Analisis Respon Masyarakat Terhadap Penerapan Nilai-Nilai Islam Pada Produk Bank Syari'ah Mandiri Cabang Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Ilmu Ekonomi Dalam Sudut Pandang Islam
Ekonomi dalam sudut pandang Islam adalah ilmu ekonomi yang

diterapkan berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Ilmu ekonomi Islam juga disebut
sebagai "Iqtishad" yang berasal dari kata "qashd" yang berarti "tengah/seimbang".
Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi "alaikum haydan qashidan" yang artinya
adalah "diwajibkan atas kamu memperoleh jalan yang benar (tengah) (Hendry,
1999:4).
Ilmu ekonomi pada dasarnya adalah bagaimana cara memenuhi kebutuhan
ummat manusia dengan sumber daya yang tersedia baik sumber daya alam,
ataupun sumber daya manusia. Bagaimana manusia memanfaatkan sarana yang
ada untuk dapat memenuhi kebutuhannya secara optimal semua diatur dalam
prinsip ilmu ekonomi. Namun, timbul permasalahan ekonomi pada ummat
manusia yang bersumber dari kenyataan bahwa terbatasnya sarana sumber daya
yang tersedia diikuti oleh keanekaragaman keinginan dan kebutuhan dari manusia
itu sendiri, sehingga memaksa manusia harus memiliki prioritas dalam
mengadakan pilihan diantara kebutuhan-kebutuhannya yang sesuai dengan

ketersediaan alat pemuas yang ada untuk memenuhi kebutuhan secara optimal.
Islam memiliki pandangan tersendiri mengenai hal yang berhubungan
terhadap masalah-masalah ekonomi. Allah menyediakan sumber daya alam yang
sangat banyak sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia, serta ditambah
dengan iman dan taqwa kaum muslimin yang bertujuan meminimalisir nafsu

Universitas Sumatera Utara

dalam memenuhi kebutuhannya sehingga menjadi persepsi yang bersebrangan
dengan masalah ekonomi konvensional dimana manusia dihadapkan dengan tidak
sesuainya sumber daya alam yang terbatas dengan kebutuhan manusia yang tidak
terbatas (Hendry, 1999:6).
Adapun dalam pandangan Islam yang membatasi seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya adalah bukan dari keterbatasan sumber daya itu sendiri
ataupun kebutuhannya yang tidak terbatas, melainkan adalah keterbatasan dari
manusia itu sendiri. Dalam ajaran Islam sumber daya alam di bumi ini tidak
terbatas, Allah menciptakan alam semesta dan isinya yang dipenuhi kekayaan
yang berlimpah yang tidak terhitung jumlahnya. Untuk memperolehnya, ada yang
dapat langsung dinikmati, dan ada juga yang memerlukan usaha tersendiri untuk
mendapatkannya. Usaha yang perlu dilakukan manusia untuk memperolehnya

adalah dengan ilmu yang dimiliknya sehingga dapat menikmati kekayaan yang
telah disediakan oleh Allah. Kekayaan sumber daya yang ada di alam semesta ini
tidak terbatas, melainkan kemampuan manusia itu sendiri yang memiliki
keterbatasan sehingga manusia tidak mampu untuk mengambil semua harta yang
telah tersedia di bumi (Ismail, 2008:6).
Pandangan umum dalam ekonomi menyatakan bahwa tujuan seseorang
harus memenuhi kebutuhannya adalah untuk mencapai kesejahteraan. Dengan
azas mencapai keuntungan yang maksimal dengan usaha/modal seminimal
mungkin, menjadikan pandangan ini kembali bersebrangan dengan ekonomi
Islam. Walaupun masih dengan tujuan yang sama yaitu memenuhi kebutuhan
untuk mencapai kesejahteraan, namun dalam sudut pandang Islam hal tersebut

Universitas Sumatera Utara

memiliki batasan-batasan tertentu dalam proses mencapai kesejahteraan itu
tersendiri. Ummat muslim tidak diperbolehkan untuk mementingkan dirinya
sendiri untuk mencapai hasrat dan nafsunya, jangan sampai ada pihak lain yang
dirugikan akibat dari proses pencapaian keuntungan tersebut. (Hendry, 1999:7).
Hal ini sesuai dengan terjemahan dari Hadits Nabi sebagai berikut :
"BarangSiapa yang mengumpulkan harta dengan tidak sewajarnya

(bathil) maka Allah akan memusnahkannya dengan air (banjir) dan tanah
(longsor)". (HR. Baihaqi).
Ada 2 hal pokok yang harus dipahami oleh manusia untuk melakukan
kegiatan ekonomi yang berazaskan ekonomi Islam, yaitu (P3EI UII Yogyakarta,
2012:2) :
a. Falah sebagai tujuan hidup.
Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti
kesuksesan, kemenangan, atau kemuliaan. Manusia mempunyai tujuan
untuk mencapai kesejahteraan hidupnya sendiri, dan apabila seorang
manusia sudah mencapai kesejahteraan hidup maka dia telah mencapai
kemenangan dalam hidupnya. Istilah falah dalam Al-Qur'an sering
dimaknai sebagai kemenangan atau keberuntungan jangka panjang,
dimana tidak hanya memperhatikan kehidupan dunia semata, melainkan
semua kegiatan yang dilakukan di dunia juga harus mengingat kehidupan
setelahnya yaitu akhirat.
Untuk kehidupan dunia, falah berarti kelangsungan hidup, kebebasan
berkeinginan, serta kekuatan dan kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan

Universitas Sumatera Utara


akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi,
kesejahteraan yang abadi, kemuliaan abadi, dan pengetahuan abadi (bebas
dari segala kebodohan).
b. Mashlahah sebagai cara mencapai Falah.
Manusia selalu berharap untuk mendapatkan manfaat dari setiap kegiatan
yang dilakukannya. Istilah mashlahah berarti manfaat disertai berkah,
dimana segala kegiatan yang dilakukan manusia tidak hanya bertuju
kepada manfaat semata melainkan manfaat yang disertai berkah dari Allah
SWT, dengan melakukan kegiatan yang halal, dan tidak memberikan
mudharat (akibat buruk) terhadap diri sendiri ataupun orang lain.
Mashlahah adalah dasar kehidupan manusia dengan segala bentuk
keadaan, baik material maupun non-material, yang mampu meningkatkan
kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Dimana dasar
kehidupan manusia itu terdiri dari agama (diin), jiwa (nafs), intelektual
('aql), keturunan (nasl), serta material.
2.2.

Sejarah Perbankan Islam
Jika dilihat dari sejarahnya, pada zaman Rasulullah tipe perdagangan yang


berbentuk seperti bank sudah ada. Bentuk-bentuk itu misalnya al-Musyarokah, attakaful, kredit kepemilikan barang dan pinjaman dengan tambahan bunga. Bentuk
perdagangan tersebut telah berkembang di jazirah Arab khususnya berpusat di
kota Makkah, Jeddah, dan Madinah. Pada masa Rasulullah secara umum bank
adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yang menerima

Universitas Sumatera Utara

simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang
(Karim, 2004:15).
Di dalam sejarah perekonomian umat Islam pembiayaan yang dilakukan
dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam
sejak zaman Rasulullah (P3EI UII Yogyakarta, 2012:5). Praktek-praktek seperti
ini menerima penitipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan
juga untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah dilakukan
sejak zaman Rasulullah.
Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima
deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam bahkan sejak zaman Rasulullah
SAW. Rasululah SAW yang dikenal dengan julukan Al-Amin, dipercaya oleh
masyarakat Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir

sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan
semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi
tidak dapat memanfaatkan harta titipan (Karim, 2004:18).
Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank
Syariah. Bank Islam adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat
Islam. Bank Islam wajib mengikuti dan berpedoman pada ketentuan-ketentuan
yang ada pada zaman Rasulullah, bentuk-bentuk yang sudah ada ataupun bentuk-

Universitas Sumatera Utara

bentuk usaha yang baru dan tidak menyimpang dari ketentuan Al-Quran dan
Hadis.
Awal berdirinya bank Islam di mulai di negara Mesir pada tahun 1963
dengan nama "Mit Ghamr". Agar dapat memperkuat peranan bank Islam, Mesir
kembali membentuk "Samir Social Bank" pada tahun 1973. Tak lama kemudian
Arab Saudi juga turut mengembangkan bank Islam serta membantu menggalang
dana untuk membantu negara-negara Islam yang miskin pada tahun 1973.
Kemudian disusul oleh Dubai Islamic Bank, di Kota Dubai pada tahun 1975

(Hendry, 1999:23).
Kemudian sejarah lainnya bagi perkembangan bank Islam yaitu dengan
didirikannya Islamic Development Bank (IDB). Pendiriannya diawali dengan
sidang menteri luar negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di
Karachi, Pakistan pada bulan Desember 1970, dimana Mesir mengajukan
proposal untuk mendirikan bank syariah Internasional. Setelah melalui
persetujuan negara-negara OKI lainnya dan tahapan-tahapan tertentu, maka pada
tahun 1975 berdirilah Islamic Development Bank (IDB) yang beranggotakan 22
negara Islam pendiri (Karim, 2004:9).
Lembaga ini kemudian berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dana
negara-negara Islam untuk pembangunan dan secara aktif memberi jaminan bebas
bunga berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Di samping itu, berdirinya
IDB juga memotivasi banyak negara lain untuk mendirikan lembaga keuangan
syariah. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, lembaga keuangan

Universitas Sumatera Utara

syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran,
Malaysia, dan Turki (Sudarsono, 2007:4).
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah

Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat
bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di
Indonesia terus berkembang. Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bila
pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada
tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit,
yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah (Karim, 2004:25).
Bank Muamalat sempat terkena permasalahan oleh krisis moneter pada
akhir tahun 90-an. Kemudian, Islamic Development Bank (IDB) memberikan
pemasukan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat kembali bangkit dan
menghasilkan laba. Saat ini keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah diatur
dalam Undang-undang yaitu UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7
Tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturan Pemerintah
No.72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil.
Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga
atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan


haram,

seperti

usaha

yang

berkaitan

dengan

produksi

Universitas Sumatera Utara

makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dan sebagainya,
dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
2.3


Cakupan Nilai-Nilai Islam
Agama Islam memiliki tiga aspek utama, yaitu aqidah, syari'at, dan

akhlak. Aqidah juga disebut iman yang menunjukkan kebenaran Islam, dan
syari'at sebagai Islam menunjukkan keadilan Islam, sedangkan akhlak disebut
juga ihsan yang menunjukkan keindahan Islam (Karim, 2004:2).
2.3.1. Aspek Aqidah
Aspek aqidah adalah bagian dari ajaran agama Islam yang berhubungan
dengan masalah-masalah keimanan dan dasar-dasar agama. Dimana dari aqidah
inilah yang menunjukkan hakikat kehidupan manusia, apa yang harus dilakukan
manusia dalam hidupnya, kemana hidup itu harus diarahkan, serta kemana pula
segala hal dalam kehidupan itu akan berakhir.
Manusia dituntut untuk menjaga aqidahnya yang berarti pula
mempertahankan keimanannya, sebagaimana dasar dari aqidah itu adalah
kebenaran dari Islam itu sendiri. Dengan kata lain aqidah itu bisa disamakan
dengan iman, sebenar-benarnya Islam seseorang dapat ditunjukkan dari keimanan
dan aqidahnya. Pokok-pokok keimanan ataupun pedoman aqidah dalam Islam
tercantum dalam rukun iman sebagai berikut :
1. Iman kepada Allah

2. Iman kepada Malaikat
3. Iman kepada Kitab-kitab
4. Iman kepada Nabi dan Rasul

Universitas Sumatera Utara

5. Iman kepada Hari Akhir
6. Iman kepada Qadha dan Qadar
Sebagaimana terjemahan dari hadits Nabi SAW sebagai berikut :
"Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya, rasulrasulNya, hari akhir, dan beriman pula kepada qadar (takdir) yang baik ataupun
yang buruk". (HR. Muslim).
Dengan demikian, aqidah adalah bersifat kekal, aspek aqidah tidak akan
pernah mengalami perubahan sampai kapanpun, baik karena perubahan zaman
ataupun perubahan tempat. Sejak zaman Nabi Adam a.s sampai sekarang,
persoalan aqidah dalam Islam tetap sama, tidak akan ada perubahan ataupun
modernisasi dalam aspek aqidah ini. Sebagaimana dalam terjemahan Al-Qur'an
Surah Asy-Syura ayat 13 sebagai berikut :
"Dia telah mensyariatkan bagi kamu dalam agama apa yang telah
diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu :
tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya..."
(Terjemah QS. Asy-Syura:13)
2.3.2

Aspek Syari'ah
Ajaran Islam tidak berhenti pada kepercayaan saja. Setelah mempercayai

keenam rukun iman diatas, ummat muslim dihadapkan dengan aturan-aturan
terhadap kehidupan di dunia, bagaimana menjalani kehidupan yang sesuai Islam,
tercantum didalam aspek syari'ah.

Universitas Sumatera Utara

Kata syari'ah berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti jalan
yang ditempuh atau garis yang harus dilalui. Menurut istilah, definisi syari'ah
adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan pokok-pokoknya dan
dibebankan kepada ummat muslim untuk mematuhinya, sebagai penghubung
diantaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia (Karim, 2004:7).
Sesuai dengan definisi diatas, syari'ah terbagi dua bagian, yaitu :
a. Bagian Ibadah, yaitu syari'at yang mengatur tentang hubungan antara
manusia dengan Allah (hablum minAllah). Bagian ibadah terangkum
dalam rukun Islam yang mencakup syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji.
b. Bagian Mu'amalah, yaitu bagian yang mengatur hubungan antara sesama
manusia (hamblum minannaas). Bagian muamalah mencakup semua aspek
hidup manusia serta berbagai interaksi antara satu dengan lainnya seperti
masalah

pernikahan,

perdagangan,

ekonomi,

sosial,

politik,

dan

sebagainya.
Pada halnya pergantian zaman, bagian ibadah tidak akan terjadi
perubahan, dikarenakan hubungan kejiwaan antara manusia dengan Allah tidak
akan berbeda. Dengan demikian rukun Islam (syahadat, sholat, puasa, zakat, dan
naik haji) tetap dilakukan dengan cara yang sama tanpa perlua menyesuaikan
dengan perkembangan zaman/tempat.
Namun pada bagian mu'amalah, bisa terjadi beragam perubahan
dikarenakan masalah mu'amalah yang dihadapi pada zaman Rasulullah SAW
sangat jauh berbeda dengan masalah yang dihadapi manusia pada masa sekarang
ini. Pada umumnya ajaran Islam tentang mu'amalah hanya memberikan petunjuk-

Universitas Sumatera Utara

petunjuk yang mendasar, hal yang lebih rinci tidak diatur, tetapi diserahkan
kepada masing-masing manusia pada zamannya melalui proses ijtihad.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut :
"Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian" (HR. Muslim).
Dengan demikian para ulama telah merumuskan suatu kaidah dalam
syari'at Islam, yang disebut sebagai dua hukum asal sebagai berikut :
a. Hukum asal ibadat, dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan
ibadah kepada Allah sudah berdasarkan petunjuk dari Al-Qur'an dan
hadits, apa yang diperintahkanNya dikerjakan, dan segala hal yang
dilarangNya tidak boleh dikerjakan.
b. Hukum asal mu'amalat, dimana masalah mu'amalah yang tidak diatur
secara rinci dalam Al-Qur'an dan hadits sehingga segala sesuatunya
diperbolehkan untuk dikerjakan, kecuali ada larangannya dalam Al-Qur'an
dan hadits (Karim, 2004:9).
Dari hukum asal inilah timbul usaha untuk lebih dalam menafsirkan
syari'at dari perintah dan larangan tersebut. Pemahaman dan penafsiran ini
dilakukan secara sistematis oleh para ulama dengan menggunakan metode
tertentu. Hasil dari usaha sistematis dari ulama ini disebut "fiqh" yang menjadi
pedoman orang awam terhadap berbagai masalah baik ibadah ataupun mu'amalah
(Karim, 2004:10).

Universitas Sumatera Utara

2.3.3

Aspek Akhlak
Setelah aspek syari'at yang menentukan yang mana yang benar ataupun

yang salah, ajaran Islam mengatur juga dalam masalah indah (baik) atau jelek
(buruk) dalam kelakuan manusia. Kadang sesuatu yang indah belum tentu baik,
dan yang sepintas baik belum tentu benar, yang jelek belum tentu buruk.
Persoalan baik-buruk dalam menyangkut perilaku dan sikap hidup manusia ini
yang dibahas dalam aspek akhlak.
Akhlak (etika) sering juga disebut sebagai ihsan yang berasal dari kata
hasan dalam bahasa Arab yang berarti baik. Definisi ihsan dapat dilihat dari
hadits Nabi yang artinya sebagai berikut :
"Ihsan adalah engkau beribadah kepada Tuhanmu seolah-olah engkau
melihatNya sendiri, kalaupun engkau tidak melihatNya, maka Ia melihatmu".
(HR. Muslim)
Melalui ihsan seseorang akan selalu merasa dirinya diawasi oleh Allah,
karena Allah selalu mengetahui sekecil apapun perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang, walaupun dikerjakan ditempat tersembunyi, bahkan Allah dapat
mengetahui segala pikiran yang terlintas dan segala isi hati dari makhlukNya.
Dengan kesadaran seperti ini seseorang pasti terdorong untuk selalu berperilaku
baik, dan menjauhi perilaku buruk, baik terhadap Allah ataupun sesama manusia.
Seperti halnya dalam aspek syari'at yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Allah (ibadah), dan mengatur hubungan antara sesama manusia
(mu'malah), maka dalam aspek akhlak juga memberikan panduan bagaimana

Universitas Sumatera Utara

seharusnya seseorang berperilaku terhadap Allah, dan berperilaku baik terhadap
sesama manusia.
Iman adalah fondasi dari keagamaan seseorang agar ia dapat berperilaku
(berakhlak) mulia. Kuat lemahnya iman seseorang dapat diukur dari perilaku
akhlaknya, karena iman yang kuat akan berpengaruh positif terhadap akhlak
seseorang. Dan fondasi keagamaan ini tidak dapat tegak berdiri jika tidak
diperkuat oleh tiang-tiang penyangga, yaitu Islam (syari'at). Dengan demikian,
iman itu menuntut pengamalan, dan panduan pengamalan itu ada pada syari'at
(Islam), yang apabila dilaksanakan dengan baik maka akan menghasilkan akhlak
yang baik pula.
2.4.

Islam dan Perbankan
Aspek aqidah (iman), syari'ah (Islam), dan akhlak (ihsan) merupakan tiga

prinsip dasar dari nilai-nilai ajaran Islam. Namun dalam melihat sifat dari masingmasing aspek, aqidah (rukun iman) tidak akan pernah mengalami perubahan
sampai kapanpun. Kemudian dalam aspek syari'ah ibadah yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah (rukun Islam) juga akan tetap sama kapanpun
dan dimanapun. Serta dalam masalah akhlak merupakan hasil dari aspek aqidah
dan syari'at itu sendiri. Namun dengan melihat sifat dari aspek syari'ah mu'amalah
yang mengatur hubungan antara sesama manusia, dimana masalah yang dihadapi
manusia dari zaman ke zaman akan terus mengalami perubahan dikarenakan
perkembangan yang terus terjadi, baik dalam masalah sosial, ekonomi, teknologi,
politik, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Melihat dari sejarahnya, masalah ekonomi pada zaman Rasulullah dengan
masalah ekonomi modern saat sekarang ini jelas berbeda. Walaupun pada zaman
Rasul sudah ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang bersifat perbankan, namun pada
masa itu kegiatan tersebut belum disebut dengan kegiatan perbankan.
Masalah ekonomi terutama perbankan, merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh sesama manusia, dengan perubahan yang terus terjadi, baik dari
perkembangan manusia yang terus melakukan inovasi, yang mengahasilkan
perkembangan dari perbankan itu sendiri. Dengan demikian masalah yang
dihadapi dalam perbankan jelas akan memiliki perbedaan dari zaman ke zaman.
2.4.1

Nilai-Nilai Islam dan Perbankan Syari'ah
Kegiatan ekonomi khususnya perbankan merupakan kegiatan yang

dilakukan antara sesama manusia. Salah satu aspek nilai Islam yang mengatur
hubungan antara sesama manusia ialah aspek syari'ah mu'amalah. Dengan
demikian masalah ekonomi/perbankan ini termasuk dalam bab mu'amalah yang
pedomannya berasal dari fiqh mu'amalah.
Perbankan syari'ah merupakan perbankan yang dijalankan berdasarkan AlQur'an dan hadits. Namun dalam Al-Qur'an dan Hadits hanya memberikan prinsip
dasar dan tidak memberikan aturan-aturan yang terperinci dalam masalah
perbankan ini. Dalam hukum mu'amalah segalanya boleh dilakukan kecuali ada
larangan dalam Al-Qur'an dan hadits. Oleh sebab itu yang harus dilakukan adalah
mengidentifikasi hal-hal yang dilarang oleh Islam, selain itu semuanya
diperbolehkan untuk melakukan inovasi dan kreativitas sebanyak mungkin.

Universitas Sumatera Utara

Perbankan merupakan kegiatan ekonomi yang didalamnya terdapat
berbagai transaksi ekonomi yang dilakukan. Dalam bidang mu'amalah, semua
transaksi diperbolehkan kecuali yang diharamkan. Penyebab terlarangnya sebuah
transaksi disebabkan beberapa faktor sebagai berikut (Karim, 2004:30) :
a. Haram zatnya, dimana objek yang ditransaksikan merupakan barang yang
haram dalam ajaran Islam seperti minuman keras, bangkai, daging babi,
dan sebagainya.
b. Haram selain zatnya, ialah dimana pada transaksi tersebut terdapat
kegiatan haram yang mengandung unsur yang dapat merugikan pihakpihak yang bertransaksi, seperti :
1. Tadlis (Penipuan). Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan
pada prinsip kerelaan antara pihak-pihak yang bertransaksi.
Dimana kedua belah pihak sama-sama memiliki informasi yang
lengkap dari transaksi, sehingga tidak ada pihak yang merasa
dicurangi (ditipu) karena keadaan dimana salah satu pihak tidak
mengetahui informasi yang diketahui pihak lain. Tadlis dalam
transaksi dapat terjadi dalam empat hal yaitu kuantitas, kualitas,
harga, dan waktu penyerahan.
2. Gharar, ialah situasi dimana mengubah sesuatu dalam transaksi
yang bersifat pasti menjadi tidak pasti. Ketidakpastian yang
dimaksud ialah dimana kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahannya belum bisa dipastikan namun sudah ditransaksikan.
Dengan demikian, transaksi dapat dilakukan ketika salah satu

Universitas Sumatera Utara

pihak sudah mempunyai kualitas, kuantitas, harga, dan waktu
penyerahan dari barang/jasa yang akan ditransaksikan.
3. Ikhtikar (rekayasa pasar dalam supply), ialah situasi dalam
transaksi dimana seorang produsen mengambil keuntungan diatas
keuntungan normal dengan cara mengurangi supply produknya
agar harga produk tersebut naik. Ikhtikar biasa dilakukan produsen
dengan cara menimbun stock produknya sehingga menghambat
produsen lain untuk masuk ke pasar, sehingga terjadi kelangkaan
barang dan produsen penimbun bisa menaikkan harga dari produk
tersebut lebih tinggi dari harga produk sebelum adanya kelangkaan
barang.
4. Bai' Najasy (rekayasa pasar dalam demand), ialah situasi dimana
seseorang (biasanya produsen ataupun utusannya) yang ingin
mendapatkan keuntungan besar dari naiknya harga suatu produk
dengan menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak
permintaan dari produk tersebut, agar memancing konsumen lain
untuk ramai-ramai membeli produk tersebut sehingga permintaan
akan benar-benar meningkat dan harga produk tersebut juga akan
naik.
5. Riba, merupakan kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada
ganti atau imbalan yang disyaratkan salah satu pihak dalam sebuah
transaksi. Dalam fiqh mu'amalah, jenis dari riba terbagi tiga yaitu :

Universitas Sumatera Utara

a. Riba Fadhl, yaitu riba yang timbul dari transaksi barang
yang sejenis namun tidak memiliki kualitas, dan kuantitas
yang sama. Sehingga pihak yang dirugikan adalah pihak
yang menerima barang yang kualitas dan kuantitasnya lebih
rendah.
b. Riba Nasi'ah, yaitu riba yang timbul dari utang piutang,
dimana pemberi utang mendapat keuntungan lebih tanpa
ada usaha, biaya, dan resiko dikarenakan kewajiban
menanggung beban bagi si penerima utang. Syarat
pengembalian utang yang melebihi dari jumlah pinjaman
yang menjadikan beban bagi penerima utang, namun
menjadi keuntungan bagi pemeberi utang.
c. Riba Jahiliyah, merupakan turunan dari riba nasi'ah, namun
tetap memiliki perbedaan. Riba jahiliyah merupakan riba
yang berhubungan dengan berjalannya waktu dari utang
piutang, dimana utang yang dibayar melebihi melebihi dari
pokok pinjaman dikarenakan si peminjam tidak mampu
mengembalikan utang pada waktu jatuh tempo yang telah
disyaratkan.
6. Maysir (perjudian), ialah situasi dimana sebuah transasksi
mengandung ketidakpastian dalam hal syarat, ketentuan, dan hasil
dari transaksi tersebut, seakan-akan membuat transaksi hanya

Universitas Sumatera Utara

sebagai permainan yang keuntungannya menempatkan salah satu
pihak harus menanggung beban dari pihak lain.
7. Risywah (suap-menyuap), ialah kondisi dimana salah satu pihak
memberikan

sesuatu

(hadiah)

kepada

pihak

lain

untuk

mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Dengan demikian, pihak
yang melakukan risywah ialah pihak yang mengambil keuntungan
yang merupakan hak pihak lain tanpa pengetahuan dan rasa
sukarela dari pihak tersebut dengan memberikan sesuatu (hadiah)
kepada pihak ketiga yang dapat melancarkan jalannya untuk
mengambil keuntungan orang lain tersebut.
c. Tidak sah/lengkap akadnya, ialah transaksi yang mengandung salah satu
(atau lebih) dari faktor-faktor sebagai berikut :
1. Rukun tidak terpenuhi. Rukun ialah sesuatu yang wajib ada dalam
suatu transaksi, yaitu pelaku (penjual dan pembeli), objek
(barang/jasa yang ditransaksikan), serta ijab-kabul (kesepakatan
kedua belah pihak).
2. Syarat

tidak

terpenuhi.

Syarat

merupakan

sesuatu

yang

keberadaannya melengkapi rukun. Dimana dari setiap rukun
masing-masing harus terpenuhi segala syarat-syarat dalam ajaran
Islam untuk sebuah transaksi. Seperti dalam rukun pelaku
(penjual/pembeli) harus merupakan seseorang yang cakap hukum,
tidak gila, bukan anak-anak dan sebagainya. Sedangkan syarat
untuk objek, tidak diperbolehkan barang yang ditransaksikan

Universitas Sumatera Utara

merupakan barang yang haram dalam Islam. Untuk ijab-kabul akan
sah syaratnya apabila kedua belah pihak sudah menyatakan
kesepakatan beri-terima dalam transaksi.
3. Terjadi ta'alluq. Ta'alluq terjadi dimana dalam sebuah transaksi
mengandung dua akad yang saling dikaitkan, sehingga akad yang
satu tergantung dengan akad yang satunya. Dalam situasi ini
transaksi tidak akan selesai dikarenakan akad pertama akan efektif
apabila akad kedua dilaksanakan.
4. Terjadi dua akad dalam satu transaksi. Sebuah transaksi akan
dikatakan haram apabila transaksi tersebut mengandung dua akad
sekaligus dengan pelaku yang sama serta objek dan waktu yang
sama pula, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad
mana yang harus digunakan (berlaku).
Dari identifikasi transaksi yang diharamkan oleh Islam inilah yang
kemudian diterapkan kedalam pelayanan dari perbankan syari'ah, dimana praktekpraktek transaksi yang dilarang tersebut masih dijalankan oleh perbankan
konvensional. Salah satu yang paling menonjol adalah permasalahan riba yang
menjadi perbedaan mendasar antara perbankan syari'ah dan perbankan
konvensional.
Sebagaimana riba fadl, yang dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta
asing yang tidak dilakukan secara tunai, kemudian riba nasi'ah yang dapat ditemui
dalam transaksi bunga kredit dan bunga tabungan/deposito/giro, serta riba

Universitas Sumatera Utara

jahiliyah yang dapat ditemui dalam transaksi kartu kredit yang tagihannya tidak
dibayar penuh. (Karim, 2004:41)
2.5.

Bank Berdasarkan Prinsip Syari'ah
Bank syariah berasal dari dua kata, yaitu bank dan syariah. Istilah lain

yang digunakan untuk sebutan Bank Syariah adalah Bank Islam. Bank Islam
adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa

dalam

lalu

lintas

pembayaran

serta

peredaran

uang

yang

pengoperasiannya telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Bank
Islam wajib mengikuti dan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang ada pada
zaman Rasulullah, bentuk-bentuk yang sudah ada ataupun bentuk-bentuk usaha
yang baru dan tidak menyimpang dari ketentuan Al-Quran dan Hadis.
Bank mempunyai makna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai
perantara keuangan antara dua pihak, dimana dua pihak tersebut terdiri dari pihak
yang bekelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Syariah apabila dilihat
dari bank syariah Indonesia memiliki arti yaitu aturan perjanjian yang dilakukan
oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau untuk pembiayaan
kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.
Pengertian dari Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang
berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang
kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan ajaran
hukum Islam. Bank syariah juga memiliki istilah lain yaitu Islamic banking atau
interest fee banking, yang mengandung pengertian suatu sistem perbankan dalam

Universitas Sumatera Utara

pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi dan
ketidakpastian ataupun ketidakjelasan (Ismail, 2008:30).
Secara umum para ulama sepakat bahwa tujuan dari sistem perbankan
syariah adalah untuk menghilangkan kezaliman dalam sistem ekonomi khususnya
sistem perbankan. Salah satu bentuk kezaliman itu adalah adanya unsur
eksploitasi atas yang lemah oleh yang kuat dalam interaksi ekonomi. Salah satu
contoh yang sering ditampilkan oleh praktisi perbankan syariah adalah wujudnya
praktek ribawi dalam sistem perbankan konvensional. Praktek disini adalah
pemodal tidak mengetahui kepada pekerjaan apa bank memberikan modal dan
apakah pekerja dalam pekerjaan tersebut untung atau rugi yang penting bagi
pemilik modal adalah modal yang diberikan tidak hilang dan mendapat
keuntungan yang banyak dari pekerjaan tersebut. Sedangkan dalam bentuk yang
lainnya, praktek riba (bunga) masih menjadi sistem yang berlaku pada sistem
perbankan konvensional (Nurdin, 2010:12).
2.5.1

Perbedaan Perbankan Syari'ah dengan Perbankan Konvensional
Bank syari'ah merupakan bank yang dalam sistem operasionalnya, baik

dari imbalan yang diberikan ataupun yang diterima, bank syari'ah tidak
menggunakan sistem bunga, melainkan menggunakan prinsip dasar sesuai syari'ah
Islam dengan menggunakan konsep imbalan sesuai dengan akad yang dijanjikan
(bagi hasil).
Adapun

perbedaan

antara

perbankan

syari'ah

dengan

perbankan

konvensional adalah sebagai berikut (Ismail, 2011:34) :

Universitas Sumatera Utara

2.5.1.1 Segi Investasi
Bank syari'ah lebih selektif dalam hal memilih pihak-pihak pengguna dana
yang akan disalurkan. Bank syari'ah hanya boleh menyalurkan dananya dalam
investasi yang halal. Perusahaan yang melakukan kerjasama usaha dengan bank
syari'ah juga seharusnya adalah perusahaan yang memproduksi barang dan jasa
yang halal.
Sebaliknya, bank konvensional tidak mempertimbangkan siapa pengguna
dana atau apa jenis investasinya, selama penyaluran dana yang dilakukan untuk
perusahaan memberikan keuntungan, bank konvensional tetap akan menyalurkan
dananya meskipun investasi tersebut mengandung produk yang tidak halal dalam
syari'ah Islam.
2.5.1.2 Segi Imbalan (Return)
Return yang diberikan baik dari penyaluran dana ataupun penghimpunan
dana, bank syari'ah menggunakan sistem bagi hasil dimana imbalan sudah
disepakati keduabelah pihak pada awal perjanjian.
Dari sisi penghimpunan dana, apabila bank syari'ah memperoleh
pendapatan yang besar, maka nasabah juga akan menerima bagi hasil yang besar.
Begitupun sebaliknya, bila hasil yang didapat bank syari'ah kecil, maka bagi hasil
yang didapat nasabah pun akan menurun.
Dari sisi penyaluran dana, bila nasabah pengguna dana memperoleh hasil
yang besar, maka bank syari'ah juga akan menerima bagi hasil yang besar, dan
sebaliknya, bila hasil yang didapat nasabah pengguna dana kecil, maka bank
syari'ah akan mendapat bagi hasil yang kecil pula.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, return yang diberikan/diterima oleh bank syari'ah tidak
akan pernah tetap, tergantung hasil usaha yang dilakukan baik oleh nasabah
ataupun bank syari'ah itu sendiri. Sebaliknya dalam bank konvensional, imbalan
yang diberikan/diterima dihitung berdasarkan bunga, dimana bunga dihitung
dengan megalikan antara persentase bunga dengan pokok pinjaman atau pokok
penyaluran dana, sehingga hasilnya akan selalu tetap.
2.5.1.3 Segi Perjanjian
Perjanjian yang dibuat antara bank syari'ah dengan nasabah adalah
perjanjian yang berdasarkan prinsip syari'ah Islam. Dengan demikian rukun dan
syarat dari akad yang disepakati juga sesuai dengan syari'at Islam sehingga akad
yang diperjanjikan sah untuk dilaksanakan. Sedangkan perjanjian pada bank
konvensional dengan nasabahnya hanya berdasarkan hukum positif berdasarkan
keuntungan.
2.5.1.4 Segi Orientasi
Orientasi bank syari'ah dalam memberikan pembiayaannya adalah
berdasarkan falah sebagai tujuan dari ekonomi Islam. Dimana dalam orientasi
pembiayaan untuk nasabah, bank syari'ah tidak hanya memilah berdasarkan
keuntungan yang akan diperoleh saja, melainkan juga mempertimbangkan
kemakmuran masyarakat. Dengan demikian, aspek sosial kemasyarakatan yang
menjadi pertimbangan bank syari'ah dalam menyalurkan dananya ke pihak
pengguna dana. Sedangkan pada bank konvensional hanya akan menyalurkan
dananya apabila usaha nasabah menguntungkan.

Universitas Sumatera Utara

2.5.1.5 Segi Hubungan Bank dengan Nasabah
Hubungan bank syari'ah dengan nasabah pengguna dana merupakan
hubungan kemitraan. Sebagaimana mitra kerja dalam usaha, kedua pihak
memiliki kedudukan yang sama, sehingga hasil usaha atas kerjasama yang
dilakukan oleh nasabah pengguna dana, akan dibagihasilkan dengan bank syari'ah
dengan nisbah yang telah disepakati bersama dan tertuang dalam akad.
Sedangkan dalam hubungannya dengan nasabah pengguna, bank
konvensional sebagai kreditor dengan pinjaman berbunga yang menjadikan
keuntungan usaha dari nasabah pengguna harus dialokasikan sebaik mungkin agar
dapat mengembalikan dana yang disalurkan oleh bank konvensional.
2.5.1.6 Segi Dewan Pengawas
Pada dasarnya dewan pengawas baik dari bank syaria'h ataupun bank
konvensional adalah sama, yaitu Komisaris, Bank Indonesia, dan Bapepam.
Namun pada bank syariah ada satu tambahan dewan pengawas yaitu Dewan
Pengawas Syariah (DPS).
Setiap dewan pengawas memiliki fungsinya masing-masing. Khusus
Dewan Pengawas Syariah, tugasnya ialah mengawasi jalannya operasional bank
syariah agar tidak terjadi penyimpangan pada produk dan jasa yang ditawarkan
bank syariah. Dimana setiap produk atau jasa yang akan ditawarkan oleh bank
syariah sudah diatur dalam undang-undang fatwa yang telah disahkan oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN). Dewan Pengawas Syari'ah diangkat oleh rapat umum
pemegang saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI).
2.5.1.7 Segi Penyelesaian Sengketa

Universitas Sumatera Utara

Permasalahan-permasalahan yang muncul pada bank syariah akan
diselesaikan dengan cara musyawarah. Namun apabila musyawarah tidak dapat
meyelesaikan masalah antara bank syariah dengan nasabah, permasalahan akan
diselesaikan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.
Sedangkan bank konvensional akan menyelesaikan sengketa melalui
negosiasi. Dan apabila negosiasi tidak dapat dilaksanakan, maka penyelesaiannya
melalui pengadilan negeri setempat.
2.6.

Penerapan Islam pada Pelayanan Bank Syariah
Untuk mengantisipasi pengembangan produk dan sesuai dengan

beragamnya kebutuhan nasabah, maka bank yang berlandaskan prinsip syariah
hendaknya menerapkan prinsip fiqh muamalah ke dalam produk perbankan.
Fiqh muamalah merupakan salah satu dari bagian hukum Islam yang
mengatur semua kegiatan yang dilakukan antar sesama manusia, baik hukum
ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum
perang, hukum damai, hukum penggunaan harta, hukum pemerintahan, dan
sebagainya. Semua bentuk persoalan yang tercantum dalam hukum fiqh
merupakan pertanyaan yang dipertanyakan masyarakat atau persoalan yang
muncul ditengah masyarakat, yang kemudian para ulama memberikan
pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian pendapat
tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwanya (Hendry, 1999:27).
Dari hukum fiqh muamalah inilah yang diterapkan dalam setiap kegiatan
yang berhubungan antar sesama manusia termasuk didalamnya masalah ekonomi
terutama perbankan. Dimana perbankan syariah merupakan perbankan yang

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan kepada Al-qur'an dan Hadits, sehingga tidak lain yang menjadi
pedoman bank syariah adalah fiqh muamalah itu sendiri.
Prinsip fiqh muamalah mengenai hak, milik, harta, dan tasarruf (transaksi
yang mengandung konsekuensi dengan hukum) merupakan pembahasan yang
berkaitan dengan akad-akad tertentu yang diterapkan dalam pelayanan perbankan
syariah (Ismail, 2008:30).
Dalam kontrak pembiayaan pada perbankan konvensional, sering terjadi
dimana kedudukan antara bank dan nasabah tidak seimbang. Adakalanya bank
lebih kuat daripada nasabah apabila nasabah tersebut termasuk kedalam golongan
ekonomi lemah. Sebaliknya apabila bank berhadapan dengan nasabah yang
berpengaruh besar, maka kedudukan bank lemah (Hendry, 1999:29). Pembuatan
akad yang hanya berlandaskan pada asas kebebasan kontrak semata, dapat
menghasilkan isi atau klausul yang bisa berat sebelah pada kontrak tersebut.
Sebagai bank yang berlandaskan syariah, isi dari perjanjian/akad
seharusnya merupakan kesepakatan yang bersifat adil sebagaimana yang
dianjurkan dalam agama Islam, sehingga nasabah maupun bank sepakat serta
saling rela satu sama lain tanpa ada klausul yang merugikan salah satu pihak dan
sama-sama mendapat keuntungan dalam menerima pembiayaan.
2.6.1

Akad dalam Perbankan Syariah
Akad dalam Islam berarti perikatan, perjanjian, dana kesepakatan. Adanya

ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan)
sesuai dengan kehendak syariah akan berpengaruh pada objek perikatan. Apabila

Universitas Sumatera Utara

ijab dan qabul itu memenuhi ketentuan syariah, maka muncullah segala akibat
hukum dari akad yang disepakati tersebut (Hendry, 1999:30).
Beberapa akad dalam Islam yang secara tekhnis diterapakan dalam
perbankan syariah pada umumnya ialah mudharabah, musyarakah, wadi'ah, dan
rahn (Ismail, 2011:83).
2.6.1.1 Mudharabah
Salah satu bentuk pengelolaan uang/harta yang dibenarkan oleh Allah
adalah menyalurkan dengan cara memberikan modal kepada seseorang atau
lembaga kemudian dikelola dalam suatu usaha yang layak.
Banyak orang yang mempunyai dana berlebih namun tidak mampu
memanfaatkan dana tersebut dikarenakan kurangnya pengalaman, usaha atau
waktu. Sementara dilain pihak, ada orang yang mampu untuk melakukan sebuah
usaha tetapi dibatasi dengan kekurangan dana yang diperlukan untuk usaha
tersebut.
Secara muamalah mudharabah berarti pemilik modal menyerahkan
modalnya kepada pekerja/pedagang untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkan
keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama (Hendry, 1999:70).
Dengan demikian teknis perbankan dari mudharabah tersebut ialah akad
kerjasama antara bank yang menyediakan modal, dengan nasabah yang
memanfaatkannya untuk tujuan usaha-usaha yang produktif dan halal. Dan hasil
keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah
yang telah disepakati.

Universitas Sumatera Utara

2.6.1.2 Syirkah/Musyarakah
Musyarakah yang dikenal di dunia perbankan adalah salah satu sistem
dasar bagi Bank-bank Islam. Sistem ini melahirkan pemikiran bahwasanya
eksistensi perbankan syariah bukan hanya sebatas penyuplai dana, tetapi juga
sebagai partner bagi para nasabah. Hubungan yang terjalin antara bank dengan
nasabah adalah hubungan berserikat (partnership), bukan hubungan kreditor dan
debitor seperti halnya pada bank konvensional.
Syirkah menurut bahasa bermakna percampuran, yaitu penggabungan dua
bagian atau lebih, yang tidak bisa dibedakan lagi antara satu bagian dengan bagian
yang lain. Sedangkan menurut syariah, syirkah adalah transaksi antara dua orang
atau lebih yang mana semua pihak yang bertransaksi telah sepakat untuk
melakukan kerjasama yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.
Syirkah terbagi dua macam, yaitu syirkah amlak (berdasarkan hak milik)
dan syirkah 'uqud (berdasarkan transaksi). Pada syrikah 'uqud terbagi atas tiga
bagian yaitu syirkah inan, syirkah mufwadhah, dan syirkah wujuh. Dari bagianbagian syirkah ini, transaksi yang diterapkan adalah syirkah inan (Ismail,
2008:89). Dimana syirkah inan mempunyai makna yaitu, dua orang yang
berserikat dalam permodalan untuk melakukan perdagangan dengan bagi hasil
untung rugi. Jadi, semua pihak yang bertransaksi sama-sama memeperoleh
keuntungan, dan sama-sama menanggung resiko kerugian (Hendry, 1999:85).
Dengan demikian, teknis perbankan dari syirkah inan adalah kerjasama
yang dilakukan dua orang/lembaga atau lebih yang bisa memanfaatkan harta
dengan cara mengumpulkan sejumlah harta/saham tertentu dengan pembagian

Universitas Sumatera Utara

(nisbah) yang jelas dan diketahui keduabelah pihak. Kerjasama tersebut dilakukan
untuk perkembangan suatu usaha secara bersama-sama, yang kemudian
keuntungan dari usaha itu dibagi sesuai harta/saham yang ditanam, begitu pula
dengan resiko kerugiannya.
2.6.1.3 Wadi'ah
Menurut bahasa, wadi'ah bermakna meninggalkan/menitipkan. Dan dalam
syariah, wadi'ah ialah suatu akad titipan dimana obyek yang dititipkan berbentuk
harta atau barang berharga lainnya kepada orang yang dipercayainya, agar bisa
dikembalikan lagi pada saat diminta (Hendry, 1999:120)
Konesp titip menitip ini sebenarnya sudah dilakukan sejak adanya manusia
dan mulai bertransaksi, dan terus-menerus berkembang dengan metode yang
berbeda-beda, yang kemudian konsep titip menitip ini dilakukan oleh sebuah
lembaga yang ikut mempertanggungjawabkan obyek titipan tersebut (Karim,
2004:141).
Dengan demikian, teknis perbankan dari akad wadi'ah ini ialah, konsep
titip menitip, dimana pemilik dana/harta menyimpan uang/barang nya untuk
dijaga oleh bank. Bank kemudian akan meminta izin untuk menggunakan dana
tersebut dan segala keuntungan maupun resiko kerugian ditanggung sepenuhnya
oleh pihak bank. Pemilik dana/harta diberikan kebebasan untuk mengambil
kembali dana/hartanya baik sebagian atuaupun seluruhnya tanpa waktu yang
ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

2.6.1.4 Rahn
Menurut bahasa rahn berarti jaminan. Sedangkan menurut syariah rahn
ialah menjadikan nilai jaminan sebagai ganti rugi utang ketika tidak bisa
melunasinya (Hendry, 1999:128).
Melihat dari definisi rahn menurut syariah dapat dinilai mempunyai
makna yang sama dengan metode sistem gadai, tetapi berbeda dalam aplikasinya.
Dimana dalam sistem gadai menggunakan sistem bunga dalam pembayarannya,
sedangkan pada rahn dilakukan secara sukarela untuk saling tolong menolong
tanpa mengambil keuntungan atas apapun (Ismail, 2008:101).
Dengan demikian, teknis perbankan dari akad rahn ialah penyerahan
barang/harta dari nasabah peminjam sebagai barang jaminan yang ditahan sebagai
alasan meminta pinjaman. Dengan memberikan barang/harta secara fisik kepada
bank, kemudian bank mengeluarkan dana pinjaman tersebut kepada nasabah
sesuai kesepakatan yang berlaku, baik dari jumlah dana pinjaman, jumlah fisik
barang/harta, serta jangka waktu pengembalian.
2.7.

Respon Masyarakat
Respon adalah suatu reaksi baik positif maupun negatif yang diberikan

oleh masyarakat (Poewadarminta, 1987: 72). Respon akan timbul setalah
seseorang atau kelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek
dan dilaksanakan, kemudian menginterprestasikan objek yang dirasakan tadi.
Berarti dalam hal ini respon pada dasarnya adalah proses pemahaman terhadap
apa yang terjadi dilingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya.

Universitas Sumatera Utara

Terdapat 2 jenis yang mempengaruhi respon yaitu :
a) Variabel Struktural, yaitu faktor yang terkandung dalam ransangan fisik.
b) Variabel fungsional, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri si
pengamat misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu
(Wirawan, 1991 :47)
Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
respon seseorang yaitu (Wirawan, 1991 :35) :
1) Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan
interprestasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap,
motif, kepentingan dan harapannya.
2) Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda atau pariwisata. Sifat-sifat
sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang yang melihatnya.
Dengan kata lain gerakan, seuara, ukuran, tindak lanjut dan ciri-ciri lain
dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang.
3) Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam
situasi mana respon itu timbul pula mendapatkan perhatian. Situasi
merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan
seseorang. Respon seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi oleh
sejauh mana pemahaman terhadap objek respon tersebut. Suatu objek
respon yang belum jelas atau belum nampak sama sekali tidak mengkin
akan memberikan makna.
Seseorang dilihat respon positifnya melalui tahap kognisi, afeksi, dan
psikomotorik. Sebaliknya, seseorang tersebut dapat dilihat respon negatifnya bila

Universitas Sumatera Utara

informasi yang didengar atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi
tindakanya, atau malah menghindar atau membenci objek tersebut. Respon
merupakan tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku terwujud.
Lebih lanjut respon merupakan proses pengorganisasian ransang, dimana dalam
alam pikiran manusia, diorganisasikan dan kemudian ditimbulkan melalui
interprestasi dari objek yang menerima ransang tersebut (Wirawan, 1991:36).
Bahasa

memegang

peranan

penting

dalam

pembentukan

respon

masyarakat. Respon-respon tertentu terikat dengan kata-kata. Dan oleh karna itu
ucapan dapt berfungsi sebagai mediator atau menetukan pikiran mana yang
bekerja. Artinya sosialisasiyang mempengaruhi bahasa, baik lisan maupun tulisan
merupakan media strategis dalam pembentukan respon masyarakat. Apakah
respon tersebut terbentuk respon positif maupun negatif, sangat tergantung pada
soisalisasi dari objek yng akan direspon (Wirawan, 1991:38).
2.8.

Penelitian Terdahulu

Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Menentukan Kepuasan Pelanggan dan
Pengaruhnya Terhadap Loyalitas Pelanggan Bank Syari'ah di Jawa Tengah dan
D.I. Yogyakarta.
Hasil Penelitian : Dengan variabel penelitian meliputi kualitas layanan, fitur
layanan, dan penanganan keluhan, hasil penelitian menunjukan variabel kualitas
layanan, fitur layanan, dan penanganan keluhan masing-masing berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Dan kepuasan pelanggan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Dari penelitian

Universitas Sumatera Utara

tersebut dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian ini bahwa kualitas layanan
mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Judul : Pengaruh Atribut Produk Islam, Komitmen Agama, Kualitas Jasa dan
Kepercayaan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank Syariah pada Bank
Muamalat kota Semarang.
Hasil Penelitian : Dimana variabel yang diteliti meliputi atribut produk Islam
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kepuasan. Variabel
komitmen agama berpengaruh positif terhadap kepuasan. Variabel kualitas
layanan dan kepercayaan masing-masing berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan. Kepuasan pelanggan berpengaruh postif dan signifikan
terhadap loyalitas pelanggan. Dari penelitian tersebut dapat menjadi bahan
rujukan untuk penelitian ini bahwa atribut produk Islam berpengaruh terhadap
kepuasan nasabah.
2.9.

Kerangka Pemikiran
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran

Implementasi
Nilai Islam
pada
Pelayanan

Respon Masyarakat
(Y)

Bank Syariah
(X)

Universitas Sumatera Utara