Tinjauan hukum Islam terhadap sistem Kwintalan dalam akad utang piutang pada masyarakat petani di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM
KWINTALAN DALAM AKAD UTANG PIUTANG PADA
MASYARAKAT PETANI DI DESA TANJUNG KECAMATAN
KEDAMEAN KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Oleh
Siti Aminah
NIM. C72213166

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang dilakukan di Desa
Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik dengan judul ‚Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Sistem Kwintalan Dalam Akad Utang Piutang Pada

Masyarakat Petani Di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik‛.
Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dituangkan dalam dua
rumusan masalah yaitu: Bagaimana transakasi dan akad sistem kwintalan dalam
akad utang piutang pada masyarakat petani di Desa Tanjung Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik? Bagaimana solusi yang diambil kedua belah pihak
apabila terjadi wanprestasi dan tinjauan hukum Islam terhadap sistem kwintalan
dalam akad utang piutang pada masyarakat petani di Desa Tanjung Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik?
Dalam menyelesaikan skripsi ini, menggunakan metode penelitian
kualitatif yang pengumpulan datanya menggunakan cara wawancara, kemudian
diolah dengan cara editing, organizing, serta menganalisis dengan menggunakan
kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan dengan teknik deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik
ini ditemukan bahwa adanya sistem utang piutang yang menggunakan sistem
kwintalan dilakukan oleh masyarakat petani dengan alasan karena latar belakang
mereka sebagai petani gabah. Utang piutang ini sistemnya utang uang yang
ditentukan nominalnya di awal yaitu sebesar gabah satu kwintal (bisa
satu/dua/tiga kwintal dst. tergantung kesepakatan) dengan perjanjian akan
dibayar gabah ketika waktu panen. Pada praktiknya, pihak petani membayar
utang uang dengan gabah dengan mengikuti harga gabah yang lama atau pada

saat meminjam. Sehingga membuat pengembalian menjadi kurang pembayaran
pada saat harga gabah turun, dan terjadi kelebihan pembayaran ketika harga
gabah naik.
Praktik utang piutang dengan menggunakan sistem kwintalan jika
dianalisis dengan hukum Islam adalah bahwa sistem ini akadnya sah jika
memenuhi rukun dan syarat yang ada pada akad qard}. Praktik ini dibolehkan
karena pihak petani dan pemberi utang mengetahui dengan jelas dan saling ridho
atau suka sama suka. Pihak petani tidak dirugikan dengan sistem pengembalian
utang uang berupa gabah kwintalan. Dan pemberi utang tidak rugi ketika petani
memberikan pengembalian berupa gabah. Ada dua bentuk utang piutang sistem
kwintalan, yaitu praktik yang dibolehkan adalah sistem kwintalan yang
pengembaliannya disesuaikan dengan harga gabah terbaru dan praktik utang
piutang yang dilarang adalah yang terdapat unsur riba> yaitu pengembaliannya
terdapat syarat bahwa utang akan dibayar gabah dengan mengikuti harga gabah
yang lama.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, sebaiknya pihak petani menambah
kekurangan pembayaran seandainya harga gabah turun. Dan sebaiknya pemberi
utang mengembalikan kelebihan pembayaran seandainya harga gabah naik. Agar
terjadi kesepadanan antara jumlah uang yang diutang dengan pengembalian.


v

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM

i

PERNYATAAN KEASLIAN

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBIMNG

iii

PENGESAHAN

iv


ABSTRAK

v

KATA PENGANTAR

vii

DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR TRANSLITERASI

x


BAB I PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

6

C. Rumusan Masalah

8

D. Kajian Pustaka

8


E. Tujuan Penelitian

12

F. Kegunaan Hasil Penelitian

12

G. Definisi Operasional

13

H. Metode Penelitian

14

I.

19


Sistematika Pembahasan

BAB II KONSEP HUTANG PIUTANG DALAM ISLAM

21

A. Pengertian Al-Qard}

21

B. Dasar Hukum Al-Qard}

23

C. Rukun dan Syarat Al-Qard}

25

D. Mengambil Manfaat Utang


28

E. Ragam Manfaat (Kelebihan) Atas Pinjaman

30

BAB III PELAKSANAAN AKAD UTANG PIUTANG DENGAN SISTEM
KWINTALAN DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN
KABUPATEN GRESIK
33

viii

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

33

1. Letak Geografis

33


2. Keadaan Demografi

34

3. Keadaan Sosial Ekonomi

35

4. Keadaan Pendidikan

36

5. Keadaan Keagamaan

38

B. Praktik Pelaksanaan Akad Utang Piutang dengan Sistem Kwintalan
Di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik


39

1. Latar Belakang terjadinya Utang Sistem Kwintalan

39

2. Proses terjadinya Utang Sistem Kwintalan

41

3. Solusi Apabila Terjadi Wanprestasi

46

BAB IV SOLUSI YANG DIAMBIL KEDUA BELAH PIHAK APABILA
TERJADI WANPRESTASI DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP SISTEM KWINTALAN DALAM AKAD UTANG
PIUTANG PADA MASYARAKAT PETANI DI DESA TANJUNG
KECAMATAN KEDAMEAN KABUPATEN GRESIK
48

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan

48

B. Analisis Solusi Apabila Terjadi Wanprestasi

51

C. Analisis Hukum Islam terhadap Sistem Kwintalan

53

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan

63

B. Saran

65

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan perekonomian masyarakat memang selalu menarik dan tidak ada
habisnya untuk dibicarakan. Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan antara
manusia yang satu dengan manusia lainnya erat kaitannya saling
membutuhkan. Terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bermacammacam. Manusia tidak akan pernah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.
Oleh karena itu, dibutuhkan tolong menolong antar sesama manusia agar
semua kebutuhan hidup bisa terpenuhi.

Qard{{ merupakan salah satu bentuk taqarrub kepada Allah SWT., karena
qard{ berarti berlemah-lembut dan mengasihi sesama manusia, memberikan
kemudahan dan solusi dari duka dan kesulitan yang menimpa orang lain.1
Islam menganjurkan dan menyukai orang yang meminjamkan (qard{), dan
membolehkan bagi orang yang diberikan qard{, serta tidak menganggapnya
sebagai sesuatu yang makruh, karena dia menerima harta untuk dimanfaatkan
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, dan peminjam tersebut
mengembalikan harta seperti semula.2 Sebagaimana firman Allah SWT. dalam
surat al-Baqarah ayat 245:

1
2

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Nor Hasanuddin), Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 181.
Ibid. 181.

1

2

              
  
“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah
melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Q.S. alBaqarah : 245).3
Islam mengajarkan etika bagi orang yang melakukan kegiatan utangpiutang. Diantaranya adalah bagi orang yang berutang, harus memiliki niat
yang baik untuk membayar utang, membalas kebaikan dengan sepadan atau
lebih baik dan menyegerakan dalam pembayaran utang. Bagi orang yang
memberikan utang, tidak boleh membebankan tambahan saat pengembalian,
hendaklah memberikan kelapangan dan kemudahan terhadap orang yang
dalam kesulitan atau membebaskannya.
Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan utang-piutang menjadi sangat
penting bagi kita sebagai orang Islam, terutama mengetahui aspek hukumnya,
hak dan kewajiban bagi orang yang berutang, hak dan kewajiban orang yang
memberikan utang, apa yang boleh dan apa yang dilarang bagi orang yang
berutang maupun orang yang memberikan utang.
Interaksi sosial di masyarakat sangat diatur dalam Islam. Aturan-aturan
tersebut dikenal dengan fiqh mu’a>malah, yaitu aturan-aturan (hukum) Allah
SWT. yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan

3

Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Sygma
Examedia Arkanleema, 2011), 39.

3

keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial
kemasyarakatan. Dalam arti manusia kapanpun dan di manapun, harus
senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan Allah SWT. sekalipun
dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala aktifitas manusia akan
dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.4
Aplikasi qard{ sering kali kita jumpai berbeda dalam penerapannya.
Terdapat perbedaan antara teori dan praktiknya. Akad qard} bertujuan sebagai
sikap tolong-menolong sesama manusia, membantu dan memudahkan segala
urusan kehidupan sering kali berubah tujuan sebagai lahan memperoleh
keuntungan dan berbisnis. Sedangkan utang-piutang yang dibenarkan oleh alQur’an dan sunnah adalah utang-piutang yang tidak ada tambahan antara
jumlah pokok utang dengan jumlah pengembalian.
Sosiologi masyarakat petani di pedesaan banyak yang membutuhkan
modal untuk mengelola lahan pertanian. Sulitnya akses permodalan dirasakan
oleh kebanyakan masyarakat petani. Kebutuhan atas modal yang besar
membuat sebagian besar masyarakat petani yang tidak mempunyai modal,
berutang kepada orang yang mempunyai kelebihan harta di antara mereka.
Dan sebagai kompensasi atas pinjaman yang telah diberikan, masyarakat
petani memberikan pengembalian utang uang dengan gabah yang kadang tidak
memperhatikan standart harga pasaran.

4

Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 15.

4

Pilihan berutang menjadi solusi untuk melangsungkan kegiatan bertani di
musim tanam yang akan datang. Modal yang dibutuhkan masyarakat petani
untuk bercocok tanam adalah modal yang akan digunakan untuk perawatan
lahan, membeli benih padi dan pupuk, membayar upah buruh menanam benih
padi hingga membayar upah menuai padi.
Ada penemuan menarik terkait dengan kegiatan masyarakat petani di
Desa Tanjung, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik. Banyak masyarakat
petani melakukan utang piutang uang yang digunakan untuk modal mengelola
lahan pertanian. Pelakunya adalah petani dengan sesama petani. Petani dengan
pedagang. Utang piutang itu menggunakan sistem kwintalan.
Sistem kwintalan adalah sistem utang piutang uang selama musim tanam
yang dibayar dengan gabah sebanyak satu kwintal ketika musim panen.
Tentang waktu pengembalian, lama waktu berutang adalah selama musim
tanam padi sekitar tiga bulan. Apabila waktu panen yang akan datang petani
yang berutang gagal panen, maka bisa dikembalikan di masa panen
selanjutnya. 5
Mekanisme utang piutang sistem kwintalan adalah petani berutang uang
kisaran antara Rp. 300.000,00-Rp. 350.000,00 (menyesuaikan harga gabah di
pasaran) kepada seseorang, yang nanti akan dibayar ketika musim panen tiba,
dengan gabah sebanyak satu kwintal. Berlaku pula kelipatannya. Utang uang
Rp. 700.000,00 maka dikembalikan dengan dua kwintal gabah. Gabah yang
5

Harmono, Wawancara, Desa Tanjung, 18 September 2016.

5

setelah dipanen dan dimasukkan ke dalam karung-karung biasanya bermacammacam timbangannya. Ada yang satu karung gabah, lebih dari satu kwintal
ataupun sebaliknya satu karung gabah, kurang dari satu kwintal. Untuk
memastikan timbangan satu karung gabah sama dengan, atau kurang dari, atau
lebih dari satu kwintal, maka dilakukan penimbangan gabah.6
Tata cara pengembalian utang piutang sistem kwintalan adalah dengan
menimbang gabah terlebih dahulu. Jika timbangan gabah itu menyatakan lebih
dari satu kwintal, pemberi utang membeli kelebihan itu. Pada umumnya
apabila satu karung gabah setelah ditimbang ada 110 Kg, maka kelebihan
gabah 10 Kg ini, akan dibeli oleh pemberi utang. Jadi utang uang Rp.
350.000,00 dibayar tepat dengan gabah 1 Kw/100Kg. Namun ada
permasalahan ketika utang uang Rp. 350.000,00 dibayar dengan gabah satu
kwintal pada saat harga gabah naik dan harga gabah turun. Artinya dalam
pengembalian utang saat harga gabah naik, ada kelebihan yang akan menjadi
milik

pemberi

hutang.

Belum

ada

kejelasan

pemberi

utang

akan

mengembalikan kelebihan itu kepada pengutang atau tidak dikembalikan. Dan
pada saat harga gabah turun waktu pengembalian, yang terjadi adalah
pengutang kurang dalam hal membayar utang. 7
Adanya praktik utang piutang dengan sistem kwintalan ini sudah lama
terjadi di masyarakat petani dan menjadi hal yang biasa dilakukan ketika
memasuki musim tanam. Mengenai utang piutang yang dibayar dengan gabah,
6
7

Soni,Wawancara, Desa Tanjung, 25 September 2016.
Harmono, Wawancara, Desa Tanjung, 25 September 2016.

6

secara tidak langsung peminjam menjual gabahnya kepada pemberi utang.
Terdapat indikasi penggabungan akad utang piutang dan jual beli. Dimana
gabah itu belum ada barangnya, namun dibeli seharga sama dengan jumlah
uang yang dipinjamkan. Selain itu kualitas dari gabah yang belum diketahui,
serta harga gabah di pasaran saat pengembalian bisa naik dan bisa turun.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini berusaha mengkaji secara
mendalam tentang bagaimana akad dalam sistem kwintalan yang objeknya
berupa uang dan gabah untuk dituangkan menjadi karya ilmiah dalam bentuk
skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Kwintalan
dalam Akad Utang Piutang pada Masyarakat Petani di Desa Tanjung
Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Penelitian yang dimaksud ialah meninjau hukum Islam terhadap praktik
utang piutang yang menggunakan sistem kwintalan dengan konsep utang
piutang dalam Islam. Oleh karena itu diperlukan untuk mengidentifikasi
beberapa masalah yang muncul dari utang piutang dengan sistem kwintalan di
Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik, sebagai berikut:
1.

Faktor terjadinya utang piutang dengan sistem kwintalan di Desa Tanjung
Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

2.

Transaksi dan akad utang piutang dengan sistem kwintalan di Desa
Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

7

3.

Objek yang dijadikan utang piutang.

4.

Hak dan kewajiban pengutang dan pemberi utang.

5.

Utang piutang yang terjebak riba>.

6.

Sistem utang piutang dan penyerahan barang yang digunakan untuk
membayar utang.

7.

Solusi yang diambil kedua belah pihak apabila terjadi wanprestasi.

8.

Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Kwintalan dalam Akad Utang
Piutang pada Masyarakat Petani di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean
Kabupaten Gresik.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, agar penelitian bisa fokus pada

judul, maka disusunlah batasan masalah yang akan diteliti. Adapun batasan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Transaksi dan akad Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang pada
Masyarakat Petani di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten
Gresik.

2.

Solusi apabila terjadi wanprestasi terhadap sistem kwintalan dalam Akad
Utang Piutang pada Masyarakat Petani di Desa Tanjung Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik.

3.

Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Kwintalan dalam Akad Utang
Piutang pada Masyarakat Petani di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean
Kabupaten Gresik.

8

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana transaksi dan akad sistem kwintalan dalam akad utang
piutang pada masyarakat petani di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean
Kabupaten Gresik?

2.

Bagaimana solusi yang diambil kedua belah pihak apabila terjadi
wanprestasi?

3.

Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sistem kwintalan dalam akad
utang piutang pada masyarakat petani di Desa Tanjung Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik?

D. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.
Berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus
dijelaskan.8

8

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi,
(Surabaya, 2014), 8.

9

Beberapa penelitian terdahulu yang telah penulis telusuri, permasalahan
utang piutang bukanlah hal yang baru untuk diangkat dalam sebuah
penulisan skripsi. Sebelumnya telah ada yang membahas tentang utang
piutang, di antaranya adalah:
1.

Skripsi yang terbit pada tahun 2009, yakni berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Implementasi Utang Piutang Pupuk dengan Gabah Di
Desa Pucuk Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto” yang
ditulis oleh Nurul Fadilah. Penelitian tersebut memberikan kesimpulan
bahwa implementasi utang pupuk dengan gabah yang terjadi di Desa
Pucuk Kecamatan Dawarblandong adalah tidak dibenarkan oleh Islam.
Karena

utang

piutang

dalam

Islam

mensyaratkan

dalam

hal

pengembalian utang harus sama dan sejenis.9
2.

Skripsi yang ditulis oleh Nur Afifatun Nadhiroh pada tahun 2015 yang
berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Utang Piutang Sistem Ijo
(Ngijo) di Desa Sebayi Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun”.
Skripsi ini menjelaskan bagaimana analisis hukum Islam terhadap utang
piutang sistem ijo yaitu sistem utang piutang uang yang dibayar gabah.
Pertama, sistem ijo yang dilakukan tanpa adanya saksi menyebabkan
akad tidak sempurna yang berarti akad yang dilakukan tidak sah. Kedua,
sistem ijo bukan termasuk akad qard{ karena adanya ketidaksesuaian
antara jumlah pokok utang dengan jumlah pelunasan, serta adanya

9

Nurul Fadilah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Hutang Piutang Pupuk dengan
Gabah Di Desa Pucuk Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto” (Skripsi--UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2009).

10

tambahan 5% padi pada saat petani tidak bisa melunasi utang pada
waktu jatuh tempo (panen).10
Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
mekanisme dan sistem utang piutangnya. Mekanisme peminjaman
sistem ijo adalah peminjaman yang pengembalian utang lebih besar tiga
kali lipat dari uang yang dipinjam. Pengembalian tersebut dianggap oleh
tengkulak sebagai ujrah karena telah memberikan pinjaman. Sistem ijo
terdapat perjanjian yang apabila petani yang berutang tidak bisa
melunasi pada jatuh tempo, tengkulak meminta tambahan sebesar 5%
dari jumlah pokok yang diutang. Selain itu, pelakunya juga berbeda.
Utang piutang sistem ijo pelakunya adalah antara hanya terjadi antara
petani dan tengkulak. Penulis skripsi di atas menyebutkan pada
kesimpulannya bahwa hasil penelitiannya utang piutang dalam sistem
ijo bukan termasuk akad qard}.
Berbeda jika dalam sistem kwintalan pelakunya tidak hanya
antara petani dan tengkulak, tetapi juga terjadi antara petani dengan
sesama petani, petani dengan pedagang. Fokus penelitian sistem

kwintalan adalah objek yang digunakan untuk membayar hutang yaitu
gabah satu kwintal dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
akadnya jika utang uang dibayar dengan gabah satu kwintal.

10

Nur Afifatun Nadhiroh, “Analisis Hukum Islam Terhadap Utang Piutang Sistem Ijo (Ngijo) di
Desa Sebayi Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun” (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya,
2015).

11

3.

Skripsi dengan judul “Analisis Qard} Terhadap Tradisi Hutang Beras Di
Kelurahan Simolawang Kecamatan Simokerto Surabaya” yang terbit
pada tahun 2015, ditulis oleh Mochammad Rizki. Dalam tradisi hutang
piutang yang terjadi di Kelurahan Simolawang terjadi ketika saat

muqtarid}

mengadakan

suatu

hajatan,

kemudian

mendapatkan

sumbangan atau hutangan dari muqrid} yang berupa bahan-bahan pokok
untuk konsumsi hajatan, kemudian pada saat mengembalikan muqtarid}
harus memberikan kelebihan dalam pengembaliannya sebagai bentuk
rasa terimakasih pada saat muqtarid} mengadakan hajatan.

Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa hutang piutang yang terjadi di
kelurahan Simolawang Kecamatan Simokerto Surabaya tidak sah
menurut hukum Islam, karena masih ada pihak yang dirugikan antara

muqrid} dan muqtarid}, hal ini karena muqtarid} harus mengembalikan
lebih dari setiap sumbangan atau hutang untuk hajatannya yang diterima

muqrid}, namun terdapat tafsil (alternatif) jika muqtarid} memberikan
tambahan tersebut dengan suka rela dan itu hukumnya sah.11
Ketiga kajian pustaka di atas, jelas terdapat perbedaan dengan penelitian
yang akan penulis teliti yaitu dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap
Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang pada Masyarakat Petani di
Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik”. Perbedaannya
terletak pada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis ingin
memfokuskan pada akad yang digunakan dalam utang piutang uang dibayar
11

Mochammad Rizki, “Analisis Qard} Terhadap Tradisi Hutang Beras Di Kelurahan Simolawang
Kecamatan Simokerto Surabaya” (Skripsi –UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).

12

dengan gabah yang menggunakan sistem kwintalan dan bagaimana tinjauan
hukum Islamnya.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dalam melakukan
penelitian ini memiliki tujuan:
1. Mengetahui transaksi dan akad utang piutang dengan menggunakan
sistem kwintalan pada masyarakat petani di Desa Tanjung Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik.
2. Mengetahui solusi yang diambil kedua belah pihak apabila terjadi
wanprestasi dan memahami tinjauan hukum Islam terhadap utang piutang
dengan menggunakan sistem kwintalan di Desa Tanjung Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem

Kwintalan dalam Akad Utang Piutang pada Masyarakat Petani di Desa
Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik”, diharapkan dapat
memberikan manfaat serta dapat dipergunakan untuk:
1. Dari Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas
wawasan serta ilmu pengetahuan terkait utang piutang dengan sistem

13

kwintalan dan dapat dijadikan sumber pengetahuan baik dalam ranah
formal maupun non formal. Serta bisa dijadikan sebagai tambahan
pemikiran dalam khazanah keilmuan bagi orang yang melakukan
penelitian, khususnya mahasiswa jurusan muamalah yang ingin
mendalami masalah yang terkait dengan utang piutang dengan sistem

kwintalan.
2. Dari Aspek Praktis
Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat yang terlibat dalam
praktik utang piutang yang dilakukan dengan sistem kwintalan untuk
kemudian bisa diterapkan sesuai dengan tata cara yang diperbolehkan
dalam fiqh mu’a>malah. Di sisi lain, diperuntukkan bagi peneliti
berikutnya sebagai perbandingan untuk membuat karya ilmiah yang
lebih sempurna.

G. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini ditujukan agar pembaca lebih
memahami penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap
Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang pada Masyarakat Petani di
Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik”, maka diperlukan
penjelasan terkait istilah-istilah yang ada di dalam judul penelitian yakni
sebagai berikut:

14

1. Hukum Islam : Aturan-aturan atau ketentuan hukum Islam yang
bersumber dari al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama yang berkaitan
dengan teori qard} atau konsep utang piutang dalam Islam.
2. Sistem kwintalan : Sistem kwintalan adalah sistem utang piutang uang
selama musim tanam yang dibayar dengan gabah sebanyak satu kwintal
ketika musim panen.
3. Akad Utang Piutang: akad meminjamkan harta kepada pihak lain untuk
dimanfaatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, dan
peminjam tersebut mengembalikan harta seperti semula.

H. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif karena metode ini dapat menghubungkan peneliti dan responden
secara langsung. Dengan menggunakan jenis penelitian lapangan (field

research) yang bisa memfokuskan pada kasus yang terjadi di lapangan.
Teknik

untuk

mendapatkan

data

diperoleh

dari

observasi,

wawancara/interview dan dokumentasi. Untuk menghasilkan gambaran yang
maksimal terkait Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Kwintalan dalam
Akad Utang Piutang pada Masyarakat Petani di Desa Tanjung Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik, dibutuhkan serangkaian langkah yang
sistematis. Langkah-langkah tersebut terdiri atas:
1. Data yang Dikumpulkan

15

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Data tentang utang piutang dengan sistem kwintalan di Desa Tanjung
Kecamatan Kedamean Gresik.
b. Data tentang hukum akad utang piutang dengan sistem kwintalan di
Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat
diperoleh.12 Sumber data yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah
sumber data primer dan sekunder:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
obyek yang akan diteliti (responden)13. Adapun sumber primer dalam
penelitian ini yaitu melalui wawancara dengan pelaku utang piutang
yang menggunakan sistem kwintalan yaitu masyarakat petani di Desa
Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik. Dengan tujuan
mendapatkan data yang kongkrit, maka dalam hal ini dilakukan
dengan cara wawancara terhadap orang-orang yang pernah melakukan
utang piutang sistem kwintalan, diantaranya :
1) Bapak Juwarto (Muqtarid})
12

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI),
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 129.
13
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan,
(Jakarta: Kencana, 2005), 55.

16

2) Bapak Siswanto (Muqtarid})
3) Ibu Soni (Muqtarid})
4) Bapak Harmono (Muqrid})
5) Ibu Ruqaiyah (Muqtarid})
6) Ibu Wuli (Muqrid})
7) Ibu Tari (Muqrid})
8) Ibu Napiah (Muqrid})
9) Bapak Nur (Muqrid})
10) Ibu Bayu (Muqtarid})
11) Ibu Tarmi (Muqtarid})
12) Ibu Warsi (Muqrid})
b. Sumber Sekunder
Sumber

Sekunder

yaitu

sumber

yang

mendukung

atau

melengkapi dari sumber primer14 yang dapat berupa referensireferensi dan literatur yang mempunyai kolerasi dengan data
penelitian ini. Diantara sumber buku yang penulis jadikan rujukan
diantaranya yakni:
a) Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adila>tuhu, Jilid 5.
b) Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah.
c) Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer.
d) Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah.
e) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah.
14

Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
31.

17

f) Adiwarman

A.

Karim,

Riba, Gharar dan Kaidah-kaidah

Ekonomi Syari’ah: Analisis Fikih dan Ekonomi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan beberapa teknik antara
lain:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden
dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara).15
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengadakan
tanya jawab lansung dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti, yaitu antara pengutang (Muqrid}) dan pemberi
utang (Muqtarid}) di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten
Gresik.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen.16 Dalam hal ini dokumen yang
terkumpul adalah gambaran umum Desa Tanjung Kecamatan

15

Mohammad Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 234.
Husaini Usman dan Pornom Setyadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:Bumi
Aksara, 1996), 73.
16

18

Kedamean

Kabupaten

Gresik

dan

peraturan-peraturan

yang

berhubungan dengan bahasan penelitian.
4. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu proses dalam memperoleh data
ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau
rumus-rumus tertentu.17 Dalam hal ini data penelitian diperoleh dari
sumber data primer dan sumber data sekunder. Setelah data terkumpul,
maka langkah selanjutnya adalah mengolah data melalui metode:
a. Editing, yaitu pengecekan atau pengkoreksian data yang telah
dikumpulkan. Sanapah Faisal mengartikan “mengedit data” dengan
kegiatan memeriksa data yang terkumpul dari segi kesempurnaannya,
kelengkapan jawaban yang diterima, kebenaran cara pengisiannya,
kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi relevansinya bagi
penelitian, maupun keragaman data yang diterima peneliti.18 Yaitu
dengan memeriksa data-data tentang utang piutang di Desa Tanjung
Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.
b. Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data-data yang
diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan
sebelumnya dan kerangka tersebut dibuat berdasarkan data yang
relevan dengan sistematika pertanyaan dalam rumusan masalah.
c. Analizing, yaitu tahapan analisis dan perumusan terkait tinjauan
hukum Islam terhadap utang piutang dalam sistem kwintalan.
17
18

Masruhan, Metologi Penelitian Hukum, Cetakan II, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 253.
Ibid, 253.

19

5. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis. Dalam penelitian
ini menggunakan analisis secara diskriptif kualitatif, yaitu bertujuan
mendiskripsikan masalah yang ada sekarang dan berlaku berdasarkan
data-data tentang utang piutang dalam sistem kwintalan yang didapat
dengan mencatat, menganalisis dan menginterpretasikannya. Kemudian
dikembangkan dengan pola pikir induktif, yaitu cara penyajian dimulai
dari fakta-fakta yang bersifat khusus dari hasil riset dan terakhir
diambil kesimpulan yang bersifat umum.

I. Sistematika Pembahasan
Terdapat lima bab pembahasan dalam sistematika pembahasan
penelitian ini yang disusun secara sistematis agar mudah untuk dipahami.
Berikut lima bab yang tersusun:
Bab pertama yaitu pendahuluan meliputi latar belakang permasalahan,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian
serta sistematika pembahasan.
Bab kedua akan membahas mengenai kajian pustaka yang menguraikan
teori-teori yang berkaitan dengan praktik utang piutang, dalam hal ini
mencakup bahasan tentang konsep utang piutang dalam Islam yang di
antaranya mengenai pengertian al-qard}, dasar hukum al-qard,} rukun dan

20

syarat al-qard}, mengambil manfaat utang dan ragam manfaat (kelebihan)
atas pinjaman.
Bab ketiga yaitu membahas tentang obyek pembahasan yang berkaitan
dengan pembayaran utang dalam sistem kwintalan yakni mengenai
gambaran umum lokasi penelitian di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean
Kabupaten Gresik yang termasuk di dalamnya letak geografis, keadaan
demografi, keadaan sosial ekonomi, keadaan pendidikan dan keadaan
keagamaan. Serta praktik pelaksanaan utang piutang dengan sistem

kwintalan yang termasuk di dalamnya latar belakang dan proses terjadinya
sistem kwintalan.
Bab keempat merupakan analisis dan intrepretasi data, yakni analisis
praktik, analisis solusi yang diambil kedua belah pihak apabila terjadi
wanprestasi dan tinjauan hukum Islam terhadap utang piutang dalam sistem

kwintalan di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik yang
bertujuan untuk memberikan penjelasan sah atau tidaknya utang piutang
dengan sistem kwintalan.
Bab kelima yakni penutup terdiri dari kesimpulan dan saran mengenai
utang piutang dengan sistem kwintalan di Desa Tanjung Kecamatan
Kedamean Kabupaten Gresik.

BAB II
KONSEP UTANG PIUTANG DALAM ISLAM

A. Pengertian al-Qard}

Al-Qard} secara bahasa berarti

‫اَلْ َقطْ ُع‬

(potongan). Menurut Wahbah az-

Zuhaili dalam bukunya Fiqih Islam Wa Adilatuhu :
1

ِ ‫ال اَلْ َم ْد فُ ْوعُ لِْل ُم ْق َِت‬
ِ ‫ اَلْ َق ْر‬: ‫ض‬
ِ ‫ف الْ َق ْر‬
.‫ضا‬
ُ ‫ َو ُسم َي اَلْ َم‬،‫ اَلْ َقطْ ُع‬: ‫ض لُغَة‬
ً ‫ض قَ ْر‬
ُ ْ‫تَ ْع ِري‬

Secara bahasa, al-qard} berarti potongan. Harta yang diberikan kepada

muqtarid} (orang yang meminjam) disebut qard}, karena merupakan potongan
dari harta muqrid} (orang yang memberikan pinjaman). Sedangkan secara
istilah, menurut Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al Malibary dalam bukunya

Fathul Mu’in :

ِ
ِْ
.ُ َ‫ك َش ٍئ َعلى اَ ْن يَ ُرد ِمثْ ل‬
ُ ‫ َوُ َو ََْلْي‬-َ‫اض‬
ُ ‫ُاْقْ َر‬
‚al-qard} adalah memberikan milik sesuatu kepada orang lain dengan
pengembalian yang sama‛.2
Menurut hanafiyah qard} ialah :

ِ ِِ
ِ
ِِِ
ِِ
ِ
ِ ِ‫وا‬
‫ ُ َو‬:‫ُخَرى‬
َ ‫ ُ َو َما تُ ْعطْي م ْن َم ٍال مثْل ٍي لتَتَ َقا‬: ‫صط َل ًًا عْن َد ا ْلَنَفية‬
ْ ‫ أ َْو بِعبَ َارةٍ أ‬.ُ َ‫ضأ‬
ْ َ
3 ِِ ِ
. ‫ص ْوص يَ ُرد َعلَى َدفْ ٍع َم ٍال ِِ َخ ِر لِيَ ُرد مثْل‬
ُ ‫َع ْقد َم ْق‬
‚harta yang memiliki kesepadanan yang anda berikan untuk anda tagih
kembali. Atau dengan kata lain, suatu transaksi yang dimaksudkan untuk

1

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Juz 4, (Beirut: Da>r Fikr , 1998), 720.
Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al Malibary, Fathul Mu’in, (Aliy As’ad), Jilid 2, (Kudus: Menara
Kudus, t.t.), 206.
3
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu..., 720.
2

21

22

memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk
dikembalikan yang sepadan dengan itu.‛4

Maz\hab-maz\hab yang lain mendefinisikan qard} sebagai bentuk
pemberian harta dari seseorang (kreditur) kepada orang lain (debitur) dengan
ganti harta sepadan yang menjadi tanggungannya (debitur), yang sama
dengan harta yang diambil, dimaksudkan sebagai bantuan kepada orang yang
diberi saja. Harta tersebut mencakup harta mitsliyat, hewan, dan barang
dagangan.5
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah Jilid 4 mendefinisikan qard}
adalah harta yang dipinjamkan seseorang kepada orang lain untuk
dikembalikan setelah ia memiliki kemampuan.6
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya Bank Syariah:

Dari Teori Ke Praktik bahwa qard} adalah pemberian harta kepada orang lain
yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasik,

qard} dikategorikan dalam aqd tat}awwui atau akad saling membantu dan
bukan transaksi komersil.7
Berdasarkan definisi-definisi di atas, pada dasarnya memiliki makna
yang sama, yaitu memberikan harta milik yang mempunyai kesepadanan
kepada orang lain yang membutuhkan dan dikembalikan lagi kepada pemberi
4

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, (Abdul Hayyie al-Kattani), Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani Darul
Fikr, 2007), 374.
5
Ibid, 374.
6
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Nor Hasanuddin), Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 181.
7
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), 131.

23

pinjaman setelah peminjam memiliki kemampuan, dengan harta yang
sepadan dengan harta yang dipinjam.

B. Dasar Hukum al-Qard}
Transaksi qard} diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadits
riwayat Ibnu Majah dan Ijma’ ulama. Sungguhpun demikian, Allah swt.
mengajarkan kepada kita agar meminjamkan sesuatu bagi ‚agama Allah‛.8
1. Al-Quran
Q.S. al-Baqarah ayat 245:
             
   
‚Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka
Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah
menahan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.‛(Q.S. al-Baqarah: 245).9
Q.S. al-H}adi>d ayat 11:
            
‚Barang siapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang
baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya,
dan baginya pahala yang mulia.‛ (Q.S. al-H}adi>d : 11).10
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru untuk
‚meminjamkan kepada Allah‛, artinya untuk membelanjakan harta di
8

Ibid., 131.
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Sygma
Examedia Arkanleema, 2011), 39.
10
Ibid. 538.
9

24

jalan Allah. Selaras dengan meminjamkan kepada Allah, kita juga diseru
untuk ‚meminjamkan kepada sesama manusia‛, sebagai bagian dari
kehidupan bermasyarakat (civil society).11
2. Al-Hadis
Hukum memberi hutang adalah sunnah karena mengandung suatu
kebaikan, yaitu menolong orang yang sedang ditimpa kesulitan.
Menolong orang dalam keadaan seperti itu sangat dianjurkan oleh
agama.12 Dalam hadis Rasulullah Saw. disebutkan :

ِ
ٍ ‫ع ِن اب ِن مسع‬
ِ
ِ ‫ أَن‬،‫ود‬
‫ض ُم ْسلِ ًما‬
َ َ‫ ق‬،‫صلى اهُ َعلَْي ِ َو َسل َم‬
ُ ‫ « َما م ْن ُم ْسل ٍم يُ ْق ِر‬:‫ال‬
ُْ َ ْ َ
َ ِ‫الن‬
13
ِ ْ َ‫ضا َمرت‬
َ‫ ُروا ابن ماجة‬،»‫ص َدقَتِ َها َمرًة‬
ً ‫قَ ْر‬
َ ‫ْ إَِ َكا َن َك‬
‚Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Saw. berkata, ‚tidaklah
seorang muslim yang memberikan qard} atas hartanya kepada orang
muslim sebanyak dua kali, kecuali perbuatannya tersebut dinilai
seperti sedekah satu kali‛. (HR. Ibnu Majah)

ِ
ِ ُ ‫ال رس‬
َ َ‫ ق‬،َ‫َع ْن أَِِ ُ َريْ َرة‬
ً‫فس َع ْن ُم ْؤِم ٍن ُك ْربَة‬
َ ‫ول اه‬
ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬
َ َ‫ َم ْن ن‬:‫صلى اهُ َعلَْي َو َسل َم‬
ِ ‫ نَفس اه َعْن ُ ُكربةً ِمن ُكر‬،‫ب الدنْيا‬
ِ ‫ِمن ُكر‬
،‫ َوَم ْن يَسَر َعلَى ُم ْع ِس ٍر‬،‫ب يَ ْوِم الْ ِقيَ َام ِة‬
ُ َ
َ
َ ْ َْ
َ ْ
ِ
ِ
ِ
ِ
ُ‫ َواه‬،ِ‫ َستَ َرُ اهُ ِِ الدنْيَا َو ْاِخَرة‬،‫ َوَم ْن َستَ َر ُم ْسل ًما‬،ِ‫يَسَر اهُ َعلَْي ِِ الدنْيَا َو ْاِخَرة‬
14
ِ ‫ِِ عو ِن الْعب ِد ما َكا َن الْعب ُد ِِ عو ِن أ‬
َ‫ ُروا مسلم‬،ِ ‫َخي‬
َْ
َ َْ ْ َ
َْ
‚Abu Hurairah r.a. berkata, ‚Rasulullah saw. bersabda, barang siapa
melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahankesusahan dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahankesusahan hari Qiamat. Dan barang siapa memberi kelonggaran
kepada seorang yang kesusahan, niscaya Allah akan memberi
kelonggaran baginya di dunia dan di akhirat, dan barang siapa
11

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori..., 132.
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i Edisi Lengkap Mu’amalat, Munakahat,
Jinayat, (Bandung: Pustaka Setia), 65.
13
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 2, (Beirut: Da>r Ihya>’, t.t.), 812.
14
Imam Muslim, al-Musnad as-S}ohih al-Mukhtas}or, Juz 4, (Beirut: Da>r Ihya>’, t.t.), 2074.
12

25

menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah menutupi (aib)nya di
dunia dan di akhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya
selama hamba-Nya mau menolong saudaranya.‛ (HR.Muslim)
3. Ijma’
Para ulama telah menyepakati bahwa qard} boleh dilakukan.
Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup
tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang
memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjammeminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam
adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.15

C. Rukun dan Syarat al-Qard}
Rukun qard} ada tiga, yaitu: 1) S}i>gah, 2)‘A>qidain (dua pihak yang
melakukan transaksi), dan 3) Harta yang dihutangkan. Penjelasan rukunrukun tersebut beserta syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
1.

S}i>gah
Yang dimaksud dengan s}i>gah adalah i>ja>b dan qabu>l. Qard} terjadi
dengan i>ja>b, seperti ‚saya hutangkan ini kepadamu‛ atau ‚saya milikkan
ini kepadamu agar kamu kembalikan sebesar itu pula‛ atau ‚ambilah ini
dan

kembalikan

lagi

gantinya‛

atau

‚gunakanlah

ini

untuk

kepentinganmu dan kembalikanlah gantinya‛. Qard} terjadi disamping

15

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori..., 132.

26

dengan i>ja>b juga dengan qabu>l yang bersambung dengan i>ja>b, misalnya
‚saya dihutangi barang itu‛ atau ‚saya menerima hutang barang itu‛. 16
Akad qard} dilakukan dengan s}i>gah i>ja>b qabu>l atau bentuk lain yang
bisa menggantikannya, seperti cara mu’at}ah (melakukan akad tanpa i>ja>b

qabu>l) dalam pandangan jumhur, meskipun menurut Syafiiyah cara
mu’at}ah tidaklah cukup sebagaimana dalam akad-akad lainnya.17
2.

‘A>qidain
Yang dimaksud dengan ‘a>qidain (dua pihak yang melakukan
transaksi) adalah pemberi utang (muqrid}) dan pengutang (muqtarid}).
Adapun syarat-syarat bagi pemberi utang dan pengutang adalah
merdeka, baligh, berakal, bisa berlaku dewasa, berkehendak tanpa
paksaan, dan boleh melakukan tabarru’ (berderma). Karena qard} adalah
bentuk akad tabarru’. Oleh karena itu, tidak boleh dilakukan oleh anak
kecil, orang gila, orang bodoh, orang yang dibatasi tindakannya dalam
membelanjakan harta, orang yang dipaksa, dan seorang wali yang tidak
sangat terpaksa atau ada kebutuhan. Hal itu karena mereka semua
bukanlah orang yang dibolehkan melakukan akad tabarru’.18

3. Harta yang dihutangkan
Para ulama berbeda pendapat tentang barang yang diutangkan.
Menurut ulama Hanafiyah, harta yang dipinjamkan haruslah harta mitsli
yaitu harta yang memiliki persamaan dan kesetaraan di pasar; harta yang

16

Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al Malibary, Fathul Mu’in..., 207.
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adhillatuhu..., 378.
18
Ibid. 379.
17

27

satuan barangnya tidak berbeda yang mengakibatkan perbedaan
nilainya, seperti barang-barang yang ditakar seperti gandum, ditimbang
seperti kapas dan besi, dijual satuan dengan ukuran tidak jauh berbeda
antara yang satu dengan yang lain (seperti kelapa, telur, dan kertas satu
ukuran) dan yang diukur seperti kain.
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa
diperbolehkan melakukan qard} atas semua benda yang bisa dijadikan
objek akad salam, baik itu barang yang ditakar dan ditimbang seperti
emas, perak dan makanan, maupun dari harta qimiyyat, seperti barangbarang dagangan, binatang, dan juga barang yang dijual satuan.
Sedangkan komoditi yang tidak dibolehkan dijadikan objek transaksi

salam maka tidak sah untuk digunakan dalam transaksi qard}, seperti
permata dan sejenisnya. Karena

akad

qard} menuntut adanya

pengembalian benda serupa, sedangkan benda yang tidak tentu dan
langka tidak mungkin atau susah dikembalikan benda yang semisal
dengannya.
Standart keserupaan menurut ulama Malikiyah adalah kesamaan
dalam sifat dan ukuran, sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah adalah kesamaan dalam bentuk.19 Sedangkan menurut
pendapat Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al Malibary dalam bukunya

Fathul Mu’in :
‚Wajib bagi muqtarid mengembalikan barang sepadan untuk yang
bersepadanan, yaitu uang emas/perak dan biji-bijian, sekalipun
19

Ibid. 377.

28

uang itu telah ditarik dari peredaran oleh pemerintah karena
dengan mengembalikan uang itulah yang lebih mendekati hak
muqrid} ;dan wajib mengembalikan bentuk sepadannya untuk utang
barang mutaqawwam, yaitu binatang, pakaian dan mutiara.‛20

D. Mengambil Manfaat Utang
Dibolehkan

bagi

muqrid}

mengambil

manfaat

barang

yang

diutangkannya itu selama bukan datang dari dia dan tidak pula disebutkan
dalam perjanjian sebelumnya, tetapi semata-mata atas kerelaan dari yang
berutang. Hal ini diperintahkan oleh agama.21 Dalam hadis Rasulullah saw.
disebutkan:

ِ ِ‫ َعن مال‬،‫ب‬
ٍ َ‫ك بْ ِن أَن‬
‫ َع ْن‬،‫س‬
ْ ‫ًَدثَنَا أَبُو الطا ِ ِر أ‬
ْ ‫ أ‬،‫ََْ ُد بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن َس ْرٍح‬
َ ْ ٍ ْ‫َخبَ َرنَا ابْ ُن َو‬
ِ َ ‫ أَن رس‬،‫ عن أَِِ رافِ ٍع‬،‫ عن عطَ ِاء ب ِن يسا ٍر‬،‫زي ِد ب ِن أَسلَم‬
‫صلى اهُ َعلَْي ِ َو َسل َم‬
َ ‫ول اه‬
َُ
َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َْ
ِ ‫ فَأَمر أَبا رافِ ٍع أَ ْن ي ْق‬،‫ فَ َق ِدمت علَي ِ إِبِل ِمن إِبِ ِل الص َدقَِة‬،‫استَسلَف ِمن رج ٍل ب ْكرا‬
‫ض َي‬
َْ ْ َ
َ
ْ
َ َ ََ
ً َ َُ ْ َ ْ ْ
ِ
ِ ‫ «أ َْع ِط‬:‫ال‬
ِ
ِ ‫ ََ أ َِج ْد فِيها إَِ ِخيارا رب‬:‫ال‬
َ ‫ فَ َق‬،‫اعيًا‬
َ
ْ َ ‫ فَ َق‬،‫ فَ َر َج َع إِلَْي أَبُو َراف ٍع‬،ُ‫الر ُج َل بَ ْكَر‬
ََ ً َ
22
ِ ‫ إِن ِخيَ َار‬،ُ ‫إِيا‬
َ‫ ُروا صحح مسلم‬،»ً‫ضاء‬
َ َ‫ًَ َسنُ ُه ْم ق‬
ْ ‫الناس أ‬
‚Telah bercerita kepada kami Abu Thahir Ahmad bin Amr bin Sarh,
telah bercerita kepada kami Ibnu Wahab, dari Malik bin Anas. Dari Zaid
bin Aslam, dari ‘Atok Ibnu Yasar, dari Abi Rafi’ ra. bahwa Rasulullah
Saw. pernah berutang seekor unta betina (umur 3 tahun) kepada seorang
laki-laki, lalu dibawa kepada beliau seekor unta yang biasa untuk
berzakat, maka aku disuruh Rasulullah untuk membayar untuk laki-laki
itu (yang telah memberi utang tadi), dengan unta betina. Aku menjawab
‚tidak aku peroleh waktu itu, melainkan unta yang lebih baik dan
berumur empat tahun‛. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, ‚berikanlah
kepadanya unta itu, sesungguhnya sebaik-baik manusia ialah orang yang
lebih baik dalam membayar utang‛. (HR. Muslim)

Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al Malibary, Fathul Mu’in..., 211.
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i..., 66.
22
Muslim bin al-Hajaj, al-Musnad as-S}ohih al-Mukhtas}or, Juz 2, (Beirut: Da>r Ihya>’, t.t.), 1224.
20

21

29

Sepeti yang dijelaskan oleh Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al Malibary
dalam bukunya Fathul Mu’in:
Jaiz bagi muqrid} menerima kemanfaatan yang diberikan kepadanya oleh
muqtarid} tanpa atas disyaratkannya sewaktu akad, misalnya kelebihan
ukuran atau mutu barang pengembalian dan pengembalian lebih bagus
daripada yang diutangkan. Bahkan melebihkan pengembalian utang
adalah disunnahkan bagi muqtarid}. Tidak makruh bagi muqrid}
mengambil kelebihan tersebut sebagaimana halnya menerima hadiah,
sekalipun berupa barang ribawi. 23
Sesungguhnya pembalasan dari sesuatu yang diutang, baik berupa uang
maupun benda ialah semata-mata mengembalikannya ucapan do’a dan
ucapan terimakasih kepada orang yang meminjamkan itu.24 Dalam sebuah
hadis dinyatakan :

ِ ِ
ِ ِ
‫يم بْ ِن‬
َ َ‫ ق‬،‫ًَدثَنَا َع ْم ُرو بْ ُن َعلِ ٍي‬
َ ‫يل بْ ِن إبْ َرا‬
َ ‫ َع ْن إ ْسَع‬،‫ َع ْن ُس ْفيَا َن‬،‫ ًَدثَنَا َعْب ُد الر َْْ ِن‬:‫ال‬
ِ
ِ ‫ استَ ْقر‬:‫ال‬
ِ
ِ ِ
ِ ‫النِ صلى اه علَي‬
َ َ ْ َ َ‫ ق‬، ‫ َع ْن َج مد‬، ‫ َع ْن أَبِي‬،َ‫َعْبد الل بْ ِن أَِِ َربِ َيعة‬
َْ ُ
َ ِ ِ‫ض م م‬
ِ
ِ
ِ
‫ إََِا‬،‫ك‬
َ َ‫ َوق‬،ََ ِ‫ فَ َجاءَ ُ َمال فَ َدفَ َع ُ إ‬،‫ْ أَلْ ًفا‬
َ ‫ك َوَمال‬
َ ‫ك ِِ أَ ْ ل‬
َ َ‫ «بَ َارَك الل ُ ل‬:‫ال‬
َ ‫َو َسل َم أ َْربَع‬
25
ِ َ‫جزاء السل‬
َ‫ُروا النسائي‬،»ُ‫ف ا ْلَ ْم ُد َو ْاْ ََداء‬
ُ ََ
‚Telah menceritakan kepada kami ‘Amr Ibnu ‘Ali berkata: telah
menceritakan kepada kami Abdurahman, dari Sufyan, dari Ismail bin
Ibrahim bin Abdillah bin Abi Rabi’ah, dari ayahnya, dari kakeknya,
berkata: ‚pernah Rasulullah Saw. berutang kepadaku sebanyak empat
puluh ribu (dinar atau dirham). Lalu datang kepadanya (orang yang
memberikan) uang, maka diberikannya uang itu kepadaku, dan ia
berkata, ‘mudah-mudahan Allah memberi berkah pada keluarga dan
harta engkau’. Hanya balasan pinjaman ialah puji-pujian (terima kasih)
dan mengembalikannya‛. (HR. Nasa’i)

23

Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al Malibary, Fathul Mu’in..., 213.
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i..., 67.
25
Abdur ar-Rohman bin Abi> Bakar, Ha>syiah al-Sanadi ‘Ala Sanadi an-Nasa’i, (Halb: Maktabah
al-Mathbu>a>t al-Isla>miyah, 1406), 314.
24

30

Demikian juga meminjam barang-barang yang lain, disunahkan melebihi
pembayarannya atau membayar dengan yang lebih baik. Akan tetapi, apabila
orang yang memberi utang itu memberikan syarat supaya pembayaran itu
dilebihkan, kelebihan itu menjadi riba dan haramlah ia memakan
kelebihannya itu.26 Hadis Rasulullah saw. menyatakan:

ِ َ َ‫ عن عمارَة ا ْْم َد ِاِم ق‬،‫ب‬
‫ت َعلِيا‬
ُ ‫ َس ْع‬:‫ال‬
ْ ‫ أَنْبَأَ َسو ُار بْ ُن ُم‬،‫ََْْزَة‬
َْ َ َ ُ ْ َ ٍ ‫ص َع‬
ِ
ٍ ‫ « ُكل قَ ْر‬:‫صلى اهُ َعلَْي ِ َو َسل َم‬
‫ ُروا‬،»‫ض َجر َمْن َف َعةً فَ ُه َو ِربًا‬
َ ‫الل‬
27

‫ص بْ ُن‬
ُ ‫ًَ ْف‬
‫ول‬
ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ق‬

‫ًَدثَنَا‬

:‫ول‬
ُ ‫يَ ُق‬

َ‫الارث بن أسامة‬

‚Telah menceritakan kepada kami Hafs Ibnu Hamzah, menceritakan
Sawwar bin Mus’ab dari ‘Umar al-Hamdani berkata: Aku mendengar
Ali ra. ia berkata Rasulullah Saw. bersabda, ‚tiap-tiap utang yang
sengaja untuk mencari nafkah, maka hukumnya riba‛. (HR. Al Haris bin
Abu Usamah)
Pengharaman di atas adalah hal yang terkait dengan sesuatu yang
apabila menghasilkan manfaat dari qard} yang disyaratkan atau dengan saling
memahaminya. Apabila tidak ada persyaratan dan tidak saling