PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL. pdf

1

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL NHT(NUMBERED
HEAD TOGETHER) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS SISWA PADA POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINIER
DUA VARIABEL DI KELAS VIIIE SMP NEGERI 7 JEMBER

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan
Matematika

Oleh :

Ahmad Faizul Karim

(120210101117)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER

Semester Ganjil 2014/2015

2

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan penting bagi setiap manusia karena tanpa
pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Oleh
karena itu, pendidikan harus betul-betul diarahkan agar bisa mencetak generasi yang
berkualitas dan mampu bersaing serta memiliki budi pekerti yang luhur disertai
dengan moral baik. Selain itu, pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik fisik, mental, maupun spiritual. SDM
yang handal diperlukan guna menghadapi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) yang semakin pesat. Seperti kita ketahui bahwa perkembangan
IPTEK telah mempengaruhi berbagai bidang termasuk didalamnya adalah bidang
pendidikan.
Matematika sebagai ilmu dasar memiliki peran yang sangat penting bagi
kehidupan manusia terutama dalam usaha pengembangan IPTEK karena dalam
memahami dan menguasainya diperlukan dasar pemahaman konsep-konsep

matematika. Pemahaman tersebut dapat dicapai diantaranya melalui peningkatan
mutu pendidikan matematika di sekolah. Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan formal, mulai dari
pendidikan di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Matematika memegang peranan
penting dalam suatu proses pembelajaran karena matematika berfungsi sebagai sarana
berpikir ilmiah yang sangat diperlukan oleh siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir logisnya (Tiro, 1999:336). Mengingat pentingnya matematika,
maka sangat diharapkan siswa di sekolah menengah untuk dapat menguasai pelajaran
matematika dengan memahami konsep-konsep dari matematika. Selain dapat
mengembangkan kemampuan berpikir logiknya, matematika juga diperlukan untuk
menunjang keberhasilan belajar siswa dalam menempuh jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.

3

Dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, khususnya
matematika pemerintah telah melaksanakan berbagai program diantaranya, program
wajib belajar 9 tahun, pelatihan dan peningkatan sumber daya tenaga pendidikan,
penyempurnaan kurikulum, program sertifikasi pendidikan bahkan pengembangan
metode atau model pembelajaran. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia telah

mengalami perubahan kurikulum sebanyak 6 kali yaitu, Kurikulum 1969, Kurikulum
1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 (KBK), KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) dan hingga yang terakhir pada tahun ini adalah
Kurikulum 2013. Setiap siswa harus bisa memanfaatkan ilmu yang diperolehnya
dalam kehidupan sehari-hari. Sikap aktif, kreatif dan inovatif bisa terwujud dengan
menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan, sedangkan peran guru sebagai
fasilitator dan bukan sebagai sumber utama pembelajaran. Proses belajar yang terjadi
memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses belajar
mengajar cenderung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar. Sikap anak
didik yang pasif tersebut tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja tetapi
hampir semua mata pelajaran termasuk matematika.
Jika kita melihat proses pendidikan yang berlangsung, terdapat kesan kuat
bahwa proses pembelajaran yang berlangsung kurang memperhatikan potensi
individual, kinerja otak dan emosi. Kinerja otak ibarat bola lampu, jika dilatih bisa
mengeluarkan cahaya pengetahuan ke segala penjuru karena jaringan saraf otaknya
berkesinambungan membentuk bulatan bola yang dihubungkan oleh sel-sel saraf
yang milyaran jumlahnya. Sehingga, diperlukan adanya pengembangan pembelajaran
yang dapat membantu siswa memperoleh ide atau gagasan, cara berfikir dan cara
belajar aktif karena pengetahuan khususnya matematika tidak dapat dipindahkan
secara langsung dari pikiran guru ke pikiran siswa. Menurut Silberma (2007:6)

belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi ke
kepala seorang peserta didik. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan
pelajar itu sendiri.

4

Agar hal tersebut dapat terwujud, maka salah satunya dengan menerapkan
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and
learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

pembelajaran dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan seharihari. Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan
adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara
apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata.
Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan
dari sekian rentetan topik (pokok bahasan), tetapi tidak diikuti dengan pemahaman
atau pengertian mendalam yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan
situasi baru dalam kehidupannya. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari
usaha siswa menkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia
belajar (Nurhadi dalam Muslich, 2007:41).

Di lain pihak, kenyataan menunujukkan bahwa hasil belajar matematika di
sekolah-sekolah menengah masih relatif rendah. Rendahnya hasil belajar matematika
tersebut disebabkan oleh tuntutan kurikulum yang lebih menekankan pada pencapaian
target. Semua bahan harus selesai diajarkan dan bukan pemahaman siswa terhadap
konsep matematika (Marpaung, 2001:254). Faktor lain yang cukup penting adalah
bahwa aktifitas pembelajaran di kelas selama ini dilakukan oleh guru melalui
penyampaian informasi, sedangkan siswa hanya pasif mendengarkan dan menyalin.
Guru biasanya memberi contoh soal latihan yang sifatnya rutin dan kurang melatih
daya nalar siswa. Siswa tinggal menerima saja sebagaimana yang dijelaskan oleh
guru dan untuk mengontrol pengetahuan siswa, biasanya guru melakukan tanya jawab
serta memberikan tugas dalam mencapai tujuan kompetensi. Jadi, komunikasi antara
guru dan siswa searah. Selain itu, keaktifan siswa dalam belajar juga kurang aktif
ketika proses belajar mengajar berlangsung. Hal itu, tampak pada sikap siswa yang
kurang bergairah, jarang bertanya dan enggan terlibat serta tidak perhatian dengan
materi yang disampaikan oleh guru.

5

Hal seperti di atas juga tampak pada kelas VIIIE di SMP Negeri 7 Jember,
pada proses belajar mengajar banyak sikap siswa yang kurang bergairah, jarang

bertanya dan enggan terlibat serta tidak ada perhatian dengan materi yang
disampaikan oleh guru. Pemahaman mereka terhadap materi sangatlah kurang
khususnya materi SPLDV (Sistem Persamaan Linier Dua Variabel) yang ditunjukkan
dari hasil rata-rata nilai tugas. Kelas VIIIE rata-rata nilai tugasnya paling rendah
diantara kelas VIII yang lain di SMP Negeri 7 Jember, yakni rata-rata nilai tugasnya
50 padahal pada kelas VIII yang lain sudah mencapai standart ketuntasan minimal
yakni ≥ 65. Kemampuan siswa kelas VIIIE masih sangatlah kurang untuk mencapai
standart ketuntasan minimal.
Kemampuan siswa yang dimaksudkan disini adalah bagian dari hasil belajar
siswa setelah melalui proses pembelajaran. Hasil belajar untuk bidang studi
matematika sendiri dari tahun ke tahun menunjukkan tingkatan yang belum
menggembirakan. Salah satunya juga terjadi pada hasil belajar siswa kelas VIII SMP
Negeri 7 Jember, dimana rata-rata hasil belajar siswa masih berada di bawah Standart
Ketuntasan Minimal (SKM) yang digunakan yakni dengan skor rata-rata 55 dari
SKM 65. Dari hasil ketuntasan belajar siswa tersebut, guru mengharapkan adanya
proses pembelajaran yang bervariasi dan meningkatkan hasil belajar, artinya proses
pembelajaran yang lama jangan ditinggalkan begitu saja karena model tersebut
terkadang masih diperlukan, tetapi agar proses pembelajaran tersebut tidak monoton
maka diperlukan model pembelajaran yang lain


yaitu seperti pembelajaran

kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengkondisikan siswa agar dapat saling berinteraksi untuk memunculkan strategi
penyelesaian masalah yang efektif.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa model. Satu diantaranya adalah
Numbered Head Together (NHT). Dalam NHT, siswa dikelompokkan dalam tim-tim

pembelajaran dengan tiga sampai lima anggota tiap kelompok yang berbeda
kemampuan, jenis kelamin dan budaya dan setiap anggota kelompok diberi nomor

6

satu sampai lima. Guru tetap mempresentasikan pelajaran, dan kemudian guru
memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa. Siswa berpikir bersama dalam timnya
untuk menjawab pertanyaan dan meyakinkan tiap anggota timnya untuk mengetahui
jawaban itu. Pada akhirnya guru memanggil nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai berdiri dan mengacungkan tangannya, mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas. Pembelajaran ini sangat cocok diterapkan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dan pemahaman siswa terhadap konsep yang telah

dipelajarinya, terbukti dengan meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas dan hasil belajar siswa. Hal ini berdasarkan penelitian serupa
dengan tempat dan materi yang berbeda (Riska Nur Mujiyanti, 2004:35).
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kooperatif model NHT dapat
difungsikan sebagai model pembelajaran untuk mengaktifkan siswa dan melatih
siswa untuk berpikir ilmiah. Oleh karena itu, kelebihan dan kesesuaiannnya dengan
pembelajaran matematika, maka penerapan model ini perlu dikembangkan. Untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar siswa perlu diterapkan dan dikaji dengan
penelitian “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model NHT (Numbered Head
Together ) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Sistem

Persamaan Linier Dua Variabel Di Kelas VIIIE SMP Negeri 7 Jember Tahun
Pelajaran 2014/2015.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif model NHT (Numbered
Head Together ) pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel di


kelas VIIIE SMP Negeri 7 Jember tahun pelajaran 2014/2015 ?

7

2. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran matematika
menggunakan pembelajaran kooperatif model NHT (Numbered Head
Together ) ?

3. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan
pembelajaran kooperatif model NHT (Numbered Head Together ) pada pokok
bahasan sistem persamaan linier dua variabel di kelas VIIIE SMP Negeri 7
Jember?

1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan latar belakang diatas, maka penelitian ini
bertujuan:
1. Untuk mengkaji penerapan pembelajaran kooperatif model NHT (Numbered
Head Together ) pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel di

kelas VIIIE SMP Negeri 7 Jember tahun pelajaran 2014/2015.

2. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran
matematika menggunakan pembelajaran kooperatif model NHT (Numbered
Head Together ) pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel di

kelas VIIIE SMP Negeri 7 Jember tahun pelajaran 2014/2015.
3. Untuk mengetahui peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada pokok
bahasan sistem persamaan linier dua variabel setelah menggunakan
pembelajaran kooperatif model NHT (Numbered Head Together ) di kelas
VIIIE SMP Negeri 7 Jember.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Bagi guru, sebagai masukan dan tawaran alternatif metode mengajar untuk
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar khususnya dalam bidang studi
matematika;

8

2. Bagi Peneliti, mendapat pengetahuan dalam penerapan pembelajaran
kooperatif secara langsung dan sebagai bekal untuk terjun ke dunia

pendidikan nantinya;
3. Bagi siswa, dapat meningkatkan keterampilan dalam mengemukakan
pendapat secara rasional dalam belajar, berinteraksi sosial secara sehat dan
dapat mengubah kebiasaan belajar siswa yang pasif menjadi aktif;
4. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai contoh dan bahan pertimbangan
apabila ingin mengadakan penelitian yang sejenis.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN PUTUSAN REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN NO : 130/Pid.B/2011/PN.LW)

7 91 58

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62