Unduh IERO | Macroeconomic Dashboard

(1)

INDONESIAN ECONOMIC

REVIEW AND OUTLOOK

NO.3 /TAHUN V/SEPTEMBER 2016


(2)

Kata Pengantar

Selamat membaca

Muhammad Edhie Purnawan

Head of Researcher

Macroeconomic Dashboard

Selamat datang di IERO edisi ke -3 tahun 2016. Kali ini, kami

mengangkat tema

Risks from Deutsche Bank and Donald Trump

.

Isu ini kami pilih seiring dengan mencuatnya kasus Deutsche

Bank dan rilisnya hasil pemilihan umum di AS yang menjadikan

Donald Trump sebagai presiden negeri Paman Sam berikutnya.

IERO terbagi ke dalam sepuluh bagian. Pada bagian pertama

hingga bagian keenam akan disajikan review perekonomian

Indonesia dalam tiga bulan terakhir. Pada bagian ketujuh akan

membahas perkembangan ekonomi global dan perkembangan

komoditas. Pada bagian kedelapan, redaksi akan menyajikan

sebuah artikel opini yakni “

Kasus Deutsche Bank dan Risiko

Spillover Sistem Keuangan

”. Pada bagian kesembilan dan

kesepuluh, redaksi akan membahas proyeksi dan prospek

perekonomian Indonesia. Secara khusus, dalam proyeksi ekonomi akan menyajikan GAMA

Leading Economic Indicator (GAMA LEI), yang merupakan instrumen proyeksi perekonomian

satu kuartal ke depan yang dikembangkan secara autentik oleh tim Macroeconomic

Dashboard. GAMA LEI masih terus mengalami penyerpurnaan seiring waktu.

Akhir kata, kami berharap hasil analisis kami dapat memberi manfaat dan menjadi opini

alternatif untuk para pengambil kebijakan, praktisi bisnis, peneliti akademisi mahasiswa

dan masyarakat secara umum.


(3)

DAFTAR ISI

1

3

3

5

6

6

7

8

11

11

13

13

14

15

15

17

17

18

19

19

20

21

21

24

Ringkasan Eksekutif

...

A.Perkembangan Perekonomian dan Fiskal

...

1.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Meningkat...

2.Adanya Revisi Pendapatan dan Pengeluaran Negara pada APBNP-2016...

B.Pasar Finansial dan Sektor Moneter

...

1.Kenaikan cadangan devisa kembali memperkokoh nilai tukar rupiah...

2.Pasar Saham Kembali Mengalami Penguatan...

3.Utang Luar Negeri Indonesia Meningkat, Utang Swasta Menurun, Indikator

Sustainabilitas Utang Memburuk, Persepsi Risiko SBN Menurun...

C.Sektor Perbankan

...

1.Sistem Perbankan Indonesia secara keseluruhan berada dalam kondisi stabil...

D. Inlasi dan Ketenagakerjaan

...

1. Inlasi Tahunan per September 2016 naik...

2.Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia Membaik...

E.Neraca Pembayaran Indonesia

...

Neraca Pembayaran Indonesia mengalami penambahan surplus...

F.Indikator Krisis

...

1.Tekanan pada pasar valuta asing berkurang dikarenakan apresiasi nilai tukar rupiah

dan meningkatnya cadangan devisa...

2.Indeks Tekanan Perbankan...

G.Perkembangan Ekonomi Global dan Pasar Komoditas

...

1.Pertumbuhan Ekonomi baik negara maju dan berkembang mengalami

peningkatan...

H.GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI)

...

I.Isu Terkini

...

Kasus Deutsche Bank dan Risiko Spillover Sistem Keuangan

...


(4)

DAFTAR ISTILAH

APBN APBNP BI BOPO BPD BPI bps BUSN CAR CDS DJPPR DPK DSR ECB EMPI EYI FOMC FSI GAIKINDO GAMA LEI IBPA ICP IDMA IDR IGB CPI IHSG IKK IPR ITB ITK JIBOR JISDOR KK KMK LAR LDR LNPRT LPS Migas m-t-m NAB NDF NIM NPI NPL OIS OJK OPEC PDB PMTB PNBP pp PUAB q-t-q RAPBN REER RHS ROA SBI SBN SPN TPAK TPT ULN USD y-o-y y-t-d

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Bank Indonesia

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional Bank Pembangunan Daerah

Banking Pressure Index basis points

Bank Umum Swasta Nasional

Capital Adequacy Ratio Credit Default Swap

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko

Dana Pihak Ketiga

Debt-Service Ratio

European Central Bank

Exchange Market Pressure Index

Efective Yield Index

Federal Open Market Committee

Financial Stability Index

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia

Gadjah Mada Leading Economic Indicator

Indonesian Bond Pricing Agency

Indonesia Crude Price

Inter Dealer Market Agency Indonesian Rupiah

Indonesian Global Bond Clean Price Index

Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Penjualan Riil Indeks Tendensi Bisnis Indeks Tendensi Konsumen Jakarta Interbank Ofer Rate Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Kredit Konsumsi

Kredit Modal Kerja

Liquidity Assets Ratio Loan to Deposit Ratio

Lembaga Non-proit Pembantu Rumah Tangga

Lembaga Penjamin Simpanan Minyak dan gas

month to month

Nilai Aktiva Bersih

Nondeliverable Forward Net Interest Income

Neraca Pembayaran Indonesia

Nonperforming Loan Overnight Indexed Swap

Otoritas Jasa Keuangan

Organization of The Petroleum Exporting Countries

Produk Domestik Bruto

Pembentukan Modal Total Bruto Penerimaan Negara Bukan Pajak

percentage point

Pasar Uang Antar Bank

quarter to quarter

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Real Efective Exchange Rate

Right Hand Side (Sumbu vertikal kanan)

Return On Asset

Sertiikat Bank Indonesia Surat Berharga Negara Surat Perbendaharaan Negara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka Utang Luar Negeri

United States Dollar

year on year year to date


(5)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2016 tercatat sebesar 5,18 persen

y-t-y

, nilai ini

lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada kuartal II-2016 (4,92 persen, atau lebih rendah 0,26

percentage points

). Sektor jasa masih menjadi pendorong utama pertumbuhan pada kuartal

II-2016, dengan pertumbuhan 5,94 persen

y-t-y

. Dari sisi pengeluaran, pada kuartal II-2016 konsumsi

Lembaga Non-Proit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh paling tinggi yaitu sebesar

6,72 persen.

Dari segi iskal, RAPBN 2017 telah dirilis oleh pemerintah. Pada RAPBN ini diasumsikan pertumbuhan

ekonomi berada pada 5,1 persen, lebih rendah dibandingkan asumsi pada APBNP 2016. Selain

itu Pendapatan Negara serta Belanja Negara juga diasumsikan lebih rendah dibandingkan pada

APBNP 2016, masing-masing sebesar Rp1.737 triliun (lebih rendah Rp 49 triliun) dan Rp2.070 triliun

(lebih rendah Rp12,4 triliun). Dengan skema belanja ini pemerintah menargetkan deisit sebesar

2,41 persen terhadap PDB—besaran deisit ini lebih tinggi dibandingkan pada APBNP 2016.

Di pasar uang, tekanan terhadap rupiah menurun. Pada akhir September 2016 rupiah berada pada

level Rp 12.998 per dollar AS (terapresiasi 2,3 persen

m-t-m

dan 0,99 persen

q-t-q

).

Real Efective

Exchange Rate

(REER) juga menunjukkan pengutan rupiah terhadap kelompok mata uang lainnya.

Pada September 2016 lalu nilai indeks REER tercatat sebesar 108,17 poin, nilai ini lebih tinggi

dibandingkan rata-rata jangka panjangnya (105,94 poin).

Utang luar negeri Indonesia meningkat menjadi USD 324,20 miliar pada Juli 2016. Nilai ini meningkat

baik secara

m-t-m

maupun

y-t-y

, masing-masing sebesar 0,13 persen dan 6,39 persen. Peningkatan

utang luar negeri ini dipicu oleh peningkatan utang pemerintah dan bank sentral (meningkat 19,24

persen

y-o-y

dan 0,73

m-t-m

). Persepsi risiko utang Indonesia mengalami trend penurunan yang

dapat dilihat melalui

yield

SBN.

Tingkat inlasi pada akhir kuartal III-2016 berada pada 3,07 persen

y-o-y

lebih tinggi 2,79 persen

dibandingkan bulan sebelumnya. Membaiknya pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2016

menjadi salah satu pemicu kenaikan ini. Selain itu delasi harga diatur pemerintah yang makin

mengecil juga turut ambil andil dalam kenaikan inlasi.

Tingkat pengangguran Indonesia mengalami penurunan. Pada Februari 2016 tingkat pengangguran

terbuka berada pada level 7,02 persen, lebih rendah dibandingkan periode amatan sebelumnya

(Agustus 2015; 6,15 persen atau turun 0,54

pp

). Jumlah penduduk bekerja juga mengalami

peningkatan dari 114,8 juta orang pada Agustus 2015 menjadi 120,65 juta orang. Sektor agrikultur

masih menjadi sektor dominan dalam penyerapan tenaga kerja, dengan 38,3 persen jumlah tenaga

kerja diserap oleh sektor agrikultur.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal II-2016 mengalami surplus setelah deisit pada

kuartal I-2015. Pada kuartal II-2016 NPI mengalami surplus sebesar USD 2,2 miliar atau lebih tinggi

2448,74 persen dibandingkan kuartal I-2016. Peningkatan pada Neraca Tranksaksi Modal dan

Finansial—naik 60,86 persen

q-t-q

—merupakan salah satu motor surplus NPI.

Indikator krisis pada pasar valas yaitu

Exchange Market Pressure Index

(EMPI) menunjukkan

berkuarangnya tekanan pada perekonomian Indonesia. Pada September lalu nilai indeks EMPI


(6)

berada pada 31,74 poin, nilai ini berada sangat jauh dari ambang batas pertama (63,67 poin),

sehingga dapat disimpulkan tekanan terhadap valuta asing berkurang. Disisi lain indikator krisis

pada sektor perbankan yaitu

Banking Pressure Index

(BPI) menunjukkan masih tingginya tekanan

pada sektor perbankan.

IERO kali ini memprediksikan kecenderungan penurunan siklus perekonomian (PDB) Indonesia.

Kinerja ekspor yang masih melemah, perekonomian global yang semakin tidak pasti serta tidak

adanya faktor-faktor musiman pendorong diduga menjadi penyebab penurunan laju pertumbuhan

global. Berdasarkan pendapat para ekonom dan analis Tim Macroeconomics Dashboard

memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2016 akan mengalami penurunan.


(7)

A. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAN FISKAL

1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Meningkat

Gambar 1 Pertumbuhan PDB atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha, 2013 – 2016

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2016 meningkat

Catatan:

Sektor Primer: (1) Pertanian Kehutanan dan Perikanan; (2) Pertambangan dan Penggalian

Sektor Industri: Industri Pengolahan

Sektor Jasa: (1) Pengadaan Listrik dan Gas; (2) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; (3) Konstruksi; (4) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; (5) Transportasi dan Pergudangan; (6) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; (7) Informasi dan Komunikasi; (8) Jasa Keuangan dan Asuransi; (9) Real Estat; (10) Jasa Perusahaan; (11) Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; (12) Jasa Pendidikan; (13) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; (14) Jasa Lainnya.

Sumber: BPS dan CEIC (2016)

Pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal-II 2016

meningkat ke 5,18 persen secara year on year

dibandingkan dengan kuartal sebelumnya (4,92

persen). Begitu juga bila dibandingkan dengan kuartal

yang sama di tahun sebelumnya, di mana pertumbuhan PDB riil Indonesia meningkat 0,51 persenke 5,18 persen dari semula 4,67 persen di kuartal-II 2015. Dilihat dari sisi produksi, pertumbuhan terjadi hampir di semua sektor, kecuali sektor jasa. Di kuartal ini, pertumbuhan sektor jasa melambat dari 6,27 persen pada kuartal-I 2016 menjadi 5,94 persen. Sementara itu, pertumbuhan tertinggi masih terjadi sektor primer dengan kenaikan 1,46 percentage point dari 1,77 persen (kuartal-I 2016) ke 3,23 persen (kuartal-II 2016).

Gambar 2 Pertumbuhan PDB atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran, 2013 – 2016

Pos pengeluaran belanja LNPRT tumbuh tertinggi di kuartal-II 2016

Sumber: BPS dan CEIC (2016)

Dilihat dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi

terjadi di pos pengeluaran konsumsi LNPRT dengan

pertumbuhan sebesar 6,72 persen secara year on year.

Meski begitu, pertumbuhan pos pengeluaran konsumsi LNPRT melambat bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya ketika pertumbuhan konsumsi LNPRT tercatat mencapai 8,32 persen. Di sisi lain, bila dibandingkan dengan kuartal yang sama di tahun sebelumnya, pertumbuhan konsumsi LNPRT naik pesat dan berbalik dari gerak kontraktif (-7,99 persen secara year on year).

Konsumsi pemerintah meningkat signiikan (3,34 pp) dari semula 2,94 persen pada Kuartal-I 2016 menjadi 6,28 persen. Seluruh pos pengeluaran terlihat mengalami perbaikan dibanding kuartal sebelumnya, kecuali pos PMTB. Pos pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT, dan konsumsi pemerintah semuanya mencatatkan peningkatan pertumbuhan. Pos impor dan ekspor menunjukkan pengurangan kontraksi masing-masing hingga 2,07 dan 0,8 persen. Keseimbangan neraca berjalan Indonesia turun dari 1,55 ke 0,28 persen secara y-o-y bila dibandingkan dengan akhir Kuartal-II 2016 silam, sekaligus menjadi yang paling rendah sejak awal tahun 2015.


(8)

Gambar 3 IKK, IEK, IKE, 2011-2016

Kepercayaan konsumen Indonesia per September 2016 menurun

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)

Keyakinan konsumen per akhir September 2016

menurun. IKK, IKE, dan IEK naik selama Agustus hingga

September, masing-masing sebanyak 3,3; 1,2; dan 5,5 poin secara berturut-turut. Penurunan tertinggi terjadi pada Indeks Ekspektasi Konsumen dengan 5,5 poin. Pengaruh tekanan inlasi pasca lebaran dan meningkatnya kebutuhan hidup setelah melewati masa awal tahun ajaran baru pada Agustus 2016 ikut mendorong turun ekspektasi ekonomi masyarakat. Turunnya IKK, IEK, dan IKE secara serentak merupakan hal yang hampir selalu terjadi pada penutupan ketiga setiap tahunnya, terutama dipicu oleh tekanan inlasi tengah tahun. Hanya saja, pada tahun ini, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) ikut turun meskipun di tahun-tahun sebelumnya selalu naik di akhir kuartal ketiga. Ini merupakan salah satu dampak pelaksanaan pengampunan pajak atau tax amnesty yang menimbulkan konsekuensi berkurangnya daya belimasyarakat di tengah tahun.

Gambar 4 Indikator Penualan, 2011 – 2016

Penualan motor dan penjualan semen menurun

Sumber: Astra Internaional, GAIKINDO, Asosiasi Semen Indonesia

Menutup Kuartal-III 2016, seluruh indikator penjualan menurun kecuali penjualan mobil. Angka penjualan mobil tercatat meningkat 5,36 persen dibandingkan Agustus 2016, sementara angka penjualan motor dan semen masing-masing menurun 3,25 persen dan 5,99 persen. Bila dibandingkan September 2015, statistik penjualan September ini justru terlihat lebh baik, kecuali pada angka penjualan mobil yang terkontraksi hingga 7,83 persen.


(9)

Perkembangan Perekonomian dan Fiskal

Tabel 1 Realisasi Indikator Makroekonomi 2015-2017

Kondisi ekonomi global komponen asumsi makro RAPBN 2017

Indikator

2015 2016 2017

APBNP Realisasi APBN APBNP RAPBN

Pertumbuhan Ekonomi (% y-o-y) 5,7 4,8 5,3 5,2 5,1

Inlasi (% y-o-y) 5,0 3,4 4,7 4,0 4,0

Tingkat Bunga SPN 3 bulan rata-rata (%) 6,2 6,0 5,5 5,5 5,3

Nilai Tukar (IDR/USD) 12.500 13.392 13.900 13.500 13.300

Harga Minyak Mentah Indonesia (USD/

barrel) 60 49 50 40 45

LiftingMinyak (Ribu barel per hari) 825 778 830 820 780.0

LiftingGas Bumi (Ribu barel per hari) 1,221 1.195,4 1,155 1,150 1,150

Sumber: Kementerian Keuangan (2016)

Pada RAPBN 2017, pertumbuhan ekonomi diasumsikan

sebesar 5,1 persen secara year on year—lebih rendah

bila dibandingkan dengan APBNP tahun 2016 sebesar

5,2 persen. Asumsi pertumbuhan ekonomi yang lebih

rendah ini disebabkan masih adanya ketidakpastian ekonomi global, termasuk global slowdown yang dapat ikut mempengaruhi kinerja perekonomian domestik untuk tumbuh terbatas. Laju inlasi pada RAPBN 2017 berada pada kisaran 4 persen secara year on year—sama dengan laju inlasi pada APBNP tahun 2016—ikut dipengaruhi oleh adanya upaya pengendalian inlasi oleh pemerintah. Nilai

tukar rupiah diperkirakan akan menguat hingga ke level Rp13.300 dari semula berada di level Rp13.500 pada APBNP 2016. Menguatnya nilai tukar ini diharapkan akan terealisasi dengan terus masuknya arus modal ke pasar inansial dalam negeri yang distimulasi oleh manajemen risiko yang lebih baik. Harga minyak mentah diasumsikan menguat ke level 45 Dolar per barel dengan diturunkannya lifting minyak dengan cukup signiikan ke level 780 ribu barel per hari.

Asumsi terakhir tidak terlepas dari masih rendahnya harga minyak mentah dunia, yang diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada 2017.

Tabel 2 Ringkasan Realisasi APBNP 2015, Realisasi APBNP 2015, APBN & APBNP 2016, dan RAPBN 2017 (Triliun Rupiah)

Rancangan anggaran 2017 lebih rendah dibandingkan dengan APBNP 2016

Uraian

2015 2016 2017

APBNP R e a l i s a s i Unaudited APBN APBNP RAPBN

Pendapatan Negara 1,761.6 1,505.4 1,822.5 1,786.2 1,737.6 Pendapatan dalam negeri 1,758.3 1,494.10 1,820.5 1,784.2 1,735.3 Penerimaan Perpajakan 1,489.3 1,240.40 1,546.7 1,539.2 1,495.9 Penerimaan Negara Bukan Pajak 269.1 253.70 273.8 245.1 240.4 Penerimaan Hibah 3.3 11.3 2.0 2.0 1.4

Belanja Negara 1,984.1 1,797.9 2,095.7 2,082.9 2,070.5 Belanja pemerintah pusat 1,319.5 1,174.5 1,325.6 1,306.7 1,310.4 Transfer ke daerah dan dana desa 664.6 623.0 770.2 776.3 552.1

Surplus/(Deisit) anggaran -225.5 -292.2 -273.2 -296.7 -332.8

% Surplus/(Deisit) terhadap PDB -1.90 -2.50 -2.20 -2.40 -2.41 Sumber: Kementerian Keuangan (2016)

Baik rancangan pendapatan maupun rancangan

belanja pada RAPBN 2017. Target pendapatan negara pada Tahun Anggaran direncanakan lebih rendah dari target pendapatan pada APBNP tahun 2016—yakni hanya mencapai 1,737.6 triliun rupiah. Turunnya rancangan target pendapatan negara ini masih dilatarbelakangi oleh suasana melemahnya perekonomian global. Meski begitu, pemulihan secara bertahap negara-negara mitra dagang Indonesia mendorong optimisme tercapainya optimalisasi pendapatan pada 2017. Perpajakan sebagai sumber penerimaan utama ditargetkan Rp1,495.9 triliun— menurun 2,8 persen bila dibandingkan dengan target penerimaan pajak pada APBNP 2016. Turunnya penerimaan pajak ini tidak lepas dari masih melemahnya harga-harga komoditas di pasar global. Di sisi lain, PNBP sebesar 240,4 triliun rupiah dan penerimaan hibah 1,4 triliun rupiah.


(10)

B. Pasar Finansial dan Sektor Moneter

1.Kenaikan cadangan devisa kembali memperkokoh nilai tukar rupiah Gambar 5 Kurs Rupiah terhadap Dolar AS*, Sepember 2011 –

September 2016

Rupiah terus menguat seiring dengan membaiknya risiko eksternal

Catatan: * = mulai Mei 2013, data kurs menggunakan JISDOR Bank Indonesia

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016, diolah)

Kurs rupiah terhadap dollar AS pada September

2016 merupakan yang terkuat sejak 2015. Pada September 2016, kurs rupiah terhadap dollar AS berada pada level Rp12.998/US$. Rupiah terapresiasi 2,27 persen dibandingkan pada bulan Agustus 2016. Apabila dibandingkan dengan kuartal I-2016 (Juni 2016), rupiah terapresiasi sebesar 1,38 persen. Terakhir kali rupiah berada di posisi terkuatnya adalah pada April 2015 yang menyentuh angka Rp12.937/US$. Semenjak awal tahun 2016 terdapat tendensi penguatan pada nilai rupiah. Program pengampunan pajak (tax amnesty) dan pulangnya dana-dana asing dari luar negeri menjadi salah satu penyebab apresiasi rupiah terhadap dollar AS. Selain itu terdapat pula beberapa faktor eksternal seperti melemahnya pertumbuhan ekonomi AS (pada kuartal II-2016 perekonomian AS tumbuh 1,28 persen atau 0,29 pp

lebih rendah q-t-q) yang membuat probabilitas kenaikan

fed-fund rate mengecil.

Gambar 6 Real Efective Exchange Rate, 2011 – 2016

Secara umum, nilai rupiah mengalami apresiasi hingga overvalued

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016, diolah)

Rupiah kembali terapresiasi terhadap mata uang

negara-negara lainnya. Pada September 2016, indeks

Real Efective Exchange Rate berada pada level 108,17 nilai

indeks. Angka tersebut lebih tinggi dari nilai rata-rata jangka panjangnya yaitu 105,94 poin, atau overvalued sebesar 2,1 persen. Overvalued rupiah pada bulan September 2016 tercatat lebih besar dibandingkan kuartal II-2016 (pada kuartal II-2016 REER rupiah tercatat overvalued sebesar 0,43 persen). Hal ini memiliki implikasi bahwa nilai tukar riil rupiah efektif terhadap negara-negara rekan dagang makin menjauh dari rata-rata jangka panjangnya.


(11)

2. Pasar Saham Kembali Mengalami Penguatan

Gambar 7 Cadangan Devisa, September 2011 – September 2016

Cadangan devisa mengalami kenaikan

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)

Gambar 8 Pergerakan IHSG September 2011 – September 2016

IHSG terus mengalami penguatan

Sumber: CEIC (2016, diolah)

Gambar 9 Nilai Kapitalisasi Pasar Saham dan Pembelian Neto Asing September 2011 – September 2016

Sumber: CEIC, Bloomberg (2016, diolah)

Cadangan devisa Indonesia mengalami peningkatan.

Pada September 2016, cadangan devisa Indonesia tercatat pada US$ 115,67 miliar, nilai ini tercatat 1,88 persen lebih tinggi dibandingkan bulan lalu. Apabila dibandingkan dengan kuartal lalu (Juni 2016) maka cadangan devisa ini lebih tinggi 5,35 persen. Bahkan posisi cadangan devisa pada September 2016 merupakan posisi tertinggi selama periode amatan (September 2011-September 2016) Masuknya dana-dana lewat program pengampunan pajak

(tax amnesty) yang disusun oleh pemerintah menjadi

salah satu penyebab naiknya cadangan devisa Indonesia. Besaran cadangan devisa per September 2016 ini dapat membiayai 8,5 bulan impor dan utang pemerintah, lebih tinggi dari standar kecukupuan internasional yakni 3 bulan.

Sejak Oktober 2015 hingga September 2016, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menunjukkan tren

pergerakan yang positif. Pada bulan September 2016, IHSG berada pada tingkat 5.364 poin, menguat 6,9 persen dari

Juni 2016 atau 27,01 persen secara y-o-y. Sementara itu, nilai kapitalisasi pasar saham pada September 2016 tercatat Rp5.799 triliun rupiah, naik 7,6 persen dibanding Juni 2016 atau meningkat 32,5 persen dibandingkan September tahun sebelumnya. Investor asal asing melakukan pembelian neto yang cukup besar mulai Juni 2016 menyusul pemberlakuan kebijakan tax amnesty yang direspon positif. Pada Agustus 2016, investor asing membukukan pembelian neto sebesar Rp12.866 miliar, jumlah terbesar sejak 2 tahun terakhir. Sedangkan pada bulan September 2016, investor asing kembali melakukan jual neto sebesar Rp3,29 triliun diiringi pelemahan IHSG sebesar 0,40 persen. Aksi jual investor tersebut didorong melemahnya bursa Asia pada beberapa minggu terakhir September 2016 dan keragu-raguan pasar menyongsong keputusan rapat FOMC mengenai kenaikan suku bunga acuan The Fed.


(12)

3. Utang Luar Negeri Indonesia Meningkat, Utang Swasta Menurun, Indikator Sustainabilitas Utang Memburuk, Persepsi Risiko SBN Menurun

Gambar 10 Utang luar negeri Indonesia Juli 2011 – Juli 2016**

Utang luar negeri pemerintah meningkat

Sumber : Bank Indonesia (2016)

Jumlah total utang luar negeri (ULN) pada Juli 2016

sebesar US$324.203 juta, meningkat 0,13 persen m-t-m atau 6,39 persen y-o-y, dengan kenaikan ULN

pemerintah yang signiikan. ULN pemerintah naik sebesar 19,24 persen y-o-y atau 0,73 persen m-t-m. Kenaikan ULN pemerintah ini untuk memenuhi target pinjaman luar negeri neto pemerintah pada bagian pembiayaan APBN-P 2016 yang sebesar negatif Rp2,5 triliun. Nilai pinjaman neto tersebut lebih besar daripada nilai pinjaman luar negeri neto APBN 2015 yang sebesar negatif Rp23,8 triliun. Target penerimaan ULN pemerintah pada tahun 2016 yang lebih tinggi daripada tahun sebelumnya menyebabkan pemerintah harus meningkatkan jumlah pinjaman luar negerinya.

Utang luar negeri swasta adalah sebesar US$164.503

juta, menurun 3,35 persen y-o-y atau 0,35 persen

m-t-m. Sejak kuartal I 2016, swasta lebih banyak melakukan pembayaran ULN daripada melakukan peminjaman ULN baru. Lemahnya permintaan dan harga komoditas global mendorong penurunan penarikan pinjaman oleh perusahaan sektor industri pengolahan, pertambangan, dan keuangan. Walaupun volumenya menurun, pangsa utang luar negeri swasta yang sebesar 51 persen masih lebih besar daripada utang luar negeri sektor publik.

Gambar 11 Utang Luar Negeri Indonesia berdasarkan Jangka Waktunya (Remaining Maturity) Juli 2011 – Juli 2016**

Utang luar negeri jangka panjang masih mendominasi

Sumber: Bank Indonesia (2016)

Utang luar negeri Indonesia masih didominasi oleh

utang luar negeri (ULN) jangka panjang dengan pangsa

sebesar 82 persen dari keseluruhan ULN Indonesia.

Persentase tersebut masih sama dengan pangsa ULN jangka panjang tahun sebelumnya. Swasta masih mendominasi ULN baik jangka panjang maupun jangka pendek walaupun pangsanya menurun dibandingkan pangsa tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan penarikan utang korporasi dan peningkatan pembiayaan dari utang luar negeri dalam APBN-P 2016.

Pada bulan Juli 2016, jumlah ULN jangka pendek Indonesia adalah US$ 58.995 juta dan ULN jangka panjang Indonesia adalah US$ 265.300 juta. ULN jangka pendek meningkat 4,74 persen y-o-y dan sama dengan bulan sebelumnya. ULN jangka panjang meningkat 0,19 persen m-t-m dan 6,79 persen y-o-y.ULN jangka pendek sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$9.926 juta, meningkat 2 persen m-t-m dan 14,43 persen y-o-y. Sedangkan ULN jangka pendek swasta turun 0,5 persen m-t-m dan meningkat 2,8 persen y-o-y. ULN jangka panjang sektor publik sebesar US$ 149.774 juta, meningkat 19,02 persen y-o-y sedangkan ULN jangka panjang sektor swasta sebesar US$ 115.526 juta, menurun 5,75 persen y-o-y.


(13)

Pasar Finansial dan Sektor Moneter

Gambar 12 SBN Outstanding dan Kepemilikan Berdasarkan Entitas, September 2011 – September 2016

SBN outstanding Indonesia meningkat dan didominasi oleh pemilik asing

Sumber: Kementerian Keuangan (2016)

Total SBN outstanding Indonesia pada bulan September 2016 adalah sebesar Rp2.698.96 triliun. Jumlah tersebut

mengalami peningkatan sebesar 0,54 persen m-t-m dari Agustus 2016 atau 17,07 persen y-o-y dari September 2015. SBN

tradeable masih mendominasi keseluruhan SBN outstanding dengan porsi 91,01 persen dari seluruh SBN oustanding dan meningkat sebesar 0,63 persen m-t-m atau 20,20 persen y-o-y.

Kepemilikan SBN tradeable masih didominasi oleh asing. Asing memiliki Rp684,98 triliun atau 56,50 persen dari

keseluruhan SBN tradeable dan meningkat sebesar 2,32 persen m-t-m dari Agustus 2015 dan 30,88 persen y-o-y

dibandingkan bulan September tahun sebelumnya. Institusi pemerintah memegang SBN tradeable sebanyak Rp158,66 triliun, meningkat sebanyak 97 persen m-t-m dibandingkan Agustus 2016, sedangkan bank memiliki SBN tradeable

sebanyak Rp368,62 triliun. Asing mencatatkan pembelian neto atas SBN sebesar Rp9,04 triliun pada bulan Agustus 2016.

Gambar 13 Indikator Sustainabilitas Utang Luar Negeri Indonesia Kuartal II 2014* - Kuartal II 2016**

Sustainabilitas utang luar negeri Indonesia semakin memburuk

Catatan:

Debt Service Ratio Tier 1 merupakan pembayaran pokok dan bunga atas utang

jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek

Debt Service Ratio Tier 2 meliputi pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta

pinjaman dan utang dagang kepada non-ailiasi Sumber: Bank Indonesia (2016)

Secara umum, indikator sustainabilitas utang luar

negeri Indonesia memburuk. Debt Service Ratio (DSR)

atau rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor adalah indikator yang menggambarkan ketersediaan aliran dana masuk sebuah negara untuk memenuhi kewajiban luar negerinya. Pada kuartal II 2016, DSR Tier 1 Indonesia adalah 37.28 persen atau meningkat 9,40 persen q-t-q sedangkan DSR Tier 2 adalah 67.69 persen atau meningkat 11,06 persen q-t-q. Peningkatan rasio DSR tersebut disumbangkan oleh kinerja ekspor yang masih lemah hingga Kuartal II 2016.Rasio utang terhadap ekspor dan rasio utang terhadap PDB berturut-turut adalah 183,84 persen dan 36.77 persen. Rasio utang terhadap ekspor meningkat 4 persen q-t-q sedangkan rasio utang terhadap PDB meningkat 0,55 persen q-t-q.


(14)

Gambar 14 Yield SBN Indonesia Oktober 2011 – Oktober 2016

Yield SBN Indonesia menurun, menandakan persepsi risiko

obligasi pemerintah yang menurun

Sumber: CEIC (2016)

Yield Surat Berhaga Negara (SBN) sejak awal 2016 hingga Oktober 2016 menunjukkan tren penurunan.

Yield SBN bertenor 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 30

tahun pada Oktober 2016 masing-masing adalah 6,172 persen, 6,841 persen, 7,096 persen, 7,679 persen p.a.

secara berturut-turut. Yield tersebut lebih rendah daripada yield rata-rata kuartal II 2016 dan kuartal III 2016 yang masing-masing sebesar 6,54 persen dan 6,25 persen untuk SBN bertenor 1 tahun. Penurunan yield SBN menandakan penurunan persepsi risiko obligasi Indonesia sejak awal tahun 2016, terutama oleh investor asing yang menjadi pemegang mayoritas SBN Indonesia. Hal ini dibarengi dengan Credit Default Swap (CDS) spread yang terus menurun sejak awal 2016 hingga Agustus 2016. Kebijakan stabilisasi perekonomian yang terus-menerus dilakukan oleh Bank Indonesia dan pemerintah telah meningkatkan kepercayaan investor atas obligasi


(15)

C. SEKTOR PERBANKAN

1. Sistem Perbankan Indonesia secara keseluruhan berada dalam kondisi stabil.

Gambar 15 Perkembangan pertumbuhan Dana Pihak ketiga (DPK) Bank Umum, Juli 2015 –Juli 2016

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2016 meningkat

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (2016)

Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bulan Juli 2016 tumbuh

lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Pada

bulan Juli 2016, pertumbuhan dana pihak ketiga tercatat sebesar 6 persen secara y-o-y, nilai ini lebih tinggi 0,1

percentage point (pp) dibandingkan kuartal bulan Juni 2016. Peningkatan DPK ini dipicu oleh peningkatan pertumbuhan giro, yang pada bulan Juli lalu tercatat berada pada 4,98 persen—nilai ini lebih tinggi 3,52 pp m-t-m. Adapun pertumbuhan deposito tercatat meningkat tipis sebesar 0,1 pp dibandingkan Juni 2016. Disisi lain tabungan tumbuh lebih rendah dibandingkan bulan lalu, pada Juli 2016 akun tabungan pada DPK tercatat tumbuh sebesar 12,8 jumlah ini 3.5 pp lebih rendah secara m-t-m. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa tabungan dalam bentuk valas mengalami pertumbuhan positif 16,42 persen

y-o-y, lebih tinggi dibandingkan pada bulan Juni 2016

yakni sebesar 13,57 persen y-o-y.

Gambar 16 Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) per kelompok bank Juli 2011 – Juli 2016

Perkembangan CAR Bank Umum meningkat

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan CEIC (2016)

Kecukupan modal bank-bank di Indonesia pada Juli

2016 umumnya masih terjaga. Adapun rata-rata CAR dari berbagai jenis bank di Indonesia pada Juli 2016 (tidak termasuk Bank Asing Konvensional/Foreign Own Bank) tercatat sebesar 21,47 persen. Terdapat 3 kelompok bank yang memiliki nilai CAR dibawah rata-rata yaitu BUSN Devisa Konvensional (Foreign Exchange Commercial

Banks)—20,27 persen, BPD Konvensional (Regional

Development Banks) —19,96 persen, terendah diantara

semua kelompok bank—dan Bank Campuran Konvensional (Joint Venture Banks) 21,36. Akan tetapi secara umum nilai CAR bank-bank di Indonesia masih diatas standar nilai CAR yaitu 8 persen.


(16)

Gambar 17 Kinerja Bank Umum Juli 2014 – Juli 2016

Rentabilitas perbankan masih relatif baik dan stabil serta Risiko Kredit dan Likuiditas perlu dijaga

Sumber: Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (2016)

Secara keseluruhan kondisi bank umum di Indonesia

berada dalam kondisi yang sehat.. Return on Asset

(ROA) bank umum di Indonesia pada Juli 2016 tercatat sebesar 2,35 persen, lebih tinggi 0,04 pp dibandingkan bulan sebelumnya. Indikator proitabilitas lainnya yaitu

Net Interest Margin (NIM) berada pada 5,59 persen pada Juli 2016 atau sama dengan capaian pada bulan Juni 2016. Kedua indikator ini menunjukkan bahwa dari sisi proitabilitas, bank umum di Indonesia masih bonaide. Apabila dilihat dari fungsi bank sebagai lembaga intermediasi maka melalui Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat dilihat bahwa bank menyalurkan 90,18 persen dari dana pihak ketiga yang ditampungnya. Capaian ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 91,19 persen. Adapun kredit macet atau Non-Performing

Loan (NPL) dari bank umum berada pada 3,18 persen

pada Juli 2016, yang cukup mengkhawatirkan adalah adanya trend peningkatan pada NPL sejak akhir tahun 2015. Bahkan NPL pada Juli 2016 merupakan NPL tertinggi selama periode amatan—walaupun memang masih berada dalam batas yang aman. Ukuran eisiensi bank umum di Indonesia dapat dilihat dari Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO). Pada Juli 2016 lalu, BOPO bank umum di Indonesia berada pada 82,36 persen—besarnya biaya operasional bank umum sebesar 82,36 persen dari pendapaan bank umum. BOPO pada Juli 2016 ini lebih kecil 0.06 pp m-t-m. Hal ini menunjukkan peningkatan eisiensi pada bank umum.


(17)

D. INFLASI DAN KETENAGAKERJAAN

1. Inlasi Tahunan per September 2016 naik

Gambar 18 Tingkat Inlasi, September 2011 – September 2016

Membaiknya kinerja ekonomi domestik mendorong inlasi

tahunan naik

Sumber: BPS dan CEIC, diolah (2016) Pada September 2016, tingkat inlasi umum naik secara

year on year ke 3,07 persen dibandingkan dengan

bulan sebelumnya (2,79 persen). Kenaikan ini salah

satunya disebabkan oleh berkurangnya delasi komponen harga diatur pemerintah dan naiknya komponen inlasi harga bergejolak, masing-masing sebesar 0,54 pp dan 1,23 pp. Komponen inlasi harga bergejolak Di sisi lain, inlasi inti justru tercatat menurun sebanyak 0,11 pp dibanding Agustus 2016. Inlasi inti pada September 2016 ini (3,21 persen) merupakan yang terendah selama beberapa tahun terakhir, dipicu oleh melemahnya permintaan domestik dan ekspektasi konsumen semenjak akhir kuartal-II 2016 lalu. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mulai membaik di akhir kuartal kedua tetap memberikan sentimen yang baik terhadap pasar. Ini memicu inlasi tahunan kembali ke level 3 persenan pada September 2016.

Tabel 3 Tingkat Inlasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran, 2011 – 2016 (2012=11, %m-t-m)

Kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas, dan bahan

bakar menjadi penyumbang inlasi terbesar

Tahun Umum (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2011 4.44 2.95 6.71 5.30 6.60 4.67 3.98 3.34

2012 7.06 8.44 7.91 6.78 3.24 5.46 3.96 8.68

2013 3.17 6.71 6.02 1.29 4.22 4.32 3.72 -1.46

2014 0.00 0.79 0.71 0.34 0.24 0.22 0.07 0.31

2015

Jan -0.24 0.60 0.65 0.80 0.85 0.66 0.26 -4.04 Feb -0.36 -1.47 0.45 0.41 0.52 0.39 0.14 -1.53

Mar 0.17 -0.73 0.61 0.29 -0.08 0.64 0.10 0.77 Apr 0.36 -0.79 0.50 0.22 0.24 0.38 0.05 1.80 Mei 0.50 1.39 0.50 0.20 0.23 0.34 0.06 0.20

Jun 0.54 1.60 0.55 0.23 0.28 0.32 0.07 0.11 Jul 0.93 2.02 0.51 0.13 0.39 0.36 0.34 1.74 Ags 0.39 0.91 0.71 0.16 0.01 0.70 1.72 -0.58

Sep -0.05 -1.07 0.39 0.20 0.83 0.44 0.89 -0.40 Okt -0.08 -1.06 0.40 0.09 0.25 0.29 0.16 0.02 Nov 0.21 0.33 0.47 0.15 -0.23 0.44 0.05 0.06

Des 0.96 3.20 0.50 0.40 0.09 0.24 0.06 0.45

2016

Jan 0.51 2.20 0.51 0.53 0.26 0.36 0.15 -1.11 Feb -0.09 -0.58 0.63 -0.45 0.64 0.26 0.06 -0.15

Mar 0.19 0.69 0.36 -0.07 0.55 0.30 0.03 -0.22 Apr -0.45 -0.94 0.35 -0.13 0.22 0.31 0.03 -1.60 Mei 0.24 0.30 0.58 0.02 0.44 0.27 0.03 0.21

Jun 0.66 1.62 0.58 0.15 0.70 0.34 0.03 0.63 Jul 0.69 1.12 0.54 0.24 0.44 0.37 0.51 1.22 Aug -0.02 -0.68 0.41 0.41 0.40 0.39 1.18 -1.02

Sep 0.22 -0.07 0.34 0.29 0.13 0.33 0.52 0.19 Catatan: 2010 – 2013 tahun dasar 2007; 2014 – 2015 tahun dasar 2012

(1) Bahan Makanan; (2) Makanan Olahan, Minuman, Tembakau; (3) Perumahan, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar; (4) Sandang; (5) Kesehatan; (6) Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga; (7) Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Sumber: BPS dan CEIC (2016) September 2016, inlasi tercatat sebesar 0,22 persen

secara m-t-m—berbalik dari delasi pada Agustus 2016

dan pada September 2015. Delasi kelompok bahan

makanan menurun signiikan dari 0,68 persen menjadi 0,07 persen, bukan lagi merupakan penyumbang inlasi terbesar dengan kontribusi inlasi sebatas 0,01 persen. Di sisi lain, kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami inlasi sebesar 0,29 persen dan memberikan andil inlasi sebesar 0,07 persen. Laju inlasi tertinggi dialami oleh kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, dan keuangan dengan kenaikan 1,21 pp.


(18)

2. Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia Membaik

Gambar 19 Jumlah Penduduk Bekerja dan Pengangguran di Indonesia, Februari 2011 – Agustus 2016

Tingkat pengangguran dan TPT menurun, TPAK meningkat

Sumber: BPS dan CEIC (2016)

Per Februari 2016, tingkat pengangguran menurun 0,54 persen dibandingkan Agustus 2016 (7,56 persen)

dan Februari 2015 (7,45 persen). Tingkat pengangguran

terbuka (TPT) juga menurun signiikan sebesar 0,68 persen walapun performa ekonomi di kuartal-I mengalami penurunan. Di sisi lain, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat signiikan dari 65,76 persen menjadi 68,06 persen. Ini sejalan dengan jumlah penduduk bekerja yang juga meningkat sekitar 6 juta orang (dari 114,82 juta jiwa ke 120,65 juta jiwa). Membaiknya kondisi ketenagakerjaan Indonesia di paruh awal tahun 2016 juga merupakan salah satu implikasi naiknya laju inlasi secara musiman di awal tahun. Ini merupakan suatu indikasi adanya pemulihan performa di pasar input, yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi kembali naik di kuartal-II 2016.

Gambar 20 Jumlah Pekerja Tidak Penuh, Agustus 2011 – Agustus 2016

Jumlah pekerja tidak penuh per Februari 2016 naik

Sumber: BPS dan CEIC (2016)

Tabel 4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2012

Penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor meningkat Lapangan Pekerjaan

Utama 2012

2013 2014 2015 2016

Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Pertanian 35.19 35.31 34.78 34.55 34.00 33.20 32.88 31.74

Pertambangan &

Penggalian 1.43 1.34 1.27 1.37 1.25 1.18 1.15 1.09 Industri Pengolahan 13.87 12.88 13.27 13.02 13.31 13.56 13.29 13.24

Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.22 0.22 0.22 0.26 0.25 0.26 0.25 0.33

Konstruksi 6.09 5.99 5.63 6.10 6.35 6.38 7.15 6.39

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 20.91 21.78 21.38 21.84 21.66 22.05 22.37 23.62 Pengangkutan dan

Komunikasi 4.49 4.55 4.52 4.51 4.46 4.30 4.45 4.30 Keuangan, Real Estat, dan

Jasa Keuangan 2.40 2.61 2.57 2.70 2.64 3.02 2.84 2.89 Jasa-Jasa 15.40 15.32 16.36 15.64 16.07 16.06 15.62 16.40

Total 100 100 100 100 100 100 100 100

*persen

Sumber: BPS dan CEIC (2016)

Jumlah pekerja tidak penuh Indonesia meningkat sekitar 2 juta orang per Februari 2016. Jumlah pekerja tidak penuh sampai dengan akhir Februari 2016 mencapai 36,3 juta jiwa, lebih tinggi dibandingkan pada Agustus 2015. Bila dibandingkan dengan Februari 2015 sekalipun, jumlah pekerja tidak penuh kali ini masih lebih tinggi. Hal ini cukup kontras dengan kondisi umum ketenagakerjaan yang tercatat membaik (seperti yang dimuat di Gambar 4). Salah satu penyebab yang mungkin adalah masih substansialnya sektor informal di perekonomian domestik yang banyak mempekerjakan tenaga kerja tidak penuh waktu.

Berdasarkan distribusinya, sektor pertanian masih menjadi sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling banyak per Februari 2016 dengan persentase tenaga kerja sebesar 31,74 persen. Penyerapan tenaga kerja terbesar kedua terjadi di lapangan usaha perdagangan dengan penyerapan 28,5 juta orang pekerja atau 23,62 persen. Kemudian diikuti oleh lapangan usaha jasa-jasa dengan 16,4 persen. Di urutan keempat, sektor industri pengolahan mampu menyerap hingga 13,24 persen dari total tenaga kerja Indonesia. Dari data pada Tabel 3, dapat terlihat pola transisi


(19)

E. NERACA PEMBAYARAN INDONESIA

Neraca Pembayaran Indonesia mengalami penambahan surplus

Gambar 21 Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal II-2013 – Kuartal II-2016

Neraca Pembayaran Indonesia mengalami peningkatan surplus

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal-II 2016 mengalami surplus setelah pada kuartal lalu

mengalami deisit. NPI mengalami surplus sebesar USD 2,2 miliar, nilai ini lebih tinggi 2448,74 persen q-t-q dan 5.087,14 persen y-t-y.

Neraca Tranksaksi Modal dan Finansial mengalami

kenaikan, disisi lain terjadi pengurangan deisit pada Neraca Tranksaksi Berjalan. Neraca Tranksaksi Modal dan Finansial pada kuartal-II 2016 bersaldo positif sebesar USD 9,5 miliar, nilai ini meningkat sebesar 61,62 persen q-t-q

dan 264,66 persen y-t-y. Kenaikan tajam pada investasi portofolio (meningkat 87,6 persen q-t-q) merupakan salah satu penyebab kenaikan neraca tranksaksi berjalan. Sementara itu Neraca Tranksaksi Berjalan pada kuartal-II 2016 deisit sebesar USD 4,68 miliar. Deisit ini mengecil dibandingkan dengan kuartal-I 2016 (sebesar 1,76 persen), akan tetapi deisit tersebut lebih tinggi 9,15 persen y-t-y. Kenaikan surplus necara perdagangan barang merupakan salah satu kontributor utama penurunan deisit neraca tranksaksi berjalan

Gambar 22 Neraca Transaksi Berjalan Kuartal II-2013 – Kuartal II-2016

Deisit Neraca Transaksi Berjalan Mengecil

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016) Deisit Neraca Jasa-Jasa di kuartal II-2016 mengalami

peningkatan dari USD 1,15 miliar menjadi USD 2,85

miliar. Deisit neraca jasa-jasa tersebut meningkat sebesar

74,1 persen q-t-q, namun mengalami pengurangan 9,87 y-t-y. Kenaikan deisit pada Neraca Transportasi

(meningkat 10,91 persen q-t-q) dan Neraca Telekomunikasi dan Teknologi (meningkat 42 persen q-t-q) merupakan salah satu penyebab utama peningkatan deisit ini.

Pendalaman Deisit Neraca Pendapatan Primer

meningkat sedangkan surplus Neraca Pendapatan

Sekunder menurun tipis. Deisit Neraca Pendapatan

Primer pada kuartal II-2016 bertambah sebesar 0,9 persen

q-t-q. Apabila dibandingkan dengan tahun 2015 pada

kuartal yang sama, maka deisi Neraca Pendapatan Primer bertambah 5,86 persen. Salah satu penyebab pendalaman deisit Neraca Pendapatan Primer adalah bertambahnya saldo Pembayaran Investasi pada pihak asing—baik untuk investasi langsung maupun investasi portofolio. Pada kuartal II-2016, saldo Pembayaran Investasi meningkat

sebesar 4,31 persen—dari USD 7,66 miliar menjadi USD 7,99 miliar q-t-q. Saldo lainnya yang memengaruhi pendalaman deisit Pendapatan Primer adalah Pembayaran Modal Ekuitas. Pada kuartal II-2016 deisit saldo Pembayaran Ekuitas bertambah sebesar 441,15 persen q-t-q. Adapun Neraca Pendapatan Sekunder menurun tipis 0,52 persen q-t-q. Salah satu saldo yang berkontribusi besar terhadap penurunan surplus Neraca Pendapatan Sekunder adalah Pembayaran Transfer Personal. Saldo Pembayaran Transfer Personal mengalami peningkatan sebesar 8,39 persen.

Surplus Neraca Perdagangan Barang kuartal II-2016 mengalami peningkatan. Adapun surplus Neraca Perdagangan

Barang pada kuartal II-2016 mengalami peningkatan sebesar USD 1 miliar atau meningkat sebesar 37,25 persen. Apabila dibandingkan secara y-t-y, maka terjadi penurunan surplus sebesar 9,87 persen. Meningkatnya surplus Neraca Nonmigas—meningkat sebesar 51,57 persen q-t-q—menjadi salah satu pendorong kenaikan surplus Neraca Perdagangan barang. Hal ini merupakan kabar baik, mengingat bahwa permintaan global untuk komoditas masih lemah namun Neraca Nonmigas Indonesia bersaldo positif. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa Neraca Migas mengalami kenaikan deisit sebesar USD 0,59 miliar (meningkat 69,72 persen q-t-q).


(20)

Gambar 23 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Kuartal II-2013 – Kuartal II-2016

Neraca Tranksaksi Modal dan Finansial mengalami lonjakan.

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016)

Neraca Investasi Portfolio mengalami lonjakan pada

kuartal II-2016. Adapun pada kuartal II-2016 Neraca

Investasi Portofolio berada pada USD 8,38 miliar, nilai ini melonjak sebesar 88,50 persen q-t-q. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan rencana pemberian tax-amnesty

merupakan beberapa alasan peningkatan Neraca Investasi Portofolio. Surat utang negara jangka panjang merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh para investor— saldo kepemilikan surat utang pemerintah jangka panjang meningkat dari USD 4,85 miliar menjadi USD 7,00 miliar atau meningkat sebesar 44,34 persen q-t-q. Saham-saham sektor swasta juga menjadi instrumen singgahnya dana-dana asing. Hal ini dapa terlihat dari peingkatan saldo Modal Ekuitas Swasta, yang meningkat sebesar 112,4 persen q-t-q.

Adapun Neraca Investasi Langsung mengalami

kenaikan sedangkan Deisit pada Neraca Investasi

Lainnya semakin bertambah pada kuartal II-2016.

Besarnya kenaikan surplus Neraca Investasi Langsung pada kuartal II-2016 adalah sebesar 11,60 persen q-t-q, atau meningkat dari USD 2,68 miliar menjadi USD 2,99 miliar. Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan kinerja baik dari sisi aset maupun sisi kewajiban. Dari sisi aset meningkatnya instrument utang menjadi salah satu penyebab meningkatnya surplus. Pada kuartal II-2016 kepemilikan instrument utang meningkat dari USD 0,29 menjadi USD 0,44 atau naik 51, 72 persen. Dari sisi kewjiban, salah satu penyebabnya adalah meningkatanya kepemilikan langsung asing di Indonesia dari USD 3,50 miliar pada kuartal I-2016 menjadi USD 5,51 miliar pada kuartal II-2016—atau meningkat sebesar 57,49 persen. Adapun pada kuartal II-2016 Neraca Investasi Lainnya mengalami deisit sebesar USD 3,93 miliar, jumlah ini meningkat 56,5 persen q-t-q—dan meningkat 47,03 persen 47,03 persen y-t-y. Pendalaman deisit ini disebabkan oleh

pembayaran tagihan atau pemberian pada sektor swasta—hal ini dapat dilihat pada deisitnya saldo Sektor Swasta pada sisi aset. Pada kuartal II-2016 terjadi penurunan sebesar 75.925 persen pada saldo Sektor Swasta pada sisi aset. Hal ini menandakan peningkatan outlow sektor swasta.


(21)

F. Indikator Krisis

1. Tekanan pada pasar valuta asing berkurang dikarenakan apresiasi nilai tukar rupiah dan meningkatnya cadangan devisa

Gambar 24 Indeks Tekanan Pasar Valuta Asing, September 2000 – September 2016 (skala 0-100)

Tekanan di pasar valuta asing menurun pada September 2016

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC (2016), diolah Exchange Market Pressure Index merupakan indikator

yang menggambarkan kondisi terkini tekanan pada

pasar valuta asing (valas). Indeks ini disusun dari

komposit tiga variabel yaitu nilai tukar rupiah terhadap USD, cadangan devisa, dan suku bunga JIBOR. Semua data dalam frekuensi bulanan dan telah dinormalisasi menggunakan metode yang diterapkan oleh Kaminsky, Lizondo, dan Reinhart (1998,1999). Nilai indeks berada pada rentang skala 0 – 100, semakin mendekati 100 semakin besar tekanan yang diterima oleh pasar valas. Adapun sebaliknya semakin mendekati 0, maka semakin kecil tekanan yang diterima oleh pasar valas.

Terjadi penurunan tekanan pada pasar uang pada

September 2016. Hal ini dapat dilihat melalui nilai EMPI

yang berada pada 31,74 poin pada September 2016. Nilai ini lebih rendah 0,67 poin dibandingkan Agustus 2016, nilai EMPI ini juga lebih rendah 3.2 poin dibandingkan kuartal lalu (Juni 2016). EMPI pada September 2016 berada sangat jauh dari ambang batas pertama, yaitu 63,74 poin, hal ini menandakan bahwa pasar valas tidak berada dalam kondisi tertekan. Penurunan tekanan ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah peningkatan cadangan devisa Indonesia—yang meningkat sebesar US$ 2,13 miliar atau meningkat sebesar 1,88 persen m-t-m—pada September 2016. Selain itu apresiasi nilai tukar rupiah juga turut ambil andil dalam penurunan nilai EMPI. Pada September lalu nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah berada pada Rp12.998/US$ atau terapresiasi sebesar 2,27 persen m-t-m.


(22)

2. Tekanan di Sektor Perbankan Meningkat

Gambar 25 Indeks Tekanan Perbankan EMPI, 2013 – 2016

BPI Formula EMPI dan BPI Formula FSI sama-sama meningkat

Sumber: BI dan CEIC (2016)

Gambar 26 Indeks Tekanan Perbankan Formula FSI, 2013 – 2016

Sumber: BI dan CEIC (2016)

Banking Pressure Index (BPI) adalah indikator yang menunjukkan tekanan yang terjadi di sektor perbankan.

BPI dihitung dengan memperhitungkan tiga indikator di sektor perbankan, yakni Capital Adequacy Ratio (CAR),

Nonperforming Loan (NPL), dan Liquidity Assets Ratio (LAR). Seluruh data yang digunakan memiliki frekuensi bulanan dan diolah dengan menggunakan dua macam formula, yaitu formula yang mengacu pada perhitungan Exchange Market Pressure Index (EMPI) dan formula yang mengacu pada perhitungan Financial Stability Index (FSI). Nilai indeks berada pada rentang 0 – 100, yang berarti bahwa semakin dekat nilai indeks ke angka 0 semakin besar tekanan yang terjadi di sektor perbankan, vice versa.

Per Agustus 2016, BPI Formula EMPI dan BPI Formula FSI masing-masing meningkat ke level 33,28 dan 82,83

(ditunjukkan dengan semakin dekatnya nilai indeks terhadap garis kritis pertama). Naiknya BPI formula EMPI dan BPI Formula FSI mengindikasikan bertambahnya risiko di sektor perbankan Indonesia. Bertambahnya risiko disebabkan oleh melemahnya struktur aset badan usaha perbankan yang ditunjukkan oleh turunnya rasio modal lancar (LAR) yang tercatat mengalami penurunan. Bertambah besarnya rasio kredit macet (NPL) sebanyak 4,3 percentage point selama periode Juli-Agustus 2016 mengindikasikan turunnya solvabilitas dan risk of credit di sektor ini.


(23)

G. PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL DAN PASAR KOMODITAS

1. Pertumbuhan Ekonomi baik negara maju dan berkembang mengalami peningkatan

Tabel 5 Pertumbuhan Ekonomi Riil Kuartal I-2015 – Kuartal II-2016 (% y-o-y)

Beberapa negara berkembang berhasil keluar dari resesi, pertumbuhan negara maju relatif stabil

Kawasan

2015 2016

Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV Kuartal I Kuartal II PerubahanArah

Negara Maju

Amerika Serikat 3.31 2.98 2.24 1.88 1.57 1.28

Uni Eropa 2.10 2.17 2.12 2.13 1.85 1.85

Jepang -0.94 0.69 1.82 0.83 0.14 0.80

Britania Raya 2.85 2.42 1.90 1.73 1.90 2.07

Emerging Market

Tiongkok 7.00 7.00 6.90 6.80 6.70 6.70

India 6.71 7.47 7.58 7.24 7.95 7.09

Brasil -2.12 -2.94 -4.46 -5.92 -5.41 -3.76

Rusia -2.80 -4.50 -3.70 -3.80 -1.20 -0.60

Afrika Selatan 0.50 -0.50 0.10 0.10 -0.30 0.80

Indonesia 4.73 4.66 4.74 5.04 4.91 5.18

Catatan: Kawasan Uni Eropa mencakup 28 negara yaitu Belanda, Belgia, Italia, Jerman, Luksemburg, Perancis, Britania Raya, Denmark, Irlandia, Yunani, Portugal, Spanyol, Austria, Finlandia, Swedia, Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lituania, Malta, Polandia, Siprus, Slovenia, Slowakia, Bulgaria, Rumania, Kroasia.

Sumber: CEIC Generate (2016) Pertumbuhan negara-negara maju bervariasi, namun

ada kecenderungan mengalami peningkatan. Jepang

dan Britania Raya (BR) mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi pada kuartal II-2016. Jepang dan BR tumbuh masing-masing sebesar 0,80 persen (lebih tinggi 0,66 pp

dibandingkan kuartal lalu) dan 2,07 persen (lebih tinggi 0,17

pp dibandingkan kuartal sebelumnya). Adapun Uni Eropa (UE) stagnan pada level 1,85 persen pada kuartal II-2016. Tingkat pertumbuhan UE pada kuartal I dan II tahun 2016 ini merupakan tingkat pertumbuhan paling rendah selama periode amatan. Amerika Serikat (AS), yang merupakan raksasa dunia tumbuh lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada kuartal II-2016 AS tumbuh 1,28 persen, lebih rendah 0,29 persen dibandingkan kuartal lalu. Selain itu pertumbuhan AS pada kuartal II-2016 merupakan pertumbuhan terendah selama periode amatan. Pelemahan pada pengeluaran swasta (corporate spending) menjadi salah satu alasan perlambatan perekonomian AS.

Negara-negara berkembang tumbuh lebih cepat pada kuartal II-2016. Brasil, Rusia dan Afrika Selatan (Afsel) pada

kuartal II-2016 menunjukkan pergerakan keluar dari resesi. Brasil walaupun masih menunjukkan pertumbuhan negatif, namun berhasil tumbuh 1,65 persen lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2016. Negara lainnya yang menunjukkan perbaikan pertumbuhan adalah Rusia. Pada kuartal II-2016 Rusia mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 0,6 persen, nilai ini lebih tinggi 0,6 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Afsel merupakan salah satu negara berkembang yang menunjukkan pemulihan dari resesi. Afsel tumbuh sebesar 0,8 persen pada kuartal II-2016, setelah pada kuartal sebelumnya mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 0.3 persen. Adapun dua raksasa Asia yaitu India dan Tiongkok memiliki tingkat pertumbuhan yang kurang memuaskan. India pada kuartal II-2016 tumbuh sebesar 7,09, apabila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya maka pertumbuhan ini lebih rendah 0,89 pp. Sedangkan Tiongkok stagnan pada level 6,7 persen. Lemahnya pertumbuhan dua raksasa Asia ini dikhawatirkan akan membuat trend pelemahan harga komoditas berlanjut.

Gambar 27 Indeks Komoditas, 2013 – 2016

Indeks-indeks harga komoditas masih belum menunjukkan

peningkatan signiikan pada harga komoditas.

Sumber: Bank Dunia (2015)

Belum adanya kenaikan berarti pada harga-harga

komoditas. Beberapa indeks komoditas memang

mengalami peningkatan, seperti Indeks Harga Komoditas Logam (Commodity Metal Price Index)—meningkat 4,86

q-t-q namun menurun 2,12 m-t-m— dan Indeks Harga

Minyak mentah yang mengalami peningkatan secara

m-t-m sebesar 0,46, akan tetapi mengalami pertumbuhan negative secara q-t-q sebesar 5,78 persen. Walaupun mengalami kenaikan, namun harga-harga komoditas diatas masih tergolong rendah dan belum mampu menyamai harga pada periode awal observasi.

Adapun Indeks Harga Komoditas secara keseluruhan (Commodity Price Index) masih berada pada level yang

rendah. Pada September lalu, Indeks Harga Komoditas

berada pada level 102,16 poin, nilai ini lebih rendah baik secara m-t-m maupun secara q-t-q, masing-masing sebesar 0,37 dan 8,93. Hal ini membuktikan bahwa harga-harga komoditas secara keseluruhan memang belum berhasil untuk merangkak naik. Stagnasi pada perekonomian Tiongkok dan India masih merupakan faktor utama lemahnya harga-harga komoditas.


(24)

H. Gama Leading Economic Indicator (GAMA LEI)

Siklus perekonomian menunjukkan tanda-tanda penurunan setelah faktor musiman pendorong pertumbuhan

periode sebelumnya berkurang.

Gambar 28 GAMA Leading Economic Indicator

GAMA LEI menunjukkan kecenderungan penurunan siklus ekonomi Indonesia

Sumber: Estimasi Tim Mandiri Macroeconomic Dashboard (2016)

GAMA Leading Economic Indicator merupakan

model early warning system untuk memprediksi

arah pergerakan ekonomi satu kuartal ke depan. Tim

Mandiri Macroeconomic Dashboard mengembangkan indeks komposit GAMA LEI untuk memprediksi arah pergerakan siklus ekonomi Indonesia satu kuartal ke depan. Pergerakan siklus perekonomian Indonesia yang didekati menggunakan siklus PDB diprediksi menggunakan titik balik serta kenaikan/penurunan indeks GAMA LEI. Model GAMA LEI telah berhasil secara akurat memprediksi arah pergerakan ekonomi Indonesia dengan persentase keberhasilan 80 persen sejak kuartal IV tahun 2012.

GAMA LEI dihasilkan dengan mengurai komponen penyusun data runtun waktu variabel makro sehingga dihasilkan komponen siklus yang dapat digunakan untuk memprediksikan arah pergerakan ekonomi satu

kuartal ke depan. Variabel makro seperti penjualan mobil,

konsumsi semen, produksi komoditas perkebunan, dan jumlah wisatawan yang datang, serta variabel pasar modal seperti kapitalisasi pasar, indeks harga saham BEI, indeks komposit NYSE, dan indeks komposit SZSE menjadi beberapa variabel kandidat penyusun indeks GAMA LEI karena memiliki pengaruh yang cukup signiikan pada kondisi perekonomian Indonesia. Pada akhirnya, indikator-indikator tersebut menyusun indeks komposit GAMA LEI setelah melalui uji statistik yang ketat. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa beberapa indikator ekonomi makro lainnya dapat berubah dengan cepat dalam beberapa waktu ke depan.

Hasil prediksi GAMA LEI pada edisi ini menghasilkan adanya kecenderungan penurunan siklus perekonomian

(PDB) Indonesia. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, GAMA LEI pada kuartal III tahun 2016 menunjukkan titik

balik siklus perekonomian dari kenaikan menuju penurunan. Titik balik tersebut memprediksi kecenderungan penurunan siklus perekonomian setelah mengalami kenaikan pada kuartal II 2016. Akan tetapi, kecenderungan penurunan siklus tersebut masih tergolong sebagai kondisi yang baik karena titik balik dan penurunan indeks GAMA LEI masih berada dalam rentang nilai di atas 100 poin. Titik balik tersebut disebabkan penurunan siklus indikator penyusun GAMA LEI yaitu (1) penjualan biji kelapa sawit, (2) penjualan minyak kelapa sawit, dan (3) Indeks Harga Saham Gabungan. Sebaliknya, silkus indikator penyusun indeks GAMA LEI lainnya yaitu (1) realisasi investasi, (2) real efective exchange rate, (3) Indeks harga saham bursa Singapura, dan (4) indeks harga saham bursa Tiongkok masih menunjukkan angka positif, sehingga siklus perekonomian pada kuartal III 2016 diprediksikan hanya akan menurun tipis.

Prediksi penurunan laju pertumbuhan ekonomi ini diakibatkan karena ketidakpastian kondisi perekonomian global, berkurangnya faktor pendorong pertumbuhan musiman, serta lemahnya kinerja ekspor. Menyusul berbagai peristiwa global yang tidak diantisipasi seperti Brexit membuat investor dan pelaku dunia usaha semakin ragu-ragu dan antisipatif dalam mengambil keputusan investasi. Faktor musiman seperti masa panen yang telah mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 diprediksi tidak akan muncul pada kuartal III 2016. Selain itu, kinerja ekspor yang lemah sejak akhir 2014 diprediksi akan terus berlajut seiring dengan lesunya perekonomian global dan ketidakpastian yang semakin meningkat.


(25)

I. Isu Terkini

Kasus Deutsche Bank dan Risiko Spillover Sistem Keuangan

Saiful Alim Rosyadi

Sebuah permasalahan tengah dihadapi oleh salah satu bank investasi terbesar di dunia, Deutsche Bank. Pada 16 September 2016, Department of Justice Amerika Serikat meminta penalti sebesar US$ 14 milyar atas Deutsche Bank untuk menyelesaikan kasus kesalahan penjualan subprime mortgage. Kesalahan penjualan tersebut terjadi sebelum krisis global 2008 pada saat harga perumahan Amerika Serikat mengalami bubble. Publik merespon dengan peningkatan kewaspadaan, tidak terkecuali publik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa interkoneksi keuangan global telah meningkat, mengingatkan kita untuk lebih waspada terhadap kondisi perekonomian global.

Tuntutan Department of Justice Amerika Serikat atas kasus kesalahan penjualan aset subprimemortgage tidak hanya dialami oleh Deutsche Bank. Sebelumnya, bank investasi raksasa Amerika Serikat JP Morgan Chase, Bank of America, Citigroup, dan Goldman Sachs telah menyelesaikan tuntutan atas kasus yang sama dengan Department of Justice

Amerika Serikat. Denda yang dibayarkan oleh bank-bank tersebut akhirnya berhasil dinegosiasi menjadi lebih sedikit, seperti Citigroup yang hanya membayar denda US$7 miliar atas tuntutan awal US$ 12 miliar. Deutsche Bank menyatakan akan berusaha menegosiasi angka penalti tersebut hingga hanya menjadi US$ 5,4 miliar. Hingga saat ini, usaha untuk menegosiasi besaran pinalti yang diminta Department of Justice belum membuahkan hasil.

Pasar Merespons dengan Kekhawatiran

Pasar merespons tuntutan tersebut secara negatif, terbukti dari merosotnya saham Deutsche Bank pada hari Selasa (20/9). Saham Deutsche Bank termasuk dalam kategori saham blue chip yang menjadi andalan para investor karena likuiditasnya yang tinggi dan dikeluarkan oleh perusahaan yang terbukti sangat kredibel. Selain mengalami penurunan harga saham, harga credit-default swap atas obligasi Deutsche Bank mengalami peningkatan sebanyak 37 basis poin menjadi 536 basis poin, nilai tertinggi sejak 2007. Peningkatan ini menunjukkan naiknya persepsi resiko atas obligasi Deutsche Bank.

Meningkatnya kekhawatiran pasar atas kondisi Deutsche Bank bukan tidak beralasan. Pelaku pasar menganggap pinalti sebesar US$ 14 miliar tersebut dapat mendestabilisasi bank dan mengundang krisis inansial baru. IMF sebelumnya melaporkan bahwa Deutsche Bank memiliki potensi resiko sistemik global karena interkonektivitasnya yang tinggi. Ia digolongkan oleh IMF ke dalam kelompok G-SIBs (Globally Systematically Important Banks) dan menempati urutan pertama di atas HSBC dan Credit Suisse.

Resiko Contagion Diperkirakan Tidak akan Sampai Indonesia

Bursa Efek Indonesia menyatakan (31/10) bahwa kejadian ini tidak akan menyebar ke Indonesia. Mereka berpendapat bahwa dampaknya hanya akan terasa pada negara-negara di mana head oice Deutsche Bank berada. Sebaliknya, OJK melaporkan bahwa Deutsche Bank memiliki pengaruh cukup besar di Indonesia karena ia menguasai 42 persen kelolaan kustodian di Indonesia. Deutsche Bank juga memiliki 24,5 persen total kapitalisasi saham di Bursa Efek Indonesia.

Perwakilan Deutsche Bank Indonesia menyatakan bahwa isu kebangkrutan Deutsche Bank tidak benar. Kondisi keuangan Deutsche Bank Indonesia masih tergolong baik, terbukti dari laporan keuangan Kuartal III nya yang menunjukkan net revenue 7,5 miliar euro dan net income 270 juta euro.

Pelajaran Apa yang Dapat Diambil?

Kasus Deutshe Bank ini menunjukkan bahwa kewaspadaan publik atas kesehatan institusi keuangan global semakin meningkat pasca krisis keuangan global 2008. Publik merespon berita permintaan penalti kepada Deutsche Bank dari

Department of Justice dengan kehawatiran bahwa bank tersebut akan menjadi too big to fail dan mengakibatkan krisis keuangan. Tidak dapat dipungkiri, lembaga keuangan dan sektor perbankan merupakan bagian dari perekonomian yang paling rentan terkena krisis. Kerentanan ini salah satunya disebabkan oleh konsep fundamental perbankan yaitu liquidity mismatch, aset tidak likuidnya ditopang oleh sekumpulan kewajiban yang sangat likuid. Sebuah shock pada persediaan kewajibannya dapat mempengaruhi kesehatan aset perbankan.

Selain itu, kerentanan juga disebabkan oleh pasar inansial yang semakin terinterkoneksi, baik melalui transaksi maupun respon emosional publik yang mengalami panik dan euforia (Financial Times, 2016). Espinosa-Vega dan Sole (2010), yang mengembangkan model interkoneksi keuangan dengan pendekatan network analysis, membuktikan bahwa perbankan Eropa dan Amerika Serikat saling berkaitan erat. Kerangka network analysis tersebut digunakan dalam simulasi stress testing perbankan Jerman oleh IMF (2016) untuk mengetahui resiko sistemiknya. IMF menemukan bahwa perbankan Jerman memiliki risiko outward spillover yang lebih besar dibandingkan inward spillover (lihat Gambar 1). Artinya, Jerman memiliki kecenderungan untuk menjadi negara “penyebar” risiko capital loss dalam krisis perbankan


(26)

dibandingkan “penerima” risiko tersebut. Krisis perbankan Jerman mudah untuk menyebar ke negara-negara lainnya seperti Perancis, Inggris, dan Amerika.

Di tengah-tengah interkoneksi perbankan global terdapat Deutsche Bank yang memiliki net kontribusi terhadap resiko sistemik paling besar. Ia menjadi sumber atas efek spillover keluar dalam estimasi network analysis. Hasil simulasi IMF juga menunjukkan bahwa bank-bank Eropa dan Amerika seperti HSBC, Credit Suisse, dan JP Morgan memiliki potensi untuk berkontribusi positif terhadap risiko sistemik global. Sebaliknya, bank-bank Asia seperti Bank of China, Mizuho, dan Sumitomo cenderung menjadi net penerima dampak sistemik. (lihat Gambar 2)

Perluasan interkoneksi keuangan global memaksa kita untuk lebih “melebarkan pandangan” atas kondisi perekonomian luar negeri. Sudah bukan saatnya lagi pengamatan kita terkotak-kotak antara Eurozone, Amerika, Asia, dan ASEAN karena batas-batas tersebut semakin kabur.

Gambar 1: Efek spillover keluar dan masuk pada perbankan Jerman

Sumber: International Monetary Fund (2016)


(27)

Isu Terkini

REFERENSI

Cheng, Evelyn. 2016. “How US Regulators May Be Creating Panic around Deutsche Bank.” CNBC Market Insider. http:// www.cnbc.com/2016/09/30/how-us-regulators-may-be-creating-a-panic-around-deutsche-bank.html.

Espinosa-Vega, Marco A., dan Juan Solé. 2010. “Cross-Border Financial Surveillance: A Network Perspective.” IMF

Working Paper WP/105. doi:10.1108/17576381111152191.

International Monetary Fund. 2016. “Stress Testing the Banking and Insurance Sectors-Technical Note.”

Linsell, Katie, dan Tom Beardsworth. 2016. “Deutsche Bank Junior Debt Swaps Jump to Record CMA Prices Show.”

Bloomberg.

http://www.bloomberg.com/news/articles/2016-09-27/deutsche-bank-junior-debt-swaps-jump-to-record-cma-prices-show.

Reuters. 2016. “IMF Says Deutsche Bank’s Global Links Make It Biggest Potential Risk.” CNBC News. http://www.cnbc. com/2016/06/30/reuters-america-imf-says-deutsche-banks-global-links-make-it-biggest-potential-risk.html. Reuters. 2016. “Deutsche Bank Says DoJ Wants It to Pay $14 Billion to Settle Mortgages Case.” Fortune. http://fortune.

com/2016/09/16/deutsche-bank-doj-mortgages-case/.

Sukmana, Yoga. 2016. “Deutsche Bank Tepis Isu Bangkrut Dan Gagal Bayar Utang 425 Miliar Dolar AS.” KOMPAS.com Ekonomi. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/03/203336426/deutsche.bank.tepis.isu.bangkrut.dan. gagal.bayar.utang.425.miliar.dollar.as.

Suryowati, Estu. 2016. “BEI Yakin Bursa Tak Akan Terkena Dampak Deutsche Bank.” Kompas.com Ekonomi. http:// bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/10/31/140033426/bei.yakin.bursa.tak.akan.terkena.dampak.deutsche. bank.

Wolf, Martin. 2016. “Deutsche Bank Ofers a Tough Lesson in Risk.” Financial Times. https://www.ft.com/ content/56be629e-896e-11e6-8aa5-f79f5696c731.


(28)

Donald Trump adalah sebuah faktor risiko. Kalau Anda melihat bagaimana dia berkampanye dengan pendapat-pendapat ekstrim di luar nalar sehat yang berani, nekat, dan bahkan menantang kemapanan, maka Donald adalah sebuah cerita risiko.

Cerita risiko inilah yang diangkat dalam IERO edisi kali ini, sejalan dengan ekspektasi--terutama di emerging economy--yang penuh VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) yang skalanya akan semakin tinggi disebabkan salah satunya oleh faktor Donald.

Masihkah Anda ingat isu paper tantrum? Reaksi pasar memindahkan dana dari emerging economy ke Amerika Serikat dulu telah menjatuhkan banyak sekali harga mata uang domestik negara berkembang. Dan, ekspektasi terhadap kebijakan Donald, kalau tidak bisa dicegah, akan menuju ke arah itu.

Menilai rencana Donald untuk memangkas pajak dalam revisi proposal pajaknya, yang secara signiikan minimal ada lima, yaitu: (1) mengurangi tarif pajak marjinal, (2) meningkatkan jumlah pemotongan pajak standar, (3) mencabut pembebasan pajak pribadi, (4) mengenakan capping pemotongan pajak secara terperinci, dan (5) memberi kesempatan kepada bisnis untuk memilih beban investasi baru dan tidak mengurangi beban bunga.

Proposal Donald ini akan memotong pajak pada semua tingkat pendapatan, meskipun manfaat terbesar akan diterima oleh rumah tangga dengan pendapatan tertinggi. Diperkirakan, pendapatan Amerika akan turun $ 6,2 triliun selama dekade pertama. Termasuk faktor-faktor tersebut, utang federal akan naik setidaknya $7 triliun selama dekade pertama dan setidaknya akan menjadi $20,7 triliun sampai pada tahun 2036.

Sumber: forefectivegov.org

Dengan turunnya pendapatan Amerika, ditambah dengan rencana pengeluaran yang membesar di bidang infratruktur, diperkirakan rencana Donald akan membengkakkan deisit anggaran untuk mendongkrak produktivitas ekonomi. Alhasil, mau tidak mau deisit ini akan dibayar dengan obligasi dengan kupon yang tinggi agar menarik investor. Inilah muasal

paper tantrum yang diduga akan kembali hadir.

DONALD TRUMP DAN RISIKO


(29)

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Karena itulah, di dalam negeri, kebijakan Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang memangkas beban pajak domestik, seperti menemukan tambahan justiikasi. Deisit APBN Indonesia yang semakin besar tentu bukan pilihan yang menguntungkan bagi mata uang Rupiah. Maka, seandainya skenario Trump benar terjadi, maka minimal dampak kebijakan Trump kepada perekonomian Indonesia, mengecil.

Selain risiko di atas, risiko yang jauh lebih besar juga menghadang. Risiko itu adalah risiko yang akan dihadapi oleh

The Fed, dan kembalinya ke standar emas!

John Allison, seorang kandidat kuat pilihan Donald yang akan menduduki Treasury Secretary (Menteri Keuangan) Amerika, mantan CEO Winston-Salem, NC-based bank BB&T dan juga mantan think-tank Cato Institute, memberi hint, bahwa dia akan menerapkan kembali standar emas terhadap exchange rate system, saat Janet Yellen, chairman The Fed

mengakhiri jabatannya di tahun 2018.

Isu kebijakan ini ditingkahi dengan pendapat berikutnya, yang tentu akan menimbulkan semacam "roller-coaster"

di pasar inansial, yaitu rencana abolishing (membubarkan) The Fed. Respon John Allison searah terhadap kampanye saat pencalonan Trump sebagai Presiden Amerika, saat Trump menyebut-nyebut ide mengenai terlalu independent-nya The Fed secara politis.

Pada saat menjabat sebagai Direktur Cato Institute, Allison mempublikasikan beberapa tulisan mengenai obsolete

(usangnya) sistem The Fed, dan mengindikasikan pembubaran, terutama karena The Fed dianggap sebagai penghambat kekuatan para bilyuner beserta kroninya yang akan mengembangkan perbankan global.

Bahkan di tahun 2014, Allison sempat menuliskan sebab utama volatilitas di pasar inansial adalah karena adanya The Fed. Allison menuliskan ide itu di Cato Journal.

Secara demikian, jika rencana dan pandangan-pandangan tersebut kemudian benar-benar diimplementasikan, maka Indonesia extra hati-hati dan berjaga-jaga dengan sangat ketat untuk menghindari jebakan-jebakan di pasar inansial yang tentu saja menjadi lebih serba bergejolak dan serba tidak pasti.

Akhirnya, seperti yang disampaikan oleh seorang Professor dari Harvard University dalam Harvard Business Review,

Nate Bennett, yang mengatakan bahwa, dalam dunia yang semakin cepat berubah ini, maka VUCA adalah tantangan yang tiada pernah berakhir. Dan kali ini, tantangannya berasal dari risiko kebijakan calon Presiden Amerika, Trump, beserta kroninya yang idiosinkratik, Allison, yang akan membubarkan The Fed dan mengembalikan sistem standar emas. What a VUCA. What a challenge!


(30)

J. ECONOMIC OUTLOOK

Sejauh ini, tahun 2016 selalu memberikan kejutan-kejutan baru. Salah satu kejutan tersebut adalah terpilihanya Donald J. Trump sebagai Presiden AS, negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Terpilihnya Trump sebagai orang nomor satu AS tentu membawa dampak bagi perekonomian AS dan dunia. Kebijakan perdagangan yang protektif, pemotongan pajak besar-besaran serta pengeluaran pemerintah federal yang agresif merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang didengungkan Trump selama masa kampanye. Kebijakan-kebijakan ini dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perekonomian dunia. Sebagai contoh, kebijakan proteksi perdagangan Trump dikhawatirkan akan memicu perang tarif (trade war) antara AS dan Tiongkok. Apabila hal ini terealisasi maka penduduk AS akan kehilangan 4,8 juta pekerjaan dari sektor swasta1. Bukan hanya AS

Adapun ancaman eksternal lainnya datang dari Deutsche Bank (DB), salah satu bank investasi terbesar di dunia. Setelah dinyatakan bersalah karena menjual aset sub-prima (subprime), DB didenda sebesar US$ 14 miliar—hal ini diperparah dengan penolakan pemerintah Jerman untuk menalangi penalty tersebut. Hal ini dikhawatirkan akan membuat DB mengalami kesulitan ekuitas yang selanjutnya akan membawa efek domino bagi perekonomian global.

Pada kuartal II-2016 pertumbuhan ekonomi meningkat relatif terhadap kuartal I-2016. Adanya faktor musiman seperti panen raya dan peningkatan konsumsi karena adanya hari raya Idul Fitri menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2016 juga diikuti oleh kenaikan inlasi, yang masih berada dalam batas wajar.

Kabar baik datang dari statistik tenaga kerja. Persentase pengangguran pada Februari 2016 sebesar 7,02 persen, jumlah ini lebih kecil 0,43 secara y-o-y. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa hampir sepertiga dari penduduk yang bekerja tergolong sebagai pekerja tidak penuh, hal ini mengindikasikan masih rentannya kondisi tenaga kerja di Indonesia. Di sisi lain, kepercayaan dan keyakinan konsumen turun per September 2016 (ditunjukkan dengan turunnya Indeks Kepercayaan Konsumen dan Indeks Keyakinan Konsumen) hal ini juga diikuti oleh turunnya Indeks Ekspektasi Konsumen. Hal ini merupakan indikator, ada sinyalemen bahwa keyakinan konsumen, baik terhadap masa kini dan masa depan mengalami penurunan.

Dari sektor eksternal, ekspor dan impor masih mencatat pertumbuhan negatif, dengan kondisi ekspor lebih rendah dibandingkan impor. Apabila hal ini juga diikuti oleh deisit anggaran pemerintah yang melebar maka hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kerentanan bagi perekonomian Indonesia. Kabar baiknya adalah investasi asing dan portofolio asing mengalami peningkatan dan mampu menutupi deisit neraca tranksaksi berjalan.


(31)

(32)

MACROECONOMIC DASHBOARD

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pertamina Tower Lt. 4 Ruang 4.4

Jl. Humaniora No.1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Telp: +62 274 548 517 ext 373

Fax: +62 274 551 208

Email: iero@email.macroeconomicdashboard.com

Website: www.macroeconomicdashboard.com

INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK

TIM MACROECONOMIC DASHBOARD

Geraldo Sihotang

Research Assistant & Web Admin geraldotang@gmail.com

+62 274 548 517 ext 373 Saiful Alim Rosyadi Research Assistant syaifulalimr@live.com +62 274 548 517 ext 373 M. Edhie Purnawan

Head of Researcher edhiepurnawan@ugm.ac.id +62 274 548 517 ext 373 Prabaning Tyas Research Assistant prabaningtyas@outlook.com +62 274 548 517 ext 373 Aswanudin Hamid Layout

aswanudin.hamid@gmail.com +62 274 548 517 ext 373


(1)

Isu Terkini

REFERENSI

Cheng, Evelyn. 2016. “How US Regulators May Be Creating Panic around Deutsche Bank.” CNBC Market Insider. http:// www.cnbc.com/2016/09/30/how-us-regulators-may-be-creating-a-panic-around-deutsche-bank.html.

Espinosa-Vega, Marco A., dan Juan Solé. 2010. “Cross-Border Financial Surveillance: A Network Perspective.” IMF Working Paper WP/105. doi:10.1108/17576381111152191.

International Monetary Fund. 2016. “Stress Testing the Banking and Insurance Sectors-Technical Note.”

Linsell, Katie, dan Tom Beardsworth. 2016. “Deutsche Bank Junior Debt Swaps Jump to Record CMA Prices Show.”

Bloomberg. http://www.bloomberg.com/news/articles/2016-09-27/deutsche-bank-junior-debt-swaps-jump-to-record-cma-prices-show.

Reuters. 2016. “IMF Says Deutsche Bank’s Global Links Make It Biggest Potential Risk.” CNBC News. http://www.cnbc. com/2016/06/30/reuters-america-imf-says-deutsche-banks-global-links-make-it-biggest-potential-risk.html. Reuters. 2016. “Deutsche Bank Says DoJ Wants It to Pay $14 Billion to Settle Mortgages Case.” Fortune. http://fortune.

com/2016/09/16/deutsche-bank-doj-mortgages-case/.

Sukmana, Yoga. 2016. “Deutsche Bank Tepis Isu Bangkrut Dan Gagal Bayar Utang 425 Miliar Dolar AS.” KOMPAS.com Ekonomi. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/03/203336426/deutsche.bank.tepis.isu.bangkrut.dan. gagal.bayar.utang.425.miliar.dollar.as.

Suryowati, Estu. 2016. “BEI Yakin Bursa Tak Akan Terkena Dampak Deutsche Bank.” Kompas.com Ekonomi. http:// bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/10/31/140033426/bei.yakin.bursa.tak.akan.terkena.dampak.deutsche. bank.

Wolf, Martin. 2016. “Deutsche Bank Ofers a Tough Lesson in Risk.” Financial Times. https://www.ft.com/ content/56be629e-896e-11e6-8aa5-f79f5696c731.


(2)

Indonesian Economic Review and Outlook 24

Donald Trump adalah sebuah faktor risiko. Kalau Anda melihat bagaimana dia berkampanye dengan pendapat-pendapat ekstrim di luar nalar sehat yang berani, nekat, dan bahkan menantang kemapanan, maka Donald adalah sebuah cerita risiko.

Cerita risiko inilah yang diangkat dalam IERO edisi kali ini, sejalan dengan ekspektasi--terutama di emerging economy--yang penuh VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) yang skalanya akan semakin tinggi disebabkan salah satunya oleh faktor Donald.

Masihkah Anda ingat isu paper tantrum? Reaksi pasar memindahkan dana dari emerging economy ke Amerika Serikat dulu telah menjatuhkan banyak sekali harga mata uang domestik negara berkembang. Dan, ekspektasi terhadap kebijakan Donald, kalau tidak bisa dicegah, akan menuju ke arah itu.

Menilai rencana Donald untuk memangkas pajak dalam revisi proposal pajaknya, yang secara signiikan minimal

ada lima, yaitu: (1) mengurangi tarif pajak marjinal, (2) meningkatkan jumlah pemotongan pajak standar, (3) mencabut pembebasan pajak pribadi, (4) mengenakan capping pemotongan pajak secara terperinci, dan (5) memberi kesempatan kepada bisnis untuk memilih beban investasi baru dan tidak mengurangi beban bunga.

Proposal Donald ini akan memotong pajak pada semua tingkat pendapatan, meskipun manfaat terbesar akan diterima oleh rumah tangga dengan pendapatan tertinggi. Diperkirakan, pendapatan Amerika akan turun $ 6,2 triliun selama dekade pertama. Termasuk faktor-faktor tersebut, utang federal akan naik setidaknya $7 triliun selama dekade pertama dan setidaknya akan menjadi $20,7 triliun sampai pada tahun 2036.

Sumber: forefectivegov.org

Dengan turunnya pendapatan Amerika, ditambah dengan rencana pengeluaran yang membesar di bidang infratruktur,

diperkirakan rencana Donald akan membengkakkan deisit anggaran untuk mendongkrak produktivitas ekonomi. Alhasil, mau tidak mau deisit ini akan dibayar dengan obligasi dengan kupon yang tinggi agar menarik investor. Inilah muasal paper tantrum yang diduga akan kembali hadir.

Sumber: conservativeview.org

DONALD TRUMP DAN RISIKO


(3)

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Karena itulah, di dalam negeri, kebijakan Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang memangkas beban pajak domestik, seperti

menemukan tambahan justiikasi. Deisit APBN Indonesia yang semakin besar tentu bukan pilihan yang menguntungkan

bagi mata uang Rupiah. Maka, seandainya skenario Trump benar terjadi, maka minimal dampak kebijakan Trump kepada perekonomian Indonesia, mengecil.

Selain risiko di atas, risiko yang jauh lebih besar juga menghadang. Risiko itu adalah risiko yang akan dihadapi oleh

The Fed, dan kembalinya ke standar emas!

John Allison, seorang kandidat kuat pilihan Donald yang akan menduduki Treasury Secretary (Menteri Keuangan) Amerika, mantan CEO Winston-Salem, NC-based bank BB&T dan juga mantan think-tank Cato Institute, memberi hint, bahwa dia akan menerapkan kembali standar emas terhadap exchange rate system, saat Janet Yellen, chairman The Fed

mengakhiri jabatannya di tahun 2018.

Isu kebijakan ini ditingkahi dengan pendapat berikutnya, yang tentu akan menimbulkan semacam "roller-coaster" di pasar inansial, yaitu rencana abolishing (membubarkan) The Fed. Respon John Allison searah terhadap kampanye saat pencalonan Trump sebagai Presiden Amerika, saat Trump menyebut-nyebut ide mengenai terlalu independent-nya The Fed secara politis.

Pada saat menjabat sebagai Direktur Cato Institute, Allison mempublikasikan beberapa tulisan mengenai obsolete

(usangnya) sistem The Fed, dan mengindikasikan pembubaran, terutama karena The Fed dianggap sebagai penghambat kekuatan para bilyuner beserta kroninya yang akan mengembangkan perbankan global.

Bahkan di tahun 2014, Allison sempat menuliskan sebab utama volatilitas di pasar inansial adalah karena adanya The Fed. Allison menuliskan ide itu di Cato Journal.

Secara demikian, jika rencana dan pandangan-pandangan tersebut kemudian benar-benar diimplementasikan, maka

Indonesia extra hati-hati dan berjaga-jaga dengan sangat ketat untuk menghindari jebakan-jebakan di pasar inansial

yang tentu saja menjadi lebih serba bergejolak dan serba tidak pasti.

Akhirnya, seperti yang disampaikan oleh seorang Professor dari Harvard University dalam Harvard Business Review,

Nate Bennett, yang mengatakan bahwa, dalam dunia yang semakin cepat berubah ini, maka VUCA adalah tantangan yang tiada pernah berakhir. Dan kali ini, tantangannya berasal dari risiko kebijakan calon Presiden Amerika, Trump, beserta kroninya yang idiosinkratik, Allison, yang akan membubarkan The Fed dan mengembalikan sistem standar emas. What a VUCA. What a challenge!


(4)

Indonesian Economic Review and Outlook 26

J. ECONOMIC OUTLOOK

Sejauh ini, tahun 2016 selalu memberikan kejutan-kejutan baru. Salah satu kejutan tersebut adalah terpilihanya Donald J. Trump sebagai Presiden AS, negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Terpilihnya Trump sebagai orang nomor satu AS tentu membawa dampak bagi perekonomian AS dan dunia. Kebijakan perdagangan yang protektif, pemotongan pajak besar-besaran serta pengeluaran pemerintah federal yang agresif merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang didengungkan Trump selama masa kampanye. Kebijakan-kebijakan ini dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perekonomian dunia. Sebagai contoh, kebijakan proteksi perdagangan Trump dikhawatirkan akan memicu perang tarif (trade war) antara AS dan Tiongkok. Apabila hal ini terealisasi maka penduduk AS akan kehilangan 4,8 juta pekerjaan dari sektor swasta1. Bukan hanya AS

Adapun ancaman eksternal lainnya datang dari Deutsche Bank (DB), salah satu bank investasi terbesar di dunia. Setelah dinyatakan bersalah karena menjual aset sub-prima (subprime), DB didenda sebesar US$ 14 miliar—hal ini diperparah dengan penolakan pemerintah Jerman untuk menalangi penalty tersebut. Hal ini dikhawatirkan akan membuat DB mengalami kesulitan ekuitas yang selanjutnya akan membawa efek domino bagi perekonomian global.

Pada kuartal II-2016 pertumbuhan ekonomi meningkat relatif terhadap kuartal I-2016. Adanya faktor musiman seperti panen raya dan peningkatan konsumsi karena adanya hari raya Idul Fitri menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2016 juga diikuti oleh kenaikan inlasi, yang

masih berada dalam batas wajar.

Kabar baik datang dari statistik tenaga kerja. Persentase pengangguran pada Februari 2016 sebesar 7,02 persen, jumlah ini lebih kecil 0,43 secara y-o-y. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa hampir sepertiga dari penduduk yang bekerja tergolong sebagai pekerja tidak penuh, hal ini mengindikasikan masih rentannya kondisi tenaga kerja di Indonesia. Di sisi lain, kepercayaan dan keyakinan konsumen turun per September 2016 (ditunjukkan dengan turunnya Indeks Kepercayaan Konsumen dan Indeks Keyakinan Konsumen) hal ini juga diikuti oleh turunnya Indeks Ekspektasi Konsumen. Hal ini merupakan indikator, ada sinyalemen bahwa keyakinan konsumen, baik terhadap masa kini dan masa depan mengalami penurunan.

Dari sektor eksternal, ekspor dan impor masih mencatat pertumbuhan negatif, dengan kondisi ekspor lebih rendah

dibandingkan impor. Apabila hal ini juga diikuti oleh deisit anggaran pemerintah yang melebar maka hal ini dikhawatirkan

akan menyebabkan kerentanan bagi perekonomian Indonesia. Kabar baiknya adalah investasi asing dan portofolio asing

mengalami peningkatan dan mampu menutupi deisit neraca tranksaksi berjalan.


(5)

(6)

MACROECONOMIC DASHBOARD

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pertamina Tower Lt. 4 Ruang 4.4

Jl. Humaniora No.1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Telp: +62 274 548 517 ext 373

Fax: +62 274 551 208

Email: iero@email.macroeconomicdashboard.com

Website: www.macroeconomicdashboard.com

INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK

TIM MACROECONOMIC DASHBOARD

Geraldo Sihotang

Research Assistant & Web Admin

geraldotang@gmail.com +62 274 548 517 ext 373

Saiful Alim Rosyadi Research Assistant

syaifulalimr@live.com +62 274 548 517 ext 373

M. Edhie Purnawan Head of Researcher

edhiepurnawan@ugm.ac.id +62 274 548 517 ext 373

Prabaning Tyas Research Assistant

prabaningtyas@outlook.com +62 274 548 517 ext 373

Aswanudin Hamid Layout

aswanudin.hamid@gmail.com +62 274 548 517 ext 373