Efektivitas Peran Hakim Mediasi dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Subang

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, Pengadilan Agama merupakan suatu wadah bagi umat Islam yang ingin mencari keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan mampu memberikan keputusan dari ketegangan ditengah-tengah masyarakat Islam, yang meliputi antara lain: perkawinan, kewarisan, wakaf, hibah, dan lain-lain. Disamping itu, Pengadilan Agama dalam melaksanakan hukum keperdataan tertentu sesuai dengan aturan dan norma Islam. Mengenai perkara yang diajukan oleh pencari keadilan terhadap hal-hal yang memungkinkan, hakim terlebih dahulu mengupayakan perdamaian (Islah),1 untuk menghindari agar jangan setelah hakim memutuskan perkara tersebut ada yang merasa dirugikan. Bagaimanapun adilnya keputusan hakim, yang kalah akan merasa tidak puas.2

Dalam menyelesaikan suatu sengketa atau perkara disuatu Pengadilan Agama, maka jalan yang ditempuh disana akan ditawarkan sebuah bentuk perdamaian yang

1

(Islah) islah menurut bahasa berasal dari kata sulhu, berasal dari kata aslaha, yuslihumislahan, artinya baik, tidak rusak, tidak binasa, saleh, bermanfaat. Sedangkan al-sulh berarti perdamaian. Sulaiman al-nujairimi menyebut arti islah adalah menyelesaikan persengketaan. Arti lain adalah berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dengan lainnya, melakukan perbuatan baik. sementara Islah dalam hukum positif dikenal dengan kata dading, yaitu suatu persetujuan tertulis secara damai untuk menyelesaikan atau menghentikan berlangsungnya suatu perkara.

2

Masburiyah dan Bakhtiar Hasan, “Upaya Islah Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Kota Jambi”, Media Akademika,(26 Januari 2011), h. 71


(11)

dikenal dengan nama “mediasi”.3 Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian-keahlian mengenai sebagai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam suatu konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar-menawar. Mediator dalam mediasi, berbeda halnya dengan arbiter, mediator disini tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu penyelesaian dengan apa yang di kehendaki oleh para pihak. Mediator membimbing para pihak untuk melakukan negosiasi sampai terdapat kesepakatan yang mengikat para pihak ini, kesepakatan ini selanjutnya dituangkan dalam suatu perjanjian. Masing-masing pihak sama-sama menang, karena kesepakatan akhir yang diambil adalah hasil dari kemauan para pihak itu sendiri.4

Dalam hukum acara di Indonesia didapati dalam pasal 130 Herziene Inlandsch Reglement (selanjutnya disebut HIR) maupun pasal 154 Rechtsregiement Voor De Buitengewesten (selanjutnya disebut R. Bg). Kedua pasal tersebut mengenal dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat (1) HIR berbunyi:“Jika pada hari yang ditentukan ini, kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri mencoba dengan perantaraan keduanya akan memperdamaikan mereka itu”.

3

Syahrizal Abbas. Mediasi Dalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional), Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 22

4

AmrianiNurnaningsih. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan, (Jakarta: PT.Grafindo Persada, 2011), h. 28-29


(12)

Selanjutnya ayat (2) menegaskan:“Jika perdamaian yang demikian itu terjadi, maka tentang hal itu pada waktu bersidang, diperbuat sebuah akte, dengan nama kedua belah pihak diwajibkan untuk mencukupi perjanjian yang di perbuat itu, maka surat (akte) itu akan berkekuatan dan akan dilakukan sebagai putusan hakim yang biasa”.

Upaya perdamaian yang dimaksud oleh pasal 130 ayat (1) HIR bersifat imperatif.5 Artinya hakim berkewajiban mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa sebelum dimulainya proses persidangan. Sang hakim berusaha mendamaikan dengan cara-cara yang baik agar ada titik temu sehingga tidak perlu ada proses persidangan yang lama dan melelahkan.6

Al-qur’an mengharuskan adanya proses peradilan maupun non peradilan dalam menyelesaikan sengketa keluarga, baik untuk kasus syiqoq maupun nusyuz. Syiqaq merupakan perselisihan yang berawal dan terjadi pada kedua belah pihak suami dan istri secara bersama-sama.Dengan demikian, syiqaq berbeda dengan nusyuz, yang perselisihannya hanya berawal dan terjadi pada salah satu pihak, suami atau istri. Untuk mengatasi permasalahan dalam rumah tangga yang terjadi antara suami istri, Islam memerintahkan agar kedua belah pihak mengutus dua orang hakam

5

M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Persidangan, Pernyataan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet. VII, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.231

6

Hidayatullah, “Efektifitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Depok,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 2


(13)

(Juru Damai). Pengutusan hakam bermaksud untuk berusaha mencari jalan keluar terhadap permasalahanrumah tangga yang dihadapi oleh suami istri. Proses penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga dikenal dengan hakam didasarkan pada QS.An-Nisa (4): 35

(

3:4 /

ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ)

Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakamdari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal”.

Ayat ini menganjurkan adanya pihak ketiga atau mediator yang dapat membantu pihak suami istri dalam mencari jalan menyelesaikan masalah keluarga mereka. Pihak ketiga ini terdiri atas satu wakil dari pihak suami dan satu pihak dari istri yang akan bertindak sebagai mediator.6F

7

Melihat dari ayat tersebut di atas menggambarkan bahwa untuk menenangkan konflik yang terjadi pada pihak yang berperkara perlu adanya seseorang yang dapat dipercaya untuk meredakan konflik, baik itu konflik yang terjadi mengenai keluarga maupun konflik yang diluar keluarga. Sebisa mungkin sebelum konflik tersebut semakin luar biasa dan sebelum di

lanjutkan ke meja pengadilan, kiranya peran dari orang tua juga sangat dibutuhkan pada saat itu, dengan cara membimbing serta memberikan nasihat untuk keluarga

7

Syahrizal Abbas. Mediasi Dalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional), h. 184-185


(14)

anaknya. Namun bila perkara tersebut sudah diajukan ke Peradilan Agama, maka peran hakimlah yang menentukan apakah masalah tersebut selesai di meja perdamaian apa tidak, disini hakim dengan haruslah mempertimbangkan, menyelusuri perkara tersebut dengan hati-hati.

Upaya mediasi disebuah lembaga Pengadilan Agama memang betul-betul sangat membantu dalam hal proses berperkara. Namun keberhasilan atau tidaknya dari suatu mediasi atau perdamaian itu tidak jauh dari hakim yang menjadi mediator ditengah-tengah konflik para pihak, selanjutnya diserahkan kembali kepada para pihak apakah mau berdamai apa tidak, inilah mungkin faktor yang paling penting dalam proses perdamaian.Menurut Soerjono Soekanto, “faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berfungsinya hukum dalam masyarakat atau efevititas penegakan dan penerapan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hukumnyasendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, serta faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku diterapkan”.8

Sebagai upaya untuk mencapai perdamaian yang diharapkan, dibutuhkan juga kesungguhan hakim dalam mengupayakan himbauan perdamaian. Hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan masyarakat tersebut. Dengan demikian hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan. Disamping itu, sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari pihak-

8

Soekanto, Soejono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PenegakkanHukum, (Jakarta: CV Rajawali, 1983), h. 4


(15)

pihak yang berperkara wajib diperhatikan dalam mempertimbangkan keputusan yang akan dijatuhkankan. Hakim juga dapat memberikan resep penyelesaiannya yang melegakkan kedua belah pihak, yang dapat diupayakan dengan penguasaan bidang materi hukum Islam dan perundang-undangan yang berlaku.9

Pengadilan Agama Subang singkat penulis, merupakan lembaga Pengadilan Agama yang baru terpisah dari wewenang relative Pengadilan Agama Purwakarta. Sementara berlakunya PERMA No.1 Tahun 2008 berlaku untuk semua lembaga khususnya Pengadilan Agama, baik itu baru ataupun sudah lama terbentuknya Pengadilan Agama di masing-masing wilayah. Dampak dari itu semua mau tidak mau Pengadilan Agama yang baru berdiri sejak tahun 1982 ini harus dapat menyesuaikan diri, menyelesaikan dan mengurangi angka perceraian sesuai dengan cita-cita yang di inginkan oleh PERMA No.1 Tahun 2008.

Dari data yang peneliti dapatkan bahwasannya jumlah perkara perceraian yang diterima pada tahun 2013 adalah 2434 dan dari jumlah tersebut untuk mengenai perceraian cerai talak berjumlah 748 dan untuk cerai gugat berjumlah 1686. Untuk tahun 2014 data yang peneliti dapatkan berkisar 2737, untuk mengenai perceraian cerai talak berjumlah 1038 dan untuk cerai gugat berjumlah 1699.Sementara pada

9

Masburiyah dan akhtiar Hasan, “Upaya Islah DalamPerkara Perceraian di Pengadilan Agama Kota Jambi, h.71


(16)

Tahun 2015 terdapat 3196, untuk mengenai perceraian cerai talak berjumlah 980 dan untuk cerai gugat berjumlah 2216.10

Berdasarkan uraian diatas bahwa tujuan awal dengan diadakannya mediasi adalah untuk mengurangi jumlah perkara perceraian, maka penulis beranggapan bahwa perlu kiranya untuk dijadikan obyek penelitian dalam sebuah skripsi. Penulis ingin menganalisa mengenai seberapa jauh peran hakim dalam mendamaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama subang dalam sebuah skripsi dengan judul

“Efektivitas Peran Hakim Mediasi Dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Subang”

B. Identifikasi Masalah

Dari latarbelakang masalah diatas, peneliti mengindentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Mediasi?

2. Bagaimana proses mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama?

3. Bagaimana efektivitas peran hakim mediator dalam mendampingi para pihak?

4. Hal apa saja yang mengakibatkan banyaknya pihak yang tidak menghadap ke untuk di Mediasi?

10


(17)

C.Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan pencarian bahan dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti perlu kiranya untuk membatasi masalah sehingga jelas masalah yang akan ditulis dan dibahas. Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi masalahnya yaitu :

1) Skripsi ini hanya membahas mengenai efektivitas peran hakim mediator dalam pelaksanaan mediasipada kasus perceraian dan hasil dari mediasi yang dilaksanakan oleh mediator hakim di Pengadilan Agama

2) Tahun perkara dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 3) Lokasi yang akan diteliti adalah Pengadilan Agama Subang 2. Perumusan Masalah

Bila melihat dari tujuan dan manfaat mediasi yang umumnya dilaksanakan oleh Pengadilan Agama daerah masing-masing kita dapat mengetahui bahwa tujuan dari mediator adalah untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa serta mengurangi perkara perceraian yang ada. Namun peneliti melihat angka perceraian yang masuk dan yang diputus di Pengadilan Agama dari 3 (Tiga) tahun teakhir ini terus meningkat.

Dari perumusan masalah tersebut, peneliti dapat merinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :


(18)

1) Bagaimana efektivitas hakim mediator dalam menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama?

2) Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang?

3) Faktor apa saja yang mengakibatkan banyaknya pihak yang tidak mau atau tidak hadir untuk dimediasi dalam perkara perceraian?

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah bertujuan untuk :

1) Untuk mengetahui ke_efektivitasan hakim mediator di Pengadilan Agama Subang dalam menyelesaikan perkara perceraian.

2) Untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang. 3) Untuk mengetahui faktor penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau

tidak hadir untuk bermediasi dalam perkara perceraian. 2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan agar dapat bermanfaat sebagai berikut:


(19)

1) Bagi Penulis

Dengan adanya skripsi ini penulis dapat beberapa manfaat yang dapat diambil dan dipelajari untuk kedepannya, manfaat tersebut diantaranya:

1. Menambah wawasan, mengenai wawasan tersebut penulis dapatkan dari pengalaman dalam mencari ilmu, baik dari sumber data primer maupun data sekunder.

2. Memberikan pengalaman interaksi langsung ke masyarakat khususnya di lembaga Pengadilan Agama Subang.

2) Untuk Umum

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap kemajuan perkembangan ilmu hukum yang menyangkut proses mediasi dalam penerapannnya pada sistem peradilan perdata

2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada Lembaga Pengadilan Agama Subang sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja hakim mediator

3. Untuk memberikan wawasan kepada masyarakat luas mengenai proses perdamaian dalam menyelesaikan perkara di Pengadilan Agama.


(20)

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada penulisan skripsi ini, peneliti ingin menggunakan jenis metode kualitatif.Selain itu penelitian ini berdasarkan obyeknya menggunakan penelitian hukum empiris, karena penulis membandingkan peraturan yang ada dengan menganalisa ke lapangan mengenai ke efektivan hakim mediator di Peradilan Agama Subang

2. Pendekatan Penelitian

Dalam pendekatan penelitian ini, peneliti ingin menggunakan pendekatan studi kasus. Karna pendekatan ini memang sangat dibutuhkan untuk mendapatkan data-data yang akurat dari sumbernya, terutama dari sumber-sumber data primer.

3. Bahan-Bahan Data

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti mengumpulkan bahan atau data-data yang berkaitan dengan skripsi ini, yang mana data tersebut ialah:

1) Data Primer

Data primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah Hasil wawancara dengan 7 Hakim Mediator


(21)

Data sekunder yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah :PERMA No.1 Tahun 2008, Perundang-undangan, buku, jurnal yang terkait dengan tema penelitian.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penulisan skripsi ini betempat di Pengadilan Agama Kab. Subang, yang lebih tepatnya di Jl. Aipda KS. Tubun Kelurahan Cigadung, Kec. Subang Kab. Subang.

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun dalam rangka pengumpulan data peneliti menggunakan penelitian dengan cara sebagai berikut

1) Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat, atau penemuan yang berhubungan dengan pokok pembahasan. Kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana, laporan lembaga dan sumber lainnya.11

Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan membaca, menelaah, serta menganalisa buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah yang penulis bahas.

11

Khuzhaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: UMS Press, 2004), h.47


(22)

Penelitian kepustakaan akan sangat berguna untuk memperjelas landasan teori yang akan digunakan penulis.

2) Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data-data dari obyek yang diteliti kemudian dianalisa. Untuk itu penulis melakukan cara-cara sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan terhadap kinerja hakim mediator, tujuannya adalah untuk mengamati keefektifitasan peran hakim mediasi dalam menyelesaikan perkara perceraian di Peradilan Agama Subang.

b. Wawancara. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan judul skripsi ini. peneliti akan mewancarai 7 Hakim Mediator

6. Metode Analis Data

Proses analisis data yang digunakan oleh peneliti ialah dimulai dengan melihat dan mengumpulkan data, kemudian menelaah seluruh data yang sudah ada dari beberapa sumber, diantaranya dari hasil wawancara, pengamatan yang ditulis di catatan lapangan, dokumen resmi, gambar foto, sumber data sekunder dan lain-lainnya. Langkah berikutnya adalah menggolongkan atau mengkatagorikan ke dalam


(23)

setiap permasalahan melalui uraian singkat, dan mengelompokan data sehingga peneliti mendapatkan kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan di verifikasi.

7. Metode dan Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam penelitian ini menggunakan pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

F. Kajian Terdahulu

Skripsi yang telah di tulis mengenai dengan tema “EFEKTIFITAS PERAN HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUBANG” sebenarnya sudah ada beberapa yang meneliti mengenai perkara Mediasi Perceraian pada judul yang terdahulu. Adapun judul skripsi yang penulis ketahui dari perpustakaan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini sebagai berikut :

Pertama, Widya Aliya, “ Efektifitas Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Setelah Di Keluarkannya PERMA No. 1 tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Agama” Perbandingan Hukum, Perbandingan Mazhab Hukum, Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. Pada skripsi ini membahas mengenai ke efektifitasan mediasi di Pengadilan Agama, yang mana pembahasannya mengenai sejarah, dasar hukum, ruang lingkup, prinsip-prinsip mediasi pasca setelah PERMA Nomor 01 Tahun 2008 tentang efektifitas


(24)

hakimmediasi, mekanisme mediasi di Pengadilan Agama Jakarta selatan. Perbedaan dengan yangpenulis teliti adalah penulis ingin menganalisa seberapa efektif kineja yang dilakukan oleh hakim mediasi dalam meminimalisir jumlah perceraian yang terus meningkat, hal-hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan mediasi, serta menganalisa faktor penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau tidak hadir untuk bermediasi dalam perkara perceraian.

Kedua, Hidayatulloh,” Efektifitas Mediasi dalam perkara Perceraian di Pengadilan Agama Depok”, Fakultas Syariah dan Hukum, Peradilan Agama, UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2011 M. Skripsi ini membahas tentang ke-efektivitasan mediasi di Pengadilan Agama Depok, tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Depok, serta membahas mengeni faktor yang menjadi pendukung dan penghambat keberhasilan mediasi. Perbedaan dengan yangpenulis teliti adalah penulis ingin menganalisa seberapa efektif kineja yang dilakukan oleh hakim mediasi dalam meminimalisir jumlah perceraian yang terus meningkat, hal-hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan mediasi, serta menganalisa faktor penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau tidak hadir untuk bermediasi dalam perkara perceraian.

Ketiga, Muhammad Rozi, “Efektifitas Hakim Mediasi Dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kosentrasi Peradilan Agama, Program Studi Akhwal Akh Asshasiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. 2014. Pada skripsi ini membahas mengenai usaha peran


(25)

hakim mediator dalam melakukan mediasi, membahas mengenai mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.Pada subyek penelitian ini terpokus pada peranan hakim dalam usaha mendamaikan perkara.Perbedaan dengan yang penulis teliti adalah penulis ingin menganalisa seberapa efektif kineja yang dilakukan oleh hakim mediasi dalam meminimalisir jumlah perceraian yang terus meningkat, hal-hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan mediasi, serta menganalisa faktor penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau tidak hadir untuk bermediasi dalam perkara perceraian.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Skripsi ini, peneliti menyusunnya dalam lima Bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Bab Pertama yang berisi tentang pendahuluan yang menjabarkan latar belakang permasalahan penulisan skripsi, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,kajian terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB IIMEDIASI DAN TEORI EFEKTIVITAS

Bab Kedua peneliti membahas tentang pengertian mediasi, kemudian penulis menjelaskan sejarah perkembangan mediasi, mediasi dalam PERMA RI No. 1 tahun


(26)

2008, tujuan dan manfaat mediasi, peran dan fungsi mediator, kemudian yang terakhir penulis menuliskan landasasan teori efektivitas.

BAB IIIPERKARA PERCERAIAN DIPENGADILAN AGAMA SUBANG

Bab Ketiga, peneliti membahas tentang perkara perceraian di Peradilan Agama Subang. Pembahasan ini terdiri dari 5 sub tema, yaitu: sejarah Pengadilan Agama Subang, tugas dan wewenang Pengadilan Agama Subang,struktur organisasi Pengadilan Agama Subang,prosedur dan proses penyelesaianperkaraperceraian, prosedur mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang.

BAB IV ANALISIS EFEKTITAS PERAN HAKIM MEDIASIDALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN

Bab Keempat penulis melakukan analisis tentang efektifitas hakim di Pengadilan Agama Subang dalam menyelesaikan perkara perceraian yang mencakup 3 permbahasan, yaitu : pertama, deskripsi perkara perceraian tahun 2013-2015 di Pengadilan Agama Subang.kedua,efektivitashakim mediatordi Pengadilan Agama Subangdalam menyelesaikan perkara perceraian.ketiga, tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Subang. keempat, faktor-faktor yang mengakibatkan para pihak tidak mau atau tidak hadir untuk di mediasi.

BAB V PENUTUP


(27)

BAB II

MEDIASI DAN TEORI EFEKTIVITAS

A. Pengertian Mediasi

Mediasi secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada ditengah, makna ini menunjukan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. ‘berada ditengah’ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.12 Pengertian mediasi dalam kamus Hukum Indonesia adalah berasal dari bahasa inggris mediation yang berarti proses penyelesaian sengketa secara damai yang melibatkan bantuan pihak ketiga untuk memberikan solusiyang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa.13

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,14 kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan

12

Syahrizal Abbas, Mediasi: Dalam Prespektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 1-2

13

B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, cet. I, (Jakarta: Sinar Harapan, 2006), h. 168 14

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departement Pendididkan


(28)

sebagai penasihat. Pengertian yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.

Sementara dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 pasal 1 ayat (7) menjelaskan bahwa mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa dengan melalui proses perundingan antara para pihak dengan dibantu seorang atau lebih mediator untuk mencapai suatu kesepakatan. Menurut Gerry Goopaster “mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan”. Sementara J. Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam menjalankan kegiatan mediasi. Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara bersama-sama oleh pihak yang bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral.15

15

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 1- 5


(29)

Jadi Mediasi secara umum merupakan proses perdamaian berlangsung dan diselenggarakan antara para pihak yang bersengketa dan dibantu penyelesaiannya oleh seorang mediator (seorang yang mengatur pertemuan antara 2 pihak-atau lebih yang bersengketa) demi tercapainya hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi tetap efektif dan diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela. 16

B. Sejarah Perkembangan Mediasi di Indonesia

Mediasi atau dikenal pada masyarakat dengan nama Musyarawah, ternyata memang sudah lama berkembang di Indonesia. Musyawaroh mufakat merupakan falsafah masyarakat Indonesia dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk penyelesaian konflik. Dalam menyelesaikan sengketa melalui perdamaian di dimasayarakat pedesaan zaman dahulu, biasanya yang bertindak sebagai hakim perdamaian desa adalah kepala adat atau kepala masyakat yang merupakan tokoh Adat dan Agama.17Dalam perkembangan sejarah perundang-undangan Indonesia yang mengatur tentang mediasi prinsip musyawarah mufakat yang berujung damai juga sudah dilakukan dilingkungan peradilan, hal ini terlihat dari sejumlah peraturan peraturan perundang-undangan sejak masa kolonial belanda sampai sekarang masih memuat asas musyawarah damai sebagai salah satu asas peradilan di Indonesia.

16

Abdurrasyid dan Priyatna, Arbitrase Dan Penyelesaian Sengketa (APS), (Jakarta: PT. Fika Hati Aneska, Cet. 2, 2011), h. 35

17

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 159


(30)

Mediasi mendapat pengaturan tersendiri dalam sejumlah produk hukum Hindia Belanda maupun dalam produk hukum setelah Indonesia merdeka sampai hari ini.Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) terkait masalah mediasi menyebutkan perdamaian di atur dalam pasal 115: “ Perceraian hanya dapat di dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Lanjut pada pasal 143 ayat (1): “dalam pemeriksaan gugatan perceraian hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. Ayat (2): “Selama Perkara belum diputuskan usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang.18Dalam pasal 1851 KUH Perdata, yang dimaksud perdamaian adalah “suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang untuk mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya perkara”.19

Selain peraturan diatas, Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan SEMA No. 01 Tahun 2002 tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai (eks pasal 130 HIR/154 RBg). Akan tetapi, SEMA tersebut belum lengkap penerapannya sehingga perlu disempurnakan lagi. Selanjutnya melalui PERMA No.02 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi dipengadilan yang telah diganti dengan PERMA No. 1 Tahun 2008, dengan pertimbangan bahwa hukum acara yang berlaku sesuai dengan pasal 130 HIR/154 RBg tersebut, maka PERMA diberlakukan

18

Baca Kompilasi Hukum Islam Pasal 115 dan 143

19

Subekti dan Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta:Pradnya Paramita,1992), h.414


(31)

guna mendorong para pihak untuk menumpuh proses perdamaian yang diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi kedalam proses berperkara di pengadilan tingkat pertama demitercapainya kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses perdamaian sengketa perdata.20

1. Masa Pra Pemerintahan Hindia Belanda.

Masa pra pemerintahan Hindia Belanda ini dimulai sejak masuknya Agama Islam di Indonesia, pada masa ini praktek pelaksanaan hukum acara Pengadilan Agama masih sangat sederhana. Pada perkembangannya terdapat 3 priode pembentukan lembaga Pengadilan Agama, yaitu:

1. Tahkim;

Pada masa ini apabila terjadi perselisihan diantara masyarakat, maka diselesaikan dengan bertahkim21 kepada Guru atau Mubaligh yang dianggap mampu dan berilmu agama.

20

Amriani,nurnaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,

Cet. I ( Jakarta: PT. Raja Gerafindo Persada, 2011), h. 58-59

21

Tahkim adalah lembaga penyelesaian sengketa antara orang-orang Islam yang dilakukan oleh para ahli agama. pada masa ini masyarakat indonesia belum sepenuhnya mengenal ajaran islam, ketika masyarakat terjadi sengketa antar pemeluk agama islam, mereka menyerahkan penyelesaian itu kepada orang yang memiliki ilmu-ilmu agama yang dianggap mampu menyelesaikan sengketa tersebut.


(32)

2. Ahlul Halli Wal’aqdi;

Pada masa ini pemeluk Agama Islam semakin bertambah dan sudah terorganisir dalam kelompok masyarakat. Jabatan hakim atau qodhi dilakukan secara pemilihan dan di baiat oleh Ahlul Halli Wal Aqdi, yaitu pengangkatan atas seseorang yang sudah dipercaya ahli oleh majelis atau kumpulan orang-orang terkemuka dalam masyarakat.

3. Tauliyah.

Tauliyah terjadi ketika masyarakat Islam sudah berkembang menjadi sebuah kerajaan Islam. Pengangkatan jabatan hakim (Qodhi) dilakukan dengan pemberian “Tauliyah“ yakni pemberian atau pendelegasian kekuasaan dari penguasa.22

2. Masa Hindia Belanda

Pada masa kolonial belanda, pengaturan penyelesaian sengketa melalui upaya damai lebih banyak ditunjukan pada proses damai dilingkungan peradilan, sedangkan penyelesaian sengketa diluar pengadilan, kolonial Belanda cenderung memberi kesepakatan pada hukum adat. Pada zaman ini, Hakim diharapkan mengambil peran maksimal dalam proses mendamaikan para pihak yang bersengketa. Pada masa kolonial belanda lembaga pengadilan diberikan kesempatan untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa. Kewenangan mendamaikan hanya sebatas kasus-kasus

22

Sulaikin Lubis, dkk, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Cet.II, ( Jakarta; Prenada Media Grup, 2006 ), h. 21-23


(33)

keluarga dan perdata pada umumnya seperti perjanjian, jual beli, sewa menyewa, dan bebagai aktivitas bisnis lainnya.23

Menurut pasal 130 HIR ( Her Herziene Indonesich Reglement, Staatsblad 1941: 44) /154 R. Bg ( Rechts Reglement Buitengewesten, Staatsblad, 1927 ) / 31 Rv ( Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad, 1874:52 )24 hakim sebelum memeriksa perkara perdata tersebut, hakim harus berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak, usaha perdamaian itu dapat dilakukan sepanjang proses berjalan. Pasal ini menggambarkan bahwa penyelesaian sengketamelalui jalur damai merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa dipengadilan. Upaya damai menjadi kewajiban hakim, dan ia tidak boleh memutuskan perkara sebelum upaya damai dilakukan terlebih dahulu. Bila kedua pihak setuju menempuh jalur damai, hakim harus segera melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, sehingga kedua belah pihak menemukan bentuk-bentuk kesepakatan yang dapat menyelesaikan sengeketa tersebut.25Dalam sejarah hukum penyelesaian sengketa melalui proses damai dikenal dengan istilah dading. Peraturan-peraturan pada masa kolonial belanda sebagaimana diatur dalam pasal 615-651 Rv 1874 : 52 atau pasal 377 HIR 194:44

23

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 286-287

24

HIR (Her Herziene Indonesich Reglement, Staatsblad) Adalah Reglement Indonesia yang diperbaharui. R. Bg ( Rechts Reglement Buitengewesten, Staatsblad ) Adalah Reglement Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura. Rv (Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad) Adalah Reglement Acara Perdata.

25

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oekartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Cet. XI, (Bandung : Mandar Maju, 2009), h. 35


(34)

juga mengatur penyelesaian sengeketa melalui upaya damai diluar pengadilan. Namun upaya tersebut baru mengenalkan istilah arbitrase.

3. Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang

Menyadari akan pentingnya sebuah konstitusi yang merdeka, kiranya diperlukan sebuah jaminan yang tegas dalam berkonstitusi,hasil dari adanya amandemen UUD 1945 hanya menyebutkan secara ekplisit mengenai kekuasaan kehakiman yang merdeka. Dalam pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Tidak hanya itu dalam pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa “kekuasaan kehakiman tidak hanya dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung tetapi juga oleh Mahkamah Konstitusi”.26 Ketentuan pasal 24 UUD 1945 mengisyaratkan bahwa penyelesaian sengketa yang terjadi dikalangan masyarakat dilakukan melalui jalur pengadilan (Litigasi). Meskipun demikian, sistem hukum di Indonesia juga membuka peluang menyelesaikan sengketa diluar jalur pengadilan (non litigasi). Green menyebutkan bahwa dalam menyelesaikan sengketa ini ada dua model yang bisa digunakan guna

26

Damang, “ Sistem Peradilan Pasca Perubahan UUD 1945”, artikel diakses pada hari jumat tanggal 11 maret di http://www.Negarahukum.com/hukum/sistem-peradilan-pasca-perubahan-uud-1945.html


(35)

menyelesaikan sengketa atau konflik dengan metode penyelesaian dalam bentuk Formal dan Informal.27

Sementara untuk pengaturan mengenai alternatif penyelesaian sengketa cukup terbatas yang mana diatur dalam Undang-undang arbitrasehanya terdapat satu pasal, yaitu pasal 6 dengan 9 ayat. Dalam pasal tersebut tidak ditemukan penjelasan mengenai mediasi, persyaratan mediator, pengangkatan mediator, kewenangan dan tugas mediator, keterlibatan pihak ketiga dan lain-lain yang berkaitan dengan proses mediasi. Pengaturan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengeketa diluar pengadilan lebih terperinci ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 tentang lembaga jasa pelayanan penyelesaian sengketa dilingkungan hidup di luar pengadilan. Penyelesaian sengeketa dapat dilakukan melalui proses mediasi atau arbitrase. Peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2000 ini juga telah menetapkan konsep mengenai mediasi, mediator, persyaratan mediator, dan beberapa hal seputar mekanisme mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Jadi pengaturan mediasi dalam peraturan pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 jauh lebih lengkap dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase.28

27

Para pihak dapat menyelesaikan sengketa Formal melalui Pengadilan, ketika muncul sengketa dan telah berusaha menyelesaikan konflik secara Informal, namun gagal.

28

Dwi Rezki sri astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa Berdasarkan AsasPeradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan”, Cet. 1 (Bandung: PT. Alumni) h. 81-85


(36)

C. Mediasi Dalam PERMA No.1 Tahun 2008

Lahirnya PERMA No.1 Tahun 2008 merupakan sebuah solusi guna menciptakan sebuah penyelesaian perkara yang efektif, biaya murah, dan proses Cepat.Pasal130 HIR/154 RBg yang memerintahkan usaha perdamaian oleh hakim, dijadikan sebagai modal utama dalam membangun perangkat hukum mediasi dipengadilan, yang sudah dirintis sejak tahun 2002 melalui SEMA No.1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan pengadilan ditingkat pertama menerapkan lembaga damai pasal 130/154 RBg yang kemudian pada tahun 2003 disempurnakan melaui PERMA No.2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Terbitnya PERMA No.1 Tahun 2008 didasari atas empat hal sebagaimana berikut:

1. Proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalahpenumpukan perkara, jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang juga. Jika sengketa dapat diselesaikan melalui perdamaian, para pihak tidak akan menempuh upaya hukum kasasi karena perdamaian merupakan hasil dari kehendak bersama para pihak, sehingga mereka tidak akan mengajukan upaya hukum.

2. Proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi.


(37)

3. Pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan. Rasa keadilan tidak hanya dapat diperoleh melalui litigasi, tetapi juga melaui proses musyawarah mufakat oleh para pihak.

4. Institusionalisasi proses mediasi kedalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa.29

Kehadiran PERMA No.1 Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata, karna mediasi merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa.30

D. Tujuan dan Manfaat Mediasi

Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Pasda dasarnya tujuan dilakukan mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan mengikat.Penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua

29

Dwi Rezki sri astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa Berdasarkan AsasPeradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, h. 124-126

30

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 311


(38)

belah pihak pada posisi yang sama,tidak ada pihak yang dimenangkan atau dikalahkan(win-win solution). Mengenai pentingnya perdamaian atau mediasi untuk digunakan bila ada seseorang yang berselisih, maka dalam hukum Islam menyebutkan pentingnya mengenai perdamaian, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah dalam QS. Al-Hujarah (49): 10

ﺓﺭﻮﺳ)

(10 :/49ﺕﺍﺮﺠﺤﻟﺍ

Artinya : “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.

Sepintas dari ayat ini memiliki sejumlah arti dalam penafsirannya, namun hal yang terpenting yang dapat dipetik dari kutipan ayat tersebut adalah jika diantara seseorang muslim yang sedang berselisih maka hendaklah untuk di damaikan dengan maksud agar memperbaiki hubungan diantara seseorang yang berselih tersebut. melalui mediasi tersebut bertujuan agar para pihak dapat menyelesaikan perkara dengan baik.

Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan dan manfaat antara lain:pertama, mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase; kedua, mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada pentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis


(39)

mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya; ketiga, para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang sebanding;31keempat, membuka adanya kemungkinan saling percaya diantara pihak yang bersengketa sehingga dapat dihindari rasa permusuhan dan dendam;32kelima, mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya; keenam, mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu kepastian melalui suatu konsesus; ketujuh, penyelesaian perkara melalui mediasi dapat mempersingkat waktu, memperingan beban keuangan, dan dapat mengurangi beban psikologis yang akan mempengaruhi sikap para pihak.33Menurut Achmad Ali, ada beberapa keuntungan bila menggunakan mediasi, diantaranya: pertama, proses yang cepat; kedua, bersifat rahasia; ketiga, tidak mahal; keempat, adil; kelima, berhasil baik.34

31

Bambang Sutiyoaso, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Yogyakarta: Gama Mediasi, 2008), h. 60

32

Munir Fuady, Adbitrase Nasional : Alternative Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005) h.50

33

Muhammad Rozi, Efektivitas Hakim Mediasi Dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 36-37

34

Achmad Ali, Sosiologi Hukum: Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, Cet.I, ( Jakarta: Badan Penerbit IBLAM, 2004), h. 24-25


(40)

Tabel 1

Perbedaan antara mediasi dengan arbitrase

Arbitrase Mediasi

a. Dikendalikan majelis a. Dikendalikan pihak b. Putusan dipaksakan b. Kesepakatan pihak

c. Mengikat c. Tidak mengikat

d. Proses hukum d. Tanpa pengaturan baku

e. Pembuktian formal e. Privat

E. Peran dan Fungsi Mediator

Mediator artinya perantara (Penghubung, Penengah).35 dalam kamus Hukum Indonesia, kata mediator berasal dari bahasa latin, mediator yang memiliki arti penengah; pihak ketiga sebagai juru damai antara pihak-pihak yang berperkara.36

Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 pasal 1 ayat (6) menjelaskan pengertian mediator adalah seorang pihak netral yang dapat membantu para pihak dalam melaksanakan proses mediasi (perundingan) untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Artinya seorang mediator atau hakim meditor disini adalah seseorang yang dapat membantu para pihak tanpa memihak satu sama lain guna menemukan sebuah solusi untuk menyelesaikan perkara tersebut, mediator disini merupakan pihak

35

Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 726

36


(41)

yang dapat menengahi, menenangkan serta memberikan solusi-solusi untuk para pihak tanpa adanya suatu paksaan agar para pihak untuk memilih damai atau tidak.

Kewajiban seorang hakim dalam mendamaikan suatu perkara ini sejalan dengan tuntunan ajaran Islam yang mana menganjurkan agar menyelesaikan setiap ada permasalah diselesaikan terlebih dahulu dengan cara mendamaikan para pihak dengan dibantu oleh seorang ahli. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Hujarat (49): 937

(9 :/49

ﺕﺍﺮﺠﺤﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ)

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil”.

Peran seorang mediator tentu merupakan aspek yang sangat penting guna terciptanya hasil mediasi yang baik. Seorang mediator baik hakim maupun mediator non hakim.37F

38

Sekiranya perlu beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang mediator diantaranya: pertama, membangun kepercayaan para pihak; kedua,

37

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,Cet-5 (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008), h.151

38


(42)

kemampuan menunjukan sifat empati; ketiga, tidak menghakimi dan memberikan reaksi fositif terhadap sejumlah pernyataan yang disampaikan oleh para pihak dalam proses mediasi; kempat, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, jelas, dan teratur serta mudah difahami; kelima,kemampuan menjalin hubungan antar personal; keenam, disetuji oleh kedua belah pihak.39

F. Landasan Teori Efektivitas

Efektifitas berasal dari kata “efektif” yang mana mengandung beberapa pengertian di antaranyaialah tercapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara kata efektif menurut kamus bahasa Indonesia yaitu kegiatan yang memberikan hasil yang memuaskan dengan memanfaatkan waktu dan cara dengan sebaik-baiknya.40Secara umum teori efektifitas lebih berorientasi kepada tujuan atau hasil, sebagaimana etzioni mengatakan bahwa efektivitas adalah derajat dimana sebuah organisasi mencapai tujuannya. Menurut Stress, “keefektivan menekan pada kesesuaian hasil yang dicapai dalam sebuah organisasi dengan tujuan yang akan dicapai”.41

39

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 60-65

40

J.s. Badudu, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, 1994, h. 271 41

Aan Qomariyah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 219


(43)

Efektifitas menurut Subagyo42 adalah suatu keadaan yang terjadi karena dikehendaki, kalau seorang melakukan sesuatu dengan maksud tertentu dan memang dikehendaki maka pekerjaan maka orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki sebelumnya.Sementara menurut Etnizon43 dalam bukunya Organisasi-Organisasi Modern memberikan pengertian efektifitas ialah “sebuah tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran”. Menurut pendapat ini dikatakan bahwa efektivitas merupakan suatu unsur yang sangat penting karena dari unsur-unsur inilah bisa memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang. Dalam mengukur sebuah efektifitas perlu kiranya ada standar-standar yang digunakan oleh seseorang atau kelompok agar bisa menggambarkan bahwa perbuatan tersebut bisa dikatakan efektif.

Selain itu pengertian efektifitas lebih menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu di tentukan. “efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target ( kuantitas, kualitas dan waktu ) telah tercapai dimana semakin besar prosentasi target yang tercapai, makin tinggi efektifitasnya. Dengan demikian makna efektifitas tersebutberhubungan dengan pencapaian sasaran atau target yang di inginkan dalam suatu hasil trobosan

42

Ni Wayan Budiani, Efektivitas Program Penanggulangan Pengangguran Karang Taruna

“eka taruna bhakti”desa sumerta kelod kec denpasar timur kota denpasar” jurnal ekonomi dan sosial, Vol 2 Nomor 1(T.tt, T.tp, T.th), h. 51

43


(44)

terbaru.Selain itu untuk mengukur keefektivan sesuatu, trobosan atau pemikiran yang dianggap baru dapat dilakukan melalui beberapa tahapan atau kriteria yang ada, yaitu :pertama, kejelasan tujuan yang hendak dicapai; kedua, kejelasan strategi pencapaian tujuan; ketiga, proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap;keempat, perencanaan yang matang; kelima, penyusunan program yang tepat; keenam, tersedianya sarana dan prasarana; ketujuh, sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. 44

Dari penjabaran point-point diatas dapat dikatakan bahwa dalam mengukur sebuah efektivitas sebuah tujuan perlu kiranya seseorang menyusun sebuah tujuan yang jelas agar dalam pencapaiannya sesuai dengan tujuan yang awal. Ketika seseorang sudah menentukan tujuan yang sudah jelas kemudian seseorang tersebut menyusun sebuah strategi untuk mencapai tujuan tersebut, dalam hal ini seseorang yang akan melakukan tujuan haruslah terlebih dahulu menganalisis strategi-strategi yang digunakan, agar tujuan tersebut tercapai dengan baik.

44

Muhammad Hasan muaziz, efektifitas mediasi sebagai upaya penyelesaian perselisihan hubungan industri, (Skripsi SIFakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, 2013), h. 14


(45)

BAB III

PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUBANG

A. Sejarah Peradilan Agama Subang

Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten dikawasan utara Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini meliputi seluas 205.176,95 ha atau 6,34 % dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak diantara 107’31’ sampai dengan 107’54’ Bujur Timur dan 6’11’ sampai dengan 6’49’ Lintang Selatan.Secara administrasi, wilayah Kabupaten Subang ini terbagi atas 253 desa dan kelurahan yang tergabung dalam 22 kecamatan.Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 tentang pembentukan wilayah kerja camat, jumlah kecamatan bertambah menjadi 30 kecamatan.45 Sedang batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang adalah

disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, disebelah timur berbatesan dengan Sumedang dan Indramayu dan laut jawa yang menjadi batas disebelah utara.46

Pengadilan Agama Subang berdiri pada tahun 1982 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Republik Indonesia No 95 tahun 1982 tanggal 28 oktober,yang diresmikanpada tahun 1984 oleh Dirjen Peradilan Agama, dan sekarang meliputi

45

artikel Diakses pada hari rabu tanggal 10 februari 2016 dari http:///www.subang.go.id/letak_geografis.php

46

BPS Kab. Subang, “ Letak Geografis Subang”, artikel di akses pada hari kamis tanggal 11 februari 2016 dari http://subangkab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/6


(46)

wilayah hukumnya. Wilayah hukum Pengadilan AgamaSubang meliputi 30 Kecamatan dan 253 Kelurahan dan Desa.Jauh sebelum itu Pengadilan Agama Subang dalam sejarah berdiri dan eksisnya berbarengan dengan kepentingan penegakan hukum Islam didaerah Subang. Karena sebelum itu masyarakat Subang dilayani oleh Pengadilan AgamaPurwakarta, dimana Pengadilan AgamaPurwakarta berdiri tegak jauh sebelum 1882 M.47

Pengadilan AgamaSubang secara formal resmi berpisah dari yurisdiksi di Pengadilan AgamaPurwakarta dan berdiri pada tanggal 28 mei 1984/27 sya’ban 1404 dan diresmikan oleh direktur pembinaan badan Peradilan Agama Islam yaitu oleh H. Muchtar Zakarsyi, S.H. maka sejak itu Kabupaten Subang memiliki Peradilan Agama tersendiri.Beralamatkan di Jl. K.S. Tubun No.1 Subang. Pusat perkotaan tengah, berdiri sebelahnya kantor LIPPI Subang, kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Subang dan kantor DPD Golkar Kabupaten Subang.48

B. Tugas dan Wewenang Pengadilan Agama Subang

Pada kekuasaan Peradilan Agama, Peradilan Agamabertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antar orang-orang yang beragama Islam. Dalam hal ini Peradilan Agamamemiliki 2

47

Upay, “ Gambaran Umum Pengadilan Agama Subang”, Artikel ini di akses pada hari rabu tanggal 10 februari dari http://upayhpi07uin.blogspot.co.id/2010/09/bab-ii-gambaran-umum-pengadilan-agama.html?m=1

48

Portal Pengadilan Agama Subang, “Profil Singkat”, Artikel Diakses pada hari rabu tanggal 10 februari dari http://www.pa-subang.go.id//page/content/11


(47)

kekuasaan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara, yaitu: Kekuasaan Relatif, dan Kekuasaan Absolut.

Kekuasaan Relatif diartikan sebagai kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan lainnya. Pada pasal 4 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1989 berbunyi:”Pengadilan Agamaberkedudukan dikota madya atau di ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayahkota madya atau kabupaten”, penjelasan dari pasal ini ialah pada dasarnya tempat kedudukan Peradilan Agama ada di kota madya atau ibu kota kabupaten, yang daerah hukumnya meliputi wilayah kota madya atau kabupaten, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya pengecualiaan.Pengertian lain dari kekuasaan relative adalah dimana Pengadilan Agama dapat menerima, memeriksa, dan memutus setiap gugatan/permohonan dari para pihak yang menetap di daerah kota atau kabupaten masing-masing. Jadi setiap Pengadilan Agama mempunyai wilayah hukumnya tertentu atau dikatakan mempunyai “Yuridiksi Relatif” tertentu dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau satu kabupaten, atau dalam keadaan tertentu sebagai pengeculian.49

Sementara pada Peradilan Agama Subang sendiri memiliki kekuasaan Yuridiksi Relatif yang mana kekuasaan relatifnya meliputi :

Jumlah Kecamatan : 30 Kecamatan

49

A.Rasyid Roihan, “Hukum Acara Peradilan Agama,Cet. XI (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2003), h. 25


(48)

Jumlah Desa : 253 Desa/kelurahan

Jumlah Penduduk : 1. 465 157 orang50 (sensus penduduk tahun 2010) Luas Wilayah : 206.176, 95 Ha51

Kekuasaan absolut artinya kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis tingkatan pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya.Terhadap kekuasaan absolut ini, Pengadilan Agama diharuskan untuk meneliti perkara yang diajukan kepadanya apakah termasuk kekuasaan absolutnya atau bukan. Kalau jelas-jelas tidak termasuk kekuasaan absolutnya, Pengadilan Agama dilarang menerimanya.

Sementara dalam jenis perkara yang menjadi kekuasaan Peradilan Agama; pertama, tentang perkawinan; kedua, tentang Kewarisan, Wasiat, dan Hibah; ketiga,

50

BPS Kab. Subang, “ Letak Geografis Subang”, artikel di akses pada hari kamis tanggal 11 februari 2016 dari http://subangkab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/6

51

Portal Pengadilan Agama Subang, “Profil Singkat”, Artikel Diakses pada hari rabu tanggal 10 februari dari http://www.pa-subang.go.id//page/content/11


(49)

tentang perkara wakaf dan sedekah. Kekuasaan absolut Peradilan Agama disebut dalam pasal 49 UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah di amandemen dengan UU No.3 Tahun 2006 yang berbunyi:“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a. Perkawinan; b. Kewarisan; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infak; h. Sedekah; i. Ekonomi Syariah”52

52

H. A.Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, Cet. II (Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 148-149


(50)

C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Subang

HAKIM

Drs. H. Andi M. Akil, M.H Drs. Muhammad Mauludin Drs. Endang Tamami, M.H Drs. U. Nurdin, S.H

H. Amin Alhusaini, S.H, M.H Dra. Hj. Euis Kartika Drs. H. Ahmad Fauzi, S.H, M.H

Drs. Humaidi Yusuf Drs. Dailami

KETUA

Drs. H. Sarmin, M.H

WAKIL KETUA

Drs. H. Murtadlo, S.H, M.H

PANITERA/SEKRETARIS

Drs. Hj. Siti Aisyah Zahrah, S.H,

WAKIL PANITERA

Drs. M. Ali Tuankotta

WAKIL SEKRETARIS

Ita Sasmita, S.H

PANMUD PANMUD PANMUD KASUBAG KASUBAG KASUBAG

PERMOHONAN GUGATAN HUKUM KEPEGAWAI KEUANGAN UMUM

Dra. N. Euis Siti Siti Aisyah, Khoeruddin,

AN

Rd. Ade Embay.B,

Palahiah S.H S.Ag Maman Solehah, S.H S.Ag

Mansyur, S.H.I

KELOMPOK FUNGSIONAL KEPANITERAAN

PANITERA PENGGANTI JURUSITA JURUSITA PENGGANTI

Priyo Wicaksono, S.Kom, S.Sy Kursid, S.H.I Drs. Hasan Basri

Ita Sasmita, S.H Mamat Rahmat, S.H.I


(51)

D. Prosedur dan Proses Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Subang.

a) Prosedur dan Penyelesaian Perkara Cerai Talak dan Cerai Gugat.

Dalam hal mengenai prosedur dan Penyelesaian Cerai Talak ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh Pemohon (Suami) atau kuasa hukumnya. Dalam prosedur ini peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa prosedur dan penyelesaian yang ada di Pengadilan Agama Subang sama Seperti yang berlaku di Pengadilan Agama lainnya, ini dikarenakan sudah disarikan dari prosedur dan proses beperkara di Pengadilan Agama yang dikeluarkan oleh Direkrorat Jendral Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI tahun 2007.

Prosedur dan prosespenyelesaian sengketa cerai talak dan cerai gugat yang harus dilakukan Pemohon/Penggugat atau kuasa hukumnya adalah :

Calon pihak ( Pemohon/Penggugat ) datang ke Pengadilan Agama Subang menghadap meja pertama untuk mengajukan permohonan/ gugatan secara tertulis atau lisan. Meja pertama kemudian menaksir panjar biaya perkara dan membuat SKUM. Kemudian pemohon/ penggugat membayar panjar biaya ( biaya perkara ) sesuai jumlah yang tertera pada SKUM kepada kasir, kasir menerima panjar biaya dan membukukannya, kemudian kasir menandatangani, memberi nomor perkara, dan tanda lunas pada SKUM tersebut.Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara Predeo. Kemudian ketua Pengadilan Agama menetapkan majelis hakim untuk


(52)

memriksa dan mengadili perkara. Majelis hakim membuat penetapan Hari sidang dan perintah untuk memanggil para pihak oleh juru sita/ juru sita pengganti, juru sita kemudian memanggil para pihak untuk menghadap ke persidangan. Kemudian para pihak dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kedua belah pihak agar lebih dahulu mediasi, dan apabila mediasi tidak berhasil maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian, kesimpulan, dan yang terakhir putusan.53

E. Prosedur Mediasi Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Subang.

Mediasi merupakan langkah alternatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu perkara. Keberhasilan atau tidaknya suatu mediasi tergantung pada bagaimana proses mediasi tersebut di lakukan. Bila proses mediasi dilakukan dengan baik, maka kemungkinan besar akan tercapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Namun bila sebaliknya, kemungkinan yang terjadi tidak adanya kesepakatan damai diantara kedua belah pihak. Berikut tahapan-tahapan mediasi yang diatur PERMA No.1 Tahun 2008:

53

Artikel Diakses pada hari rabu tanggal 11 februari 2016di http://www.pa-subang.go.id//page/content/11


(53)

1. Tahap Pra Mediasi

Pihak yang berperkara dalam hal ini penggugat datang membuat dan mengajukan surat gugatan ke panitera Pengadilan Agama Subang. Kemudian ketua Pengadilan Agama menunjuk hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Pada sidang pertama jika kedua belah pihak hadir di depan majlis, maka sebelum hakim membacakan perkaranya, hakim terlebih dahulu mengarahkan kepada perkara untuk menempuh jalur perdamaian.Setelah mengarahkan mengenai jalur mediasi, para pihak diberi kesempatan oleh majelis hakim untuk memilih salah satu atau dua hakim mediator yang tertera dalam daftar mediator dan diberikan waktu paling lama 3 hari untuk memilih mediator, bila 3 hari tersebut para pihak tidak mendapatkan hakim mediator, maka ketua majelis memilihkan mediator untuk para pihak tersebut. Kemudian majelis hakim memberikan waktu selama 40 (empat Puluh ) hari54 kepada para pihak untuk melakukan mediasi, dan proses ini dapat di perpanjang selama 14 (empat belas) hari bila di perlukan oleh para pihak.

2. Tahap Pelaksanaan Mediasi

Dalam waktu paling lama 5 (Lima) hari setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara55 kepada satu sama lain dan kepada mediator yang di tunjuk. Pada saat hari pelaksanaan

54

Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 (BAB III Pasal 13 Ayat (3 dan 4 ) )

55

Resume Perkara adalah suatu dokumen yang dibuat oleh para pihak yang memuat duduk perkara dan atau usulan penyekesaian sengketa. Lihat Pasal 1 ayat ( 10 ) PERMA No.1 Tahun 2008


(54)

mediasi yang dihadiri oleh kedua belah pihak di ruang mediasi, terlebih dahulu mediator memperkenalkan diri dan menjelaskan posisinya sebagai pihak yang netral. Pada posisi inilah tugas mediator menampung aspirasi, keluh kesah permasalahan para pihak serta membimbing para pihak agar bisa berdamai kembali. Dalam hal ini peran mediator sebagai pihak yang netral perlu kira terlebih dahulu mendalami permasalahan-permasalahan para pihak, pendekatan ini dikenal dengan pendekatan Kaukus56. Dengan pendekatan ini mediator dapat mengembangkan informasi, memberikan penilaian kepentingan-kepentingan para pihak.

3. Tahap Akhhir ( Penyelesaian dan Penentuan Hasil Mediasi )

Setelah memeriksa serta menimbangkan perkara para pihak, langkah selanjutnya adalah mediator memutuskan hasil dari mediasi tersebut sesuai dengan kesepakatan para pihak. Jika para pihak menginginkan sebuah perdamaian, maka dikatakan bahwa mediasi itu telah berhasil. Kemudian pihak diberikan Akta Perdamaian. Namun bila pihak tidak ingin berdamai, maka mediator memutuskan bahwa mediasi tidak berhasil/gagal.57

56

Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya.

57

Hidayatullah, “Efektifitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Depok”, h. 34-37


(55)

BAB IV

EFEKTIVITAS PERAN HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN

A. Dekripsi Perkara Perceraian Tahun 2013-2015 di Pengadilan Agama Subang

Didalam Pengadilan Agama Subang sendiri bila kita melihat data laporan masuknya perkara perceraian memiliki angka yang cukup signifikan setiap tahunnya. dilihat dari data yang penulis dapatkan bahwa angka perceraian pada tahun 2013 jumlah perkara yang diterima di Pengadilan Agama sebanyak 2219 kasus, pada kasus Cerai Talak terdapat 748 kasus, dan kasus Cerai Gugat terdapat 1686. Pada tahun 2014 jumlah perkara sebanyak 2591, kasus Cerai Talak terdapat 1038 perkara, pada kasus Cerai Gugat terdapat 1699. Sementara pada Tahun 2015 terdapat 2884, kasus Cerai Talak sebanyak 980, dan Cerai Gugat sebanyak 2216.58

Diagram 1

Prosentasi Jumlah Perkara yang Masuk Pada Tahun 2013-2015

2500 2216

2000 1686 1699

1500

Cerai Talak

1038 980

1000 748

Cerai Gugat 500 0

Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

58


(56)

Bila melihat diagram diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa angka percraiannya pada kasus Cerai Talak selisih dari tahun 2013 ke 2014 mencapai 38.77 %, namun selisih pada Tahun 2014 ke Tahun 2015 terdapat penurunan sebesar 5.58%. Berbeda dengan kasus Cerai Gugat, selisih yang terjadi dari setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Selisih pada Tahun 2013 ke Tahun 2014 terdapat 0.77 % dan selisih Tahun 2014 ke Tahun 2015 sebanyak 30.42 %.

Hal Ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian: pertama, moral dari salah satu pihak, ada 3 moral yang menyebabkan salah satu pihak ingin bercerai (faktor suami yang melakukan poligami tidak sehat, krisis ahlak, dan sikap cemburu yang berlebihan). kedua, meninggalkan kewajiban, faktor ini di karenakan salah satu pihak tidak mau bertanggung jawab baik lahir maupun bathin selama menjalankan kehidupan rumah tangganya. ketiga, nikah di bawah umur, faktor ini dikarenakan di Kabupaten Subang tidak sedikit anak perempuan yang tidak lanjut pendidikannya akan dinikahkan oleh orang tuanya, sikap yang kurang dewasa ini mengakibatkan kurang adanya keharmonisan dalam keluarga sehingga salah satu pihak ingin bercerai. keempat, di hukum, ini dikarenakan salah satu pihak melakukan tindak pidana sehingga salah satu pihak di hukum (Penjara).


(57)

Berikut faktor-faktor penyebab Perceian di Pengadilan Agama Subang Pada Tahun 2013:59

Diagram 2

Prosentasi Angka Perceraian Menurut Faktor-faktornya pada Tahun 2013

Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Tahun

2013

5.76 % 2.34 % 0.76 % 0.54 % 0.31 % Tidak Ada Tanggung Jawab

28.07 %

32.71 % Ekonomi

Tidak Ada Keharmonisan

29.47 % Cemburu

Gangguan Pihak Ketiga

Poligami Tidak Sehat

Tabel 2

Jumlah Perkara Perceraian Menurut Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Subang Tahun 2013

No Faktor Penyebab Perceraian Jumlah

1 Poligami Tidak Sehat 17

2 Krisis Ahlak 12

3 Cemburu 128

4 Kawin Paksa -

5 Ekonomi 654

6 Tidak Ada Tanggung Jawab 726

7 Kawin Di Bawah Umur -

8 Penganiayaan 7

9 Dihukum -

10 Cacat Biologis -

11 Politik -

59


(58)

12 Gangguan Pihak Ke Tiga 52

13 Tidak Ada Keharmoniasan 623

JUMLAH 2219

Berikut faktor-faktor penyebab Perceian di Pengadilan Agama Subang Pada Tahun 2014:60

Diagram 3

Prosentasi Angka Perceraian Menurut Faktor-faktornya pada Tahun 2014 6.059 % 3.01 % 0.69 % 0 0

Tidak Ada Tanggung Jawab

27.90 % Ekonomi

31.49 % Tidak Ada Keharmonisan

30.83 %

Cemburu

Gangguan Pihak Ketiga

Poligami Tidak Sehat

Krisis Ahlak

Tabel 3

Jumlah Perkara Perceraian Menurut Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Subang Tahun 2014

No Faktor Penyebab Perceraian Jumlah

1 Poligami Tidak Sehat 18

2 Krisis Ahlak -

3 Cemburu 157

4 Kawin Paksa -

5 Ekonomi 799

6 Tidak Ada Tanggung Jawab 723

7 Kawin Di Bawah Umur -

8 Penganiayaan -

60


(59)

9 Dihukum -

10 Cacat Biologis -

11 Politik -

12 Gangguan Pihak Ke Tiga 78

13 Tidak Ada Keharmoniasan 816

JUMLAH 2591

Berikut faktor-faktor penyebab Perceraian di Pengadilan Agama Subang Pada Tahun 2015:61

Diagram 4

Prosentasi Angka Perceraian Menurut Faktor-faktornya pada Tahun 2015

Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Tahun

2015

0.03 %

4.75 % 4.23 % 0 28.25 % Tidak Ada Tanggung Jawab

32.45 Ekonomi

% Tidak Ada Keharmonisan

29.92 %

Cemburu

Gangguan Pihak ketiga

Tabel 4

Jumlah Perkara Perceraian Menurut Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Subang Tahun 2015

No Faktor Penyebab Perceraian Jumlah

1 Poligami Tidak Sehat 1

2 Krisis Ahlak -

3 Cemburu 137

4 Kawin Paksa -

61


(60)

5 Ekonomi 863

6 Tidak Ada Tanggung Jawab 815

7 Kawin Di Bawah Umur -

8 Penganiayaan 2

9 Dihukum -

10 Cacat Biologis -

11 Politik -

12 Gangguan Pihak Ke Tiga 122

13 Tidak Ada Keharmonisan 936

14 JUMLAH 2884

B. Efektivitasan Hakim Mediatordi Pengadilan Agama Subang dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian

a. AnalisisHakim Mediator Di Pengadilan Agama Subang Dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian.

Pada dasarnya tujuan dan cita-cita lahirnya PERMA No.1 Tahun 2008 menciptakan sebuah usaha perdamaian untuk membantu para pihak yang memiliki kepentingan perkara perdata, termasuk pada perkara urusan perdata Islam. Bahkan dalam suatu putusan perkara tanpa didahului melalui proses mediasi akan dinilai batal demi hukum. Mengingat proses mediasi sangat penting maka PERMA No.1 Tahun 2008 mengatur mengenai prosedur di Pengadilan. Untuk mencapai tujuan mediasi dengan baik dan benar maka dibutuhkan seorang mediator yang dapat di percayai.

Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 pasal 5 ayat (1) dijelaskan: “Kecuali keadaan sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (3) dan Pasal (6), setiap orang yang menjalankan fungsi mediatorpada asasnya wajib memiliki sertifikat mediator yang di


(61)

peroleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia”.

Maksud dari pasal tersebut adalah bahwasannya seseorang yang bisa menjalankan fungsi sebagai mediator ialah seseorang yang yang telah mengikuti pelatihan dari lembaga yang sudah mendapatkan akreditasi dari Mahkamah Agung. Namun pada realitanya di wilayah Pengadilan Agama Subang sendiri hanya satu orang saja yang memiliki sertifikat tersebut. Dengan fakta tersebut sebagai alternatif dan pelaksanaan dari PERMA No.1 Tahun 2008 pada pasal 9 ayat (1, 2, dan 3) menjelaskan bahwa ketua pengadilan dapat menunjuk beberapa orang dari hakim untuk menjalankan fungsi sebagai mediator. Mengingat jumlah perkara yang terus masuk dan jumlah hakim yang memiliki sertifikat, para hakim di Pengadilan Agama Subang pun dituntut untuk menjadi seorang mediator, meskipun bisa saja mengambil mediator yang berasal dari non hakim yang memiliki sertifikat. Namun dalam ketentuan memilih hakim mediator, pihak boleh memilih hakim mediator dengan dikehendakinya kecuali hakim yang bukan menangani kasusnya, Hal ini menyebabkan yang awalnya hakim hanya mengawal proses terjadinya persidangan kini mereka harus membagi tenaga dan fikirannya untuk melaksanakan tugsanya sebagai mediator

Landasan yuridis mengenai pentingnya mediasi termuat dalam PERMA No.1 Tahun 2008 pasal 2 bahwa “tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154


(62)

RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”. Dan pasal tersebut ditegaskan lagi oleh pasal 4 bahwa: “kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa Perdata yang di ajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator”.

Pemahaman yang didapat dari kedua pasal tersebut bahwa proses mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama tingkat pertama merupakan suatu kewajiban yang dilakukan untuk setiap perkara yang masuk. Mediasi yang dilakukan di pengadilan pada dasarnya sebagai bentuk dari pelaksanaan makna dari upaya yang dimaksud dalam PERMA secara formil telah dilakukan di pengadilan. Pada inti dari semua itu, mediasi adalah suatu usaha perdamaian yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan dibantu oleh para mediator yang sudah di pilih oleh pihak. Mediasi atau usaha perdamaian yang dilakukan oleh majelis hakim secara langsung didepan persidangan kurang begitu efektif, karena: 1) batasan waktu dalam persidangan sangat singkat sehingga suasana mengadili lebih terasa tenimbang kesepakatan; 2) suasana persidangan seringkali menimbulkan ketegangan antara pihak, sehingga sangat sulit untuk menemukan kesepakatan; 3) pada saat hakim memeriksa fakta dan peristiwa, seringkali para pihak mengungkit masalah-masalah yang menjadi faktor


(63)

konflik tersebut muncul.62 Meskipun pada satiap kali persidangan dilakukan mediasi, namun pada setiap kali masuk keruang sidang tidak sedikit kejiwaan mereka sedikit terganggu dengan suasana persidangan. Hal ini berpengaruh pada jawaban masing-masing pihak saat hakim melakukan tanya jawab terkait dengan masalahnya, bahkan para pihak merasa paling benar dengan jawabannya masing-masing.

Dari hasil pengamatan penulis menunjukan bahwa meskipun pada dasarnya mediasi telah ditentukan oleh sebuah undang-undang yang berlaku, namun agar terciptanya sebuah proses mediasi dengan baik dan hasil yang memuaskan dibutuhkan pula penunjang dalam membantu proses mediasi, salah satunya peran seorang mediator. Peran seorang mediator disini berperan penting dalam mensukseskan proses mediasi, sekiranya seorang mediator dalam menjalankan fungsinya dengan semaksimal mungkin untuk mendamaikan para pihak. Sekalipun jika tidak ada seorang mediator yang memiliki sertifikat, maka peran yang dapat membantu disini adalah seorang hakim yang dapat menjalankan fungsi sebagai mediator, maka tetaplah tugas seorang hakim tersebut dalam menjalankan fungsinya sebagai mediator harus semaksimal mungkin untuk mendamaikan para pihak, guna menciptakan apa yang dicita-citakan selama ini oleh PERMA No.1 Tahun 2008. Namun melihatdalam praktik dilapangannya usaha perdamaian yang dilakukan oleh hakim di ruang mediasi, hakim mediator cenderung memposisikan dirinya tidak jauh

62

Wawancara Pribadi dengan Humaidi Yusuf, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, waktu: 11.30 WIB, 11 Januari 2016


(64)

berbeda dengan dirinya sebagai hakim pada saat diruang sidang.Hal ini mengakibatkan seringkali para pihak merasa tidak nyaman dan juga mengakibatkan komunikasi hakim mediator dengan para pihak kurang kondusif.63Sebagai gambaran umum pada saat di ruang mediasi proses hakim mediator hanya sekedar menanyakan mengapa ingin bercerai, apakah sudah melakukan proses perdamaian dengan pihak keluarga, pada akhirnya hakim tersebut menanyakan apakah bapak/ibu yakin ingin bercerai dengan pasangan Bapak/Ibu, meskipun didalamnya terdapat arahan-arahan mengenai masalahnya, namun tidak menutup kemungkinan setiap kali hakim mediator melakukan mediasi, pertanyaan-pertanyaan tersebut sering kali diucapkan oleh hakim mediator, hal ini berdampak suasana mediasi pada saat diruang sidang lebih terasa menghukumi dari pada mencarikan solusi.

Berikut daftar nama-nama hakim mediator yang ada di Pengadilan Agama Subang:64 Tabel 5

Jadwal Hakim Mediator di Pengadilan Agama Subang

NO NAMA JABATAN HARI

1. Drs. H. ANDI M AKIL, M.H Hakim Utama Muda Senin 2. Drs. H. ENDANG TAMAMI, M.H Hakim Madya Utama Selasa 3. Drs. U NURDIN, SH Hakim Madya Utama Rabu 4. H. AMIN AL HUSAINI, SH., M.H Hakim Madya Muda Kamis 5. Drs. HUMAIDI YUSUF Hakim Madya Muda Kamis

63

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Fauzi, Euis Kartika, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, 11 Januari 2016

64


(65)

Dari 5 (Lima) hakim mediator yang telah ditetapkan sebagai hakim mediator oleh ketua Pengadilan Agama Subang, hanya ada satu hakim yang memiliki sertifikat mediator, yakni Drs. H. Andi M. Akil, M.H. untuk hakim mediator yang belum memiliki sertifikat mediator berasalan belum mengikuti pelatihan mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung.Dikarenakan pelatihan yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung sendiri dalam hal menerima pelatihan tersebut masih sangat terbatas.65

b. Kendala yang dihadapi oleh hakim mediator.

Sejalan dengan pelaksanaan mediasi, tentu peran seorang mediator masih sangat di perlukan untuk berupaya membantu para pihak untuk menuju perdamaian dan kesepakatan yang disepakati oleh masing-masing pihak. Hakim mediator tentu dalam menjalakan tugasnya sebagai mediator mengalami beberapa kendala yang dihadapinya. Berikut beberapa kendala yang dihadapi oleh mediator dalam menangani perkara perceraian :

1. Sedikitnya Jumlah Hakim Mediator

Sedikitnya jumlah hakim mediator ini menyebabkan kinerja hakim yang awalnya mengawal para pihak didalam persidangan kini dibebankan juga untuk mengawal terjadinya proses mediasi. sehingga para hakim dituntut agar bisa mengawal serta menyelesaikan perkara lewat meja mediasi. menurut pandangan

65

Wawancara Pribadi dengan U. Nurdin, Khumaidi Yusuf, Amin al husaini, Endang tamami, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, 11 Januari 2016


(66)

penulis, jumlah hakim mediator yang berjumlah 5 (Lima ) tersebut kurang efektif dalam mengawal proses mediasi, karna jumlah perkara yang dimediasi dengan jumlah SDM Hakim tidak seimbang. Hal ini menyebabkan kinerja hakim tidak secara maksimal. Selaras dengan keterangan H. Andi M. Akil,66 “Bahwa dalam kendala yang dihadapi oleh hakim mediator disini kurang adanya hakim yang memiliki sertifikat mediator” dalam keterangan tersebut dapat difahami bahwa kurang adanya hakim yang memiliki sertifikat mediator membuat para hakim perlu adanya kesiapan terlebih dahulu sebelum ditunjuk menjadi hakim mediator.

2. Para Pihak.

Seringkali seorang hakim mediator dihadapkan dengan para pihak yang tidak mau menerima nasehat hakim mediator dan alasan-alasan pihak yang tidak mau di mediasi atau verstek. Hal ini sedikit menyulitkan hakim dalam proses berdamai.seorang mediator bertugas hanya membawa suasana mediasi yang baik dengan menghasilkan hasil perdamaian. Namun jika para pihak tetep kekeh pada keputusannya masing-masing, hakim memutuskan bahwa mediasi itu tidak bisa dilanjutkan kembali. Permasalahan yang ada ini diakibatkan pada saat perkara tersebut sudah dibawa ke pengadilan, rata-rata sebagian pihak sudah menyepakati untuk tetap bercerai, sehingga ketika di mediasi para pihak menganggap mediasi tidak penting. hal tersebut mengakibatkan para pihak mengabaikan akan saran dan

66

Wawancara Pribadi dengan H.Andi M. Akil, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, Jawa barat. 11 Januari 2016


(67)

arahan dari mediator hakim.67 Kendala lainya dari para pihak sendiri, seringkali ketika para pihak mengajukan gugatan, para pihak merasa bahwa dirinya sering mengalami tekanan, seiring dengan tekanan yang sering dialami ini membuat para pihak jauh lebih baik untuk mengambil keputusan bercerai, meskipun sudah melakukan mediasi.68

Selanjutnya, untuk mengetahui ke efektivitasan peran hakim mediasi dalam melakukan mediasi perlu kiranya penulis membuatkan indikator-indikator yang di gunakan oleh penulis sebagai acuan untuk mengetahui ke efektivitasan hakim mediator, yaitu:

1. Keberhasilan Mediasi

Keberhasilan dari sebuah mediasi merupakan indicator yang penulis tuliskan untuk mengukur seberapa efektifnya mediasi atau peran hakim mediator, karena hari hasil inilah kita dapat mengetahuui seberapa efektif hakim mediator membantu para pihak untuk bermediasi

2. Para pihak dapat mengikuti mediasi dengan baik

Point ini penulis tulisan karena memang ketika para pihak dapat mengikuti proses mediasi dari awal sampe akhir, sebagian besar kemungkinan penyampaian

67

Wawancara Pribadi dengan Humaidi Yusuf,U. Nurdin, Hakim Mediator Pengadilan Agama subang, 11 Januari 2016

68

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Fauzi, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, waktu 10.30 WIB, 11 Januari 2016


(68)

yang disampaikan oleh mediator didengar dengan baik. Sehingga para pihak mau melakukan mediasi dan ada kemungkinan besar para pihak dapat berdamai kembali

C. Tingkat Keberhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Subang.

Dari data yang penulis dapatkan dari Pengadilan Agama Subang selama 3 (tiga) tahun terakhir tingkat dari keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Subang tidak efektif. Hal ini terjadi karena jumlah perkara yang dicabut dari jumlah perkara yang diterima sangat jauh perbedaannya.Sebagaimana di ketahui tujuan dari adanya proses mediasi pada kasus perceraian adalah menekan angka perceraian dan mendamaikan para pihak agar mau kembali melanjutkan hubungan rumah tanggganya. Dalam menangani kasus perceraian ini memang sedikit sulit untuk hakim mediator dalam mengarahkan para pihak untuk berdamai kembali karena masalah perceraian adalah masalah yang timbul dari perasaan hati, jika hati seseorang merasa sudah tidak cocok dan tidak nyaman maka kemungkinan tindakan yang dilakukan baik salah satu pihak atau kedua-duanya mengambil keputusan untuk bercerai. Namun jika perasaan hatinya masih mau menerima pasangannya, kemungkinan besar tindakan yang diambil yaitu dengan cara berdamai kembali dan mencabut perkaranya guna melanjutkan hubungan rumah tanggganya.

Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari mediasi di Pengadilan Agama Subang, perlu kiranya penulis menggunakan data laporan rekapitulasi mediasi yang penulis dapatkan dari kepaniteraan. Data tersebut


(69)

merupakan laporan bulanan hasil dari sebuah mediasi. didalamnya dapat diketahui jumlah perkara yang dimediasi, dan hasil akhir dari mediasi.

Berikut merupakan laporan mediasi yang penulis rangkum dalam bagan dibawah ini :

Tabel 6

Laporan hasil mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang pada tahun 201369

No Bulan Jumlah Perkara Mediasi yang Mediasi yang

yang di Mediasi Berhasil Tidak Berhasil

1 Januari 20 - 20

2 Februari 15 - 15

3 Maret 20 - 20

4 April 21 - 21

5 Mei 24 - 24

6 Juni 13 - 13

7 Juli 24 1 23

8 Agustus 22 - 22

9 September 17 - 17

10 Oktober 23 - 23

11 November 26 - 26

12 Desember 28 - 28

JUMLAH 253 1 252

Dari data tersebut, selanjutnya untuk mengetahui prosentase perkara perceraian yang berhasil di mediasi dalam satu tahun dapat menggunakan rumusan sebagai berikut:70

69

Sumber di dapat dari Khoerudin, PanMud Hukum Pengadilan Agama Subang, Jawa Barat

70

Anwar udhi, mencari tolak ukur efektifitas mediasi dalam perkara perceraian, Artikel di akses pada 10 Maret 2016 dari http://pa-wonosari.net/index.php/component/content/article/42-artikelbebas/134-hh


(70)

(Jumlah perkara di cabut / jumlah perkara yang di putus)X100 %

Menurut rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa prosentasekeberhasilan mediasi pada tahun 2013 adalah sebagai berikut:

1_ X 100 % = 0,04 % 2354

Dari hasil rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa prosentasi tingkat keberhasilan pada tahun 2013 sebesar 0,04

Tabel 7

Laporan hasil mediasi perkara perceraiandi Pengadilan Agama Subang pada tahun 201471

No Bulan Jumlah Perkara Mediasi yang Mediasi yang

yang di Mediasi Berhasil Tidak Berhasil

1 Januari 25 - 25

2 Februari 8 - 8

3 Maret 17 - 17

4 April 20 - 20

5 Mei 15 - 15

6 Juni 16 - 16

7 Juli 9 - 9

8 Agustus 7 - 7

9 September 22 - 22

10 Oktober 23 - 23

11 November 19 2 17

12 Desember 18 1 17

JUMLAH 199 3 196

Prosentasi hasil mediasi pada tahun 2014 adalah sebagai berikut:

71


(71)

3 X 100 % = 0,11 % 2528

Dari hasil rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa prosentasi tingkat keberhasilan pada tahun 2014 sebesar 0,11 %

Tabel 8

Laporan hasil mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang pada tahun 201572

No Bulan Jumlah Perkara Mediasi yang Mediasi yang

yang di Mediasi Berhasil Tidak Berhasil

1 Januari 25 - 25

2 Februari 12 - 12

3 Maret 16 - 16

4 April 22 - 22

5 Mei 15 - 15

6 Juni 16 - 16

7 Juli 3 - 3

8 Agustus 20 - 20

9 September 18 - 18

10 Oktober 8 - 8

11 November 18 - 18

12 Desember - - -

JUMLAH 173 0 173

0 X 100 % = 0 % 2977

Dari hasil rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa prosentasi tingkat keberhasilan pada tahun 2015 sebesar 0 %

72


(72)

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa mediasi yang dilakukan di pengadilan agama subang masih jauh dari kata efektif, terlihat bahwa selama 3 (tiga) tahun terakhir ini angka keberhasilan mediasi masih sangat rendah. Adanya gejala yang demikian dari hasil prosentase mediasi di Pengadilan Agama Subang inidikarenakan memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi pada keberhasilan atau tidaknya suatu proses mediasi, faktor tersebut dilihat dari indikasi data yang di peroleh oleh penulis.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan atau tidaknya suatu proses mediasi:

1. Mediator

Pada intinya mediator dalam proses mediasi merupakan langkah awal untuk mengawal para pihak menuju perdamaian. Seorang mediator yang memiliki kecakapan dalam proses mediasi merupakan faktor yang akan menyebabkan berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi. peran yang diambil seorang mediator mampu mendamaikan para pihak agar perkara tersebut bisa dicabut kembali.

2. Fasilitas Mediasi

Fasilitas mediasi merupakan salah satu faktor penentu juga dalam keberhasilan dan kegagalan mediasi. Salah satu fasilitas ini yaitu dengan adanya ruangan khusus untuk memediasi di setiap pengadilan. Semakin baik dan nyaman


(73)

sebuah ruang mediasi, dimungkinkan akan terciptanya mediasi yang baik dan dengan hasil yang baik juga.73

3. Psikologi dan lingkungan para pihak.

Pada dasarnya keberhasilan atau kegagalan dari suatu proses mediasi yang paling menentukan adalah para pihaknya sendiri, apakah mau menerima perdamaian atau tidak mau menerima perdamaian, meskipun telah dibantu oleh beberapa orang mediator. Seseorang yang ingin bercerai biasanya memiliki beberapa masalah dalam rumah tangganya, dalam hal ini pada psikologi para pihak sedikit merasa bahwa hubungan dalam rumah tangganya tidak merasa nyaman lagi. Sehingga seseorang yang kuat ingin bercerai tidak mau melakukan upaya perdamaian, bahkan menurut salah satu hakim ada beberapa pihak yang ingin perkaranya langsung diputus.

Adapula dalam kedaan ini salah satu pihak tidak menghadiri ke persidangan meskipun sudah di panggil secara patut oleh pihak panitera (Verstek).74Keadaan psikologi para pihak juga bisa dilatar belakangi oleh keadaan sosial yang ada dilingkungan para pihak. Biasanya para pihak sebelum mengajukan gugatannya sebelumnya para pihak sudah bermusyarah dengan orang-orang terdekatnya.75

73

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Fauzi, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, waktu 10.30 WIB, 11 Januari 2016

74

Wawancara pribadi dengan Endang Tamami, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, waktu 09.30 WIB, 11 Januari 2016

75

Wawancara pribadi dengan U. Nurdin, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, waktu: 11.00 WIB, 11 Januari 2016


(74)

4. Usia Pernikahan

Didalam KUH Perdata dalam bab IV mengenai perkawinan menjelaskan bahwa seorang laki-laki diperbolehkan menikah ketika berumur genap 18 tahun, sedangkan untuk perempuan ketika sudah berumur 15 tahun. dalam UU Perkawinan No.1 tahun 1974 juga menjelaskan mengenai batasan usia pernikahan, bahwa seorang laki-laki boleh menikah ketika umur 19 tahun dan perempuan minimal 16 tahun.76 Penomena pernikahan dibawah umur ini terlebih sama-sama dibawah umur masih sering terjadi di suatu pedesaan, dengan alasan menjaga kehormatan anak. Pada umumnya di usia-usia dibawah 20 tahunan ini secara psikologi dan pemikirannya belum begitu matang. Sehingga dalam menjalani kehidupan rumah tangga sering terjadinya keributan diakibatkan dari ego masing-masing pasangan atau salah satunya. Pada saat seseorang tersebut memiliki masalah rumah tangganya, dia merasa bingung untuk menyelesaikan masalahnya, pada akhirnya seseorang tersebut bertekad ingin bercerai dengan pasangannya. Menurut Amin Al Husaini77 mengatakan bahwa: “faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan sebuah mediasi adalah sikap kedewasaan para pihak dalam menghadapi permasalahan”

Dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan mediasi tersebut dapat dikemukakan upaya yang ditempuh oleh hakim mediator atau

76

Lihat KUHPerdata pasal 29

77

Wawancara Pribadi dengan Amin Al Husaini, Hakim Mediator Pengadilan Agama Subang, waktu: 09.00 WIB, 11 Januari 2016.


(75)

Pengadilan Agama guna dapat menjalankan mediasi yang efektif, upaya tersebut diantaranya adalah:

1. upaya yang dilakukan oleh seorang hakim mediator adalah semaksimal mungkin untuk dapat membantu dalam proses mediasi sehingga para pihak dapat mencapai kesepakatan atau perdamaian ketika mediasi dilakukan. Mereka berusaha terus menggali permasalahan para pihak hingga menemukan titik temunya.

2. Pihak Pengadilan Agama sudah berusaha semaksimal mungkin guna mencapai mediasi yang efektif, diantaranya di buatkannya sebuah ruang mediasi, Pengadilan berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan ruang mediasi yang nyaman untuk para pihak. Selain itu setiap sebulan sekali ketua Pengadilan melakukan rapat evaluasi, yang mana salah satunya adalah mengenai evaluasi terhadap keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Subang.

D. Faktor-Faktor yang mengakibatkan para pihak tidak mau atau tidak hadir untuk bermediasi.

Didalam proses mediasi, sebenarnya faktor yang paling menentukan suatu keberhasilan dalam proses mediasi ialah kemauan dari pihak itu sendiri. Para pihak diberikan kesempatan oleh hakim untuk melakukan suatu usaha perdamaian kembali dengan salah satu pihak yang ingin bercerai. Dari data yang diperoleh melalui wawancara dengan para hakim peneliti mendapatkan keterangan bahwa tidak sedikit


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)