Analisis hukum Islam terhadap persepsi ulama' Mojokerto tentang jual beli patung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Ari Mafrudi C02213015

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah(Muamalah) Surabaya


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

iv ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian mengenai “ ANALISIS HUKUM

ISLAM TERHADAP PERSEPSI ULAMA’ MOJOKERTO TENTANG JUAL

BELI PATUNG DI KECAMATAN TROWULAN KABUPATEN

MOJOKETO”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai 1.

Bagaimana Persepsi Ulama’ Mojokerto terhadap Praktik jual beli patung di

Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, 2. Bagaimana Analisis Hukum Islam

Terhadap Persepsi Ulama’ Mojokerto Tentang Jual beli Patung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.

Dalam menjawab permasalahan yang ada, penulis melakukan teknik

pengumpulan data, dengan cara Observasi, interview (Wawancara), dokumentasi

dan data dari perpustakaan, setelah data terkumpul dan kemudian data di olah

dengan teknik editing, organizing, dan analyzing. Kemudian dianalisis dengan

teknik deskriptif yaitu dengan pola pikir induktif untuk memperoleh kesimpulan dan analisis menurut hukum Islam.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa menurut persepsi ulama’ praktik

Jual beli Patung hukumnya Haram, para ulama’ berpendapat bahwa praktik jual beli patung tidak mempunyai manfaat apapun untuk diperjualbelikan, malahan banyak mengarah kepada kemudharatan dan kesyirikan, karena objek jual beli

berupa patung yang kebanyakan untuk dijadikan sesembahan. dari hasil penelitian

menyimpulkan bahwa menurut persepsi Ulama’ Mojokerto menyatakan jual beli

patung di perbolehkan setelah ditinjau dari Mas}lah}ah mursalah dengan alasan

“Hajat (kebutuhan) itu menduduki kedudukan darurat, baik hajat umum (semua

orang) atau pun hajat khusus (satu golongan atau perorangan)”. Jual beli patung

termasuk dalam tingkat hajat. Karena apabila tidak bekerja sebagai penjual dam pemahat patung, maka mereka dan keluarganya tidak dapat makan dan bisa

mengalami kelaparan. syari’at Islam dibangun untuk kepentingan manusia dan

tujuan-tujuan kemanusiaan universal yang lain, yaitu kemaslahatan, keadilan, kerahmatan dan kebijaksanaan. Pinsip-prinsip ini haruslah menjadi dasar dan substansi dari seluruh persoalan fikih. Islam adalah agama yang fleksibel, apabila pekerjaan Penjual patung harus dikerjakan demi memenuhi kebutuhan primer, yang artinya profesi Penjual patung betul-betul untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan para Penjual dan karyawan, maka Islam membolehkan menekuni profesi sebagai Penjual patung.

Sejalan dengan kesimpulan permasalahan di atas maka penulis memberikan saran Masyarakat yang menekuni pekerjaan di bidang usaha Jual beli patung untuk beralih profesi, sekalipun untuk sementara dibolehkan karena alasan d}aru>ri>, jika mereka telah mampu untuk mencari mata pencaharian yang secara qat}’i> tidak lagi diperdebatkan, Pemerintah juga diharapkan memberikan keterampilan lain dan lahan pekerjaan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.


(7)

viii DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ...i

PERNYATAAN KEASLIAN ...ii

PENGESAHAN ...iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ...v

PERSEMBEHAN ...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TRANSLITERASI ...xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Identifikasi Masalah ...6

C. Batasan Masalah ...6

D. Rumusan Masalah ...7

E. Kajian Pustaka ...8

F. Tujuan Penelitian...10

G. Kegunaan Hasil Penelitian ...10

H. Definisi Operasional ...11

I. Metode Penelitian ...13

J. Sistematika Pembahasan ...20

BAB II JUAL BELI DAN MAS}LAH}AH MURSALAH A. Jual Beli ...22

1. Pengertian Jual Beli ...22


(8)

ix

3. Rukun dan Syarat Jual Beli ...27

4. Bentuk-bentuk Jual beli ...31

B. Mas}lah}ah Mursalah ...36

1. Pengertian Mas}lah}ah Mursalah ...36

2. Syarat-syarat Mas}lah}ah Mursalah ...38

3. Objek Mas}lah}ah Mursalah ...39

4. Mas}lah}ah Mursalah sebagai Hukum ...40

5. Hujjah Mas}lah}ah Mursalah ...43

BAB III PERSEPSI ULAMA’ MOJOKERTO TERHADAP JUAL BELI PATUNG DI DESA WATESUMPAK KECAMATAN TROWULAN KABUPATEN MOJOKERTO A. Diskripsi Tempat Penelitian ...47

1. Sejarah Desa Watesumpak ...47

2. Demografi ...48

3. Keadaan Sosial ...49

4. Keadaan Ekonomi ...51

B.Praktek Jual Beli Patung di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto ...51

1. Latar belakang Jual Beli Patung ...51

2. Pelaksanaan Praktek Jual beli Patung...52

a. Bahan Pembuat Patung ...52

b. Pemesanan Patung ...52

c. Bentuk dan Harga Patung ...54

C.Persepsi Ulama’ Mojokerto Terhadap Jual Beli Patung di Kec.Trowulan Kab.Mojokerto ...55

1. K.H, Acmadi Muchsin ...55

2. K.H, Fatkhur Rohmah ...56

3. K.H, Khomsun ...56

4. K.H, Ahmad Ishari ...57

5. K.H, Sholehudin ...58


(9)

x

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI ULAMA’

MOJOKERTO TENTANG JUAL BELIA PATUNG DI KECAMATAN TROWULAN KABUPATEN MOJOKERTO

A.Analisis Deskriptif Tentang Praktek Jual Beli Patung di

Desa Watesumpak Kec. Trowulan Kab. Mojokerto ...60

1. Cara Pemesanan dan Pembayaran ...61

2. Objek Jual Beli ...61

B.Analisis Terhadap Persepsi Ulama’ Mojokerto Tentang

Jual Beli Patung di Kec. Trowulan Kab. Mojokerto. ...63

C.Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Patung di

Kec. Trowulan Kab. Mojokerto ...67 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...71 B. Saran ...73 DAFTAR PUSTAKA


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam yang bersifat universal dan fleksibel, telah memiliki kemampuan dalam merespon perkembangan umat dan perubahan zama. Salah satunya persoalan di zaman modern ini tentang bagaimana hukum Islam mampu menjawab persoalan umat manusia yang semakin banyak. Masalah yang muncul merupakan salah satu dari globalisasi zaman dalam mewujudkan interaksi zaman dan budaya di berbagai bangsa yang membuat laju perubahan sosial itu semakin cepat menjadikan munculnya persoalan baru bagi hukum Islam.

Setiap manusia semenjak lahir dan sepanjang hidupnya perlu akan bantuan orang lain dan tidak sanggup berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang makin bertambah. Jual beli adalah salah satu cara untuk saling tukar menukar kebutuhan, karena jual beli merupakan kebutuhan dalam kehidupan manusia

Kepentingan setiap orang dalam pergaulan hidup menimbulkan adanya hak dan kewajiban. Hubungan Sosial, hak, dan kewajiban yang terkait dengan kebutuhan jasmani dan kemasyarakatan diatur dalam


(11)

seperangkat aturan hukum yang dalam Islam disebut mu’a@malah. Salah satu perwujudan dari muamalah yang di syariatkan dalam Islam adalah jual beli (al-ba@i’).

Sebagaimana dalam al-Qur’an surat. Al-baqarah Ayat 175, Allah menegaskan :  َ  َ   َ   َ   َ   َ  ََ  ََََ

Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba.1

Dalam hukum islam jual beli (Al-ba@i’) pertukaran antara benda dengan barang, Islam membolehkan jual beli asalkan memenuhi syarat dan rukun. Syarat dan rukun jual beli antara lain Pihak-pihak, Objek, Kesepakatan. Sedangkan menurut hanafiyah syarat jual beli adalah Syarat orang yang berakad, syarat yang terkait dengan Ijab Qabul, syarat barang yang dijual belikan.2

Banyaknya masyarakat yang berprofesi sebagai penjual patung di daerah trowulan yang menjadi pertanyaan besar apakah apakah profesi mereka sebagai penjual patung itu di ridhoi oleh Allah? Salah satunya hadits tentang pengharaman jual beli patung (berhala) yang diriwayatkan oleh Imam bukhori. Dalam hadits Jabir disebutkan,

1

Depag RI, Al-Quran dan terjemahannya, (Jakarta: Pustaka Agung Harapan, 2006), 58

2


(12)

مٌرحَهُلوسروَهاٌَ إ

ا

َِمانصآاوَِريِزنِخْلاوَِةتي ْلاوَِر خْلاَعيبَ

َ “Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar,

bangkai, babi, dan patung.” (HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim no. 4132).

Yang dimaksud shonam dalam hadits adalah patung yang memiliki bentuk tubuh.3

Meskipun ada hadits tentang pengharaman jual beli patung, tetapi

para ulama’ masih banyak yang mempunyai perbedaan pendapat atau

pandangan tentang bagaimna jual beli patung tersebut, dikarenakan pada saat ini patung bukan untuk di sembah tetapi hanya sebagai pajangan atau hiasan rumah.

Jual beli mempunyai beragam permasalahan yang jika dilaksanakan tanpa aturan dapat menimbulkan bencana serta kerusakan di dalam kehidupan bermasyarakat. Masalah-masalah perdangangan dan jual beli dijaman modern ini lebih banyak dibanding pada jaman Rasulullah SAW.

Mazhab Syafi’i dalam masalah jual beli telah menetapkan syarat

sahnya jual beli yang berjumlah dua puluh dua, yang tiga belas macam diantaranya berkaitan dengan Sighat (ijab dan qabul), empat macam berkaitan dengan orang yang berakad (al-a@qid) dan lima macam berkaitan dengan orang yang berakad (al-a@qid) dan lima macam berhubungan dengan barang yang diperjual belikan (ma’qu@d ‘alaih). Adapun yang berkaitan dengan ma’qu@d alaih (barang yang diperjualbelikan), mazhab syafi’i

menetapkan lima syarat antara lain :

3

Imam Al-Bukhori. “Shahih Al-Bukhori (Edisi Lengkap)”, Terjemahan Fuad, Muhammad, (Pustaka As-Sunnah) Bab 56 , 1047.


(13)

1. Barang yang diperjual belikan tersebut harus suci, maka tidak sah memperjualbelikan benda-benda najis atau yang diharamkan oleh nas

al-Qur’an dan as-Sunnah.

2. Bermanfaat,maka tidak sah memperjualbelikan barang yang tidak bermanfaat.

3. Benda tersebut ada ketika terjadi transaksi 4. Milik sendiri atau dibawah kekuasaan a@qid

5. Jelas sifat, zat ukuran dan kualitas barang yang diperjual belikan.4

Kajian fiqh dalam bidang mu’a@malah khususnya jual beli dari masa kemasa telah mengalami perkembangan dan kemajuan baik dari segi model, model dan macam-macam objek atau benda yang diperjual belikan, perkembangan tersebut terjadi karena kemajuan ilmu pengetahuan dan pola kebutuhan manusia yang senantiasa meningkatkan dan berkembang mengikuti situasi dan kondisi yang ada.

Satu hal yang harus dipahami, meskipun bidang mu’a@malah langsung menyangkut pergaulan hidup yang bersifat duniawi, nilai-nilai agama tidak dapat dipisahkan. Ini berarti pergaulan hidup duniawi itu akan mempunyai akibat di akhirat kelak. Nilai-nilai agama dalam bidang mu’a@malah itu dicerminkan oleh adanya hukum halal dan haram yang harus diperhatikan.

Setiap manusia didunia ini pasti memiliki bakat ataupun ketrampilan yang dimiliki dan juga faktor lingkungan. Dengan diperbolehkannya memilih setiap pekerjaan masing-masing seseorang boleh memilih pekerjaan yang

4


(14)

sesuai dengan bakat ataupun ketrampilan yang mereka miliki, maka sama halnya yang ternjadi di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, kebanyakan masyarakat daerah trowulan memilih pekerjaan sebagai pengrajin patung dan mereka juga melakukan jual beli patung tersebut.

Kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto, banyak sekali yang melakukan jual beli patung bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi mereka beralasan untuk menjaga tradisi dari jaman dahulu yang memang Trowulan tempat kerajaan majapahit ditemukan.

Dengan maraknya transaksi jual beli patung tersebut peneliti ingin membahas tentang hukum jual beli patung di kecamatn Trowulan kabupaten Mojokerto dengan hukum Islam (mu’a@malah), tetapi peneliti disini mengambil hukum Islam menurut presepsi ulama’ yang berada disekitar

dikarenakan ulama’ adalah panutan masyarakat yang lebih dipercaya untuk urusan agama.

Persepsi Ulama’ yang sudah peneliti wawancarai, kyai tersebut memiliki pendapat yang berbeda-berbeda terhadap hukum jual beli patung, itulah yang menjadi menarik dalam penelitian ini karena setiap Kyai mempunyai pandangan atau pendapat masing-masing yang mereka yakini dengan melihat dari beberapa unsur yang menjadi patokan sehingga mereka yakin terhadap hukum jual beli patung tersebut.


(15)

Peneliti memilih ulama’ mojokerto karena masyarakat sekitar kecamatan Trowulan yang kebanyakan berprofesi sebagai penjual patung, mereka sebagai masyarakat perdesaan yang tradisional lebih mempercayai

atau menghormati ulama’ yang mereka anggap lebih pandai atau mengerti tentang permasalahan atau hukum dalam agama Islam.

Maka dengan itu peniliti disini mengambil judul Analisi Hukum Islam Terhadap Persepsi Ulama’ Mojokerto Tentang Jual Beli Patung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian masalah-masalah yang muncul diatas, maka bisa diidentifikasikan masalah yang timbul antara lain:

1. Akad jual beli Patung dalam hukum Islam 2. Penggunaan dan manfaat patung

3. Persepsi Ulama’ terhadap Praktik jual beli patung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.

4. Persepsi ulama’ terhadap jual beli patung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.

5. Analisis Hukum Islam Terhadap Persepsi Ulama’ Mojokerto Tentang Jual beli Patung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto.


(16)

Untuk menghasilkan penelitian yang lebih fokus pada judul diatas, penulis membatasi penelitian yakni pada : Analisis Hukum Islam Terhadap

Presepsi Ulama’ Mojokerto Tentang Jual Beli Patung di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, dengan fokus bahasan sebagai berikut :

1. Persepsi Ulama’ terhadap praktik jual beli patung di kecamatan. Trowulan kabupaten. Mojokerto.

2. Analisis hukum Islam Terhadap Persepsi ulama’ Mojokerto tentang jual beli patung di kecamatan. Trowulan kabupaten. Mojokerto.

C.Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut maka masalah yang akan peneliti bahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi Ulama’ Terhadap praktik jual beli patung di kecamatan. Trowulan kabupaten. Mojokerto ?

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap presepsi ulama’ Mojokerto


(17)

D.Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingg terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang sudah ada.5

Kajian pustaka ini dilakukan agar dapat memperoleh suatu gambaran yang memiliki hubungan topik yang akan diteliti dari beberapa penelitian yang sejenis atau memiliki keterkaitan, sehingga tidak terjadi duplikasi penelitian. Dalam penelusuran awal, sampai saat ini penulis menemukan beberapa penelitian yang terkait tentang penukaran uang, diantaranya adalah:

1. Penelitian yang dilakukan Hanik Nurma, Mu’a@malah 2010, dengan judul

“Presepsi Pemahat Patung Terhadap Upah Mematung diKecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto”. Skripsi ini membahas tentang upah pemahat patung hasil penelitiannya bahwa upah pematung dibolehkan selama profesi ini hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.. Skripsi Hanik Nurma lebih terfokus terhadap upah para pekerja pemahat patung.6 Sedangkan skripsi penulis lebih terfokus terhadap jual beli patungnya.

5 Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis

Penulisan Skripsi (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), 8. 6

Hanik Nurma, “Presepsi Pemahat Patung Terhadap Upah Mematung diKecamatan Trowulan


(18)

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rohmi, Mu’a@malah 2008, dengan judul

“Tinjuan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Hasil Kerajinan Salib”. Skripsi

ini membahas tentang jual beli salib. hasil penelitiannya menurutu hukum islam bentuk jual beli salib adalah bentuk jual beli yang dilarang karena berbentuk liontin salib7., Skripsi yang ditulis oleh Sri Rohmi lebih fokus terhadap hukum Islam langsung. sedangkan skripsi penulis membahas tentang jual beli patung yang menurut presepsi ulama’. Perbedaan Skripsi ini adalah terhadap objek dan hukum yang dikaji sangat berbeda.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ibad Zainul, Hukum Ekonomi Syariah

2017, dengan judul “Tinjuan Hukum Islam Terhadap Transaksasi Online Boneka Full Body”. Skripsi yang ini membahas tentang transaksi boneka

full body hasil penelitiannya adalah jual beli boneka full body itu hukumnya haram dikarenakan sebagai objek untuk melampiaskan nafsu seks bagi laki-laki, skripsi yang diteliti oleh Ibad zainul fokus terhadap hukum boneka full body sebagai objek melampiaskan nafsu. 8 sedangkan skripsi penulis terfokus terhadap hukum jual patung menurut presepsi

ulama’, berbedaanya dalam segi Objek dan hukum yang dikaji beserta kegunaannya sangat berbeda.

7

Sri Rohmi,“Tinjuan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Hasil Kerajinan Salib”. ( Skripsi—IAIN Wali Songo, Semarang, 2008).

8

Ibad Zainul, “Tinjuan Hukum Islam Terhadap Transaksasi Online Boneka Full Body”. (Skripsi- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2017).


(19)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui persepsi Ulama’ terhadap praktik jual beli patung di keamatan Trowulan kabupaten Mojokerto.

2. Untuk mengetahui Analisis hukum Islam terhadap presepsi ulama’

tentang jual beli patung di kecamatan trowulan kabupaten Mojokerto.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian di atas, maka diharapkan dengan adanya penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri, baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara umum, kegunaan penelitian yang dilakukan ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan hukum Islam tentang praktik jual beli patung. b. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

dalam bidang muamalah yang berkaitan dengan jual


(20)

2. Secara Praktis

dapat di jadikan acuan oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan jual beli patung baik di kecamatan Trowulann Kabupaten Mojokerto, atau ditempat lain untuk bermuamalah secara Islam.

G.Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami beberapa istilah yang ada di dalam penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan atau definisi dari beberapa istilah sebagai berikut:

Hukum Islam : Hukum yang kaidah dasarnya bersumber dari ajaran Al-Qur’an maupun Hadits, ijma’, dan Qiyas9, khususnya yang mengenai tentang Jual beli.

Presepsi : Tanggapan dan pandangan

Langsung dari Ulama’ Mojokerto terhadap Hukum jual beli patung.10

9

Ahmad Al-Ghandur, Persepektif hukum Islam, terjemahan oleh Ma’mun Muhammad Murai dari Al-Makdal Ila As-Islamiyah, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2006). 7

10

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakaera: Balai Pustaka, 1995), 759.


(21)

Ulama’/Kyai : Orang yang diHormati dan dianggap masyarakat mempunyai ilmu agama Islam yang Mumpuni, serta biasa mengisi ceramah agama di acara masyarakat ataupun menjadi pimpinan suatu Pondok Pesantren dan bisa menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta meninggalkan segala bentuk kemudharatan.11

Jual Beli Patung : jual beli yang dilakukan oleh pengusaha Patung yang berbentuk seperti Budha, Dewa-dewa pada agama Hindu yang terbuat dari Batu, di kecamtan Trowulan.12 penjualan atau pesanan patung tersebut sampai luar negeri yang kira 40% dari penjualan, 40% dikirim ke Bali dan 20% lain-lain.

11 Wawancara terhadap K.H Achmadi Mucsin Pimpinan Pondok Hidayatul Mubtadi’ein. 12


(22)

H. Metode Penelitian

Metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan penelitian adalah suatu kegitan untuk mencari, mencatat, memaparkan, dan menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun laporan. Jadi metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun laporan.13

Metode yang di gunakan dalam laporan adalah dengan pendekatan kualitatif yang menngunakan jenis penelitian Field Risearch (penelitian lapangan) yang membahas Analisis Hukum Islam terhadap presepsi ulama’

Mojokerto tentang jual beli patung di kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto. Untuk memperoleh data tentang presepsi dan bagaimana varian pendukungnya, di perlukan langkah-langkah yang terdiri atas: data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.

1. Data yang Dikumpulkan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka data yang akan dikumpulkan antara lain:

a. Data tentang Persepsi Ulama’ terhadap praktik jual beli patung di kecamatan trowulan kabupaten mojokerto.

13


(23)

b. Data tentang presepsi ulama’ Mojokerto terhadap jual beli patung di kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto

c. Landasan hukum Islam dari para ulama’ yang akan digunakan untuk menganalisis data lapangan.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

Sumber yang diperoleh langsung dari objek dan Tempat yang diteliti,14 dalam penelitian ini Sumber primer diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh peneliti, diantaranya yaitu: 1. Sumber Primer di dapat dari para ulama’ di Mojokerto. Disini

peneliti menggambil 6 narasumber ulama’ yang paling

berpenggaruh di Mojokerto yaitu :

1) K.H, Achmadi Muchsin pimpinan pondok Pesantren Hidayatul

Mubta’dien di kecamatan puri kabupaten Mojokerto.

2) K.H, Fatkhur Rohman pimpinan Pondok Pesantren Miftachus

Syari’ah di kecamatan Trowulan.

3) K.H, Khomsun pimpinan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah di kecamatan Jatirejo.

4) K.H, Ahmad Ishari Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Hikmah, di kecamatan Mojosari.

14


(24)

5) K.H, Sholehudin Pimpinan Pondok Pesantren Darul Dakwah di kecamatan Dlanggu.

6) K.H, Abdullah Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Hidayah di kecamatan Sooko.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang menjelaskan terhadap data primer.15 Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah buku-buku, catatan-catatan, dokumen dan pihak yang mempunyai usaha jual beli patung, disini peneliti mengambil 3 orang narasumber yang mempunyai usaha jual beli patung di kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto yaitu :

1. Ahmad Doni pengrajin patung dari desa Watesumpak kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto.

2. Mas Antok salah satu pengrajin patung di kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto.

3. Mas Nanang, pengrajin patung di kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto.

Adapun sumber dari buku-buku adalah:

1) Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: 2015. 2) Muhammad Yazid, Hukum Ekonomi Islam. Surabaya: 2014 3) M. Yusuf Qardawi. Halal dan Haram dalam Islam.

15

Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian-Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 1992), 69.


(25)

4) Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Depok: 2006 5) Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta: 2007 3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi

Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian. Beberapa informasi yang diperoleh hasil observasi antara lain: ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan.16 Penulis akan mengamati lokasi praktek jual beli patung, dikecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto.

2. Wawancara (interview)

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara penanya dengan penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).17 Dimana wawancara ini dilakukan dengan.

16 Ibid, 140.

17Juliansah Noor, Metodologi Penelitian-skripsi,tesis,disertasi dan karya Ilmiah, (Jakarta:


(26)

1. Ulama’ di Mojokerto.

1) K.H, Achmadi Muchsin pimpinan pondok pesantren Hidayatul

Mubta’dien di kecamatan puri kabupaten Mojokerto.

2) K.H, Fatkhur Rohman pimpinan Pondok Pesantren Miftachus

Syari’ah di kecamatan Trowulan.

3) K.H, Khomsun pimpinan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah di kecamatan Jatirejo

4) K.H, Ahmad Ishari Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Hikmah, di kecamatan Mojosari.

5) K.H, Sholehudin Pimpinan Pondok Pesantren Darul Dakwah di kecamatan Dlanggu.

6) K.H, Abdullah Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Hidayah di kecamatan Sooko.

2. Pengrajin sekaligus penjual patung di kecamatan Trowulan kab. Mojokerto.

1) Ahmad Doni pengrajin patung dari desa Watesumpak kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto.

2) Mas Antok salah satu pengrajin patung di kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto.

3) Mas Nanang, pengrajin patung di kecamatan Trowulan kabupaten Mojokerto.


(27)

3. Dokumentasi

Secara besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.18 Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk foto yang telah terjadi praktek jual beli patung di kecamatan trowulan, kabupaten Mojokerto.

4. Teknik Pengolahan data

Data-data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap sumber-sumber data akan diolah melalui tahapan-tahapan berikut: a) Editing

yaitu memeriksa kembali lengkap atau tidaknya data-data yang diperoleh dan memperbaiki bila terdapat data yang kurang jelas atau meragukan.19Teknik ini betul-betul menuntut kejujuran intelektual (intelectual honestly) dari penulis agar nantinya hasil data konsisten dengan rencana penelitian.

b) Organizing

yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh.20 Dengan teknik ini penulis berharap dapat memperoleh gambaran mulai dari awal hingga akhir tentang praktik jual beli patung di kecamatan trowulan, kabupaten Mojokerto.

18

Ibid, 141.

19Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 125.


(28)

c) Analyzing

yaitu upaya mencari dan menyusun secara sistematis hasil wawancara juga dokumentasi yang disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk memberikan kejelasan pada masalah yang dibahas dalam skripsi ini.21

5. Teknik Analisis Data

Hasil dari penggumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamanati dengan metode yang telah ditentukan.

a. Analisis Deskriptif-verifikatif, yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang telah diselidiki.22 Metode ini digunakan untuk memberikan penjelasan lebih jelas lagi mengenai jual beli patung dikecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto.

21 Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif Telaah Positivitik, Rasionalisti,

Plenomenologik, dan Realisme Metaphisik, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991), 183.


(29)

b. Pola Pikir Induktif, Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola pikir induktif yang berarti pola pikir yang berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti dan akhirnya dikemukakan pemecahan persoalan yang bersifat umum.23Pola pikir ini digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta dari hasil penelitian di kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto yang kemudian di analisis secara umum menurut hukum Islam dari

presepsi ulama’.

I. Sistematika Pembahasan.

Penulisan sistematika pembahasan ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca dalam mengetahui secara menyeluruh melalui uraian singkat materi skripsi. Sistematika dalam pembahasan skripsi ini, mencakup lima bab yaitu :

Penelitian ini dimulai dengan bab pertama yaitu pendahuluan. Dalam bab ini, penulis cantumkan beberapa sub bab yaitu; latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua dengan topik Analisis Hukum Islam terhadap presepsi

ulama’ tentang jual beli patung, yang meliputi Mas}lah}ah-mursalah dan Teori


(30)

Jual beli seperti pengertian, dasar hukum jual beli, rukun, syarat dan batalnya jual beli, macam dan jenis jual beli.

Bab ketiga membahas tentang presepsi ulama’ Mojokerto terhadap jual beli patung di kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto. Yang terdiri dari diskripsi daerah dan masyarakat, proses pembuatan sampai bisa dijual belikan, siapa saja yang membeli patung dan bagaimana praktek jual beli patung dikecamatan trowulan kabupaten Mojokerto, Dalam bab ini juga membahas tentang profil para ulama’ lengkap dengan presepsi mereka terhadap jual beli patung yang hasilnya di ambil dari wawancara.

Bab keempat merupakan bahasan pokok dari penelitian yang berisi

presepsi ulama’ Mojokerto terhadap jual beli patung di kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Yang terdiri dari presepsi Ulama’ yang di analisis dengan hukum Islam (mu’a@malah).

Bab kelima yang merupakan penutup pembahasan yang terdiri dari kesimpulan dan saran dan disambung dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(31)

22 BAB II

JUAL BELI DAN MAS}LAH}AH MURSALAH

A.JUAL BELI

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli (

عيبلا

) menurut bahasa arab merupakan masdar dari kata (

تعب

)

diucapkan

ءاب

ـ عيبي

bermakna memiliki dan membeli. Jual beli menurut istilah fiqih juga bisa disebut dengan Al-b@ay’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar dalam bahasa arab Al-b@ay’ terkadang digunakan untuk pengertian lawannya yaitu kata ash-Shira yang berarti membeli. 1

Secara terminologi, jual beli dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Memindahkan kepemilikan harta dengan harta (tamlik al-ma<l bi al-ma<l).2

b. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta atas harta, maka terjadilah hak milik secara tetap.3

c. Jual beli adalah tukar menukar harta dengan jalan suka sama suka. Atau memindahkan kepemilikan dengan adanya pergantian dengan prinsip tidak melanggar syariah.4

1

Mardani, Hukum Perikatan Syariah Di Indonesia , (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 83

2 Abdurrahman al-Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Bagian II. Terj. Chatibul Umam dan Abu Hurairah (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001), 2.

3 T. M. Hasbi ash- Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), 97. 4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4 (Bairut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M, Jilid 3), 126.


(32)

d. Pertukaran harta dengan harta yang diterima dengan menggunakan ijab kabul dengan cara yang diijinkan oleh syara’.5

Adapun pengertian jual beli secara terminologi ada beberapa definisi yang dikemukakan ulama fikih, walaupun ada sedikit perbedaan tetapi substansinya adalah sama.

a) Menurut Ulama’ Hanafiyah.

صوصخمٍَهجوَىَعَ ا ِبَ امَُةَل ا م

“Saling tukar menukar harta dengan cara tertentu, atau”

َصوصخمٍَدِيَقمٍَهجوَىَعَِ ْثِ ِبَِهيِفَ وُغرمٍَئيشَُةَل ا م

“Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”.

b) Definisi lain dikemukan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.

Menurut mereka jual beli yaitu:

اً توَاً يِ تَِ ا ْلاِبَِ ا ْلاَُةَل ا م

“Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan”.6

Beberapa definisi di atas bahwa inti jual beli ialah tukar menukar benda atau barang yang bermanfaat dalam bentuk pemindahan hak milik dari pihak satu ke pihak lain atas dasar kerelaan dengan ketentuan yang dibenarkan

syara’ dan disepakati.

5 Taqi> al-Di>n ibn Abi Bakr ibn Muhammad al-Husayni>, Kifa>yah Akhya>r fi Hill Gha>yah al-Ikhtisa>r (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001), 326.

6


(33)

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli sendiri adalah hukumnya mubah, tapi bisa menjadi wajib yaitu dalam keadaan terpaksa membutuhkan makanan dan minuman, maka dia wajib membeli apa saja yang menyelamatkan dirinya dari kebinasaan dan suatu keharusan menjual barang untuk membayar hutang. Dan sunnah hukum jual beli, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual. Dan jual beli itu menjadi haram hukumnya, apabila jika menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan.

Seperti menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.7 Adapun dasar hukum jual beli dari Al-Quran antara lain:

a) Surah Al-Baqarah (2) ayat 275:

َ

 َ



َ



َ

 َ



َ

ََ  َََ

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.8 Maksud dari ayat diatas adalah, Allah memperbolehkan transaksi yang berbasis jual beli dan tanpa dibarengi dengan adanya keribaan.

7 Zainul Arifin, Al-Muhadathah Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam…, 8.

8


(34)

c) Surat Al-Baqarah ayat 275.  َ   َ   َ  َ  َ   َ  َ     

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.9

d) Surah Al-Baqarah (2) ayat 282:

َهّلاَْاوُقتاوَ ُ ِبٌَ وسُفَه ِإَفَْاوُعْتَْ ِإوٌَديِ شََاوٌَ ِتاَكَر ضيََاوَ تعيا تَاَِإَاودِ شَأو

ٌَ يِعٍَيشَ ُ ِبَهّلاوَهّلاَ ُ عيو

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan yang demikian maka sesungguhnya hal itu suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah mengajarkanmu dan Allah

mengetahui segala sesuatu”.10 Surah An-Nisa’ (4) ayat 29:

َ ارتَ عًَةراجِتََ وُ تَ َأََاِإَِ ِطا ْلاِبَ ُ نيبَ ُ َلاومَأَْاوُُكْتََاَْاونم َ يِ َلاَا يَأَاي

ًا يِحرَ ُ ِبََ اَكَهّلاََ ِإَ ُ سُ َأَْاوُتْقتََاوَ ُ نِم

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha

Penyayang kepadamu”.11

Maksud dari ayat diatas adalah menurut kesepakatan para jumhur ulama bahwa jalan suka sama suka antara kedua belah pihak adalah dengan melalui sarana ijab dan kabul.

9

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya…, 82.

10 Ibid.,83. 11 Ibid, 107.


(35)

Dari ayat-ayat yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa jual beli merupakan pekerjaan yang halal dan mulia. Apabila pelakunya jujur, maka kedudukannya diakhirat nanti setara dengan para Nabi, syuhada dan shiddiqin.

Lalu dijelaskan juga dalam ijma’, yaitu: Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.12

Dalam Qiyas ulama’ dijelaskan bahwa semua syariat Allah SWT

yang berlaku pasti mengandung hikmah dan kerahasiaan yang tidak diragukan lagi oleh siapapun. Adapun hikmah dari persyariatan bai’

adalah sebagai media atau sarana umat Islam dalam memenuhi kebutuhannya. Semua itu tidak akan terealisasi tanpa adanya peranan orang lain dengan cara tukar menukar (barter) dan kebutuhan hidup lainnya dengan orang lain, dan saling memberi juga menerima antar manusia sehingga hajat hidupnya terpenuhi.13

12Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), 75. 13 Ibid, 5.


(36)

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Jual beli merupakan suatu akad dan dipandang sah apabila telah memnuhi rukun dan syarat jual beli. Mengenai rukun dan syarat jual beli para ulama’

berbeda pendapat.

Menurut mazhab hanafi, rukun jual beli hanya hijab dan kabul, menurutnya yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli, indikator kerelaan tersebut bisa dalam perkataan (ijab dan kabul) atau Uang dalam fikih hal ini disebut dengan “Bai’

al-muathah”14.

Menurut Jumhur Ulama’, rukun Jual beli ada empat :

a. Orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli) yaitu, individu atau kelompok yang melakukan kegiatan yang terdiri dari

bay’ (penjual) dan musthary (pembeli) yang menjual dan membeli barang yang diakadkan.15

b. Sigh@at atau lafal ijab qabul yaitu, ucapan atau lafad penyerahan hak milik (ijab) dari satu pihak dan penerimaan hak milik (qabul) dari pihak lain dari penjual maupun pembeli

c. Objek barang yang dijualbelikan (ma’qu@d ‘alayh) yaitu, objek atau barang atau uang atau nilai tukar lainnya yang ditransaksikan dalam jual beli.

14

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Grafindo persada, 2004), cet ke-2, 118

15


(37)

d. Harga barang, yaitu Nilai tukar untuk pengganti barang yang diperjual16

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut:

a. Syarat-syarat orang yang berakad, ialah berakal. Jumhur ulama berpandangan bahwa jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal atau orang gila, hukumnya tidak sah, yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Adapun anak-anak yang sudah mengerti, tetapi belum dewasa, boleh berjual beli yang kecil-kecil seperti korek api dan sebagainya.17

b. Syarat-syarat ijab kabul. Menurut kesepakatan para ulama, unsur yang paling utama dalam jual beli adalah saling rela antara kedua belah pihak. Apabila ijab kabul telah diucapkan dalam akad jual beli, maka pemilikan barang atau uang telah berpindah tangan dari pemilik semula. Untuk itu para ulama Fiqih mengemukakan syarat ijab kabul itu sebagai berikut: 1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.

2) Kabul sesuai dengan ijab.

3) Ijab dan kabul itu dilaksanakan dalam satu majelis.

c. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan (ma’qu@d ‘alayh), antara lain, sebagai berikut:

1) Barang yang dijual harus suci, tidak menjual barang najis seperti anjing, arak, babi, bangkai dan lain-lain.

16

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 129-135 17 Barwari Umari, Fiqh Islam (Solo: Ramadhani, 1986), 110.


(38)

2) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.

3) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian, tidak diperbolehkan melakukan jual beli barang yang diharamkan oleh agama seperti khamr (minuman keras), babi, alat untuk hura-hura dan bangkai. Dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

a. Surah al-Baqarah ayat 219:

َر ْكَأَا ْثِإوَِ ان ِلَعِفانموٌَرَِكٌَ ْثِإَا ِ يِفَْ َُِرِسي ْلاوَِر خْلاَِ عَك وُلَسي

َِ ايآاَ ُ َلَهّلاَ ِي يَكِلَ َكَوْعْلاَِ ََُ وُقِنيَاَامَك وُلَسيوَا ِ ِعْ َ ِم

َ ورَ َتتَ ُ َعَل

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Dan mereka menanyakan kepadamu tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, kelebihan dari apa yang diperlukan. Demikianlah Allah menerangkan

ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu berfikir”.18 Pada hadits Nabi juga menjelaskan yaitu:

ِمانصآاوَِريِزنِخْلاوَِةتي ْلاوَِر خْلاَعيبَامٌرحَهُلوسروَهاٌَ إ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli bangkai, khamar

dan berhala. (HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim no. 1581)”.19 Dari al-Quran dan hadits di atas, Allah menegaskan bahwa jual beli bangkai, khamar, berjudi dan berhala adalah di haramkan.

18 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya…, 34.

19 Aplikasi Hadits Lidwah Pustaka dalam Kitab Shahih Bukhari no. 2236 dan Kitab Shahih no.


(39)

4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

5) Jual beli itu terhindar dari cacat, seperti kriteria barang yang diperjual belikan itu tidak diketahui, baik jenis, kualitas, maupun kuantitasnya, jumlah harga tidak jelas, jual beli itu mengandung unsur paksaan, tipuan, mudarat, serta adanya syarat-syarat lain yang membuat jual beli itu rusak.

6) Apabila barang yang diperjualbelikan itu benda bergerak, maka barang itu boleh langsung dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai penjual.

7) Syarat yang terkait dengan jual beli. Jual beli boleh dilaksanakan apabila yang berakad mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli. Misalnya barang itu milik sendiri dan bukan milik orang lain. 8) Milik seseorang. Disyaratkan agar kedua pihak yang melakukan akad

jual beli adalah orang yang mempunyai hak milik penuh terhadap barang yang sedang diperjualbelikan atau ia mempunyai hak untuk menggantikan posisi pemilik barang yang asli.

Al-Wazir pernah berpendapat para ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan menjual barang yang bukan miliknya sendiri dan bukan dalam kekuasaannya, kemudian ada yang membelinya.20

20


(40)

4. Bentuk-Bentuk Jual Beli

Jumhur ulama membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi dua bentuk, yaitu :

1. Jual beli yang shahih

Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang shahih apabila jual beli itu disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan; bukan milik orang lain; tidak tegantung pada hak khiyar lagi. Jual beli ini dikatakan sebagai jual beli yang shahih.21

2. Jual beli yang batal

Jual beli dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan, seperti jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila atau barang yang dijual itu barang yang diharamkan syara‘

seperti bangkai, darah, babi, dan khamr. 1. Jenis-jenis jual beli yang yang dilarang :

a) Jual beli sesuatu yang tidak ada, seperti memperjualbelikan buah-buahan yang putiknya pun belum muncul di pohonnya atau anak sapi yang belum lahir, walaupun di perut induknya sudah ada.

b) Menjual barang yang tidak bisa diserahkan kepada pembeli, seperti menjual barang yang hilang atau burung peliharaan yang lepas dan terbang di udara.

21


(41)

c) Jual beli yang mengandung unsur penipuan, yang pada lahirnya baik, tetapi ternyata di balik itu terdapat unsur-unsur tipuan. Misalnya, menjual kurma yang ditumpuk, di atasnya bagus-bagus dan manis-manis, tetapi ternyata dalam tumpukan itu banyak terdapat yang busuk. d) Jual beli benda-benda najis, seperti babi, khamr, darah, bangkai.

e) Menjualbelikan air sungai, air danau, air laut, dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang, karena air tersebut milik bersama.

f) Jual beli sperma Hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan,

g) Menetukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.22 h) Patung dan gambar

Islam mengharamkan patung dan gambar. maka diharamkan pula memeliharanya dan meletakkannya didalam rumah dan wajib untuk dipecahkannya sehingga tidak ada lagi bentuk patung itu.23 Adanya patung dalam rumah menyebabkan malaikat akan jauh dari rumah itu, padahal, malaikat akan membawa rahmat dan keridaan Allah untuk seisi rumah tersebut.24

Rasulullah saw, bersabda:

َُ يِثا تَِهيِفَاتيبَُ خدتَاََةَ ِئَا ْلاََ ِإ

ُ

ريِواصتَوَأ

َ.

22

Sahrani, sohari., Fikih Muamallah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011). 71 23Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14I (Bandung: PT al-Ma’arif, 1995), 133.

24 Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam (Surabaya: PT. Bina Ibnu


(42)

“Sesungguhnya malaikat tidak masuk kerumah yang ada

patung-patungnya.” (HR. Bukhori Muslim no. 5545 ).25

Para ulama mengatakan, malaikat tidak mau masuk kerumah yang ada patungnya karena pemiliknya menyerupai orang-orang kafir. Mereka memakai dan mengagungkan gambar- gambar dirumahnya. Karena itulah malaikat tidak senang kepadanya. Mereka enggan masuk kerumahnya dan lari darinya. Islam juga mengharamkan seorang muslim bekerja dalam sektor yang berkaitan dengan patung-patung itu, meskipun untuk non muslim. Rasulullah saw, bersabda:

روصلاَِِ ََ وروصيَ يِ َلاَِةمايِقْلاَمويَاباَ عَِ انلاَِدشَأَ ِمََ ِإ

َ.

َىِفو

ٍةياوِر

َ:

ِهَلاَِقْخِبََ و اضيَ يِ َلا

.

“Sesungguhnya diantara orang-orang yang paling berat siksaannya di hari kiamat adalah orang-orang yang membuat

patung ini.” Dalam riwayat lain: orang-orang menandingi

ciptaan Allah.”(HR. Bukhori no. 5950 dan Muslim no. 2109).26 Seorang muslim tidak di perbolehkan untuk menggantung gambar atau patung, baik diletakkan di atas meja ataupun kursi. Karena benda-benda tersebut merupakan sarana untuk berlaku syirik kepada Allah, dan karena dalam hal-hal yang demikian terdapat penyerupaan terhadap makhluk ciptaan Allah dan perbuatan tersebut sama seperti perbuatan menentang Allah.

25 Imam Bukhori dan Muslim, Ringkasan Shahih Bukhori Muslim, Terjemahan Fu’ad Muhammad

(Surabaya: PT Bina Ilmu),707.


(43)

Adapun perbuatan menyimpan patung dan gambar adalah

perbuatan yang merusak, padahal syari’at Islam yang sempurna

diturunkan untuk menyumbat segala macam perantara atau sarana yang dapat membawa kepada kemusyrikan dan kesesatan. Hal yang demikian pernah terjadi pada kaum Nuh di mana mereka melakukan kemusyrikan disebabkan lukisan yang menggambarkan lima orang shalih pada masa mereka. Kaum Nuh memasang lukisan tersebut di majlis-majlis, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:

اَلوَ ُ ت ِل ََ رَ تاَلَاوُلاَو

ارِثَكَاو ضَأَدَوَارس وَ وعيوََ وغيَاَلوَاعاوساَلوَا وََ رَ ت

“Dan mereka berkata, Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula

suwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr’. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia)”, (Nuh ; 23-24).27

Dari penjelasan di atas kita harus bersikap waspada terhadap penyerupaan orang-orang dalam perbuatan mereka yang mungkar yang dapat menjerumuskan kepada kemusrikan.

2. Jual Beli yang Diperbolehkan dalam Islam

Jual beli yang yang diperbolehkan oleh agama Islam adalah jual beli yang dilakukan dengan kejujuran, tidak ada kesamaran ataupun unsur penipuan dan tidak menimbulkan kemudaratan. Kemudian rukun dan syaratnya terpenuhi, barangnya bukan milik orang lain dan tidak terikat dengan khiyar lagi.


(44)

Ditinjau dari segi objek atau barangnya jual beli dapat dibedakan menjadi:28

1. Jual beli as}-s}arf, yaitu jual beli mata uang dengan mata uang yang sama atau berbeda jenis, seperti menjual rupiah dengan dolar Amerika, rupiah dengan rial dan sebagainya.

2. Jual beli al-muthlaq, yaitu jual beli barang dengan uang secara mutlak. 3. Jual beli as-sala@m, yaitu menjual suatu barang yang penyerahannya

ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari sesuai dengan waktu yang disepakati. Jual beli pesanan (as-sala@m) lebih terlihat dalam pembelian alat-alat furniture, seperti kursi tamu, kursi tidur, lemari pakaian dan lemari dapur.29

4. Jual beli muqayyadah, yaitu jual beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu.

28 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2010), 201. 29Narun Haroen, Fiqih Muamalah…, 147.


(45)

B. MAS}LAH}AH MURSALAH 1. Pengertian Mas}lah}ah Mursalah

Kata maslahah merupakan bentuk masdar dari kata kerja salaha dan saluha, yang secara etimologi berarti: manfaat, faedah, patut. Kata

maslahah dan manfa’ah telah di Indonesiakan menjadi “maslahat” dan “manfaat” yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah; guna. Maslah}ah} musrsalah adalah maslahat yang secara explisit tidak ada satu dalil pun baik yang mengakuinya maupun yang menolaknya.30

Abdul Wahab Khallaf menuliskan dalam bukunya Ilmu ushul fiqh. Mas}laḥ}ah mursalah artinya mutlak (umum), menurut istilah ulama ushul

adalah kemaslahatan yang oleh syari’ tidak dibuatkan hukum untuk mewujudkannya, tidak ada dalil syara’ yang menunjukkan dianggap atau

tidaknya kemaslahatan itu.31

Mas}lah}ah mursalah adalah kemaslahatan yang tidak disyariatkan oleh

syar’i dalam wujud hukum, didalam rangka menciptakan kemaslahatan,

disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan. Karenanya, mas}lah}ah mursalah itu disebut mutlak, lantaran tidak terdapat dalil yang menyatakan benar dan salah.

30

Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 149-150 31


(46)

Berdasarkan pada pengertian tersebut, pembentukan hukum berdasarkan kemaslahatan ini semata-mata dimaksudkan untuk mencari kemaslahatan manusia. Maksudnya didalam rangka mencari yang menguntungkan, dan menghindari kemuzharatan manusia yang bersifat sangat luas. maslahah itu merupakan sesuatu yang berkembang berdasar perkembangan yang selalu ada di setiap lingkungan. Hakikat maslah}ah} mursalah dari definisi diatas adalah sebagai berikut :

1.Mas}lah}ah mursalah sesuatu yang baik menurut akal dengan pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan atau menghindarkan keburukan bagi umat manusia.

2.Apa yang menurut akal itu juga selaras dan sejalan dengan tujuan syara’

dalam menetapkan hukum.

3. Apa yang baik menurut akal, dan selaras pula dengan tujuan syara’ tersebut tidak ada petunjuk syara’ yang mengakuinya. Menurut ahli

ushul fiqh, mas}lah}ah mursalah yaitu suatu kebaikan yang tidak disinggung-singgung syara’, untuk mengerjakan atau meninggalkannya. Tetapi jika dikerjakan akan membawa manfaat dan menghindarkan keburukan.32

Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa mas}lah}ah merupakan tujuan dari adanya syariat Islam, yakni dengan memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara kehormatan, serta memelihara harta.

32


(47)

2. Syarat-syarat Mas}lah}ah Mursalah

Para ulama ushul fiqh sepakat menyatakan bahwa Mas}lah}ah

al-mu’tabarah dapat dijadikan sebagai hujjah dalam menetapkan hukum Islam. Kemaslahatan seperti ini termasuk dalam metode qiyas.

Satria Effendi menjelaskan dalam bukunya Ushul Figh beberapa persyaratan dalam memfungsikan mas}lah}ah mursalah, yaitu:

1. Sesuatu yang dianggap maslahat itu haruslah berupa maslahat hakiki yaitu yang benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkannya.

2. Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.

3. Sesuatu yang dianggap maslahah itu tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada ketegasan dalam Alquran atau Sunnah Rasulullah, atau bertentangan dengan ijmak.33

Dari tiga syarat yang telah diuraikan di atas, ternyata ada yang menambahkan syarat lainnya lagi. Di samping tiga syarat yang telah disebutkan ini, terdapat syarat lain, bahwa mas}lah}ah mursalah itu hendaklah kemaslahatan yang logis dan cocok dengan akal.

33


(48)

Maksudnya, secara substansial maslahat itu sejalan dan dapat diterima oleh akal.Kemudian Imam al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Abdurrahman menyebutkan bahwa mas}lah}ah mursalah hendaklah maslahat yang disepakati oleh orang-orang Islam tentang keberadaannya dan terbukti dipraktikkan dalam kehidupan mereka.34

Tentu saja, pandangan al-Ghazali ini mengacu kepada maslahat yang memang telah dianut oleh masyarakat Islam dan disepakati sebagai sesuatu yang dapat mendatangkan manfaat serta dapat pula mencegah terjadinya kemudharatan.Pada akhirnya, dari persyaratan mas}lah}ah mursalah yang telah dikemukakan di atas, meskipun terdapat perbedaan di kalangan pakar Ushul Fikih, ternyata yang terpenting adalah mas}lah}ah mursalah itu harus sejalan dengan tujuan syarak, dihajatkan oleh manusia serta dapat dilindungi kepentingan mereka.

3. Objek Mas}lah}ah Mursalahah

Memperhatikan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa lapangan

maslahah mursalah selain berlandaskan hukum syara’ secara umum, juga

harus diperhartikan ada dan hubungan antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Lapangan tersebut merupakan pilihan utama untuk mencapai kemaslahatan. Dengan demikian segi ibadah tidak termasuk dalam segi tersebut.

34


(49)

Segi peribadatan yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang tidak memberi kesempatan kepada akal untuk mencari kemaslahatan juznya dari setiao hukum yang ada didalamnya. Di antaranya, ketentuan syariat tentang ukuran had kifarat, ketentuan waris, ketentuan jumlah bulan dalam masa iddah wanita yang ditinggal mati atau diceraian suaminya.Segala sesuatu yang telah ditetapkan ukurannya dan disyariatkan berdasarkan kemaslahatan yang berasal dari kemaslahatan itu sendiri, Allah

sudah menjadikan syi’ar keagamaan yang satu dan mencakup seluruh

manusia sepanjang zaman dan seantero waktu.35

Secara ringkas, dapat dikataan bahwa mas}lah}ah mursalah itu difokuskan terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam al-Qur’an maupun assunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya melalui suatu i’tibar. Hal ini difokuskan pada hal-hal yang tidak didapatkan adanya ijma’ atau qiyas yang berhubungan dengan kejadian tersebut.36

4. Mas}lah}ah mursalah sebagai hukum

Para ulama ushul fiqh sepakat menyatakan bahwa Mas}lah}ah

al-mu’tabarah dapat dijadikan sebagai hujjah dalam menetapkan hukum Islam. Kemaslahatan seperti ini termasuk dalam metode qiyas.

35

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Ekonomi Islam Permasalahan dan Fleksibilitas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 154-155.

36


(50)

Mereka juga sepakat bahwa maslahah mulghāh tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum Islam, adapun terhadap kehujjahan mas}lah}ah mursalah, para ulama ushul fiqh berbeda pendapat.37

Kalangan ulama Malikiyah dan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa maslah}ah mursalah merupakan hujjah syar‘iyyah dan dalil hukum Islam. Ada beberapa argumen yang dikemukakakan oleh mereka, di antaranya:

Adanya perintah al-Quran, sebagaimana di sebutkan dalam firman Allah surat al-Nisa’ ayat 59:

 َ   َ  َ  َ  َ  َ   َ  َ   َ   َ  َ  َ   َ  َ   َ   َ  َ  َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ   َ  ََََ

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.38

Pada ayat ini Allah memerintahkan supaya kaum muslimin taat dan patuh kepada Allah, kepada rasul Nya dan kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka untuk dapat terciptanya kemaslahatan umum.

Jumhur ulama kaum muslimin berpendapat bahwa mas}lah}ah mursalah adalah hujjah syarak yang dipakai landasan penetapan hukum. Kejadian yang tidak ada hukumnya dalam nas, ijmak, kiasatau istih san,

37

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, 120. 38


(51)

maka ditetapkan hukum yang dituntut oleh kemaslahatan umum. Dan penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan ini tidak tergantung pada adanya saksi syarak dengan anggapannya. Alasan mereka pada hal ini ada dua, yaitu:

a. Kemaslahatan umat manusia itu selalu baru dan tidak ada habisnya. Maka seandainya hukum tidak ditetapkan sesuai dengan kemaslahatan manusia yang baru, sesuai dengan perkembangan mereka dan penetapan hukum itu hanya berdasarkan anggapan syarik saja, maka banyak kemaslahatan manusia di berbagai zaman dan tempat menjadi tidak ada. Jadi pembentukan hukum seperti itu tidak memeperhatikan perkembangan dan kemaslahatan manusia, hal ini tidak sesuai, karena tujuan penetapan hukum antara lain menerapkan kemaslahatan umat manusia.

b. Orang yang mau meneliti penetapan hukum yang dilakukan para sahabat

Nabi, Tabi’in dan imam-imam mujtahid akan jelas bahwa banyak sekali hukum yang mereka tetapkan demi menerapkan kemaslahatan umum, bukan karena ada saksi dianggap oleh syarik.39

39


(52)

5. Pendapat para ulama terhadap kedudukan dan hujjah mas}lah}ah mursalah.

Tidak dapat disangkal bahwa dikalangan madhab ushull memang terdapat perbedaan pendapat tentang kedudukan dan kehujjahan mas}lah}ah mursalah, dalam hukum Islam baik yang menerima maupun yang menolaknya. Uraian berikut ini akan menjelaskan perbedaan pendapat antara kalangan madhab ushul yang menerima dengan yang menolak serta argumentasi mereka masing-masing.

a. Kelompok pertama mengatakan bahwa mas}lah}ah mursalah adalah merupakan salah satu dari sumber hukum dan sekaligus hujjah syariah. Pendapat ini dianut oleh madhab Maliki dan Imam Ibnu Hambal. Menurut penjelasan Abdul Karim Zaidan, Imam Malik dan pengikutnya serta Imam Ahmad menjadikan mas}lah}ah mursalah sebagai dalil hukum dan hujjah dalam menetapkan hukum. Imam Malik dan pengikutnya merupakan madhab yang mencanangkan dan menyuarakan maslahah mursalah sebagai dalil hukum dan hujjahsyariah.40

Adapun yang menjadi alasan atau argumentasi kelompok pertama bahwa maslahah mursalah merupakan dalil dan hujjah syariah adalah sebagai berikut :

a) Menurut kelompok ini, seperti yang dijelaskan oleh Abu Zahrah, bahwa para sahabat telah menghimpun al-Qur’an dalam satu mushaf

dan ini dilakukan karena al-Qur’an bisa hilang.

40

Lalu Supriadi. Jurnal Penelitian Keislaman: Konsep Mas}lah}ah Mursalah Najm Al-Din Al-Tufi, Vol.8, No.1, Miftahul Huda dkk,(Mataram: IAIN Mataram,2012), 87.


(53)

Hal ini tidak ada pada masa Nabi dan tidak pula ada larangannya. Pengumpulan al-Qur’an dalam satu mushaf ini hanya semata-mata demi kemaslahatan. Dan dalam praktinya para sahabat telah menggunakan maslah}ah mursalah yang sama sekali tidak ditemukan satupun dalil yang melarang atau menyuruhnya.Sesungguhnya para sahabat telah menggunakan mas}lah}ah mursalah sesuai tujuan syara’

maka harus diamalkan sesuai dengan tujuan itu. Jika mengenyimpangkan berarti telah mengenyampingakan tujuan syariat adalah batal dan tidak dapat diterima. Oleh karena itu, berpegang kepada maslahat merupaan kewajiban sebab ia merupakan salah satu pegangan pokok yang berdiri sendiri, tidak keluar dari pokok-pokok pegangan yang lainnya tetapi difouskan pada titik penemuannya. Mas}lah}ah mursalah merupakan bagian dari tujuan syariah, meskipun tdak disebutkan secara eksplisit didalam nas. 41

b) Adapun selanjutnya, seperti dijelaskan oleh Zaky Al-Din Sya’ban, bahwa sesungguhnya tujuan penyari’atan hukum adalah untuk

merealisir kemaslahatan dan menolak timbulnya kerusakan dalam kehidupan manusia. Tidak diragukan lagi bahwa kemaslahatan itu terus berkembang dan berubah mengikuti perkembangan jaman, situasi dan lingkungan. Jika kemaslahatan itu pan yang tidak dicermati secara seksama dan tidak direspon dengan ketetapan yang sesuai, kecuali hanya terpaku adanya dalil yang mengakuinya,

41


(54)

niscaya kemaslahatan itu akan lari dari kehidupan manusia serta berhentilah kehidupan pertumbuhan hukum. Padahal sikap yang tidak memperhatikan perkembangan mas}lah}at adalah tidak sejalan dengan apa yang menjadi tujuan syariah yaitu mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan dalam kehidupan manusia.42

Alasan ini merupakan kata kunci bagi kelompok pertama dalam mempertahankan kedudukan mas}lah}ah mursalah sebagai hujjah syariah. Sebab kemaslahatan yang terdapat disetiap tempat itu diabaikan, sementara ia masih tetap sejalan dengan kehendak syariah, niscaya manusia akan mengalami kesulitan, padahal Allah tidak menginginkan kesulitan bagi manusia.

b. Kelompok yang menolak mas}lah}ah mursalah sebagai hujjah syariah. Kelompok kedua ini berpendapat bahwa maslah}ah mursalah tidak diterima sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Kelompok yang mengingakari mas}lah}ah mursalah ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Abdul Karim Zaidan, ialah madhab Hanafi, madhab Syafi’i dan madhab

Zahiriyah. Adapun yang menjadi dasar penolakan mas}lah}ah mursalah adalah sebagai berikut :

a) Allah menolak sebagian maslahat dan menyukai sebagian yang lainnya. Sementara, mas}lah}ah mursalah ditolak atau diakui oleh

syar’i keberadaanya. Oleh karena itu, maslahah mursalah tidak

42


(55)

mungkin dan tidak dapat digunakan sebagai alasan dalam pembinaan hukum.43

b) Bahwa Imam Syafi’i menolak metode istihsan dan menganggapnya

sebagai penetapan hukum dengan hawa nafsu dan ratio/nalar semata tanpa membuat pengecualian secara jelas mengenai mas}lah}ah mursalah yang menjadi tujuan syara’ dan sesuai dengan spirit dan

tujuannya. Hal ini membuat orang-orang yang tidak mencermati prinsip hukum dan ijtihad Imam Syafi’i beranggapan bahwa beliau

menolak konsep mas}lah}ah mursalah. Oleh karenanya sebagian ulama

mengindifikasikan bahwa Imam Syafi’i tidak menjadi dasar perumusan hukum, bahkan sebagian berpendapat bahwa Imam Syafi’i

menolaknya dan tidak mengakui legalitasnya.44

43

Ibid., 115.

44 Lalu Supriadi,(Konsep Mas}lah}ah Mursalah Najm Al-Din Al-Tufi,dalam Jurnal


(56)

47 BAB III

PERSEPSI ULAMA’ MOJOKERTO TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI PATUNG DI DESA WATES SUMPAK KECAMATAN TROWULAN

KABUPATEN MOJOKERTO

A.Diskripsi Tempat Penelitian 1. Sejarah Desa Watesumpak

Sekitar abad ke 14 seorang laki-laki pengembara yang bernama Mbah Suro Benco. Dalam perjalanan beliau singgah disuatu tempat yanmasih

berupa hutan belantara (peteng ndedet gong liwang Liwung dalam bahasa

jawa). Beliau ingin menetap di tempat tersebut untuk mengakhiri pengembaraanya. Karena tempat tersebut subur dan banyak terdapat sumber bahan makanan, ingin sekali hutan tersebut dijadikan pemukiman.

Pada waktu beliau menebang hutan ditemukan sebuah benda berupa batu besar yang berbentuk persegi yang mana batu tersebut menyerupai

umpak. Lalu dijadikan batu tersebut sebagai batas (tetenger dalam bahasa

jawa) antara desa yang satu dengan yang lainnya, dan Mbah Suro Benco menyebutnya batu umpak.

Kemudian Mbah Suro Benco memberi nama tempat tersebut

sebagai Desa Watesumpak Wates artinya Batasan dan Umpak artinya

Batu.1

1


(57)

Desa Watesumpak mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan, yaitu :

No Nama Periode

1 Tamim 1950 s/d 1967

2 Sholikin 1967 s/d 1993

3 Supi’i Ashadi 1993 s/d 1994

4 Samsul Hadi 1994 s/d 1997

5 Supi’i Ashadi 1997 s/d 2003

6 Masyhuda 2003 s/d 2004

7 Supi’i Ashadi 2004 s/d 2007

8 Kopan 2007 s/d 2013

9 Mokhamad Yusuf, SH 2013 s/d Sekarang

Nama-nama tersebut adalah kepala desa Watesumpak dari periode pertama

sampai periode yang terakhir.2

2. Demografi

Desa Watesumpak adalah satu desa di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto yang mempunyai luas areal 298,898 Ha, dengan batas-batas :

1. Perbatasan sebelah timur : Desa Jambuwok

2. Perbatasan sebelah barat : Desa Wonorejo

3. Perbatasan sebelah selatan : Desa Jatipasar

4. Perbatasan sebelah utara : Desa KliterejoWATE

SUMPAK

2


(58)

Mayoritas mata pencarian penduduk bergerak dibidang pertanian dan pengerajin Patung. Permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan mata pencaharian penduduk adalah tersedianya lapangan pekerjaan yang kurang memadai dengan perkembangan penduduk sebagaimana tertuang dalam perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Mojokerto.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembangunan desa adalah melakukan usaha perluasan kesempatan kerja dengan melakukan penguatan usaha kecil pemberian kredit sebagai modal untuk pengembangan usaha

khususnya di bidang perdagangan.3

3. Keadaan sosial

Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur, dimana jumlah penduduknya terdiri dari 6.835 jiwa dengan jumlah laki-laki 3417 jiwa dan perempuan 3418 jiwa.

Dengan jumlah penduduk yang berjumlah 6.835 jiwa berdasarkan pemetaan social dari analisis penyebab kemiskinan yang telah dilakukan oleh KPMD didapat :

1. Jumlah penduduk prasejahtera : 1986 jiwa

2. Jumlah penduduk menengah : 3054 jiwa

3. Jumlah penduduk sejahtera : 1795 jiwa

3


(59)

Dari data tersebut diatas, maka jumlah penduduk yang merupakan penduduk prasejahtera sebesar 23% dari jumlah penduduk yang ada di Desa Watesumpak. Dengan prosentase penduduk prasejahtera diatas, maka Desa Watesumpak merupakan desa yang memilih SDM yang cukup/sedang. Hal ini dapat dibuktikan dari data penduduk Desa Watesumpak berdasarkan tingkat pendidikan sebagai berikut :

No Pendidikan Jumlah/Jiwa

1 Sarjana 84

2 SLTA 512

3 SLTP 822

4 SD 2112

5 Lain-lain 3305

Pada tingkat pendidikan yang demikian diatas maka mempengaruhi

mata pencaharian penduduk Desa Watesumpak4.

Sementara bila ditinjau dari segi yang lain yaitu ditinjau dari segi agama dan kepercayaan masyarakat Watesumpak mayoritas beragama Islam dengan rincian data sebagai berikut :

No Agama Jumlah/Jiwa

1 Islam 6774

2 Kristen 44

3 Katolik 14

4 Hindu -

5 Budha -

Dengan uraian yang telah dipaparkan diatas yang ditinjau dari segi kependudukan. Bahwa Desa Watesumpak merupakan desa yang

4


(60)

berklasifikasi penduduk 23% prasejahtera, tingkat pendidikan SD dengan

mata pencaharian sebagai petani dan buruh.5

4. Keadaan Ekonomi

No Pekerjaan Jumlah/Jiwa

1 Buruh Tani 800

2 Petani 725

3 Peternak 5

4 Pedagang 428

5 PNS 125

6 Buruh Kerja 200

7 Pensiunan 47

8 Pengerajin 142

Rincian mata pencaharian penduduk Desa Watesumpak6

B.Praktek Jual Beli Patung di Desa Watesumpak Kec. Trowulan Kab. Mojokerto.

1) Latar Belakang Jual beli Patung.

Wates Umpak adalah desa yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai penjual atau pengusaha jual beli patung, karena desa watesumpak berada di Kecamatan trowulan yang notabennya sebagai tempat sejarah peradapan kerajaan majapahit dengan banyaknya ditemukan peninggalan dari kerjaan tersebut seperti candi, arca dan lain-lain.

5 Ibid,.... 6


(61)

Seorang penduduk desa Watesumpak mengatakan dalam jual beli patung sudah ada sejak jaman dahulu atau turun temurun dan mereka juga beralasan ingin melestarikan seni kerajinan sekaligus membuka usaha untuk menghidupi keluarganya. Para perintis itu perlu belajar ke Jogjakarta untuk memperdalam seni pembuatan patung batu. 7

2) Pelaksanaan Praktek Jual Beli Patung. a. Bahan Pembuat Patung.

Andesit Bahan utama pembuatan patung adalah Batu Andesit, Batu gunung yang tidak terlalu keras. Jika ditatah (dipahat) alurnya jelas dan tidak pecah/ cuil sembarangan. Batu Kali yang keras jelas tidak bisa digunakan untuk pembuatan patung. Karena saat ditatah akan pecah.

Batu-batu Andesit itu didatangkan dari Pacitan. Batu terbesar panjangnya bisa 3 meter. Lebarnya tergantung ukuran patung yang akan dibuat. Juga tergantung ukuran Bak truk pengangkut. Di Wates Umpak, batu-batu itu dipahat membentuk patung-patung sesuai pesanan atau mengikuti trend pasar yang sedang laris. 8

b. Pemesan atau Pembeli Patung

Cara pembelian Patung di Desa Watesumpak tidak melayani pembelian secara langsung, pemebelian patung tersebut menggunakan cara memesan terlebih dahulu, calon pembeli bisa langsung datang ke

7

Mas Antok, Wawancara, Penjual Patung diTrowulan, Tanggal 26-April-2017. 8


(62)

pengerajin atau dapat menghubunggi lewat telpon atau sosial media lainya.

Pembeli harus memesan patung terlebih dahulu dan kemudian menentukan bentuk patung yang akan di pesan, setelah semua sudah terlaksana sampai penentuan harga, kemudian pemesan harus membayar 50% dari harga yang ditentukan agar pengerajin bisa memulai pembuatan patung sesuai pesanan pelanggan.

"Adanya industri patung cor semen membuat kita sangat tersaingi, tidak ada lagi orang asing yang beli patung batu. Kalau dulu pembeli datang dari Amerika, Belanda, Singapura, Jerman, dan Jepang. Kalau pembeli lokal dari Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Sekarang sepi,"

Salah seorang pengrajin patung batu andesit Ahmad Dondi mengatakan, saat ini peminat buah kerajinannya kian menurun. Pria kelahiran 41 tahun silam ini mengaku hanya menerima pesanan 3 bulan sekali dari seorang pedagang patung asal Jerman. Itu pun jumlahnya tak

seberapa, yakni hanya 5-8 buah.9

"Saya hanya mengandalkan pesanan dari orang Jerman itu, dan saya kerjakan 3 minggu sudah selesai. Jadi 2 bulan lebih hanya menunggu pembayaran dan pesanan lagi.

Beliau beberapa kali dipercaya oleh orang penting di Provinsi untuk membuat patung batu yang akan ditempatkan di halaman gedung pemerintah. Sampai Eropa dan Amerika Hasil karya pria Wates Umpak

9


(63)

berupa patung batu ini ternyata dipasarkan tidak hanya di Jawa tapi sudah sampai Bali, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Bahkan, para buyer asal Eropa, Spanyol dan Amerika sering order patung batu di Wates Umpak10.

c. Bentuk dan Harga Patung

Para perajin mampu membuat patung batu berwujud Dewi Sri, Laksmi, Dewa Syiwa, Ganesha juga patung Budha. Ukurannya ada yang kecil. Bisa juga besar. Harganya mulai 50 ribu sampai jutaan rupiah. Para perajin juga sanggup membuat patung-patung berciri khas Singosari dan Majapahit.

Keuntungan yang dia dapatkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan lamanya proses pengerjaan dan menunggu pesanan datang kembali. Harga patung buah tangan ayah 2 anak ini dibanderol dengan harga yang bervariasi, tergantung lama pengerjaan dan tingkat kesulitan

pahatan.11

Patung model Hakim Bao setinggi 70 cm misalnya, dia hargai Rp 500.000. Patung dengan model yang sama setinggi 1,5 meter dia jual Rp 2 juta. Sedangkan patung dengan bentuk yang lebih rumit, dia hargai lebih mahal.

Seperti patung Ganesha yang sedang dia pahat. Meski berukuran kecil 60 centimeter, patung manusia berkepala gajah ini dia hargai Rp 1,7

10

Pak harun, Wawancara, Penjual Patung diTrowulan., Tanggal 26-April-2017. 11


(64)

juta. "Kalau patung ukuran 1,5 meter, untuk beli batunya Rp 300.000, gaji pemahat Rp 300.000. Keuntungan bersih sekitar Rp 1,4 juta. Namun, nyatanya saya kesulitan untuk makan, karena pesanan yang tidak menentu dan lamanya pembayaran," ungkap pengrajin yang sudah 28

tahun menggeluti usaha patung batu ini.12

C.Persepsi Ulama’ Mojokerto Terhadap Jual beli Patung di Kecamatan

Trowulan Kabupaten Mojokerto.

1. K.H, Achmadi Muchsin

Beliau adalah pimpinan pondok Pesantren Hidayatul Mubta’dien di

kecamatan puri kabupaten Mojokerto, beliau juga sering mengisi ceramah agama di berbagai kegiatan masyarakat, dari hasil wawancara dengan beliau, mengatakan bahwa :

“Jual beli Patung hukumnya Haram, beliau berpendapat bahwa patung tidak mempunyai manfaat apapun untuk diperjualbelikan, malahan banyak mengarah kemudharatan dan kesyirikan bisa jadi patung-patung itu untuk di jadikan sesembahan. Beliau juga mengatakan tentang hadits pelarangan jual beli patung.

مٌرحَهُلوسروَهاٌَ إ

ا

َِمانصآاوَِريِزنِخْلاوَِةتي ْلاوَِر خْلاَعيبَ

َ

“Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar,

bangkai, babi, dan patung.”

12


(65)

Meskipun ditinjau dari mas}lah}ah mursalah beliau juga mengatakan tetap saja

haram, Karena mas}lah}ah mursalah untuk kepentingan orang banyak bukan

untuk individu atau seglintir orang saja”13

2. K.H, Fatkhur Rohman

Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Miftachus Syari’ah di

kecamatan Trowulan. Beliau sering mengisi pengajian umum diberbagai kota dan beliau juga memberi pengajian untuk umum di pondoknya setiap hari rabu dan sabtu malam. Hasil Wawancara beliau mengatakan:

“hadits tentang pelarangan jual beli kan sudah ada dan jelas sekali,

yang berbunyi : “Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual

beli khamar, bangkai, babi, dan patung.” jadi hukum jual beli patung itu haram.alasan lain beliau mengatakan patung tidak mempunyai manfaat apapun meskipun patung tersebut digunakan sebagai hiasan di rumah, karena ada hadits yang mengatakan jika rumah ada hiasan patung maka malaikat tidak akan memasuki rumah tersebut.

Meskipun di tinjau dari mas}lah}ah mursalah, jual beli patung tersebut

tetap dilarang, meskipun dengan alasan untuk menafkahi keluarga. Tetapi beliau mengatakan bahwa didalam kasus ini hanya Allah SWT yang tau

mereka diberkahi atau tidak dalam menafkahi keluarga.”14

3. K.H, Khomsun

Beliau pimpinan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah di kecamatan

Jatirejo, beliau adalah ulama’ yang di hormati oleh masyrakat sekitar karena

ilmu dan keteladananya. Hasil wawancara kepada beliau :

13

K.H, Achmadi Muchsin, Wawancara, Ulama’ Mojokerto, Tanggal 29-April-2017. 14


(1)

menekuni profesi sebagai Penjual patung. Selain itu penjual patung di Desa Watesumpak semakin banyak, dan pekerjaan ini menyerap banyak tenaga kerja maka dari itu mereka mengandalkan profesi ini sebagai pekerjaan tetap mereka.

Bila Islam mengharamkan secara langsung, dari manakah uang yang mereka dapatkan untuk menghidupi keluarga mereka? Karena pemerintah sendiri kurang menyediakan lapangan pekerjaan di daerah Trowulan dan sekitarnya, meskipun ada beberapa lahan pertanian yang bisa dikerjakan, tetapi dari tahun ke tahun jumlah penduduk Desa Watesumpak semakin meningkat, dan lapangan pekerjaan pun semakin sedikit, maka ada banyak masyarakat yang lebih memilih sebagai penjual dan pemahat patung untuk mengandalkan penghidupannya dari pekerjaan Menjual belikan dan memahat patung. Jadi Jual beli patung diperbolehkan karena untuk memenuhi sandang pangan masyarakat Desa Watesumpak.


(2)

71 BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan yang telah di paparkan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yang terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yaitu:

1. Menurut persepsi ulama’ praktik Jual beli Patung hukumnya Haram, para ulama’ berpendapat bahwa praktek jual beli patung tidak mempunyai manfaat apapun untuk diperjualbelikan, malahan banyak mengarah kepada kemudharatan dan kesyirikan, karena objek jual beli berupa patung yang kebanyakan untuk di jadikan sesembahan.

2. Ada perbedaan Persepsi ulama’ Mojokerto tentang jual beli patung di kecamatan trowulan Kabupaten Mojokerto.

1) Ulama’ yang tidak membolehkan, dengan alasan Meskipun ditinjau dari mas}lah}ah mursalah tetap saja haram, Karena mas}lah}ah mursalah untuk kepentingan orang banyak bukan untuk individu atau segelintir orang saja.

2) Ulama’ yang membolehkan mereka berpendapat diperbolehkan karena ditinjau dari mas}lah}ah mursalah dengan alasan, yaitu; a) tidak ada pekerjaan lain, b) ketidaktahuan pemahat tentang keharaman patung dalam hukum Islam, c) pendidikan mereka yang relatif rendah dan keterbatasan keahlian untuk menekuni bidang


(3)

72

lain, d) untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, dan e) profesi tersebut telah menjadi tradisi secara turun-temurun dalam lingkungan keluarga sejak zaman Majapahit. Kemudian Hukum Islam menyikapi Jual beli Patung dengan sikap bahwa jual beli patung dibolehkan selama profesi itu dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan tidak ada pilihan lain yang bisa dilakukan kecuali dengan bekerja sebagai penjual patung. Logika syar’i ini dibangun untuk tetap menjunjung tinggi tujuan syariah, yaitu suatu kewajiban mereka untuk menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarganya.


(4)

73

B.Saran

Analisis Hukum Islam Terhadap Persepsi Ulama’ Mojokerto Tentang Jual Beli Patung di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto. Sebagaimana yang telah penulis bahas dalam penelitian ini, kiranya dapat memberikan kontribusi pemikiran demimeningkatkan kehidupan manusia. Oleh sebab itu saran penulis di tujukan kepada:

1. Masyarakat yang menekuni pekerjaan di bidang usaha Jual beli dan pemahat patung untuk beralih profesi, sekalipun untuk sementara di bolehkan karena alasan d}aru>ri>, jika mereka telah mampu untuk mencari mata pencaharian yang secara qat}’i> tidak lagi diperdebatkan.

2. Pemerintah juga diharapkan memberikan keterampilan lain yang dapat mendukung dan memperkuat perekonomian mereka, bahkan jika mungkin, bisa disiapkan lahan pekerjaan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam dan menjadi bagian dari program pemberdayaan masyarakat di wilayah kabupaten Mojokerto khususnya daerah Kecamatan Trowulan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit, 2004.

Chalid Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Depag RI. Al-Quran dan terjemahannya. Jakarta: Pustaka Agung Harapan, 2006.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Gajah Mada University, 1975.

Imam Bukhori dan Muslim, Ringkasan Shahih Bukhori Muslim,

Terjemahan Fu’ad Muhammad (Surabaya: PT Bina Ilmu),707.

Juliansah Noor, Juliansah. Metodologi Penelitian-skripsi,tesis,disertasi dan karya Ilmiah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2011.

Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian. Malang: UIN-Maliki Press, 2010. Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam. Depok: Raja Grafindo, 2015. Muhadjir, Neoang. Metode Penelitian Kualitatif Telaah Positivitik,

Rasionalisti, Plenomenologik, dan Realisme Metaphisik. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2005. Nurma, Hanik. “Presepsi Pemahat Patung Terhadap Upah Mematung

Dikecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto “. Skripsi—IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010.

Rohmi, Sri. “Tinjuan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Hasil Kerajinan Salib”. Skripsi—IAIN Wali Songo, Semarang, 2008.


(6)

Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14I (Bandung: PT al-Ma’arif, 1995)

Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam (Surabaya: PT. Bina Ibnu Offest, 2010), 134.

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016.

Wasito, Hermawan. Pengantar Metodologi Penelitian-Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 1992.

Yazid,Muhammad. Hukum Ekonomi Islam. surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014.

Zainul,Ibad. “Tinjuan Hukum Islam Terhadap Transaksasi Online Boneka Full Body”. Skripsi- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2017.

Mokhamad Yusuf, Wawancara, Kepala Desa Watesumpak, Tanggal

25-April-2017.

Arsip Kantor Desa Watesumpak Kecamtan Trowulan Kab.Mojokerto. Mas Antok, Wawancara, Penjual Patung, Tanggal 26-April-2017. Pak harun, Wawancara, Penjual Patung., Tanggal 26-April-2017.

K.H, Achmadi Muchsin, Wawancara, Ulama’ Mojokerto, Tanggal 29 -April-2017.

K..H. Fatkhur Rohman, Wawancar, Ulama’ Mojokerto, Tanggal 29-April-2017.

K.H. Khomsun, Wawancara, Ulama’ Mojokerto, Tanggal 30-April-2017. K.H. Ahmad Ishari, Wawancara, Ulama’ Mojokerto, Tanggal

30-April-2017.

K.H. Sholehudin, Wawancara, Ulama’ Mojokerto. Tanggal 01-Mei-2017. K.H. Abdullah, Wawancara, Ulama’ Mojokerto, Tanggal 01-Mei-2017.