Sekolah Ramah Anak Upaya Mengembangkan S

Sekolah Ramah Anak: Upaya Mengembangkan Sekolah yang Efektif dan
Berkualitas
Urip Tisngati
ifedeoer@gmail.com

Abstrak

Artikel ini membahas tentang sekolah yang ramah anak. Anak-anak adalah
pembelajar alami, tetapi kapasitas untuk belajar dapat dirusak dan kadang-kadang
hancur harapan. Sekolah adalah lingkungan pribadi dan sosial yang signifikan dalam
kehidupan anak. Sebuah sekolah ramah anak memastikan setiap anak berada pada
lingkungan yang secara fisik aman, emosional aman, dan psikologis yang
mendukung. Sekolah ramah anak mengakui, mendorong dan mendukung tumbuh
kembang, kapasitas anak-anak sebagai peserta didik dengan menyediakan budaya
sekolah, mengajar perilaku dan konten kurikulum yang berfokus pada pembelajaran
dan pelajar. Dalam hal ini, guru adalah faktor paling penting dalam menciptakan kelas
yang efektif dan inklusif. Kemampuan sekolah untuk menjadi ramah anak secara
langsung terkait dengan dukungan, partisipasi dan kolaborasi yang diterima dari
keluarga dan masyarakat. Kerangka sekolah berbasis hak dan ramah anak dapat
menjadi alat yang ampuh untuk membantu memenuhi hak anak-anak dan memberi
mereka pendidikan berkualitas.

Kata kunci: Sekolah Ramah Anak, Sekolah Efektif dan Berkualitas.

Pendahuluan
Sekolah adalah lingkungan pribadi dan sosial yang signifikan dalam kehidupan
muridnya. Sekolah menjadi tempat berkumpulnya anak-anak dengan karakteristiknya
yang beraneka ragam, seperti jenis kelamin, kondisi fisik, kondisi mental, latar belakang
budaya dan sosial, dan lain-lain. Sekolah pada akhirnya menjadi miniatur masyarakat
yang memiliki tujuan mulia dalam bidang pendidikan.
Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang
meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang kesemuanya
tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal (Jalaluddin dan
Abdullah, 2003). Namun demikian, berhasil atau tidaknya usaha tersebut banyak
tergantung pada jelas tidaknya tujuan. Karena itu, pendidikan di Indonesia mempunyai
tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa Indonesia, yaitu

Pancasila, yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan,
dalam keluarga, masyarakat, sekolah, dan perguruan tinggi. Untuk menetapkan tujuan
pendidikan dasar, harus melalui beberapa pendekatan seperti: (1) pendekatan melalui
analisis historis lembaga-lembaga sosial; (2) pendekatan melalui analisis ilmiah tentang
realita kehidupan aktual; (3) pendekatan melalui nilai-nilai filsafat yang normatif

(normative philosophy).
Pasal 31 dan amandemen UUD 1945 secara tegas mengatur hak pendidikan warga
negara dan kewajiban pemerintah dalam pemenuhan layanan pendidikan dasar.
Pemerintah telah memberikan perhatian yang serius dalam mengimplementasikan pasal
31 UUD 1945 mengenai anggaran minimal 20% dari APBN dan APBD dan pendidikan
dasar bebas biaya dengan kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD/MI
dan SMP/MTs untuk semua anak Indonesia yang berada di sekolah. Pemerintah juga
sudah meratifikasi Kovenan Hak Anak dengan menerbitkan PP No 36 tahun 1990 dan
Kovenan Internasional mengenai Hak Ekonomi Sosial Budaya (EKOSOB) dengan
menerbitkan UU No 11 tahun 2005.
Mengacu pada upaya pemerataan kesempatan bagi seluruh anak untuk memperoleh
pendidikan yang layak maka program Sekolah Ramah Anak menjadi upaya yang strategis
guna memenuhi UU. Ini juga berkaitan dengan bagaimana negara memberi jaminan bagi
warga negara untuk menikmati hak-haknya. Kaitan ini, anak menjadi subjek utama yang
harus diperhatikan pemenuhan hak-hak dasarnya sehingga masa perkembangan mereka
dapat dilewati dengan baik.

Tinjauan tentang Sekolah Ramah Anak
Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam
kandungan (Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak). Anak

adalah seseorang orang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah
nikah (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak). Sekolah yang ramah anak memastikan lingkungan setiap anak yang aman secara
fisik, aman secara emosional dan memungkinkan secara psikologis. Sekolah berbasis hak
dan ramah anak memiliki dua karakteristik dasar, yaitu (1) sekolah mencari anak, secara
aktif mengidentifikasi anak-anak yang dikecualikan agar mereka terdaftar di sekolah dan
termasuk dalam pembelajaran, memperlakukan anak-anak sebagai subjek dengan hak dan

negara sebagai penanggung jawab untuk memenuhi hak-hak ini. (2) sekolah yang
berpusat pada anak, bertindak untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, yang mengarah
pada realisasi potensi anak sepenuhnya (Khan, 2015).
Sekolah Ramah Anak yang selanjutnya disingkat SRA adalah satuan pendidikan
formal, nonformal, dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya
lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan
perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya serta
mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran,
pengawasan, dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak
di pendidikan (Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia, Nomor 8 tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak).
Dapat diartikan bahwa Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang secara sadar berupaya

menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana
dan bertanggung jawab. Sekolah memastikan tidak ada diskriminasi di dalamnya karena
setiap anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Sekolah harus memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengembangkan potensi dirinya tanpa rasa takut dari tindakan kekerasan atau
penghinaan. Anak didik dilibatkan dalam kegiatan edukatif dan social guna mendorong
tumbuh kembang anak secara alami.
Landasan hukum penyelenggaraan Sekolah Ramah Anak meliputi, (1) Undang
Undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 4 tentang perlindungan anak, “bahwa anak
mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Disebutkan di atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dijabarkan
sebagai hak untuk berpendapat dan didengarkan suaranya.”(2) Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pemenuhan Hak
Pendidikan Anak adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik pada usia anak secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya
masyarakat bangsa dan negara”.


Memperhatikan definisi di atas, dapat dimaknai bahwa adanya kebijakan Sekolah
Ramah Anak dilatarbelakangi oleh banyaknya tindak kekerasan yang dialami siswa. Di
Indonesia, tidak sedikit sekolah yang mempraktikkan cara-cara yang kurang ramah
dengan anak. Sering sekali didengar berita kekerasan terhadap anak di sekolah, baik itu
kekerasan fisik, kekerasan psikis bahkan sampai pada pelecehan seksual. Sekolah,
sebagai miniature masyarakat, tempat pendidikan anak berimplikasi untuk menyediakan
wahana yang ramah anak. Selanjutnya, kebijakan Sekolah ramah Anak menjadi dasar
hukum penyelenggaraan di masyarakat untuk mengatur sehingga tujuan menjamin
kesejahteraan anak tercapai.

Prinsip dan Aspek-aspek Penyelenggaraan
Pemenuhan hak pendidikan anak bermuara pada pelayanan prima pendidikan yang
dilakukan pemerintah, swasta dan masyarakat. Pelayanan prima pendidikan yang
dimaksud adalah pemenuhan 5K, yaitu (1) Ketersediaan, bahwa layanan pendidikan
tersedia secara merata di seluruh pelosok nusantara; (2) Keterjangkauan, bahwa layanan
pendidikan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; (3) Kualitas/Mutu dan
Relevansi, bahwa layanan pendidikan berkualitas/bermutu dan relevan dengan kebutuhan
kehidupan bermasyarakat, dunia usaha, dan dunia industri; (4) Kesetaraan, bahwa
layanan pendidikan setara bagi warga negara Indonesia dalam memperoleh pendidikan

berkualitas dengan memperhatikan keberagaman latar belakang sosial-budaya, ekonomi,
geografi, gender, dan sebagainya; dan (5) Kepastian/Keterjaminan, bahwa layanan
pendidikan menjamin kepastian bagi warga negara Indonesia mengenyam pendidikan dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan dunia industry
(www.sekolahramahanak.com/ )
Berkaitan dengan pendapat Amadino (2009), ada catatan bahwa kebijakan dan
strategi pendidikan inklusi harus berorientasi pada praktik di lembaga pendidikan dengan
pendekatan pedagogis. Secara umum, prinsip utama sekolah ramah anak adalah bahwa
anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Sekolah harus memastikan tidak ada diskriminasi
kepentingan, menghargai hak hidup serta setiap anak mendapatkan penghargaan yang
sesuai. Sekolah dituntut untuk mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah media, tidak

sekedar tempat yang menyenangkan bagi anak untuk belajar. Dunia anak adalah
“bermain”. Dalam bermain itulah sesungguhnya anak melakukan proses belajar dan
bekerja. Sekolah merupakan tempat bermain yang memperkenalkan persaingan yang
sehat dalam sebuah proses belajar-mengajar. Sekolah perlu menciptakan ruang bagi anak
untuk berbicara mengenai sekolahnya (UU No. 23 Tahun 2002).
Dalam hal ini, usaha mewujudkan Sekolah Ramah Anak perlu didukung oleh

berbagai pihak antara lain keluarga dan masyarakat yang sebenarnya merupakan pusat
pendidikan terdekat anak. Lingkungan yang mendukung, melindungi memberi rasa aman
dan nyaman bagi anak akan sangat membantu proses mencari jati diri.
Tabel 1. Peran Aktif Unsur pendukung Sekolah Ramah Anak
No Ruang Lingkup
1.

2.

3.

Keluarga

Sekolah

Masyarakat






Uraian
Sebagai pusat pendidikan utama dan pertama bagi anak.
Sebagai fungsi proteksi ekonomi, sekaligus memberi ruang
berekpresi dan berkreasi.
melayani kebutuhan anak didik khususnya yang termargin



dalam pendidikan



peduli kesehatan, gizi, dan membantu belajar hidup sehat.



peduli keadaan anak sebelum dan sesudah belajar




menghargai hak-hak anak dan kesetaraan gender.



Sebagai komunitas dan tempat pendidikan setelah keluarga



sebagai motivator, fasilitator sekaligus sahabat bagi anak.

Menjalin kerjasama dengan sekolah. sebagai penerima
output sekolah.

Sumber:http://smpituswatunhasanah.sch.id/
Tampaknya, berdasarkan table 1, peran guru di sekolah menjadi titik sentral untuk
mewujudkan sekolah ramah anak. Namun, dalam banyak kasus, guru sering mengalami
kesulitan dalam mengelola kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas regular. Apalagi
jika menyelenggarakan sekolah inklusi. Sebagaimana hasil riset Nkonyane & Hove
(2014), Temuan bahwa ada banyak tantangan yang dihadapi oleh guru kelas reguler di

sekolah umum. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan guru kelas reguler
tidak memiliki cukup waktu untuk berinteraksi secara ekstensif dengan siswa mereka.
Hal ini berawal dari kenyataan bahwa para guru memiliki keterbatasan waktu selama hari

sekolah untuk berinteraksi dengan siswa mereka karena sistem guru mata pelajaran saat
ini. Sistem ini bekerja dengan baik di tingkat menengah dimana siswa lebih baik matang
untuk mengerjakan beberapa tugas secara mandiri. Pada tingkat dasar, kebanyakan siswa
masih dalam tahap perkembangan formatif mereka, yang berarti mereka harus memiliki
satu guru kelas sepanjang hari, mengajari mereka semua bidang pembelajaran dan siapa
anak-anak dapat menceritakannya. Karena 'guru subjek' sistem, kebanyakan guru kelas
reguler tidak menemukan lebih banyak waktu untuk meninjau kembali para siswa dengan
ketidakmampuan belajar dan membantu mereka di bidang kebutuhan. Dengan demikian,
siswa tidak diberi lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugas mereka sebagaimana
mestinya. Keempat bidang utama yang diidentifikasi oleh temuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: (1) Guru kelas pemula dibandingkan dengan guru mata pelajaran, (2)
ukuran kelas, (3) pelatihan guru, (4) layanan pendukung.

Efektivitas Sekolah Ramah Anak
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dioptimalkan efektivitasnya dalam
implementasi program Sekolah Ramah Anak.

1. Pembelajaran
Ini berkaitan dengan upaya-upaya:
(1) Mempromosikan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas
dengan instruksi individual yang sesuai dengan tingkat perkembangan,
kemampuan, dan gaya belajar anak dan metode belajar aktif, kooperatif, dan
demokratif.
(2) Menyediakan konten terstruktur dan bahan dan sumber yang berkualitas
(3) Mempromosikan hasil belajar yang berkualitas dengan mendefinisikan dan
membantu anak belajar apa yang mereka butuhkan untuk belajar dan
mengajari mereka cara belajar.
2. Perlindungan anak
(1) Memastikan lingkungan belajar yang sehat, higienis, dan aman, dengan
fasilitas air dan sanitasi yang memadai dan kelas yang sehat, kebijakan dan
praktik yang sehat (misalnya, sekolah yang bebas dari narkoba, hukuman
fisik, dan pelecehan), dan penyediaan layanan kesehatan.

(2) Mempromosikan kesehatan fisik dan psiko-sosial-emosional guru dan peserta
didik
(3) Membantu melindungi dan melindungi semua anak dari penyalahgunaan dan
kekerasan.
3. Kepekaan gender
(1) Mempromosikan kesetaraan jender dalam seleksi dan pencapaian prestasi.
(2) Menjamin fasilitas, kurikulum, buku teks, dan proses belajar-mengajar yang
ramah perempuan.
(3) Mensosialisasikan anak perempuan dan anak laki-laki di lingkungan tanpa
kekerasan.
(4) Mendorong penghormatan terhadap hak, martabat, dan persamaan sesama
orang lain.
4. Pelibatan
(1) Partisipasi anak yang berpusat pada anak dalam semua aspek kehidupan
sekolah.
(2) Fokus pada keluarga - bekerja untuk memperkuat keluarga sebagai pengasuh
dan pendidik utama anak dan membantu anak, orang tua, dan guru
membangun hubungan yang harmonis.
(3) Community-based - mendorong kemitraan lokal dalam pendidikan, bertindak
di masyarakat untuk kepentingan anak-anak, dan bekerja dengan pelaku lain
untuk memastikan pemenuhan hak anak-anak.
(Khan, 2015).
Simpulan
Pengalaman sekarang menunjukkan bahwa kerangka sekolah berbasis hak dan
ramah anak dapat menjadi alat yang ampuh untuk membantu memenuhi hak anak-anak
dan memberi mereka pendidikan berkualitas. Pada tingkat nasional, untuk kementerian,
lembaga, dan organisasi masyarakat, kerangka kerja ini dapat digunakan sebagai tujuan
normatif untuk kebijakan dan program yang mengarah pada sistem dan lingkungan yang
ramah anak, sebagai fokus untuk pemrograman kolaboratif yang mengarah ke alokasi
sumber daya yang lebih besar untuk pendidikan, dan sebagai komponen pelatihan guru.
Pada tingkat masyarakat, pihak sekolah, komite sekolah, orang tua, dan anggota
masyarakat lainnya, kerangka kerja dapat berfungsi sebagai tujuan dan alat peningkatan

kualitas pendidikan melalui penilaian, perencanaan, dan pengelolaan pada tingkat lokal,
dan sebagai sarana untuk memobilisasi masyarakat terhadap pendidikan anak

Daftar Pustaka
Amadino, M. (2009). “Inclusive education in Latin America and the
Caribbean:Exploratory analysis of the national reports presented at the 2008
International Conference on Education”, in Prospects, 39:293–305, DOI
10.1007/s11125-009-9114-1, Switzerland, Ibe-Unesco
Jalaluddin dan Abdullah. (2003). Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan, Ed. Revisi, Cet. 3, Jakarta: Rajawali Pers
Khan, Sana Ahmad. 2015. Concept Of Child Friendly Schools.
https://www.linkedin.com/pulse/concept-child-friendly-schools-sana-ahmedkhan
Nkonyane, V. A, & Hove, N. (2014). The Teacher as a Sacrifice at “Alter” of Inclusive
Education in South Africa’s Public Schools: Challenges of Inclusive Education.
Mediterranean Journal of Social Sciences. Vol 5 (20). DOI:
10.5901/mjss.2014.v5n20p1413

Nwagboso, C.I. (2012). Public Policy and the Challenges of Policy Evaluation in the
Third World, British Journal of Humanities and Social Sciences, 5 (1), p 69-77.
Republik Indonesia. 1979. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak
Republik Indonesia. 2002. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2014 tentang Kebijakan
Sekolah Ramah Anak