Validasi metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek "X".

(1)

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR ASAM ASKORBAT DALAM

SEDIAAN LARUTAN INJEKSI OBAT PEMUTIH KULIT MEREK “X”

INTISARI

Asam askorbat dapat digunakan sebagai agen pemutih kulit. Kadar asam askorbat dalam larutan injeksi pemutih kulit merek “X” harus memberikan efek yang diinginkan. Untuk menjamin efikasinya, maka perlu dilakukan penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan obat dengan metode yang telah divalidasi.

Penelitian bersifat deskriptif non eksperimental, asam askorbat dianalisis menggunakan sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase diam Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak

campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat dengan penambahan larutan 0,1 M asam fosfat hingga pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit dan menggunakan detektor UV-244 nm. Parameter validasi yang digunakan adalah selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.

Hasil penelitian menunjukkan parameter selektivitas terpenuhi, akurasi dan presisi yang baik pada konsentrasi tinggi (konsentrasi asam askorbat = 120 µg/mL) dengan % recovery = 100,50–101,01% dan RSD = 0,28%. Linieritas yang dihasilkan pada metode ini telah memenuhi syarat dengan nilai r = 0,9989 pada konsentrasi asam askorbat 50–150 µg/mL.

Kata kunci: asam askorbat, larutan injeksi pemutih kulit merek “X”, KCKT fase terbalik, validasi


(2)

VALIDATION METHOD OF REVERSE PHASE HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FOR THE ASSAY OF ASCORBIC ACID

IN THE WHITENING SKIN INJECTION BRAND “X”

ABSTRACT

Ascorbic acid can be used as agent for skin whitening. Ascorbic acid level

inside skin whitening “X” injection should give the desired effect. To ensures the efficacy, it’s necessary to determine the ascorbic acid level in the dosage form

with a method that has already been validated.

This research is descriptive non exprimental. Ascorbic acid is using Reversed High Performance Liquid Chromatography (HPLC) with stationary phase Phenomenex® C18 (250 x 4.6 mm, 5 µm) and mobile phase methanol : 0.01

M phosphoric buffer adjusting to pH 3 with 0.1 M phosphoric acid (40 : 60), flowrate 0.9 mL/min and detection with UV at 244 nm. Validation parameter used in this research are selectivity, linierity, acuration, precision, and range.

This results of the study showed that selectivity reversed-phase HPLC method is reach, accuracy and precision are at high concentration (120 µg/mL) with % recovery = 100.50–101.01% and RSD = 0.28%. The good linierity for ascorbic acid with values (r) of 0.9989 at 50–150 µg/mL.

Key Words: ascorbic acid, skin whitening “X” injection dosage form, KCKT reverse phase, validation


(3)

i

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR ASAM ASKORBAT DALAM

SEDIAAN LARUTAN INJEKSI OBAT PEMUTIH KULIT MEREK “X”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Rosalia Lestari NIM : 128114133

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

Halaman Persembahan

Matius 11:28 “Marilah kepadaku, hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat Aku akan memberi kelegaan kepadamu”

Kupersembahkan untuk: Tuhan, mama, papa, Saudara, Sahabat, Teman, dan Almamaterku


(7)

(8)

(9)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya yang telah diberikan selama proses pengerjaan skripsi ini dari awal hingga akhir, sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik untuk Penetapan Kadar Asam Askorbat dalam Sediaan Larutan Injeksi Obat Pemutih Kulit Merek “X” dapat berjalan dengan lancar dan terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Sudibyo, M.S., Apt. dan Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang bersedia membimbing, memberi masukan dan jalan keluar serta saran yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan penelitian ini hingga penyusunan naskah skripsi.

3. Dr. Christine Patramurti, M.Si., Apt. dan Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikn saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi.

4. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas pendampingannya dari semester awal hingga akhir ini. Seluruh Dosen


(10)

viii

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendampingi, membagi ilmu, dan pengalamannya yang sangat bermanfaat dalam bidang farmasi.

5. Seluruh Staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma terutama Mas Bimo, Mas Ottok, Mas Kethul yang telah banyak membantu dan bersedia direpotkan selama penulis menyelesaikan penelitian skripsi.

6. Mama, papa, mbak Tiwi, kak Kumala, Wulan, dan Elen yang telah mendoakan dan terus memberikan semangat agar cepat menyelesaikan skripsi dan kuliah.

7. Petra Annie Anjani dan Eunike Lystia Florentien Kelana Jeversoon sebagai teman sekelompok skripsi yang telah berjuang bersama-sama dari awal penyusunan skripsi hingga selesai.

8. Teman-teman semua yang telah membantu, mendukung, menyemangati penulis. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam skripsi ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun, sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca dan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.


(11)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Asam Askorbat ... 6


(12)

x

C. Larutan Penyangga (Bufer) ... 10

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 11

E. Validasi Metode Analisis ... 13

F. Landasan Teori ... 16

G. Hipotesis ... 17

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18

B. Variabel Penelitian ... 18

1. Variabel bebas ... 18

2. Variabel tergantung ... 18

3. Variabel pengacau terkendali ... 18

C. Definisi Operasional ... 19

D. Bahan Penelitian ... 19

E. Alat Penelitian ... 20

F. Tatacara Penelitian ... 20

1. Pembuatan asam fosfat 0,1 M ... 20

2. Pembuatan bufer fosfat 0,01 M ... 20

3. Pembuatan fase gerak ... 20


(13)

xi

5. Pembuatan larutan baku asam askorbat yang digunakan untuk

penentuan panjang gelombang maksimum ... 21

6. Penentuan panjang gelombang maksimum asam askorbat dengan spektrofotometer UV-Vis ... 21

7. Pembuatan seri larutan baku asam askorbat ... 22

8. Preparasi larutan sampel ... 22

9. Preparasi adisi baku dalam sampel untuk penentuan akurasi dan presisi .. 22

10. Validasi metode analisis ... 23

11. Uji kestabilan larutan baku ... 24

G. Analisis Hasil ... 24

1. Selektivitas ... 24

2. Linieritas ... 24

3. Akurasi ... 25

4. Presisi ... 25

5. Rentang ... 25

6. Uji Kestabilan Larutan Baku ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Pembuatan Fase Gerak ... 27

B. Pembuatan Larutan Baku Asam Askorbat ... 29


(14)

xii

D. Analisis Kualitatif Berdasarkan Waktu Retensi (tR) Asam Askorbat... 31

E. Validasi Metode Analisis ... 33

1. Selektivitas ... 33

2. Linieritas ... 35

3. Akurasi ... 36

4. Presisi ... 38

5. Rentang ... 38

F. Uji Kestabilan Larutan Baku ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Penelitian Asam Askorbat Menggunakan Metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 4

Tabel II. Kategori metode pengujian validitas ... 14

Tabel III. Parameter validasi yang dipersyaratkan ... 14

Tabel IV. Kriteria persen recovery yang diperbolehkan ... 15

Tabel V. Kriteria persen relative standard deviation (% RSD) yang diperbolehkan pada beberapa level analit ... 16

Tabel VI. Hasil perhitungan % recovery dan % RSD baku asam askorbat... 37


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Asam Askorbat (Moffat et al., 2011) ... 6

Gambar 2. Skema eksitasi elektron (Gandjar dan Rohman, 2007) ... 8

Gambar 3. Interaksi asam askorbat dengan fase diam oktadesilsilan ... 28

Gambar 4. Interaksi asam askorbat dengan fase gerak metanol : bufer fosfat .... 28

Gambar 5. Spektra penentuan panjang gelombang maksimum asam askorbat .. 30

Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom asam askorbat ... 31

Gambar 7. Kromatogram baku asam askorbat ... 32

Gambar 8. Kromatogram sampel ... 32

Gambar 9. Kromatogram asam askorbat yang terpisah ... 34

Gambar 10. Asam askorbat dan produk degradasinya ... 34

Gambar 11. Metil paraben... 35

Gambar 12. Propil paraben ... 35

Gambar 13. Etiket sampel ... 46

Gambar 14. Kromatogram asam askorbat yang terpisah ... 47

Gambar 15. Kromatogram baku asam askorbat 50 µg/mL Replikasi I ... 49

Gambar 16. Kromatogram baku asam askorbat 75 µg/mL Replikasi I ... 50

Gambar 17. Kromatogram baku asam askorbat 100 µg/mL Replikasi I ... 50

Gambar 18. Kromatogram baku asam askorbat 125 µg/mL Replikasi I ... 51

Gambar 19. Kromatogram baku asam askorbat 150 µg/mL Replikasi I ... 51

Gambar 20. Kromatogram baku asam askorbat 50 µg/mL Replikasi II ... 52

Gambar 21. Kromatogram baku asam askorbat 75 µg/mL Replikasi II ... 52


(17)

xv

Gambar 23. Kromatogram baku asam askorbat 125 µg/mL Replikasi II ... 53

Gambar 24. Kromatogram baku asam askorbat 150 µg/mL Replikasi II ... 54

Gambar 25. Kromatogram baku asam askorbat 50 µg/mL Replikasi III ... 54

Gambar 26. Kromatogram baku asam askorbat 75 µg/mL Replikasi III ... 55

Gambar 27. Kromatogram baku asam askorbat 100 µg/mL Replikasi III ... 55

Gambar 28. Kromatogram baku asam askorbat 125 µg/mL Replikasi III ... 56

Gambar 29. Kromatogram baku asam askorbat 150 µg/mL Replikasi III ... 56

Gambar 30. Kurva baku asam askorbat replikasi I ... 57

Gambar 31. Kromatogram sampel Replikasi I ... 58

Gambar 32. Kromatogram sampel Replikasi II ... 58

Gambar 33. Kromatogram sampel Replikasi III ... 59

Gambar 34. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi rendah Replikasi I ... 60

Gambar 35. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi rendah Replikasi II .... 60

Gambar 36. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi rendah Replikasi III ... 61

Gambar 37. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi sedang Replikasi I ... 61

Gambar 38. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi sedang Replikasi I ... 62

Gambar 39. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi sedang Replikasi I ... 62

Gambar 40. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi tinggi Replikasi I ... 63

Gambar 41. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi tinggi Replikasi II ... 63

Gambar 42. Kromatogram sampel adisi level konsentrasi tinggi Replikasi III .... 64

Gambar 43. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-0 .. 67

Gambar 44. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-1 .. 67


(18)

xvi

Gambar 46. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-3 .. 68 Gambar 47. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-4 .. 69 Gambar 48. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-0 69 Gambar 49. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-1 70 Gambar 50. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-2 70 Gambar 51. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-3 71 Gambar 52. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-4 71 Gambar 53. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-0 72 Gambar 54. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-1 72 Gambar 55. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-2 73 Gambar 56. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-3 73 Gambar 57. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-4 74 Gambar 58. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-0 . 74 Gambar 59. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-1 .. 75 Gambar 60. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-2 .. 75 Gambar 61. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-3 .. 76 Gambar 62. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-4 .. 76 Gambar 63. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-0 77 Gambar 64. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-1 77 Gambar 65. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-2 78 Gambar 66. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-3 78 Gambar 67. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-4 79 Gambar 68. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-0 79


(19)

xvii

Gambar 69. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-1 80 Gambar 70. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-2 80 Gambar 71. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-3 81 Gambar 72. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-4 81 Gambar 73. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-0 .. 82 Gambar 74. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-1 .. 82 Gambar 75. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-2 .. 83 Gambar 76. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-3 .. 83 Gambar 77. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 50 µg/mL pada jam ke-4 .. 84 Gambar 78. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-0 84 Gambar 79. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-1 85 Gambar 80. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-2 85 Gambar 81. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-3 86 Gambar 82. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 100 µg/mL pada jam ke-4 86 Gambar 83. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-0 87 Gambar 84. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-1 87 Gambar 85. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-2 88 Gambar 86. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-3 88 Gambar 87. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-4 89


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Certificate of Analysis Baku Pembanding Asam Askorbat ... 45

LAMPIRAN 2. Etiket sampel “X” ... 46

LAMPIRAN 3. Kromatogram resolusi pemisahan asam askorbat dan puncak di sebelahnya pada sampel 47 LAMPIRAN 4. Data penimbangan kalium dihidrogen fosfat ... 48

LAMPIRAN 5. Data penimbangan baku asam askorbat ... 48

LAMPIRAN 6. Skema pembuatan larutan baku asam askorbat dan perhitungan kadar larutan baku... 48

LAMPIRAN 7. Kromatogram kurva baku asam askorbat ... 49

LAMPIRAN 8. Data Kurva baku asam askorbat ... 57

LAMPIRAN 9. Kromatogram sampel ... 58

LAMPIRAN 10. Kromatogram sampel adisi ... 60

LAMPIRAN 11. Data AUC sampel dan AUC sampel adisi, perhitungan % recovery, perhitungan konsentrasi baku yang terukur, perhitungan RSD baku asam askorbat yang terukur ... 65

LAMPIRAN 12. Kromatogram baku asam askorbat untuk pengujian stabilitas larutan baku ... 67

LAMPIRAN 13. Data AUC uji stabilitas larutan baku, perhitungan % perubahan uji stabilitas larutan baku asam askorbat ... 90


(21)

xix

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR ASAM ASKORBAT DALAM

SEDIAAN LARUTAN INJEKSI OBAT PEMUTIH KULIT MEREK “X”

INTISARI

Asam askorbat dapat digunakan sebagai agen pemutih kulit. Kadar asam askorbat dalam larutan injeksi pemutih kulit merek “X” harus memberikan efek yang diinginkan. Untuk menjamin efikasinya, maka perlu dilakukan penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan obat dengan metode yang telah divalidasi.

Penelitian bersifat deskriptif non eksperimental, asam askorbat dianalisis menggunakan sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase diam Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak

campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat dengan penambahan larutan 0,1 M asam fosfat hingga pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit dan menggunakan detektor UV-244 nm. Parameter validasi yang digunakan adalah selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.

Hasil penelitian menunjukkan parameter selektivitas terpenuhi, akurasi dan presisi yang baik pada konsentrasi tinggi (konsentrasi asam askorbat = 120 µg/mL) dengan % recovery = 100,50–101,01% dan RSD = 0,28%. Linieritas yang dihasilkan pada metode ini telah memenuhi syarat dengan nilai r = 0,9989 pada konsentrasi asam askorbat 50–150 µg/mL.

Kata kunci: asam askorbat, larutan injeksi pemutih kulit merek “X”, KCKT fase terbalik, validasi


(22)

xx

VALIDATION METHOD OF REVERSE PHASE HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FOR THE ASSAY OF ASCORBIC ACID

IN THE WHITENING SKIN INJECTION BRAND “X”

ABSTRACT

Ascorbic acid can be used as agent for skin whitening. Ascorbic acid level inside skin whitening “X” injection should give the desired effect. To ensures the efficacy, it’s necessary to determine the ascorbic acid level in the dosage form with a method that has already been validated.

This research is descriptive non exprimental. Ascorbic acid is using Reversed High Performance Liquid Chromatography (HPLC) with stationary phase Phenomenex® C18 (250 x 4.6 mm, 5 µm) and mobile phase methanol : 0.01

M phosphoric buffer adjusting to pH 3 with 0.1 M phosphoric acid (40 : 60), flowrate 0.9 mL/min and detection with UV at 244 nm. Validation parameter used in this research are selectivity, linierity, acuration, precision, and range.

This results of the study showed that selectivity reversed-phase HPLC method is reach, accuracy and precision are at high concentration (120 µg/mL) with % recovery = 100.50–101.01% and RSD = 0.28%. The good linierity for ascorbic acid with values (r) of 0.9989 at 50–150 µg/mL.

Key Words: ascorbic acid, skin whitening “X” injection dosage form, KCKT reverse phase, validation


(23)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Asam askorbat telah dikembangkan menjadi berbagai macam produk obat, salah satunya sebagai sediaan injeksi pemutih kulit. Produk pemutih kulit dapat menunjang kecantikan kulit, sehingga produk ini diminati oleh banyak konsumen. Produk tersebut digunakan untuk mencerahkan kulit, baik dengan meratakan warna kulit maupun merawat kulit sehingga terhindar dari masalah pigmentasi seperti bintik-bintik hitam, melasma, tanda bekas hamil dan keriput. Beberapa agen pemutih kulit yang saat ini sering digunakan adalah arbutin, vitamin C (asam askorbat), kojic acid, licorice extract, burner root extract,

Scutellaria extract dan mulberry (Thongchai et al., 2007). Asam askorbat digunakan dalam produk pemutih kulit karena kemampuannya sebagai antioksidan yang dapat mengikat radikal bebas sehingga mencegah terbentuknya melanin pada kulit, dan asam askorbat memiliki kemampuan untuk melindungi kulit dari bahaya radiasi UV (Arbab dan Eltahir, 2010).

Peningkatan konsumsi produk pemutih kulit saat ini membuat banyak produsen yang memproduksi produk-produk pemutih kulit dengan harga produk yang relatif murah dan mengandung asam askorbat yang relatif tinggi, contohnya sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X” mengandung asam askorbat 1000 mg per ampul. Jika jumlah asam askorbat tidak sesuai dengan yang tertera pada label, maka konsumen akan dirugikan dari sudut efikasi. Menurut Farmakope V (2014) sediaan obat injeksi asam askorbat mengandung asam


(24)

askorbat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari yang tertera pada label. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetapan kadar asam askorbat dalam produk pemutih kulit yang mengandung asam askorbat relatif tinggi untuk menjamin efikasi produk. Produk sediaan injeksi intravena memiliki bioavailabilitas yang tinggi dibandingkan dengan sediaan peroral (Lullmann, et al., 2000), sehingga asam askorbat dalam sediaan intravena bekerja lebih efisien dan sediaan ini lebih diminati oleh konsumen daripada sediaan peroral.

Analisis asam askorbat pernah diteliti sebelumnya yaitu pada pengembangan dan validasi metode kuantifikasi asam askorbat dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik oleh Ullah, Shafqat, Arshad Hussain, Javid Ali, Khaliqurrehman dan Asad Ullah (2012) dengan judul “A Simple and Rapid HPLC Method for Analysis of Vitamin-C in Local Packed Juices of Pakistan”, penelitian lain mengenai asam askorbat dilakukan oleh Wang, A-Ching, Shu-Hui Cheng, Ceshing Sheu dan Chang-Chin Kwan (2011) dengan judul “Simultaneous Determination of Five Whitening Agents by Ion-Pair Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatogrpahy”.

Pengembangan metode dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: optimasi metode, validasi metode dan aplikasi metode untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sampel injeksi pemutih kulit (Supriyanto, 2014). Optimasi metode analisis untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X” telah dilakukan oleh Jeversoon (2016) dengan kondisi KCKT yang optimal menggunakan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/min, fase diam Phenomenex®


(25)

C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm), dan deteksi UV-244 nm. Validasi metode merupakan

langkah yang penting untuk dilakukan dalam tahap penetapan kadar supaya dapat memberikan hasil yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.

1. Perumusan masalah

Apakah metode penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X” dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit, fase diam Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm), dan deteksi UV-244 nm memenuhi

persyaratan validitas yang meliputi selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang?

2. Keaslian penelitian

Pengembangan dan validasi metode kuantifikasi asam askorbat dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik pernah dilakukan oleh Ullah et al.

(2012), dan Wang et al. (2011) yang terangkum dalam Tabel I. Terdapat beberapa perbedaan penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian sebelumnya, yaitu pada fase gerak, jenis kolom, panjang gelombang, dan sampel yang digunakan. Kelebihan penelitian ini adalah sampel yang digunakan merupakan sediaan injeksi pemutih kulit yang belum pernah diteliti oleh penelitian terdahulu. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan menggunakan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit, fase diam Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm), deteksi


(26)

UV-244 nm, dan sampel asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X”.

Tabel I. Penelitian Asam Askorbat Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Peneliti (tahun) Judul Penelitian Parameter yang digunakan

Shafqat Ullah, Hussain Arshad, Javid Ali, Khaliqurrehman, and Asad Ullah (2012)

A Simple and Rapid HPLC Method for Analysis of Vitamin-C in Local Packed Juices of Pakistan

Kolom Inertsil ODS-3 C18 (250 mm x 4,6 mm), fase gerak metanol : bufer fosfat (20 : 80, v/v) pH 3±0,1 dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit, dan panjang gelombang 240 nm

A-Ching Wang, Shu-Hui Cheng, Ceshing Sheu, and Chang-Chin Kwan (2011)

Simultaneous

Determination of Five Whitening Agents by Ion-Pair Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatogrpahy

Kolom Inertsil ODS-3V (250 mm x 4,6 mm, 5 µm), fase gerak asetonitril : larutan bufer campuran (50 mM natrium fosfat monobasic dihidrat dan 2 mM n-heksadesiltrimetil amonium bromida) dengan elusi gradien komposisi asetonitril : larutan bufer campuran (99 : 1, v/v) dari menit 0 hingga menit ke-20, (70 : 30 v/v) dari menit ke-21 hingga menit 40, (1 : 99 v/v) dari menit ke-41, dengan pH 4,5 dan panjang gelombang 270 nm

Sejauh yang telah peneliti ketahui, penelitian dengan judul Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik Untuk Penetapan Kadar Asam Askorbat Dalam Sediaan Larutan Injeksi Obat Pemutih Kulit Merek “X” belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat dari permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli.


(27)

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah tentang penggunaan metode KCKT fase terbalik yang telah divalidasi dalam penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X”.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan metode KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi dan divalidasi ini dapat dipergunakan/diaplikasikan pada penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X”.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode KCKT fase terbalik dengan sistem yang telah dioptimasi sebelumnya memenuhi persyaratan validasi yang meliputi selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang, sehingga dapat digunakan pada penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X”.


(28)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Asam Askorbat

Asam askorbat (Gambar 1) yang secara kimia dikenal sebagai (2R)-2-[(1S)-1,2-Dihydroxyethyl]-4,5-dihydroxyfuran-3-one merupakan senyawa berbentuk kristal tidak berwarna atau berbentuk serbuk kristal berwarna putih atau kuning pudar. Asam askorbat dengan rumus kimia C6H8O6 memiliki berat

molekul 176,1 gram/mol, pKa = 4,2; 11,6 (pada suhu 25oC), dan

log P (oktanol/air) = 1,8. Kelarutan dalam air 1 : 3, dalam etanol 1 : 30, dalam metanol 1 : 10, dan dalam propilen glikol 1 : 20. Dapat larut dalam aseton, tidak larut dalam benzena, kloroform, eter, petroleum eter, minyak, lemak, dan pelarut lemak (Moffat et al., 2011). Asam askorbat sensitif terhadap cahaya dan mudah teroksidasi (Ahuja dan Dong, 2005).

Gambar 1. Struktur Asam Askorbat (Moffat et al., 2011)

Asam askorbat dapat digunakan sebagai agen pemutih kulit (Thongchai

et al., 2007). Dosis asam askorbat adalah 0,2-3 g per hari (Moffat et al., 2011). Asam askorbat digunakan dalam produk pemutih kulit karena kemampuannya sebagai antioksidan yang dapat mengikat radikal bebas sehingga mencegah terbentuknya melanin pada kulit. Selain itu, asam askorbat memiliki kemampuan


(29)

untuk melindungi kulit dari bahaya radiasi UV. Keuntungan inilah yang mendasari pemakaian asam askorbat dalam produk pemutih kulit (Arbab dan Eltahir, 2010).

Sediaan injeksi pemutih kulit merek “X” memiliki kandungan yang terdiri dari asam askorbat, metil paraben, propil paraben, natrium hidroksida, dan

aqua for injection. Metil paraben merupakan pengawet berbentuk serbuk tak berwarna yang memiliki nilai log P 2,0 dan kelarutan 1 : 400 dalam air. Propil paraben merupakan pengawet serbuk tak berwarna yang memiliki nilai log P 3,0 dan kelarutan 1 : 2500 dalam air (Moffat et al., 2011). Natrium hidroksida sebagai agen untuk penyesuaian pH hingga mencapai 5,5-7,0 untuk menjamin stabilitas sediaan injeksi asam askorbat dan pH larutan mendekati pH darah yaitu 7,4 supaya bila sediaan diinjeksikan ke tubuh tidak terasa sakit (Sulistiyaningsih, 2007).

Penelitian mengenai agen pemutih kulit juga dilakukan oleh Ullah et al.

(2012) dan Wang et al. (2011) yang terangkum dalam Tabel I. Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian sebelumnya terletak pada fase gerak, jenis kolom, panjang gelombang, dan sampel yang digunakan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit, fase diam Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm), deteksi

UV-244 nm, dan sampel asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X”.


(30)

B. Spektrofotometri Ultraviolet

Prinsip spektrofotometri ultraviolet (UV) adalah pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada panjang gelombang (λ) 190-380 nm (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995). Serapan atom menyebabkan paralihan atau transisi elektronik, yaitu peningkatan energi elektron dari keadaan dasar (ground state) ke satu atau lebih tingkat energi yang lebih tinggi (Gambar 2) atau tereksitasi (excited state). Transisi terjadi jika energi yang dihasilkan oleh radiasi sama dengan energi yang diperlukan untuk melakukan transisi (Watson, 2000). Radiasi elektromagnetik pada sinar ultraviolet dan sinar tampak memiliki suatu energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Jarak linier antara titik pada satu gelombang dengan titik yang berada pada gelombang terdekatnya disebut sebagai panjang gelombang (Watson, 2000).

Gambar 2. Skema eksitasi elektron (Gandjar dan Rohman, 2007)

Molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit untuk mengeksitasi elektron maka akan menyerap energi pada panjang gelombang yang lebih panjang, sedangkan untuk molekul-molekul yang memerlukan energi yang


(31)

lebih banyak untuk mengeksitasi elektron maka akan menyerap energi pada panjang gelombang yang lebih pendek (Fessenden and Fessenden, 1997). Jumlah energi yang diserap oleh molekul-molekul disebut sebagai absorban. Hukum Lambert-Beer menunjukkan bahwa absorbansi suatu senyawa dipengaruhi oleh absorptivitas molar, tebal kuvet dan konsentrasi molekul senyawa analit (Gandjar dan Rohman, 2007). Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam persamaan:

A = b c (1)

Keterangan: A = absorbansi

= absorptivitas molar (M-1. cm-1) b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi molekul dalam senyawa analit (Gandjar dan Rohman, 2007)

Nilai absorptivitas molar tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Dikatakan sebagai absorptivitas molar ( ) apabila konsentrasi molekul zat analit dalam satuan Molar (M), namun jika konsentrasi molekul zat analit dalam satuan persen berat/volume (g/100 mL), maka

absorptivitas ditulis dengan . Nilai absorptivitas menunjukkan sensitivitas senyawa untuk diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Semakin besar

nilai suatu senyawa, maka semakin sensitif senyawa tersebut untuk dideteksi dan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Gandjar dan

Rohman, 2007). Hubungan antara dengan dapat dilihat dalam persamaan:

= x

(2)

Keterangan: = absorptivitas molar (M-1. cm-1)

= absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100 mL)


(32)

Asam askorbat (antioksidan) dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet karena senyawa ini memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang ditunjukkan pada Gambar 6 (Ahuja dan Dong, 2005). Kromofor adalah gugus fungsional tak jenuh yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak (Gandjar dan Rohman, 2007), sedangkan auksokrom adalah gugus jenuh yang bila terikat pada kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum (Sastrohamidjojo, 2001). Asam askorbat dalam larutan asam pada panjang gelombang 243 nm memiliki nilai absorptivitas:

=556a. Nilai tersebut dapat menunjukkan bahwa senyawa asam askorbat dapat dideteksi dengan spektrofotometer UV-Vis. Nilai absorptivitas molar asam askorbat adalah 9791,15 M-1.cm-1. Nilai tersebut menunjukkan bahwa asam askorbat akan mengalami transisi dan dapat diaplikasikan pada daerah ultraviolet (Rohman dan Gandjar, 2007).

C. Larutan Penyangga (Bufer)

Bufer dapat mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh penambahan baik sedikit asam ataupun sedikit basa. Larutan bufer dapat dibuat dengan mencampurkan asam lemah atau basa lemah dengan garamnya masing-masing. Ketahanan bufer dipengaruhi oleh pH larutan yang dibuat karena jika pH larutan bufer sama dengan pKa asam atau basa yang membentuknya maka bufer dapat bekerja dengan baik (Snyder Kirkland, and Dolan, 2010).

Menurut Snyder et al. (2010) terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bufer sebagai fase gerak pada KCKT, yaitu


(33)

kapasitas bufer, kelarutan komponen bufer, stabilitas bufer, dan serapan bufer pada daerah UV pada sistem KCKT. Kemampuan suatu bufer untuk mempertahankan pH disebut sebagai kapasitas bufer. Hal ini dipengaruhi oleh nilai pKa asam atau basa lemah penyusun bufer, dan kapasitas bufer berada dalam rentang pH±1,0 unit dari nilai pKa asam atau basa lemah penyusun bufer tersebut. Nilai pKa buffer fosfat adalah 2,1 dan kapasitas buffer fosfat dalam rentang pH 1,1–3,1 (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Menurut Kromidas (2005) nilai UV

cut-off bufer fosfat 50 mM dengan nilai pH = 2,0-3,0 adalah pada panjang gelombang 210 nm.

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode analisis untuk pemisahan suatu campuran senyawa kimia. Pemisahan pada sistem KCKT terjadi akibat adanya interaksi antara zat analit dengan fase diam dan fase gerak yang kemudian akan menghasilkan perbedaan waktu migrasi dari zat analit (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Ada dua jenis KCKT dalam analisis, yaitu KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. KCKT fase normal menggunakan fase diam bersifat lebih polar daripada fase geraknya, sedangkan KCKT fase terbalik menggunakan fase diam bersifat lebih non-polar daripada fase geraknya (Snyder et al., 2010).

Salah satu keunggulan KCKT dibandingkan dengan kromatografi gas yaitu dapat digunakan untuk menganalisis senyawa yang tidak menguap atau tidak tahan panas tanpa peruraian (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995). Kelebihan HPLC dibandingkan metode


(34)

spektrofotometri yaitu pada sensitifitas dan selektivitas dalam kemampuan pemisahannya (Ahuja dan Dong, 2005).

Instrumen KCKT terdiri atas kolom, detektor, wadah fase gerak, pompa,

injector, dan komputer atau perekam data (Ahuja dan Dong, 2005). Salah satu jenis kolom KCKT fase terbalik yang sering digunakan adalah tipe C18 yang

tersusun oleh suatu penyangga silika gel (SiO2). Pada bagian permukaan silika

terdapat gugus-gugus hidroksil (-OH), sehingga silika gel relatif bersifat polar. Silica gel dapat dimodifikasi dengan menutup gugus silanol dengan hidrokarbon rantai panjang untuk menghilangkan gugus hidroksil. Kebanyakan fase diam dengan penyusun silica memiliki rentang pH yang dapat ditoleransi pada pH 2-7 (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

Detektor KCKT digolongkan menjadi dua golongan, yaitu golongan detektor universal dan golongan detektor spesifik. Beberapa karakteristik detektor adalah memiliki respon yang cepat dan reprodusibel terhadap analit, memiliki sensitifitas tinggi, stabil dalam pengoperasiannya, dan sinyal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi analit dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Detektor UV merupakan salah satu jenis detektor spesifik yang mendeteksi analit secara spesifik sesuai panjang gelombang yang digunakan. Detektor UV dapat digunakan dalam sistem KCKT untuk senyawa-senyawa yang memiliki serapan pada panjang gelombang 200-400 nm (Snyder, Kirkland, and Glajch, 1997).

Fase gerak yang digunakan harus bersih, tidak berinteraksi dengan analit, dan tidak toksik. Fase gerak biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat


(35)

bercampur dan berpengaruh pada daya elusi dan resolusi. Pada KCKT, daya elusi dan resolusi ditentukan oleh polaritas seluruh pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen sampel. Komposisi fase gerak akan mempengaruhi pemisahan dan waktu retensi analit. Sebelum digunakan, fase gerak harus disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan partikel-partikel kecil. Adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, karena gas akan mengganggu analisis, terutama mengacaukan bagian pompa dan detektor (Rohman, 2009). Perlu diperhatikan agar nilai UV cut-off fase gerak tidak mengganggu pembacaan hasil analit pada detektor UV. Nilai UV cut-off metanol adalah 205 nm (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

E. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis merupakan suatu prosedur untuk membuktikan apakah suatu metode analisis telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, sehingga hasil analisis dapat dipertanggungjawabkan (Unites States Pharmacopeial Convention, 2007). Suatu metode perlu divalidasi jika metode tersebut baru dikembangkan untuk analisis senyawa tertentu, revisi dari metode yang sudah baku untuk menyesuaikan dengan perkembangan, metode baku dilakukan di laboratorium yang berbeda oleh analis berbeda atau dikerjakan dengan alat yang berbeda, untuk membandingkan kesetaraan antara dua metode (Rohman, 2009).

United States Pharmacopeia (USP, 2007) dan International Conference on Harmonization (ICH, 2005) menyatakan bahwa tidak selalu semua parameter untuk mengevaluasi validasi metode harus diuji. Menurut The United States Pharmacopeia 30 dan The National Formulary 25 tahun 2007, metode analisis


(36)

dapat dikelompokkan menjadi empat kategori (Tabel II). Pengelompokkan kategori tergantung pada sifat uji yang dilakukan untuk tujuan validasi metode analisis.

Tabel II. Kategori metode pengujian validitas (United States pharmacopeial Convention, 2007)

Kategori Keterangan

I Penentuan kuantitatif komponen-komponen utama obat atau zat aktif (termasuk pengawet) di dalam produk obat jadi

II Penentuan kemurnian/adanya pengotor (impurities) atau produk-produk hasil degradasi. Kategori II ini dibagi lagi menjadi uji kuantitatif dan uji batas

III Penentuan karakteristik/sifat-sifat khusus kinerja produk obat jadi, seperti kecepatan disolusi dan uji pelepasan obat

IV Uji identifikasi

Tujuan validasi metode pada penelitian ini adalah untuk penentuan kuantitatif komponen-komponen utama obat atau zat aktif (termasuk pengawet) di dalam produk obat jadi, maka dalam penelitian ini dilakukan validasi metode analisis untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X” termasuk dalam kategori I (Tabel III). Parameter yang dipersyaratkan untuk validasi metode analisis ini adalah selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.

Tabel III. Parameter validasi yang dipersyaratkan untuk validasi metode analisis (United States pharmacopeial Convention, 2007)

Parameter Kategori I

Kategori II

Kategori III Kategori IV Kuantitatif Uji

batas

Akurasi Ya Ya * * Tidak

Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak

Selektivitas Ya Ya Ya * Ya

Batas deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak

Batas kuantitasi Tidak Ya Tidak * Tidak

Linieritas Ya Ya Tidak * Tidak

Rentang Ya Ya * * Tidak

*Mungkin dibutuhkan (tergantung sifat tes yang spesifik)

Selektivitas adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan akurat respon analit di antara seluruh komponen sampel (Harmita, 2004).


(37)

Selektivitas dapat dibuktikan melalui pemisahan puncak-puncak berdekatan dengan perhitungan nilai resolusi (Rs). Bila hasil perhitungan nilai Rs menunjukkan angka 1,0 berarti puncak kromatogram analit tidak terpisah sampai ke baseline, nilai Rs = 1,5 menunjukkan puncak analit telah terpisah sampai

baseline, dan nilai Rs > 1,5 menunjukkan puncak analit telah terpisah sempurna satu sama lain (Gandjar dan Rohman, 2007).

Akurasi adalah kedekatan antara nilai kadar terukur (nilai rata-rata hasil analisis) dengan nilai kadar sebenarnya yang diterima. Akurasi dapat dijadikan sebagai penunjuk kesalahan sistematik (Rohman, 2009). Akurasi dikatakan baik bila memiliki nilai % recovery antara 98,0-102,0% (Tabel IV) untuk kadar analit 10-100% (Gonzalez dan Herrador, 2007).

Tabel IV. Kriteria persen recovery yang diperbolehkan pada beberapa level analit (Gonzalez dan Herrador, 2007)

Analit (%) Fraksi analit Unit Rentang recovery (%)

100 1 100% 98-102

10 10-1 10% 98-102

1 10-2 1% 97-103

0,1 10-3 0,1% 95-105

0,01 10-4 100 ppm 90-107

0,001 10-5 10 ppm 80-110

0,0001 10-6 1 ppm 80-110

0,00001 10-7 100 ppb 80-110

0,000001 10-8 10 ppb 60-115

0,0000001 10-9 1 ppb 40-120

Presisi adalah ukuran kedekatan antara serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran sampel. Konsep presisi diukur dengan koefisien variasi (KV) atau standar deviasi relatif (RSD) (Rohman, 2009). Suatu metode dikatakan memiliki keterulangan/presisi yang baik jika memiliki nilai RSD ≤ 2,0% (Tabel V) untuk kadar analit 100% (Gonzalez dan Herrador, 2007).


(38)

Tabel V. Kriteria persen RSD yang diperbolehkan pada beberapa level analit (Gonzalez dan Herrador, 2007)

Analit (%) Fraksi analit Unit % RSD Horwitz % RSD AOAC

100 1 100% 2 1,3

10 10-1 10% 2,8 1,8

1 10-2 1% 4 2,7

0,1 10-3 0,1% 5,7 3,7

0,01 10-4 100 ppm 8 5,3

0,001 10-5 10 ppm 11,3 7,3

0,0001 10-6 1 ppm 16 11

0,00001 10-7 100 ppb 22,6 15

0,000001 10-8 10 ppb 32 21

0,0000001 10-9 1 ppb 45,3 30

Linieritas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon secara langsung dan proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Data respon dan konsentrasi analit yang diperoleh, dimasukkan ke dalam persamaan matematika untuk mendapatkan linieritas antara konsentrasi dan respon analit (USP, 2007). Persyaratan linieritas yang dapat diterima adalah jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,998 (Kazakevich dan Lobrutto, 2007).

Rentang merupakan interval antara kadar terendah hingga kadar tertinggi yang dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan metode analisis tertentu dan menghasilkan linieritas, akurasi dan presisi yang baik (Rohman, 2009).

F. Landasan Teori

Asam askorbat merupakan salah satu agen pemutih kulit yang dapat diformulasikan sebagai larutan injeksi. Asam askorbat mudah terdegradasi oleh oksigen, paparan cahaya, peningkatan suhu, dan katalis logam. Jumlah asam askorbat dalam produk injeksi pemutih kulit perlu untuk dipastikan kesesuaiannya dengan klaim label supaya konsumen tidak dirugikan. Tujuan penelitian ini adalah


(39)

untuk memvalidasi metode KCKT fase terbalik yang dapat dipergunakan dalam penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X”.

Asam askorbat dapat dipisahkan dari matriks sampel larutan injeksi obat pemutih kulit berdasarkan perbedaan kepolarannya dan interaksi antara analit, fase gerak, dan fase diam dalam sistem KCKT. Asam askorbat memiliki gugus kromofor dan auksokrom pada strukturnya, dalam larutan asam pada panjang

gelombang 243 nm dengan detektor UV memiliki nilai =556a dan nilai =9791,15 M-1.cm-1, sehingga sistem KCKT fase terbalik dengan detektor UV dapat diaplikasikan untuk analisis kadar asam askorbat dalam larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X”.

Validasi metode perlu dilakukan untuk menjamin bahwa hasil aplikasi menggunakan metode yang telah dioptimasi, dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Validasi metode analisis yang peneliti lakukan termasuk dalam kategori 1, sehingga parameter validasi yang diuji meliputi akurasi, presisi, selektivitas, linieritas dan rentang.

G. Hipotesis

Validasi metode KCKT fase terbalik dengan fase diam Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat dengan

penambahan larutan 0,1 M asam fosfat hingga pH 3 (40 : 60), pada penetapan kadar asam askorbat dalam larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X” dapat memenuhi persyaratan parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.


(40)

18

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis dan rancangan penelitian ini adalah deskriptif non eksperimental, karena pada penelitian ini tidak dilakukan manipulasi pada subjek uji dan hanya menggambarkan keadaan yang ada.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah sistem KCKT yang telah dioptimasi yang meliputi komposisi fase gerak dan kecepatan alir fase gerak yang telah dioptimasi.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah parameter validasi metode analisis yang meliputi selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.

3. Variabel pengacau terkendali

Kemurnian pelarut yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan pelarut dengan kemurnian tinggi, yaitu pelarut pro analysis. Kemurnian baku asam askorbat yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan baku yang telah terjamin kualitasnya seperti tercantum pada Certificate of Analysis (CoA).


(41)

C. Definisi Operasional

1. Sistem KCKT yang digunakan terdiri dari fase diam berupa kolom Phenomenex® (250 x 4,6 mm, ukuran partikel 5 µm) dan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat dengan penambahan larutan 0,1 M asam fosfat hingga pH 3 (40 : 60).

2. Baku asam askorbat yang divalidasi adalah baku yang tercantum pada

Certificate of Analysis (CoA).

3. Penelitian yang dilakukan termasuk dalam validasi metode katergori I, yaitu metode yang digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif komponen utama dalam suatu matriks. Validasi yang dilakukan meliputi pengukuran terhadap parameter validasi yaitu selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reference standard

asam askorbat (Supelco) dengan kemurnian 98,7% yang tertera pada CoA di Lampiran 1, metanol grade HPLC (E.Merck), asam fosfat 85% (E.Merck), kalium dihidrogen fosfat p.a (E.Merck), akua demineralisata (PT. Brataco), penyaring Whatman 0,45µm, dan produk pemutih kulit merek “X” yang diperoleh dari online shop“Y”.


(42)

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat KCKT dengan detektor ultraviolet, Shimadzu LC-2010C, kolom C18 merek

Phenomenex® (250 x 4,6 mm, 5 µm), seperangkat komputer (merek Dell B6RDZ1S Connexant system RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S, printer HP

Deskjet D2566 HP-024-000 625730), UV-Vis Spechtrophotometer SP-3000plus

merek OPTIMA dengan detektor silicon photo diode, milipore, ultrasonikator Refsch, Tipe : T460 (Schwing 1 PXE, FTZ-Nr. C-066/83, HF-Frequ:35 kHz), timbangan analitik SCALTEC (max 60/210 g, min 0,001 g), alat vakum GAST, dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.

F. Tatacara Penelitian 1. Pembuatan asam fosfat 0,1 M

Larutan H3PO4 85% diambil sebanyak 0,3 mL, kemudian diencerkan

dengan akua demineralisata 25,0 mL sehingga konsentrasi H3PO4 menjadi 0,1 M.

2. Pembuatan bufer fosfat 0,01 M

Dilarutkan 0,68 g KH2PO4 dalam 500 mL akua demineralisata, kemudian

pH diatur dengan penambahan asam fosfat 0,1 M hingga mencapai pH 3.

3. Pembuatan fase gerak

Fase gerak dibuat dengan mencampur antara metanol dan 0,1 M bufer fosfat pH 3,0 (40 : 60). Campuran fase gerak tersebut disaring dengan penyaring

Whatman 0,45 µm yang dibantu dengan pompa vakum kemudian didegassing


(43)

4. Pembuatan larutan stok dan intermediate asam askorbat

a. Pembuatan larutan stok asam askorbat. Ditimbang saksama 20,0 mg asam askorbat, dilarutkan dalam metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga 10,0 mL sehingga kadar lebih kurang 2000 µg/mL.

b. Pembuatan larutan baku intermediate asam askorbat. Sebanyak 1,25 mL larutan stok diambil dan diencerkan dengan metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga 25,0 mL sehingga diperoleh konsentrasi larutan

intermediate 100 µg/mL.

5. Pembuatan larutan baku asam askorbat yang digunakan untuk penentuan panjang gelombang maksimum

Dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 40; 50; dan 60 µg/mL dengan mengencerkan 4,0; 5,0; dan 6,0 mL larutan intermediate

menggunakan metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga 10,0 mL.

6. Penentuan panjang gelombang maksimum asam askorbat dengan spektrofotometer UV-Vis

Masing-masing konsentrasi larutan seri baku asam askorbat 40; 50; dan 60 µg/mL dengan pelarut campuran metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60), discan

antara panjang gelombang 200-400 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Spektrum yang dihasilkan akan menunjukkan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan untuk deteksi pada sistem KCKT.


(44)

7. Pembuatan seri larutan baku asam askorbat

Diambil sejumlah 250; 375; 500; 625 dan 750 µL larutan stok asam askorbat (2000 µg/mL), kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL dan ditambahkan metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga tanda batas, sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 50; 75; 100; 125 dan 150 µg/mL. Larutan disaring dengan millipore dan didegassing dengan ultrasonicator selama 15 menit, kemudian diinjek ke sistem KCKT fase terbalik hasil optimasi Jeversoon (2016).

8. Preparasi larutan sampel

Sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X” yang mengandung 200 mg/mL asam askorbat, diambil sebanyak 50 µL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, diencerkan dengan metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60) sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi asam askorbat 1000 µg/mL sebagai larutan stok sampel, kemudian diambil sebanyak 1,4 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, diencerkan dengan metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60) sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi asam askorbat 140 µg/mL. Larutan sampel disaring dengan menggunakan milipore dan didegassing dengan

ultrasonicator selama 15 menit.

9. Preparasi adisi baku dalam sampel untuk penentuan akurasi dan presisi

Diambil sejumlah 1,0; 3,0 dan 5,0 mL larutan intermediate asam askorbat 100 µg/mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL dan ditambahkan 1,4 mL stok sampel asam askorbat 200 µg/mL ke dalam masing-masing labu takar dan diencerkan dengan metanol : bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga batas tanda. Larutan disaring dengan millipore dan didegassing dengan ultrasonicator selama


(45)

15 menit, kemudian diinjek ke sistem KCKT fase terbalik hasil optimasi Jeversoon (2016).

10. Validasi metode analisis

a. Penentuan selektivitas. Sejumlah 20,0 µL larutan sampel yang telah disaring dengan millipore dan didegassing dengan ultrasonicator selama 15 menit, diinjek ke sistem KCKT fase terbalik hasil optimasi Jeversoon (2016). Dihitung nilai Rs dari puncak yang diperoleh.

b. Penentuan linieritas. Sejumlah 20 µL larutan baku asam askorbat dengan konsentrasi 50; 75; 100; 125 dan 150 µg/mL yang telah disaring dengan

millipore dan didegassing dengan ultrasonicator selama 15 menit, diinjek ke sistem KCKT fase terbalik hasil optimasi Jeversoon (2016). Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali dan dihitung nilai r (koefisien korelasi).

c. Penentuan akurasi dan presisi adisi baku dalam sampel. Sejumlah 20 µL larutan sampel dan larutan sampel yang telah ditambahkan larutan baku asam askorbat (sampel adisi) dengan konsentrasi asam askorbat sebesar 80; 100; dan 120 µg/mL yang telah disaring dengan millipore dan didegassing dengan ultrasonicator selama 15 menit, diinjek ke sistem KCKT fase terbalik hasil optimasi Jeversoon (2016). Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali dan dihitung nilai % recovery dan koefisien variasi. d. Penentuan rentang. Rentang konsentrasi sampel uji yang memenuhi


(46)

11. Uji kestabilan larutan baku

Larutan baku asam askorbat dengan konsentrasi 50; 100 dan 150 µg/mL yang telah disaring dengan millipore dan didegassing dengan ultrasonicator

selama 15 menit, diinjek ke sistem KCKT fase terbalik hasil optimasi Jeversoon (2016) dalam jam yang berbeda untuk dilihat seberapa besar perubahan konsentrasi yang dihasilkan dari masing-masing larutan baku. Konsentrasi diukur dalam pengukuran selama 4 jam. Dihitung nilai persen perubahan yang diperoleh.

G. Analisis Hasil 1. Selektivitas

Selektivitas ditentukan dari kemampuan metode KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi untuk memisahkan asam askorbat dalam larutan injeksi pemutih kulit. Selektivitas ditentukan dengan parameter resolusi (Rs) dengan rumus:

(2)

Keterangan: Rs = resolusi

tR1 = waktu retensi puncak analit pertama tR2 = waktu retensi puncak analit kedua W1 = lebar dasar puncak pertama W2 = lebar dasar puncak kedua

Nilai Rs > 1,5 menunjukkan puncak analit telah tepisah sempurna satu sama lain (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Linieritas

Linieritas dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Konsentrasi larutan baku asam askorbat yang diperoleh diplotkan terhadap luas puncak pada


(47)

kromatogram sehingga diperoleh nilai r dari persamaan y = bx + a. Persyaratan linieritas yang dapat diterima adalah jika memenuhi nilai r ≥ 0,998 (Kazakevich

and Lobrutto, 2007).

3. Akurasi

Akurasi metode dinyatakan dengan nilai % recovery adisi baku yang dihitung dengan rumus:

(3)

Keterangan: Xn = Konsentrasi larutan n setelah adisi Xo = Konsentrasi tanpa adisi (blanko) X’ = Konsentrasi adisi (perhitungan manual)

Akurasi dikatakan baik bila memiliki nilai % recovery antara 98,0-102,0% untuk kadar analit 10-100% (Gonzalez dan Herrador, 2007).

4. Presisi

Presisi dihitung sebagai standar deviasi relatif (RSD) atau koefisien variasi (RSD), dengan rumus perhitungan:

(4) Keterangan: RSD = standar deviasi relatif

SD = standar deviasi

Suatu metode dikatakan memiliki keterulangan/presisi yang baik jika memiliki nilai RSD ≤ 2,0% untuk kadar analit 100% (Gonzalez dan Herrador, 2007).

5. Rentang

Rentang konsentrasi sampel uji yang memenuhi persyaratan linieritas, akurasi, dan presisi (USP, 2007).


(48)

6. Uji Kestabilan Larutan Baku

Uji kestabilan larutan baku asam askorbat dihitung dari nilai persen perubahan, dengan rumus perhitungan:

% perubahan = |

| x 100% (5)

Keterangan: Xn = konsentrasi akhir Xo = konsentrasi awal

Suatu larutan baku dikatakan stabil apabila persen perubahan yang dihasilkan tidak lebih dari 2% (Ahuja dan Dong, 2005).


(49)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan dalam sistem KCKT fase terbalik adalah campuran metanol dan 0,01 M bufer fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 dan kecepatan alir 0,9 mL/menit. Campuran metanol dan bufer fosfat bersifat polar sedangkan kolom Phenomenex® C18 yang digunakan sebagai fase diam bersifat

lebih nonpolar, sehingga metode KCKT ini merupakan metode KCKT fase terbalik. Sistem elusi fase gerak yang digunakan dalam penelitian adalah isokratik karena pada sistem ini tidak dilakukan perubahan perbandingan selama proses elusi. Prinsip kerja KCKT adalah memisahkan solut karena adanya perbedaan kecepatan elusi saat melewati kolom KCKT. Pemisahan ini terjadi karena adanya interaksi antara analit, fase diam, dan fase gerak (Rohman, 2009). Interaksi yang terjadi diantara fase diam dan asam askorbat adalah interaksi gaya London, yang ditunjukkan pada Gambar 3. Interaksi gaya London ini merupakan gaya tarikan lemah yang disebabkan oleh dipol induksi sesaat pada suatu atom yang terjadi karena pergerakan elektron dalam suatu orbital (Levita dan Mustarichie, 2012). Interaksi asam askorbat dan fase gerak (metanol dan bufer fosfat) merupakan interaksi hidrogen yang ditunjukkan pada Gambar 4. Interaksi hidrogen merupakan interaksi dipol-dipol yang terbentuk antara suatu hidrogen yang terikat pada gugus yang memiliki atom elektronegatif dengan suatu atom elektronegatif lain yang memiliki pasangan elektron bebas.


(50)

Interaksi gaya London

Gambar 3. Interaksi asam askorbat dengan fase diam oktadesilsilan

Gambar 4. Interaksi asam askorbat dengan fase gerak metanol : bufer fosfat

Larutan bufer fosfat terdiri dari KH2PO4, aqua demineralisata, dan asam

fosfat. Aqua demineralisata digunakan sebagai pelarut karena air ini bebas ion atau mineral karena ion seperti ion tembaga dan besi, ion hidroksida dan kuinon dapat menyebabkan kecepatan degradasi asam askorbat menjadi asam dehidroaskorbat meningkat (Wechtersbach and Cigic, 2007). Metanol dan bufer fosfat digunakan sebagai fase gerak karena dapat melarutkan asam askorbat dengan baik, tidak berinteraksi dengan analit, tidak toksik, dan memiliki nilai UV

cut-off jauh dari panjang gelombang asam askorbat, metanol memiliki nilai UV

cut-off 205 nm (Rohman dan Gandjar), sedangkan nilai UV cut-off bufer fosfat di bawah 200 nm (Supelco, 2001). Penggunaan bufer fosfat sebagai fase gerak agar


(51)

pH dalam kolom dapat relatif stabil sehingga waktu retensi yang dihasilkan oleh senyawa asam askorbat menjadi reprodusibel selama tiga menit.

Fase gerak disaring terlebih dahulu menggunakan kertas saring Whatman

dengan bantuan pompa vakum untuk menghilangkan partikel-partikel kecil yang dapat menyumbat kolom, kemudian fase gerak didegassing dengan ultrasonicator

untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang dapat menggangu pengukuran. Larutan metanol dan bufer fosfat masing-masing ditempatkan di dalam chamber fase gerak dengan kapasitas 500 mL.

B.Pembuatan Larutan Baku Asam Askorbat

Baku asam askorbat yang digunakan merupakan reference standard Supelco dengan kemurnian 98,7%. Larutan baku asam askorbat dibuat dengan cara melarutkan baku asam askorbat dalam metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) yang berperan pula sebagai fase gerak dalam metode KCKT fase terbalik ini. Fase gerak yang digunakan bersifat polar karena sebagian besar terdiri dari metanol dan air, sehingga dapat melarutkan asam askorbat yang bersifat polar pula, selain itu metanol dan 0,01 M bufer fosfat memenuhi syarat sebagai pelarut, yaitu murni, dapat melarutkan asam askorbat dengan baik, tidak berinteraksi dengan analit, dan tidak toksik. Komposisi pelarut dan fase gerak yang digunakan sama, sehingga dapat bercampur dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membentuk puncak yang stabil.

Larutan baku asam askorbat dibuat dalam volume 10 mL untuk menghemat pelarut yang digunakan. Konsentrasi larutan stok asam askorbat yang dibuat adalah sebesar 2000 µg/mL, larutan intermediate 100 µg/mL, larutan seri


(52)

baku 50; 75; 100; 125 dan 150 µg/mL. Larutan seri baku digunakan dalam pembuatan kurva baku asam askorbat. Sebelum larutan seri baku dimasukkan ke dalam vial dan diinjek ke sistem KCKT, larutan tersebut disaring terlebih dahulu menggunakan millipore untuk menghilangkan partikel-partikel kecil yang dapat menyumbat kolom, dan didegassing untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang dapat menggangu pengukuran.

C. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Asam Askorbat

Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan pada tiga konsentrasi yang berbeda, yaitu 40; 50 dan 60 µg/mL menggunakan pelarut campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60). Penggunaan tiga level konsentrasi bertujuan untuk membuktikan bahwa perubahan konsentrasi sampai batas tertentu tidak menyebabkan perubahan panjang gelombang maksimum dan dapat menunjukkan semakin besar konsentrasi yang diukur maka puncak spektra yang dihasilkan semakin tinggi (berbanding lurus). Spektra asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Spektra penentuan panjang gelombang maksimum asam askorbat dalam pelarut campuran metanol : bufer fosfat (40 : 60) pH 3


(53)

Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom asam askorbat

Pada Gambar 5 terjadi kenaikkan tinggi spektra seiring dengan kenaikkan konsentrasi. Panjang gelombang maksimum asam askorbat menurut Moffat et al. (2011) adalah 243 nm, sedangkan pada pengukuran didapatkan panjang gelombang maksimum adalah 244 nm. Asam askorbat dapat memberikan serapan di daerah UV karena senyawa ini memiliki gugus kromofor dan auksokrom seperti pada Gambar 6. Menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014), pergeseran panjang gelombang yang digunakan dalam rentang 1 nm dari panjang gelombang teoritis yaitu di daerah 242-244 nm, sehingga panjang gelombang 244 nm dapat digunakan dalam pengukuran menggunakan KCKT fase terbalik.

D. Analisis Kualitatif Berdasarkan Waktu Retensi (tR) Asam Askorbat

Sampel injeksi obat pemutih kulit merek “X” memiliki beberapa kandungan senyawa yang tertera pada label produk, yaitu: asam askorbat, natrium hidroksida, metil paraben, propil paraben, dan aqua pro injection. Tes identifikasi dalam sistem KCKT ini menggunakan nilai waktu retensi dari senyawa asam askorbat yang terdapat dalam baku asam askorbat. Tes ini bertujuan untuk membuktikan adanya asam askorbat dalam sampel injeksi obat pemutih kulit merek “X”. Di dalam sampel, asam askorbat dapat diketahui dari nilai waktu retensi yang mirip dengan nilai waktu retensi asam askorbat pada baku. Waktu


(54)

retensi asam askorbat yang diperoleh merupakan waktu analit untuk melewati fase diam dengan bantuan fase gerak.

Gambar 7. Kromatogram baku asam askorbat

Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) Kecepatan alir : 0,9 mL/min

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

Gambar 8. Kromatogram sampel

Parameter KCKT= Gambar 7

Sistem KCKT pada penelitian ini menggunakan sistem KCKT terbalik sehingga asam askorbat yang bersifat polar memiliki waktu retensi yang singkat karena sistem KCKT yang digunakan merupakan sistem KCKT fase terbalik. Pada Gambar 7 terlihat bahwa baku asam askorbat memiliki waktu retensi selama


(55)

3,033 menit, dan pada Gambar 8 (kromatogram sampel) terdapat puncak pada 3,033 menit pula. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sampel injeksi pemutih kulit merek “X” terdapat asam askorbat, sesuai yang tertera pada label produk tersebut.

E. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis perlu dilakukan untuk menjamin bahwa hasil aplikasi metode yang telah dioptimasi dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Validasi metode analisis yang peneliti lakukan termasuk dalam kategori 1, sehingga parameter validasi yang diuji meliputi selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, dan rentang.

1. Selektivitas

Selektivitas adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan akurat respon analit di antara seluruh komponen sampel (Harmita, 2004). Menurut Gandjar dan Rohman (2007), puncak analit telah terpisah sempurna satu sama lain jika nilai Rs > 1,5.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan fase diam Phenomenex® C18 dan fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat

dengan penambahan larutan 0,1 M asam fosfat hingga pH 3 (40 : 60) pada panjang gelombang 244 nm didapatkan nilai Rs hasil pemisahan asam askorbat terhadap puncak di sebelahnya dalam sampel pada waktu retensi 3,095 menit sebesar 11,443 (Gambar 9) yang menunjukkan bahwa analit terpisah sempurna dengan puncak di sebelahnya.


(56)

Gambar 9. Kromatogram asam askorbat yang terpisah dengan puncak di sebelahnya

Parameter KCKT = Gambar 7

Kelemahan pada penelitian ini yaitu tidak dilakukan penginjekan larutan plasebo dan pembanding asam dehidroaskorbat (degradan utama dari asam askorbat). Menurut Deutsch dalam Nováková, Solichová, and Solich (2008), larutan asam dehidroaskorbat memberikan nilai absorbansi kecil pada panjang gelombang di atas 220 nm, senyawa asam dehidroaskorbat (Gambar 10) memiliki kepolaran yang mirip dengan asam askorbat. Asam dehidroaskorbat memiliki gugus kromofor yang lebih pendek daripada asam askorbat, sehingga senyawa ini memiliki nilai panjang gelombang yang lebih pendek pula daripada nilai panjang gelombang asam askorbat. Panjang gelombang yang digunakan pada penelitian ini pada 244 nm dengan konsentrasi asam askorbat yang tinggi, sehingga berdasarkan teori dapat disimpulkan bahwa asam dehidroaskorbat tidak memberikan gangguan yang bermakna pada puncak asam askorbat.


(57)

Di dalam sampel terdapat metil paraben, propil paraben, dan NaOH. Jika plasebo diinjekkan dalam sistem KCKT fase terbalik pada panjang gelombang 244 nm ini, maka NaOH tidak terdeteksi, puncak metil paraben dan propil paraben memiliki waktu retensi yang lebih lama daripada puncak asam askorbat. Hal tersebut disebabkan karena NaOH tidak memiliki kromofor, adanya perbedaan kepolaran antara asam askorbat, metil paraben, dan propil paraben. Metil paraben (Gambar 11) dan propil paraben (Gambar 12) yang masing-masing memiliki nilai log P 2,0 dan 3,0, memiliki index lipofilisitas yang besar dibandingkan dengan asam askorbat yang memiliki nilai log P -1,8. Berdasarkan teori tersebut, peneliti dapat menyatakan bahwa puncak asam askorbat terpisah dari puncak matrik sampel.

Gambar 11. Metil paraben (Moffat et al., 2011) Gambar 12. Propil paraben (Moffat et al., 2011)

2. Linieritas

Linieritas dalam suatu prosedur analisis menunjukkan korelasi yang proporsional antara respon detektor yang terukur dan konsentrasi analit. Penentuan linieritas menggunakan persamaan regresi linier pada kurva baku. Pada penelitian ini, pembuatan kurva baku menggunakan lima seri konsentrasi (ICH, 2005) baku asam askorbat yang terdiri dari konsentrasi 50; 75; 100; 125 dan 150 µg/mL.

Koefisien korelasi (r) dapat menunjukkan linieritas kurva baku. Nilai r semakin mendekati satu menunjukkan linieritas yang semakin baik, sehingga


(58)

dapat digunakan untuk perhitungan kadar analit dalam sampel. Terdapat pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam pemilihan kurva baku, yaitu nilai intersept (A) dan slope (B). Nilai A dari persamaan y = Bx+A merupakan

baseline error yang seharusnya pada konsentrasi nol respon yang dihasilkan juga nol, tetapi jika pada konsentrasi nol terdapat respon maka hal ini dapat mengacaukan data yang ada, sedangkan nilai B yang diharapkan adalah yang semakin besar atau mendekati sudut 45o. Pada pemilihan kurva baku digunakan persamaan kurva baku replikasi I karena nilai A replikasi I yang paling kecil di antara nilai A dari ketiga replikasi. Kurva baku pada penelitian ini dengan nilai r = 0,9989 telah memenuhi syarat linieritas kurva baku menurut Kazakevich dan

Lobrutto (2007). Persamaan kurva baku yang digunakan adalah y = 70202x – 296485 dengan rentang konsentrasi dari 50 µg/mL sampai dengan

150 µg/mL.

3. Akurasi

Akurasi prosedur analisis menunjukkan kedekatan hasil analisis analit dengan nilai konsentrasi analit sebenarnya yang diterima. Parameter akurasi dapat dinyatakan dalam % recovery. Jika asam askorbat yang tertera pada label kemasan merupakan zat aktif dari sediaan injeksi tersebut dan kadar asam askorbat yang tertera pada label kemasan berada dalam rentang kadar analit 10-100%, maka metode ini dapat dikatakan akurat jika memiliki % recovery sebesar 98,0-102,0%. Pada penelitian ini, % recovery diperoleh dengan menggunakan metode standar adisi atau metode penambahan baku. Pengukuran dilakukan dengan menambahkan tiga level konsentrasi baku yang kadarnya diketahui, ke dalam


(59)

sejumlah sampel yang kadarnya tidak diketahui secara pasti sehingga diukur sebagai sampel adisi, dilakukan pula pengukuran pada sampel tanpa baku, sehingga dari kedua pengukuran tersebut didapatkan konsetrasi baku yang terukur dalam sampel adisi tersebut. Hal ini mengikuti aturan dari ICH bahwa akurasi sebaiknya dilakukan pada tiga level konsentrasi (80, 100, dan 120%) dan setiap level konsentrasi dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, sehingga dapat diperoleh sembilan data % recovery. Selisih antara konsentrasi sampel adisi dan sampel (tanpa adisi), dibandingkan dengan konsentrasi baku secara teoritis untuk mendapatkan % recovery. Level konsentrasi rendah, tengah, dan tinggi yang digunakan pada penelitian ini berturut-turut adalah 80; 100; dan 120 µg/mL.

Tabel VI. Hasil perhitungan % recovery dan RSD baku asam askorbat yang terukur

Level

konsentrasi Replikasi

Konsentrasi asam askorbat (µg/mL) RSD baku yang terukur

(%)

% Recovery (%) Sampel yang terukur Sampel adisi yang terukur Baku yang terukur Rendah

I 70,99 82,32 11,32

7,94

114,73

II 72,46 83,47 11,01 111,51

III 77,00 86,73 9,72 98,49

Sedang

I 70,99 99,84 28,84

5,05

97,41

II 72,46 99,97 27,51 92,89

III 77,00 107,43 30,42 102,75

Tinggi

I 70,99 120,83 49,83

0,28

100,97

II 72,46 122,05 49,59 100,50

III 77,00 126,85 49,85 101,01

Dalam penelitian ini, nilai % recovery pada konsentrasi rendah adalah 98,49-114,73%, pada konsentrasi sedang adalah 92,89-102,75%, pada konsentrasi tinggi adalah 100,50-101,01% (dapat dilihat pada Tabel VI). Pada level konsetrasi rendah, konsentrasi yang digunakan lebih kecil daripada level konsentrasi tinggi, sehingga perubahan sedikit saja memberikan nilai % recovery dalam rentang yang lebih luas daripada % recovery level konsentrasi tinggi. Parameter akurasi


(60)

terpenuhi pada level konsentrasi tinggi, sehingga disarankan untuk melakukan pengukuran di atas level konsentrasi tinggi (120 µg/mL).

4. Presisi

Menurut Horwitz dalam Gonzalez dan Herrador (2007), suatu metode memiliki presisi yang baik jika nilai RSD ≤ 2,0% untuk kadar analit 100%. Dalam penelitian ini, nilai RSD baku asam askorbat dalam sampel adisi yang diperoleh pada level konsentrasi rendah = 7,94%, level konsentrasi sedang = 5,05%, level konsentrasi tinggi = 0,28%. Pada level konsentrasi rendah, konsentrasi yang digunakan lebih kecil daripada level konsentrasi tinggi, sehingga perubahan sedikit saja memberikan nilai RSD lebih besar daripada nilai RSD level konsentrasi tinggi. Parameter presisi terpenuhi pada level konsentrasi tinggi.

5. Rentang

Parameter rentang pada penelitian ini tidak terpenuhi karena hanya satu level konsentrasi yang memenuhi parameter akurasi, presisi, dan linieritas, yaitu pada level konsetrasi tinggi (120 µg/mL).

F. Uji Kestabilan Larutan Baku

Uji kestabilan larutan baku merupakan hal penting dalam melakukan analisis untuk kuantifikasi suatu senyawa, terutama untuk senyawa-senyawa yang labil seperti asam askorbat. Pengujian kestabilan larutan baku asam askorbat minimal dilakukan dalam rentang waktu dari saat pembuatan larutan baku asam askorbat hingga berakhir semua pengukuran larutan baku asam askorbat tersebut. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengukuran larutan baku asam askorbat


(61)

kurang lebih selama 2 jam, sehingga jika larutan baku tetap stabil selama 2 jam maka pengukuran asam askorbat selama 2 jam ini dapat digunakan secara pasti dalam kuantifikasi. Menurut Ahuja dan Dong (2005), larutan baku dapat dikatakan stabil jika persen perubahan yang terjadi kurang dari 2% selama waktu yang diperlukan untuk pengukuran yang menggunakan larutan baku.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian stabilitas larutan baku pada konsentrasi 50; 100 dan 150 µg/mL selama 4 jam. Pada Tabel VII menunjukkan besarnya perubahan yang terjadi pada uji kestabilan larutan baku asam askorbat. Berdasarkan data pada Tabel VII dapat dilihat bahwa persen perubahan yang terjadi pada 50; 100 dan 150 µg/mL kurang dari 2%, maka larutan baku asam askorbat yang diukur selama 4 jam merupakan larutan baku yang stabil dan dapat digunakan untuk kuantifikasi baik dalam validasi metode analisis maupun pengukuran kadar asam askorbat dalam sampel.

Tabel VII. Hasil % perubahan uji kestabilan larutan baku asam askorbat konsentrasi 50; 100; dan 150 µg/mL

Kadar Teoritis (µg/mL)

Replikasi Kadar terukur (µg/mL) pada jam

ke-Persen perubahan (%) jam

ke-0 1 2 3 4 1 2 3 4

50

I 58,91 58,87 58,86 58,86 58,84 0,064 0,087 0,089 0,119 II 54,27 54,27 54,25 54,20 54,18 0,000 0,040 0,135 0,167 III 50,54 50,53 50,53 50,52 50,52 0,028 0,029 0,048 0,050 100

I 101,09 101,08 101,07 101,05 100,93 0,009 0,022 0,033 0,158 II 99,55 99,48 99,48 99,46 99,30 0,068 0,075 0,094 0,248 III 103,14 103,10 103,09 103,07 103,07 0,031 0,048 0,064 0,067 150

I 148,86 148,83 148,79 148,78 148,74 0,022 0,50 0,053 0,085 II 138,74 138,67 138,63 138,56 138,52 0,051 0,075 0,129 0,157 III 143,91 143,91 143,87 143,86 143,82 0,000 0,024 0,033 0,061


(62)

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Metode KCKT fase terbalik dengan fase diam Phenomenex® C18 (250 x

4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak metanol : 0,01 M bufer fosfat dengan penambahan larutan 0,1 M asam fosfat hingga pH 3 (40 : 60), pada penetapan kadar asam askorbat dalam larutan injeksi obat pemutih kulit merek “X” memenuhi persyaratan parameter selektivitas, linieritas pada konsentrasi 50-150 µg/mL dengan nilai (r) sebesar 0,9989, akurasi dan presisi pada level konsentrasi tinggi (120 µg/mL).

B. Saran

1. Perlu ditambahkan plasebo sampel dan baku pembanding asam dehidroaskorbat pada 6analisis asam askorbat dalam sampel injeksi obat pemutih kulit merek “X”.

2. Perlu dilakukan validasi pengukuran menggunakan standar adisi pada level konsentrasi lebih tinggi daripada 120 µg/mL untuk memperoleh daerah atau rentang yang memenuhi syarat akurasi dan presisi.

3. Penelitian analisis asam askorbat dapat menggunakan kolom kiral-Pirkle untuk memisahkan L-asam askorbat dan D-asam askorbat.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, S., and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, vol. 6, Elsevier Inc., USA, pp. 49, 58-62, 138, 384, 210- 211. Arbab, A.H.H., and Eltahir, M.M., 2010, Review on Skin Whitening Agents,

Khartoum Pharmacy Journal, Vol. 13 (1), pp. 5-7.

Direktorat jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995,

Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 1009, 1061.

Direktorat jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014,

Farmakope Indonesia, Edisi V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 142, 143, 931, 1323.

Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S., 1997, Kimia Organik, Edisi III, Jilid 1, diterjemahkan oleh Aloysius Handayana Pudjaatmaka, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 436.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007, Kimia Analisis Farmasi, cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 220-225, 228-243, 339.

Gonzalez, A.G., and Herrador, M.A., 2007, A Practical Guide to Analytical Method Validation, Including Measurement Uncertainty and Accuracy Profiles, Trends in Analytical Chemistry, Department of Analytical Chemistry, Vol. 26, No. 3, pp. 227-238.

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 1, No. 3, hal. 117-134.

Jeversoon, E.L.F.K., 2016, Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik untuk Penetapan Kadar Asam Askorbat dalam Sediaan Larutan Injeksi Obat Pemutih Kulit Merek “X”, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yogyakarta.

Kazakevich, Y., and Lobrutto, R., 2007, More Practical Problem Solving in HPLC, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA Weinheim, Germany, p. 34.

Kromidas, S., 2005, More Practical Problem Solving in HPLC, Wiley-VCH Verlag GmbH, Jerman, p. 34.

Levita, J., dan Mustarichie, R., 2012, Pemodelan Molekul dalam Kimia Medisinal,

Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 22-25.

Lullmann, H., Mohr, K., Ziegler, A., Bieger, D., 2000, Color Atlas of Pharmacology, Edisi II, Thieme Stuttgrat, New York, p. 18.


(1)

Gambar 83. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-0

Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) Kecepatan alir : 0,9 mL/min

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

Gambar 84. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-1

Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) Kecepatan alir : 0,9 mL/min

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm


(2)

Gambar 85. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-2

Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) Kecepatan alir : 0,9 mL/min

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm

Gambar 86. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-3

Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) Kecepatan alir : 0,9 mL/min

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm


(3)

Gambar 87. Kromatogram uji stabilitas larutan baku 150 µg/mL pada jam ke-4

Fase diam : Phenomenex® C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm

Fase gerak : metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) Kecepatan alir : 0,9 mL/min

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-244 nm


(4)

LAMPIRAN 13. Data AUC uji stabilitas larutan baku, perhitungan % perubahan uji stabilitas larutan baku asam askorbat

1. Nilai AUC uji stabilitas larutan baku asam askorbat

Kadar Teoritis (µg/mL)

Replikasi

AUC (mAU) pada jam ke-

0 1 2 3 4

50

I 3839183 3836529 3835568 3835508 3834241 II 3513473 3513472 3511963 3508324 3507098 III 3251718 3250717 3250706 3250011 3249954

100

I 6800041 6799386 6798513 6797668 6788846 II 6692055 6687328 6686833 6685483 6674689 III 6943852 6941624 6940396 6939192 6938992

150

I 10153895 10151630 10148625 10148385 10144997 II 9443199 9438254 9435896 9430618 9427940 III 9806002 9805988 9803546 9802681 9799889

2. Perhitungan % perubahan uji stabilitas larutan baku asam askorbat

Pada kadar teoritis 50 µg/mL replikasi I, AUC larutan baku pada jam ke-0 = 3839183 dan

AUC larutan baku pada jam ke-1 = 3836529. Konsentrasi larutan baku pada jam ke-0 dan pada

jam ke-1 dihitung menggunakan persamaan kurva baku y = 70202x – 296485. Konsentrasi larutan baku pada jam ke-0  3839183 = 70202x – 296485

70202 x = 4135668

x = 58,91 µg/mL

Konsentrasi larutan baku pada jam ke-1  3836529 = 70202x – 296485 70202 x = 4133014

x = 58,87 µg/mL

% perubahan jam ke-1 = |

|x 100%

= |

| x 100%


(5)

Kadar Teoritis (µg/mL)

Replikasi Kadar terukur (µg/mL) pada jam

ke-Persen perubahan (%) jam

ke-0 1 2 3 4 1 2 3 4

50

I 58,91 58,87 58,86 58,86 58,840 0,068 0,087 0,089 0,119 II 54,27 54,27 54,25 54,20 54,181 0,000 0,040 0,135 0,167 III 50,54 50,53 50,53 50,52 50,517 0,028 0,029 0,048 0,050

100

I 101,09 101,08 101,07 101,05 100,928 0,009 0,022 0,033 0,158 II 99,55 99,48 99,48 99,46 99,302 0,068 0,075 0,094 0,248 III 103,14 103,10 103,09 103,07 103,067 0,031 0,048 0,064 0,067

150

I 148,86 148,83 148,79 148,78 148,735 0,022 0,50 0,053 0,085 II 138,74 138,67 138,63 138,56 138,521 0,051 0,075 0,129 0,157 III 143,91 143,91 143,87 143,86 143,819 0,000 0,024 0,033 0,061


(6)

Biografi Penulis

Penulis skripsi berjudul Validasi Metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik untuk Penetapan

Kadar Asam Askorbat dalam Sediaan Larutan Injeksi

Obat Pemutih Kulit Merek

“X” memiliki nama lengkap

Rosalia Lestari. Penulis lahir di Sintang pada tanggal 1

Desember 1994 sebagai anak ketiga dari empat

bersaudara pasangan Gatot Wibowo dan Magdalena Limah. Pendidikan formal

yang telah ditempuh penulis adalah TK Panca Setya Sintang (1998-2000), SD

Panca Setya 1 Sintang (2000-2006), SMP Negeri 1 Sintang (2006-2009), SMA

Stella Duce 1 Yogyakarta (2009-2012), kemudian tahun 2012 penulis melanjutkan

kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah

penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Mikrobiologi (2014, 2015, dan

2016), praktikum Kimia Analisis (2015), praktikum Kimia Organik (2015), dan

praktikum

Pharmaceutical Analysis (2015). Selain itu penulis juga pernah

mengikuti kegiatan dan organisasi antara lain: Herbal Garden Team (2014-2015),

makrab HGT (2014), pernah mengikuti beberapa seminar yaitu seminar Motivasi

dan Inspirasi untuk Meningkatkan Leadership Competence (2014), Seminar

Motivasi Bong Candra (2013), dan Seminar Menjawab Permasalahan di Indonesia

dengan Kurikulum Baru (2014).


Dokumen yang terkait

Penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ``X`` secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

2 21 125

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik untuk penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merk ``X``.

0 10 99

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok ``Merek X``.

0 3 131

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok Merek X

0 3 129

Validasi metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar merk Kiranti secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 118

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR KURKUMIN DALAM SEDIAAN KAPSUL LUNAK OBAT HERBAL TERSTANDAR MEREK RHEUMAKUR

1 1 111

Penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar merk Kiranti secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 117

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR KAFEIN DAN TEOBROMIN DALAM COKELAT BUBUK MERK “X” Skripsi

0 1 145

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Validasi metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik untuk penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan sirup merek ``x`` - USD Repository

0 0 138