VALUE FOR MONEY DALAM PENILAIAN KINERJA

AKUNTANSI PEMERINTAHAN
“Penilaian Kinerja Organisasi Pemerintah;
Value for Money”

Mutiara Madelia (P2C315018)

Dosen Pengampu:
Dr. Sri Rahayu, SE., Ak., M.SA

MAGISTER ILMU AKUNTANSI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Reformasi muncul akibat adanya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang
dialami bangsa Indonesia. Salah satu unsur reformasi total itu adalah pemberian otonomi
yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah kabupaten dan kota
secara proporsional, sehingga muncullah sistem desentralisasi bagi pemerintah di

Indonesia yang didasari oleh Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan berlakukannya
undang-undang tersebut, maka daerah otonom diberikan hak, wewenang serta kewajiban
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Putra, 2015).
Kinerja keuangan merupakan salah satu isu yang sangat penting untuk dikaji
dalam

organisasi

sektor

publik

termasuk

pemerintahan,

sejak


diterapkannya

penganggaran berbasis kinerja, semua pemerintah daerah dituntut untuk mampu
menghasilkan

kinerja

keuangan

pemerintah

daerahnya

secara

baik.

Semakin

meningkatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik

seperti pemerintah pusat dan daerah, unit-unit kerja pemerintah, departemen dan
lembaga negara diharapkan dapat mengurangi terjadinya pemborosan, kebocoran dana
dan mendeteksi program-program yang tidak layak secara ekonomi (Liando, 2014).
Organisasi sektor publik dalam menjalankan kinerjanya perlu memperhatikan
aspek finansial, salah satunya menggunakan konsep value for money yang merupakan
konsep pengelolaan yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu ekonomis,
efisiensi dan efektivitas. Adapun manfaat dari implementasi konsep value for money
antara lain menurunkan biaya pelayanan publik karena terjadi inefisiensi akibat
pemborosan dalam penggunaan input, alokasi belanja yang berorientasi pada
kepentingan publik, dan meningkatkan kesadaran akan uang publik (pubic cost
awareness) sebagai akar akuntabilitas publik.
Tujuan value for money adalah untuk meningkatkan akuntabilitas lembaga sektor
publik dan memperbaiki kinerja pemerintah. Value for money dapat tercapai apabila
organisasi telah menggunakan biaya input paling kecil untuk mencapai output yang
optimum dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Mardiamso, 2009). Menurut
Dwiyanto (2002) penilaian kinerja organisasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan
menggunakan indikator yang melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitas,

1


tetapi harus dilihat juga dari indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti
kepuasan pengguna jasa.
Pengukuran kinerja value for money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas suatu kegiatan, program, dan organisasi. Pengukuran
kinerja value for money merupakan bentuk pengukuran kinerja yang spesifik dan unik
pada organisasi sektor publik. Karena pentingnya konsep tersebut, maka seringkali
dikatakan bahwa inti pengukuran kinerja sektor publik adalah untuk mengukur ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas (Mahmudi, 2007). Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas
mengenai konsep pengukuran kinerja value for money pada sektor publik.

2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penilaian Kinerja Sektor Publik
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkatan pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/ program. Kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, misi
organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu
organisasi (Bastian, 2010). Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan

prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Untuk mengetahui
keberhasilan/ kegagalan suatu organisasi seluruh aktivitas organisasi tersebut harus
dapat diukur.
James B Whittaker dalam Bastian (2001) menyatakan pengukuran/ penilaian
kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas. Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga
tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara
komperhensif. Mardiasmo (2009), pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk
memenuhi tiga maksud antara lain:
1.

Untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah, sehingga akan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi sektor pubik dalam pemberian pelayanan publik.

2.

Untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.

3.


Untuk mewujudkan pertanggung jawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Pengukuran kinerja dalam sektor publik sangat penting dilakukan untuk menilai

akuntabilitas organisasi dan manajemen dalam menghasilkan pelayanan publik yang
lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bahwa uang publik di
belanjakan secara ekonomis, efektif dan efisien. Mardiasmo (2009) menjelaskan sistem
pengukuran sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer
publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non-finansial.
Tujuan sistem penilaian kinerja adalah :
1) Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik
2) Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat
di telusur perkembangan pencapaian strategi
3) Untuk mengakomodasikan pemahaman kepentingan manajer level menengah dan
bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence
3

4) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.
Manfaat pengukuran kinerja antara lain :

1) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen.
2) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.
3) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya
dengan tingkat kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja
4) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and
punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan
sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
5) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki
kinerja organisasi.
6) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi
7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah
8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

2.2 Value for money
Value for money adalah salah satu alat pengukuran kinerja untuk menilai suatu
kinerja pada perusahaan publik dan juga digunakan untuk mengukur ekonomi, efisiensi
dan efektivitas segala kegiatan pada organisasi sektor publik tersebut. Value for money
merupakan tolak ukur dalam anggaran belanja suatu negara, baik organisasi yang
berusaha untuk mendapatkan laba (swasta) atau perusahaan yang non profit seperti

perusahaan sektor publik (pemerintah). Mahmudi (2010), value for money merupakan
konsep penting dalam organisasi sektor publik dimana value for money memiliki
pengertian penghargaan terhadap nilai uang. Value for money merupakan konsep
pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu:


Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu dengan harga
yang terendah. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat
meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari
pengeluaran yang boros dan tidak produktif.



Efisiensi: pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau
penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu.



Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.


2.2.1 Ekonomi

4

Ekonomi terkait dengan pengkonversian input primer berupa sumber daya
keuangan (uang/kas) menjadi input sekunder berupa tenaga kerja, bahan, infrastruktur,
dan barang modal yang dikonsumsi untuk kegiatan operasi organisasi. Konsep ekonomi
sangat terkait dengan konsep biaya untuk memperoleh unit input. Ekonomi memiliki
pengertian bahwa sumber daya input hendaknya diperoleh dari dengan harga lebih
rendah (spending less), yaitu harga yang mendekati pasar. Secara matematis, ekonomi
merupakan perbandingan antara input dengan nilai rupiah untuk memperoleh input
tersebut.

Ekonomi=

INPUT
HARGA INPUT ( Rp)

Organisasi harus memastikan bahwa dalam perolehan sumber daya input, seperti
material, barang dan bahan baku tidak terjadi pemborosan. Untuk memenuhi prinsip

ekonomi dapat dilakukan survei harga pasar untuk mengetahui perbandingan harga
sehingga organisasi bisa menentukan harga terendah suatu input dengan kualitas
tertentu. Cara lain untuk mencapai prinsip ekonomi adalah dengan menggunakan sistem
pengontrakan, tender, dan sewa beli (leasing).
Konsep ekonomi dalam membeli staf atau tenaga kerja memiliki pengertian bahwa
organisasi

hendaknya

memperoleh

staf

yang

memiliki

kompetensi,

keahlian,


keterampilan, dan motivasi tinggi sesuai dengan yang diharapkan organisasi dengan
tingkat biaya/harga yang paling murah. Konsep ekonomi

untuk memperoleh staf

menimbulkan banyak argumentasi yang berbeda. Apakah ekonomi dalam memperoleh
staf tidak berarti pemerasan tenaga kerja karena adanya kesan tenaga kerja dibayar
terlalu murah? Di sisi lain tenaga kerja yang murah merupakan alat untuk memperoleh
keunggulan bersaing. Pada dasarnya ekonomi dalam hal staf adalah bagaimana
memperoleh, mempertahankan, dan mengamankan staf dengan biaya lebih rendah yang
mungkin bisa dilakukan, dan tidak sebatas permasalahan gaji.
Ekonomi merupakan konsep yang sifatnya relatif. Relativitas konsep ekonomi
tersebut bisa disebabkan karena faktor lokasi dan waktu. Kedua faktor tersebut terkait
dengan harga pasar yang berbeda. Harga pasar untuk input yang sama bisa berbeda
karena lokasi dan waktunya berbeda. Faktor waktu juga akan mempengaruhi
pertimbangan ekonomi (Mahmudi, 2007).

2.2.2 Efisiensi
5

Jika ekonomi hanya berbicara mengenai input, yaitu bagaimana memperoleh
input dengan biaya atau harga lebih rendah, maka efisiensi berbicara mengenai input dan
output. Efisiensi terkait dengan hubungan antara output berupa barang atau pelayanan
yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output
tersebut. Secara matematis, efisiensi merupakan perbandingan antara output dengan
input. Suatu organisasi, program, atau kegiatan dikatakan efisien apabila mampu
menghasilkan output tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input
tertentu mampu menghasilkan output sebesar-besarnya (spending well).

output
input

Efisiensi =

Konsep efisiensi juga merupakan konsep yang bersifat relatif, tidak absolut.
Konsep

efisiensi

juga

terkait

dengan

produktivitas.

Produktivitas

merupakan

perbandingan antara input dengan output. Karena efisiensi merupakan suatu rasio, maka
untuk memperbaiki efisiensi dapat dilakukan tindakan berikut:
1)

Meningkatkan output untuk jumlah input yang sama

2)

Meningkatkan

output

dengan

proporsi

kenaikan

output

yang

lebih

besar

dibandingkan proporsi kenaikan input
3)

Menurunkan input untuk jumlah output yang sama

4)

Menurunkan input dengan proporsi penurunan yang lebih besar dibandingkan
proporsi penurunan output
Dalam pusat pertanggungjawaban teknik (engineered expense center), untuk

mengukur efisiensi dilakukan dengan cara membandingkan biaya sesungguhnya dengan
biaya standar. Biaya standar menunjukkan biaya yang seharusnya terjadi untuk
menghasilkan ouput tertentu. Dalam organisasi sektor publik setiap pengeluaran perlu
dibuat standar belanjanya (standarsd spending assessment) sebagai bentuk standar
biaya.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan cara membandingkan realisasi belanja
dengan standar belanjanya. Penetapan standar belanja tersebut sebelumnya juga sudah
harus mempertimbangkan aspek ekonomi serta standar pelayanan publik minimum yang
harus dipenuhi (Mahmudi, 2007).

2.2.3 Efektivitas
Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil
yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan
tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin

6

efektif organisasi, program, atau kegiatan. Jika ekonomi berfokus pada input dan efisiensi
pada output atau proses, maka efektivitas berfokus pada outcome (hasil). Suatu
organisasi, program, atau kegiatan dinilai efektif apabila output yang dihasilkan bisa
memenuhi tujuan yang diharapkan, atau dikatakan spending wisely.

Efektivitas =

outcome
output

Karena output yang dihasilkan organisasi sektor publik lebih banyak bersifat
output tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasikan, maka
pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran
efektivitas tersebut adalah karena pencapaian hasil (outcome) sering tidak bisa diketahui
dalam jangka pendek, akan tetapi jangka panjang setelah program berakhir, sehingga
ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja
(Mahmudi, 2007).

Value for money dapat digambarkan sebagai berikut:
Ekonomi

Input primer
(Rp)

Efisiensi

Input (masukan)

Efektivitas

Output (keluaran)

Outcome (hasil)

Sumber: Mardiasmo, 2009
2.3 Pengukuran Kinerja Dengan Menggunakan Value for money
Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah
dan sektor publik. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan
semata, akan tetapi secara terintegrasi harus mempertimbangkan input, output, dan
outcome secara bersama-sama. Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya
mengukur output karena output yang dihasilkan pemerintah tidak selalu berupa output
yang berwujud (tangible output), tetapi kebanyakan juga bersifat output tidak berwujud
(intangible output) (Mahmudi, 2007). Ukuran kinerja pada dasarnya berbeda dengan
indikator kinerja (Mardiasmo, 2009). Perbedaan antara ukuran kinerja dengan indikator
kinerja adalah:

7

 Ukuran kinerja, Umumnya mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, misalnya:
laporan keuangan pemerintah.
 Indikator kinerja, Mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal
yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja.
Indikator efisiensi dan efektifitas harus digunakan secara bersama-sama. Karena
disatu pihak mungkin pelaksanaannya sudah dilakukan secara ekonomis dan efisien
akan tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Atau di
lain pihak sebuah program dapat dikatakan efektif dalam mencapai tujuan. Akan tetapi
mungkin dicapai dengan cara yang tidak ekonomis dan efisien. Jika suatu program efektif
dan efisien maka program yang dijalankan dapat dikatakan cost-effectivenees. Indikator
efektifitas biaya merupakan

kombinasi informasi efisiensi dan efektifitas dan dapat

memberikan ukuran kinerja bottom line yang dalam sektor publik diidentikkan dengan
pelayanan publik (Liando, 2014).
Mekanisme penentuan indikator kinerja membutuhkan:


Sistem perencanaan dan pengendalian. Meliputi proses, prosedur, dan struktur yang
memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan
keseluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando.



Spesifikasi teknis dan standarisasi. Spesifikasi ini digunakan sebagai ukuran kinerja
kegiatan, program dan organisasi.



Kompetensi teknis dan profesionalisme. Personil yang memiliki kompetensi dan
professionalmerupakan jaminan dukungan dalam pekerjaan.



Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar. Mekanisme ekonomi terkait dengan
pemberian reward dan punishment yang bersifat finansial.



Mekanisme sumber daya manusia. Mekanisme ini digunakan untuk memperbaiki
kinerja personil dan organisasi.

Langkah-langkah Pengukuran Value for money:
1.

Pengukuran Ekonomi,
Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan (input) yang gunakan.

Pertanyaan yang diajukan adalah:
a. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang dianggarkan?,
b. Apakah biaya organisasi lebih besar dari pada biaya organisasi lain yang sejenis yang
dapat diperbandingkan?
c. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal?

8

Ekonomi merupakan perbandingan input value yang dinyatakan dalam satuan
moneter (Mardiasmo, 2009). Contohnya untuk menghitung tingkat ekonomi pajak daerah,
dapat digunakan rumus sebagai berikut:

2. Pengukuran Efisiensi,
Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output
dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi. Cara perbaikan
terhadap efisiensi adalah:
a. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama,
b. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan
input.
c. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
d. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan
output.
Efisiensi merupakan perbandingan antara output atau input yang dikaitkan dengan
standar kinerja atau target yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2009). Contohnya untuk
menghitung efisiensi pajak daerah, digunakan rumus sebagai berikut:

9

3.

Pengukuran Efektifitas,
Efeketivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.

Efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk
mencapai tujuan tersebut. Efektifitas menggambarkan tingkat pencapaian hasil program
dengan target yang di tetapkan. Atau secara sederhana efektivitas merupakan
perbandingan outcome dengan output (Mardiasmo, 2009). Contohnya untuk menghitung
efektivitas pengelolaan pajak daerah, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

2.3 Perluasan Value for money
Organisasi sektor publik sangat dipengaruhi oleh faktor politik. Konsep value for
money yang terdiri atas 3E, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas perlu diperluas lagi
dengan E yang keempat, yaitu keadilan (equity). Prinsip keadilan ini terkait juga dengan
prinsip kesetaraan (equality). Keadilan (equity) berarti bahwa setiap masyarakat memiliki

10

kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan, tidak ada diskriminasi, atau hak
istimewa atas kelompok tertentu.
Penambahan konsep equity dan equality disebabkan bila pemerintah hanya
berfokus pada ekonomi, efisiensi, dan efektivitas saja maka sangat mungkin akan
mengorbankan pihak tertentu. Hanya terfokus pada ekonomi, efisiensi, dan efektivitas
saja dapat menyebabkan organisasi mengabaikan etika bisnis dan tanggung jawab
sosial. Padahal sektor publik bertujuan mewujudkan kesejahteraan sosial. Oleh karena
itu, prinsip 3E perlu diikuti dengan keadilan. Perluasan value for money dengan
menambah prinsip keadilan tersebut penting untuk menghindari munculnya eksternalitas
serta kegagalan pasar (Mahmudi, 2007)
Gambar 2.1 elemen-elemen Pengukuran Kinerja Value for money

Distribusi Manfaat
Outcome
Efektivitas
s

Equity dan
Equality

Output

Throughput

VFM

Efisiensi 2

Kapasitas

Fungsi Produksi

Efisiensi 1

Input
Ekonomi
Nilai Input (Rp)

11

BAB III
SIMPULAN

Value for money adalah salah satu alat pengukuran kinerja untuk menilai suatu
kinerja pada perusahaan publik dan juga digunakan untuk mengukur ekonomi, efisiensi
dan efektivitas segala kegiatan pada organisasi sektor publik tersebut. Value for money
merupakan tolak ukur dalam anggaran belanja suatu negara, baik organisasi yang
berusaha untuk mendapatkan laba (swasta) atau perusahaan yang non profit seperti
perusahaan sektor publik (pemerintah).
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang
mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu:


Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu dengan harga

yang terendah. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat
meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran
yang boros dan tidak produktif.


Efisiensi: pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau

penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu.


Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.
Organisasi sektor publik sangat dipengaruhi oleh faktor politik. Konsep value for

money yang terdiri atas 3E, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas perlu diperluas lagi
dengan E yang keempat, yaitu keadilan (equity). Prinsip keadilan ini terkait juga dengan
prinsip kesetaraan (equality). Keadilan (equity) berarti bahwa setiap masyarakat memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan, tidak ada diskriminasi, atau hak
istimewa atas kelompok tertentu.

12

Referensi
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta : Pusat
Pengembangan Akuntansi FE UGM.
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Edisi 3. Erlangga:
Jakarta
Dwiyanto, A. 2002. Reformasi Birokrasi Publik Indonesia. Yogyakarta : UGM
Ismail, Kharizam., Roshana Takim., and Abdul Hadi Nawawi. 2011. The evaluation
criteria of Value for Money (VFM) of Public Private Partnership (PPP)
bids. International Conference on Inteligent Building and Management Proc
.of CSIT vol.5
Iswari, D A A Ratih. 2011. Penilaian kinerja aspek finansial dan non-finansial
perusahaan daerah pasar kota Denpasar. Tesis.
Liando, Harry Saputra., et.al. 2014. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten
Kepulauan Sangihe Menggunakan Metode Value For Money. ISSN 23031174
Mahmudi, 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi Revisi. UPP STIM
Yogyakarta
Mahmudi, 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Erlangga: Jakarta
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta : Penerbit Andi.
Putra, Agus Purnomo Adi. 2015. Penilaian Kinerja Berbasis Value For Money atas
penerimaan PAD Kabupaten Tabanan.

ISSN : 2302-8556 E-jurnal

Akuntansi Universitas Udayana. 11.1 (2015): 252-268
Rahayu, Sri dan Misni Erwati. 2010. Modul Ajar: Manajemen Keuangan Daerah.
Universitas Jambi
Republik Indonesia. 1999. Undang - Undang Otonomi Daerah nomor 22 tahun 1999.
Otonomi Daerah. Jakarta.
Takim, Roshana and Kharizam Ismail. 2009. The Malaysian Private Finance Initiative
and Value for Money. Asian Social Science vol. 5 no. 3
University of Cambridge, 2010. Pendanaan Pendidikan Tinggi Dewan Inggris (HEFCE)
www.wikipedia.com

13

Jurnal 1
The evaluation criteria of Value for Money (VFM) of Public Private
Partnership (PPP) bids
Kharizam Ismail., Roshana Takim., Abdul Hadi Nawawi

Latar belakang
 Public Private Partnership (PPP) dipandang sebagai cara yang efektif untuk mencapai
nilai uang (VFM) dalam proyek-proyek publik. Manfaat ini termasuk memperkenalkan
persaingan antara calon peserta lelang swasta dan mengeksploitasi efisiensi yang
lebih besar dan inovasi di sektor swasta. definisi VFM tergantung pada motif dan
kepentingan pemerintah. Namun hal ini dapat berubah dari waktu ke waktu karena
perkembangan politik, ekonomi dan sosial (Akintoye et al. 2003). Hal ini terkait dengan
gagasan bahwa VFM sebagai pemeriksaan untuk menentukan apakah proyek
berkinerja ekonomi; efisien dan efektif dalam penggunaan sumber daya, operasi dan
mengejar tujuan persyaratan stakeholder '. Dengan demikian, tidak diragukan lagi VFM
bukan pilihan biaya terendah tetapi pemahaman tentang manfaat hidup dan alokasi
risiko yang tepat seluruh antara sektor publik dan swasta.
 Di Malaysia, pelaksanaan dan kebijakan VFM telah menjadi subyek perdebatan yang
cukup dan kritik. Terlepas dari pengakuan pemerintah tentang pentingnya proyek PPP
penilaian VFM, kerangka VFM kuat yang terdiri dari kriteria dalam evaluasi penawaran
PPP belum akan didirikan. Alasan mungkin bisa jadi sebagian besar proyek-proyek
pengadaan publik di Malaysia bertujuan untuk menyediakan fasilitas layanan dengan
biaya serendah mungkin, mereka mengabaikan pentingnya VFM untuk proyek-proyek
Tujuan
Untuk mengidentifikasi kriteria penting untuk diintegrasikan dalam evaluasi penawaran
PPP untuk VFM.
Metodologi
Survei kuesioner empiris dilakukan dalam stakeholders PPP Malaysia untuk
jangka waktu empat bulan dari bulan Februari sampai Mei 2010. Teknik purposive
sampling digunakan. Target responden dipilih berdasarkan keterlibatan mereka dengan
proyek Malaysia PPP. Data itu dikumpulkan dari 216 Target responden yang terdiri dari

14

tingkat manajemen puncak dari kontraktor, konsultan dan petugas pemerintah '. Mereka
dipilih karena mereka adalah pemangku kepentingan utama dalam proyek-proyek PPP.
responden yang ditargetkan memiliki pengetahuan dan pengalaman luas dalam BOT dan
PPP proyek lokal dan luar negeri, kemudian data diolah menggunakan SPSS.
Hasil
Melalui analisis deskriptif, hasil mengungkapkan 6 dari 20 kriteria sebagai 'sangat
kritis' di evaluasi VFM

pada tawaran PPP. Ini adalah: optimal seluruh biaya hidup,

inovasi, cocok untuk tujuan, spesifikasi yang komprehensif, kepatuhan pada waktu, dan
alokasi risiko yang tepat. Analisis lebih lanjut dengan cara analisis faktor teknik
mengungkapkan empat komponen utama: manfaat proyek operasional dan sosial; kriteria
manajerial dan keuangan; dan kriteria teknis dan lingkungan.
Dengan menggunakan teknik analisis faktor, 4 direkomendasikan komponen
utama adalah penting: proyek manfaat operasional dan sosial; kriteria manajerial dan
keuangan; dan kriteria teknis dan lingkungan. Selaras dengan studi oleh Pangeran dan
Wirahadikusumah (2010), pelaksanaan proyek PPP lebih rumit daripada pendekatan
konvensional dalam evaluasi penawaran usulan. Oleh karena itu untuk memasukkan
VFM dalam tawaran PPP yang diusulkan, yang diusulkan 4 direkomendasikan komponen
utama yang dicari
Simpulan
Kriteria evaluasi yang dihasilkan dalam penelitian ini mampu memfasilitasi para
pengambil keputusan untuk merumuskan strategi dalam memilih kekokohan tawaran PPP
yang secara signifikan pengaruh dalam mencapai VFM proyek PPP. Namun demikian,
penelitian empiris lebih lanjut dalam bentuk studi kasus PPP proyek / PFI di Malaysia
diperlukan untuk memperkuat temuan awal. Pendekatan gabungan dari dua metodologi
akan berguna untuk elisitasi data sebelum kesimpulan lebih lanjut.

15

Jurnal 2
The Malaysian Private Finance Initiative and Value for Money
Roshana Takim

Latar belakang
Ide dasar dari PFI seperti dicatat oleh Shinohara (1998) didasarkan pada konsep
bahwa pembelian sektor publik "pelayanan publik yang disediakan oleh sektor swasta
untuk meningkatkan kualitas dan memberikan nilai untuk uang". Pemerintah Malaysia kini
menekankan pada PFI karena PFI diklaim menawarkan nilai uang (VFM) dari pengadaan
tradisional selama umur proyek. Memang, nilai uang adalah pembenaran utama untuk
memilih keuangan publik atau swasta untuk memberikan pelayanan publik (Shoul, 2005;
Grimsey & Lewis, 2005; dan Pitt et al., 2006). Meskipun PFI yang dirasakan oleh
sebagian besar pemerintah sebagai biaya yang paling cara yang efektif pengadaan
infrastruktur publik proyek, perdebatan tentang sifat dan metode pencapaian VFM dalam
proyek PFI masih meremehkan (ACCA Survey, 2002). Alasan kemungkinan untuk
keadaan ini adalah karena sulitnya mengukur hasil proyek karena dari kompleksitas
dalam proyek PFI (Broadbent et al, 2003;. Heald, 2003; Shoul, 2005; dan Khadaroo,
2007). Sebuah studi dilakukan oleh Shoul (2005) dan Leigland & Shugart (2006)
menyatakan bahwa kompleksitas proyek yang paling PFI menyebabka kesulitan untuk
mengukur VFM untuk hasil. Sampai batas tertentu saja, satu persen dari responden
sangat sepakat bahwa PFI umumnya memberikan nilai uang seperti dilansir Survey
ACCA.
Tujuan
studi ini mengkaji dua masalah mendasar; gagasan nilai uang (VFM) untuk
proyek-proyek PFI dilakukan di berbagai negara seperti Inggris, Australia dan Jepang,
dan untuk memeriksa PSC sebagai alat dalam penilaian VFM. Hasil penelitian kemudian
akan membentuk dasar untuk mengusulkan sebuah model yang menargetkan proyek PFI
di Malaysia.
Metodologi
penelitian dan murni berdasarkan tinjauan literatur. Hal ulasan model penilaian
VFM diterapkan di Inggris, Australia dan Jepang. Ini alamat enam bidang yang menjadi

16

perhatian: faktor penting kunci (keterjangkauan, berbagi risiko dan kompetisi),
pendekatan penilaian VFM, VFM penilaian, driver VFM, manfaat dan hambatan yang
berpengaruh terhadap efektivitas VFM.
Hasil
penelitian dan murni berdasarkan tinjauan literatur. Hal ulasan model penilaian
VFM diterapkan di Inggris, Australia dan Jepang. Ini alamat enam bidang yang menjadi
perhatian: faktor penting kunci (keterjangkauan, berbagi risiko dan kompetisi),
pendekatan penilaian VFM, VFM penilaian, driver VFM, manfaat dan hambatan yang
berpengaruh terhadap efektivitas VFM.
Inggris Model Assessment VFM
Model Inggris telah mengadopsi PSC sebagai alat ketika menilai VFM. Dalam
membuat penilaian yang kuat dari proyek PFI, VFM appraisal mempertimbangkan unsur
keuangan (NPV) dan faktor-faktor kualitatif (basis merit). Ketika total NPV pasokan sektor
swasta kurang dari NPV dari biaya dasar layanan yang disesuaikan dengan biaya risiko
harus dipertahankan oleh pemerintah (Grimsey & Levis, 2005). Pengujian VFM dari
pilihan PFI dan PSC harus mempekerjakan ekonomi prinsip-prinsip penilaian yang
meliputi: identifikasi biaya dan manfaat, perhitungan nilai sekarang bersih, analisis
ketidakpastian, bobot faktor lain dan presentasi hasil. Hasil VFM ditunjukkan ketika
proyek menunjukkan pengurangan biaya, inovasi dalam kualitas dan sesuai tingkat risiko
proyek. Namun, ada beberapa hambatan yang diidentifikasi dalam pelaksanaan PSC
seperti: VFM terlalu subjektif, sederhana dan kehadiran elemen unquantifiable dan
berisiko.
Australia VFM Model Assessment
Australia VFM Assessment Model ini sangat mirip dengan model Inggris yang juga
mempertimbangkan kunci kriteria penilaian, VFM penilaian, PSC, driver dan hambatan.
Namun, perbedaan-perbedaan dua lipatan: pertama, VFM dicapai melalui kemampuan
inovatif, keterampilan untuk memberikan peningkatan kinerja, dan tabungan efisien.
Kedua, pengenalan pembanding sektor publik (PSC) dan uji kepentingan publik (PIT).
VFM Model Assessment Jepang
PFI Jepang memanfaatkan konsep Inggris PFI dan dimodifikasi dengan bergaya
subsidi Jepang. Konstruksi dan penerapan PSC merupakan komponen integral dalam
penilaian VFM. Jumlah total proyek PFI (termasuk biaya operasional) adalah diubah

17

menjadi NPV untuk menilai nilai proyek PFI. Penilaian untuk VFM menganggap untuk
kuantitatif dan faktor kualitatif, yang identik dengan praktek Inggris dan Australia. Ada
beberapa bentuk dukungan pemerintah menentukan sebagai pendorong utama di bawah
model Jepang VFM termasuk bunga pinjaman bebas dari lembaga keuangan pemerintah
dan langkah-langkah pajak. Model Jepang penilaian VFM mendukung pendekatan UK
kecuali dalam beberapa masalah seperti pengiriman jangka panjang (yaitu, HPH) yang
tidak dijelaskan dan dibahas dalam rinci.
VFM dalam proyek Malaysia PFI
Dalam konteks Malaysia, tiga driver utama telah diakui dalam proyek-proyek
pengadaan PFI oleh Malaysia pemerintah. Ini adalah: nilai uang (VFM), efisiensi dan
memobilisasi dana sektor swasta. Pendekatan PSC digunakan untuk mengukur VFM
untuk proyek-proyek PFI. Tawaran tender akan menjadi patokan terhadap PSC yang
tetap rahasia. Ini kemungkinan bahwa Departemen Pekerjaan Umum akan memainkan
peran kunci dalam menyusun PSC untuk sebagian besar standar proyek-proyek
konstruksi.
Untuk efisiensi asli dan nilai uang, adalah penting untuk memastikan bahwa
kontrak diberikan atas dasar kemampuan dan kemampuan kontraktor PFI. Keterlibatan
pemerintah sangat penting khususnya, pada tahap perencanaan proyek. Satu set standar
kinerja yang tergabung, sementara cara pembayaran juga diatur
Simpulan
Tampaknya bahwa semua negara-negara ini menggunakan mekanisme PSC
untuk menilai VFM dalam pengadaan, mengevaluasi dan mengukur risiko. Namun, tidak
ada satu cara terbaik untuk membangun VFM untuk fakta bahwa penilaian VFM dalam
kontrak PFI biasanya terhalang oleh kurangnya transparansi dan publik akuntabilitas
dalam proses. Oleh karena itu, sangat penting bagi Pemerintah Malaysia untuk
membangun pedoman PSC di evaluasi VFM dan mempertimbangkan driver kunci penting
VFM. Karena kewajiban sosial yang tinggi ditempatkan pada proyek-proyek PFI di
Malaysia, kerangka yang diusulkan penilaian VFM untuk PFI di Malaysia juga mencakup
analisis biaya manfaat sebagai terpisahkan komponen penilaian VFM.

18

Jurnal 3
PENILAIAN KINERJA BERBASIS VALUE FOR MONEY ATAS
PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN
TABANAN

Agus Purnomo Adi Putra
Ni Gusti Putu Wirawati

Fenomena
Semakin lama organisasi sektor publik kian pesat perkembangannya, baik pada tingkat
pusat maupun daerah. Namun, hal tersebut mengakibatkan munculnya fenomena
semakin menguatnya tuntutan akuntabilitas publik dan adanya transparansi dari
pemerintah. Sektor publik sering dinilai sebagai sarang pemborosan sumber dana dan
institusi yang sering merugi. Selain hal tersebut, timbul tuntutan baru yaitu agar
organisasi sektor publik memperhatikan value for money dalam menjalankan aktivitasnya
(John, 2002).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Tabanan atas penerimaan Pendapatan Asli Daerah tahun 2010-2013
berdasarkan variabel ekonomi, efisiensi, dan efektivitas

Metodologi
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif dan
kualitatif. Penilaian kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tabanan dengan value
for money diukur dengan perhitungan rasio sebagai berikut:

19

Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kinerja Dinas Pendapatan Kabupaten Tabanan jika
dilihat dari kriteria ekonomi tahun anggaran 2010 sampai tahun 2013 mengalami
kenaikan setiap tahunnya, dan dikategorikan sangat ekonomis karena tingkat rasio
ekonominya berada di atas 100%. Ditinjau dari sudut efisiensi untuk Pendapatan Asli
Daerah tahun anggaran 2010 sampai tahun 2013 dikategorikan sangat efisien karena
rasio efisiensinya kurang dari 60%. Ditinjau dari sudut efektivitasnya kinerja Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Tabanan untuk Pendapatan Asli Daerah Tahun 2010
sampai tahun 2013 mengalami fluktuasi namun masih dikategorikan sangat efektif karena
rasio efektivitasnya diatas 100%.

Simpulan
Maka dapat diambil simpulan bahwa kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Tabanan dari tahun 2010 sampai 2013 berdasarkan value for money untuk penerimaan
PAD adalah baik, karena memenuhi kriteria ekonomi, efisiensi dan efektifitas. Dilihat dari
segi ekonomi kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tabanan untuk pemungutan
PAD dari tahun 2010-2013 sudah memenuhi syarat sangat ekonomis, karena selama
empat tahun ini berada pada prosentase melebihi 100 % (spending less).
Dilihat dari segi efisiensi kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tabanan untuk
pemungutan PAD dari tahun 2010-2013 telah memenuhi criteria sangat efisien, karena
selama empat tahun ini berada pada prosentase kurang dari atau dibawah 60 %
(spending well). Berdasarkan hasil pembahasan, efektifitas kinerja Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Tabanan untuk pemungutan PAD dari tahun 2010-2013 telah
memenuhi kriteria sangat efektif karena selama empat tahun ini berada pada persentase
melebihi 100 % (spending wisely).

20