Penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraoma merek ``X`` secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

  

PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM

MINUMAN SERBUK BERAROMA MEREK “X”

SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

FASE TERBALIK

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:

  Adhitya Eka Prasetya NIM : 068114021

FAKULTAS FARMASI

  Kupersembahkan karya ini untuk:Bapak, Ibu, dan Adik yang selalu menyayangi dan memberiku semangat

  

Sahabat-sahabatku yang selalu setia menemaniku saat duka

maupun suka

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Adhitya Eka Prasetya

  Nomor Mahasiswa : 068114021

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Penetapan Kadar Aspartam dalam Minuman Serbuk Beraroma Merek “X”

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-

ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan

royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 19 Juli 2010 Yang menyatakan

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Yesus Kristus, atas berkat dan perlindungan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Aspartam dalam Minuman Serbuk Beraroma Merek “X” secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma ( USD ) Yogyakarta.

  2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt . selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi dan diskusi.

  3. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan diskusi, kritik, dan saran.

  4. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan diskusi, kritik, dan saran.

  5. Kedua orang tuaku dan adikku, yang telah membantu dalam doa dan mengasihiku selalu .

  6. Segenap staf edukatif dan staf tata usaha Fakultas Farmasi USD Yogyakarta, yang telah membantu dan memberikan fasilitas selama penulis menempuh studi.

  7. Seluruh staf Laboratorium Kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: Mas Bimo, Mas Kunto, Mas Parlan, dan Pak Timbul yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  8. Yola, terima kasih telah bersedia menjadi partner skripsiku.

  9. Bapak Tarsisius Suhardiyono beserta keluarga, atas tumpangannya selama 4 tahun.

  10. Teman-teman seperjuangan Boim, Roby, Aya, Tony, Nica, Utz, Nduti atas persahabatan dan keceriaannya.

  11. Teman-teman kelas A angkatan 2006 dan teman-teman kelompok A angkatan 2006 atas persahabatan dan kekompakannya.

  12. Teman-teman Tasura 52 (Surya, Aden, Felix, Roy, dkk) atas persahabatan dan kebersamaannya.

  13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis. Dalam hal ini, penulis mohon maaf.

  Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, penulis memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis memiliki harapan yang sangat besar, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

  Yogyakarta, Juli 2010

  

INTISARI

  Aspartam merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai pemanis buatan. Produk minuman serbuk beraroma menggunakan aspartam sebagai pemanis buatan karena tingkat kemanisannya yang tinggi dan harganya yang relatif murah. Produk minuman serbuk beraroma termasuk dalam kategori minuman ringan. Peraturan Kepala POM No. HK 00.05.5.1.4547/2004 batas maksimum penggunaan aspartam adalah 50 mg/kg berat badan per hari. Penelitian ini dilakukan untuk menetapkan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi dan untuk mengetahui kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma merek “X” sesuai dengan yang tertera di kemasan.

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental deskriptif. Aspartam dianalisis menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik dengan fase diam kolom Kromasil 100-5 C

  18 (panjang kolom 25 cm dan

  internal diameter 4,6 mm), ukuran partikel 5 µm; fase gerak campuran bufer fosfat pH 4 : asetonitril (80:20), kecepatan alir 1,4 ml/menit, dan detektor UV 214 nm yang telah tervalidasi.

  Berdasarkan analisis hasil yang dilakukan, diperoleh bahwa rata-rata kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma merek “X” 22,63 mg/sachet. Dengan demikian dapat disimpulkan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma merek “X” tidak sesuai dengan kadar yang tertera di kemasan.

  Kata kunci : aspartam, minuman serbuk beraroma, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik.

  

ABSTRACT

  Aspartame is an artificial food additive with function as sweeteners. It used as the artificial sweeteners on flavor powder drink products due the high level of sweetness and it cheap relatively price. Flavor powder drink products include in category of softdrink. The Requirement of National Agency Drug and Food Control number: HK.00.05.5.1.4547/2004, about artificial sweeteners mentioned that maximum limit of aspartame in softdrink is 50 mg/kg. This research was done to determine the concentration of aspartame in flavor powder drink and to know whether the concentration listed on the packaging line.

  This research was a non experimental descriptive research, used reverse- phase High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method with stationary phase Kromasil 100-5 C column(column length 25 cm and internal diameter 4,6

  18

  mm), partikel size 5 µm; mixture buffer phospat pH 4 : acetonitril (80:20) as mobile phase, flow rate 1,4 mL/minute, and detector UV 214 nm which have been validated.

  Based on the result analysis, it is found that the average of concentration of aspartame in flavor powder drink merk “X” is 22.63 mg/sachet. In conclusion, the concentration of aspartame in flavor powder drink merk “X” not in accordance with levels indicated on the packaging.

  Key words: aspartame, flavor powder drink, High Performance Liquid Chromatography.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 19 Juli 2010 Penulis

  Adhitya Eka Prasetya

  

DAFTAR ISI

  Hal HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….. iv HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……………… v KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi

  INTISARI ………………………………………………………………… viii

  

ABSTRACT ………………………………………………………………… ix

  PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………...…….. x DAFTAR ISI ……………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL ……………………….....……………………………….. xiv DAFTAR GAMBAR ……………….......………………………………… xv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xvi

  BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penelitian .......…………………………………………..

  1 B. Permasalahan ……………………………………………………….......

  3 C. Keaslian Penelitian ……………………………………………………..

  4

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Serbuk Minuman Beraroma ..…………………………………………… B. Zat Aditif …. .…….......…………………………………………………. C. Aspartam …………………………………..…………………………….

  10

  22

  21

  21

  19

  19

  17

  15

  15

  14

  13

  13

  12

  10

  9

  1. Pengertian Aspartam ..........................................................................

  9

  6

  6

  BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………………………… B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………………………… C. Alat Penelitian ………………...………………………………………… D. Bahan Penelitian …………………………………………………………

  G. Hipotesis …………………………………………………………………

  F. Landasan Teori .............................….....................................................

  E. Kesahihan Metode Analisis …................................................................

  4. Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif ………………………..

  2. Kromatografi Partisi Fase Terbalik ………………………………… 3. Detektor …………………………………………………………….

  1. Definisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi …………………………

  D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .……….……………………………..

  3. Kajian Keamanan …….……………………………………………… 4. Metode Analisis Aspartam ………………………………………….

  2. Penggunaan Aspartam ……………...……………………….............

  23

  2. Pembuatan larutan baku aspartam ………………………………….

  25

  42

  39

  38

  38

  33

  31

  30

  27

  27

  25

  3. Pembuatan fase gerak …...................................................................

  24

  24

  24

  23

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemilihan Sampel .................................................................................... B. Pembuatan Kurva Baku Aspartam ..........……………………………… C. Penyiapan Sampel …..........................………………………………….. D. Penentuan Recovery, Kesalahan Acak, dan Kesalahan Sistemik ……….. E. Penetapan Kadar Aspartam ……………………………………………… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………………………… B. Saran …………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. LAMPIRAN ………………………………………………………………… BIOGRAFI PENULIS ………………………………………………………

  F. Analisis Hasil ……………………………………………………………

  6. Penetapan kadar asparam …………………………………………..

  5. Pembuatan larutan sampel ................................................................

  4. Pembuatan seri larutan baku aspartam ..............................................

  66

  

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kadar Aspartam vs AUC ................................................................

  Tabel II. Data perhitungan recovery dan kesalahan sistemik ........................ Tabel III. Hasil penetapan kadar aspartam dalam sampel ..............................

  28

  32

  35

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur aspartam .......................................................................

  Gambar 2. Degradasi aspartam ................................................................... Gambar 3. Sistematik Instrumen KCKT ...................................................... Gambar 4. Hubungan korelasi antara kadar aspartam dan nilai AUC replikasi II ..................................................................................

  Gambar 5. Kromatogram Sampel .................................................................. Gambar 6. Kromatogram Baku .....................................................................

  9

  11

  13

  30

  34

  34

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penimbangan Sampel (Minuman Serbuk Beraroma) .............

  Lampiran 2. Contoh perhitungan kadar aspartam dalam sampel …........... Lampiran 3. Hasil penetapan kadar aspartam dalam sampel ……………. Lampiran 4. Perhitungan nilai recovery, kesalahan acak, dan kesalahan sistemik aspartam …….............................................................

  Lampiran 5. Kromatogram Sampel.............................................................. Lampiran 6. Lembar Spesifikasi Kolom ..................................................... Lampiran 7. Sertifikat analisis aspartam ………………………………….. Lampiran 8. Komposisi minuman serbuk beraroma merek “X”..................

  42

  44

  45

  46

  47

  62

  64

  65

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, penggunaan bahan tambahan sangat banyak digunakan dalam

  berbagai jenis makanan dan minuman. Salah satunya adalah zat pemanis buatan yang biasanya terbuat dari bahan kimia. Pemanis buatan digunakan oleh banyak produsen makanan atau minuman ringan karena rasanya yang jauh lebih manis dan rendah kalori. Pemanis buatan yang belakangan ini sering digunakan salah satunya adalah aspartam.

  Aspartam adalah pemanis buatan dari golongan gula non-sakarida yang banyak dipakai untuk produk-produk diet atau produk rendah kalori. Aspartam dibuat dengan menggabungkan 2 buah asam amino, yaitu fenilalanin dan asam aspartat dengan derajat kemanisan sekitar 160 sampai 200 kali gula pasir dan hampir tidak mengandung kalori. Saat ini aspartam dijual dalam berbagai bentuk, seperti cair, butiran, enkapsulasi dan juga tepung.

  Belakangan ini pemanis buatan menimbulkan kontroversi akibat efek sampingnya. Di dalam tubuh aspartam terurai menjadi fenilalanin dan asam aspartat. Fenilalanin sebenarnya termasuk asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh dan tidak akan menjadi masalah bagi mereka yang kondisi tubuhnya sehat tanpa gangguan. Bagi mereka yang menderita fenilketonurea akan terjadi diterbitkan dalam Journal Toxicological Sciences menyimpulkan bahwa penggunaan pemanis aspartam dapat menimbulkan interaksi yang menyebabkan gangguan terhadap perkembangan sistim saraf anak-anak.

  Pemakaian aspartam sebagai pemanis buatan masih diijinkan namun dengan batas-batas pemakaian yang dianjurkan agar penggunaannya aman. Di Indonesia, berdasarkan Peraturan Kepala POM No. HK 00.05.5.1.4547/2004 pasal 6 ayat 3, produk pangan yang mengandung aspartam wajib mencantumkan peringatan yang tertulis jelas pada kemasan produk bagi pasien fenilketonuria. Berdasarkan Peraturan Kepala POM No. HK 00.05.5.1.4547/ 2004 batas maksimum penggunaan aspartam adalah 50 mg/kg berat badan per hari (Anonim, 2004).

  Analisis aspartam dalam minuman serbuk beraroma pada penelitian ini

menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), karena analisis

dengan KCKT memiliki daya pisah baik, peka, penyiapan sampel mudah, dan

dapat dihubungkan dengan detektor yang sesuai (Johnson dan Stevenson, 1978).

  

Beberapa pustaka menunjukkan bahwa metode KCKT fase terbalik merupakan

metode terpilih untuk analisis campuran bahan tambahan dalam minuman serbuk

  beraroma , karena zat-zat yang terdapat dalam minuman serbuk beraroma bersifat polar dan larut dalam air sehingga sulit dipisahkan menggunakan KCKT fase normal yang menggunakan kolom polar dan fase gerak yang bersifat lebih non

  

polar (Nollet, 1996). Penelitian yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa ringan bersoda menggunakan metode KCKT dengan detektor UV dan fase gerak asetonitril : bufer asetat (5 : 95).

  Penelitian ini penting dilakukan karena penelitian ini menunjukkan apakah

  

kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma sesuai dengan yang tertera pada

kemasan minuman serbuk beraroma yaitu sebanyak 35 mg/sachet. Hal ini perlu

dilakukan karena apabila konsumsi pemanis buatan berlebihan dapat

membahayakan kesehatan (Soerjodibroto, 2002). Selain itu, belum adanya

penelitian tentang penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma

juga mendasari penulis untuk melakukan penelitian ini.

  Pada penelitian ini akan diuji apakah metode KCKT fase terbalik yang telah memiliki validitas yang baik dapat digunakan untuk penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan upaya bersama dan kesinambungan dari penelitian Yolanda (2010).

B. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang tersebut muncul permasalahan sebagai berikut:

  1. Apakah metode KCKT fase terbalik yang telah tervalidasi dapat digunakan untuk penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma?

  2. Apakah kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma merek “X” sesuai dengan kadar aspartam yang tertera pada kemasan minuman serbuk minuman

  

C. Keaslian penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang sudah pernah dilakukan yaitu oleh Hayun dkk.(2004) tentang Penetapan kadar sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina, dan aspartam di dalam beberapa minuman ringan bersoda secara kromatografi cair kinerja tinggi dan Michael dkk.

  (1985) tentang determinasi aspartam, kafein, sakarin, dan asam benzoat dalam minuman dengan kromatografi cair kinerja tinggi.

  

D. Manfaat penelitian

  1. Manfaat teoritis

  a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi tentang berapakah kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma.

  b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi tentang apakah kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma sesuai dengan kadar aspartam yang tertera pada kemasan minuman serbuk beraroma.

  2. Manfaat metodologis

  Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma.

E. Tujuan Penelitian

  1. Untuk menetapkan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi yang telah tervalidasi.

  Untuk mengetahui kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma merek “X” sesuai dengan kadar aspartam yang tertera pada kemasan minuman serbuk beraroma merek “X”.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Serbuk Minuman Beraroma Serbuk minuman beraroma adalah produk yang merupakan campuran

  tepung gula pasir dengan aroma dan bahan tambahan makanan lainnya yang diijinkan (Anonim, 1995 b). Minuman beraroma adalah produk yang diperoleh dengan mencampur air minum dan bahan penyedap rasa dan aroma, dengan atau tanpa penambahan gula, glukosa, atau bagian buah yang dapat dimakan, sari buah, karbon dioksida, dan bahan tambahan makanan yang diijinkan.

  Serbuk minuman beraroma termasuk dalam kategori minuman ringan. Menurut Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan nomor: 02240/B/SK/VII/91, minuman ringan adalah produk yang diperoleh tanpa melalui proses fermentasi dengan atau tanpa penambahan CO

  2 ; dapat langsung diminum

  atau diminum setelah diencerkan; tidak termasuk susu dan “milk shake”, sari buah, teh, kopi, coklat dan hasil olahannya, minuman beralkohol; dan tidak boleh ditambahkan alkohol (Anonim, 1991).

B. Zat Aditif

  Zat aditif adalah zat atau campuran zat yang ditambahkan pada makanan dalam proses pembuatan, penggunaan, pengemasan, dan penyimpanan untuk

  2. Dapat meningkatkan gizi, mutu, kestabilan makanan

  3. Dapat menjadikan makanan lebih menarik namun tanpa memberi efek samping pada penggunaan secara normal (Sudarmadji dkk., 1996).

  Pada dasarnya, bahan tambahan dapat dibagi menjadi 2 bagian besar:

  1. Aditif sengaja, yaitu bahan tambahan yang sengaja diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, serta memantapkan bentuk dan rupa.

  2. Aditif tidak sengaja, yaitu bahan tambahan yang terdapat dalam makanan dalam jumlah yang sangat kecil yang diakibatkan dari proses pengolahan (Winarno, 1992).

  Salah satu bahan yang sering ditambahkan ke dalam bahan pangan adalah pemanis. Bahan pemanis dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:

  1. Pemanis alami adalah bahan pemanis yang biasanya telah terdapat secara alami. Contoh : sukrosa, fruktosa, glukosa, sorbitol, steviosida, glisithizin dan pilodulsin.

  2. Pemanis sintetik, adalah bahan pemanis yang biasanya dihasilkan dari hasil rekayasa manusia atau bahan pemanis yang tidak terdapat secara alami.

  Contohnya: siklamat, Na-sakarin, aspartam (Lutony, 1993).

  Zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, Meski banyak ditemukan zat pemanis sintetik tetapi hanya beberapa saja yang dipakai dalam bahan makanan karena diperkirakan bersifat karsinogen. Zat pemanis sintetik yang banyak digunakan dalam makanan dan minuman adalah garam Ca atau Na-sakarin (Winarno, 1992).

  Aneka produk yang selalu diberi tambahan pemanis adalah selai, jeli,

  

marmalade , sari buah, buah dan sayur dalam kaleng, susu kental manis, chutney,

  manisan buah-buahan, kembang gula, cordial (sirup buah-buahan), abon dan

  

corned beef . Disebutkan bahwa pemanis buatan hanya digunakan untuk

  perusahaan makanan dan minuman berkalori rendah dan harus dicantumkan jenis dan dosis bahan pemanis yang digunakan. Disertakan tulisan yang menerangkan bahwa makanan atau minuman tersebut hanya untuk penderita diabetes atau berkalori rendah (Lutony, 1993).

  Dengan fungsi bahan pemanis yang dapat memperbaiki flavor bahan makanan, maka rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan makanan tersebut. Selain itu, kadang dengan penambahan bahan pemanis juga dapat memperbaiki tekstur bahan makanan misalnya dengan kenaikkan viskositas, menambah bobot rasa (body) sehingga meningkatkan mutu sifat kunyah (mouth fullness ) bahan makanan (Sudarmadji, 1982).

  Pemanis buatan digunakan untuk memberi rasa manis pada makanan. Pemanis buatan ini tidak menghasilkan energi, oleh karena itu pemanis buatan banyak digunakan oleh mereka yang membatasi konsumsi gula atau penderita pedagang dalam produk-produknya. Pemanis buatan yang banyak digunakan adalah sakarin, siklamat dan aspartam (Almatsier, 2002).

C. Aspartam

  

Gambar 1. Struktur kimia Aspartam

1. Pengertian Aspartam

  Aspartam (gambar 1) adalah senyawa metil ester dipeptida, yaitu L- aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C H N O memiliki kemanisan 100-

  14

  18

  2

  5

  200 kali sukrosa. Aspartam mengandung tak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C

  14 H

  18 N

  2 O

  5. Kelarutan aspartam dalam air tergantung pada pH dan

  suhu. Kelarutan maksimum tercapai pada pH 2,2 (20 mg/mL pada 25

  C) (Anonim, 1995 a).

  Aspartam yang dikenal dengan nama dagang Equal, merupakan salah satu bahan tambahan pangan telah melalui berbagai uji yang mendalam dan menyeluruh, aman bagi penderita diabetes mellitus. Sejak tahun 1981 telah diijinkan untuk dipasarkan. Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan.

  2. Penggunaan Aspartam

  Mengacu pada asam amino pembentuk aspartam, maka aspartam bukanlah termasuk suatu bahan pemanis nonkalori karena seperti protein, aspartam dimetabolisme menjadi asam amino-asam amino penyusunnya dan memiliki nilai energi 4 kkal/g. Tetapi, karena dalam penggunaannya 100g sukrosa dapat diganti dengan 1g aspartam maka dapat dikatakan bahwa aspartam merupakan bahan pemanis nonkalori (Marie dan Piggott, 1991).

  Aspartam merupakan nama pemanis buatan yang dikenal di kalangan orang-orang yang sering menggunakan pemanis yang rendah kalori. Selain pada pemanis tersebut, aspartam juga sering ditemukan dalam minuman-minuman ringan, permen karet bebas gula, dan ada pula yang terdapat dalam multivitamin.

  Aspartam sering digunakan karena tingkat kemanisannya yang tinggi, tetapi rendah kalori dan aman bagi orang-orang penderita diabetes (Tambunan, 2008).

  3. Kajian Keamanan

  Aspartam tersusun oleh asam amino sehingga di dalam tubuh akan mengalami metabolisme seperti halnya asam amino pada umumnya. Degradasi aspartam dalam tubuh terlihat pada halaman berikutnya Gambar 2.

  O H N O 2 HO O NH O O NH -CH OH 3 O diketopiperazine HN aspartame

  H O 2 O O OH HO OH aspartylphenylalanine O O NH NH 2 HO aspartic acid NH O 2

  • CH OH
  • 3 phenylalanine H N OH 2 O

    Gambar 2. Degradasi aspartam (Anonim, 1988)

      Bagi penderita penyakit keturunan yang berhubungan dengan kelemahan mental (fenilketonurea/ PKU) dilarang untuk mengonsumsi aspartam karena adanya fenilalanin dalam tubuh penderita PKU diduga dapat menyebabkan kerusakan otak dan pada akhirnya akan mengakibatkan cacat mental.

      Aspartam merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang telah mengalami uji dan percobaan yang mendalam serta menyeluruh dan telah disetujui oleh US-FDA. Pada tahun 1974, US-FDA telah mengabulkan usulan mengenai penggunaan aspartam sebagai pemanis pada makanan kering. Tetapi, karena mengalami banyak tantangan terhadap keamanan aspartam bagi kesehatan,

      Penggunaan aspartam bagi orang yang menderita penyakit turunan yang dikenal sebagai fenilketonurea perlu mendapat perhatian khusus. Orang yang menderita penyakit tersebut tidak mampu memetabolisme fenilalanin. Berlebihnya jumlah fenilalanin dalam tubuh penderita dapat menyebabkan kerusakan otak yang dapat mengakibatkan cacat mental, karena adanya penumpukan fenilalanin di otak (Marie dan Piggott, 1991).

      Di Indonesia, berdasarkan Peraturan Kepala POM No. HK 00.05.5.1.4547/2004 pasal 6 ayat 3, produk pangan yang mengandung aspartam wajib mencantumkan peringatan yang tertulis jelas pada kemasan produk bagi pasien fenilketonurea. Berdasarkan Peraturan Kepala POM No. HK 00.05.5.1.4547/ 2004 batas maksimum penggunaan aspartam adalah 50 mg/kg berat badan per hari.

    4. Metode Analisis Aspartam

      Aspartam dapat ditentukan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis (KLT) didasarkan pada pemisahan dengan KLT karena perbedaan afinitas aspartam terhadap fase diam dan fase geraknya. Fase diam untuk penetapan kadar aspartam ini adalah silika gel 60 GF 254, sedangkan fase geraknya adalah sistem pengembang n-butanol:asam asetat glasial: air (2:1:1). Untuk menampakkan noda digunakan larutan ninhidrin 0,2% dalam air dan larutan brom 1% dalam CCl 4. Noda dilihat di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm (Sakidja,

      Penentuan Aspartam secara kualitatif dapat dilakukan secara titrasi menggunakan larutan Li/Na metoksida (0,01N), N-N-dimetil formamida dan indikator timol biru (Mahindru, 2000). Penetapan kadar aspartam dalam minuman dan makanan yang paling umum digunakan saat ini adalah dengan metode KCKT fase terbalik menggunakan fase diam C dan dua jenis fase gerak yang dapat

      18 dipilih yaitu metanol:bufer asetat atau asetonitril:bufer fosfat (Nollet, 2000).

    D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

    1. Definisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

      Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara penetapan pemisahan berdasarkan partisi zat cair antara fase yang bergerak dapat berupa gas atau zat cair, dan fase diam dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson dan Stevenson, 1978). Metode KCKT adalah metode kromatografi yang fase geraknya dialirkan cepat dengan bantuan tekanan dari pompa dan hasilnya dideteksi dengan detektor (Gritter dkk., 1985). Skematis instrumen KCKT dapat dilihat pada Gambar 3.

    2. Kromatografi Partisi Fase Terbalik

      Menurut Gritter dkk. (1991), konsep pengembangan kromatografi cair partisi yaitu perlakuan sampel dalam kondisi cair-cair tergantung pada kelarutannya di dalam kedua cairan yang terlibat. Jika solut ditambahkan ke dalam kondisi yang terdiri atas dua pelarut yang tidak bercampur dan keseluruhan kondisi dibiarkan seimbang, solut akan tersebar antara kedua fase itu menurut persamaan:

      Cs K

      Cm

      K adalah koefesien distribusi, Cs adalah konsentrasi solut dalam fase diam dan

      

    Cm adalah konsentrasi solut dalam fase gerak (Skoog dkk., 1994). Hal-hal yang

      harus diperhatikan dalam pemilihan metode kromatografi partisi fase balik adalah:

      1. Kolom Kolom yang digunakan pada jenis kromatografi ini adalah kemasan fase terikat.

      Fase diam yang biasa digunakan pada kromatografi partisi fase balik adalah oktadesilsilan (ODS). Selain ODS, dikenal pula silika dengan substitusi oktil (C8) (Munson, 1984).

      2. Fase gerak Fase gerak pada KCKT sangat berpengaruh pada tambatan sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Pada fase balik, kandungan utama fase geraknya adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak.

      3. Detektor

      Detektor yang baik hendaknya memiliki kepekaan tinggi, rentang respon liniernya lebar, tidak dipengaruhi perubahan suhu dan aliran, memberikan hasil dengan keterulangan yang baik. Secara umum, detektor dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: a. Bulk property detectors Detektor jenis ini merupakan detektor yang mengukur perubahan sifat fisik fase gerak dan solut. Detektor tipe ini cenderung relatif tidak sensitif dan menghendaki suhu yang terkendali. Contoh detektor jenis ini yaitu detektor indeks bias.

      b. Solute property detectors Detektor jenis merupakan detektor yang hanya mengukur sifat fisik solut.

      Detektor tipe ini 1000 kali lebih sensitif dan mampu mengukur solut sampai satuan nanogram atau lebih kecil lagi. Contoh detektor jenis ini yaitu detektor fluoresensi, detektor penyerapan (UV-Vis), dan detektor elektrokimia (Munson, 1984).

      4. Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif

      Waktu tambat atau waktu retensi adalah selang waktu yang diperlukan oleh linarut (solut) mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor dan dinyatakan sebagai tR (Mulya dan Suharman, 1995). Waktu retensi tidak terpengaruh oleh adanya komponen lain (McNair dan Boneli,

      Resolusi (Rs) didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak dibagi dengan rata-rata lebar dasar puncak. Resolusi dikatakan baik apabila nilai Rs ≥ 1,5 yang berarti pemisahan telah mencapai 99,7% (Sastrohamidjojo, 2002). Resolusi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat terlihat pada persamaan berikut

      k 1    1   ' 

      Rs = N     ....................(1)

       k ' 1 4     a b c

      Untuk memperbaiki daya pisah maka faktor-faktor tersebut perlu dioptimasi. Cara optimasi efisiensi kolom (a) dapat dilakukan dengan menambah jumlah lempeng teoritis (N), yaitu dengan menambah panjang kolom (N=L/H) sehingga diperoleh puncak yang kecil dan resolusi yang baik. Optimasi faktor selektivitas (b) dapat dilakukan dengan mengganti pelarut atau mengubah komposisi pelarut yang digunakan sehingga efisiensi pelarut bertambah dan resolusi juga meningkat. Optimasi faktor kapasitas (c) dapat dilakukan dengan memvariasi kekuatan pelarut sehingga fase gerak dapat memberikan nilai k’ suatu komponen sampel menjadi lebih besar atau lebih kecil. Dengan meningkatkan nilai k’ maka akan memperbaiki resolusi (Noegrohati, 1994).

      Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi senyawa murni dan waktu retensi senyawa yang dimaksud dalam sampel. Respon yang berupa tinggi peak dan luas area peak dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Noegrohati, 1994).

    E. Kesahihan Metode Analisis Instr

      Parameter-parameter yang digunakan sebagai pedoman dalam kesahihan metode analisis antara lain:

      1. Akurasi

      Akurasi adalah suatu ukuran kedekatan nilai hasil percobaan dengan nilai yang sesungguhnya. Akurasi suatu metode biasanya dinyatakan dengan persen

      

    recovery (Anonim, 2005). Akurasi untuk bahan obat dengan kadar kecil biasanya

      disepakati 90-110%, akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95-105%, akurasi untuk bahan baku biasanya disepakati 98-102% sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80-120% masih bisa diterima (Mulja dan Hanwar, 2003).

      2. Presisi

      Presisi adalah suatu ukuran kedekatan nilai data satu dengan data lainnya dalam suatu pengukuran pada kondisi analisis yang sama. Presisi sering kali diukur sebagai persen Relative Standard Deviation (RSD) atau Coefficient of

    Variation (CV) untuk sejumlah sampel yang berbeda bermakna secara statistik.

      

    Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan nilai CV < 2,8% untuk kadar analit

    1-10% (Harmita, 2004).

      3. Linieritas

      Linieritas suatu metode analitik adalah kemampuannya untuk memperoleh hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi analit pada sampel yang

      4. Sensitivitas

      Sensitivitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel yang mungkin ada dalam matriks sampel (Mulja dan Hanwar, 2003).

      5. Spesifisitas

      Spesifisitas merupakan karakteristik terpenting dari suatu metode dan harus ditetapkan sebagai salah satu variabel yang utama. Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan akurat respon analit di antara seluruh komponen sampel potensial yang mungkin ada dalam matriks sampel (Mulja dan Hanwar, 2003).

      6. Limit of Detection (LOD)

      LOD adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat diukur pada kondisi percobaan tertentu tetapi tidak perlu secara kuantitatif.

      Penentuan LOD pada metode instrumental dapat didasarkan pada signal to noise

      

    ratio yaitu dengan cara membandingkan hasil pengukuran analit yang telah

      diketahui konsentrasinya terhadap respon blangko. Konsentrasi analit yang mampu memberikan respon 2-3 kali respon blangko inilah yang kemudian ditetapkan sebagai LOD. Penentuan LOD dapat pula didasarkan pada standar deviasi yang diperoleh dari pengukuran sejumlah blangko yang kemudian dikalikan dengan faktor sebesar 2 atau 3 (Anonim, 1995 c).

      7. Limit of Quantitation (LOQ) tertentu dari suatu metode. LOQ merupakan parameter uji kuantitatif untuk senyawa berkadar rendah dalam sampel yang mengandung bahan-bahan lainnya seperti bahan pengotor dalam serbuk obat dan hasil degradasi dari suatu produk obat jadi. Penentuan LOQ pada metode instrumental biasanya didasarkan pada standar deviasi yang diperoleh dari pengukuran sejumlah blangko yang kemudian dikalikan dengan suatu faktor sebesar 10 (Anonim, 1995 c).

    8. Range

      Range adalah interval antara konsentrasi terendah sampai konsentrasi

      tertinggi dari analit yang dapat diukur secara kuantitatif menggunakan metode analisis tertentu dan menghasilkan akurasi serta presisi yang memadai. Biasanya

      

    range mempunyai satuan yang sama dengan satuan yang digunakan pada hasil

    analisis (Anonim, 1995 c).

    F. Landasan Teori

      KCKT merupakan kromatografi yang fase geraknya dialirkan dengan bantuan tekanan dari pompa dan hasilnya dideteksi dengan detektor. Metode KCKT dapat digunakan untuk analisis senyawa multi komponen karena KCKT merupakan metode pemisahan sekaligus mengidentifikasi senyawa dalam sampel yang berupa campuran.

      Aspartam dalam serbuk minuman beraroma dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode KCKT dengan detektor UV tanpa pemisahan terlebih Yolanda (2010) dan penetapan kadar oleh penulis mengacu pada jurnal-jurnal yang ada, yang kemudian kadar aspartam yang didapat dari hasil penelitian dibandingkan dengan kadar aspartam yang tertera dalam kemasan minuman serbuk merek “X”. Batas maksimum aspartam yang diijinkan dalam minuman ringan adalah 50 mg/kg berat badan per hari.

    G. Hipotesis

      Berdasarkan landasan teori di atas, dapat disusun suatu hipotesis sebagai berikut:

      1. Metode KCKT fase terbalik yang telah tervalidasi dapat digunakan untuk penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma.

      2. Kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma merek “X” sesuai dengan kadar aspartam yang tertera pada kemasan minuman serbuk beraroma merek “X”.

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini tergolong dalam penelitian non-eksperimental analitik. B. Variabel dan Definisi Operasional

    1. Variabel penelitian

      a. Variabel bebas Variabel bebas yaitu variabel yang direncanakan untuk diberi pengaruh terhadap variabel tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sediaan minuman serbuk beraroma merek “X”.

      b. Variabel tergantung Variabel tergantung yaitu titik pusat permasalahan yang merupakan kriteria penelitian ini. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah validitas parameter yang berupa: kesesuaian sistem penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma pada KCKT dan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraroma.

      c. Variabel terkendali Variabel terkendali yaitu variabel yang diketahui atau secara teoritis mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung, tetapi dapat

      1) Alat yang digunakan yaitu HPLC, dikendalikan dengan cara mengukur validitas metode yang digunakan [ % perolehan kembali (recovery), kesalahan sistemik dan kesalahan acak ]. 2) Pengotor-pengotor sistem KCKT yang bisa berasal dari alat dan pelarut.

    2. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

      a. Aspartam yang ditetapkan kadarnya adalah aspartam yang terdapat dalam minuman serbuk beraroma merek “X”.

      b. Minuman serbuk beraroma yang dianalisis adalah minuman serbuk merek “X” yang mencantumkan adanya kandungan aspartam pada kemasannya.

      Tercantumkan dalam kemasan bahwa kadar aspartam adalah 0,035 g/sachet. Sampel yang dipilih memiliki nomor produksi yang sama.

      c. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT dengan fase diam kolom

      reversed phase Kromasil 100-5 C 250 x 4,6 mm ukuran partikel 5 µm

      18

      dan fase gerak campuran bufer fosfat pH 4 dan asetonitril, dengan perbandingan 80:20.

      d. Kadar aspartam dalam minuman serbuk dalam satuan mg/sachet.

    C. Alat-alat penelitian

      Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat KCKT yang terdiri dari pompa merek Shimadzu LC-10 AD, detektor UV Vis merek model 77251, kolom C-18 merek Kromasil 4,6 mm x 25 cm , syringe merek