KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM FILM RUSH

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA:
DI DALAM FILM “RUSH HOUR 3”
Oleh :
Rizki Maulinawati (1113026000005)
Febrina Wonosantoso (1113026000034)
Adila Oktania (1113026000014)
Yussie Septiany (1113026000007)

ABSTRAK
Komunikasi merupakan ciri-ciri makhluk hidup. Dibelahan bumi manapun manusia
berkomunikasi satu sama lain. Untuk menyampaikan pesan atau untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Dikarenakan banyaknya bahasa yang ada di dunia ini dan kebiasaan
manusia yang berpindah-pindah maupun itu hanya sekedar berlibur atau menetap dengan
urusan pekerjaan maka sering terjadinya komunikasi antarbudaya dengan latar belakang
yang berbeda. Untuk mengerti suatu makna dari ucapan yang diucapkan oleh pembicara
dalam latar belakang yang berbeda maka dari itu terlebih dahulu harus memahami budaya
dan bahasa yang digunakan oleh lawan bicara antar budaya dan bahasa. Bahasa pemersatu
yang biasa digunakan di dunia adalah bahasa inggris, namun dalam komunikasi
antarbudaya banyak ditemukan pengguna bahasa inggris dengan budaya mereka masingmasing dan sering menimbulkan salah makna (pragmatic failure).
Di dalam film “Rush Hour 3” terdapat beberapa pemahaman yang salah dalam
memahami komunikasi antarbudaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan cara

deskriptif kualitatif ini, di analisis bahwa sering kali komunikasi antarbudaya
mengahasilkan dwi makna (pemaknaan ganda). Latar belakang budaya sangat
mempengaruhi dalam pemaknaan bahasa walaupun di dalam satu bahasa yaitu bahasa
inggris. Komunikasi antarbudaya juga diterapkan pada berbagai kegiatan sehari - hari
dengan tidak menghilangkan budaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui unsurunsur komunikasi antarbudaya yang terdapat dalam film Rush Hour 3.
Kata kunci: language, culture, Intercultural communication, pragmatics, applied
linguistics.

PENDAHULUAN

Bahasa adalah salah satu alat yang vital dalam melakukan percakapan sehari-hari
untuk menyampaikan informasi dari satu individu ke individu lain. Dalam menjalin suatu
hubungan interaksi dengan orang lain, manusia menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi. Menurut Chomsky, yang pernah dikutip oleh Kentjono, bahasa adalah suatu
sistem arbitrer yang digunakan oleh manusia untuk komunikasi.1
Pengaruh multibahasa dan globalisasi telah mengangkat keberagaman bahasa,
kemudian fenomena sosiolinguistik yang unik dan menarik mulai bermunculan; misalnya,
kontak bahasa dalam komunikasi antar budaya. Budaya sering dianggap sebagai konsep
inti dalam sebuah komunikasi antar budaya. Budaya telah didefinisikan dalam berbagai
cara dari segi pola persepsi yang mempengaruhi komunikasi ke dalam suatu kontestasi dan

konflik. Oleh karena itu, terdapat banyak definisi budaya diterima, dan karena itu pula
terdapat konsep yang kompleks sehingga penting untuk menggambarkan suatu sentralitas
budaya dalam interaksi kita sendiri.2
Budaya yang telah berakar dalam diri seorang individu merupakan hasil dari proses
komunikasi. Budaya dan komunikasi adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan seperti
yang artinya: Komunikasi adalah salah satu dimensi yang paling penting.
Komunikasi antarbudaya (Intercultural Communication) adalah proses pertukaran
pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Ketika komunikasi terjadi antara
orang-orang berbeda bangsa, kelompok ras, atau komunitas bahasa, komunikasi tersebut
disebut komunikasi antarbudaya.3
1 Muhammad Fahri, “The Reference Words in the Articles of the Jakarta Post,” (2007): 1.

2 Judith N. Martin and Thomas K. Nakayama, “Intercultural Communication in Contexts,” (2005):84.

3 Hedi Heryadi dan Hana Silvana, “Komunikasi Antarbudaya Dalam Masyarakat Multikultur,” Jurnal
Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1 (Juni 2013): 97.

Penelitian ini adalah tentang komunikasi antar bahasa yang diambil dari sebuah
adegan film Rush Hour 3. Analisis dilakukan dengan menggunakan transkrip subtitle film
kemudian dianalisis dengan anaisis wacana untuk mendapatkan hasil.

Secara umum, Analisis Wacana adalah metode penelitian kualitatif yang berfungsi
untuk menganalisis bahasa, tulisan, pidato, percakapan, percakapan baik verbal dan nonverbal. Dengan pendekatan analisis wacana, peneliti melihat dan menganalisis apa yang
ada di balik kata-kata dan kalimat (teks). Dengan analisis wacana, peneliti dapat
mengetahui bagaimana dan mengapa pesan dalam teks yang disajikan.
Dalam banyak kasus, yang mendasari kata 'wacana' adalah ide umum bahasa yang
terstruktur sesuai dengan pola yang berbeda yang ucapan-ucapan orang mengikuti ketika
mereka mengambil bagian dalam domain yang berbeda dari kehidupan sosial, contoh akrab
menjadi 'wacana medis' dan 'wacana politik'. 'Analisis wacana' adalah analisis pola-pola ini
(Jorgensen dan Philips).

PEMBAHASAN

A. Komunikasi dalam Konteks Bisnis Multikultural
Multikultural yaitu Human beings with ethnic, cultural and religious differences
decide to live together in mutual respect and understanding 4 atau bisa dikatakan sebagai
kehadiran dua atau lebih budaya yang hidup berdampingan dalam satu tempat. Negara
yang mempunyai multikultural yang tinggi yaitu Amerika Serikat dan Eropa. Dapat kita
ketahui bahwa, Amerika merupakan salah satu negara yang terkenal dengan
keanekaragaman etnis dan budaya yang mana akan terus tumbuh sebagai hasil dari suatu
imigrasi, seperti yang digambarkan pada film Rush Hour 3 bagaimana orang China hidup

berdampingan dengan orang Amerika.
The development of business communication skills in a multinational marketplace is a
challenging endeavor. Such seemingly universal concepts as management, negotiation,
decision making, and conflict management are frequently viewed differently in one culture
than in another.5
4
Agostino Portera, “Intercultural and Multicultural Education Enhancing Global Interconnectedness”,
Routledge: New York (2011): 16.

5
Larry A. Samovar, “Communication between Cultures”, Wadsworth: Boston (2007): 299.

Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa perkembangan keahlian bisnis komunikasi
dalam pasar multinasional merupakan suatu yang menantang, khususnya dalam perbedaan
budaya.
A multicultural approach moves from contemporary circumstances: the presence of two or
more cultures. The main educational aims are acknowledgment and respect of cultural
diversity.6
Pendekatan Multikultural sendiri berangkat dari suatu keadaan yang baru: yaitu keberadaan
dua atau lebih kebudayaan yang berbeda yang hidup berdampingan Dalam film Rush Hour

3 digambarkan bahwa China dapat hidup berdampingan dengan Amerika dalam jangka
waktu yang cukup lama. Digambarkan pula dalam film tersebut cara mengungkapkan
salam antara Amerika dengan China berbeda.
Americans tend to be informal and friendly. In fact, “Persons from other cultures are
surprised by the informality of U.S. Americans who often say ‘Hi’ to complete strangers. In
most countries of the world, saying ‘Hi’ to strangers is uncommon.”85 In the United
States, both men and women shake hands on meeting and leaving.7

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Amerika cenderung informal dan ramah
dalam melakukan sapaan, seperti mengucapkan kata “Hi” dengan orang asing. Di Amerika
Serikat pria maupun wanita pada umumnya selalu berjabat tangan saat pertemuan atau
perpisahan.
In China, the order of personal names is reversed from that in the West. The Chinese place
their family name (surname) fi rst and their given name last. For example, in the name
Wang Jintao, Wang is the family name and Jintao is the given name, so in English, the
proper address would be “Mr. Wang.” Many culturally uninformed Westerners have made
the mistake of addressing their counterpart by his or her fi rst name, thinking it was his or
her last name. The Chinese have widely adopted the Western handshake for initial and
subsequent greetings. However, this does not extend to the common Western practice of
6

Agostino Portera, “Intercultural and Multicultural Education Enhancing Global Interconnectedness”,
Routledge: New York (2011): 19.

7

Larry A. Samovar, “Communication between Cultures”, Wadsworth: Boston (2007): 301.

placing a hand on the back or an arm around the shoulder. As Harris and Moran indicate,
a slight bow and a brief shake of the hand is most appropriate. There are other nonverbal
gestures in China that can carry different meanings from those assigned in the West. For
instance, the head nod is used by the Chinese to acknowledge the speaker, not to signal
agreement with what is being said. The hierarchical nature of Chinese society also dictates
that direct eye contact should be avoided. Although in the West you are expected to
maintain a high degree of eye contact during discussions, the Chinese consider this to be
rude and disrespectful.8
Sebaliknya China cenderung lebih formal daripada Amerika Serikat. Di China juga dalam
hal pemanggilan nama menggunakan nama terakhirnya, contohnya seperti nama Wang
Jintao, Wang merupakan nama keluarga sedangkan Jintao adalah nama yang diberikan,
sehingga sering terjadi kesalahan jika orang barat sering memanggil dengan nama awalnya
seperti Mr. Wang. Dalam film Rush Hour 3 juga diperlihatkan tentang bagaimana China

menggunakan gerakan nonverbal seperti anggukan kepala yang berarti mengakui sang
pembicara. Di China juga selalu menghindari kontak mata secara langsung hal ini
disebabkan China menganggap bahwa hal itu merupakan hal kasar dan tidak sopan.
B. Analisis Pragmatik dalam Komunikasi Antarbudaya di Film Rush Hour 3
Banyak hal yang dapat dikorelasikan antara film Rush Hour 3 dalam Komunikasi
antarbudaya. Melalui film ini banyak memvisualisasikan sebuah gambaran mengenai
perjalanan bisnis antara China atau yang sekarang disebut dengan Tionghoa. Dalam film
Rush Hour 3 digambarkan pula gaya komunikasi yang berbeda antara orang Amerika
dengan orang China karena adanya perbedaan budaya. Orang Amerika cenderung lebih
mengeluarkan ekspresinya atau mengungkapkan pikirannya secara langsung. Mereka lebih
aktif dalam berkomunikasi. Sebaliknya orang China lebih pendiam dan cenderung
pasif dalam hal berkomunikasi. dalam film ini juga menggambarkan bahwa antara China
dengan Amerika menjalin hubungan yang sangat baik khususnya dalam hal komunikasi
seperti yang dilakukan oleh Lee (Jackie Chan) dan Carter (Chris Tucker) yang berteman

dengan baik, hal ini dikuatkan dengan pernyataan Wenli Yuan “A few participants said
their intercultural communication was effective because they got along with each other.
For instance, a Chinese employee said she enjoyed working with Americans because there
was no pressure and they became good friends.9” Yang berarti bahwa orang China merasa
8


Larry A. Samovar, “Communication between Cultures”, Wadsworth: Boston (2007): 301-302.

9

sangat senang bekerja dengan orang Amerika karena tidak adanya tekanan dan mereka
menjadi teman baik. Di film tersebut juga digambarkan bagaimana Lee dan Carter
bekerjasama sekaligus menjadi teman baik.

1.

Pragmatik

Pragmatik adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna
bahasa sama halnya dengan semantik. Perbedaannya, semantik mempelajari makna bahasa
yang bebas konteks sedangkan pragmatik mempelajari makna bahasa yang terikat
konteks.10
Parker mendefinisikan pragmatik sebagai berikut:
Pragmatic is the study of how language is used to communicate. Pragmatic is distinct from
grammar, which is the study of the internal structure of language.11 “Pragmatik adalah ilmu

tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Pragmatik berbeda dengan tata
bahasa, yang merupakan ilmu tentang struktur internal bahasa” Pendapat Parker tersebut
diperkuat oleh Wijana yang menyatakan bahwa dalam linguistik, cabang ilmu-ilmu lainnya
merupakan disiplin yang bersangkutan dengan struktur internal bahasa. Seperti fonologi
yang mempelajari tentang bunyi bahasa, morfologi mempelajari tentang bentuk kata,
sintaksis mempelajari tentang tata kata, klausa dan kalimat, serta semantik yang
mempelajari tentang makna-makna satuan lingual. 12 Hal tersebut berbeda dengan
pragmatik yang mempelajari makna satuan kebahasaan secara eksternal.
Wenli Yuan, “Effectiveness of Communication between American and Chinese Employees in Multinational
Organizations in China”, Kean University: Intercultural Communication Studies XVII volume.1. (2009):
194.

10

Dewa Putu Wijana, “Dasar-dasar Pragmatik”, Yogyakarta: ANDI (1996): 2.

11

Frank Parker, “Linguistics for Non-Linguists”, London: Little, Brown and Company Inc (1986): 11.


12

Dewa Putu Wijana, “Kartun : Studi Tentang Permainan Bahasa”, Yogyakarta: Ombak (2004): 42.

Sehingga disimpulkan bahwa pragmatik adalah suatu ilmu yang mempelajari
mengenai maksud penutur dan yang ditafsirkan oleh lawan bicaranya. Dalam pragmatik
dijabarkan mengenai aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh para penutur agar apa yang
dituturkan dapat diterima secara efektif oleh lawan bicaranya. Aturan-aturan tersebut
disebut dengan prinsip kerja sama atau maksim kerja sama, namun pelanggaran terhadap
prinsip kerja sama justru dapat menimbulkan humor. Selain prinsip kerja sama, terdapat
pula prinsip kesopanan yang harus dipatuhi oleh para penutur.

2.

Prinsip Kerjasama Grice

Agar pesan dapat disampaikan dengan baik kepada peserta tutur, komunikasi yang
terjadi itu perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut ini: 1) prinsip kejelasan
(clarity), 2) prinsip kepadatan (conciseness), dan 3) prinsip kelangsungan (directness).
Prinsip-prinsip itu secara lengkap dituangkan di dalam prinsip kerjasama Grice yang

keseluruhannya terdapat empat maksim yaitu13:
1) Maksim Kuantitas (The Maxim of Quantity)
yaitu memberikan informasi yang cukup, relatif memadai dan seinformatif mungkin.
Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur,
dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerjasama Grice.
2) Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)
yaitu seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai
fakta sebenarnya, jika tidak maka dianggap melanggar maksim kualitas karena penutur
mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya.
3) Maksim Relevensi (The Maxim of Relevence)

13

Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum “Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia”, Jakarta: Erlangga
(2005) :52-57

yaitu agar terjalin kerja sama yag baik atara penutur dan petutur masing-masing diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang suatu yang sedang dipertuturkan itu.
Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan
melanggar prinsip kerjasama.
4) Maksim Pelaksanaan (The Maxim of Manner)
yaitu mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas dan tidak kabur.
Orang bertuturdengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar
prinsip kerjasama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.
Dalam hal ini baik penutur maupun mitra tutur diminta untuk memegang teguh
prinsip kerjasama dalam melakukan komunikasi sehingga tidak terjadi adanya
kesalahpahaman.

3.

Kegagalan Pragmatik

Menurut Jenny Thomas dalam artikel Cross-cultural Pragmatic Failure pada tahun
1983. Ia mendefinisikan dan mengklasifikasikan kegagalan pragmatik serta menganalisis
kegagalan pragmatik dalam lintasbudaya. Selain itu ia menyatakan bahwa kegagalan
pragmatik merujuk kepada ketidakmampuan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh
si pembicara14.
Klasifikasi kegagalan pragmatik:
Menurut Thomas (1983) dalam artikel Cross-cultural Pragmatic Failure, ia
mengkategorikan kegagalan pragmatik sebagai “Pragmalinguistic failure” dan
“Sociopragmatic failure”. Pragmalinguistic failure biasanya terjadi terjadi karena
perbedaan antara bahasa dan pengaruh hubungan timbal balik antara satu dengan yang
lainnya. Jenny Thomas menganggap bahwa kegagalan pragmatik terjadi ketika pragmatik
dibuat sebagai tanda suatu bahasa atau secara sistematis strukturnya berbeda dari yang
biasa digunakan oleh native speaker15.
14

Jenny Thomas “Cross-cultural Pragmatic Failure”, Jurnal Applied Linguistics, 4 (1983): 22

15

Jenny Thomas “Cross-cultural Pragmatic Failure”, Jurnal Applied Linguistics, 4 (1983): 35

“pragmalinguistic failure occurs when the pragmatic force mapped on to a linguistic token
or structure is systematically different from that normally assigned to it by native
speakers.”
Sedangkan sociopragmatic failure mengacu pada pengambilan bentuk-bentuk bahasa yang
tidak sesuai dikarenakan penutur tidak mengenal aturan sosial, aturan etika serta kebiasaan
sosial budaya si petutur selama melakukan pembicaraan. Dengan kata lain, sociopragmatic
failure terjadi saat penutur dan petutur gagal mengambil strategi komunikatif yang tepat
atau memeilih bentuk bahasa yang sesuai karena tidak menyadari dua pembicara tersebut
dari latar belakang budaya yang berbeda atau kebiasaan sosial yang berbeda. Dalam proses
komunikatif, status sosial dari kedua belah pihak, konteks bahasa dan aturan komunikasi
sosial merupakan faktor utama yang menyebabkan kegagalan pragmatik. Kegagalan
pragmatik cenderung mengakibatkan kegangguan, bahkan kegagalan dalam
berkomunikasi, selain itu para ahli percaya bahwa kegagalan sosiopragmatik lebih serius
daripada kegagalan pragmatik16.
Secara garis besar, Leech berpendapat bahwa sosiopragmatik merupakan titik
temu antara pragmatik dan sosiologi. Dengan kata lain, sosio-pragmatik lebih mengarah
pada kajian pragmatik yang berkaitan dengan kondisi sosial tertentu, sedangkan kajian
pragmatik yang lebih banyak mengkaji aspek linguistiknya disebut dengan
pragmalinguistik oleh beliau. Pembagian aspek bahasan pragmatik ini kemudian
digambarkan oleh Leech menjadi sebuah bagan sebagai berikut:
Pragmatik Umum
(Tata Bahasa)

Pragmalinguistik

berhubungan dengan

Sosiopragmatik

(Sosiologi)

berhubungan dengan

Bagan di atas menunjukkan bahwa pragmatik merupakan ilmu yang bisa bergerak kedalam
(bahasa) dengan mengkaji tata bahasa melalui pragmalinguistik dan dapat pula bergerak
keluar (bahasa) dengan mengkaji aspek sosiologi melalui sosiopragmatik 17. Berdasarkan
bagan di atas, Rahardi menggarisbawahi perbedaan mendasar antara pragmatik dan sosiopragmatik,
yaitu
kajian
pragmatik
umum
semata-mata
didasarkan

16

Tang Jingwei, “Analysis of Pragmatic Failure from the Perspective of Adaptation”, Jurnal CsCanada
Volume 9, No 3 (2013):76.

pada konteks situasi, sedangkan sosiopragmatik didasarkan pada konteks sosial yang
berpadu dengan konteks situasional18. Jadi, sosiopragmatik dapat diartikan sebagai kajian
mengenai maksud tuturan yang berhubungan dengan aspek-aspek sosial yang melingkupi
terjadinya tuturan tersebut, seperti kebudayaan dan masyarakat bahasa, situasi-situasi
sosial, kelas-kelas sosial, dan lain-lain.
Dalam kajian tersebut, tindak tutur, konteks, dan implikatur merupakan hal yang
penting. Tindak tutur merupakan bagian terkecil dari komunikasi. Searle dalam buku
Wijana mengemukakan setidaknya ada tiga macam tindak tutur, yaitu tindak lokusi
(melakukan tindakan mengatakan sesuatu), tindak ilokusi (melakukan tindakan dalam
melakukan sesuatu) dan tindak perlokusi (melakukan tindakan dengan mengatakan
sesuatu)19, sedangkan konteks dipandang sebagai penentu maksud penutur. Oleh karena itu,
suatu tuturan akan sulit untuk dipahami ketika lawan tutur tersebut tidak memiliki konteks.
Lebih lanjut, Mey mengartikan implikatur sebagai pemahaman tuturan dengan melakukan
interpretasi-interpretasi dari suatu tuturan untuk menemukan apa yang sebenarnya
dimaksudkan oleh penuturnya20, sedangkan Wijana menjelaskan bahwa implikatur bukan
merupakan bagian langsung dari tuturan yang mengimplikasikannya karena tuturan yang
tidak ada keterkaitan secara semantis seringkali terjadi karena latar belakang pengetahuan
suatu topik tuturan yang dimiliki oleh penutur dan lawan tuturnya, sehingga masingmasing pihak dapat saling memahami21.
17

Leech, Geoffrey, “Principles of Pragmatics”, Cambridge: Cambridge University Press (1983):16.

18

Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.

19

Dewa Putu Wijana, “Dasar-Dasar Pragmatik”, Yogyakarta: Andi (1996): 17.

20

Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics: An Introduction. Cambridge, Massachusetts: Blackwell
Publishers.
21

Analisis Prinsip Kerjasama Grice dalam Film Rush Hour 3
Dalam film Rush Hour 3 terdapat pelanggaran dalam prinsip kerjasama Grice saat
melakukan komunikasi antara orang Amerika dengan orang China, yaitu sebagai berikut:
Data 1
(1) Carter

:

All right, listen up! I need everyone's attention.
I'm Detective Carter, this is Inspector Lee.
We need to see Soo Yung's locker right now.

(2) Kungfu Trainer

:

No one's allowed in the back without the master's
permission

(3) Carter

:

Maybe you didn't hear me.
We need to see that locker.

(4) Kungfu Trainer

:

(5) Lee

: Wait. Carter.

(6) Carter

a.

I'm sorry.

: Lee, I got this.

Maksim Kuantitas
Terdapat kejelasan maksim kuantitas pada dialog (2) yang mana pelatih kungfu
tersebut memberitahukan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa ke belakang tanpa
izin guru.
Kungfu Trainer : No one's allowed in the back without the master's
permission.
Tuturan tersebut merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif, sehingga
dapat dipahami dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur.

b.

Maksim Kualitas

Dewa Putu Wijana, “Dasar-Dasar Pragmatik”, Yogyakarta: Andi (1996): 37.

Adapun maksim kualitas yaitu terdapat pada dialog (1) yaitu saat Carter meminta izin
untuk melihat loker milik Soo Yung.
Carter

:

All right, listen up! I need everyone's attention.
I'm Detective Carter, this is Inspector Lee.
We need to see Soo Yung's locker right now.

Dalam tuturan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat beberapa kejelasan dan fakta yang
dituturkan oleh Carter yaitu pada kalimat All right, listen up! I need everyone's
attention, di ucapkan pada saat suasana di dalam ruangan sedang fokus berlatih
kungfu, selanjutnya pada kalimat I'm Detective Carter, this is Inspector Lee, diucapkan
karena pada faktanya Carter merupakan seorang detektif dan Lee merupakan seorang
inspektur. Dan kalimat terakhir yaitu We need to see Soo Yung's locker right now
diucapkan karena kondisi saat itu memang harus memeriksa loker milik Soo Yung.
c.

Maksim Relevensi
Carter

:

Maybe you didn't hear me.
We need to see that locker.

Kungfu Trainer :

I'm sorry.

Dalam tuturan (3) dan (4) terdapat pelanggaran maksim relevensi yang mana Carter
tidak mematuhi atau mendengarkan pelatih kungfu. Sehingga dalam komunikasi
tersebut tidak adanya kontribusi atau kerjasama yang diberikan.
d.

Maksim Pelaksanaan
Lee

: Wait. Carter.

Carter

: Lee, I got this.

Dalam cuplikan dialog tersebut dapat diketahui bahwa terdapat pelanggaran maksim
pelaksanaan yang mana Inspektur Lee telah mengatakan untuk berhenti atau
menunggu saat Carter akan melangkah pergi untuk melihat loker milik Soo Yung,
tetapi Carter tidak mendengarkan perkataan Lee dan mengatakan “Lee, I got this”
(Lee, aku bisa tangani ini).

Analisis Kegagalan Pragmatik dalam Film Rush Hour 3
Menurut Gumperz dalam bukunya Discourse Strategies (1980, 14) menyatakan
bahwa percakapan yang melibatkan seseorang dari latar belakang budaya yang berbeda

dapat lebih mudah menimbulkan kesalahpahaman daripada mereka yang memiliki latar
budaya yang sama22. Kegagalan pragmatik ini terjadi karena penutur menerapkan sistem
pola komunikasi yang biasa digunakan dalam budayanya sehingga ketika berkomunikasi
dengan seseorang dari latar budaya yang berbeda dapat menimbulkan kesalahpahaman dan
bisa menjadi sangat fatal. Sebagai salah satu contohnya yaitu terdapat dalam film Rush
Hour 3
Data 2
Yu
Carter
Yu
Carter
Yu
Carter
Yu
Carter
Yu
Carter
Yu
Carter
Yu
Carter
Yu
Carter
Yu
Carter
Mi
Carter
Mi
Yu
Carter

: May I help you?
: We'll be asking the questions, old man.
Who are you?
: Yu.
: No, not me. You.
: Yes, I am Yu.
: Just answer the damn questions. Who are you?
: I have told you.
: Are you deaf?
: No, Yu is blind.
: I'm not blind, you blind.
: That is what I just said.
: You just said what?
: I did not say what, I said Yu.
: That's what I'm asking you.
: And Yu is answering.
: Shut up!
You!
: Yes?
: Not you, him!
What's your name?
: Mi.
: Yes, you!
: I am Mi.
: He is Mi, and I am Yu.
: Man I'm about to whup your old ass, man,
‘cause I'm sick of playin' games!
You, me, everybody's ass around here! Him!

22

John J. Gumperz, “Discourse Strategies”, New York: Cambridge University Press, (1982): 14

Potongan dialog tersebut terdapat dalam adegan ketika Lee dan Carter berkunjung ke
tempat latihan kungfu yang berada di Chinatown untuk mengambil sesuatu di dalam loker
atas perintah Soo Yung agar misteri tentang pembunuhan Ayahnya dapat terbongkar. Dari
adegan dan dialog tersebut dapat kita ketahui bahwa terdapat kegagalan pragmatik atau
pragmatic failure yang mana Carter tidak memahami maksud dari si Guru Kungfu (Yu),
Carter mengira bahwa Yu yang berarti You (kamu) dalam bahasa Inggris, tetapi sebaliknya
Yu dalam bahasa China merupakan sebuah nama, sama halnya dengan Mi adalah sebuah
nama, namun Carter mengartikannya sebagai Mi = Me (saya).
Data 3:
Carter

: OK. I'm about to slice you up like a giant California roll!

Kungfu student

: Ha ha ha. Funny black man.

Carter

: Ooh... Oh! Shit!
I'm not playin' no more.

Potongan dialog tersebut terdapat dalam adegan ketika Carter ingin memasuki loker tanpa
meminta izin orang-orang di sekitar tempat latihan kungfu, dan salah seorang peserta
kungfu menghadangnya agar Carter tidak bisa memasuki loker. Dari adegan dan dialog
tersebut dapat kita ketahui bahwa terdapat kegagalan pragmatik atau pragmatic failure
yang mana ketika Carter menyampaikan kekesalannya kepada Kungfu trainer, ia tidak
paham dengan apa yang dikatakan Carter dan mengira bahwa apa yang dikatakan Carter
kepadanya adalah sebuah lelucon. Dalam hal ini terjadi komunikasi antarbudaya yang
membuat kesalahpahaman karena orang-orang China biasanya bersikap kurang terbuka
dan agak kaku, sedangkan orang-orang Amerika bersikap terbuka dan apa adanya.
Data 4:
Lee

:

Where is Shy Shen?

Genevieve

:

It's right here.

Carter

:

Holy mother of Jesus!
She's a man.
I went to second base with a damn Frenchman.
It's The Crying Games.
I'm Brokeback Carter. Oh, God.

Genevieve

:

I'm not a man. It's just a wig.

Carter

:

You sure about that? Huh?

Lee, go over there and check the hardware.
If she got anything in her bag bigger than a three-iron. We
gonna beat his ass!
Genevieve

:

I'm a woman, James.
A woman who needs a way out.
You have to help me.

Lee

:

You have Shy Shen?

Genevieve

:

No.
I am Shy Shen.

Potongan dialog tersebut terdapat dalam adegan ketika Genevieve menunjukkan Shy Shen
(daftar milik pemimpin Triad) yang ditato di belakang kepalanya. Dalam potongan dialog
tersebut dapat diketahui bahwa terdapat kegagalan pragmatic atau pragmatic failure yang
mana Carter tidak percaya bahwa Genevieve adalah seorang perempuan karena ia melepas
rambut palsunya untuk menunjukkan Shy Shen yang terdapat di belakang kepalanya.
Genevieve sudah berulang kali mengatakan bahwa ia adalah seorang perempuan yang
mengenakan rambut palsu, tetapi Carter masih tetap tidak percaya
karena orang yang tidak memiliki rambut identik dengan pria. Kegagalan pragmatik juga
terjadi di antara Lee dan Genevieve karena ketika Lee menanyakan dimana Shy Shen dan
Genevieve melepas rambut palsunya untuk menunjukkan tato yang ada di belakang
kepalanya, Lee awalnya tidak mengerti apa yang dimaksud Genevieve. Lee akhirnya
paham setelah Genevieve menjelaskan kepada Lee tentang Shy Shen itu.
Data 5:
Ambassador Han : Today, I will disclose information that affects everyone in this
room.
After years of searching,
I believe I've finally located Shy Shen.
Participant 1

:

Mr. Ambassador, Shy Shen does not exist.

Perticipant 2

:

Excuse me, who is this Shy Shen?

Potongan dialog di atas terdapat pada adegan ketika Ambassador Han menyampaikan
pidatonya di depan perwakilan-perwakilan negara yang berisi tentang Triad yang
meresahkan dan misinya untuk menemukan Shy Shen (daftar milik pemimpin Triad) yang
akan berguna untuk kedamaian bangsa China ke depannya. Di film tersebut diketahui
bahwa Shy Shen adalah sebuah tradisi turun temurun. Jaman dulu, ketika triad akan
memilih pemimpin baru mereka terlebih dahulu membuat tato nama-nama mereka pada

wanita. Wanita yang bisa membawa daftar nama Shy Shen ke 35 propinsi di China, ketika
perjalanannya berakhir dan pemimpin baru terbentuk. Wanita yang membawa nama itu
akan dikubur selamanya. Tak ada rekaman, tak ada saksi mata. Hal itu dianggap hanya
sebagai mitos oleh orang-orang. Padahal hal tersebut benar adanya. Dalam dialog tersebut
dapat diketahui bahwa terdapat kegagalan pragmatic atau pragmatic failure yang mana
peserta rapat tidak mengetahui apa konteks yang dikatakan Ambassador Han. Mereka tidak
mempercayai adanya Shy Shen dan apa kegunaan dari Shy Shen itu sehingga mereka
berpikir bahwa apa yang dikatakan Ambassador Han itu mengada-ngada saja. Padahal
Ambassador Han butuh dukungan dari negara-negara lain untuk membasmi Triad yang
mengancam kedamaian bangsanya bahkan dunia.
Data-data tersebut berguna untuk menelaah bagaimana kegagalan-kegagalan
pragmatik yang terdapat di dalam film Rush Hour 3 yang dikemas dalam potonganpotongan dialog beserta penjelasannya dari segi komunikasi antarbudaya yang selama ini
sering membuat terjadinya kesalahpahaman karena adanya perbedaan konteks pembicaran.

PENUTUP

Kesimpulan
Terjadi komunikasi antarbudaya antara orang Cina, orang Amerika, dan orang Perancis di
dalam film “Rush Hour 3”. Pada data 1, analisis dengan menggunakan prinsip kerjasama
Grice bahwa ditemukan 4 pelanggaran saat melakukan komunikasi antara orang Amerika
dengan orang Cina, yaitu: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan
maksim pelaksanaan. Kemudian pada data 2 kami temukan adanya kegagalan pragmatik
(pragmatic failure). Disini ditemukan ketika guru kungfu itu mengatakan bahwa namanya
adalah Yu (nama orang di dalam budaya cina) namun orang amerika menangkap bahwa
yang dia sebutkan adalah You (kamu) seperti yang ada dalam kosakata bahasa Inggris
sehingga terjadi kesalapahaman berulang-ulang hingga menimbulkan kemarahan. Pada
data 3 terjadi kegagalan pragmatik antara Carter dan peserta Kungfu yang mengira Carter
sedang bercanda padahal ia sedang marah. Pada data 4 terjadi kegagalan pragmatik antara
Lee dan Genevieve juga Carter dan Genevieve yang mana Lee tidak mengerti arti dari Shy
Shen dan Carter mengira bahwa Genevieve adalah seorang pria karena tidak memiliki
rambut. Dan yang terakhir adalah data 5 terjadi kegagalan pragmatik antara Ambassador
Han dan peserta rapat yang lain karena mereka tidak percaya tentang Shy Shen dan
menganggap Ambassador Han mengada-ada. Kegagalan-kegagalan pragmatik tersebut
terjadi dikarenakan perbedaaan latar belakang budaya sehingga mudah menimbulkan
kesalahpahaman dalam menangkap arti makna yang sebenarnya. Kelima data tersebut
berguna untuk mengetahui kegagalan-kegagalan pragmatik dalam komunikasi antarbudaya
yang terdapat dalam film Rush Hour 3.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2001. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru. Algensindo.
Ardianto, Elvinaro dkk.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Fahri, Muhammad. 2007. The Reference Words in the Articles of the Jakarta Post.
Gumperz, John J. 1982. Discourse Strategies. New York: Cambridge University Press Heryadi,
Hedi dan Silvana, Hana. 2013. Jurnal Kajian Komunikasi. Komunikasi Antarbudaya
Dalam Masyarakat Multikultur, Volume 1.
Jingwei, Tang. 2013. Jurnal CsCanada . Analysis of Pragmatic Failure from the Perspective of
Adaptation, Volume 9, No 3.
Leech, Geoffrey. 1983. Principles Of Pragmatics. Harmondsworth: Penguin.
Martin, Judith N and Nakayama, Thomas K. Intercultural Communication in Contexts.
Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics: An
Publishers.

Introduction. Cambridge, Massachusetts: Blackwell

Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin. 2006.
Komunikasi AntarBudaya (Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosda.
Parker, Frank. 1986. Linguistics for Non-Linguists. London: Little, Brown and Company Inc.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI.
Portera, Agostino. 2011. Intercultural and Multicultural Education Enhancing Global
Interconnectedness. Routledge: New York.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.
Rumondor, Alex H. 1995. Materi Pokok Komunikasi AntarBudaya. Jakarta: Universitas Terbuka.
Samovar, Larry A. 2007. Communication between Cultures. Wadsworth: Boston.
Thomas, Jenny. 1983. Jurnal Applied Linguistics. Cross-cultural Pragmatic Failure, 4.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI
Wijana, Dewa Putu. 2004. Kartun : Studi Tentang Permainan Bahasa. Yogyakarta: Ombak.
Yuan, Wenli. 2009. Effectiveness of Communication between American and Chinese Employees in
Multinational Organizations in China. Kean University: Intercultural Communication
Studies XVII vol.1.