Bioteknologi Forensik DAN YANG ID
Bioteknologi Forensik (Dna Fingerprint)
Pengertian, Sejarah, dan Manfaat
DNA fingerprint adalah teknik untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan pada profil DNA
nya. DNA fingerprint yang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu karena
setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang berbeda, maka dalam kasus forensik info ini
bisa digunakan sebagai bukti kuat kejahatan di sidang pengadilan
DNA fingerprint adalah salah satu teknik biologi molekuler penanda genetik yang dipakai
untuk pengujian terhadap materi profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan
susunan DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya.
DNA Fingerprint yang pertama kali diadopsi pada 1985 oleh Alec Jeffreys dari Oxford
University. Penemuan Jeffrey ini dapat memberikan metode baru yang dapat mengungkap
karakteristik dari masing-masing orang, dengan penanda gennya karena dalam setiap tubuh
manusia, binatang, serta tanaman, dan mikroorganisme, terdapat sebuah struktur DNA yang unik.
Penggunaan DNA untuk pembuktian kasus kriminal pertama kali dilakukan pada tahun 1987,
dalam sebuah kasus pemerkosaan di Inggris.Di Indonesia, istilah DNA fingerprint mulai
mencuat sebagai cara identifikasi forensik setelah terjadi rentetan peristiwa peledakan bom di
tanah air, seperti kasus bom Bali, bom JW Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia
dan lain-lain.
Beberap Jenis Teknik Analisa Hasil Pemeriksaan DNA Fingerprint
DNA fingerprint atau yang dikenal dengan sidik jari DNA adalah salah satu metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi kekhasan pola DNA setiap individu khususnya dalam bidang
forensik. DNA fingerprint setiap individu berbeda-beda sehingga dapat digunakan sebagai bukti
forensik pada kasus kejahatan. Tes DNA fingerprint ini bisa digunakan DNA yang terdapat pada
inti sel atau DNA mitokondria.
Analisis menggunakan DNA inti telah lebih dulu digunakan dalam bidang forensik dan
berkembang pesat. Analisis menggunakan DNA inti memiliki akurasi yang tinggi karena dirujuk
pada DNA inti kedua orangtua (diploid). Kelemahan metode ini adalah bila salah satu atau kedua
orangtua tidak ada. Penggunaan DNA inti saudara seayah-ibu, anak, paman, dan bibi atau kakek
dan nenek kandung memerlukan koreksi berdasarkan segregasi Mendel. Sedangkan generasi
ketiga atau saudara sepupu tidak dapat digunakan
Analisis menggunakan DNA mitokondria memiliki kelebihan utama yaitu penggunaan mtDNA
adalah jumlah molekulnya yang mencapai ribuan dalam satu sel sehingga memungkinkan
dilakukan analisis dari sampel yang sangat sedikit, misalnya cairan tubuh, akar atau batang
rambut bahkan tulang dan fosil tulang. Selain itu, bentuknya yang relatif lebih stabil dan resisten
terhadap degradasi. Ketiadaan mitokondria ayah pada keturunannya mempermudah analisis
penurunan mtDNA. Karakteristik ini memungkinkan mtDNA sebagai alat untuk mengetahui
hubungan maternal antar individu, mempelajari antropologi, serta biologi evolusi berbagai
makhluk hidup. Kelemahan penggunaan mtDNA adalah kemungkinan menemukan kesamaan
antar individu yang relatif tinggi, terutama individu yang terkait hubungan keluarga segaris ibu.
Adapun jenis-jenis analisa DNA yang dapat dilakukan pada tes DNA fingerprint adalah sebagai
berikut:
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Pada prinsipnya, RFLP merupakan semua mutasi yang menghilangkan ataumenciptakan sekuen
rekognisi baru bagi enzim restriksi. Penyisipan (inersi),penghilangan (delesi), maupun subtitusi
nukleotida yang terjadi pada daerahrekognisi suatu enzim restriksi menyebabkan tidak lagi
dikenalinya situspemotongan enzim restriksi dan terjadinya perbedaan pola pemotogan DNA.
Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik adalah RFLP. Polimorfisme
yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu
polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang fragmen DNAsetelah dipotong dengan
enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik
ini dilakukan dengan memanfaatkan suatu enzim restriksi yang mampu mengenal urutan basa
tertentu dan memotong DNA (biasanya 4-6 urutan basa).
Enzim restriksi ini dihasilkan oleh bakteri dan dinamakan menurut spesies bakteriyang
menghasilkannya. Enzim yang berbeda memiliki recognition sequence yang berbeda
sehingga panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini disebabkankarena titik
potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik potong juga berbeda.
Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen DNA yang telahditentukan. Setelah
selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code) Saat membandingkan hasil analisa
dua sampel, pola batang pada autoradiograf dibandingkan untuk menentukan apakah kedua
sampel tersebut berasal dari sumber yang sama.
Proses pada teknik RFLP diawali dengan proses pemotongan denganmenggunakan enzim
restriksi tertentu menjadi segmen-segmen yang berbeda. Kemudiandengan menggunakan gel
yang dialiri arus listrik, potongan DNA diurutkan berdasarkan panjangnya. Proses ini
dinamakan electroforensis dan prinsip pada proses in adalah potongan DNA yang lebih
pendek bergerak lebih cepat daripada yang lebih panjang.
Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA probe) yang mengandung petanda
radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari lokasi pada genome yang memiliki ciri
yang jelas dan sangat polimorfik. Pada proses ini DNA probe akan berikatan dengan potongan
DNA rantai tunggal dan membentuk DNA rantai ganda pada bahan nilon. DNA probe yang tidak
berikatan akan dicuci. Membran nilon yang berisi potongan DNA yang telah ditandai dengan
DNA probe selanjutnya ditransfer pada selembar film X-ray. Pada proses ini akan tampak hasil
berupa kode batang yang disebut autorad. Pola inilah yang dibandingkan untuk mengetahui
apakah kedua sampel bersal dari sumber yang sama.
b.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode PCR adalah suatu metode untuk memperbanyak DNA template tertentu dengan enzim
polymerase DNA. Reaksi teknik inididesain seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA
yang terjadi dalam makhluk hidup, hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA
polymerase sebanyak 20hingga 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat akurasi yang
tinggi. Proses yang terjadi pada teknik ini serupa dengan cara DNA memperbanyak jumlahnya
dalam sel. Ada tiga tahap yang dilakukan di laboratorium yaitu:
1. Denaturation
Denaturation yaitu dengan memanaskan segmen atau urutan DNArantai ganda pada suhu 96º,
sehingga DNA rantai ganda akan memisah menjadi rantai tunggal.
2.
Annealing atau Hybridization
Pada proses ini setiap rantai tunggal tersebut dipersiapkan dengan cara mengikatkannya dengan
DNA primer.Tahap ini dilakukan dengan menurunkan suhu hingga ke kisaran 40-60ºC selama
20-40detik.
3. Extension atau Elongasi
Pada tahap ini, DNA polymerase ditambahkan dan dilakukan peningkatan suhu ke kisaran suhu
kerja optimum enzim DNA polymerase, yaitu suhu 70-72ºC. Kemudian, DNA polymerase akan
memasangkan dNTP yang sesuai dengan pasangannya, dilanjutkan dengan proses replikasi.
Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung dan lamanya waktu ekstensi
bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi.
c.
Short Tandem Repeats
STRs (Short Tandem Repeat)adalah suatu istilah genetik yang digunakan untuk menggambarkan
urutan DNA pendek (2-5 pasangan basa) yang diulang. Genome setiap manusia mengandung
ratusan STRs.Metode ini paling banyak dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan
memilikikekuatan diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel
DNAyang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak olehPCR
hanya berkisar antara 200 500 pasangan basa.
Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yangmemiliki tingkat
polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu bersamaan. Teknik yang
digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak lokus dan berbeda pada satu
tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu danmenghemat sampel. Analisis pada teknik ini
didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs dan perbedaan panjang atau pengulangan basa
STRs.
3. Analisa Hasil Tes DNA Fingerprint
Analisis DNA untuk tes paternitas meliputi beberapa tahap yaitu tahap pengambilan spesimen,
tahap proses laboratorium, tahap perhitungan statistik dan pengambilan kesimpulan. Untuk
metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan metode elektroforesis DNA. Intrepretasi
hasilnya adalah dengan cara menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem
repeats). STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom
manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan
menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel
DNA terduga lainnya.
Ketika sampel DNA yang telah dimurnikan dimasukkan ke dalam mesin PCR sebagai tahapan
amplifikasi, maka hasil akhirnya berupa copy urutan DNA lengkap dari DNA sampel.
Selanjutnya copy urutan DNA ini akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat
pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda, maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola
elektroforesis) setiap individu akan berbeda juga. Pola pita inilah yang disebut DNA sidik
jari(DNA finger print) yang akan dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir adalah DNA berada
dalamt ahapan typing, proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe DNA. Mesin PCR akan
membaca data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-angka dan gambargambar identifikasi DNA. Penetapan hasil tes DNA ini dilakukan mencocokkan tipe DNA
korban dengan tipe DNA pihak tercurigai atau dengan tipe DNA yang telah tersedia dalam data
base.Jika dari pembacaan, diperoleh tingkat homolog melebihi ambang yang ditetapkan (misal
90%),maka dapat dipastikan korban adalah kerabat pihak tercurigai.
Adapun beberapa tahap analisa DNA fingerprint adalah sebagai berikut:
a.
Isolasi DNA
Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel. Setelah sampel didapat dari bagian
tubuh tertentu, DNA fingerprint dimulai dengan isolasi DNA, kemudian sampel DNA
diamplifikasi dengan menggunakan PCR. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi
adalah Phenolchloroform dan Chilex.Phenolchloroform digunakan untuk isolasi darah
yang berbentuk cairan, sedangkan chilex digunakan untuk isolasi barang bukti berupa rambut.
b. Memotong, mengukur dan mensortir
Enzim yang khusus disebut enzim restriksi digunakan untuk memotong bagian-bagian tertentu.
Misalnya enzim Eco Ri, yang ditemukan dalam bakteri akan memotong DNA yang mempunyai
sequen GAATT. Potongan DNA disortir menurut ukuran dengan teknik penyaringan disebut
elektrophoresis. Potongan DNA dilewatkan gel yang dibuat dari agarose Teknik ini untuk
memisahkan pita-pita menurut berat molekulnya.
c.
Transfer DNA ke membran nilon
Distribusi potongan DNA ditransfer pada sehelai nylon dengan menempatkan membran nylon
diatas gel dan direndam selama 1 malam.
d. Probing
Dengan menambahkan radioaktif atau pewarna probe pada sehelai membran nylon menghasilkan
DNA fingerprint, Setiap probe seperti batang pendek (pita) hanya 1 atau 2 tempat yang khas pada
helaian membran nylon tersebut.
4. Contoh Teknik Sampel dan Isolasi DNA
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sampel untuk analisis DNA dapat diperolehdari
berbagai jaringan, seperti bagian tulang, darah, sperma, dan sebagainya. Setiap jenis sampel yang
berbeda mempunyai teknik penyiapan sampel yang berbeda dan teknik isolasi DNA yang
berbeda pula. Beberapa teknik pengambilan sampel dan isolasi sebagai berikut:
a. Tulang
Pertama, hancurkan tulang sampai berupa bubukan halus dan mesin bor dengankecepatan
tertentu sehingga diperoleh bubukan tulang berukuran 100 µm. Dekalsifikasi 1gr bubuk tulang
dengan 10 ml EDTA 0,5 M (pH 7,5), selanjutnya divorteks, diinkubasi pada suhu 56ºC dalam
alat ultrasonik selama 2 jam. Proses tersebut dipantau dengan menambahkan larutan amonium
oksalat pH 3.0 jenuh dan proses dihentikan setelahlarutan jernih. Kedua, DNA diisolasi dari
tulang yang didekalsifikasi menggunakan 4 metode, yaitu metode Maxim (Silika/guanidium
tiosianat), peranti DNAZol, pirant Ready AMP, dan ekstraksi menggunakan garam dapur NaCl.
ketiga, dilakukan visualisasi DNA pada gel agarosa konvensional menggunakanmetode
pengecatan perak dan perancangan primer menggunakan perangkat lunak.
b. Jaringan
Sejumlah kecil contoh jaringan (=1.0-mm persegi) dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang
berisi 500 larutan 5% chelex (berat/ vol dlm H20) dan dihancurkandengan ujung pipet. Sampel
ini kemudian diputar (divortex) selama 1 menit, dan diinkubasikan pada suhu 56C selama 15
menit. Vortex kembali selama 1 menit, dan panaskan pada suhu 95C selama 10 menit. Sekali lagi
dilakukan pemusingan (vortex) selama1 menit, dan disentrifus pada kecepatan 12,000g selama 3
menit. Supernatan yangdiperoleh (sekitar15 µl) siap digunakan untuk PCR.
c.
Darah dan Bercak darah (pada pakaian, karpet, tempat tidur, dan perban)
Darah yang diambil adalah darah vena. Darah diambil minimal 2 ml denganmenggunakan
antikoagulan EDTA. EDTA akan menjaga agar DNA tidak terjadi degradasikarena DNAse akan
dinonaktifkan. Tahapan isolasi DNA menggunakan darah adalah pemisahan sel darah putih
dengan darh yang memiliki komponen-komponen lengkap,tahap purifikasi bertujuan untuk
membersihkan sel darah putih dari zat-zat lainnya, tahap selanjutnya dalah presipitasi dilakukan
dengan cara meneteskan larutan presipitasi protein dan kemudian divortex yang bertujuan untuk
menghomogenkan larutan. Langkah akhirnya adalah pemberian tris-EDTA yang bertujuan untuk
melarutkan kembali DNA untuk dipreservasi.
d. Sperma dan bercak sperma
1)
2)
3)
4)
5)
Salah satu cara pengambilan langsung sperma adalah dengan secara fisik memisahkan sel-sel
sperma pelaku dari sel-sel epitel korban. Sel-sel sperma dapatdikumpulkan dalam partikelpartikel magnetik atau butiran-butiran yang dapat dilapisidengan antibodi khusus untuk protein
sperma. Butiran-butiran tersebut kemudiandibersihkan untuk menyingkirkan sel-sel epitel
korban. Akhirnya, sperma yang telahdimurnikan tersebut dimasukan ke dalam reaksi PCR untuk
menghasilkan profil DNA pelaku. Cara ini sangat tergantung dari keutuhan sel sperma, yang sulit
didapatkan pada kasus dengan bukti kekerasan seksual yang sudah lama. Adapun prosedur
penarikan sperma adalah:
Memasukkan sampel ke dalam tabung ekstraksi dan menambahkan 500 µl Buffer Stain
Ekstraksi dan 5 µl Proteinase K (20 ug/ul). Campur hingga homogen daninkubasi selama 2 jam
pada suhu 37ºC
Sentrifus selama 5 menit pada kecepatan 16000 rpmc.
Membagi sampel menjadi 3 fraksi : F1, F2, F3. F3 adalah Cairan yang tumpahditempatkan pada
tabung ekstraksi baru, untuk selanjutnya diproses sesuaikebijaksanaan analis, F1 : Pisahkan
cairan supernatan pada tabung mikrosentrifus, F2: Pelet sel sperma dibiarkan pada tabung
ekstraksi awal
Fraksi F2 : Menambahkan 500 µl Buffer Stain Ekstraksi dan 5 µl Proteinase K (20
ug/ul).Campur hingga homogen dan inkubasi selama 30 menit pada suhu 37ºC. Sentrifus selama
5 menit pada kecepatan 16000 rpm. Memurnikan pellet sel sperma dengan 1ml TNE, sentrifus
pada kecepatanmaksimum selama 10 menit. Pisahan dan buang buffer TNE. Setelah
dimurnikan,1 µl pellet dapat dianmbil untuk KPIC.
Campur hingga homogen dan inkubasi selama 2 jam pada suhu 37ºC
6) Meletakkan sampel F3 pada tabung ekstraksi dan sentrifus selama 5 menit padakecepatan 16000
rpm
7) Ektraksi organic : menambahkan 500 µl phenol / kloroform / isoamyl alcohol padacairan. Kocok
selama 1 menit hingga diperoleh emulsi keruh. Sentrifus selama 2menit pada kecepatan
maksimum
8) Menempatkan cairan jernih dari ekstraksi organic ke dalam tabung Microcon 100.Sentrifus, lalu
keringkan
9) Menambahkaan 50 100 µl TE lagi untuk membersihkan komponen residu ektraksidari DNA.
Sentrifus hingga kering
10) Menambahkan TE secukupnya, saring, lalu campur hingga homogen
5. Metode Pemeriksaan DNA Fingerprint Pada Berbagai Kasus
DNA Fangerprint pada umumnya memiliki dua tujuan yaitu tujuan pribadi seperti, penentuan
perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas), urusan imigrasi dan
kewarganegaraan, solusi kasus bayi tertukar, dan untuk mengidentifikasi korban kecelakaan.
Tujuan hukum seperti, untuk pembuktian terhadap kasus-kasus ktiminal (pemerkosaan atau
pembunuhan).
a. Penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas)
Tes paternitas adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang pria adalah
ayah biologis dari seorang anak. Metode tes paternitas terbagi atas metode analisis DNA dan
metode konvensional. Tes paternitas dengan menggunakan analisis DNA merupakan analisis
informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu, sehingga dapat
memastikan (hampir 100%) bahwa sesorang adalah ayah biologis si anak atau bukan.
b. Urusan Imigrasi dan Kewarganegaraan
Orang Indonesia yang menikah dengan warga Negara asing dan berniat memboyong anak
mereka pindah ke luar negeri harus memperlengkapi diri dengan hasil tes DNA yang
membuktikan bahwa benar anak tersebut merupakan anak biologis mereka. Tujuannya untuk
menghindari praktik perdagangan anak atau masuknya anak dengan cara ilegal.
c.
Solusi kasus bayi tertukar
Kasus bayi tertukar kebanyakan disebabkan kelalaian atau kecerobohan para penyedia jasa
kesehatan. Misalnya, bayi yang baru lahir di rumah bersalin/rumah sakit tidak langsung diberi
penanda identitas, bisa juga penanda ini mudah lepas, tintanya mudah terhapus dan lain-lain.
Kecurigaan orangtua dibuktikan dengan tes DNA untuk memastikan identitas bayi yang
sebenarnya.
d. Peristiwa Bom Bali
Peristiwa pengeboman di bali yang menewaskan banyak orang dari berbagai negara dengan
keadaan korban yang tidak bisa dikenali lagi menjadikan DNA Fingerprint sebagai salah satu
cara yang tepat untuk mengidentifikasi para korban. Identifikasi dapat dilakukan dengan tes
DNA yang membutuhkan sampel seperti rambut, darah, daging, tulang, mukosa
rongga mulut dan kuku, yang kemudian akan di cocokkan dengan anggota keluarga
korban. Dengan syarat inti sel pada sampel yang digunakan masih dalam keadaan baik (tidak
rusak).
e.
Pembunuhan
Penggunaan teknik sidik jari dalam menyelesaikan kasus kriminal yang menyangkut
pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis sekolah dilakukan oleh sir Alex Jefferies dan rekan
kerjanya yaitu Dr. Peter Gill dan Dr. Dave warret di Inggris. Mereka melakukan penyelidikan
dengan memeriksa bukti berupa noda yang sudah mengering. Yang terpenting yang dilakukan
oleh Dr. Gill adalah mengembangkan penyelidikan dengan metode memeriksa sebaran sperma di
sekitar sel vagina. Deterjen bisa menghilangkan sel vagina tapi tidak untuk sel sperma. Tanpa
pengembangan ini sangat sulit untuk menggunakan DNA sebagai bukti dalam menangani kasuskasus pemerkosaan.
Jefri dan rekan kerjanya membandingkan bukti DNA yang dikumpulkan dalam kasus yang
mereka tangani dengan contoh air mani dari pembunuhan yang mirip yang terjadi sebelumnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua kejahatan itu dilakukan oleh orang yang sama. Dari
sini, polisi memiliki satu tersangka utama. Tetapi ketika bukti DNA yang ada dibandingkan
dengan darah tersangka ternyata sangat jelas perbedaanya. Kedua DNA tersebut sama sekali
tidak cocok. Penyelidikan kemudian dilanjutkan, polisi mengumpulkan bukti-bukti DNA
sebanyak 5500 buah dari berbagai populasi dengan cara tes darah sederhana, dari sini kemudian
diambil 10 % untuk penyelidikan lebih lanjut. Setelah perdebatan yang cukup rumit tentang hasil
analisis, penyelidikan akhirnya dihentikan karena tidak ada profil yang cocok dengan si
pembunuh.
Setelah beberapa lama muncullah titik terang, seorang pria berkata bahwa ia dapat memberikan
sampel atas nama temannya, pria itu kemudian diperiksa, ternyata serangkaian tes bisa
dimengerti dan DNAnyapun dianalisis. Hasilnya ternyata pola dari DNA pria itu cocok dengan
DNA dalam semen tersangka. Pria tersebut akhirmya mengaku telah melakukan dua kejahatan
dan akhirnya harus mendekam dalam penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
itu.Kasus ini digunakan sebagai salah satu dasar penting tentang keterbatasan penggunaan DNA
sebagai barang bukti. Dari kasus tersebut terlihat bahwa apabila tidak ada sampel yang sudah
terlebih dahulu diketahui untuk dibuat perbandingan, sangat sulit untuk menentukan identitas
orang yang dicari. Contohnya, apabila sampel darah dari korban dan tersangka sudah diketahui,
pengelidik sangat mungkin untuk menentukan tersangka tunggal lewat identifikasi darah DNA
yang ditemukan di pakaian tersangka.
Pemerkosaan
Pembuktian dengan menggunakan DNA pertama kali digunakan di Amerika Serikat dan bisa
memberikan penjelasan ilmiah terhadap ribuan kasus kriminal. Pentingnya penggunaan bukti
DNA lebih berguna ketika digunakan untuk menunjukkan kesalahan pernyataan saksi mata.
Pernyataan saksi yang mungkin terlihat sebagai bukti standar pada umumnya dapat keliru. Pada
tahun 1988 Victor Lopez, dituduh melakukan penyerangan seksual terhadap tiga orang wanita.
Ketiga wanita itu melapor kepada polisi bahwa mereka diserang oleh lelaki berkulit hitam. Pada
kenyataannya Victor Lopez tidak berkulit hitam, kejadian ini diangkat sebagai kasus yang tidak
jelas. Darah Victor dianalisis dan dibandingkan dengan sperma yang tertinggal di tempat
kejadian, ternyata DNA itu cocok. Akhirnya Lopez dinyatakan bersalah atas kasus tersebut.
BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FORENSIK
Untuk mengidentifikasi individu, ilmuwan forensik meneliti 13 region DNA yang berbeda setiap
orang dan menggunakan data tersebut untuk menciptakan suatu profil DNA individu tersebut,
yang biasa disebut dengan sidik jari DNA. Dan sangat kecil peluangnya bagi orang lain untuk
mempunyai profil DNA yang sama untuk region tertentu. Identifikasi organisme spesies apa saja
dapat dilakukan dengan pengujian urutan DNA. Teknologi DNA sequencing sekarang ini lebih
maju, yaitu dapat langsung mengindentifikasi Segmen DNA yang sangat besar, dan bahkan
untuk genomes utuh.
Hanya 0,1% DNA tunggal ( sekitar 3 juta basa) berbeda pada setiap orang.
Ilmuwanmenggunakan region variabel ini untuk menghasilkan suatu profil DNA dari individu.
Dalam perkara pidana, biasanya diperoleh sample dari bukti TKP dan tersangka diambil
DNAnya untuk analisa set DNA marker yang spesifik, sample biasanya diambil dari darah,
tulang, rambut, dan jaringan lainya. Ilmuwan forensik membandingkan DNA profil untuk
menentukan apakah sample DNA tersangka sama dengan sample yang di dapat di TKP. Jika dua
DNA sample mirip pada empat atau lima region maka dapat disimpulkan bahwa sample tersebut
dari orang yang sama. Jika contoh profil DNA tidak sama, maka orang tersebut tidak terlibat
dalam peristiwa kejahatan.
Ada kemungkinan bahwa orang lain mempunyai profil DNA yang sama, untuk itu diperlukan
pemeriksaan tertentu. Pertanyaannya adalah, Bagaimana tingkat kesalahan dapat ditekan sekecil
mungkin? Banyak hakim mempertimbangkan hal ini dengan seksama dan melihat bukti lain
dalam kasus itu. Teknologi DNA digunakan dalam forensik karena lebih baik daripada saksi
mata.
Pengujian dengan banyak probes menjadi standar. John Hicks (Alabama State Department of
Forensic Services) pengujian empat samapi enam probes,
Teknologi DNA yang digunakan dalam penyidikan foensik
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Analisa PCR
Analisa STR
Analisa DNA mitokondria
Analisa Y-Chromosome
Bioteknologi Forensik
18MAR
Forensik (berasal dari bahasa Latin forensis yang berarti “dari luar”, dan serumpun dengan
kata forum yang berarti “tempat umum”) adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
membantu proses penegakankeadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Dalam kelompok ilmuilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik,
ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, dan
sebagainya.
Sejarah singkat Kedokteran Forensik
Ilmu kedokteran merupakan campuran dari rasa ingin tahu, tahayul, dan ilmu kedokteran yang lalu
pada akhirnya terbentuk menjadi ilmu kedokteran yang telah lama ada sebelum manusia mulai
berorganisasi menjadi komunitas-komunitas dan membentuk suatu pemerintahan yang dipimpin oleh
hukum yang terdiri dari norma-norma yang dapat diterima oleh masyarakat. Sayangnya sejarah
mengenai interaksi antara hukum dan kedokteran sangatlah terbatas dikarenakan sistem pencatatan
yang buruk dan tidak efektif. Asal dari ilmu kedokteran forensik hanya dapat ditelusuri kembali mulai dari
5000 atau 6000 sebelum masehi. Pada masa itu Imhotep yang merupakan pemuka agama tertinggi,
Hakim tertinggi, pimpinan penyihir, dan tabib kepala dari raja Zozer dianggap sebagai dewa oleh bangsa
mesir.
Dia merupakan orang pertama yang mengaplikasikan antara kedokteran dan hukum pada
lingkungan sekitarnya. Pada mesir kuno, peraturan hukum yang menyangkut praktek kedokteran disusun
dan dicatat padapapyri ( daun lontar ). Karena ketika itu kedokteran masih diliputi oleh unsur mistis, orang
yang menjalankan profesi tersebut sangat dihormati dan dianggap sebagai golongan yang istimewa.
Walaupun pengaruh dari tahayul dan magis masih sangat kuat, prosedur pembedahan pasti dan
informasi penting mengenai obat-obatan berhubungan dengan interaksi, jika manusia menentang
Tuhan atau iblis dapat mengakibatkan bermacam-macam respon dari tubuh.
Pada tahun 2200 sebelum masehi Kitab undang-undang Hammurabi ( code of hammurabi )
merupakan kitab hukum formal pertama dari ilmu kedokteran yang mengatur tentang organisai medis,
batasan-batasan, tugas, kewajiban dari profesi medis. Termasuk sanksi dan kompensasi dari korban
malpraktek. Prinsip-prinsip medikolegal juga dapat ditemukan pada awal-awal peraturan hukum yahudi,
yang membedakan antara luka yang mematikan dan luka yang tidak mematikan, dan masalah
keperawanan.
Kemudian pada abad pertengahan dari evolusi penting yurisprudensi ( ilmu
hukum ), Hippocrates dan pengikutnya mempelajari tentang lamanya kehamilan, viabilitas bayi lahir
prematur, Superfetation ( kemungkinan terbentuknya lagi fetus yang kedua pada wanita yg sedang hamil
yang biasa ditemukan pada hewan mamalia ), anak yang pura-pura sakit, hubungan antara luka yang
fatal dengan bagian tubuh lainnya. Dan perhatian yang besar pada ilmu mengenai racun. Yang termasuk
di dalam Sumpah Hippocrates yaitu sumpah untuk tidak menggunakan dan menyarankan penggunaan
racun.
Sama seperti di mesir, praktek medis di india dibatasi hanya untuk anggota dari kasta –kasta pilihan.
Pendidikan ilmu kedokterannya juga diatur. Dokter secara formal menyimpulkan waktu kehamilan
seharusnya antara 9 hingga 12 bulan. Dan ilmu yang mempelajari racun dan antidotumnya menfapatkan
proritas utama.
Meskipun hanya sedikit, medikolegal juga berkembang pada masa romawi. Investigasi dilakukan karena
kematian yang mencurigakan, dari Julius Caesar yang diakibatkan oleh 23 luka. 1 orang tabib yang
cukup berpengalaman melaporkan bahwa hanya 1 luka fatal yang menyebabkan kematian dari 2 luka
yang ada. Antara 529 dan 564, Justinian Code ( Kitab Justinian ) dijadikan undang-undang hukum untuk
mengatur praktek dokter, pembedahan dan kebidanan, standar malpraktek, tanggung jawab ahli medis,
dan batas jumlah dokter yang ada di setiap kota dengan jelas ditetapkan.
Sepanjang abad pertengahan medikolegal mengalami perkembangan untuk masalah yang dilatar
belakangi masalah impotensi, sterilitas, kehamilan, aborsi, penyimpangan seksual, keracunan, dan
perceraian. Untuk kasus pembunuhan dan luka perorangan, diserahkan pada prosedur investigasi tingkat
lanjut. Pada tahun 925 inggris mendirikan Office of Coroner ( kantor pemeriksa mayat ). Kantor ini
bertanggung jawab untuk memperkirakan sebab kematian yang mencurigakanuntuk membantu proses
penyelidikan.
Kontribusi Cina pada kedokteran forensik tidak pernah muncul ke permukaan sampai pertengahan awal
abad ke 13. Nampaknya ilmu pengetahuan medikolegal diturunkan secara diam-diam dari generasi ke
generasi lainnya. Xi Juan Lu ( Pembersihan ketidak benaran ) pengaruhnya masih dikenal hingga
sekarang karena isinya yang sangat komprehensif, dan merupakan acuan untuk melakukan prosedurprosedur penanganan kematian yang tidak wajar secara detail, dan menekankan pada langkah-langkah
penting yang harus dilakukan dalam investigasi secara teliti.
Ditambah lagi, pada buku ini juga dicantumkan kesulitan-kesulitan pemeriksaan akibat pembusukan, luka
palsu, luka antemortem, luka postmortem, dan cara membedakan antara jasad yang ditenggelamkan
setelah dibunuh atau mati karena tenggelam. Pada setiap kasus wajib dilakukan pemeriksaan terhadap
jasad walaupun keadaan tubuhnya sudah membusuk
Pada akhir abad ke-15 Justinian code sudah ditinggalkan dan hanya menjadi barang peninggalan
bersejarah saja. Dan dimulailah era baru ilmu kedokteran forensik Eropa yang diambil dari dua kitab
hukum Jerman. Yaitu pada tahun 1507 dari Bamberger code ( Coda Bambergensis ) dan pada tahun
1553 dari Caroline code (Constitutio Criminalis Carolina ). Caroline code yang berdasarakan Bamberger
code mengharuskan adanya kesaksian dari ahli medis pada setiap persidangan kasus pembunuhan,
keracunan, luka, gantung diri, tenggelam pembunuhan terhadap bayi, aborsi dan setiap keadaan yang
disertai perlukaan pada manusia.
Dari hasil itu semua negara-negara lainnya mulai mempermasalahkan penilaian hukum yang masih
dipengaruhi oleh tahayul seperti Trial by Ordeal ( salah atau tidak bersalah ditentukan dengan cara
menjalankan siksaan, jika tidak terluka atau luka yang ada cepat sembuh dinyatakan tidak bersalah ).
Terjadilah perubahan undang-undang, khususnya di prancis. Dan isi dari medikolegal diterbitkan di
seluruh eropa. Buku yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah buku adari Ambroise Pare (1575)
yang membahas masalah monstrous birth, sakit palsu, dan metode-metode yang dipakai dalam
menyiapkan laporan medikolegal. Pada tahun 1602 informasi medikolegal semakin bertambah hingga
penerbit Fortunato Fidele menerbitkannya menjadi empat buah volume. Bahkan sekitar tahun 1621 atau
1635 dokter pribadi dari Paus paulus, Paul Zacchia berkontribusi menambahkan pembahasan mengenai
kematian sewaktu persalinan, pemalsuan penyakit, kemiripan anak dan orang tuanya, keajaiban,
keperawanan, pemerkosaan, umur,impotensi, tahayul, moles pada seri Questiones Medico
Legales yang semakin bertambah. Karena keterbatasan pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi
tubuh, buku ini kurang akurat walaupun demikian buku ini dipakai sebagai sumber yang cukup
berpengaruh diri keputusan medikolegal yang berlaku pada saat itu.
Pada tahun 1650 Michaelis memberikan kuliah pertama mengenai hukum kedokteran di Leipzig ,
pengajar yang menggantikannya menyusun De Officio Medici Duplici Clinici Mimirum ac Forensis yang
diterbitkan pada tahun 1704 diikuti textbook selanjutnya Corpus Juris Medico-Legal yang ditulis oleh
valenti pada tahun 1722. German secara signifikan menstimulasi penyebaran ilmu kedokteran forensik,
namun setelah terjadinya revolusi prancis sistem pendidikan kedokteran prancis dan pengangkatan ahli
medis, secara nyata memajukan parameter bidang ini.
Namun harus diingat juga bahwa witch mania yang berasal dari tahun 1484 yang dimulai oleh papal
edict masih dianut secara luas sepanjang abad 18. Dengan persetujuan dari komunitas medikolegal,
ribuan orang yang dianggap sebagai penyihir dipancung dan dibakar hidup-hidup. Walaupun hukum ini
telah dihapuskan oleh inggris pada tahun 1736, mereka yang dicurigai sebagai penyihir dihakimi dan
dibunuh oleh massa hingga akhir tahun 1760. Dan perlu diketahui juga bahwa prancis juga pernah
mengadakan pengadilan untuk penyihir pada tahun 18181, dan dijelaskan dengan sangat akurat
pada Chaille.
Namun di inggris hukum kedokteran terus mengalami kemajuan yang menghasilkan dasar-dasar dari
informasi secara mendalam yang kita pakai hingga sekarang ini. Di inggris pada tahun 1788 diterbitkan
buku medikolegal pertama yang cukup dikenal. Sepanjang tahun itu Profesor Andrew Duncan dari
Edinburg memberikan instruksi yang sistematis mengenai hukum kedokteran pada setiap universitas
yang berbahasa inggris. Sebagai tanda penghargaan dari kerajaan diberikan Regius Chair yang pertama
kali pada ilmu kedokteran forensik yang didirikan pada tahun 1807. Delapan tahun kemudian undangundang pemeriksaan mayat menjelaskan tugas-tugas dan dasar hukum dari pemeriksa mayat ( Coroner )
terus berkembang, yang termasuk kewajibannya adalah :
1.
Menginvestigasi pada setiap kasus kematian mendadak,kematian akibat kekerasan, dan
kematian yang yidak wajar.
2.
Menginvestigasi kematian yang terjadi pada tahanan.
Dan juga ditetapkan adanya kualifikasi minimum yang harus dipunyai untuk menjadi pemeriksa mayat
dan secara sangat hati-hati hal ini diuraikan pada hukum kedokteran dalam masalah kriminal. Tidak
sampai tahun 1953 perundang-undangan sipil pemeriksa mayat telah dijelaskan.
Koloni Amerika awal, membawa sistem pemeriksa jenazah secara utuh ke Amerika. Di amerika profesi ini
diangkat atas dasar politik. Dan hampir semuanya kurang mendapat pelatihan medis, menyebabkan
penentuan sebab kematian hanya berdasarkan opini personal. Pada tahun 1877 masalah ini memicu
Massachuset untuk mengganti semua pemeriksa jenazah. Dan dengan cepat diikuti oleh New york yang
mendirikan pelatihan untuk melatih profesi ini agar menghasilkan pemeriksa jenazah yang ahli dan
berkualitas sehingga dapat memecahkan misteri dibalik kematian akibat kekerasan yang semakin
bertambah dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya populasi manusia. Pemeriksa jenazah
diberikan kekuasaan untuk memberikan perintah otopsi.
Selama akhir pertengahan abad ke dua puluh, ilmu kedokteran forensik semakin mengalami peningkatan.
Dengan adanya perbaikan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang menyediakan bahan baru dan
dasar kerja untuk perkembangan yurisprudensi. Program pengajaran medikolegal sekarang sudah
terdapat pada banyak universitas, sekolah kedokteran dan sekolah hukum. Program ini secara
sederhana menjadi dasar – dasar teori. dan forum pembahasannya harus berasal dari akademi sampai
ke ahli di di bidang ini.
Metode Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) metode utama, yaitu :
Identifikasi komparatif, yaitu apabila tersedia data post-mortem (pemeriksaan jenazah) dan antemortem (data sebelum meninggal, mengenai ciri-ciri fisik, pakaian, identitas khusus berupa tahi lalat,
bekas luka/operasi, dll), dalam suatu komunitas yang terbatas.
Identifikasi rekonstruktif, yaitu apabila tidak tersedia data ante-mortem dan dalam komunitas
yang tidak terbatas/plural.
Identitas seseorang dapat dipastikan apabila paling sedikit 2 (dua) metode yang digunakan memberikan
hasil yang positif (tidak meragukan), dari 9 (sembilan) metode yang akan dijelaskan satu per satu berikut
ini.
1.
Metode Identifikasi Visual; Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada
orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada
jenazah yang belum membusuk sehingga masih memungkinkan untuk dikenali wajahnya dan bentuk
tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor
emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah
tersebut.
2.
Metode Identifikasi Dokumen; Dokumen seperti kartu identitas/KITAS, baik berupa SIM, KTP,
paspor, dsb. yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan jenazah akan sangat
membantu mengenali jenazah tersebut. Namun demikian, perlu diingat bahwa pada kasus-kasus
kecelakaan massal – gempa Padang 2009 contohnya – dokumen yang terdapat dalam tas atau
dompet yang berada di dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, tim SAR ataupun tim pencari jenazah lainnya hendaknya berhati-hati dalam mengeluarkan
pernyataan, karena di lapangan umumnya masyarakat langsung bertanya perihal identitas jenazah
yang ditemukan. Dalam kasus-kasus bencana massal, kita hendaknya mengikuti prosedur DVI
(Disaster Victim Identification) yang berlaku secara internasional, yang mana hal ini diterapkan pada
kasus Bom Bali I dan II.
3.
Metode Identifikasi Properti; Properti berupa pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah
mungkin dapat diketahui merk atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, ataupun hal
lainnya, yang dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah
tersebut. Khusus anggota TNI, masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP
yang tertera pada kalung logam yang dipakainya. Data mengenai properti ini juga hendaknya digali
dari pihak keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarganya yang lain pada kasus-kasus
bencana massal, sehingga nantinya proses identifikasi komparatif dapat dilaksanakan.
4.
5.
6.
7.
8.
Metode Identifikasi Medik; Metode ini menggunakan parameter berupa tinggi badan, berat badan,
warna rambut, warna mata, cacat/kelainan khusus, tato/rajah, dll. Secara singkat, bisa dikatakan
bahwa ciri-ciri fisik korban yang diperhatikan. Metode ini mempunyai nilai yang tinggi, karena selain
dilakukan oleh tenaga ahli dengan menggunakan berbagai cara atau modifikasi (termasuk
pemeriksaan dengan sinar X, USG, CT-scan, laparoskopi, dll. bila diperlukan), sehingga
ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada kasus penemuan tengkorak/kerangka pun masih dapat
dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini, dapat diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur, tinggi badan, kelainan pada tulang, dan data-data lainnya dari korban yang
ditemukan.
Metode Identifikasi Serologik; Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan
darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan
dengan memeriksa rambut, kuku, dan tulang.
Metode Identifikasi Gigi; Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang
yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan secara manual, sinar X, dan pencetakan
gigi serta rahang. Odontogram tersebut memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan,
protesa (gigi palsu), dan lain sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu
memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi komparatif dengan
cara membandingkan data temuan post-mortem dengan data ante-mortem korban. Akan tetapi, di
Indonesia, hal ini belum sepenuhnya dapat diterapkan, karena data gigi ante-mortem hanya bisa
diperoleh dari dokter gigi yang pernah menangani korban semasa hidup saja, belum ada sistim
pencatatan wajib secara nasional bagi setiap warga negaranya pada periode tertentu.
Metode Identifikasi Sidik Jari; Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan
data sidik jari ante-mortem orang tersebut. Pemeriksaan sidik jari merupakan salah satu dari 3 (tiga)
metode primer identifikasi forensik, di samping metode identifikasi DNA dan gigi. Oleh sebab itu,
penanganan terhadap jari-jari tangan jenazah harus dilakukan sebaik dan sehati-hati mungkin,
misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik. Sistim
sidik jari yang sekarang dipakai dikenal dengan sistim Henry. Menurut Henry, pada tiap jari terdapat
suatu gambar sentral yang terbagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu busur (arc), tented arc, gelung
(loop), ikal (whorl), serta bisa pula merupakan campuran/majemuk (composite). Selanjutnya, garisgaris tersebut dapat membentuk berbagai maxam konfigurasi (ciri), seperti delta, tripod, kait,
anastomose, dll. Identifikasi sidik jari dinyatakan positif bila terdapat minimal 16 (enam belas) ciri
yang sama, di mana secara matematis untuk memperoleh sidik jari yang persis sama (dengan 16 ciri
yang sama tersebut) kemungkinannya adalah 1:64.000.000.000 (satu berbanding enam puluh empat
milyar).
Metode Identifikasi DNA; Metode ini merupakan salah satu dari 3 metode primer identifikasi
forensik. Metode ini menjadi semakin luas dikenal dan semakin banyak digunakan akhir-akhir ini,
khususnya pada beberapa kasus bencana alam dan kasus-kasus terorisme di Indonesia, misalnya
kasus Bom Bali I dan II, Bom JW Marriott, Bom Kuningan, kasus tenggelamnya KMP Levina, dll.
Kasus bom bunuh diri di GBIS Solo pun menggunakan metode ini. Pemeriksaan sidik DNA
diperkenalkan pertama kali oleh Jeffreys pada tahun 1985. Metode ini umumnya membutuhkan
sampel darah dari korban yang hendak diperiksa, namun demikian dalam keadaan tertentu di mana
sampel darah tidak dapat diambil, maka dapat pula diambil dari tulang, kuku, dan rambut meskipun
jumlah DNA-nya tidak sebanyak jumlah DNA dari sampel darah. DNA dapat ditemukan pada inti sel
tubuh (DNA inti) ataupun pada mitokondria (organ dalam sel yang berperan untuk pernafasan sel-sel
tubuh) yang biasa disebut DNA mitokondria. Untuk penentuan identitas seseorang berdasarkan DNA
inti, dibutuhkan sampel dari keluarga terdekatnya. Misalnya, pada kasus Bom GBIS Solo baru-baru
ini, sampel DNA yang didapat dari korban tersangka pelaku bom bunuh diri akan dicocokkan dengan
sampel DNA yang didapat dari istri dan anaknya. DNA inti anak pasti berasal setengah dari ayah dan
setengah dari ibunya. Namun demikian, pada kasus-kasus tertentu, bila tidak dijumpai anak-istri
korban, maka dicari sampel dari orang tua korban. Bila tidak ada juga, dicari saudara kandung seibu,
dan diperiksakan DNA mitokondrialnya karena DNA mitokondrial diturunkan secara maternalistik
(garis ibu).
9.
Metode Eksklusi; Metode ini digunakan pada kasus kecelakaan massal yang melibatkan
sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut,
kereta api, dll. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan
metode-metode tersebut di atas, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan, maka sisa
korban diidentifikasi menurut daftar penumpang.
Pengertian, Sejarah, dan Manfaat
DNA fingerprint adalah teknik untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan pada profil DNA
nya. DNA fingerprint yang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu karena
setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang berbeda, maka dalam kasus forensik info ini
bisa digunakan sebagai bukti kuat kejahatan di sidang pengadilan
DNA fingerprint adalah salah satu teknik biologi molekuler penanda genetik yang dipakai
untuk pengujian terhadap materi profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan
susunan DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya.
DNA Fingerprint yang pertama kali diadopsi pada 1985 oleh Alec Jeffreys dari Oxford
University. Penemuan Jeffrey ini dapat memberikan metode baru yang dapat mengungkap
karakteristik dari masing-masing orang, dengan penanda gennya karena dalam setiap tubuh
manusia, binatang, serta tanaman, dan mikroorganisme, terdapat sebuah struktur DNA yang unik.
Penggunaan DNA untuk pembuktian kasus kriminal pertama kali dilakukan pada tahun 1987,
dalam sebuah kasus pemerkosaan di Inggris.Di Indonesia, istilah DNA fingerprint mulai
mencuat sebagai cara identifikasi forensik setelah terjadi rentetan peristiwa peledakan bom di
tanah air, seperti kasus bom Bali, bom JW Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia
dan lain-lain.
Beberap Jenis Teknik Analisa Hasil Pemeriksaan DNA Fingerprint
DNA fingerprint atau yang dikenal dengan sidik jari DNA adalah salah satu metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi kekhasan pola DNA setiap individu khususnya dalam bidang
forensik. DNA fingerprint setiap individu berbeda-beda sehingga dapat digunakan sebagai bukti
forensik pada kasus kejahatan. Tes DNA fingerprint ini bisa digunakan DNA yang terdapat pada
inti sel atau DNA mitokondria.
Analisis menggunakan DNA inti telah lebih dulu digunakan dalam bidang forensik dan
berkembang pesat. Analisis menggunakan DNA inti memiliki akurasi yang tinggi karena dirujuk
pada DNA inti kedua orangtua (diploid). Kelemahan metode ini adalah bila salah satu atau kedua
orangtua tidak ada. Penggunaan DNA inti saudara seayah-ibu, anak, paman, dan bibi atau kakek
dan nenek kandung memerlukan koreksi berdasarkan segregasi Mendel. Sedangkan generasi
ketiga atau saudara sepupu tidak dapat digunakan
Analisis menggunakan DNA mitokondria memiliki kelebihan utama yaitu penggunaan mtDNA
adalah jumlah molekulnya yang mencapai ribuan dalam satu sel sehingga memungkinkan
dilakukan analisis dari sampel yang sangat sedikit, misalnya cairan tubuh, akar atau batang
rambut bahkan tulang dan fosil tulang. Selain itu, bentuknya yang relatif lebih stabil dan resisten
terhadap degradasi. Ketiadaan mitokondria ayah pada keturunannya mempermudah analisis
penurunan mtDNA. Karakteristik ini memungkinkan mtDNA sebagai alat untuk mengetahui
hubungan maternal antar individu, mempelajari antropologi, serta biologi evolusi berbagai
makhluk hidup. Kelemahan penggunaan mtDNA adalah kemungkinan menemukan kesamaan
antar individu yang relatif tinggi, terutama individu yang terkait hubungan keluarga segaris ibu.
Adapun jenis-jenis analisa DNA yang dapat dilakukan pada tes DNA fingerprint adalah sebagai
berikut:
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Pada prinsipnya, RFLP merupakan semua mutasi yang menghilangkan ataumenciptakan sekuen
rekognisi baru bagi enzim restriksi. Penyisipan (inersi),penghilangan (delesi), maupun subtitusi
nukleotida yang terjadi pada daerahrekognisi suatu enzim restriksi menyebabkan tidak lagi
dikenalinya situspemotongan enzim restriksi dan terjadinya perbedaan pola pemotogan DNA.
Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik adalah RFLP. Polimorfisme
yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu
polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang fragmen DNAsetelah dipotong dengan
enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik
ini dilakukan dengan memanfaatkan suatu enzim restriksi yang mampu mengenal urutan basa
tertentu dan memotong DNA (biasanya 4-6 urutan basa).
Enzim restriksi ini dihasilkan oleh bakteri dan dinamakan menurut spesies bakteriyang
menghasilkannya. Enzim yang berbeda memiliki recognition sequence yang berbeda
sehingga panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini disebabkankarena titik
potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik potong juga berbeda.
Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen DNA yang telahditentukan. Setelah
selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code) Saat membandingkan hasil analisa
dua sampel, pola batang pada autoradiograf dibandingkan untuk menentukan apakah kedua
sampel tersebut berasal dari sumber yang sama.
Proses pada teknik RFLP diawali dengan proses pemotongan denganmenggunakan enzim
restriksi tertentu menjadi segmen-segmen yang berbeda. Kemudiandengan menggunakan gel
yang dialiri arus listrik, potongan DNA diurutkan berdasarkan panjangnya. Proses ini
dinamakan electroforensis dan prinsip pada proses in adalah potongan DNA yang lebih
pendek bergerak lebih cepat daripada yang lebih panjang.
Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA probe) yang mengandung petanda
radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari lokasi pada genome yang memiliki ciri
yang jelas dan sangat polimorfik. Pada proses ini DNA probe akan berikatan dengan potongan
DNA rantai tunggal dan membentuk DNA rantai ganda pada bahan nilon. DNA probe yang tidak
berikatan akan dicuci. Membran nilon yang berisi potongan DNA yang telah ditandai dengan
DNA probe selanjutnya ditransfer pada selembar film X-ray. Pada proses ini akan tampak hasil
berupa kode batang yang disebut autorad. Pola inilah yang dibandingkan untuk mengetahui
apakah kedua sampel bersal dari sumber yang sama.
b.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode PCR adalah suatu metode untuk memperbanyak DNA template tertentu dengan enzim
polymerase DNA. Reaksi teknik inididesain seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA
yang terjadi dalam makhluk hidup, hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA
polymerase sebanyak 20hingga 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat akurasi yang
tinggi. Proses yang terjadi pada teknik ini serupa dengan cara DNA memperbanyak jumlahnya
dalam sel. Ada tiga tahap yang dilakukan di laboratorium yaitu:
1. Denaturation
Denaturation yaitu dengan memanaskan segmen atau urutan DNArantai ganda pada suhu 96º,
sehingga DNA rantai ganda akan memisah menjadi rantai tunggal.
2.
Annealing atau Hybridization
Pada proses ini setiap rantai tunggal tersebut dipersiapkan dengan cara mengikatkannya dengan
DNA primer.Tahap ini dilakukan dengan menurunkan suhu hingga ke kisaran 40-60ºC selama
20-40detik.
3. Extension atau Elongasi
Pada tahap ini, DNA polymerase ditambahkan dan dilakukan peningkatan suhu ke kisaran suhu
kerja optimum enzim DNA polymerase, yaitu suhu 70-72ºC. Kemudian, DNA polymerase akan
memasangkan dNTP yang sesuai dengan pasangannya, dilanjutkan dengan proses replikasi.
Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung dan lamanya waktu ekstensi
bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi.
c.
Short Tandem Repeats
STRs (Short Tandem Repeat)adalah suatu istilah genetik yang digunakan untuk menggambarkan
urutan DNA pendek (2-5 pasangan basa) yang diulang. Genome setiap manusia mengandung
ratusan STRs.Metode ini paling banyak dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan
memilikikekuatan diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel
DNAyang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak olehPCR
hanya berkisar antara 200 500 pasangan basa.
Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yangmemiliki tingkat
polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu bersamaan. Teknik yang
digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak lokus dan berbeda pada satu
tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu danmenghemat sampel. Analisis pada teknik ini
didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs dan perbedaan panjang atau pengulangan basa
STRs.
3. Analisa Hasil Tes DNA Fingerprint
Analisis DNA untuk tes paternitas meliputi beberapa tahap yaitu tahap pengambilan spesimen,
tahap proses laboratorium, tahap perhitungan statistik dan pengambilan kesimpulan. Untuk
metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan metode elektroforesis DNA. Intrepretasi
hasilnya adalah dengan cara menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem
repeats). STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom
manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan
menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel
DNA terduga lainnya.
Ketika sampel DNA yang telah dimurnikan dimasukkan ke dalam mesin PCR sebagai tahapan
amplifikasi, maka hasil akhirnya berupa copy urutan DNA lengkap dari DNA sampel.
Selanjutnya copy urutan DNA ini akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat
pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda, maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola
elektroforesis) setiap individu akan berbeda juga. Pola pita inilah yang disebut DNA sidik
jari(DNA finger print) yang akan dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir adalah DNA berada
dalamt ahapan typing, proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe DNA. Mesin PCR akan
membaca data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-angka dan gambargambar identifikasi DNA. Penetapan hasil tes DNA ini dilakukan mencocokkan tipe DNA
korban dengan tipe DNA pihak tercurigai atau dengan tipe DNA yang telah tersedia dalam data
base.Jika dari pembacaan, diperoleh tingkat homolog melebihi ambang yang ditetapkan (misal
90%),maka dapat dipastikan korban adalah kerabat pihak tercurigai.
Adapun beberapa tahap analisa DNA fingerprint adalah sebagai berikut:
a.
Isolasi DNA
Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel. Setelah sampel didapat dari bagian
tubuh tertentu, DNA fingerprint dimulai dengan isolasi DNA, kemudian sampel DNA
diamplifikasi dengan menggunakan PCR. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi
adalah Phenolchloroform dan Chilex.Phenolchloroform digunakan untuk isolasi darah
yang berbentuk cairan, sedangkan chilex digunakan untuk isolasi barang bukti berupa rambut.
b. Memotong, mengukur dan mensortir
Enzim yang khusus disebut enzim restriksi digunakan untuk memotong bagian-bagian tertentu.
Misalnya enzim Eco Ri, yang ditemukan dalam bakteri akan memotong DNA yang mempunyai
sequen GAATT. Potongan DNA disortir menurut ukuran dengan teknik penyaringan disebut
elektrophoresis. Potongan DNA dilewatkan gel yang dibuat dari agarose Teknik ini untuk
memisahkan pita-pita menurut berat molekulnya.
c.
Transfer DNA ke membran nilon
Distribusi potongan DNA ditransfer pada sehelai nylon dengan menempatkan membran nylon
diatas gel dan direndam selama 1 malam.
d. Probing
Dengan menambahkan radioaktif atau pewarna probe pada sehelai membran nylon menghasilkan
DNA fingerprint, Setiap probe seperti batang pendek (pita) hanya 1 atau 2 tempat yang khas pada
helaian membran nylon tersebut.
4. Contoh Teknik Sampel dan Isolasi DNA
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sampel untuk analisis DNA dapat diperolehdari
berbagai jaringan, seperti bagian tulang, darah, sperma, dan sebagainya. Setiap jenis sampel yang
berbeda mempunyai teknik penyiapan sampel yang berbeda dan teknik isolasi DNA yang
berbeda pula. Beberapa teknik pengambilan sampel dan isolasi sebagai berikut:
a. Tulang
Pertama, hancurkan tulang sampai berupa bubukan halus dan mesin bor dengankecepatan
tertentu sehingga diperoleh bubukan tulang berukuran 100 µm. Dekalsifikasi 1gr bubuk tulang
dengan 10 ml EDTA 0,5 M (pH 7,5), selanjutnya divorteks, diinkubasi pada suhu 56ºC dalam
alat ultrasonik selama 2 jam. Proses tersebut dipantau dengan menambahkan larutan amonium
oksalat pH 3.0 jenuh dan proses dihentikan setelahlarutan jernih. Kedua, DNA diisolasi dari
tulang yang didekalsifikasi menggunakan 4 metode, yaitu metode Maxim (Silika/guanidium
tiosianat), peranti DNAZol, pirant Ready AMP, dan ekstraksi menggunakan garam dapur NaCl.
ketiga, dilakukan visualisasi DNA pada gel agarosa konvensional menggunakanmetode
pengecatan perak dan perancangan primer menggunakan perangkat lunak.
b. Jaringan
Sejumlah kecil contoh jaringan (=1.0-mm persegi) dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang
berisi 500 larutan 5% chelex (berat/ vol dlm H20) dan dihancurkandengan ujung pipet. Sampel
ini kemudian diputar (divortex) selama 1 menit, dan diinkubasikan pada suhu 56C selama 15
menit. Vortex kembali selama 1 menit, dan panaskan pada suhu 95C selama 10 menit. Sekali lagi
dilakukan pemusingan (vortex) selama1 menit, dan disentrifus pada kecepatan 12,000g selama 3
menit. Supernatan yangdiperoleh (sekitar15 µl) siap digunakan untuk PCR.
c.
Darah dan Bercak darah (pada pakaian, karpet, tempat tidur, dan perban)
Darah yang diambil adalah darah vena. Darah diambil minimal 2 ml denganmenggunakan
antikoagulan EDTA. EDTA akan menjaga agar DNA tidak terjadi degradasikarena DNAse akan
dinonaktifkan. Tahapan isolasi DNA menggunakan darah adalah pemisahan sel darah putih
dengan darh yang memiliki komponen-komponen lengkap,tahap purifikasi bertujuan untuk
membersihkan sel darah putih dari zat-zat lainnya, tahap selanjutnya dalah presipitasi dilakukan
dengan cara meneteskan larutan presipitasi protein dan kemudian divortex yang bertujuan untuk
menghomogenkan larutan. Langkah akhirnya adalah pemberian tris-EDTA yang bertujuan untuk
melarutkan kembali DNA untuk dipreservasi.
d. Sperma dan bercak sperma
1)
2)
3)
4)
5)
Salah satu cara pengambilan langsung sperma adalah dengan secara fisik memisahkan sel-sel
sperma pelaku dari sel-sel epitel korban. Sel-sel sperma dapatdikumpulkan dalam partikelpartikel magnetik atau butiran-butiran yang dapat dilapisidengan antibodi khusus untuk protein
sperma. Butiran-butiran tersebut kemudiandibersihkan untuk menyingkirkan sel-sel epitel
korban. Akhirnya, sperma yang telahdimurnikan tersebut dimasukan ke dalam reaksi PCR untuk
menghasilkan profil DNA pelaku. Cara ini sangat tergantung dari keutuhan sel sperma, yang sulit
didapatkan pada kasus dengan bukti kekerasan seksual yang sudah lama. Adapun prosedur
penarikan sperma adalah:
Memasukkan sampel ke dalam tabung ekstraksi dan menambahkan 500 µl Buffer Stain
Ekstraksi dan 5 µl Proteinase K (20 ug/ul). Campur hingga homogen daninkubasi selama 2 jam
pada suhu 37ºC
Sentrifus selama 5 menit pada kecepatan 16000 rpmc.
Membagi sampel menjadi 3 fraksi : F1, F2, F3. F3 adalah Cairan yang tumpahditempatkan pada
tabung ekstraksi baru, untuk selanjutnya diproses sesuaikebijaksanaan analis, F1 : Pisahkan
cairan supernatan pada tabung mikrosentrifus, F2: Pelet sel sperma dibiarkan pada tabung
ekstraksi awal
Fraksi F2 : Menambahkan 500 µl Buffer Stain Ekstraksi dan 5 µl Proteinase K (20
ug/ul).Campur hingga homogen dan inkubasi selama 30 menit pada suhu 37ºC. Sentrifus selama
5 menit pada kecepatan 16000 rpm. Memurnikan pellet sel sperma dengan 1ml TNE, sentrifus
pada kecepatanmaksimum selama 10 menit. Pisahan dan buang buffer TNE. Setelah
dimurnikan,1 µl pellet dapat dianmbil untuk KPIC.
Campur hingga homogen dan inkubasi selama 2 jam pada suhu 37ºC
6) Meletakkan sampel F3 pada tabung ekstraksi dan sentrifus selama 5 menit padakecepatan 16000
rpm
7) Ektraksi organic : menambahkan 500 µl phenol / kloroform / isoamyl alcohol padacairan. Kocok
selama 1 menit hingga diperoleh emulsi keruh. Sentrifus selama 2menit pada kecepatan
maksimum
8) Menempatkan cairan jernih dari ekstraksi organic ke dalam tabung Microcon 100.Sentrifus, lalu
keringkan
9) Menambahkaan 50 100 µl TE lagi untuk membersihkan komponen residu ektraksidari DNA.
Sentrifus hingga kering
10) Menambahkan TE secukupnya, saring, lalu campur hingga homogen
5. Metode Pemeriksaan DNA Fingerprint Pada Berbagai Kasus
DNA Fangerprint pada umumnya memiliki dua tujuan yaitu tujuan pribadi seperti, penentuan
perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas), urusan imigrasi dan
kewarganegaraan, solusi kasus bayi tertukar, dan untuk mengidentifikasi korban kecelakaan.
Tujuan hukum seperti, untuk pembuktian terhadap kasus-kasus ktiminal (pemerkosaan atau
pembunuhan).
a. Penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas)
Tes paternitas adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang pria adalah
ayah biologis dari seorang anak. Metode tes paternitas terbagi atas metode analisis DNA dan
metode konvensional. Tes paternitas dengan menggunakan analisis DNA merupakan analisis
informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu, sehingga dapat
memastikan (hampir 100%) bahwa sesorang adalah ayah biologis si anak atau bukan.
b. Urusan Imigrasi dan Kewarganegaraan
Orang Indonesia yang menikah dengan warga Negara asing dan berniat memboyong anak
mereka pindah ke luar negeri harus memperlengkapi diri dengan hasil tes DNA yang
membuktikan bahwa benar anak tersebut merupakan anak biologis mereka. Tujuannya untuk
menghindari praktik perdagangan anak atau masuknya anak dengan cara ilegal.
c.
Solusi kasus bayi tertukar
Kasus bayi tertukar kebanyakan disebabkan kelalaian atau kecerobohan para penyedia jasa
kesehatan. Misalnya, bayi yang baru lahir di rumah bersalin/rumah sakit tidak langsung diberi
penanda identitas, bisa juga penanda ini mudah lepas, tintanya mudah terhapus dan lain-lain.
Kecurigaan orangtua dibuktikan dengan tes DNA untuk memastikan identitas bayi yang
sebenarnya.
d. Peristiwa Bom Bali
Peristiwa pengeboman di bali yang menewaskan banyak orang dari berbagai negara dengan
keadaan korban yang tidak bisa dikenali lagi menjadikan DNA Fingerprint sebagai salah satu
cara yang tepat untuk mengidentifikasi para korban. Identifikasi dapat dilakukan dengan tes
DNA yang membutuhkan sampel seperti rambut, darah, daging, tulang, mukosa
rongga mulut dan kuku, yang kemudian akan di cocokkan dengan anggota keluarga
korban. Dengan syarat inti sel pada sampel yang digunakan masih dalam keadaan baik (tidak
rusak).
e.
Pembunuhan
Penggunaan teknik sidik jari dalam menyelesaikan kasus kriminal yang menyangkut
pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis sekolah dilakukan oleh sir Alex Jefferies dan rekan
kerjanya yaitu Dr. Peter Gill dan Dr. Dave warret di Inggris. Mereka melakukan penyelidikan
dengan memeriksa bukti berupa noda yang sudah mengering. Yang terpenting yang dilakukan
oleh Dr. Gill adalah mengembangkan penyelidikan dengan metode memeriksa sebaran sperma di
sekitar sel vagina. Deterjen bisa menghilangkan sel vagina tapi tidak untuk sel sperma. Tanpa
pengembangan ini sangat sulit untuk menggunakan DNA sebagai bukti dalam menangani kasuskasus pemerkosaan.
Jefri dan rekan kerjanya membandingkan bukti DNA yang dikumpulkan dalam kasus yang
mereka tangani dengan contoh air mani dari pembunuhan yang mirip yang terjadi sebelumnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua kejahatan itu dilakukan oleh orang yang sama. Dari
sini, polisi memiliki satu tersangka utama. Tetapi ketika bukti DNA yang ada dibandingkan
dengan darah tersangka ternyata sangat jelas perbedaanya. Kedua DNA tersebut sama sekali
tidak cocok. Penyelidikan kemudian dilanjutkan, polisi mengumpulkan bukti-bukti DNA
sebanyak 5500 buah dari berbagai populasi dengan cara tes darah sederhana, dari sini kemudian
diambil 10 % untuk penyelidikan lebih lanjut. Setelah perdebatan yang cukup rumit tentang hasil
analisis, penyelidikan akhirnya dihentikan karena tidak ada profil yang cocok dengan si
pembunuh.
Setelah beberapa lama muncullah titik terang, seorang pria berkata bahwa ia dapat memberikan
sampel atas nama temannya, pria itu kemudian diperiksa, ternyata serangkaian tes bisa
dimengerti dan DNAnyapun dianalisis. Hasilnya ternyata pola dari DNA pria itu cocok dengan
DNA dalam semen tersangka. Pria tersebut akhirmya mengaku telah melakukan dua kejahatan
dan akhirnya harus mendekam dalam penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
itu.Kasus ini digunakan sebagai salah satu dasar penting tentang keterbatasan penggunaan DNA
sebagai barang bukti. Dari kasus tersebut terlihat bahwa apabila tidak ada sampel yang sudah
terlebih dahulu diketahui untuk dibuat perbandingan, sangat sulit untuk menentukan identitas
orang yang dicari. Contohnya, apabila sampel darah dari korban dan tersangka sudah diketahui,
pengelidik sangat mungkin untuk menentukan tersangka tunggal lewat identifikasi darah DNA
yang ditemukan di pakaian tersangka.
Pemerkosaan
Pembuktian dengan menggunakan DNA pertama kali digunakan di Amerika Serikat dan bisa
memberikan penjelasan ilmiah terhadap ribuan kasus kriminal. Pentingnya penggunaan bukti
DNA lebih berguna ketika digunakan untuk menunjukkan kesalahan pernyataan saksi mata.
Pernyataan saksi yang mungkin terlihat sebagai bukti standar pada umumnya dapat keliru. Pada
tahun 1988 Victor Lopez, dituduh melakukan penyerangan seksual terhadap tiga orang wanita.
Ketiga wanita itu melapor kepada polisi bahwa mereka diserang oleh lelaki berkulit hitam. Pada
kenyataannya Victor Lopez tidak berkulit hitam, kejadian ini diangkat sebagai kasus yang tidak
jelas. Darah Victor dianalisis dan dibandingkan dengan sperma yang tertinggal di tempat
kejadian, ternyata DNA itu cocok. Akhirnya Lopez dinyatakan bersalah atas kasus tersebut.
BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FORENSIK
Untuk mengidentifikasi individu, ilmuwan forensik meneliti 13 region DNA yang berbeda setiap
orang dan menggunakan data tersebut untuk menciptakan suatu profil DNA individu tersebut,
yang biasa disebut dengan sidik jari DNA. Dan sangat kecil peluangnya bagi orang lain untuk
mempunyai profil DNA yang sama untuk region tertentu. Identifikasi organisme spesies apa saja
dapat dilakukan dengan pengujian urutan DNA. Teknologi DNA sequencing sekarang ini lebih
maju, yaitu dapat langsung mengindentifikasi Segmen DNA yang sangat besar, dan bahkan
untuk genomes utuh.
Hanya 0,1% DNA tunggal ( sekitar 3 juta basa) berbeda pada setiap orang.
Ilmuwanmenggunakan region variabel ini untuk menghasilkan suatu profil DNA dari individu.
Dalam perkara pidana, biasanya diperoleh sample dari bukti TKP dan tersangka diambil
DNAnya untuk analisa set DNA marker yang spesifik, sample biasanya diambil dari darah,
tulang, rambut, dan jaringan lainya. Ilmuwan forensik membandingkan DNA profil untuk
menentukan apakah sample DNA tersangka sama dengan sample yang di dapat di TKP. Jika dua
DNA sample mirip pada empat atau lima region maka dapat disimpulkan bahwa sample tersebut
dari orang yang sama. Jika contoh profil DNA tidak sama, maka orang tersebut tidak terlibat
dalam peristiwa kejahatan.
Ada kemungkinan bahwa orang lain mempunyai profil DNA yang sama, untuk itu diperlukan
pemeriksaan tertentu. Pertanyaannya adalah, Bagaimana tingkat kesalahan dapat ditekan sekecil
mungkin? Banyak hakim mempertimbangkan hal ini dengan seksama dan melihat bukti lain
dalam kasus itu. Teknologi DNA digunakan dalam forensik karena lebih baik daripada saksi
mata.
Pengujian dengan banyak probes menjadi standar. John Hicks (Alabama State Department of
Forensic Services) pengujian empat samapi enam probes,
Teknologi DNA yang digunakan dalam penyidikan foensik
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Analisa PCR
Analisa STR
Analisa DNA mitokondria
Analisa Y-Chromosome
Bioteknologi Forensik
18MAR
Forensik (berasal dari bahasa Latin forensis yang berarti “dari luar”, dan serumpun dengan
kata forum yang berarti “tempat umum”) adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
membantu proses penegakankeadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Dalam kelompok ilmuilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik,
ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, dan
sebagainya.
Sejarah singkat Kedokteran Forensik
Ilmu kedokteran merupakan campuran dari rasa ingin tahu, tahayul, dan ilmu kedokteran yang lalu
pada akhirnya terbentuk menjadi ilmu kedokteran yang telah lama ada sebelum manusia mulai
berorganisasi menjadi komunitas-komunitas dan membentuk suatu pemerintahan yang dipimpin oleh
hukum yang terdiri dari norma-norma yang dapat diterima oleh masyarakat. Sayangnya sejarah
mengenai interaksi antara hukum dan kedokteran sangatlah terbatas dikarenakan sistem pencatatan
yang buruk dan tidak efektif. Asal dari ilmu kedokteran forensik hanya dapat ditelusuri kembali mulai dari
5000 atau 6000 sebelum masehi. Pada masa itu Imhotep yang merupakan pemuka agama tertinggi,
Hakim tertinggi, pimpinan penyihir, dan tabib kepala dari raja Zozer dianggap sebagai dewa oleh bangsa
mesir.
Dia merupakan orang pertama yang mengaplikasikan antara kedokteran dan hukum pada
lingkungan sekitarnya. Pada mesir kuno, peraturan hukum yang menyangkut praktek kedokteran disusun
dan dicatat padapapyri ( daun lontar ). Karena ketika itu kedokteran masih diliputi oleh unsur mistis, orang
yang menjalankan profesi tersebut sangat dihormati dan dianggap sebagai golongan yang istimewa.
Walaupun pengaruh dari tahayul dan magis masih sangat kuat, prosedur pembedahan pasti dan
informasi penting mengenai obat-obatan berhubungan dengan interaksi, jika manusia menentang
Tuhan atau iblis dapat mengakibatkan bermacam-macam respon dari tubuh.
Pada tahun 2200 sebelum masehi Kitab undang-undang Hammurabi ( code of hammurabi )
merupakan kitab hukum formal pertama dari ilmu kedokteran yang mengatur tentang organisai medis,
batasan-batasan, tugas, kewajiban dari profesi medis. Termasuk sanksi dan kompensasi dari korban
malpraktek. Prinsip-prinsip medikolegal juga dapat ditemukan pada awal-awal peraturan hukum yahudi,
yang membedakan antara luka yang mematikan dan luka yang tidak mematikan, dan masalah
keperawanan.
Kemudian pada abad pertengahan dari evolusi penting yurisprudensi ( ilmu
hukum ), Hippocrates dan pengikutnya mempelajari tentang lamanya kehamilan, viabilitas bayi lahir
prematur, Superfetation ( kemungkinan terbentuknya lagi fetus yang kedua pada wanita yg sedang hamil
yang biasa ditemukan pada hewan mamalia ), anak yang pura-pura sakit, hubungan antara luka yang
fatal dengan bagian tubuh lainnya. Dan perhatian yang besar pada ilmu mengenai racun. Yang termasuk
di dalam Sumpah Hippocrates yaitu sumpah untuk tidak menggunakan dan menyarankan penggunaan
racun.
Sama seperti di mesir, praktek medis di india dibatasi hanya untuk anggota dari kasta –kasta pilihan.
Pendidikan ilmu kedokterannya juga diatur. Dokter secara formal menyimpulkan waktu kehamilan
seharusnya antara 9 hingga 12 bulan. Dan ilmu yang mempelajari racun dan antidotumnya menfapatkan
proritas utama.
Meskipun hanya sedikit, medikolegal juga berkembang pada masa romawi. Investigasi dilakukan karena
kematian yang mencurigakan, dari Julius Caesar yang diakibatkan oleh 23 luka. 1 orang tabib yang
cukup berpengalaman melaporkan bahwa hanya 1 luka fatal yang menyebabkan kematian dari 2 luka
yang ada. Antara 529 dan 564, Justinian Code ( Kitab Justinian ) dijadikan undang-undang hukum untuk
mengatur praktek dokter, pembedahan dan kebidanan, standar malpraktek, tanggung jawab ahli medis,
dan batas jumlah dokter yang ada di setiap kota dengan jelas ditetapkan.
Sepanjang abad pertengahan medikolegal mengalami perkembangan untuk masalah yang dilatar
belakangi masalah impotensi, sterilitas, kehamilan, aborsi, penyimpangan seksual, keracunan, dan
perceraian. Untuk kasus pembunuhan dan luka perorangan, diserahkan pada prosedur investigasi tingkat
lanjut. Pada tahun 925 inggris mendirikan Office of Coroner ( kantor pemeriksa mayat ). Kantor ini
bertanggung jawab untuk memperkirakan sebab kematian yang mencurigakanuntuk membantu proses
penyelidikan.
Kontribusi Cina pada kedokteran forensik tidak pernah muncul ke permukaan sampai pertengahan awal
abad ke 13. Nampaknya ilmu pengetahuan medikolegal diturunkan secara diam-diam dari generasi ke
generasi lainnya. Xi Juan Lu ( Pembersihan ketidak benaran ) pengaruhnya masih dikenal hingga
sekarang karena isinya yang sangat komprehensif, dan merupakan acuan untuk melakukan prosedurprosedur penanganan kematian yang tidak wajar secara detail, dan menekankan pada langkah-langkah
penting yang harus dilakukan dalam investigasi secara teliti.
Ditambah lagi, pada buku ini juga dicantumkan kesulitan-kesulitan pemeriksaan akibat pembusukan, luka
palsu, luka antemortem, luka postmortem, dan cara membedakan antara jasad yang ditenggelamkan
setelah dibunuh atau mati karena tenggelam. Pada setiap kasus wajib dilakukan pemeriksaan terhadap
jasad walaupun keadaan tubuhnya sudah membusuk
Pada akhir abad ke-15 Justinian code sudah ditinggalkan dan hanya menjadi barang peninggalan
bersejarah saja. Dan dimulailah era baru ilmu kedokteran forensik Eropa yang diambil dari dua kitab
hukum Jerman. Yaitu pada tahun 1507 dari Bamberger code ( Coda Bambergensis ) dan pada tahun
1553 dari Caroline code (Constitutio Criminalis Carolina ). Caroline code yang berdasarakan Bamberger
code mengharuskan adanya kesaksian dari ahli medis pada setiap persidangan kasus pembunuhan,
keracunan, luka, gantung diri, tenggelam pembunuhan terhadap bayi, aborsi dan setiap keadaan yang
disertai perlukaan pada manusia.
Dari hasil itu semua negara-negara lainnya mulai mempermasalahkan penilaian hukum yang masih
dipengaruhi oleh tahayul seperti Trial by Ordeal ( salah atau tidak bersalah ditentukan dengan cara
menjalankan siksaan, jika tidak terluka atau luka yang ada cepat sembuh dinyatakan tidak bersalah ).
Terjadilah perubahan undang-undang, khususnya di prancis. Dan isi dari medikolegal diterbitkan di
seluruh eropa. Buku yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah buku adari Ambroise Pare (1575)
yang membahas masalah monstrous birth, sakit palsu, dan metode-metode yang dipakai dalam
menyiapkan laporan medikolegal. Pada tahun 1602 informasi medikolegal semakin bertambah hingga
penerbit Fortunato Fidele menerbitkannya menjadi empat buah volume. Bahkan sekitar tahun 1621 atau
1635 dokter pribadi dari Paus paulus, Paul Zacchia berkontribusi menambahkan pembahasan mengenai
kematian sewaktu persalinan, pemalsuan penyakit, kemiripan anak dan orang tuanya, keajaiban,
keperawanan, pemerkosaan, umur,impotensi, tahayul, moles pada seri Questiones Medico
Legales yang semakin bertambah. Karena keterbatasan pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi
tubuh, buku ini kurang akurat walaupun demikian buku ini dipakai sebagai sumber yang cukup
berpengaruh diri keputusan medikolegal yang berlaku pada saat itu.
Pada tahun 1650 Michaelis memberikan kuliah pertama mengenai hukum kedokteran di Leipzig ,
pengajar yang menggantikannya menyusun De Officio Medici Duplici Clinici Mimirum ac Forensis yang
diterbitkan pada tahun 1704 diikuti textbook selanjutnya Corpus Juris Medico-Legal yang ditulis oleh
valenti pada tahun 1722. German secara signifikan menstimulasi penyebaran ilmu kedokteran forensik,
namun setelah terjadinya revolusi prancis sistem pendidikan kedokteran prancis dan pengangkatan ahli
medis, secara nyata memajukan parameter bidang ini.
Namun harus diingat juga bahwa witch mania yang berasal dari tahun 1484 yang dimulai oleh papal
edict masih dianut secara luas sepanjang abad 18. Dengan persetujuan dari komunitas medikolegal,
ribuan orang yang dianggap sebagai penyihir dipancung dan dibakar hidup-hidup. Walaupun hukum ini
telah dihapuskan oleh inggris pada tahun 1736, mereka yang dicurigai sebagai penyihir dihakimi dan
dibunuh oleh massa hingga akhir tahun 1760. Dan perlu diketahui juga bahwa prancis juga pernah
mengadakan pengadilan untuk penyihir pada tahun 18181, dan dijelaskan dengan sangat akurat
pada Chaille.
Namun di inggris hukum kedokteran terus mengalami kemajuan yang menghasilkan dasar-dasar dari
informasi secara mendalam yang kita pakai hingga sekarang ini. Di inggris pada tahun 1788 diterbitkan
buku medikolegal pertama yang cukup dikenal. Sepanjang tahun itu Profesor Andrew Duncan dari
Edinburg memberikan instruksi yang sistematis mengenai hukum kedokteran pada setiap universitas
yang berbahasa inggris. Sebagai tanda penghargaan dari kerajaan diberikan Regius Chair yang pertama
kali pada ilmu kedokteran forensik yang didirikan pada tahun 1807. Delapan tahun kemudian undangundang pemeriksaan mayat menjelaskan tugas-tugas dan dasar hukum dari pemeriksa mayat ( Coroner )
terus berkembang, yang termasuk kewajibannya adalah :
1.
Menginvestigasi pada setiap kasus kematian mendadak,kematian akibat kekerasan, dan
kematian yang yidak wajar.
2.
Menginvestigasi kematian yang terjadi pada tahanan.
Dan juga ditetapkan adanya kualifikasi minimum yang harus dipunyai untuk menjadi pemeriksa mayat
dan secara sangat hati-hati hal ini diuraikan pada hukum kedokteran dalam masalah kriminal. Tidak
sampai tahun 1953 perundang-undangan sipil pemeriksa mayat telah dijelaskan.
Koloni Amerika awal, membawa sistem pemeriksa jenazah secara utuh ke Amerika. Di amerika profesi ini
diangkat atas dasar politik. Dan hampir semuanya kurang mendapat pelatihan medis, menyebabkan
penentuan sebab kematian hanya berdasarkan opini personal. Pada tahun 1877 masalah ini memicu
Massachuset untuk mengganti semua pemeriksa jenazah. Dan dengan cepat diikuti oleh New york yang
mendirikan pelatihan untuk melatih profesi ini agar menghasilkan pemeriksa jenazah yang ahli dan
berkualitas sehingga dapat memecahkan misteri dibalik kematian akibat kekerasan yang semakin
bertambah dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya populasi manusia. Pemeriksa jenazah
diberikan kekuasaan untuk memberikan perintah otopsi.
Selama akhir pertengahan abad ke dua puluh, ilmu kedokteran forensik semakin mengalami peningkatan.
Dengan adanya perbaikan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang menyediakan bahan baru dan
dasar kerja untuk perkembangan yurisprudensi. Program pengajaran medikolegal sekarang sudah
terdapat pada banyak universitas, sekolah kedokteran dan sekolah hukum. Program ini secara
sederhana menjadi dasar – dasar teori. dan forum pembahasannya harus berasal dari akademi sampai
ke ahli di di bidang ini.
Metode Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) metode utama, yaitu :
Identifikasi komparatif, yaitu apabila tersedia data post-mortem (pemeriksaan jenazah) dan antemortem (data sebelum meninggal, mengenai ciri-ciri fisik, pakaian, identitas khusus berupa tahi lalat,
bekas luka/operasi, dll), dalam suatu komunitas yang terbatas.
Identifikasi rekonstruktif, yaitu apabila tidak tersedia data ante-mortem dan dalam komunitas
yang tidak terbatas/plural.
Identitas seseorang dapat dipastikan apabila paling sedikit 2 (dua) metode yang digunakan memberikan
hasil yang positif (tidak meragukan), dari 9 (sembilan) metode yang akan dijelaskan satu per satu berikut
ini.
1.
Metode Identifikasi Visual; Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada
orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada
jenazah yang belum membusuk sehingga masih memungkinkan untuk dikenali wajahnya dan bentuk
tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor
emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah
tersebut.
2.
Metode Identifikasi Dokumen; Dokumen seperti kartu identitas/KITAS, baik berupa SIM, KTP,
paspor, dsb. yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan jenazah akan sangat
membantu mengenali jenazah tersebut. Namun demikian, perlu diingat bahwa pada kasus-kasus
kecelakaan massal – gempa Padang 2009 contohnya – dokumen yang terdapat dalam tas atau
dompet yang berada di dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, tim SAR ataupun tim pencari jenazah lainnya hendaknya berhati-hati dalam mengeluarkan
pernyataan, karena di lapangan umumnya masyarakat langsung bertanya perihal identitas jenazah
yang ditemukan. Dalam kasus-kasus bencana massal, kita hendaknya mengikuti prosedur DVI
(Disaster Victim Identification) yang berlaku secara internasional, yang mana hal ini diterapkan pada
kasus Bom Bali I dan II.
3.
Metode Identifikasi Properti; Properti berupa pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah
mungkin dapat diketahui merk atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, ataupun hal
lainnya, yang dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah
tersebut. Khusus anggota TNI, masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP
yang tertera pada kalung logam yang dipakainya. Data mengenai properti ini juga hendaknya digali
dari pihak keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarganya yang lain pada kasus-kasus
bencana massal, sehingga nantinya proses identifikasi komparatif dapat dilaksanakan.
4.
5.
6.
7.
8.
Metode Identifikasi Medik; Metode ini menggunakan parameter berupa tinggi badan, berat badan,
warna rambut, warna mata, cacat/kelainan khusus, tato/rajah, dll. Secara singkat, bisa dikatakan
bahwa ciri-ciri fisik korban yang diperhatikan. Metode ini mempunyai nilai yang tinggi, karena selain
dilakukan oleh tenaga ahli dengan menggunakan berbagai cara atau modifikasi (termasuk
pemeriksaan dengan sinar X, USG, CT-scan, laparoskopi, dll. bila diperlukan), sehingga
ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada kasus penemuan tengkorak/kerangka pun masih dapat
dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini, dapat diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur, tinggi badan, kelainan pada tulang, dan data-data lainnya dari korban yang
ditemukan.
Metode Identifikasi Serologik; Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan
darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan
dengan memeriksa rambut, kuku, dan tulang.
Metode Identifikasi Gigi; Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang
yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan secara manual, sinar X, dan pencetakan
gigi serta rahang. Odontogram tersebut memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan,
protesa (gigi palsu), dan lain sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu
memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi komparatif dengan
cara membandingkan data temuan post-mortem dengan data ante-mortem korban. Akan tetapi, di
Indonesia, hal ini belum sepenuhnya dapat diterapkan, karena data gigi ante-mortem hanya bisa
diperoleh dari dokter gigi yang pernah menangani korban semasa hidup saja, belum ada sistim
pencatatan wajib secara nasional bagi setiap warga negaranya pada periode tertentu.
Metode Identifikasi Sidik Jari; Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan
data sidik jari ante-mortem orang tersebut. Pemeriksaan sidik jari merupakan salah satu dari 3 (tiga)
metode primer identifikasi forensik, di samping metode identifikasi DNA dan gigi. Oleh sebab itu,
penanganan terhadap jari-jari tangan jenazah harus dilakukan sebaik dan sehati-hati mungkin,
misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik. Sistim
sidik jari yang sekarang dipakai dikenal dengan sistim Henry. Menurut Henry, pada tiap jari terdapat
suatu gambar sentral yang terbagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu busur (arc), tented arc, gelung
(loop), ikal (whorl), serta bisa pula merupakan campuran/majemuk (composite). Selanjutnya, garisgaris tersebut dapat membentuk berbagai maxam konfigurasi (ciri), seperti delta, tripod, kait,
anastomose, dll. Identifikasi sidik jari dinyatakan positif bila terdapat minimal 16 (enam belas) ciri
yang sama, di mana secara matematis untuk memperoleh sidik jari yang persis sama (dengan 16 ciri
yang sama tersebut) kemungkinannya adalah 1:64.000.000.000 (satu berbanding enam puluh empat
milyar).
Metode Identifikasi DNA; Metode ini merupakan salah satu dari 3 metode primer identifikasi
forensik. Metode ini menjadi semakin luas dikenal dan semakin banyak digunakan akhir-akhir ini,
khususnya pada beberapa kasus bencana alam dan kasus-kasus terorisme di Indonesia, misalnya
kasus Bom Bali I dan II, Bom JW Marriott, Bom Kuningan, kasus tenggelamnya KMP Levina, dll.
Kasus bom bunuh diri di GBIS Solo pun menggunakan metode ini. Pemeriksaan sidik DNA
diperkenalkan pertama kali oleh Jeffreys pada tahun 1985. Metode ini umumnya membutuhkan
sampel darah dari korban yang hendak diperiksa, namun demikian dalam keadaan tertentu di mana
sampel darah tidak dapat diambil, maka dapat pula diambil dari tulang, kuku, dan rambut meskipun
jumlah DNA-nya tidak sebanyak jumlah DNA dari sampel darah. DNA dapat ditemukan pada inti sel
tubuh (DNA inti) ataupun pada mitokondria (organ dalam sel yang berperan untuk pernafasan sel-sel
tubuh) yang biasa disebut DNA mitokondria. Untuk penentuan identitas seseorang berdasarkan DNA
inti, dibutuhkan sampel dari keluarga terdekatnya. Misalnya, pada kasus Bom GBIS Solo baru-baru
ini, sampel DNA yang didapat dari korban tersangka pelaku bom bunuh diri akan dicocokkan dengan
sampel DNA yang didapat dari istri dan anaknya. DNA inti anak pasti berasal setengah dari ayah dan
setengah dari ibunya. Namun demikian, pada kasus-kasus tertentu, bila tidak dijumpai anak-istri
korban, maka dicari sampel dari orang tua korban. Bila tidak ada juga, dicari saudara kandung seibu,
dan diperiksakan DNA mitokondrialnya karena DNA mitokondrial diturunkan secara maternalistik
(garis ibu).
9.
Metode Eksklusi; Metode ini digunakan pada kasus kecelakaan massal yang melibatkan
sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut,
kereta api, dll. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan
metode-metode tersebut di atas, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan, maka sisa
korban diidentifikasi menurut daftar penumpang.