DOCRPIJM 9877c2da2b BAB IIIBAB 3 Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Kotawaringin barat
BAB III
ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA
STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA
3.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN
PENATAAN RUANGDalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 3.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur
Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green
economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada
masingmasing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.
Gambar 3.1. Konsep Perencanaan Pembangunan
Infrastruktur Bidang Cipta Karya
3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya
A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005‐ 2025
RPJPN 2005‐2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005‐2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju,
Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal
sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu: a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor‐sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan. b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset
management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan
kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber‐sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin. c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek‐proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:
RPJMN ke 2 (2010‐2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
RPJMN ke 3 (2015‐2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
RPJMN ke 4 (2020‐2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015‐2019
RPJMN 2015‐2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015, menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015‐2019 adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen;
2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia;
3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;
4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;
5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung;
6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;
7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan. Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015‐2019 adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa‐Bali sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;
2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi;
3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan;
4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan;
5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh infrastruktur permukiman bidang Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5 Kawasan Metropolitan Baru, 7 Kawasan Metropolitan Eksisting, 20 Kota Sedang, 39 Pusat Pertumbuhan Baru, 10 Kota Baru.
Gambar 3.2. Sasaran Pembangunan Perkotaan
5 Kawasan 7 KawasanMetropolitan Metropolitan
Baru Eksisting 10 Kota Baru 20 Kota Sedang39 Pusat Pertumbuhan Baru
C. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7‐9 persen per tahun, Pemerintah menyusun Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing‐masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.
Gambar 3.3. Peta Koridor MP3EI
D. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010‐2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu: terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan, b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan‐kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek. Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.
E. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
UU No. 39 tahun 2009 menjelaskan bahwa kawasan ekonomi khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.
F. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.
3.1.2. Arahan Penataan Ruang
Bagian ini berisikan arahan RTRW Nasional (PP No.26 Tahun 2008), RTRW Pulau, RTRW Provinsi, serta RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN). Indikasi Program Bidang Cipta Karya pada RTRW Nasional, RTRW Pulau, RTRW Provinsi, maupun RTRW KSN yang terkait dengan kabupaten/kota setempat dipaparkan pada bagian ini. Tidak hanya memaparkan arahan kebijakan spasial, bagian ini juga memaparkan kedudukan kota pada rencana pengembangan MP3EI dan KEK. (jika termasuk dalam KPI, MP3EI dan atau kawasan pengembangan KEK).
3.1.2.1. Arahan Strategis RTRW Nasional (PP No. 26 Tahun 2008)
Di dalam rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi Kalimantan tengah didalam arahan sistem perkotaan nasional‐nya terdapat pusat kegiatan nasional (PKN) yakni Kota Palangkaraya. Pusat kegiatan nasional adalah kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor‐impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
Sedangkan pusat kegiatan wilayah diantaranya ditetapkan di Kuala
Kapuas, Pangkalan Bun, Buntok, Muarateweh, dan Sampit. Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor‐impor yang mendukung PKN; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. Untuk Kabupaten Kotawaringin Barat sendiri, belum masuk dalam pengembangan sistem perkotaan tata ruang nasional. Namun kabupaten ini mendukung PKW pengembangan perkotaan PKW Pangkalan Bun dan Sampit. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) belum terdapat dalam pengembangannya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.4. Sistem Perkotaan Nasional
di Provinsi Kalimantan Tengah
Sumber: PP 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN
B. Kawasan Strategis Nasional (KSN) Arahan pengembangan Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan
Strategis Nasional Dengan Sudut Kepentingan Lingkungan Hidup; Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan. Selain itu terdapat beberapa kawasan strategis nasional lainnya yang meliputi :
1. Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) (Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah) (I/E/2).
2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan Kapuas dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah) (I/A/2).
C. Kawasan Lindung Nasional Beberapa kawasan lindung nasional yang berada di Kalimantan
Tengah meliputi Suaka Margasatwa Sungai Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan dan Kabupaten Sukamara); Cagar Alam Bukit Sapat Hawung (Kab. Murung Raya); Cagar Alam Bukit Tangkiling (Kota Palangkaraya); dan Cagar Alam Pararawen (Kabupaten Barito Utara). Kesemua kawasan lindung nasional tersebut tidak berada dalam pengembangan wilayah Kabupaten Seruyan. Selain itu juga terdapat Taman Nasional Bukit Baka – Bukit Raya (Kalimantan Barat – Kalimantan Tengah); Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Seruyan – Kabupaten Kotawaringin Barat); Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan). Taman Wisata Alam Tanjung Keluang/Teluk Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat).
3.1.2.2. Arahan Strategis Pulau Kalimanatan (RTR Pulau)
A. Sistem Perkotaan Nasional Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional terkait dengan wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat secara regional yakni
PKN Palangkaraya, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, dan PKW Sampit. Beberapa strategi operasionalisasi yang diarahkan meliputi:
1. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu yaitu pusat industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi di PKW Muara Teweh, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, dan PKW Tanah Grogot.
2. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan lanjut dan industri jasa hasil perkebunan kelapa sawit dan karet yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:
a. pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, dan PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang; dan
b. pusat industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas,
PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit,
PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Kotabaru, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Tanah Grogot, PKW Sendawar, PKW Malinau, PKSN Simanggaris, PKSN Long Midang, dan PKSN Long Pahangai.
3. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil hutan yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi: a. pusat industri hilir pengolahan hasil hutan di PKN Palangkaraya dan
PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang; dan b. pusat pengolahan hasil hutan di PKW Ketapang, PKW Putussibau,
PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas,
PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit,
PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, PKW Tanlumbis, dan PKW Sendawar.
4. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKW Mempawah, PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun,
PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Amuntai, PKW
Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru.
5. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan dilakukan di PKN
Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang, PKN Tarakan, PKW Mempawah, PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Pangkalan Bun, PKW Kuala Kapuas, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, dan PKW Sangata.
6. Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN sebagai pusat pengembangan ekowisata dan wisata budaya meliputi: a. pusat pengembangan ekowisata di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya,
PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐ Samarinda‐Bontang, PKW Putussibau, PKW Pangkalan Bun, PKW
Buntok, PKW Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW Tanjung Selor, PKW
Malinau, PKW Tanah Grogot, PKSN Nanga Badau, PKSN Long Midang, PKSN Long Pahangai, dan PKSN Long Nawang; dan
b. pusat pengembangan wisata budaya di PKN Pontianak, PKN
Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐
Tenggarong‐Samarinda‐Bontang, PKW Mempawah, PKW Putussibau, PKW Sintang, PKW Amuntai, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, dan PKW Sendawar.
7. Pengembangan pusat kegiatan ekonomi di PKN dan PKW yang berdekatan/menghadap badan air dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐ Tenggarong‐Samarinda‐Bontang, PKW Mempawah, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala
Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW
Sampit, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW
Sangata, PKW Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.
8. Pengembangan jaringan drainase di PKN dan PKW yang terintegrasi dengan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi pengembangan jaringan drainase di:
a. PKN Palangkaraya yang terintegrasi dengan Sungai Kahayan;
b. PKW Kuala Kapuas yang terintegrasi dengan Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan;
c. PKW Pangkalan Bun yang terintegrasi dengan Sungai Lamandau;
d. PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Martapura, dan PKW Marabahan yang terintegrasi dengan Sungai Barito;
e. PKW Sampit yang terintegrasi dengan Sungai Mentaya;
9. Penataan kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana banjir dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang, PKW Mempawah, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW
Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Martapura, PKW
Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.
10. Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk kelestarian lahan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan berfungsi lindung dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang, PKW B. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Strategi operasionalisasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya meliputi:
1. Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada kawasan bergambut di Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.
2. Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air, khususnya pada hulu sungai dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan dan hulu Sungai Mahakam.
3. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan, dan hulu Sungai Mahakam. C. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan setempat meliputi:
1. Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan sungai dilakukan di sempadan Sungai Seruyan di WS Seruyan;
2. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan pada: kawasan sekitar Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau
Bekuan (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Belida (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Genali (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Tang (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Bangkau (Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah), Danau Bitin (Kabupaten Hulu Sungai Utara), Danau Cembulu (Kabupaten Seruyan), Danau Ganting (Kabupaten Barito Selatan), Danau Bambenan (Kabupaten Barito Selatan), Danau Limut (Kabupaten Barito Selatan), Danau Mepara (Kabupaten Barito Selatan), Danau Raya (Kabupaten Barito Selatan), Danau Gatel (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Kenamfui (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Terusan (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Jempang (Kabupaten Kutai Barat), Danau Melintang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau
Semayang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Sembuluh (Kabupaten Seruyan), dan Danau Tete (Kabupaten Barito Utara).
D. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya meliputi :
1. Pemertahanan dan rehabilitasi luasan suaka margasatwa, cagar alam, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan pada:
a. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit Baka‐Bukit Raya (Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung Putting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang);
b. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara‐Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit Baka‐Bukit Raya (Kabupaten Melawi‐
Kabupaten Sintang‐Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangkaraya), Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang).
2. Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir untuk perlindungan pantai dan kelestarian biota laut dilakukan pada kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.
E. Kawasan Rawan Bencana Alam Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan rawan bencana alam dilakukan dengan mengembangkan jaringan drainase yang terintegrasi dengan sungai pada kawasan perkotaan yang rawan banjir.
1. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan rawan bencana alam geologi dilakukan pada: a. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan
2. Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan prasarana dan sarana pemantauan bencana, serta penetapan standar bangunan gedung untuk mengurangi dampak akibat bencana alam geologi dilakukan pada:
a. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan