KAFALAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAG

KAFALAH DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Fiqh Kontemporer Perbankan
Dosen pengampu: Imam Mustofa, M.S.I

Disusun oleh :
Nama

: Siti Nur Fadilah

NPM

: 141273410
Kelas C

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
METRO
2016/2017


1

Kafalah dan Implementasinya
Dalam Lembaga Keuangan Syariah
A. Pendahuluan
Salah satu fungsi lembaga keuangan syari’ah, khususnya bank syari’ah
adalah memberikan jaminan kepada nasabahnya. Jaminan yang di berikan oleh
lembaga keuangan syari’ah adalah jaminan yang di berikan oleh penanggung
kepada pihak ke tiga untuk memenuhi kewajiban pihak ke dua atau yang di
tanggung.Hal ini berarti bahwa lembaga keuangan syari’ah menyediakan jasa
untuk memenuhi salah satu kebutuhan nasabahnya. Sebab dalam rangka
menjalankan usahanya , adakalanya seorang nasabah sering memerlukan
penjaminan kepada pihak lain. Untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut, maka
lembaga keuangan syari’ah berkewajiban untuk menyediakan satu skema
penjaminan yang berdasarkan prinsi-prinsip syari’ah.
Sesuai dengan prinsip operasioanlnya, jaminan yang di berikan oleh
lembaga

keuangan


syari’ah

itu

mesti

sesuai

dengan

prinsip-prinsip

syari’ah.Kesesuaina dengan prinsip-rinsip syari’ah ini, antara lain, di tandai
dengan adanya kad yang melegalkan atas jaminan yang di berikan oleh lembaga
keuangan syari’ah.Akad yang terkait secara erat dengan jaminan yang di berikan
lembaga keuangan syari’ah kepada nasabah ini adalah akad kafalah.
Oleh karena itu begitu signifikannya keberadaan kafalah di lembaga
keuangan syari’ah, maka tampaknya perlu ada penjelasan lebih lanjut tentang apa
sesungguhnya yang di maksud dengan kafalah itu? Dan bagaimana landasan

hukum kafalah, rukun dan syarat kafalah.Jawaban atas pertanyaan itulah yang
akan di deskripikan pada penjelasan berikut.

2

B. Konsep Dasar Kafalah
1. Pengertian Kafalah
Kafalah mempunyai beberapa padanan kata atau sinonim, antara lain
hamalah, damanah, dan za'ammah.Kafalah secara etimologi menurut Ibnh
'Abidin adalah sama dengan al-Dammu yang berarti memelihara atau manggung,
dalam hal ini bisa diliat dalam firman Allah Swt. Dalam surat Ali Imran ayat 37 :
‫ وكفلهازكريا‬yang berarti "Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya".1
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.Kafalah dapat juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang
yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lainsebagai
penjamin. Atas jasanya penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orangyang
dijamin.2
Al- Haskafi mendefinisikan kafalah sebagai "jaminan atau garansi yang
diberikan seseorang kepada orang lain terkait dengan jiwa atau harta yang

dighasab dan sejenisnya".
Kalangan Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanbaliyah mendefinisikan kafalah
sebagai jaminan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang mempunyai
tanggung jawab menunaikan hak membayar hutang. Dengan demikian maka
pembayaran hutang menjadi tanggungan pihak terjamin.
Sementara dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES) pasal 20
ayat (12), kafalah didefinisikan "Jaminan atau garansi yang diberikan oleh
penjamin kepada pihak ketiga/pemberj pinjaman untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua/penjamin."
1Imam Mustofa, Fiqh Mu'amalah Kontemporer, (Yogyakarta: Kaukaba
Dipantara, 2015), hal 185
2Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani). hal 105-106

3

Al-kafalah juga merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada
pihak lain. Dalam dunia perbankkan, Al-kafalah dapat dilakukan dalam

pembiayaan dengan jaminan seseorang.,3
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa kafalah adalah
jaminan atau garansi yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain berupa
pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang seharusnya
bertanggung jawab. Misalnya Andi berhutang kepada Yudi. Agar Yudi tidak
waswas mengenai kemampuan Andi untuk mengembalikan, maka Yudi
membutuhkan penjamin yang akan bertanggung jawab mengenai pembayaran
hutang tersebut. Akhirnya Wawan menjadi penjamin bagi Andi dalam proses
utang piutang tersebut.4
2. Dasar-dasar Hukum Kafalah
a. Al-Qur'an
Dasar hukum untuk akad memberi kepercayaan ini dapat dipelajari dalam
Al-Qur'an pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf,
"Penyeru-Penyeru itu berseru, 'Kami kehilangan piala raja dan
barangsiapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat)
beban unta dan aku menjamin terhadapnya.'" (Yusuf: 72)
Kata Za'im yang berarti penjamin dalam surah Yusuf tersebut adalah
gharim, orang yang bertanggung jawab atas pembayaran.5
b. Al-Hadits
3Khaerul Umam, Manajemen Perbankkan Syariah, (Bandung: Pustaka

Setia, 2013). Hal 36
4Imam Mustofa, Fiqh Mu'amalah Kontemporer,.,Hal 186
5Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010)
hal. 191

4

Landasan syariah dari pemberian fasilitas dalam bentuk jaminan kafalah
pada ayat diatas dipertegas dalam hadits Rasulullah.
"Telah dihadapkan kepada Rasulullah Saw. (mayat seorang laki-laki untuk
dishalatkan).... Rasulullah saw. Bertanya "Apakah dia mempunyai warisan?"Para
sahabat menjawab, "Tidak."Rasulullah bertanya lagi, "Apakah dia mempunyai
utang?" Sahabat menjawab "Ya, sejumlah tiga dinar. "Rasulullah pun menyuruh
para sahabag untuk menshalatlannya (tetapi beliau sendiri tidak).Abu Qatadah
lalu berkata, "Saga menjamin utangnya, ya Rasulullah."Maka Rasulullah pun
menshalatkan mayat tersebut.(HR Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah).
Adapun dasar hukum kafalah menurut ijma’ ulama bahwa kaummuslimin
telah berijma’ atau sepakat atas pembolehan kafalah secara umum(‘am), karena
keperluan atau hajat manusia kepadanya untuk saling menolongserta untuk
menghindarkan atau menolak bahaya dari orang yang berhutang.Selain

berdasarkan alasan di atas, para ulama juga telah berijma’dalam pembolehan
kafalah karena umat Islam pada masa Nabi Muhammadmasih hidup telah
melakukannya, bahkan sampai saat ini tidak seorang punyang menentangnya.
3. Rukun dan Syarat Kafalah
Rukunkafalah ada dua, yaitu ijab dan qabul.Rukun dari akad kafalah yang
harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
1. Pelaku akad, yaitu kaafil (penanggung) adalah pihak yang menjamin,
dan makful(ditanggung), adalah pihak yang dijamin;
2. Objek akad yaitu makful alaih (tertanggung) adalah obyek penjaminan;
dan
3. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Sedangkan syarat-syarat dari akad kafalah, yaitu:
a. Obyek akad harus jelas dan dapat dijaminkan; danakful ‘alaih

5

b. Tidak bertentangan dengan syariat Islam.6
Rukun kafalah menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:
1) Pihak penjamin (al-kafil), yaitu pihak yang mempunyai kecakapan
untuk mentasharufkan hartanya.

2) Obyek yang dijamin (al-makful bihi), yaitu berupa hak yang dapat
diwakilkan kepada pihak lain, biasanya berupa hutang atau barang
tertentu yang statusnya tertanggung.
3) Pihak yang dijamin (al-makful 'anhu), yaitu pihak yang mempunyai
tanggungan harta yang harus dibayar, baik masih hidup maupun sudah
mati.
4) Akad ijab dan qabul (Sighat), yaiut ungkapan, baik menggunakan
lisan, tulisan maupun isyarat yang menunjukkan adanya kehendak para
pihak untuk melaksanakan kafalah.
Rukun Kafalah (Zuhaili, bmi) menurut Imam Abu Hanifah ijab dari
penjamin dan qabul dari pihak berpiutang.Sedangkan rukun kafalah menurut Abu
Yusuf dan ulama fiqih pada umunya hanya ijab dari penjamin. Dengan demikian
sahlah akad kafalah, meski tanpa persetujuan pihak yang berpiutang karena
dalam hadits Abu Qatadah jelas dinyatakan bahwa Abu Qatadah tidak meminta
persetujuan pihak berpiutang terlebih dahulu, dan tidak juga diterangkan bahwa
ia (yang berpiutang) menyetujuinya. Alasan lain adalah, kafalah menurut akar
bahasa berarti menggabungkan. Menurut istilah adalah menjamin berlakunya hak
menuntut/tuntutan, dan secara logika kedua hal tersebut tidak membutuhkan
persetujuan yang berpiutang.Rukun kafalah Abu Hanifah dan Muhammad
berpendapat persetujuan pihak berpiutang adalah syarat kafalah.7


6Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persda,
2008), hal. 107
7Wiroso, Produk Perbankkan Syariah, (Jakarta: PT Sardo Sarana Media, 2009)
Hal. 410

6

Menurut kalangan Syafi'iyah, rukun kafalah ada lima, yaitu empat
sebagaimana disebutkan di atas, dan satu lagi yaitu adanya pihak yang berpiutang
(makful lahu).
Secara umum, syarat kafalah adalah kafalah harus seizin pihak yang
dijamin. Penjaminan yang dilakukan memang atas izin atau permintaan. Selain
syarat ini, masing-masing rukun di atas mempunyai syarat tertentu. Syarat yang
terkait dengan pihak penanggung adalah:
a) Pihak penanggung harus cakap hukum (berakal, baligh, dan tidak
dalam paksaan)
b) Pihak penjamin (kafil) harus mengetahui obyek yang dijaminnya.
Selain itu, menurut kalangan Hanafiyah, pihak penjamin harus ada
dimajlis akad agar mengetahui siapa dan apa yang dijaminnya.

Syarat yang terkait dengan pihak ashil atau pihak yang berhutang yang
dijamin (makfil 'anhu) adalah ia atau wakilnya (ahli warisnya) mempunyai
kemampuan untuk menyerahkan obyek yang dijamin (makful bihi). Syarat
lainnya adalah, pihak yang dijamin harus diketahui oleh pihak penjamin (makful
'anhu) tidak harus cakap hukum, bahkan menanggung orang yang telah
meninggalpun diperbolehkan.Pasal 293 ayat (1) KHES menyebutkan syarat
terkait dengan makful 'anhu peminjam, yaitu ia harus dikenal oleh kafil penjamin
dan sanggup menyerahkan jaminannya kepada kafil penjamin.
Syarat terkait pihak yang diberi jaminan makful lahu antara lain, jelas
orangnya atau pihak yang jelas, harus cakap hukum dan harus ada pada saat
akad. Pihak yang diberi jamunan harus berakal, tidak harus baligh tapi
seandainya anak kecil, ia harus mummayyiz. Pasal 293 ayat (2) KHES
menyebutkan bahwa makful lahu/pihak pemberi pinjaman harus diketahui
identitasnya.8
8Imam Mustofa, Fiqh Mu'amalah Kontemporer..., hal 188-190

7

Sementara syarat obyek kafalah adalah harus berupa hutang yang
mengikat.Obyek yang dijamin (makful bihi) harus suatu yang harus dipenuhi,

seperti hutang yang harus dipenuhi. Menurut Wahbah al-Zuhaili, syarat Makful
bihi adalah:
a. Makful bihi harus suatu yang menjadi tanggungan pihak ashil baik
berupa hutang, barang, jiwa atau perbuatan.
b. Makful bihi harus sesuatu yang mampu dipenuhi oleh pihak kafil agar
akad kafalah yang dilaksanakn benar-benar bermanfaat.
c. Hutang yang ada harus benar-benar hutang yang statusnya mengikat
dan sah.
Syarat terkait obyek yang ditanggung adalah hutang yang jelas dan
mengikat para pihak.Hutang merupakan hutang hakiki yang memang wajib
dibayar oleh pihak penghutang. KHES pasal 294 menyebutkan bahwa syarat
terkait obyek jaminan makful bihi adalah sebagai berikut '
Makful bih/objek jaminan harus:
1. Merupakan tanggungan peminjam baik berupa uang, benda atau
pekerjaan.
2. Dapat dilaksanakan oleh penjamin.
3. Merupakan piutang mengikat/lazim yang tidak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
4. Jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya, dan
5. Tidak diharamkan.9
4. Jenis al-Kafalah
1. Kafalah bin-Nafs

9Ibid..., hal 188-190

8

Kafalah Bi An-Nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini,
bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat memberikan
jaminan untuk tujuan tertentu.10 Sebagai contoh, dalam praktik perbankkan untuk
bentuk kafalah bin-Nafs adalah seseorang nasabah yang mendapat pembiayaan
dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat.
Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apa pun, tetapi bank
berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang
dibiayai mengalami kesulitan.
2. Kafalah bil-Maal
Kafalah bil-maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan
utang.Kafalah Bi Al-Mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan
utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk
memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.11

3. Kafalah bit-Taslim
Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas
barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.
Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk
kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan
penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah
itu.
4. Kafalah al-Munjazah

10Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah....., hal. 98.
11Ibid..., hal. 98.

9

Kafalah al-munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh
jangka waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah
al-munjazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk perfomance bonds 'jaminan
prestasi', suatu hal yang lazim dikalangan perbankkan dan hal ini sesuai dengan
bentuk akad ini.12
5. Kafalah al-Muallaqah
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah,
baik oleh industri perbankkan maupun asuransi. Merupakan akad perjanjian yang
dilakukan oleh tiga pihak, yaitu pihak penjamin (bank syariah), pihak terjamin
(pemberi kerja), dan pihak yang dijamin (nasabah). Jenis kafalah al-Muallaqah
hampir sama dengan kafalah al-Munjazah. Dalam aplikasi bank syariah, jaminan
diberikan dalam produk perfomance bonds, yaitu jaminan yang diberikan oleh
bank dalam rangka pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh nasabah untuk
kepentingan pihak pemberi kerja.13
Dalam hal nasabah tidak menjalankan sesuai dengan akad yang
diperjanjikan, misalnya kualitasnya tidak sesuai, jangka waktunua juga tidak
sesuai jadwal, dan lain-lain, maka bank akan mengganti kerugian pihak pemberi
kerja. Untuk keamanan bank syariah, maka bank syariah meminta jaminan
kepada nasabah dalam bentuk cash collateral yaitu berupa rekening giro wadiah
atau tabungan wadiah yang di blokir, dan deposito mudharabah. Pada saat
nasabah wanprestasi, maka bank akan mengganti kerugian yang diderita oleh
pemberi kerja, dan bank akan memperoleh pengembalian dari rekening nasabah
yang diblokir oleh bank.14

12 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke
Praktik.,Hal.125
13 Ibid,... Hal. 125
14Ismail, Perbankkan Syariah, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Offset,2011),
Hal 204

10

5.

Kebolehan dan Batas Tanggung Jawab Penanggung (Kafil)
Hukum Kafalah (menanggung seseorang) adalah boleh apabila orang

yang ditanggung memiliki tanggung jawab atas hak Adami (menyangkut hak
manusia).Misalnya menanggung orang yang mendapat hukuman Qishas.
Hukuman itu merupakan tanggung jawab yang hampir sama dengan tanggung
jawab atas harta benda. Maksud menanggung disini adalah, menanggung
orangnya agar tidak melarikan diri menghindari hukuman, bukan menanggung
hukuman atas orang itu.15
Menanggung orang yang dihukum, akibat dosa terhadap hak Allah SWT
yaitu hudud tidaklah sah.Hudud adalah sanksi terhadap suatu kemaksiyatan yang
telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ guna mencegah kemaksiyatan yang
serupa.Misalnya, dihukum karena berzina, homoseksual, menuduh berzina,
meminum khamar, murtad, pembegal, dan mencuri.Bahkan kita diperintahkan
untuk menghalangi perbuatan-perbuatan tersebut serta memberantasnya sekuat
tenaga. Nabi Saw., bersabda :“Tidak ada kafalah dalam had” (HR. Al-Baihaqi)
Jika orang yang ditanggung (yang akan dihukum) meninggal dunia, orang
yang menanggung tidak dikenai hukuman hudud , seperti apa yang sedianya akan
dijatuhkan kepada orang yang ditanggung. Ia tidak harus menggantikannya
sebagaimana kalau menanggung harta benda.16

15 Ibid,... Hal. 204
16Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik.,Hal. 123.

11

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, 2008, Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Hendi Suhendi, 2010, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo

12

Imam Mustafa, 2015, Fiqh Mu'amalah Kontemporer, Yogyakarta: Kaukaba
Dipantara
Ismail, 2011, Perbankkan Syariah, Jakarta: PT Fajar Interpratama Offset
Khaerul Umam, 2013, Manajemen Perbankkan Syariah, Bandung: Pustaka Setia
Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Wiroso, 2009, Produk Perbankkan Syariah, Jakarta: PT Sardo Sarana Media

13