Studi komparasi metode kritik hadis Sunni dan Syi'ah: telaah pemikiran Muhammad al Ghazali dan Abu Ja’far Muhammad Bin Ya’qub al Kulayni.

(1)

STUDI KOMPARASI METODE KRITIK HADIS SUNNI DAN SYI'AH (Telaah Pemikiran Muh}ammad al-Ghaza>li> dan Abu Ja’far Muh}ammad bin

Ya’qu>b al-Kulayni>)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Hadis

Oleh: BUSAIRI NIM : FO8214101

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Kata Kunci : Kritik hadis, Muhammad al-Ghazali dan al-Kulaini

Diskursus atas hadis sangat penting untuk dilakukan, baik sanad maupun matan, karena hadis sampai kepada ummat Islam melalui transformasi yang cukup panjang. Wajar terjadi keragaman dalam memahaminya, karena banyak metode yang dipakai oleh para ahli hadis secara bervariasi. Oleh karena itu perlu dipelajari metode yang tepat dalam memahaminya. Tulisan ini memaparkan metode kritik hadis dari dua mazhab Islam Sunni-Syi’ah guna menganalisis bagaimana metode kritik hadis yang digunakan oleh

Sunni-Syi’ah, apa perbedaan dan persamaan metode kritik hadis pada keduanya serta

implikasinya. Langkah yang diambil adalah metode komparasi dari kedua mazhab tersebut, karena Sunni yang mayoritas di Negara ini sangat relevan dengan menggunakan metode yang ditawarkan oleh Muhammad al-Ghazali begitupula dengan al-Kulaini sebagai salahsatu ulama’ yang masyhur di

kalangan Syi’ah. Sehingga sampai pada kesimpulan bahwa ada perbedaan dan

persamaan metode kritik dari kedua mazhab ini sehingga menyebabkan banyak hadis yang dinilai sahih oleh sunni namun oleh Syi’ah dinilai da’if, begitu pula sebaliknya. Sangat perlu untuk mengetahui serta hati-hati dalam menilai hadis itu sahih, hasan atau da’if, apalagi ketika dihadapkan dengan perbedaan mazhab sehingga mengetahui metode yang digunakan merupakan langkah awal yang harus dipahami.


(7)

DAFTAR ISI

Sampul Depan ... i

Sampul Dalam ... ii

Pernyataan Keaslian ... iii

Persetujuan Pembimbing ... iv

Pengesahan Tim Penguji ... v

Kata Pengantar ... vi

Motto ... vii

Daftar Isi ... viii

Pedoman Transliterasi ... xi

Abstrak ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 12

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Kegunaan Penelitian ... 14

F. Kerangka Teoritik ... 15

G. Penelitian Terdahulu ... 19

H. Metode Penelitian ... 20

I. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II : BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN MUHAMMAD AL-GHAZA>LI> TENTANG KRITIK HADIS A. Biografi Muhammad Al-Ghaza>li> ... 25

B. Aktifitas Sosial dan Intelektual Muhammad Al-Ghaza>li> ... 30

1. Ikhwa>n al-Muslimi>n ... 30

2. Karya-karya Syaikh Muhammad al-Ghaza>li> ... 34

3. Latar Belakang Pemikiran Syaikh Muhammad al-Ghaza>li> dalam Bidang Hadis ... 37 4. Buku al-Sunnah al-Nabawiyyah Baina Ahl al-Fiqh wa Ahl


(8)

al-Hadi>th dan Pengaruhnya di Kalangan Umat Islam ... 41

C. Pemikiran Muhammad Al-Ghaza>li> Tentang Metode Kritik Hadis ... 46

1. Pengertian Hadis ... 46

2. Pandangan Muhammad Al-Muh}ammad al-Ghaza>li> Mengenai Hadis Ahad 49 3. Pengertian Metode Kritik Hadis (Manhaj Naqd al-H{adi>th) .... 54

4. Kriteria Kesahihan Sanad Hadis ... 59

5. Kriteria Kesahihan Matan Hadis ... 62

BAB III : BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN ABU> JA’FAR MUH{AMMAD BIN YA’QU>B AL-KULAINI> TENTANG KRITIK HADIS A. Biografi Abu> Ja’far Muh{ammad Bin Ya’qu>b Al-Kulaini> ... 72

B. Aktifitas Sosial dan Intelektual Al-Kulaini> ... 74

1. Pendidikan dan Karya Al-Kulaini> ... 74

2. Latar Belakang Pemikiran al-Kulaini> dalam Bidang Hadis ... 77

3. Kitab Al-Ka>fi> dan Pengaruhnya di Kalangan Umat Islam ... 80

C. Pemikiran Al-Kulaini> tentang Kritik Hadis ... 87

1. Hadis Serta Metode kritik dalam Pandangan Syi’ah ... 89

2. Metode Kritik Sanad Hadis Al-Kulaini> ... 93

3. Metode Kritik Matan Al-Kulaini> ... 120

BAB IV : KOMPARASI PEMIKIRAN KRITIK HADIS MUHAMMAD AL-GHAZA>LI> DAN ABU> JA’FAR MUH}AMMAD BIN YA’QU>B AL -KULAINI> A. Metode Kritik Hadis Sunni dan Syi’ah ... 122

B. Perbandingan Kriteria Kesahihan Sanad Hadis Muhammad Al-Ghaza>li> dan Al-Kulaini> ... 126

1. Aspek Ittis}al al-Sanad (ketersambungan sanad) ... 126

2. Aspek Keadilan dan Ke-d}abit-an ... 129

C. Perbandinga kriteria keshahihan matan hadis Muhammad Al-Ghaza>li> dan Al-Kulaini> ... 135 D. Implikasi Perbedaan dan Persamaan Pemikiran Muhammad


(9)

Al-Ghaza>li> dengan Al-Kulaini> ... 144

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 151 B. Saran-saran ... 152


(10)

0

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Hadis sebagai rekaman atas tradisi profetik (sunnah) Nabi1 merupakan

salah satu rujukan utama dalam Islam untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam baik dalam hal aqidah, ibadah, dan muamalah. Seyogyanya apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw bisa diaplikasikan dalam kehidupan umat Islam. Namun dalam kenyataan tidak semua hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw dapat dilaksanakan karena adanya rangkaian nama-nama periwayat pada tiap t}abaqat yang dijadikan pintu masuk untuk menerima atau menolak kandungan dari hadis tersebut. Keshahihan sebuah hadis menjadi syarat utama agar hadis tersebut bisa diterima dan diaplikasikan. Mengetahui keshahihan sebuah hadis menjadi keniscayaan bagi umat Islam.

Dalam konteks ini Imam Syatibi mengatakan bahwa di dalam istinbat} hukum, tidak seyogyanya hanya membatasi dengan memakai dalil al-Qur'an saja, tanpa memperhatikan penjabaran (sharah) dan penjelasan (baya>n), yaitu al-Hadis. Sebab di dalam al-Qur'an terdapat banyak hal-hal yang masih global seperti keterangan tentang shalat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya, sehingga tidak ada jalan lain kecuali menengok keterangan hadis."2

1 Mahmu>d Ahmad Nahlah, Ushu>l al-Nahwi al-‘Arabi> (Da>r al-Ma'rifah al-Ja>mi'iyyah, 2002), 31.

2َAbu Ishak Syatibi, al-Muwa>faqa>t, (Kairo Mesir: Da>r al-Fikr al-Arabi>, cet. 2 1975 M/1395 H), juz III, 369.


(11)

1

Hadis sebagai bentuk sabda, perilaku dan keputusan Rasulullah Saw. dalam aktifitas kesehariannya tidak menutup kemungkinan dalam periwayatannya oleh para perawi hadis hingga sampai kepada kita memiliki potensi dipalsukan oleh oknum-oknum tertentu. Untuk membentengi hal itu, dikembangkanlah sebuah displin ilmu yang berkonsentrasi pada kajian sanad dan matan hadis untuk menguji validitas sebuah hadis. Ulama’ pun kemudian mengembangkan kaidah-kaidah untuk membentengi pemalsuan hadis dengan menciptakan kaidah-kaidah kesahihan hadis dan kaidah-kaidah untuk mengetahui hadis-hadis palsu.

Kendati demikian, keberadaan hadis dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan al-Qur’an yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus, baik dari Rasulullah Saw. maupun para sahabat, berkaitan dengan penulisannya. Bahkan secara resmi kodifikasi itu kemudian dilakukan sejak masa khalifah Abu Bakar al-Shiddiq yang dilanjutkan dengan Utsman bin Affan yang waktunya relatif dekat dengan masa Rasulullah.

Namun hal itu bukan berarti Rasulullah tidak punya kepedulian terhadap hadis. Beliau secara khusus telah memberikan anjuran untuk menghafalkan hadis serta menyampaikannya pada orang lain sebagaimana sabdanya;

َِ ِم حَ ُفَاُ غِ َُ ت حَُظِف حفَا ًث ِ حَ ِمَ عِ سًَأ ْماََُ اَ ض

َ ُ َْ مَ ِإَ ْقِف

ِْقفَِ سْ َ ْقِفَِ ِم حَ ُ َاُِْمَُقْفأ


(12)

2

"Semoga Allah memperindah wajah orang yang mendengar

perkataan dariku lalu menghafalkannya serta

menyampaikannya (pada orang lain)"3

Demikian juga para sahabat selalu punya perhatian besar terhadap setiap peristiwa yang mereka alami bersama Rasulullah. Peristiwa-peristiwa tersebut secara otomatis akan terekam dalam ingatan mereka tanpa harus dicatat. Ini karena para sahabat terlibat dalam berbagai peristiwa tersebut. Selain itu tradisi menghafal ketika itu merupakan tradisi yang sangat melekat kuat sehingga banyak kejadian-kejadian terekam dalam bentuk hafalan.

Meski para sahabat menerima hadis dari Rasulullah SAW dengan jalan menghafal, bukan berarti hadis yang diterima tersebut tidak ditulis oleh mereka. Banyak riwayat yang sampai kepada kita bahwa di antara beberapa sahabat ada yang memiliki catatan-catatan hadis. Salah satunya adalah Abdullah ibn 'Amr, yang memiliki al-S}ahi>fah al-S}adi>qah. Shahifah ini akhirnya berpindah tangan kepada cucunya, yaitu 'Amr ibn Syu'aib. Imam Ahmad meriwayatkan sebagian besar isi s}ahi>fah ini dalam Musnad-nya.4

Bagi sahabat Abdullah ibn 'Amr, jika sebuah peristiwa yang berhubungan dengan Rasulullah dirasa perlu dicatat, maka ia akan mencatatnya. Tentang adanya pencatatan ini Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai berikut:

3 Abu> Da>u>d Sulaima>n bin al-Ash}’as al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>u>d, (Bab Keutamaan Menyebarkan Ilmu), (Bairu>t, Libanon: Da>r al-Kita>b Arabi>, t.th) juz III, 360.

4 Nu>r al-di>n 'Itr. Manhaj al-Naqd fi> 'Ulu>m al-Hadi>th (Da>r al-Fikr, Damaskus, Syiriah 1399 H/1979 M), 46.


(13)

3

َُْ عَ ًث ِ حَ ثْكأٌَ حأَ مَ س َِْ عَُهاَ َ صَِ ِ اَِ حْصأَْ ِمَ م

ُتْ َ كَُ ِإفَا ْ عَِ ََِْ اَِ ْ عَْ ِمَ كَ مَ َِإَا ِِم

َا َُ

ُ ُتْكأ

.

َ

"Dari Abu Hurairah ra beliau berkata: tidak ada seorang dari sahabat Nabi yang lebih banyak meriwayatkan hadis dariku selain Abdullah bin Amr bin Ash, karena sesungguhnya dia mencatat hadis sedangkan aku tidak".5

Tentang penulisan hadis oleh Abdullah ibn Amr ini, diriwayatkan bahwa beliau menulis hadis sepengetahuan Rasulullah SAW, bahkan Rasulullah memerintahkannya sebagaimana riwayat dari Ibnu Amr berikut:

ْخأَاِس ْخأْاَِ ََِْ اَِ ْ ُعَْ عَا ِع سَُ َْ ْح َ ث ح

َُ ِ ْاَ

َا ْ عَِ ََِْ اَِ ْ عَْ عَا ك مَِ َْ فُس َُْ عَاَِ اَِ ْ عَُ ْ

َُهاَ َ صََِ اَِ ُس َْ ِمَُُع ْسأٍَءْ شََ ُكَُ ُتْكأَُتُْكَ: ق

ك ِإَ:ا ُ قفَاٌشْ ُقَ ِْت فَاُظْفِحَُ ُِأَ مَ س َِْ ع

َ

ََ ُكَُ ُتْ ت

ََِ اَُ ُس َا مَ س َِْ عَُهاَ َ صََِ اَِ ُس َْ ِمَُُع ْس تٍَءْ ش

َُتْ سْمأفَا ضِ ا َِ ض غْاَ ِفَُمَ ت ٌَ ش َ مَ س َِْ عَُهاَ َ ص

َ صََِ اَِ ُس َِ كِ َُتْ ك فَاِ تِ ْاَِ ع

َ

َة مَ س َِْ عَُها

.ٌق حَ َِإَ ِِمَ خَ مَِِ َِ ِسْف َ ِ َا فَْ ُتْكاَ: قف

َ

"Dari Abdullah ibn Amr beliau berkata: "Saya menulis setiap yang saya dengar dari Rasulullah untuk saya hafalkan, maka orang-orang Qurays mencegahku dengan berkata; "Apakah kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah Saw? Sedangkan Rasulullah Saw adalah manusia yang kadang-kadang berbicara dalam keadaan marah dan kadang-kadang dalam keadaan ramah?, maka akupun menghentikan penulisan itu dan mengadukannya pada

5Abi> Abdillah Muhammad Ibnu Isma>'i>l Ibnu Ibra>hi>m Ibnu Mughi>ra al-Ju'fi> al-Bukha>ri>, S}ahi>h

Bukha>ri>, (Kitabul Ilmi): diedit oleh Muhammad Zahi>r Na>sir ibnu al-Na>sir, (Bairu>t, Libanon: Da>r Tauq al-Naja>h, 1422 H) juz I, 34.


(14)

4

Rasululah, maka sambil menunjuk mulutnya beliau bersabda, "Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak keluar darinya (maksudnya lisan Rasulullah) kecuali yang hak"6

Setelah Rasulullah wafat, para sahabat kemudian saling meriwayatkan apa yang pernah didengar dari beliau. Setiap berita yang datang dari seorang sahabat yang mengaku mendengar atau berasal dari Rasulullah, mereka langsung menerimanya.

Kondisi seperti ini terus berlangsung hingga terjadi fitnah yang menyebabkan kematian Khalifah 'Utsman bin 'Affan ra., yang diikuti terjadinya perpecahan dan perselisihan serta munculnya berbagai firqah. Masing-masing kelompok kemudian mencari pembenaran terhadap bid'ah yang dibuatnya dengan mencari nash-nash yang dinisbatkan kepada Nabi SAW.

Dalam kondisi seperti inilah para sahabat mengambil sikap hati-hati dalam meriwayatkan sebuah hadis. Mereka tidak menerima selain apa yang diketahui jalurnya dan merasa yakin dengan ke-thiqah-an (keterpercayaan) dan keadilan para perawinya, yaitu melalui jalur sanad. Secara bahasa, sanad atau isnad artinya sandaran, maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai

kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadis dan

menyampaikannya. Sanad merupakan istilah ahli hadis dari sisi periwayatannya. Ia adalah rangkaian para periwayat yang menyampaikan

6 Abu Abdillah Ahmad ibnu Muhammadibnu Hanbal ibnu Hila>l al-Syaibani, Musnad Imam

Ahmad ibnu Hanbal, diedit oleh Sueb al-Arnut, (Beiru>t, Libanon: Mu'asasah al-Risa>lah, 1420 H/1999 M), juz XI, 57.


(15)

5

suatu khabar (berita) dari satu perawi kepada perawi berikutnya secara berantai, hingga sampai pada sumber khabar yang diriwayatkan itu.7 Sanad

dimulai dari ra>wi> yang awal (sebelum pencatat hadis) dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah SAW yakni sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadis, maka ia dikatakan mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadis atau yang mencatat hadis), ra>wi> yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad sedangkan sahabat yang meriwayatkan hadis itu dikatakan akhir sanad.

Imam Muslim meriwayatkan di dalam mukaddimah shahihnya dari Ibn Sirin rahimahullah, yang mengatakan bahwa, dulu mereka tidak pernah mempertanyakan tentang sanad, namun tatkala terjadi fitnah, mereka mengatakan, tolong sebutkan kepada kami para perawi kalian! Lalu dilihatlah riwayat ahlu al-hadi>th lantas diterima hadis mereka. Demikian pula, dilihatlah riwayat ahlu al-bid'ah, lalu ditolak hadis mereka.8

Demikian pula generasi berikutnya, ketika mendengar sebuah hadis, tidak langsung menerimanya. Mereka terlebih dulu menguji kebenaran hadis itu dengan melihat dan mempelajari matan (isi) dan sanad-nya sekaligus. Perhatian kaum Muslimin terhadap kedua hal ini begitu tinggi. Sebab melalui cara ini kemudian mereka bisa menilai apakah sebuah hadis itu otentik dan akurat, atau tidak.

7 Faruq Hamadha, al-Manhaj al-Isla>mi> fi> al-Jarh wa al-Tadi>l Dirasah Manjhajia fi> Ulu>m

al-Hadi>th, (Ribat: Da>r al-Ma'rifat, 1982 M), 231.

8 Muslim Ibnu al-Hajja>j Abu al-Hasan al-Qusairi> al-Naisa>bu>ri>, al-Musnad al-S}ahi>h al

Mukhtasar binaqli al-Adal ani al-Adli ila> Rasulillah Shalallhu alaihi wasalam, diedit oleh M. Fuad Abd. al-Baqi> (Bairu>t, Lebanon: Da>r Ihya al-Tura>ts, t.th.), juz I, 15.


(16)

6

Hadis adalah salah satu sumber tashri>’ penting dalam Islam. Urgensinya semakin nyata melalui fungsi-fungsi yang dijalankannya sebagai penjelas dan penafsir al-Qur’an, bahkan juga sebagai penetap hukum yang independen sebagaimana al-Qur’an sendiri. Itulah sebabnya, di kalangan Ahlu al-Sunnah, menjadi sangat penting untuk menjaga dan ‚mengawal‛ pewarisan al-Sunnah ini dari generasi ke generasi. Mereka misalnya, menetapkan berbagai persyaratan yang ketat agar sebuah hadis dapat diterima (dengan derajat shahi>h ataupun hasan). Setelah meneliti dan membuktikan keabsahan sebuah hadis secara sanad, mereka tidak cukup berhenti hingga di situ. Mereka pun merasa perlu untuk mengkaji matan-nya; apakah ia tidak sha>dh atau mansu>kh misalnya. Demikianlah seterusnya, sehingga mereka dapat menyimpulkan dan mendapatkan hadis yang dapat dijadikan sebagai hujjah.

Salah satu kajian krusial dalam bidang hadis adalah permasalahan mengenai rija>l atau ruwwah} sebagai periwayat yang menjaga laju estafet hadis hingga sampai kepada para kolektor. Di antara urgensitas kajian mengenai para periwayat tersebut tidak lain adalah untuk memilah-milah antara hadis yang dianggap layak memiliki otoritas dan tidak, yang pada akhirnya juga bertujuan untuk menjaga otentisitas hadis itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, Sunni dan Syi’ah yang merupakan dua golongan Islam terbesar sampai saat ini ternyata memiliki metodologi dan sikap yang berbeda dalam memperlakukan dan mengapresiasi hadis, termasuk dalam hal kajian mengenai rija>l.


(17)

7

Namun demikian, meskipun perbedaan antara dua kelompok tersebut memang benar adanya, beberapa penemuan terakhir telah menunjukkan bahwa ternyata banyak rija>l Syi’ah yang terdapat di dalam al-Kutub al-Tis'ah, sebaliknya Syi’ah juga memiliki klasifikasi hadis muwatthaq yang membuka peluang penerimaan hadis dari rija>l non-Syi’ah, salahsatunya Sunni.

Hadis mempunyai sejarah yang unik dan panjang. Ia pernah mengalami masa transisi dari tradisi oral ke tradisi tulisan. Pengkompilasiannya pun membutuhkan waktu yang cukup panjang. Persaingan politik antar kelompok Muslim dalam rangka perebutan kekuasaan juga ikut mewarnainya. Sampai pada akhir abad ke-9 M, usaha pengkodifikasian tersebut dapat menghasilkan beberapa koleksi besar (kitab hadis) yang dianggap autentik, di samping sejumlah besar koleksi hadis lainnya.

Seleksi dan pengeditan koleksi kitab hadis tersebut, menurut pandangan Mohammed Arkoun,9 menimbulkan kontroversi berkepanjangan di

antara tiga golongan Muslim besar, yakni; Sunni>, Shi’i> (Syi’ah), dan Kha>riji> (Khawarij). Kelompok Sunni10 menganggap, kompilasi s}ahi>hayn dari Bukhari

(w.870 M) dan Muslim (w. 875 M) sebagai yang paling autentik. Syi’ah11 12

9 Mohammed Arkoun, Rethinking Islam: Common Questions, Uncommon Answers terj. Dan ed. Robert D. Lee (Colorado: Westview Press, Inc., 1994), 45.

10 Sunni adalah (kelompok moderat) antara dua golongan pecahan pendukung ‘Ali> bin Abi>

T{a>lib, yaitu Syi>’ah dan Khawa>rij yang sama-sama ekstrem (Syi>’ah ekstrem kanan dan

Khawa>rij ekstrem kiri), maka di antara kedua sekte tersebut adalah Sunni. Sa’dullah Al-Sa’di,

Hadis-Hadis Sekte (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 63.

11Syi>’ah, secara etimologi kata ini berasal dari Sya>’a, yasyi>’u, syi>’ah yang artinya sahabat,

penolong, atau pembela. Lihat Ibra>him A>nis, al-Mu’jam al-Wasi>t}} (Kairo: t.tp., 1972), 503.

Adapun secara terminologi, Syi>’ah berarti suatu maz|hab umat Islam yang mengikuti imam 12


(18)

8

(Isna ‘Ash’ariyah) mengklaim, hasil kompilasi Kulayni> (w. 939 M) sebagai ‚suitable for the science of religion‛ dan dilengkapi juga dengan koleksi Ibn Babuyah (w. 991 M) dan al-Tusi (w. 1067 M). Sementara, Khawarij memakai koleksi Ibn Habib (tercatat akhir abad ke-8) yang disebut sebagai sahi>h al-ra>bi’ (the true one of spring).

Terdapat satu anggapan bahwa perbedaan aqidah dalam aliran-aliran Islam berdampak atau bahkan merupakan sumber pada perbedaan hadis yang diakui oleh masing-masing kelompok. Kelompok Sunni misalnya, hanya berpegang pada riwayat Sunni saja, sementara kelompok Syi’ah hanya mengakui hadis-hadis riwayat kelompok Syi’ah saja, demikian seterusnya.

Masing-masing kelompok cenderung egois dan hanya mementingkan kelompoknya. Lebih parah lagi, hadis-hadis yang ada banyak dibuat oleh kelompok tertentu demi kepentingan kelompoknya, bahkan tidak sedikit yang mendiskreditkan madhhab yang berseberangan. Dampak terbesar dari anggapan ini adalah, hadis-hadis yang ada tidak bisa diperanggungjawabkan otentisitasnya karena dibuat atau dipalsukan oleh madhhab-madhhab tertentu demi kepentingan mereka. Perbedaan konsepsi secara metodologis tentang hadis antara Sunni dan Syi’ah bergulir pada wilayah kajian epistimologi; asal, struktur, metode-metode, kesahihan, dan juga tujuan pengetahuan.

Di antara ulama' yang membahas tentang metode kritik hadis di kalangan Sunni adalah Muhammad al-Ghaza>li>, beliau mempunyai nama

urusan iba>dah dan mu’a>malah. Muh}{ammad Ti>ja>ni al-Samawi>, Syi>’ah: Pembela Sunnah Nabi,


(19)

9

lengkap Mu ammad al-Ghazālī bin A mad al-Saqā‘. Lahir pada tanggal 22 September 1917 M, bertepatan dengan tanggal 5 Dhulhijjah 1335 H. di daerah Naklal Inab, al-Buhairah, Mesir. Dari daerah ini pula lahir tokoh-tokoh Islam terkemuka, seperti Ma mūd Sami al-Barūdi, Syaikh Sālim al-Bisyrī, Syaikh Ibrāhīm Hamrusī, Syaikh Mu ammad ’Abduh, Syaikh Ma mud Syalṭūṭ, Syaikh assan al-Banna, Mu ammad al-Bāhi, Syaikh Mu ammad al-Madanī, Syaikh ’Abd al-Azīz ’Isa, dan Syaikh ’Abdullāh al-Musyid.12

Pada usia 10 tahun Muh}ammad al-Ghaza>li> sudah berhasil menghatamkan hafalan al-Qur’an 30 juz, pendidikan dasar dan menengahnya, ia tempuh di sekolah agama. Pada tahun 1973, ia melanjutkan pendidikannya pada jurusan Dakwah, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Mesir dan lulus pada tahun 1941 M. Kemudian melanjutkan studi ke Fakultas Bahasa Arab pada perguruan tinggi yang sama, selesai pada tahun 1943. Muh}ammad al-Ghaza>li> lebih dikenal sebagai da’i terutama di Timur Tengah. Materi ceramahnya yang selalu segar, gaya bahasanya, semangat, dan keterbukaannya, merupakan daya tarik dakwahnya.13 Selain sebagai da’i, ia juga seorang akademisi yang disegani, baik di almamaternya maupun di berbagai perguruan tinggi lainnya, seperti Universitas Ummul Qura di

12 Thalib Anis, ‚Syaikh Muhammad al-Ghaza>li>: Da’i yang Menulis‛ dalam Syaikh

Muhammad al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan al-Quran, Pesan Kitab Suci Dalam Kehidupan

Masa Kini, terj. Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan, 1999), 5.

13 M. Quraish Shihab, (Kata Pengantar) Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW. Antara


(20)

10

Makkah, Universitas Qatar di Qatar, Universitas Amir Abdul Qadir al-Islamiyah di Aljazair.14

Di kalangan Syi’ah adalah Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al -Kulayni>>, nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad Ibnu Ya’qub Ibn Ishaq al-Kulayni>> al-Ra>zi>.15 Tanggal dan tahun kelaharian al-Kulayni>> dalam

berbagai literatur tidak ada yang menyebutkan secara pasti, tetapi ada yang mengatakan, beliau lahir sekitar tahun 254 H atau 260 H. Beliau lahir di sebuah dusun yang bernama al-Kulay atau al-Kulin di Ray Iran.16 Meski

kelahirannya masih belum diketahui secara pasti, namun beliau wafat pada tahun 328 H / 329 H (939/940 M). Beliau dikebumikan di pintu masuk Kufah.17

Ayah al-Kulayni>> bernama Ya’qu>b Ibn Ishaq atau al-Salsali, seorang tokoh Syi’ah terkemuka di Iran.18 Di kota inilah ia mulai mengenyam

pendidikan. Al-Kulayni>> punya pribadi yang unggul dan banyak dipuji ulama, bahkan ulama mazhab Sunni dan Syi’ah sepakat akan kebesaran dan kemuliaan al-Kulayni>>.

Al-Kulayni>> menyusun kitab al-Ka>fi> selama dua puluh tahun dengan melakukan perjalanan ilmiah untuk mendapatkan hadis-hadis dari berbagai

14 Bustamin, Salam, M. Isa H.A, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 99-100.

15Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, (Surabaya: Pustaka Al-Muna, 2010), 222.

16Al-Kulayni>, Muqaddimah Ushul al-Kafi al-Kulayni>, diedit oleh Ali Akbar al-Ghifari, Juz I (Teheran: Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, t.th), 13.

17Arifin, Studi Kitab, 223. 18 Ibid.


(21)

11

daerah, seperti Irak, Damaskus, Ba’albak, dan Talfis. Namun bukan hanya hadis yang ia cari tetapi juga berbagai sumber dan kodifikasi hadis dari para ulama sebelumnya. Dari sini tampak adanya usaha yang serius dan besar-besaran.19 Beliau dikenal sebagai orang yang cerdas, dapat dipercaya, dan

memiliki hafalan yang kuat, karenanya beliau dijuluki dengan thiqqat al-Isla>m.

Karena itu, penelitian ini diarahkan pada metode kritik hadis yang akan difokuskan pada salah satu mura>ji' di kalangan Sunni yaitu Muhammad Ghaza>li> yang mempunyai konsentrasi dalam ilmu hadis dengan karyanya al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn ahl fiqh wa ahl al-hadi>th, buku ini ditulis oleh Muhammad Ghaza>li> atas permintaan Lembaga Ma'had 'A>lami> li al-Fikr al-Islami> di Mesir20 sebuah lembaga yang didirikan untuk mendorong penelitian dan kajian pada ajaran-ajaran Islam dan salah satu mura>ji' di kalangan Syi’ah yaitu Abu> Ja’far Muh}ammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> dengan karyanya al-Ka>fi>.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam tulisan ini penulis hanya akan membahas dan mengkaji metode kritik hadis yang ditawarkan oleh Muhammad al-Ghaza>li> dalam karyanya al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th dan metode kritik hadis yang ditawarkan oleh Abu>

19M. Alfatih Suryadilaga, Kitab al-Kafi al-Kulayni>, (Yogyakarta: Teras, 2003), 307.

20 Meskipun demikian, Muhammad al-Ghaza>li> sendiri telah menyatakan bahwa ia sendirilah yang akan bertanggungjawab atas seluruh isi buku yang dikarangnya. Lihat Muhammad al-Ghaza>li>, al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn ahl fiqh wa ahl al-hadi>th, (Kairo: Da>r al-Syuruq, 2001), 6.


(22)

12

Ja’far Muhammad bin Ya’qub al-Kulayni>> dengan karyanya al-Ka>fi>. Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah perbedaan penilaian antara Sunni dan Syi’ah yang merupakan dua golongan Islam terbesar yang menimbulkan kontroversi berkepanjangan di antara keduanya dalam memahami dan memperlakukan hadis hal ini disebabkan metodologi yang berbeda yang selam ini mereka pegang.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana metode kritik hadis di kalangan Sunni sebagaimana yang ditawarkan oleh Muhammad Ghaza>li> dalam kitab Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th?

2. Bagaimana metode kritik hadis di kalangan Syi’ah sebagaimana yang ditawarkan oleh Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> dalam kitab al-Ka>fi>?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan metode kritik hadis menurut ulama' Sunni dan Syi’ah?

4. Apa saja implikasi dari persamaan dan perbedaan antara metode kritik hadis menurut ulama' Sunni dan Syi’ah?

D. Tujuan Penelitian


(23)

13

1. Menjelaskan metode kritik hadis di kalangan Sunni sebagaimana yang ditawarkan oleh Muhammad Ghaza>li> dalam kitab Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th

2. Menjelaskan metode kritik hadis di kalangan Syi’ah sebagaimana yang ditawarkan oleh Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> dalam kitab al-Ka>fi>.

3. Menjelaskan persamaan dan perbedaan metode kritik hadis menurut ulama' Sunni dan Syi’ah.

4. Menjelaskan implikasi dari persamaan dan perbedaan antara metode kritik hadis menurut ulama' Sunni dan Syi’ah.

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Secara teoritis, kegunaan penelitian ini adalah sebagai bentuk aplikasi disiplin ilmu hadis, khususnya dalam kajian kritik hadis, sehingga dapat diketahui kualitas hadis yang diteliti.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan umat Islam, baik yang pro maupun yang kontra. Harapannya, masing-masing kubu dapat saling menghargai terhadap perbedaan penilaian tersebut dan dapat mengambil pendapat yang lebih kuat serta sesuai dengan norma-norma syara’ dan masyarakat.

3. Ikut melengkapi dan memperkaya khazanah perpustakaan Islam, sehingga dapat membantu masyarakat dalam memperluas wawasan tentang kritik hadis.


(24)

14

F. Kerangka Teoritik

Kritik hadis atau naqd al-h}adi>th atau penelitian hadis Nabi merupakan instrumen yang digunakan untuk mengetahui mana hadis s}ah}i>h} dan mana hadis tidak s}ah}i>h}. Kata ‚kritik‛ dalam bahasa Arab biasa disebut dengan kata Naqd. Kata ini disinyalir telah digunakan oleh beberapa pakar hadis masa awal abad II H. Kata Naqd berarti mengkaji dan mengeluarkan sesuatu yang baik dari yang buruk. Ali Mustafa Yaqub menyatakan, ‚Ibn Abi H}a>tim al-Ra>zi> (w. 327 H.) juga telah menyebutkan istilah kritik dan kritikus hadis al-naqd wa al-nuqqa>d dalam karyanya al-Jarh} wa al-ta‘di>l.‛21 Syuhudi Ismail

menggunakan istilah ‚Penelitian Hadis Nabi‛, menurut Syuhudi latar belakang pentingnya penelitian hadis Nabi ada 6 yaitu: (1) Hadis Nabi sebagai salah satu ajaran Islam, (2) Tidaklah seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi, (3) Telah timbul berbagai pemalsuan hadis, (4) Proses penghimpunan hadis memakan waktu yang cukup panjang, (5) Banyaknya jumlah kitab hadis dengan tipologi dan metode penyusunan yang beragam, (6) telah terjadi periwayatan hadis secara makna.22

Hadis terdiri dua unsur, sanad dan matan, maka objek penelitian hadis pun meliputi penelitian sanad naqd al-kha>riji>/kritik ekstern/naqd al-sanad. Dan penelitian matan atau naqd al-matn/kritik intern/naqd al-da>khili>.

Secara lebih spesifik, Muh}ammad T{a>hir al-Jawa>bi> merinci kritik hadis dalam dua cakupan, yaitu (1) kritik dalam menentukan benar tidaknya matan

21 Ibra>him Ani>s (dkk), al-Mu‘jam al-Wasi>t} (kairo: t.p. 1972), 944. Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), xiv.


(25)

15

hadis, (2) Kritik matan dalam rangka mendapatkan pemahaman yang benar mengenai kandungan yang terdapat dalam sebuah matan hadis.23 Tidaklah mungkin otentisitas hadis dapat diungkap tanpa mengungkap kandungan matan hadis. Demikian juga sebaliknya, tidaklah mungkin kandungan matan hadis diungkap tanpa mengungkap otentisitas matan hadis tersebut. dengan demikian, pemahaman hadis pada dasarnya merupakan bagian dari kritik matan, dan kritik matan merupkan bagian dari kritik hadis.

Para pakar hadis tidak secara eksplisit menyatakan langkah-langkah penelitian matan, dan hanya menentukan batasan-batasan pokok sebagai tolok ukur matan yang s}ah}i>h}. hal ini dapat dipahami karena persoalan yang perlu diteliti dalam berbagai matan tidak selalu sama. Dengan demikian, penggunaan butir-butir tolok ukur sebagai instrumen penelitian pun disesuaikan dengan objek yang diteliti. dalam hal ini tolok ukur yang dicetuskan para ulama tidak seragam. Al-Khat}i>b al-Baghdadi (w. 463 H./1072 M.), menuturkan syarat hadis maqbu>l harus tidak bertentangan (1) dengan akal sehat (2) dengan hukum al-Quran yang muh}kam (3) dengan hadis mutawa>tir (4) dengan amalan ulama salaf (5) dengan dalil yang telah pasti (6) dengan hadis ah}ad yang kualitas ke-s}ah}i>h}-annya lebih tinggi.24

Al-Amidi> (w. 631 H./1233 M.), menyatakan dengan tegas dalam al-Ih}ka>m fi> Us}u>l al-Ah}ka>m bahwa kriteria qaul, fi‘l, dan taqri>r Nabi yang dapat acuan hukum tidak mungkin slaing bertentangan, karena bisa jadi telah

23 Muh}ammad T{a>hir al-Jawa>bi>, Juhu>d al-Muh}addithi>n fi> Naqd Matn al-Hadi>th (t.tp.:

Mu’assasat ‘Abd al-Kari>m, t.th.), 94.

24Abu> bakr b. ‘Ali> Tha>bit al-Khat}i>b al-Baghda>di>, Kita>b al-Kifa>yat fi> ‘Ilm al-Riwa>yah (Mesir:


(26)

16

naskh atau di-takhs}i>s} oleh hadis lain.25 Sedangkan Ibn al-Jauzi> (w. 597

H./1210 M.) berpendapat bahwa setiap hadis yang bertentangan dengan akal maupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, maka hadis tersebut tidak dapat disebut s}ah}i>h}.26 Al-Shatibi> (w. 790 H./316 M.) berpendapat bahwa

setiap hadis yang dijadikan h}ujjah hukum harus dapat dipahami dari segi bahasa, al-Qur’an, dan hadis.27

Ada lima kriteria hadis yang telah dikembangkan untuk mengkritik matan hadis, yaitu (1) tidak bertentangan dengan teks al-Quran, (2) tidak bertentangan dengan sunnah mashhu>r, (3) tidak ghari>b (asing) bila menyangkut kasus yang sering dan banyak terjadi, (4) tidak ditinggalkan oleh para sahabat dalam diskusi mereka mengenai masalah yang mereka perdebatkan, dan (5) tidak bertentangan dengan qiya>s dan aturan umum syariah, dalam kasus di mana hadis itu dilaporkan oleh perawi yang bukan ahli fiqih.28

Mus}t}afa> al-Siba>’i> berpendapat, tolok ukur kritik matan hadis mencakup kriteria: (1) tidak bertentangan dengan prinsip penalaran yang fundamental, dengan prinsip umum, kebijkasanaan, moralitas, fakta yang diketahui lewat observasi, dan prinsip dasar pengobatan (2) tidak mengandung hal-hal yang tidak masuk akal yang bertentangan dengan sumber-sumber yang

25 Saif al-Di>n Abi> al-H{asan ‘Ali> b. Abi> ‘Ali> b. Muh}ammad al-A<midi>, Ih}ka>m fi> Us}u>l

al-Ah}ka>m (Kairo: al-H{alabi, 1976 M.).

26Abu>. Farj’Abd al-Rahma>n b. ‘Ali b. al-Jauzi>, Kita>b al-Mawd}u>‘a>t. J. I (Beirut: Da>r al-Fikr,

1403 H/1983 M.), 108.

27 Abu> Ish}a>q al-Sha>t}ibi>, al-Muwa>faqa>t fi> Us}u>l al-Sha>ri‘ah (Beirut: Da>r al-Ma ‘rifah, 1966). 28 Kriteria ini dikembangkan oleh pakar Ilmu Ushul madzhab Hanafiyyah, sebab itulah madzhab Hanafi tidak menggunakan terma takhs}i>s} dan taqyi>d al-Quran dengan hadis a>h{a>d.

Syamsul Anwar, ‚Manhaj Tauthi>q Mutu>n al-h}adi>th ‘inda Us}u>liyyi> al-Ah}qa>f.‛ Al-Ja>mi‘ah,


(27)

17

lebih tinggi (al-Qur’an) (3) harus sesuai dengan kondisi sejarah saat Nabi masih hidup (4) tidak hanya diriwayatkan oleh satu saksi dalam masalah yang diketahui secara luas (5) tidak mendorong penalaran jahat, kontradiktif, menjanjikan imbalan besar atau hukuman berat pada tindakan-tindakan yang tidak berarti.29

S}ala>h al-Di>n al-Adlabi> berpendapat, ada empat instrumens penilitian matan, yaitu: (1) tidak bertentangan dengan petunjuk al-Quran (2) tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat (3) tidak bertentangan dengan akal sehat, indra dan fakta (4) susunan teksnya mengindikasikan ciri-ciri statmen Nabi. Mayoritas pakar hadis berpendapat ciri-ciri matan hadis palsu adalah: (1) susunan bahasanya rancu (2) matannya tidak bertenangan dengan akal sehat atau bahkan irasional (3) Makna yang terandung dalam matan bertentangan dengan sunnah Allah (hukum alam), fakta sejarah, petunjuk al-Quran ataupun hadis mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti, dan (4) bermakna diluar kewajaran diukur dari petunjuk umum ajaran Islam.30

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penulisan tesis ini adalah (1) menelaah metode kritik hadis yang ditawarkan oleh Muhammad al-Ghaza>li> dalam kitab al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th dan Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> dalam kitab al-Ka>fi>, (2) mengkritisi aplikasi metode kritik hadis Muhammad al-Ghaza>li> dan Abu>

29 Mus}t}afa> al-Siba>’i>, al-Sunnat wa al-Maka>natuha> fi> Tashri>‘ al-Isla>mi> (Beiru>t: Da>r al-Kutub, t.th.), 271.

30 S}alah} al-Di>n b. Ah}mad al-Adlabi>, Manhaj Naqd al-Matn (Beiru>t: Da>r al-At}a>q al-Jadi>dah, 1403 H.), 230.


(28)

18

Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni> dari aspek materi hadis, karekteristik dan implikasi pemikiran.

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pembacaan penulis, bahwa kajian terhadap kritik hadis sudah banyak dilakukan oleh para penulis, antara lain adalah:

1. Metode Kritik Hadis (Sebuah upaya pemecahan problematika hadis-hadis bermasalah), penelitian yang ditulis oleh Idri, Guru Besar UINSA Surabaya.

2. Thoha Saputro, Kritik Matan Hadis (Studi Komparatif antara Pemikiran Ibn Qayyim al-Jauziyyah dan Muhammad al-Ghaza>li>), Skripsi Universitas Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tulisan membahas tentang kritik matan hadis dengan mengkomparasikan dari kedua ulama' tersebut.

3. Karya Rabi bin Hadi al-Madkhali>, Kasyf Mawqifa Ghaza>li> min al-Sunnah wa Ahlihi> wa Naqd ba'da Araih. Tulisan ini mencoba melihat pemikiran Muhammad al-Ghaza>li tentang hadis, khususnya tentang penolakannya tentang hadis al-Ahad.

4. Yusuf al-Qardawi, Syekh al-Ghaza>li> kama> 'araftuh: Rihlah nishf Qarnin, sebuah karya yang mencoba melihat pemikiran Muhammad al-Ghaza>li secara umum, karenanya karya ini tidak memfokuskan pada satu aspek tertentu dari pemikiran Muhammad al-Ghaza>li.

5. Tulisan W. Brown, Sunnah and Islamic Revivalism. Buku ini tidak lebih dari sebuah pengantar atas pemikiran Muhammad al-Ghaza>li> dan tidak


(29)

19

secara khusus mengkaji pemikiran Muhammad al-Ghaza>li> tentang kritik hadis.

Sejauh ini dapat dikatakan bahwa penelitian mengenai metode kritik hadis antara Muhammad al-Ghaza>li dan Abu> Ja’far Muh}ammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>>, belum ditemukan. Dengan demikian, penulis memiliki asumsi bahwa masih sangat diperlukan kajian mendalam dan detail mengenai metode kritik hadis, sehingga menjadi jelas posisi kajian ini di antara kajian-kajian yang pernah dilakukan sebelumnya.

H. Metode Penelitian 1. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif untuk mendapatkan data yang komprehensif tentang konsep Syi’ah dan Sunni tentang metode kritik hadis, khususnya metode yang ditawarkan oleh Muhammad al-Ghaza>li dan Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>>. 2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian literer yang menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan).31 Oleh karena itu,

sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan tertulis, baik berupa literatur berbahasa Arab, Inggris maupun Indonesia yang mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian ini.


(30)

20

3. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen perpustakaan yang terdiri dari dua jenis sumber, yakni primer dan sekunder. Sumber primer adalah rujukan utama yang akan dipakai, yaitu:

a. Al-Sunnah al-Nabawiyyah bayn Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadi>th, karya Muhammad al-Ghaza>li>.

b. al-Ka>fi>, karya Abu> Ja’far Muhammad bin Ya’qu>b al-Kulayni>> (w. 328 H.).

Sedangkan sumber sekunder yang dijadikan sebagai pelengkap dalam penelitian ini antara lain:

a. Al-Ja>mi’ Al-Musnad al-S{ahi>h karya Muhammad bin Isma>’il al -Bukhari.

b. Sahih Muslim karya Muslim bin al-Hajja>j al-Qushairy al-Naisa>bu>ry. c. Sunan al-Tirmidhi> karya Muh}ammad bin Isa> al-Tirmidhi>.

d. Musnad Ah}mad karya Ah}mad bin H{anbal. e. Sunan Ibn Majah karya Ibn Ma>jah.

f. Al-Mujtaba> min Sunan atau yang lebih dikenal dengan Sunan al-Nasa’i karya Abu ‘Abd al-Rahma>n Ahmad bin Shu’aib al-Nasa>’i g. Man La> Yahduruh al-Faqi>h, karya Abu> Ja'far Muhammad bin Ali> bin

Babawaih al-Sadu>q al-Qummi> (w. 381 H.).

h. Tahyi>b al-Ahka>m fi> Syarh al-Munqi, karya Abu> Ja'far Muhammad bin al-Hasan bin Ali> bin al-Hasan al-Tu>si> (w. 461 H.).


(31)

21

i. Al-Istibsa>r fi> Ma> Ikhtalaf Min al-Akhba>r, yang juga merupakan karya Abu> Ja'far al-Tu>si>.

j. Ikhtila>f al-hadi>th, karya Abu Abd ‘Allah al-Shafi’y.

k. Khula>s} ah al-I<ja>j fi al-Mut’ah karya Al-Mufi>d Muhammad bin Muhammad bin al-Nu’ma>n al-Ukbari> al-Baghda>di.

l. Taysi>r Must}alah} al-H{adi>th, karya Mah}mu>d al-T{ah}h}a>n. m. Tahdhi>b al-Kama>l karya al-Mizi>.

4. Metode pengumpulan data

Dalam metode pengumpulan data, digunakan metode dokumentasi. Metode ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal ilmiah atau dokumentasi tertulis lainnya.

5. Metode analisis data

Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek penelitian dengan menggunakan analisis isi, yaitu suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolahnya dengan tujuan menangkap pesan yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataan.32 Di samping itu, data

dianalisis menggunakan metode komparasi dengan cara membandingkan satu hadis dengan hadis lain baik dalam rangka mendamaikan hadis-haids yang kontradiktif, mencari sanad atau matan yang lebih unggul, atau untuk

32 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin,1993), 76-77.


(32)

22

memperbandingkan pendapat para kritikus tentang kualitas periwayat tertentu.33

I. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memepermudah secara utuh isi tesis ini, maka disusun konsep sistematika bahasan sebagai berikut:

Bab pertama, sebagai pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, membahas tentang Pemikiran Muhammad Al-Ghaza>li> tentang Kritik Hadis yang berisi biografi Muhammad Al-Ghaza>li> dan pemikirannya dalam metode kritik hadis.

Bab ketiga akan membincangkan Abu> Ja’far Muh}ammad Bin Ya’qu>b Al-Kulayni>> tentang Kritik Hadis tentang biografi, perkembangan intelektual, karya-karyanya dan pemikirannya dalam metode kritik hadis.

Bab keempat yaitu perbandingan pemikiran Muhammad Al-Ghaza>li> dan Abu> Ja’far Muh}ammad Bin Ya’qu>b Al-Kulayni>> dalam metode kritik hadis.

Bab kelima berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dalam keseluruhan penulisan penelitian ini. Bahasan ini juga berisi jawaban terhadap masalah-masalah yang diajukan dalam rumusan masalah.

33 Idri, Epistemologi: Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadis, dan Ilmu Hukum Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 221.


(33)

23

Sehingga sintesis dari beberapa data diharap bisa memberikan kontribusi khazanah keilmuan yang baru.


(34)

25

BAB II

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN MUH}AMMAD AL-GHAZA>LI>

TENTANG KRITIK HADIS

A. Biografi Muh}ammad al-Ghaza>li>

Membongkar dan menelusuri latar belakang kehidupan seorang intelektual baik dari sisi kehidupan pribadi maupun konteks sosio-politik yang melingkupinya amat relevan untuk diajukan agar mampu menemukan gambaran yang tepat berkaitan dengan fungsi-fungsi intelektual yang disodorkan ke wilayah publik. Pembongkaran dan penelusuran itu dianggap amat relevan karena segala produk pemikiran yang dilahirkan seorang intelektual akan menemukan jaringan signifikansinya sebagai hasil relasi dialogis-dialektis dengan kondisi sosio politik yang ada.

Perlunya pembongkaran dan penelusuran biografis dan relasi sosio-politik intelektual juga untuk membuktikan sejauh mana kaum intelektual menjadi pelayan dari semua aktualitas yang terjadi di masyarakat. Apakah ia memiliki fungsi intelektual di masyarakat atau ia hanya sekedar pelengkap dari himpunan anggota masyarakat yang ada.

Kehadiran Muh}ammad al-Ghaza>li> (w. 1996 M.) sebagai seorang dai diَ tengah masyarakat muslim dunia khususnya Timur Tengah, tidak bisa dipisahkan dengan fungsi intelektual yang dijalankannya dan juga dari dialogis-dialektis yang terhubung langsung dengan kondisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan politik yang melingkupi kehidupannya. Atas


(35)

26

dialektis ini pula ia mampu menghadirkan diri sebagai penerjemah atas berbagai teks keagamaan yang baginya sering disalahartikan masyarakat.

Muh}ammad al-Ghaza>li> merupakan salah seorang tokoh dan pelaku dakwah Islamiyah kontemporer yang telah banyak menyumbangkan pemikiran dan pembelaan terhadap Islam dan kaum muslimin.1 Melalui

tulisan-tulisannya, ia banyak melakukan pemberontakan terhadap penguasa maupun orang-orang yang selalu menzalimi rakyat.

Ia lahir di kota Bahirah pada tahun 1917 M. tepatnya di Nakla al-‘Inab, sebuah desa terkenal di Mesir yang banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam terkemuka pada zamannya. Di antaranya adalah Mah}mu>d al-Saami> al-Barudi> seorang mujahid dan penyair, Syaikh Sali>m al-Bisyiri>, Syaikh Ibrahi>m Hamurisi>, Syaikh Muh}ammad Abduh, Syaikh Muh}ammad Syaltut, Syaikh H{asan al-Banna>, Muh}ammad Isa>, dan Syaikh Abdullah al-Musyi>d.2

Ia adalah anak pertama dari enam bersaudara dan putra sulung dari seorang pedagang yang sangat menyukai tasawuf, menghormati tokoh-tokohnya sekaligus mengamalkan ajarannya, di samping itu, ia juga telah menghafal al-Qur’an. Ayahnya merupakan salah seorang pengagum Syaikh al-Isla>m Abu> H{ami>d al-Ghaza>li>. Konon suatu saat ia mendapat inspirasi dan isyarat dari hujjah al-Isla>m tersebut agar mencantumkan namanya sebagai

1 Muhammad Yusuf Qard}a>wi>, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> yang Saya Kenal (terj.) Surya Darma, Lc (Jakarta: Robbani Press, cet. Ke-I, 1999), vii.

2 Muh}ammad al-Ghaza>li>, Berdialog dengan al-Quran (terj.) Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan, cet. Ke-III, 1997), 5.


(36)

27

nama anaknya. Menurut Muh}ammad al-Ghaza>li>, hal inilah yang menyebabkannya diberi nama Muh}ammadal-Ghaza>li>.3

Al-Ghaza>li> mengawali pendidikan dasarnya di tempat khusus menghafal al-Qur’an di desanya hingga ia mampu menghafal genap tiga puluh juz pada usia sepuluh tahun. Pada jenjang-jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tidak ada hal istimewa sampai akhirnya ia lulus dan melanjutkan ke perguruan tinggi tepatnya di al-Azhar pada tahun 1937 dan masuk di Fakultas Usuluddin Jurusan Dakwah sampai akhirnya mendapat gelar sarjana pada tahun 1941. Kecintaan akan ilmu pengetahuan membuatnya memutuskan melanjutkan pendidikan program pascasarjananya di tempat yang sama pada Fakultas Adab, meskipun saat itu ia aktif dalam kegiatan dakwah namun ia berhasil meraih gelar Magister pada tahun 1943 dari Fakultas Bahasa Arab.4

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Muh}ammad al-Ghaza>li> banyak berkecimpung dalam bidang kemasyarakatan tidak hanya berdakwah tapi juga menekuni bidang pendidikan dan kebudayaan bahkan pernah dipercayai menjabat sebagai wakil di Kementrian Wakaf dan Dakwah Mesir.5Selain itu, selama ia berada di Mesir banyak kegiatan yang digelutinya seperti dipercayai mengajar di Fakultas Syariah, Us}u>luddi>n, Dira>sah 'Arabiyyah wa al-Isla>miyyah dan Fakultas Tarbiyah pada Universitas al-Azhar. Ia juga ditunjuk

3 Al-Ghaza>li>, Kumpulan Khutbah Muh}ammad al-Ghaza>li>, (terj.) Mahrus Ali (Surabaya: Duta Ilmu, jilid 4, 1994), 18.

4 Al-Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>, 30. lihat juga Suryadi, Metode Kontemporer

Memahami Hadis Nabi Perspektif Muh}ammad al-Ghaza>li> dan Yusuf al-Qardawi (Yogyakarta: Teras, cet. Ke-I, 2008), 24.

5 John L. Esposito, Muh}ammad al-Ghaza>li>, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, jilid II, 63.


(37)

28

sebagai imam dan khatib pada masjid al-Utba al-Khadra Kairo6 dan pada

tahun 1988 ia dianugrahi bintang kehormatan tertinggi oleh pemerintah Mesir karena jasa-jasanya dalam bidang pengabdian kepada Islam.7

Muh}ammad al-Ghaza>li> (w. 1996 M.) juga aktif menulis di beberapa majalah yang ada di Mesir, seperti: al-Muslimu>n, al-Nazi>r, al-Maba>hi>s, Liwa

al-Isla>m, dan majalah yang dikelola sendiri oleh al-Azhar.8

Kegigihan Muh}ammad al-Ghaza>li> dalam berdakwah menyebabkannya banyak diterima di

َ

berbagai negara Islam. Di Arab Saudi ia diundang untuk memberikan ceramah melalui media elektronik radio dan televisi, dan menulis di berbagai majalah semisal majalah al-Dawah, al-Tada>mu>n, al-Isla>m, Rabit}ah dan di

َ

beberapa surat kabar harian serta mingguan lainnya.9 Di samping itu, ia juga memberikan kuliah di Universitas Ummu al-Qur’a>n (Makkah),10 dan bermukim di samping Masjidilharam.11 Atas semua

aktifitasnya ini, pemerintah Kerajaan Arab Saudi memberikan penghargaan tertinggi berupa penghargaan Internasional Raja Faishal dalam bidang Pengabdian Kepada Islam dan Muh}ammad al-Ghaza>li> merupakan orang Mesir pertama yang mendapatkan penghargaan tersebut.12

6 Fatima Mernisi dan Riffat Hasan, Setara di Hadapan Allah (terj.) Tim LSPPA (Yogyakarta: LSPPA, 2000), 206. lihat juga Al-Ghaza>li>, Berdialog dengan al-Qur’an (tej.) Drs. Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan, cet. Ke-III, 1997), 1-7.

7 Al-Muh}ammad al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan Al-Qur’an….., 5. 8 Ibid., 6.

9 Ibid., 6.

10 ‘Abd al-Halīm ‘Uwais, Al-Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>, Mara>hil ‘Azi>mah fi> Hayah

Mujahi>d ‘Azi>m (Kairo: Da>r al-Sahwah, 1993), 15. 11 Al-Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>….., 61-62.


(38)

29

Sementara di Qatar, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> tinggal selama enam bulan dalam setahun. Di sana ia memiliki peran yang cukup penting dalam mendirikan fakultas Syariah di Universitas setempat dan diangkat sebagai guru besar pada fakultas tersebut.13Selain itu ia juga menuangkan ide-ide pemikirannya pada majalah al-Ummah yang ada di Qatar.14

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> juga pernah berjuang selama delapan tahun di Aljazair. Jasanya banyak dikenang di Aljazair dalam bidang pendidikan, Muh}ammad al-Ghaza>li> banyak membantu Universitas setempat dalam upaya mengembangkan (memperbanyak) fakultas di Universitas Qurt}aniyah yang dulunya hanya memiliki satu fakultas dan berkembang menjadi enam fakultas. Atas jasa-jasanya ini, pemerintah al-Jazair menganugerahkan penghargaan al-As}i>r, yaitu bintang kehormatan tertinggi dalam bidang dakwah.

Sementara di Kuwait, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> diundang setiap tahunnya pada bulan Ramadan untuk mengisi kegiatan-kegiatan keagamaan yang dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi negara. Ia juga menulis untuk majalah al-Wahyu al-Isla>mi> dan al-Mujtama>’15 Dalam beberapa kesempatan,

ia juga diundang ke berbagai negara Eropa dan Barat khusunya Amerika sebagai pembicara utama dalam seminar-seminar pemuda dan mahasiswa.

13 Al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan Al-Qur’an, 1-7. lihat juga ‘Abd al-Halīm ‘Uwais, Al-Syaikh

Muh}ammad al-Ghaza>li>, 15. lihat juga Yusuf al-Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> yang Saya Kenal, 30.

14 Al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan Al-Qur’an, 6. 15 Ibid., 6-7.


(39)

30

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> adalah seorang dai dan penulis yang disegani di dunia Islam khususnya Timur Tengah. Tempat-tempat ceramahnya seperti masjid selalu dipadati oleh ulama, cendikiawan, pelajar dan segenap lapisan masyarakat lainnya. Hal ini karena ia juga sebagai seorang sastrawan yang terkenal yang

َ

berpikiran revolusioner, penjelasannya yang memukau dan gaya bahasanya yang memikat perhatian orang yang mendengarnya,16 meskipun ia dikenal sebagai seorang yang bersifat tempramen, hal ini disebabkan keadaan umat Islam yang telah jauh dari nilai-nilai Qurani. Yusuf al-Qardawi mengatakan: ‚Mungkin anda berbeda pandangan dengan Muh}ammad al-Ghaza>li>, atau ia berbeda pendapat dengan anda dalam masalah-masalah kecil atau besar, sedikit atau banyak masalah-masalah, tapi apabila anda mengenalnya dengan baik, anda pasti mencintai dan menghormatinya. Karena anda tahu keikhlasan dan ketundukannya pada kebenaran, keistiqamahan orientasi dan girahnya yang

َ

murni untuk Islam.‛17

B. Aktifitas Sosial dan Intelektual Muh}ammad al-Ghaza>li> 1. Ikhwa>n al-Muslimi>n

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> juga aktif di sebuah organisasi Ikhwa>n al-Muslimi>n18 sebuah organisasi yang menjadikannya terkenal di kalangan

16 Yusuf al-Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> yang Saya Kenal, 7.

17 Hendri Mohammad, et. All., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 236.

18 Didirikan pada bulan Maret 1928 oleh Hasan al-Bannā (1906-1949 M.). organisasi ini pada mulanya merupakan gerakan dakwah, meningkat menjadi gerakan politik dalam rangka menghadapi agresi militer Inggris, dengan slogan perjuangan: Al-Qur’an sebagai dasar, Rasulullah sebagai teladan, jihad sebagai jalan perjuangan, dan syahid sebagai cita-cita hidup serta Islam sebagai ajaran tertulis. Ikhwān al-Muslimīn juga merupakan gerakan Islam modern


(40)

31

masyarakat maupun pemerintahan, namun hal ini tidak membuatnya sebelah tangan

َ

dalam menegakkan kebenaran, meskipun bertentangan dengan tujuan organisasinya. Ia secara tegas menyatakan:

‚Kepentingan Islam di atas kepentingan lainnya, seandainya kepentingan Ikhwa>n al-Muslimi>n berlawanan dengan kepentingan Islam, maka kepentingan Islam harus didahulukan dan kepentingan Ikhwa>n al-Muslimi>n harus dibuang jauh-jauh.‛19

Keaktifannya ini bermula ketika ia berkenalan dengan H{asan al-Banna> (1906-1949 M), semasa ia masih sekolah di tingkat akhir Tsanawiyah di Iskandariah tepatnya tahun 1935 M. di masjid ‘Abd al-Rahma>n bin Hurmuz ketika H{asan al-Banna> menyampaikan ceramah. Pertemuan tersebut semakin intensif ketika Muh}ammad al-Ghaza>li> kuliah di al-Azhar dan direkrut oleh Hasan al-Bannā untuk menjadi anggota Ikhwa>n al-Muslimi>n.

Perkenalan tersebut sangat terkesan sehingga H{asan al-Banna> di mata Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> tidak hanya sebatas seorang teman yang peduli terhadap nasib bangsa dan rakyat namun ia juga adalah seorang guru yang mampu membimbing jiwa spiritual seseorang menuju kemapanan sikap dan tindakan yang sesuai dengan ruh Islami. Secara eksplisit, ia mengemukakan:

‚Saya berkenalan denga H{asan al-Banna> saat saya masih pelajar sebuah sekolah di Iskandariah. Saat itu usiaku kurang lebih dua puluh

sekaligus juga sebagai pusat pembaharuan ke-Islam-an dan aktivitas Islami sesudah jatuhnya

khilafah yang menyebabkan umat terpecah ke dalam beberapa kelompok. ‘Abd al-Halīm

‘Uwais, Al-Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>, 15-16. Di samping itu, Ikhwa>n al-Muslimi>njuga

merupakan induk dan sumber inspirasi utama berbagai organisasi Islam di Mesir dan beberapa negara Arab lainnya. Ia memiliki 300 cabang lebih termasuk juga mendirikan berbagai perusahaan, pabrik, sekolah, dan rumah sakit serta menyusup ke berbagai organisasi termasuk serikat dagang dan angkatan bersenjata. John L. Esposito, Muslim Brotherhood,

dalam The Oxford Encyclopedia, jilid III, 183-186. lihat juga Suryadi, Metode Kontemporer

Dalam Memahami Hadis Nabi, 27.


(41)

32

tahun. Namun demikian, hubungan kami yang demikian manis masih saja tersimpan baik dalam ingatanku. Saya tidak pernah melupakan cara orang ini memoles jiwa manusia dan menghubungkannya dengan sumber kehidupan dan gerak dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Saya ingin menegaskan bahwa H{asan al-Banna> paham benar bagaimana memindahkan ajaran Islam ke dalam hati-hati yang sadar sehingga siap menantang segala bentuk kesulitan dan terjun langsung dalam kerja nyata demi kejayaan. Sesungguhnya, berkhidmat pada Islam tidak boleh disampaikan serampangan, tetapi harus mengikuti apa yang telah digariskan al-Qur’an.‛20

Sifat kritis yang diperlihatkan oleh anggota Ikhwa>n al-Muslimi>n dalam mengeritik kondisi sosial politik masyarakat saat itu menyebabkan pemerintah berkuasa mengeluarkan pengumuman pembubaran Ikhwa>n al-Muslimi>n. Kekayaannya dirampas, pengikutnya disiksa dan sebagian besar dimasukkan ke dalam penjara militer kelas satu di tahta termasuk Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>. Kemudian ia dipindahkan ke penjara Haikastib, lalu dipindahkan ke penjara al-T}u>r di kota Sinai dengan menumpang kapal laut dari kota Suez. Hal ini dilakukan oleh pemerintah saat itu untuk memecah belah dan mempersempit ruang pergerakan mereka. Pada akhir bulan Ramadan 1949, pemerintahan saat itu mengalami keruntuhan dan dibebaskannya Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> beserta seluruh anggota Ikhwa>n al-Muslimi>n lainnya.21

Setelah keluar dari penjara Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> kemudian diangkat oleh pemerintahan Anwar Sadat yang mengambil alih kekuasaan, sebagai penanggung jawab bidang dakwah serta menjadi khatib di masjid ‘Amr bin ‘As{ dengan tujuan untuk meredam pergerakan yang dilakukan oleh anggota Ikhwa>n al-Muslimi>n, namun keleluasaan ini dimanfaatkan oleh

20 Yusuf Qardawi, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>, 25. 21 Ibid., 13-17.


(42)

33

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> mengeritik kondisi yang ada, menyingkap secara terang-terangan berbagai macam tipu daya dan konspirasi yang ditujukan kepada Islam dan pengikutnya sehingga ia dimasukkan dalam daftar hitam pemerintah dan dilarang menyampaikan khutbah di berbagai masjid Mesir. Merasa ruang geraknya dibatasi, maka Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> memutuskan untuk pindah dan mencari tempat yang bebas untuk berdakwah.22

Dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> di berbagai negara kawasan Timur Tengah, dapat dikategorikan sebagai berikut:

Pertama: Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> menyorot musuh-musuh yang membenci dan memerangi Islam, yakni Zionisme, kaum Kristen dan Komunisme.

Kedua: Umat Islam yang tidak mengetahui hakikat Islam, tetapi mengklaim sebagai seorang yang ahli. Kelompok ini menurutnya lebih berbahaya karena mereka sering memecah belah umat Islam dengan membesar-besarkan masalah khila>fiyyah.23

Pada saat sedang menghadiri seminar tentang ‚Islam dan Barat‛, pada hari Sabtu, 9 Syawal 1416 bertepatan dengan tanggal 6 Maret 1996,24 mendadak ia mendapatkan serangan jantung kronis dan meninggal dunia di Riyad} Arab Saudi.25 Meskipun sebelumnya para dokter telah menasihati untuk

22Ibid., 60-62.

23 Suryadi, Metode Kontemporer, 29.

24 Al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan Al-Qur’an, 9. 25 Ibid., 12.


(43)

34

mengurangi aktivitasnya karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkannya untuk beraktivitas banyak namun hal ini tidak diindahkan.

Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> meninggal pada usia 78 tahun dan dimakamkan di Madinah di antara pemakaman Imam Malik (pendiri mazhab Maliki) dengan Imam Nafi>’ (seorang ahli Hadis) dan hanya beberapa meter dari makam Rasulullah saw.26

2. Karya-karya Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li>

Sebagai ulama, Muh}ammad al-Ghaza>li> tidak hanya pandai berdakwah dengan modal keahlian sebagai seorang orator ulung namun ia juga sangat produktif dalam menghasilkan karya-karya tulis baik yang berupa artikel, makalah, maupun buku, di antaranya adalah:

1. Al-Isla>m wa al-Auda>' al-Iqtis}a>diyah 2. Al-Isla>m wa al-Manhij al-Ishtira>kiyah 3. Min Huna> Na'lam

4. Al-Isla>m wa al-Istibda>d al-Siya>si> 5. Aqi>dah al-Muslim.

6. Fiqh al-Si>rah.

7. Z}alamun min al-Gharb 8. Qaza>if al-Haq

9. Has}a>d al-Guru>r. 10.Jaddid Haya>tak. 11.Al-Haqqul Murr


(44)

35

12.Raka>iz al-Ima>n baina al-Aql wa al-Qalb.

13.At-Ta'as}s}ub wa at-Tasa>muh baina al-Masihiyyah wa al-Isla>m. 14.Ma'alla>h

15.Jiha>d al-Da'wah baina 'Ajzid Da>khil wa Kaid al-Kha>rij 16.Al-T}ari>q min Huna>

17.Al-Maha>wir al-Khamsah li al-Qur'a>n al-Kari>m.

18.Al-Da'wah al-Isla>miyyah Tastaqbilu Qarnah al-Kha>mis Asyar 19.Dustu>r al-Wihdati al-Thaqafiyah li> al-Muslimi>n.

20.Al-Jani>b al-Asifi> min al-Isla>m

21.Qadaya al-Mar'ah baina al-Taqli>d al-Rakidah wa al-Wafi>dah. 22.Al-Sunnah al-Nabawiyyah bayna Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadi>th 23.Musykilatun fi> Sari>q al-Hayah al-Isla>miyah.

24.Sirru Ta'akhur al-‘Arab wa al-Muslimīn. 25.Kifa>h al-Di>n.

26.Ha>dha> Di>nuna>.

27.Al-Isla>m fi> Wajh al-Zahfi al-Ahma>r. 28.'Ilalun wa Adwiyah.

29.S}aihatu Tahzi>rin min Du'a>ti al-Tans}i>r 30.Ma'rakah al-Musaff al-'Alam al-Isla>mi> 31.Humu>mu Da>'iyah

32.Miah Sualin 'an al-Isla>m

33.Khus}ab fi> Shu’u>n al-Din wa al-Hayah (lima jilid) 34.Al-Gazw al-Fikr Yamtaddu fi> Faraghina>


(45)

36

35.Kaifa Nata'amal ma al-Qur’a>n al-Kari>m

36.Mustaqbal al-Isla>m Kharij Ardihi, Kaifa Nufakkir Fi>hi? 37.Nahwa Tafsi>r Mawd}u>' li> Suwar al-Qur'a>n al-Kari>m. 38.Min Kunu>z al-Sunnah

39.Ta’ammulat fi> al-Din wa al-Hayah

40.Al-Isla>m Al-Muftara 'Alaihi bayna Shuyu'iyyi>n wa al-Ra'sumaliyyi>n

41.Kaifa Nafham al-Isla>m?

42.Turasuna> al-Fikr fi> Miza>n al-Syar'i> wa al-‘Aql 43.Qis}s}ah Haya>h

44.Waqi>’ al-'Alam al-Isla>mi> fi> Mas}la' al-Qarn al-Khamis 'Asyar - Fannuz Zikr al-Du’a> 'Inda Khatim al-Anbiya>.

45.Haqi>qah al-Qaumiyyah al-'Arabiyyah wa Ust}urah al-Ba’s al-'Arabi> 46.Difa>’un 'an al-Aqi>dah wa sy-Syari>'ah Diddu Mat}a>'in al-Mustashriqi>n 47.Al-Isla>m wa Al-T{a>qah al-Mu'at}t}alah.

48.Al-Istima>r Ahqadun wa Asma'

49.Huqu>q Insa>n baina Ta'alim Isla>m wa I'la>n Umam al-Muttahidah

50.Nadaratun fi> al-Qur’a>n 51.Laisa min al-Isla>m 52.Fi> Maukib al-Da’wah

53.Khulu>q al-Muslim dan lain sebagainya.27


(46)

37

Di antara karya-karya ini, ada yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia bahkan dalam bahasa Indonesia dan telah menjadi buku referensi mahasiswa dalam penulisan karya ilmiah.

3. Latar Belakang Pemikiran Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> dalam Bidang Hadis

Menggali dan menemukan akar pemikiran seseorang dibutuhkan penelaahan terhadap latar belakang pendidikannya, hal ini terkait dengan orisinalitas sebuah karya yang dihasilkan seorang intelektual.

Dalam pergulatannya dengan dinamika sosial, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> memiliki misi dan visi yang harus dilaksanakan. Visi ini banyak dipengaruhi oleh kenyataan masyarakat saat itu yang terlalu

َ

memperhatikan hal-hal sepele bukan melakukan gerakan yang dapat

َ

membangun kesadaran beragama melalui pendekatan kritik sistem.

Sebagaimana diketahui bahwa Muh}ammad al-Ghaza>li> banyak bergelut dalam bidang dakwah, bahkan ketertarikannya terhadap Ikhwa>n al-Muslimi>n adalah bukan karena penghormatan seorang H{asan al-Banna> terhadap dirinya, namun lebih karena memiliki misi yang sama dan peluang kebebasan dalam berdakwah. Bahkan buku pertama yang lahir dari kegelisahan dakwahnya adalah mengenai persoalan Islam dalam mengatasi masalah ekonomi (Al-Isla>m wa al-Auda>’ al-Iqtis}a>diyah). Buku ini terbit tahun 1947 ketika ia masih muda. Menyorot dengan tajam para penguasa yang gemar mengumpulkan harta demi kepentingan pribadi sementara rakyat hidup dalam kemiskinan dan


(47)

38

penderitaan.28 Secara umum bahasan buku ini berkisar pada sikap agama terhadap kondisi ekonomi dengan merujuk pada teks Al-Qur’an dan hadis Nabawi tanpa melihat teori-teori ekonomi dunia sehingga buku ini mendapat banyak kritikan dari mahasiswa al-Azhar.29

Sejak awal keterlibatan Muh}ammad al-Ghaza>li> dengan masyarakat umum, ia banyak memberikan arahan dan petunjuk mengenai pemahaman yang benar terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan hadis. Tidak sedikit pidato, artikel, maupun karya-karya bukunya yang merujuk langsung pada pemahaman ayat-ayat al-Qur’an dan hadis

َ

Nabawi, hal ini untuk membangkitkan kembali rasa keimanan yang lama tertanam akibat tekanan penguasa dan kesalahan dalam memahami teks-teks tersebut.

Masih dalam topik yang sama dengan karya awalnya, kembali menerbitkan buku dengan judul al-Isla>m wa al-Manha>j al-Ishtira>kiyyah (Islam dan Konsep Sosialisme). Selain itu tulisan yang berupa artikel pada majalah Ikhwa>n al-Muslimi>n dikumpulkan menjadi sebuah buku dengan judul Al-Isla>m al-Muftara> ‘Alai>h baina al-Shuyu>’iyyi>n wa al-Rashumaliyyi>n (Islam yang Dinodai oleh Kaum Komunis dan Kapitalis). Setelah keluar dari penjara pada tahun 1949, Muh}ammad al-Ghaza>li> kembali menerbitkan buku Al-Isla>m wa al-Istibda>b al-Siyasi> (Islam dan Tirani Politik). Merupakan kritikan terhadap

28 Muh}ammad al-Ghaza>li>, Berdialog Dengan….., 8.


(48)

39

penguasa otoriter yang sekaligus salah satu buku yang melambungkan namanya.30

Karyanya dalam bidang dakwah ini terus tumbuh, dan yang paling terkenal adalah Fiqh al-Sirah. Buku ini banyak menyorot serta mengkritik pemerintahan masa lalu yaitu dinasti-dinasti Islam khususnya Mu’awiyah dan Abbasiyah yang telah merusak tatanan ajaran Islam sehingga umat Islam mengalami kemunduran dengan ditandai penyerangan Hulaqu Khan.

Dalam rangka pencerahan terhadap hakikat Islam serta peringatan terhadap makar-makar musuh Islam, Muh}ammad al-Ghaza>li> kembali menerbitkan karya-karyanya, seperti: Al-Isti’ma>r: Ahqad wa At}ma>’ (Penjajahan: Kedengkian dan Ambisi), Z}alm min al-Gharb (Kegelapan dari Barat), Laisa min al-Isla>m (Bukan dari Ajaran Islam), Kaifa Nafham al-Isla>m (Bagaimana Kita Memahami Ajaran Islam), Ki>fah Al-Di>n (Membela Agama), Jaddid Haya>takum (Perbaharuilah Hidup Kalian), Ha>dha> Di>nuna> (Inilah Agama Kita), Al-Isla>m Fi> Wajh az-Zahf al-Ahma>r (Islam di

َ

Hadapan Gelombang Merah), dan masih banyak lagi karangan Muh}ammad al-Ghaza>li> yang berkenaan dengan topik ini serta yang berkenaan dengan Tanwi>r dan Tanbi>h.

Pada tahap-tahap berikutnya, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> lebih memfokuskan tulisannya pada upaya meluruskan kembali pemahaman

30 Ada beberapa buku yang menjadikan Muh}ammad al-Ghaza>li> terkenal, di antaranya selain disebutkan di atas, juga seperti Al-Islām al-Muftara> ‘Alaīh baina asy-Syuyū’iyyīn wa ar

-Ra’syumaliyyī, Ta’ammut fi> al-Dīn wa al-Hayah, ‘Aqīdah al-Muslim, dan Khulūq al-Muslim. Belakangan karya yang menjadikannya banyak dikagumi sekaligus banyak dicela adalah buku Al-Sunnah al-Nabawiyyah bayna Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadi>th.


(49)

40

terhadap ajaran Islam serta menstimulasi kembali hal-hal yang bermanfaat bagi orang Muslim.31Dalam topik ini terbit karya Muh}ammad al-Ghaza>li>, di antaranya: Dustūr al-Wahdah al-Thaqafiyyah li al-Muslimi>n (Pedoman

Penyatuan Wawasan (Budaya) Islam bagi Kaum Muslim). Buku ini menjelaskan secara panjang lebar 20 (dua puluh) prinsip H}asan al-Banna> sekaligus juga menambah 10 (sepuluh) prinsip lainnya. Mushkilah Fi> T}ari>q al-Hayyah al-Isla>miyyah (Problematika dalam Mewujudkan Kehidupan Islami). Dan masih banyak lagi karya-karya yang terkait dengan Islam dan kaum muslim, di antaranya: Hummu> Da>’iyah, H}aq Mu>r, Ghazwah al-Thaqafi>, al-Isla>m wa al-T}a>qa>h wa al-Mu’at}t}alah.

Kebanyakan buku yang dikarang oleh Muh}ammad al-Ghaza>li> membicarakan Islam dan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat, dan selalu merujuk pada pemahaman al-Qur’an dan Hadis Nabawi. Indikasi ini mereduksikan bahwa kegiatan dakwah yang dijalaninya semata-mata untuk memposisikan Islam sebagai jalan bagi siapa saja yang ingin maju bukan menafsirkan dengan hal-hal yang tidak berguna.

Karya Muh}ammad al-Ghaza>li> yang terkait dengan tema al-Qur’an dan Hadis dalam rangka meluruskan kembali pemahaman umat yang keliru, di antaranya adalah Kaifa Nata‘ammal al-Qura>n (Bagaimana Kita

31 Dalam hal ini Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> tidak menghendaki umat Islam terlalu membesar-besarkan hal-hal yang kurang memberikan keuntungan bagi kemajuan kehidupan umat, tapi lebih mementingkan bagaimana agar umat tidak terbelakang dari orang-orang Barat, sebagaimanayang menimpa salah seorang mahasiswanya yang menanyakan kesahihan hadis tentang Nabi Musa as.Yang menempelengIzrail. Secara diplomatis Syaikh Muh}ammad

al-Ghaza>li> menjawab, ‚Apa gunanya pertanyaan seperti itu bagi anda, sekarang ini umat

Islam sedang dikepung oleh musuh-musuhnya,mereka hendakdihancurkan, kerjakan saja


(50)

41

Mengimplementasikan Ajaran al-Qur’an). Merupakan seri karya yang mengkhususkan isinya dengan ayat-ayat al-Qur’an tanpa adanya pengulasan dan sedikit Hadis. Hal ini dimaksudkan agar kaum muslim dapat memahami isi kandungannya serta memahami keserasian ayat-ayat al-Qur’an dalam pengamalan hidup yang sesuai dengan tuntunan agama. Naz}a>rah Fi> al-Qura>n al-Kari>m (Kajian tentang al-Qur’an). Merupakan seri tentang ilmu-ilmu al-Qur’an dengan gaya bahasa baru. Tafsi>r al-Mawd}u>’i> li al-Qur’a>n (Tafsir Tematik al-Qur’an). merupakan karya yang memadukan dua model tafsir, yaitu analitik (Tahli>li>) dan tematis (Mawd}u>’i>). Sedangkan dalam kajian Hadis, Muh}ammad al-Ghaza>li> menerbitkan buku berjudul Al-Sunnah al-Nabawiyyah bayna Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadi>th, yang merupakan puncak reputasi keilmuan Muh}ammad al-Ghaza>li> dalam kajian hadis. Di dalamnya, ia menolak beberapa hadis yang berkualitas sahih serta menolak hadis ahad sebagai dalil untuk akidah.

Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kajian-kajian teks yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis telah menghiasi medan dakwahnya, pemahaman yang mendalam terhadap teks, mengkorelasikannya dengan kondisi sosio kultur masyarakat menjadi bahan utama Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> dalam berdakwah bahkan dasar ini telah dibangun semenjak duduk di bangku kuliah pada Fakultas Usuluddin di Universitas al-Azhar Mesir.

4. Buku Al-Sunnah al-Nabawiyyah bayna Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadi>th dan Pengaruhnya di Kalangan Umat Islam


(1)

I. K. A. Howard, ‚al-Kutub al-Arba’ah: Empat Kitab Hadis Utama Mazhab ahl al-Bait‛, Jurnal al-Huda, vol II, no. 4, 2001.

Idri, Epistemologi: Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadis, dan Ilmu Hukum Islam, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.

Ismail, M. Syuhudi, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

---. Metodologi Penelitian Hadis Nabi Jakarta: Bulan Bintang, 1996. 'Itr, Nu>r al-di>n. Manhaj al-Naqd fi> 'Ulu>m al-Hadi>s Da>r al-Fikr, Damaskus,

Syiriah 1399 H/1979 M.

Jauzi> (al), Abu>. Farj’Abd al-Rahma>n b. ‘Ali b., Kita>b al-Maud}u>‘a>t. J. I Bairu>t: Jawa>bi>, Muh}ammad T{a>hir, Juhu>d al-Muh}addithi>n fi> Naqd Matn al-Hadi>th

t.tp.: Mu’assasat ‘Abd al-Kari>m, t.th.

John L. Esposito, Ensiklopedi Islam Modern, juz V Bandung: Mizan, 2001. ---. Muh}ammad al-Ghaza>li>, The Oxford Encyclopedia of Modern

Islamic World, jilid II.

---. Muslim Brotherhood, dalam The Oxford Encyclopedia, jilid III. Juynboll, G. H. A., Muslim Tradition London: Cambridge University Press,

1983.

Khaldun, Ibn, Muqaddimah Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1978.

Khu>’i> (al), Abu> al-Qa>sim al-Mu>sawi>, Mu‘jam Rija>l al-H>adi>th, Qum: t.tp., 1398 H.

---. Al-Sayyid Abu al-Qa>sim al-Musawi>, Mu’jam Rija>l al-H{adi>th wa Tafs}i>l Tabaqa>t al-Ruwah, vol. 5, t.t: t.p, cet. 5, 1413 H.

Kulaini (al), Muqaddimah Ushul Kafi Kulaini, diedit oleh Ali Akbar al-Ghifari, Juz I Teheran: Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1983.

Kulaini> (al), Abu Ja’far Muhammad ibn Ya’qub, Us}u>l al-Ka>fi>, naskah diteliti

dan diberi notasi oleh Muhammad Ja’far Syamsuddin Bairu>t: Da>r al

-Ta’a>ruf li-al-Mat}bu>’a>t, 1411 H/1990 M.

Lajnah Ta‘li>f al-Mu’assasat al-Bala>gh, Ahl al-Bait: Maqa>muhum, Manha>juhum, Masa>ruhum Teheran: al-Majma‘ al-‘Alami> li Ahl al -Bait, 1413 H/1992 M.

Laknawi> (al), Abu> al-Hasana>t ‘Abd al-Hayy, al-Raf wa al-Takmi>l fi> al-Jarh wa al-Ta’di>l Bairu>t: Da>r al-Aqsha> li alNashr wa al-Tauzi>‘, 1407 H/1987 M.

M.H. Thaba>thaba>’i, Islam Syi’ah Asal Usul dan Perkembangannya Jakarta: Grafiti Press, 1989.

Majah, Abu Abdullah Muhammad bin Yazi>d Ibn, Sunan Ibn Ma>jah, ed. Muhammad Nasruddin al-Alba>ni> Riyadh: Maktabah al-Ma’a>rif, cet. 1, t.th.


(2)

Ma’lu>f, Luwis, Al-Munji>d fī Luġah wa al-I‘la>m Bairut: Da>r al-Masru>q, 1997. Muhtarom, ‚Memperbincangkan Kembali Wacana Hadis Di Kalangan Syi’ah‛

dalam

https://thwalisongo.wordpress.com/2011/03/31/hadits-di-kalangan-syiah/ (diakses tanggal 25 Pebruari 2017)

Jaza>ri> (al), Ibn al-As}r, an-Niha>yah fi> Gari>b al-Hadi>th wa al-Atha>rr Mesir: Isa al-Ba>bi, 1963), jilid I.

Mahmu>d, ‘Abd al-Maji>d, Amtha>l al-Hadi>th Ma‘a Taqdi>mat fi> ‘Ulu>m al -Hadi>th Kairo: Da>r al-Turath, t.th.

Maila>ni> (al), Ali al-H{usaini>, al-‘Is}mah Teheran: Markaz al-Abh}a>th al- ‘Aqa>idiyah, 1421 H.

Manjhajia fi> Ulu>m al-Hadi>s, Ribat: Da>r al-Ma'rifat, 1982 M.

Manz}u>r, Jamaluddin abi Fad}l Muhammad ibn Makram ibn, Lisa>n al-‘Arab Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1424 H/2003 M.

Manzu>r, Ibn, Lisa>n al-‘Arab, (Mesir: Da>r al-shadir, 1977. Wehr Hans, A Dictionary of Modern Written Arabic, London: George Alleh and Unwin Ltd, 1971.

Mernisi, Fatima dan Riffat Hasan, Setara di Hadapan Allah (terj.) Tim LSPPA Yogyakarta: LSPPA, 2000

Mohammad, Hendri, et. All., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 Jakarta: Gema Insani Press, 2006.

Mu>sawi> (al), Hasyim, The Syia; Their Origin and Beliefs, terj. Ilyas Hasan Bairut: al-Ghadeer Center for Islamic Studies, 1996.

Muba>raka>fu>ri> (al), Muhammad Abdul Rahman ibn Abdul Rahim, Tuh}fat al-Ah}wadhi> Sharh} Sunan al-Tirmidhi> Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H/1990 M.

Mufi>d, al-Shaykh, Tas}h}i>h} al-I’tiqa>da>t al-Ima>miyah Bairu>t: Da>r al-Mufi>d, 1414 H.

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif Yogyakarta: Rake Sarasin,1993.

Muhammad al-Ghaza>li>, Sunnah Nabawiyyah bain ahl fiqh wa ahl al-hadi>th, (Kairo: Da>r al-Syuruq, 2001.

Murtad}a> (al), al-Shari>f, Rasa>`il al-Murtad}a> Qum: Da>r alQura>n al-Kari>m,1405H. Muthahhari, Murtadha dan M. Baqir al-Shadr, Pengantar Ushul Fiqh dan

Ushul Fiqh Perbandingan, terj. Satrio Pinandito dan Ahsin Muhammad, Jakarta:Pustaka Hidayah, 1414 H/1993 M.

Muz{affar (al), Muhammad Rid{a>, ‘Aqa>id al-Ima>miyah Kairo: Maktabah al-Naja>h}, 1381 H.

Muz{affar (al), Muhammad Rid{a>, Us}u>l Figh fi> Maba>h}ith Alfa>z} wa al-Mula>zama>t al-‘AqliyahQum: H{auzat al ’Ilmiyah, 1419 H.


(3)

Muz}affar (al), Muhammad Rid}a>, Us}u>l Fiqh fi> Maba>hith Alfa>z} wa al-Mula>zama>t al-‘Aqliyyah Qum: Markaz Intsha>ra>t Daftar bi Tabli>gha>t al-Isla>mi> Hauzat al-‘Ilmiyah, 1419 H, juz I.

Nahlah, Mahmu>d Ahmad, Ushu>l Nahwi Araby Da>r Ma'rifah al-Ja>mi'iyyah, 2002.

Naisa>bu>ri> (al), Al-H{a>kim abi Abdillah Muhammad ibn Abdillah, Kita>b

Ma’rifat ‘Ulu>m al-H{adi>th Hayderabad: Da>irat al-Ma’rifat al

-Uthma>niyah, t.th.

Naisa>bu>ri> (al), Muslim Ibnu al-Hajja>j Abu al-Hasan al-Qusairi>, al-Musnad al Shahi>h al Mukhtasar binaqli al-Adal ani al-Adli ila> Rasulillah Shalallhu alaihi wasalam, diedit oleh M. Fuad Abd. al-Baqi> Bairu>t, Lebanon: Da>r Ihya al-Turats, t.th., juz I,.

Naja>shi> (al), Abu> al-Abba>s Ahmad ibn Ali ibn Ahmad al-Asadi> al-Ku>fi>, Rija>l al-Naja>shi> Qum: Muassasah al-Nashr al-Isla>mi>, 1418 H.

Najfi> (al), al-Sayyid al-Mar’ashi>, Sharh} Ih}qa>q al-H}aq wa-Izh}a>q al-Ba>t}il Qum: Mansyu>ra>t Maktabat A<yatullah ‘Uz}mah Mar’ashi>, t.th, juz. III.

Nemr (al), Abdul Mun’eim, Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah, tp.: Yayasan Alumni Timur Tengah, 1988.

Prent, K., dkk, Kamus Latin-Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, 1969. Qa>d}i> (al), Muhammad, al-‘Is}mah t.tt: Sita>rah, 1417 H/1997 M.

Qard}a>wi> (al), Muhammad Yusuf, Syaikh Muh}ammad al-Ghaza>li> yang Saya Kenal (terj.) Surya Darma, Lc Jakarta: Robbani Press, cet. Ke-I, 1999. ---. al-Qur’an dan al-Sunnah, Terj. Bahrudin Fanani Jakarta: Rabbani

Press, 1997.

---. Al-Sunnah mashdar li al-Ma’rifah wa al-Hadharah Cet. II; Mesir-Kairo: Dar al-Shuru>q, 1998.

Ra>zi> (al), Abu> Ja‘far Muhammad ibn Ya‘qu>b ibn Isha>q al-Kulaini>, Al-Ka>fi> Qum: Da>r al-Kutub al-Isla>miyah, 1375 H.

Ra>zi> (al), Fakhruddin Muhammad ibn Umar, Tafsi>r Mafa>ti<h} al-Ghaib Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411 H/1990 M.

Risalah Tsulasa’ Edisi 2, 11 RabiulAwwal; Terbitan Bahan Tarbiyyah Online,

M/S 6.

S}adr (al), al-Sayyid Hasan, Ta’si>s al-Shi>‘ah li-‘Ulu>m al-Isla>m, Qum: al-Ami>r, t.th.

S}an’a>ni> (al), Abu Bakar, Imla> wa-al-Mustamli Bairut: Da>r al-Fikr, 1409 H. S>alah (al), Abu> ‘Amr ‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rahma>n ibn }, ‘Ulu>m al-H}adi>th,

naskah diteliti oleh Nuruddin ‘Itr al-Madinah Munawwarah:

al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, 1972.

Sa’di (al), Sa’dullah Al-Sa’di, Hadis-Hadis Sekte Yogyakarta: Pustaka


(4)

Salus (al), Ali Ahmad, Ensiklopedi Sunnah-Syi’ah; Studi Perbandingan Hadis & Fiqih, Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1997.

---. Ali Ahmad, Ma’a Itsna’ al-Asyariyah fi al-Ushul wa al-Furu’ Mesir: Da>r al-Qur’a>n, 2003.

Samawi> (al), Muh}{ammad Ti>ja>ni, Syi>’ah: Pembela Sunnah Nabi, terj. Wahyul Mimbar Iran: Muassah ‘an Sariyan, 2000.

Sayra>zi> (al), Maka>rim, al-Shi>’ah Shubuha>t wa Rudu>d, terj. Ahmad Muhammad al-Haraz Qum:Madrasah al Ima>m Ali ibn ab> T}a>lib, 1428H. Sha>t}ibi> (al), Abu> Ish}a>q, al-Muwafaqa>t fi> Us}u>l al-Sha>ri‘ah Bairu>t: Da>r

al-Ma‘rifah, 1966.

Shauka>ni> (al), Muhammad ibn Ali>, Irsha>d al-Fuhu>l ila> Tahqi>q ‘Ilm al-Us}u>l Makkah: al-Maktabah al-Tija>riyah al-Musht}afa>, 1413 H/1993 M. Shihab, M. Quraish, (Kata Pengantar) Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW.

Antara Pemahaman Tekstual Dan Kontekstual, (Bandung: Mizan, 1992.

Shihab, M. Quraish, Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkan? Jakarta: Lentera Hati, cet. III, 1428 H/2007 M.

Siba>’i> (al), Mus}t}afa>, al-Sunnat wa al-Maka>natuha> fi> Tashri>‘ al-Isla>mi> Bairu>t: Da>r al-Kutub, t.th.

---. Mustafa, Sunah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam; Sebuah Pembelaan Kaum Sunni, Terj. Nurcholis Madjid Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991.

Sijista>ni>, (al) Abu> Da>u>d Sulaima>n bin al-Ash}’as, Sunan Abi> Dau>d, (Bab Keutamaan Menyebarkan Ilmu), Beiru>t, Libanon: Da>r al-Kita>b Arabi>, t.th.

---. Hadis riwayat Abu> Da>wud Sulaima>n bin al-Ash’at, Sunan Abi Da>wud, Vol. 3 Beiru>t: al-Maktabah al-‘As}riyah.

Subh{a>ni> (al), Ja’far, al-I’tis}a>m bi-Kita>b wa Sunnah Teheran: Ra>bit}at al-T}aqa>fah wa-al-‘Ala>qa>t al-Isla>miyah, 1417 H/1996.

---. Ja’far, Buh}u>th fi> al-Milal wa-al-Nih}al Qum: Lajnat Ida>rat al-H{auzat

al-‘Ilmiyah, 1413 H, juz VI.

Subh{a>ni> (al), Ja’far, Us}u>l al-H{adi>th wa Ah}ka>muhu> fi> ‘Ilm al-Dira>yah Qum: Muassasah al-Nashr al-Islami>, 1418 H.

---. Kulliya>t fi> ‘Ilm al-Rija>l Qum: Mu’assasat al-Nashr al-Isla>mi>,1412 H. Surakhmad, Winarno, Penelitian Ilmiah Bandung: Tarsito, 1994.

Suryadi, Metode Pemahaman Hadis Nabi (Telaah Atas Pemikiran Muh}ammad al-Ghaza>li> Dan Yusuf Al-Qardhawi). Ringkasan Disertasi, Yogyakarta: Program Pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga, 2004.

---. Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif Muh}ammad al-Ghaza>li> dan Yusuf al-Qardawi Yogyakarta: Teras, cet. Ke-I, 2008.


(5)

---. Pendekatan tematik dalam memahami hadis, dalam Jurnal Esensia Vol 3 No. 1, Januari, 50.

Suryadilaga, M. Alfatih, Kitab al-Kafi al-Kulaini, Yogyakarta: Teras, 2003. Syahrastani (al), al-Milal wa al-Nihal Bairu>t: Da>r al-Fikr, t.th.

Syaibani (al), Abu Abdillah Ahmad ibnu Muhammadibnu Hanbal ibnu Hila>l, Musnad Imam Ahmad ibnu Hanbal, diedit oleh Sueb al-Arnut, Bairu>t, Libanon: Mu'asasah al-Risa>lah, 1420 H/1999 M, juz XI.

Syatibi, Abu Ishak, al-Muwafaqa>t, Kairo Mesir: Da>r al-Fikr al-Arabi>, cet. 2 1975 M/1395 H.

T}aba>t}aba>’i> (al), Muhammad H}usain, Al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n Bairu>t: Mu’assasat al-A‘lami> li al-Mat}bu>’a>t, 1393 H/1973 M, jilid XVIII. T}abarsi> (al), Abu> Ali> al-Fadl ibn al-H}asan, Majma‘ al-Baya>n fi> Tafsi>r

al-Qur’a>n Bairu>t: Da>r al-Ma‘rifah, 1406 H/1986 M juz IX.

Tafrishi> (al), Al-Sayyid Must}afa> bin al-Husain al-Hasani>, Naqd al-Rija>l, vol 2 t.t: Muassasah A<lu al-Bait li Ihya>’ al-Turath, t.th.

Taimiyyah, Abu> al-‘Abba>s Taqi> al-Di>n Ahmad ibn ‘Abd al-Hali>m ibn, Minha>j al-Sunnah al-Nabawiyyah, t.t.: t.p., 1406 H/1986 M, juz II.

---. Majmu>‘ Fata>wa> Syaikh al-Isla>m Ahmad ibn Taimiyyah Bairu>t: Da>r

al-‘Arabiyah, 1398 H.

Tihra>ni> (al), Agha Buzurg, Al-Dhari>’ah ila> Tas}a>ni>f al-Shi>’ah, Najaf: t.p., 1963. Unais , Ibra>hi>m et al., Al-Mu‘jam al- Wasi>t} Kairo: t.p., 1392 H/1972 M), juz I.

Ya’qu>b, Ahmad H{usain, Naz}ariyah ‘Ada>lah al-S}ah}a>bah Qum: Muassasah

Ans}a>riyah li-al-T}iba>’ah wa-al-Nashr, 1417 H/1996 M.

Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, cet. Ke-1, 2001

Zahrah, Muhammad Abu>, al-Ima>m al-S}a>diq: Haya>tuhu> wa ‘As}ruhu> wa ra>’uhu> wa Fiqhuhu> Kairo: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, 1993.

Zainuddin, Jamaluddin abi Mans}u>r al-Shaykh Hasan ibn, Ma’a>lim al-Di>n wa Mala>dh al-Muja>hidi>n Teheran: al-Maktabat al-Isla>miyah, t.th.

Zakariyah, Abu> al-Husain Ahmad ibn Fa>ris ibn, Mu’jam Maqa>ys al-Lughah Bairu>t: Da>r al-Fikr, t.th., juz.

Zarkashi> (al), Badruddin Muhammad ibn Abdillah, al-Bah}r al-Muhi>t} fi> Us}u>l al-Fiqh Kuwait: Wiza>rat al-Auqa>f wa-al-Shu`u>n al-Isla>miyah, 1409 H/1988 M.


(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

1. Identitas Diri

Nama : Busairi

Tempat dan Tanggal Lahir : Sumenep, 30 Maret 1987

Alamat : Jl. Kaliasih, Aengbaja Kenek, Bluto,

Sumenep

Telpon : 085331929434/085790911116

Email : batwie1@gmail.com

2. Riwayat Pendidikan

SD : MI Nurul Hidayah

SMP : MTs Sumber Mas

SMA : MA Sumber Mas

S1 : INSTIK AN-NUQAYAH

S2 : Pascasarjana UIN Sunan Ampel

Surabaya 3. Riwayat Pekerjaan

 Staf pengajar di MTs Sumber Mas