebakan terjadinya ketuban
pecah dini karena bagian
terendah tidak menutupi PAP.
Sedangkan presentasi kepala
tidak mengalami ketuban pecah
dini karena ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul
sehingga tidak terjadi ketuban
pecah dini.
Dari 238 responden dengan
kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko (tidak presentasi bahu
dan bokong) tetapi mengalami
ketuban pecah dini berjumalah 65
responden (24,5%).
Menurut
peneliti hal ini terjadi karena
faktor lain seperti polihidramnion
atau hidramnion. Hal ini sesuai
dengan Maryunani (2013) yang
menyatakan bahwa hidramnion
dapat menyebabkan tekanan
intrauterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan
(overdistensi
uterus)
yang
menjadi faktor predisposisi dari
ketuban pecah dini.
Dari hasil penelitian Huda (2013)
menyatakan bahwa hidramnion
merupakan penyebab terjadinya
ketuban pecah dini sebesar
(4,9%)
5. Hubungan
Preeklamsi
dengan Ketuban Pecah
Dini pada ibu Bersalin di
ruangan Camar II RSUD
Arifin Achmad Tahun 2015
Preeklamsia ringan memiliki
gejala klinis seperti : (1)
Hipertensi : sistolik / diastolic
“140/90 mmHg, (2) Proteinuria :
secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter
dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2 (+2), (3)
Edema pada pretibia, dinding
abdomen lumbosacral, wajah
atau tangan, dan (4) timbul salah
satu atau lebih gejala atau tanda

tanda
preeklamsia
berat
(Nugroho, 2011)
Preeklamsia
berat
memiliki
gejala klinis seperti : (1) tekanan
darah sistolok atau sama 160
mmHG atau diastolic lebih atau
sama dengan 110 mmHg, tekanan
darah
ini
tidak
menurun
meskipun ibu hamil sudah rawat
baring dirumah sakit, (2)
proteinuria 5 gram atau lebih per
24 jam atau kualitatif positif 3
atau 4, (3) oliguria yaitu produksi
urin kurang 24 jam disertai
dengan
kenaikan
kreatinin
plasma (Nugroho, 2011).
Pada
ibu
bersalin
yang
mengalami pre eklamsi menurut
Manuaba (2007) menyatakan
bahwa akibat pre eklamsia yang
utama adalah vasokonstriksi
arterial
yang
menyebabkan
kenaikan tekanan darah dan
menurunnya pasokan darah yang
efektif pada banyak organ serta
jaringan
tubuh,
termasuk
plasenta.
Plasenta
dapat
mengalami infark
sehingga
membatasi jumlah oksigen dan
nutrien yang tersedia bagi bayi.
Retardasi intrauteri dapat terjadi
dan keadaan hipoksia dapat
membuat janin tidak mampu
untuk menahan stres persalinan
yang
normal
yang
dapat
menyebabkan ketuban pecah
dini.
Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian Goldenberk dkk (2008)
didalam
Huda
(2011)
menyatakan bahwa preeklampsia
menjadi penyebab ketuban pecah
dini di banyak negara-negara
maju. Frekuensi kelahiran dengan
ketuban pecah ini adalah sekitar
12-13% di Amerika Serikat dan
5-9% dibanyak negara-negara
berkembang lainnya. Kelahiran
yang
mengikuti
persalinan
dengan ketuban pecah dini

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 28

Syukrianti Syahda

dianggap sebagai syndrom akibat
berbagai penyebab termasuk
infeksi atau peradangan, penyakit
pembuluh
darah
dan
overdistension rahim.
Menurut
asumsi
peneliti,
berdasarkan hasil penelitian
bahwa preeklamsi merupakan
salah satu faktor penyebab
terjadinya ketuban pecah dini,
dimana pada ibu bersalin dengan
preeklamsi terjadi penyumbatan
pada pembuluh arteri yang
menyebabkan kenaikan tekanan
darah dan menurunnya pasokan
darah pada plasenta yang dapat
mengalami kematian jaringan
pada
plasenta
sehingga
membatasi jumlah oksigen dan
nutrien yang tersedia bagi janin.
Hal ini mengakibatkan janin
sangat kurang oksigen dan tidak
mampu menahan stres persalinan
yang normal yang menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini.
Dari 238 responden dengan
kejadian ketuban pecah dini
dalam kategori umur tidak
beresiko
(primipara)
tetapi
mengalami ketuban pecah dini
berjumalah
75
responden
(32,6%). Menurut peneliti hal ini
terjadi karena faktor lain seperti
trauma yang didapat misalnya
hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis
menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini (Nugroho, 2011).
Coitus saat hamil dengan
frekuensi lebih dari 3 kali
seminggu, posisi koitus suami
diatas, dan penetrasi penis yang
sangat dalam merupakan faktor
resiko terjadinya KPD sebesar
37,50%.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat disimpulkan bahwa:

1.

2.

3.

4.

5.

Ada hubungan antara Umur
dengan ketuban pecah dini
pada ibu bersalin (p value =
0,000).
Ada hubungan antara paritas
dengan ketuban pecah dini
pada ibu bersalin (p value =
0,000).
Ada hubungan antara gameli
dengan ketuban pecah dini
pada ibu bersalin (p value =
0,000).
Ada
hubungan
antara
presentasi dengan ketuban
pecah dini pada ibu bersalin
(p value = 0,000).
Ada
hubungan
antara
preeklamsi dengan ketuban
pecah dini pada ibu bersalin
(p value = 0,000).

Saran
Bagi Ibu diharapkan ibu tidak
hamil diusia 35 tahun, tetapi
ibu dianjurkan pada ibu untuk
hamil di usia 20-35 tahun.
Diharapkan
ibu
untuk
menggunakan alat kontrasepsi
yang berfungsi untuk mencegah
kehamilan pada paritas ≥3
(multipara)
dan
≥5
(Grandemultipara).
Bagi peneliti selanjutnya, jika
meneliti hal yang sama penelitian
ini, dapat menambah variabel
yang tidak ada pada penelitian ini
seperti : gangguan kolagen,
infeksi, trauma, pekerjaan dan
hidramnion, serta menggunakan
desain yang berbeda dalam
penelitian selanjutnya seperti :
kohort.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Z.R, Weni. K. 2009.
Neonatus
dan
Asuhan
Keperawatan Anak. Cetakan
I. Yogyakarta: Nuha Medika

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 29

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu
Bersalin Di Ruang Camar II RSUD Arifin Achmad Tahun 2015

Chapmen, V. 2006. Asuhan
Kebidanan Persalinan dan
Kelahiran.
Cetakan
I.
Jakarta: EGC
Endraningtyas,
Dwi.
2011.
Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Tentang Letak sungsang
Pada
Janin
Di
Desa
Karangtengah Kota Dan
Desa
Margomulyo
Kecamatan Ngawi Pada
Bulan Juli – September
2011. Jakarta : Fakultas
Kedokteran
dan
Ilmu
Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah
Feryanto, F.A. 2012. Asuhan
Kebidanan Patologi. Jakarta:
Salemba Medika
Hidayat, A.A. 2007. Metode
Peneltian Keperawatan dan
Teknik
Analisis
Data.
Jakarta: Salemba Medika
__________. 2009. Pengantar
Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Huda, N. 2013. Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Ketuban Pecah Dini di RS
PKU
Muhammadiyah
Surakarta.
Surakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
Jannah, N. 2012. Buku Ajar
Asuhan
Kebidanan
Kehamilan.
Edisi
I.
Yogyakarta: CV Andi Offset
Kemenkes RI. 2014. Mother`s
Day. Jakarta Selatan: Pusat
Data
dan
Informasi
Kemenkes RI
Lestari, V. A. 2013. Hubungan
Paritas dan Kelainan Letak
Dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini (KPD) Pada Ibu
Bersalin di RSUD Dr. H.
Soewondo
Kendal
Kabupaten Kendal Tahun
2012. Ungaran: STIKes
Mudi Waluyo

Manggiasih,
V.A.
2014.
Hubungan Umur Dengan
Kejadian Ketuban Pecah
Dini Ditinjau Dari Paritas
Ibu di Rumah Sakit Rahman
Rahim Sidoarjo. Volume 7.
No.1. Sidoarjo: Akbid Mitra
Sehat Sidoarjo
Manuaba, dkk. 2007. Pengantar
Kuliah Obstetri. Cetakan I.
Jakarta: EGC
Manuaba, dkk. 2008. GawatDarurat-Obstetri-Ginekologi
Dan
Obstetri-Ginekologi
SosialUntuk Profesi Bidan.
Jakarta : EGC
Maryunani, A, Eka. P. 2013.
Asuhan Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal.
Cetakan I. Jakarta: KDT
Mose, J.C, Alamsyah.M. 2014.
Asuhan Kebidanan. Cetakan
4. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Mulyatno,
C.K.
2015.
Pemeriksaan Darah Rutin.
Diakses
di
www.itd.unair.ac.id/
../pemeriksaan%20darah.
Muntoha, dkk. 2013. Hubungan
Antara Riwayat Paparan
Asap
Rokok
Dengan
Kejadian Ketuban Pecah
Dini Pada Ibu Hamil di
RSUD
Dr.H.Soewondo
Kendal. Volume 12. No.01.
jurnal tidak diterbitkan
Norma. G.N, Mustika. D.S. 2013.
Asuhan Kebidanan Patologi
Teori dan Tinjauan Kasus
Dilengkapi Contoh Askeb.
Cetakan I. Yogyakarta: Nuha
Medika
Norwitz, E, John. S. 2006. At a
Glance
Obstetri
dan
Ginekologi. Edisi 2. Jakarta:
Erlangga
Notoatmodjo,
S.
2010.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 30

Syukrianti Syahda

Nugroho, Taufan. 2011. Buku
Ajar
Obstetri
Untuk
Mahasiswa
Kebidanan.
Cetakan Kedua. Yogyakarta
: Nuha Medika
Oktavianisya.
2014.
Menganalisis
Pengaruh
Kualitas ANC (Antenatal
Care) dan Rujukan Terhadap
Morbiditas
Maternal di
Kabupaten
Sidoarjo.
Sidoarjo:
Universitas
Erlangga
Oxorn, H. William R.F. 2010.
Ilmu Kebidanan Patologi
dan Fisiologi Persalinan.
Edisi I. Yogyakarta: CV
Andi Offset
Prawirohardjo.
2014.
Ilmu
Kebidanan.
Cetakan
4.
Jakarta: PT. Bina Pustaka
Qodratillah, MT, 2008. Kamus
Bahasa Indonesia, Jakarta :
Pusat Bahasa
Ramlis, R. 2014. Hubungan
Kelainan
Letak
Janin
Dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini di Ruang
Kebidanan
RSUD
Dr.M.Yunus Bengkulu Tahun
2013. Bengkulu: STIKes
Dehasen.
Rohfin,
D.
2015.
Trans
Persalinan.
Diakses
di
hhtp://www.academia.edu/
9825392/minikti_transpersali
nan
Sakti, K.M.G, Akmal Taher.
2013. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan
Dasar
dan

Rujukan. Edisi I. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Sari, E.K, Henni. J. 2014. Paritas
dan Kelainan Letak Dengan
Kejadian Ketuban Pecah
Dini. Surabaya: Akademi
Kebidanan Gria Husada
Siregar, F.A. 2011. FaktorFaktor Yang Mempengaruhi
Terjadinya Ketuban Pecah
Dini di Rumah Sakit Umum
Daerah Padangsidempuan.
Sumatera Utara: USU
Susilowati, E, Astuti. L.D. 2010.
Gambaran Karakteristik Ibu
Bersalin Dengan Ketuban
Pecah Dini di Rumah Sakit
Panti
Wilasa
Citarum
Semarang
Tahun
2009.
Volume 1. No.1, Semarang:
Akbid Panti Wilasa
Syamsuddin, K.A. 2014. Asuhan
Kebidanan.
Cetakan
4.
Jakarta: PT. Bina Pustaka
Tahir, S, dkk. 2013. Faktor
Determinan Ketuban Pecah
Dini di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa. Makasar:
Akademi
Kebidanan
Muhammadiyah
UNICEF
Indonesia.
2012.
Ringkasan Kajian Kesehatan
Ibu dan Anak. Jakarta
Yuniwati,
Ismiati.
2014.
Pengaruh Lama Ketuban
Pecah
Dini
Terhadap
Kesejahteraan Bayi Baru
Lahir Di RSUD dr. M.Yunus
Beengkulu Tahun 2013.
Bengkulu
:
Poltekes
Kemenkes Bengkulu

Jurnal Kebidanan STKes Ttuanku Tambusai Riau

Page 31