EFEKIVITAS MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SAMPANG.

EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PENYELESAIAN
PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA
SAMPANG

SKRIPSI

Oleh
Masyhuri
NIM: C01212028

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga Islam
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “Efektivitas
Mediasi Dalam Penyelesaaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Sampang
PERMA No 1 Tahun 2016” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas

pelaksanaan mediasi pada perkara Perceraian di Pengadilan Agama Sampang
setelah berlakunya PERMA No 1 Tahun 2016, serta kendala-kendala apa saja
yang terdapat dalam pelaksanaan mediasi pada perkara perceraian di Pengadilan
Agama Sampang.
Adapun data yang digunakan adalah data kuantitatif. Dalam penelitian ini
penulis menganalisis data kuantitatif, yaitu dengan mengolah data menjadi
persentase.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mediasi pada perkara perceraian di
Pengadilan Agama Sampang Perma Nomor 1 Tahun 2016. Setelah berlakunya
Perma Nomor 1 Tahun 2016, mediasi diterapkan pada semua perkara perceraian
tanpa ada klasifikasi khusus dan sudah ada hakim yang bersertifikat mediator.
Selain itu, pengujian hipotesis menyimpulkan bahwa perkara perceraian sebelum
Perma No 1 Tahun 2016, diperoleh nilai yang tidak signifikan. Hal tersebut
dibuktikan dengan rata-rata persentase keberhasilan mediasi hanya sebesar 3,2%.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa mediasi pada perkara
perceraian di Pengadilan Agama Sampang kurang efektif. Meski demikian, secara
tidak langsung hasil tersebut berpengaruh terhadap persentase penumpukan
perkara yang nantinya terjadi di tingkat banding dan kasasi. Sedangkan kendala
dalam pelaksanaan mediasi adalah;a) Lemahnya pengetahuan para pihak yang
bersengketa mengenahi keuntungan mediasi, b) Terbatasnya waktu yang

digunakan oleh mediator dalam melaksanakan mediasi, c) Tingkat kerumitan
problem yang harus dipecahkan serta, d) Kurangnya respon advokat dalam
menerapkan mediasi.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut: 1) Agar Mahkamah Agung RI sering mengadakan pelatihan
untuk mediator sehingga para hakim mediator mendapatkan wawasan (ilmu) yang
baru. 2) Agar PA Sampang lebih memperhatikan waktu yang digunakan untuk
mediasi, karena mediasi merupakan solusi untuk menyelesaikan permasalahan
para pihak. Dengan waktu yang panjang dan luas, maka akan memberi
kesempatan lebih kepada para pihak untuk berfikir mana yang terbaik. 3) Agar
seluruh perangkat hukum dan semua yang mengerti hukum memberikan
sosialisasi dan pemahaman terhadap manfaat penyelesaian perkara melalui
mediasi. Sehingga masyarakat tahu manfaat mediasi dan dapat meningkatkan
efektivitas mediasi itu sendiri.

iv

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ....................................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................................................iii
PENGESAHAN .........................................................................................................iv
ABSTRAK .................................................................................................................v
KATA PENGANTAR ...............................................................................................vi
DAFTAR ISI ..............................................................................................................x
DAFTAR TRANSLITERASI ....................................................................................xiii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .........................................................7
C. Rumusan Masalah .................................................................................7
D. Kajian Pustaka ......................................................................................8
E. Tujuan Penelitian ..................................................................................10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ....................................................................10
G. Definisi Operasional .............................................................................11
H. Metode Penelitian .................................................................................12
I.

Sistematika Penulisan ...........................................................................17


BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG EFEKTIVITAS MEDIASI ...................19
A. Pengertian dan Dasar Hukum Efektivitas Mediasi ...............................19
1. Pengertian Efektivitas ......................................................................19
2. Pengertian Mediasi ...........................................................................21

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3. Dasar Hukum Mediasi......................................................................24
B. Latar Belakang Lahirnya Proses Mediasi .............................................25
C. Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 29
D. Mediasi Dalam Perkara Perceraian .......................................................33
E. Manfaat Mediasi ...................................................................................35
BAB III : PELAKSANAAN MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI
PENGADILAN AGAMA SAMPANG SESUDAH BERLAKUNYA
PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 ..........................................................37
A. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Agama ...............................37
1. Sejarah dan kedudukan Pengadilan Agama Sampang .....................37

2. Wilayah kewenangan .......................................................................39
3. Jumlah penduduk .............................................................................41
4. Jarak Tempuh ...................................................................................41
5. Susunan jabatan ketua Pengadilan Agama Sampang .......................41
6. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sampang ...........................42
7. Daftar mediator Pengadilan Agama Sampang .................................42
B. Pelaksanaan Upaya Mediasi Pada Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Sampang ...................................................................................43
C. Kendala-kendala dalam Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama
Sampang................................................................................................50
BAB IV :EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI
PENGADILAN AGAMA SAMPANG SESUDAH BERLAKUNYA
PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 ..........................................................52

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

A. Efektitas Mediasi Pada Perkara Perceraian di Pengadilan Agama
Sampang Sesudah Berlakuya Perma Nomor 1 Tahun 2016 .................52

B. Kendala Pelaksanaan Mediasi Pada Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Sampang Sesudah Berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2016 ..58
C. Efektivitas Mediasi pada Perkara Perceraian di Pengadilan Agama
Sampang sesudah Berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2016 ................59
BAB V :Penutup ........................................................................................................64
A. Kesimpulan ...........................................................................................64
B. Saran .....................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................65
LAMPIRAN ............................................................................................................69

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam negara hukum yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan

peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berperan
sebagai katup penekanan atas segala pelanggaran hukum dan ketertiban
masyarakat. Peradilan dapat dimaknai juga sebagai tempat terakhir mencari
kebenaran dan keadilan, sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan
yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the

truth and justice).1
Meskipun demikian, kenyataan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat
ini adalah ketidakefektifan dan ketidakefisienan sistem peradilan. Penyelesaian
perkara membutuhkan waktu yang lama. Mulai dari tingkat pertama, banding,
kasasi, dan peninjauan kembali. Di sisi lain, para masyarakat pencari keadilan
membutuhkan penyelesaian perkara yang cepat yang tidak hanya bersifat
formalistis belaka.2

1

M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Pesidangan, penyitaan,
pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Cet.VII, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h 229.

2


Dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan salah
satu asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dalam Pasal 2 Ayat (4) yaitu asas sederhana,
cepat, dan biaya ringan. Bukan pula meyuruh hakim memeriksa dan memutus perkara dalam
waktu satu atau dua jam. Yang dicita-citakan adalah suatu proses pemeriksaan yang relatif tidak
memakan waktu yang lama sampai bertahun-tahun sesuai dengan kesederhanaan hukum itu
sendiri. Apabila hakim atau pengadilan sengaja mengulur-ulur waktu dengan alasan yang tidak
rasional, maka hakim tersebut tidak bermoral dan tidak profesional, serta telah melanggar asas
pengadilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Lihat Gemala Dewi, ed., Hukum Acara Perdata
Peradilan Agama Di Indonesia, cet.III,(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), h 71-72.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Hukum merupakan bagian dari pergaulan hidup manusia, yang terwujud
dalam prilaku manusia maupun di dalam perangkat kaedah-kaedah yang
sebenarnya juga merupakan abtraksi dan prilaku manusia.3 Menurut Soerjono

Soekanto: Hukum tidak saja merupakan sarana pengendalian sosial, dalam arti
suatu sarana pemaksa yang melindungi masyarakat dan ancaman-ancaman
maupun perbuatan-perbuatan yang membahayakan diri serta harta bendanya,
akan tetapi di lain pihak hukum juga berfungsi sebagai sarana untuk
memperlancar interaksi sosial (law as a facilitation of human interaction).4
Secara umum, hukum dibagi atas dua macam, yaitu hukum publik
(pidana) dan hukum privat (perdata). Perkawinan merupakan bagian dari bentuk
hukum privat (perdata) telah diatur dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
dimana di dalamnya telah diatur secara rinci mulai dari tahap awal proses
perceraian dan akibat hukumnya. Perkawinan sendiri merupakan ikatan suci
(misaqan galidan) yang mempunyai tujuan untuk membina keluarga kekal,

sakinah, mawaddah dan warahmah.5
Namun dalam kenyataan, sebuah ikatan perkawinan tidak selamanya
harmonis bahkan memunkinkan adanya perselisihan dan perkawinan yang
mengakibatkan perceraian. Untuk menyelesaikan perkara perceraian ini. Negara
telah mengatur tentang tata cara dan proses perceraian agar masalah tersebut
dapat diselesaikan secara tertib tanpa merugikan pihak lain, di antaranya dengan
membentuk lembaga Peradilan Agama yang salah satu fungsinya adalah
3


Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010), 49.
Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peran Hukum Adat di Indonesia, ( Jakarta: Kurnia Esa,
1970), 44
5
Undang-undang Pokok Perkawinan, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet Keenam, 2006), 1.
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

menyelesaikan masalah perkawinan, yang termasuk di dalamnya juga adalah
masalah perceraian. Hal ini tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) UU Nomor 1
Tahun 1974 dan di dalam Pasal 115 KHI. “Perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha
dan tidak berhasil mendamaikan kedua belak pihak”.6
Namun sebelum hakim memutus suatu perkara dengan jalan litigasi,
maka hakim berhak mendamaikan para pihak terlebih dahulu, dengan cara
mediasi, hakim di sini sebagai mediator atau sebagai katalisator yang mendorong

lahirnya diskusi-diskusi dalam membicarakan akar persengketaan mereka.
Sebagaimana telah diatur, Pasal 4 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2016
yang menyebutkan, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan
termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak
berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu
diupayakan penyelesaian malalui mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung ini.7
Salah satu langkah untuk menekan terjadinya penumpukan perkara dan
mengatasi tunggakan perkara dari tahun ke tahun di Mahkamah Agung dengan
mengoptimalkan pemberdayaan pengadilan tingkat pertama dalam menerapkan
lembaga damai dengan memadukan salah satu bentuk atau sarana penyelesaian

6

Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya: Arkola, t.t),
216
7
Pasal 4 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2016, Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 Perma Nomor
.02 Tahun 2003, yaitu semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib
terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

sengketa, yang bisa disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) yaitu
mediasi dengan ditunjuknya hakim sebagai mediator dalam proses peradilan

litigasi, karena perkara atau sengketa yang diakhiri dengan perdamaian pada
tingkat sudah tertutup kemungkinan untuk upaya banding, kasasi dan peninjauan
kembali.
Ketua Mahkamah Agung, dalam pidatonya juga mengharapkan
pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di Pengadilan. Banyak
keuntungan menggunakan mediasi sebagai salah satu alternatif menyelesaikan
sengketa di luar proses peradilan. Keuntungan itu antara lain: sengketa dapat
diselesaikan dengan prinsip “win-win solution” tidak berkepanjangan, biaya lebih
ringan, hubungan baik antara yang bersengketa tetap dapat dipertahankan. Dalam
mediasi atau alternatif penyelesaian lebih ditekankan pada kemaslahatan bagi
semua pihak.8
Upaya perdamaian sebenarnya telah diatur dalam Pasal 130 HIR/154
Rbg. Yang menyebutkan bahwa: Jika pada hari persidangan yang telah
ditetapkan, kedua belah pihak yang berperkara hadir dalam persidangan maka
ketua majelis hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang berperkara
tersebut, jika dapat dicapai perdamaian, maka pada hari itu juga dibuatkan
putusan perdamaian dan kedua belah pihak dihukum untuk mentaati persetujuan
yang telah disepakati itu, terhadap putusan dan putusan yang sedemikian itu
tidak dapat dimohon banding.9

8

Mahkamah Agung, Kumpulan Naskah Pidato Ketua Mahkamah Agung RI, mimeo, 2004
R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politeia, 1995), 88.

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Perdamaian merupakan penyelesaian perkara perdata yang dianggap
lebih efektif. Disamping itu, penyelesaian perkara melalui perdamaian proses
cepat dan biaya ringan, sehingga memberikan keuntungan yang praktis serta
ekonomis bagi para pihak yang bersengketa. Subekti, dalam bukunya
mengatakan “suatu kompromi dalam menyelesaikan perkara perdata adalah jalan
yang terbaik, dari pada menunggu putusannya untuk mengetahui siapa yang
kalah dan siapa yang menang”.10
Namun meskipun ketentuan tentang upaya perdamaian telah diatur,
dalam kenyataan dilapangan belum berjalan dengan maksimal. Selama bertahuntahun pelaksanaan upaya perdamaian hanya berupa formalitas di persidangan.
Hakim tidak sungguh-sungguh dalam mengupayakan perdamaian dan para pihak
juga tidak memandang penting upaya perdamaian. Hal tersebut terbukti dengan
masih rendahnya tingkat keberhasilan penyelesaian sengketa dengan melalui
upaya perdamaian.
Untuk menyikapi hal ini Mahkamah Agung (MA) sudah mengatur
tentang upaya perdamaian ini, diantaranya SEMA (Surat Edaran Mahkamah
Agung) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tinggi Pertama
Menerapkan Lembaga Damai, mengintruksikan semua majelis hakim yang
menyidangkan perkara, dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian
dengan menerapkan ketentuan Pasal 130 HIR/154 Rbg, namun karena beberapa
hal yang pokok belum secara eksplisit diatur dalam Sema tersebut, maka
Mahkamah Agung mengeluarkan Perma (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 2
10

R. Soesilo, Aneka Perjanjian Indonesia, (Bandung: Itermas, 1982), 35.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Tahun 2003 & Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
pengadilan tingkat pertama yang didalamnya mengatur mengenai tata cara
pelaksanaan mediasi, namun setelah dilakukan evaluasi, ternyata ada beberapa
masalah sehingga tidak efektif penerapannya di pengadilan.11 Sehingga Perma
Nomor 2 Tahun 2003 & Perma Nomor 1 Tahun 2008 direvisi dan disempurnakan
dengan Perma Nomor 1 Tahun 2016 sebagai upaya mempertegas dan
mempercepat

serta

mempermudah

penyelesaian

sengketa

yang

harus

dilakukannya mediasi terkait dengan proses berperkara di pengadilan.12
Pengadilan Agama (PA) Sampang merupakan pengadilan tingkat
pertama dan berada di lingkungan Pengadilan Agama yang berkedudukan di
bawah MA, sudah seharusnya menerapkan mediasi dalam proses penyelesaian
perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama Sampang, khususnya pada perkara
perceraian, baik perkara perceraian yang diajukan oleh pihak suami atau istri.
Untuk itulah, penulis berupaya mengukur pelaksanaan mediasi pada
perkara perceraian di Pengadilan Agama Sampang, sebagai salah satu
penyelesaian sengketa (perceraian) dapat dikatakan efektif atau adanya
peningkatan pencabutan perkara perceraian dengan upaya damai atau rukun,
dengan cara membandingkan prosentase perkara perceraian yang masuk pada
Pengadilan Agama Sampang sesudah berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2016.
Dengan menitik beratkan pada perkara perceraian yang masuk pada Pengadilan
Agama Sampang yang berhasil di cabut dengan alasan damai atau rukun.

11

Perma RI Nomor 2 Tahun 2003 ditetapkan tanggal 11 September 2003.Lihat juga Perma
Nomor1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, menimbang; poin d.
12
Perma RI Nomor 1 Tahun 2016

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1.

Identifikasi Masalah
Dari

paparan

latar

belakang

masalah

di

atas,

penulis

mengidentifikasikan inti permasalahan yang terkandung di dalamnya sebagai
berikut:
a. Faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya mediasi
b. Keefektivan mediasi
c. Jenis mediasi
d. Implementasi mediasi di Pengadilan Agama Sampang
2. Batasan Masalah
Dengan adanya permasalahan di atas, maka untuk memberikan arah
yang jelas dalam penelitian ini penulis membatasi pada masalah-masalah
berikut ini:
a. Pelaksanaan mediasi pada perkara Perceraian Di Pengadilan Agama
Sampang
b. Efektivitas pelaksanaan mediasi pada perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Sampang

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

1. Bagaimana pelaksanaan mediasi dalam Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Sampang?
2. Bagaimana efektivitas pelaksanaan mediasi dalam menyeleaikan perkara
perceraian di Pengadilan Agama Sampang?

D. Kajian Pustaka
Kajian tentang Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara
Perceraian Di Pengadilan Sampang ini belum pernah dibahas sebelumnya oleh
peneliti lain, akan tetapi peneliti menemukan beberapa penelitian Masalah
mediasi yang telah banyak ditulis secara teoritis di dalam literatur dan skripsi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti, diantaranya adalah:
Skripsi yang ditulis oleh Atika Inatsun Najah yang berjudul Penerapan
Mediasi Dalam Mengupayakan Perdamaian Di Pengadilan Agama Sidoarjo
(Studi Analisis Dengan Perspektif PERMA RI Nomor 2 Tahun 2003 Dan Hukum
Islam)13. Penelitian ini memfokuskan pada penerapan mediasi di Pengadilan
Agama Sidoarjo dalam mengupayakan damai kepada pihak-pihak yang
berperkara dan produk hukum Pengadilan Agama Sidoarjo terhadap hasil
kesepakatan perdamaian melalui mediasi
Ayu Mas’udah yang berjudul Efektivitas Peran Lembaga Mediasi Dalam
Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Agama Sidoarjo (Perspektif Perma RI

13

Atika Inatsun Najah, Penerapan Mediasi dalam Mengupayakan Perdamaian di Pengadilan
Agama Sidoarjo (Studi Analisis dengan Perspektif Perma RI Nomor 2 Tahun 2003 dan Hukum
Islam), Skripsi pada Jurusan Ahwal al-Syaksiyyah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel
Surabaya, Tahun 2006.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Nomor 2 Tahun 2003)14. Penelitian ini lebih berkonsentrasi pada penilain secara
menyeluruh terhadap taraf pencapaian penerapan mediasi dalam upaya
penyelesaian perkara oleh lembaga mediasi di Pengadilan Agama Sidoarjo
selama kurang lebih 4 tahun, yaitu sejak terbitnya Perma RI Nomor 2 Tahun
2003.
Siti Rochmatul Ima yang berjudul Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Agama Bangkalan Ditinjau Dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun
2016 Tentang Prosedur Mediasi15. Penelitian ini mengkaji terhadap Prosedur
Mediasi Di Pengadilan Agama Bangkalan Ditinjau Melalui PERMA Nomor 1
Tahun 2016
Sedangkan penulis dalam skiripsi ini menganalisa Efektivitas Mediasi
Dalam Penyelesesaian Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Sampang
dengan Perspektif PERMA Nomor 1 Tahun 2016 berbeda dengan pembahasan
penelitian - penelitian sebelumnya, karena dalam skripsi ini menguraikan ke
Efektivan Mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama
Sampang dengan berpijak pada PERMA Nomor 1 Tahun 2016 dimana salah satu
pasal dalam Perma tersebut menyebutkan bahwa jika tidak menempuh prosedur
mediasi berdasarkan peraturan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal
yang mengakibatkan putusan batal demi hukum, adanya penekanan ini
merupakan cambuk bagi praktisi di Pengadilan. Khususnya bagi hakim yang
14

Ayu Mas’udah, Efektivitas Peran Lembaga Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan
Agama Sidoarjo (Perspektif Perma RI Nomor 2 Tahuin 2003 ), Skripsi pada Jurusan Ahwal al-

Syaksiyyah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2007.
Siti Rochmatul Ima, Prosedur Mediasi Di Pengadilan Agama Bangkalan Ditinjau Dari Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi, Skripsi pada Jurusan
Ahwal al-Syaksiyyah Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2016
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

menjadi Mediator untuk lebih mengoptimalkan peran Mediator dalam
penyelesaian perkara perceraian.

E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang diuraikan di atas, tujuan
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pada Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama
Sampang
2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan mediasi dalam menyelesaikan
Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Sampang

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna, serta diharapkan
mampu menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi
pelaksanaan secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya
bermanfaat diantaranya:
1. Aspek keilmuan (teoritis)
Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap kemajuan perkembangan
ilmu hukum yang menyangkut proses mediasi dalam penerapannya pada
sistem peradilan perdata.
2. Aspek terapan/praktis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumbangsih pemikiran atau pijakan
dan tolak ukur bagi Pengadilan Agama Sampang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

3. Bagi penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berpikir kritis
serta pemenuhan prasyarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya.

G. Definisi Operasional
Untuk lebih memperjelas arah pembahasan dan pemahaman dalam
penelitian ini, serta untuk mencegah adanya kesalahpahaman terhadap isi tulisan
ini, maka peneliti terlebih dahulu akan menjelaskan definisi operasional yang
terkait dengan judul ini, yaitu “Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara
Perceraian Di Pengadilan Agama Sampang”
Efektivitas Mediasi

: Sesuatu yang telah direncanakan dalam
pelaksanaan

mediasi

dapat

tercapai,

pencapaian ini diukur dari meningkatnya
perkara perceraian yang berhasil dicabut
kembali dengan alasan rukun atau damai di
Pengadilan Agama Sampang.
Penyelesaian Perkara Perceraian

: Perundingan yang dipandu oleh seorang
mediator yang bertujuan untuk mencapai
kesepakatan yang diterima oleh pihakpihak yang bersengketa guna mengakhiri

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

perkara16

yang

bisa

mengakibatkan

perceraian (terputusnya ikatan suami istri).

H. Metode Penelitian
Dalam pengumpulan bahan atau data penyusunan skripsi ini agar
mengandung suatu kebenaran yang objektif, penulis menggunakan metode
penelitian ilmiah sebagai berikut:
1. Data Yang dikumpulkan
a. Data tentang prosedur pelaksanaan mediasi dalam mengupayakan
perdamaian pada perkara perceraian di Pengadilan Agama Sampang
sesudah berlakunya Perma No 1 Tahun 2016.
b. Data tentang perkara perceraian yang berhasil dicabut kembali dengan
alasan rukun atau damai di Pengadilan Agama Sampang sesudah
berlakunya Perma No 1 Tahun 2016.
c. Data tentang kendala dalam pelaksanaan mediasi pada perkara perceraian
di Pengadilan Agama Sampang sesudah berlakunya Perma No 1 Tahun
2016.
2. Sumber Data
a. Jenis penelitian
Adapun jenis data yang digali dalam penelitian ini sebagai berikut:17
Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dengan bilangan atau angka,
adapun bilangan tersebut adalah: Jumlah perkara perceraian (baik dengan
16
17

Perma Nomor 1 Tahun 2016
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid 1. (Yogyakarta: Andi Offset,1993), 66

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

jalan mediasi ataupun litigasi), antara persamaan dan perbedaan mediasi
pada perkara perceraian di Pengadilan Agama Sampang sesudah berlakunya
Perma No 1 Tahun 2016.
b. Sumber Data
Tempat dan sumber data yang digunakan, jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian lapangan, adapun sumber-sumber yang
diperlukan sebagai berikut:
1) Sumber data primer yaitu hakim mediator dan panitera di lingkungan
Pengadilan Agama Sampang yang berhubangan langsung dalam
pelaksanaan mediasi
2) Sumber data sekunder yaitu dokumen (berkas, arsip, salinan penetapan
dan data mediator yang melakukan mediasi) perkara perceraian yang
masuk pada Pengadilan Agama Sampang yang diputus secara litigasi
maupun berhasil dicabut dengan, alasan rukun atau damai sesudah
berlakunya Perma No 1 Tahun 2016 selain itu sumber data yang berupa
kitab-kitab yang menjadi dasar acuan dan bacaan lain yang memiliki
keterkaitan dengan bahan skripsi.
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b) M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan,

Pesidangan, penyitaan, pembuktian, dan Putusan Pengadilan, 2008
c) Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum, 2010.
d) Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peran Hukum Adat di Indonesia,
1970

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

e) Undang-Undang Pokok Perkawinan, Cet Keenam, 2006
f) Kompilasi Hukum Islam (KHI)
g) R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, 1995.
h) R. Soesilo, Aneka Perjanjian Indonesia, 1982
i) Perma RI No 2 Tahun 2003
j) Perma RI No 1 Tahun 2008
k) Perma RI No 1 Tahun 2016
l) Herziene Inlandsch Reglement (HIR)
m) Rechtsreglement Voor De Buitengewesten (R.Bg)
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan18
a. Wawancara (Interview)
Wawancara atau interview merupakan tanya jawab secara lisan
dimana dua orang atau lebih berhadapan secara langsung. Dalam proses

interview ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu
pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau interview sedangkan pihak
lain berfungsi sebagai pemberi informasi atau informan (responden).19

18

Soegiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R & D, (Bandung:
Alfabeta,,2009),224.
19
Soemitro Romy H, Metodelogi Penelitian Hukum Dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1990),71.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Wawancara dilakukan penulis dengan Hakim yang ditunjuk sebagai
Mediator di Pengadilan Agama Sampang yang mampu mengkaji,
mengetahui, serta memeriksa sekaligus memutus jalannya proses Mediasi.
b. Dokumenter
Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data
yang digunakan metodelogi penelitian sosial. Pada intinya metode
dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis.
Metode ini digunakan untuk penulis dalam mencari data-data berupa foto,
surat-surat dan sebagainya untuk memberikan gambaran terhadap sosiologi
yang terjadi di dalam mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama
Sampang.
Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan mencari
konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat, atau penemuan yang berhubungan
erat

dengan

pokok

permasalahan.

Kepustakaan

berupa

peraturan

perundangan, karya ilmiah para sarjana, laporan lembaga, dan lain-lain
sumber.20
4. Teknik Penggolahan Data
Data yang telah terkumpul di atas diolah dengan teknik editing,
pengorganisasian dan tabulasi, yaitu:
a. Pengolahan Data dengan Teknik Editing
Yaitu

kegiatan

yang

dilaksanakan

setelah

peneliti

selesai

menghimpun data lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena
20

Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum (Surakarta : UMS Press,
2004), h. 47.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadangkala belum memenuhi
harapan penelitian21, untuk itu diperlukan pemeriksaan kembali semua
data yang diperoleh, kejelasan makna, kesesuaian makna satu dengan yang
lainnya, relevansi, kesesuaian satuan dan kelompok data.
b. Pengolahan Data dengan teknik Pengorganisasian
Yaitu agar memperoleh gambaran yang sesuai dengan pertanyaanpertanyaan dalam rumusan masalah.
5. Teknik Analisis data
Data yang berhasil dihimpun dari data primer akan dianalisis secara
kualitatif yakni berupa bentuk kalimat, uraian-uraian, bahkan dapat berupa
cerita pendek22. Dengan tataran analisis deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau
variable yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian23 metode
ini digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara jelas
tentang Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di
Pengadilan Agama Sampang. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
pola pikir deduktif yaitu diawali dengan mengemukakan teori yang bersifat
umum tentang perceraian, kemudian teori tersebut digunakan sebagai alat
untuk menganalisis ke Efektivan Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara
Perceraian Di Pengadilan Agama Sampang lalu ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus.

21

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial---, 182
Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Sosial---,124.
23
Ibid., 48.
22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

I.

Sitematika Penulisan
Sistematika pembahasan dipaparkan dengan tujuan untuk memudahkan
pembahasan masalah-masalah dalam penelitian ini. dan agar dipahami
permasalahannya lebih sistematis dan kronologis, maka pembahasan ini akan
disusun penulis sebagai berikut:
Bab pertama, bab ini memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian,
dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, membahas tentang efektivitas mediasi, berisi pengertian dan
dasar hukum mediasi, latar belakang lahirnya proses mediasi, mediasi versi
perma Nomor 1 Tahun 2016, mediasi dalam perkara perceraian dan manfaat
mediasi
Bab ketiga, berisi tentang pelaksanaan mediasi pada perkara perceraian
di Pengadilan Agama Sampang sesudah berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2016
mengulas mengenai gambaran umum Pengadilan Agama Sampang (landasan,
kerja, kompetensi absolute, struktur organisasi dan daftar mediator Pengadilan
Agama Sampang) sesudah berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2016, dan kendalakendala dalam pelaksanaan mediasi pada perkara perceraian di Pengadilan
Agama Sampang.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Bab keempat, penulis melakukan analisis tentang pelaksanaan mediasi
dan kendala pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama
Sampang Perma Nomor 1 Tahun 2016.
Bab kelima, yakni penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari
hasil peneletian yang bisa diterapkan dan menjadi pegangan bagi Pengadilan
Agama Sampang.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG EFEKTIVITAS MEDIASI

A. Pengertian Efektivitas dan Dasar Hukum Mediasi
1. Pengertian Efektivitas
Secara etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif dalam
bahasa Inggris effective, dalam Kamus Jhon M. Echols dan Shadily artinya
dapat membawa berhasil dan ditaati. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
efektif artinya dapat membawa hasil, berhasil guna tentang usaha atau
tindakan. Dapat berarti sudah berlaku tentang undang-undang atau peraturan
tentang mediasi dan pelaksanaan mediasi yang profesional.1
Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary, Effective adalah bentuk

adjective yang bila disandingkan dengan kata statue, order, contract, dst
berarti in operation at given time. Bias juga berarti performing within the

range of normal and expecte standards atau juga productive; achieving a
result. Adapun secara terminologi para pakar hukum dan sosiologi hukum
memberikan pendekatan tentang makna efektivitas sebuah hukum beragam,
bergantung

pada

sudut

pandang

yang

diambil.

Soerjono

Soekanto

sebagaimana dikutip oleh taraf kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum,
termasuk para penegak hukumnya. Sehingga dikenal suatu amunisi, bahwa:

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, cet II,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002) hlm 284.

19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Taraf kepatuhan hukum yang tinggi merupakan suatu indikator
berfungsinya suatu sistem hukum. dan berfungsinya hukum merupakan
pertanda bahwa hukum tersebut telah mencapai tujuan hukum, yaitu berusaha
untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup.
Menurut Soerjono Soekanto, efektif atau tidaknya suatu hukum
ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini mempunyai arti netral,
sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:2
a.

Faktor hukumnya sendiri (undang-undang)
Maksud faktor hukumnya dalam poin pertama ini menurut Soerjono

Soekanto dengan undang-undang dalan arti materil adalah peraturan tertulis
yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah.
b.

Faktor penegak hukum
Ruang lingkup dari istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh

karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung
berkecimpung dibidang penegakkan hukum
c.

Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
Tanda adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin

penegakkan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas
tersebut, antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang

2

Soerjono soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakkan hukum , (Jakarta: Raja
Grafindo, 2007) hlm 8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi maka mustahil
penegakkan hukum akan tercapai tujuannya.
2. Pengertian Mediasi
Kata “mediasi” berasal dari bahasa Inggris, “mediation” yang artinya
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau
penyelesaian sengketa secara menengahi, yang menengahinya dinamakan
mediator atau orang yang menjadi penengah.3
Secara umum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah proses pengikut sertaan pihak
ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasehat.4 Sedangkan
pengertian perdamaian menurut hukum positif sebagaimana dicantumkan
dalam Pasal 1851 KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) adalah
suatu perjanjian dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan
atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung
atau mencegah timbulnya suatu perkara kemudian.5
Dikenal juga dengan istilah dading yaitu suatu persetujuan tertulis
secara damai untuk menyelesaikan atau memberhentikan berlangsungnya

3

4
5

John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cet. ke xxv (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama,2003), 377. Pengertian yang sama dikemukakan juga oleh Prof. Dr. Abdul
Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama , (Jakarta:
PT.Kencana, 2005), 175. Lihat juga Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsilasi, Arbitrase) , (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2001), 69
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), 640
Subekti & Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Jakarta: Pradnya Paramita,
1985), 414

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

terus suatu perkara.6 Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan penjelasan tidak
ditemukan pengertian mediasi, namun hanya memberikan keterangan bahwa
jika sengketa tidak mencapai kesepakatan maka sengketa bisa diselesaikan
melalui penasehat ahli atau mediator.7
Dalam hukum Islam terminologi perdamaian disebut dengan istilah

is}lah (as-sulh) yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu persengketaan
antara dua pihak. Dan menurut syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk
mengakhiri suatu persengketaan antara dua pihak yang saling bersengketa.8
Sedangkan dalam PERMA No.1 Tahun 2016 Pasal 1 angka (1)
menjelaskan tentang mediasi, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator.9
Pengertian diatas intinya memiliki pengertian yang sama tentang
mediasi yakni proses penyelesaian sengketa dengan mendatangkan pihak
ketiga atau disebut dengan mediator yang bertugas sebagai penengah yang
netral serta melakukan proses tawar-menawar untuk menemukan sebuah

6
7

Simorangkir dkk, Kamus Hukum, Cet ke 8 (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 33
Bunyi Pasal 6 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999 adalah “Dalam hal sengketa atau beda pendapat

8

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis
para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih
penasehat ahli maupun melalui mediasi”.
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 1999), 1188. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Juz III (Beirut:
Dara al Fikr,1977), 305

9

Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
MA RI, 3.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

solusi sehingga di akhir perundingan para pihak tidak ada yang merasa
dirugikan.
Dari pengertian mediasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
mediasi mengandung unsur-unsur mediasi sebagai berikut:
a. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas
kesukarelaan melalui sesuatu perundingan.
b. Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa
untuk mencari penyelesaian
c. Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa.
d. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan
selama perundingan berlangsung.
e. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai / menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.10
Sebagai seorang mediator yang dituntut untuk mengedepankan
negosiasi yang bersifat kompromis, hendaklah memiliki keterampilanketerampilan khusus keterampilan khusus yang dimaksud ialah:
a. Mengetahui bagaimana cara mendengar para pihak yang bersengketa.
b. Mempunyai

keterampilan

bertanya

terhadap

hal-hal

yang

dipersengketakan.
c. Mempunyai keterampilan membuat pilihan-pilihan dalam menyelesaikan
sengketa yang hasilnya akan menguntungkan para pihak yang bersengketa
(win-win solution)
10

Suyud Margono, ADR (Alternatif Dispute Resolution) & Arbitrase Preses Pelembagaan dan
Aspek Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002). 59

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

d. Membantu para pihakuntuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap
hal-hal yang dipersengketakan.11
3. Dasar Hukum
Dasar hukum perdamaian atau mediasi dalam Hukum Islam adalah
sebagaimana firman Allah:

‫يوٓ صۡ ٗح‬

ٓ‫ۡه‬

ۡ ِ ‫ۡ ۦ حك ٗم‬

ۡ ِ ‫وْ حك ٗم‬
‫بي ٗ و‬

‫ع ي ًم‬

‫ۡب‬

‫ا ب ۡينهم‬

ۡ ۡ

ُ ُ ٓ ‫ُ ب ۡينهم‬

ۡ
ِ

Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada

suami-istrri

itu.

Sesungguhnya

Allah

S.W.T

Maha

Mengetahui lagi Maha Mengenal.12
Dasar hukum mediasi di Indonesia adalah:
a. HIR Pasal 130 dan Rbg Pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian
hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang yang berperkara
sebelum perkaranya diperiksa
b. SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan lembaga perdamaian
dalam Pasal 130 HIR/154bg.
c. PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di Pengadilan
11

Harijah Darmis, “Hukum Mediasi Versi Sema Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan
Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai”, Dalam Mimbar Hukum, Nomor 63
Thn. XV, Edisi Maret-April 2004, 28
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 123

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

d. PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan
e. PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan
f. Mediasi atau APS di luar pengadilan diatur dalam Pasal 6 UU No. 30
Tahun 1999 tentang arbitrase dan Alternative Penyelesaian Sengketa.

B. Latar Belakang Lahirnya Proses Mediasi
Mediasi dalam literatur Hukum Islam dapat ditemui dalam firman, Allah
Ash Shu'ara ayat 38 :

‫ُم و ۡ نه ۡ ن‬

ۡ ‫و ب ۡينه‬
ۡ

ۡ

‫ل‬
ُ ْ‫و‬

ۡ ‫ب وْ بِه‬
ۡ

ُ

Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
Pada ayat Al-Qur’an di atas, Allah S.W.T menganjurkan kepada manusia
agar dapat menyelesaikan sengketa melalui musyawarah. Hal ini sejalan dengan
sifat mediasi yang penyelesaian sengketanya bersifat consensus (kesepakatan)
dengan cara negosiasi. Agar dapat diselesaikan tanpa melalui proses litigasi.13
Di Indonesia, bila dilihat secara mendalam, tata cara penyelesaian
sengketa secara damai telah lama dan biasa dipakai oleh masyarakat Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dari hukum adat yang menempatkan kepala adat sebagai
penengah dan memberi putusan adat bagi sengketa diantara warganya.

13

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Terlebih pada tahun 1945, tata cara ini secara resmi menjadi salah satu
falsafah negara dari bangsa Indonesia yang tercermin dalam asas musyawarah
untuk mufakat.
Mediasi atau alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia adalah
merupakan culture (budaya) bangsa Indonesia sendiri. Baik dalam masyarakat
tradisional maupun sebagai dasar negara pancasila yang dikenal istilah
musyawarah untuk mufakat. Seluruh suku bangsa di Indonesia pasti mengenal
makna dari istilah tersebut, walaupun penyebutannya berbeda, akan tetapi
mempunyai makna yang sama dalam klausul-klausul suatu kontrak atau
perjanjian, pada bagian penyelesaian sengketa selalu diikuti dengan kata-kata
“kalau terjadi sengketa atau perselisihan akan diselesaikan dengan cara
musyawarah dan apabila tidak tercapai suatu kesepakatan akan disediakan di
Pengadilan Negeri’.14
Walaupun dalam masyarakat tradisional di Indonesia mediasi telah
diterapkan

dalam

menyelesaikan

konflik-konflik

tradisional,

namun

pengembangan konsep dan teori penyelesaian sengketa secara kooperatif justru
banyak berkembang di negara-negara yang masyarakatnya tidak memiliki akar
penyelesaian konflik secara kooperatif.
Terdapat dua bentuk mediasi, bila ditinjau dari waktu pelaksanaannya.
Pertama yang dilakukan dalam sistem peradilan. Sistem hukum Indonesia (dalam
hal ini MA) lebih memilih bagian yang kedua yaitu mediasi dalam sistem

14

Mahkamah Agung RI, Mediasi dan Perdamaian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

peradilan atau court annexed mediation atau lebih dikenal court annexed

resulotion.15
Untuk saat ini, pemberlakuan mediasi dalam sistem peradilan di
Indonesia didasarkan pada Perma Nomor 1 Tahun 2016 yang menetapkan
mediasi sebagai bagian dari hukum acara dalam perkara perdata, sehingga suatu
putusan akan menjadi batal demi hukum manakala tidak melalui proses mediasi.
Meskipun tidak dapat dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang masih
menganggap mediasi sebagai penyelesaian sengketa diluar pengadilan, sedangkan
tujuan utama dari pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di pengadilan
adalah tidak lain untuk mengurangi tunggakan perkara di MA yang semakin
meningkat dari tahun-ketahun.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi latar belakang adanya
proses mediasi ialah sebagai berikut.
1. Sistem litigasi (peradilan) proses yang memakan waktu (waste time)
Mahkamah

Agung

sebagai

pucuk

lembaga

peradilan

telah

memberlakukan kebijakan dengan suratnya yang ditujukan kepada seluruh
15

Penggabungan dua konsep penyelesaian sengketa ini (mediasi dan litiasi diharapkan mampu
saling menutupi kekurang yang dimiiliki masing-masing konsep dengan kelebihan masimhmasing. Proses peradilan memiliki kelebihan dalam ketetapan hukumnya yang mengikat, akan
tetapi berbelit-belit proses acara yang harus dilalui sehingga akan memekan waktu, biaya dan
tenaga yang tidak sedikit yang harus ditanggung oleh pihak dalam penen