MENENTUKAN MASA DEPAN PERKADERAN DAN ME

“MENENTUKAN MASA DEPAN PERKADERAN DAN MENJAWAB
KEMEROSOTAN WACANA DALAM HMI DENGAN OBJEKTIFITAS
FILSAFAT ILMU SAINS DAN TEKNOLOGI”
DISUSUN UNTUK MELENGKAPI PERSYARATAN
PESERTAINTERMEDIATETRAINING (LKII)

OLEH FANDI F. DJAILANI

INTERMEDIATE TRAINING (LK II)
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG SURABAYA
14 JANUARI – 20JANUARI 2018

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita
dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat serta salam selalu terhatur
kepada Nabi dan Rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua ummat, yakni
Nabi besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau yang telah
membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah kehidupan yang

penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar dari Allah S.W.T yang selanjutnya penulis syukuri,
karna dengan kehendaknya, Taufiq dan Rahmatnya pulalah akhirnya penulis dapat
menyelasaikan makalah ini guna persyaratan untuk mengikuti Intermediate
Training ( LK II) tingkat nasional yang dilaksanakan oleh HIMPUNAN
MAHASISWA ISLAM (HMI) Cabang Surabaya pada tanggal 14 Januari s/d 20
Januarii

2018

di

Asrama

Haji.

Adapun

judul


makalah

ini

adalah

“MENENTUKAN MASA DEPAN PERKADERAN DAN MENJAWAB
KEMEROSOTAN WACANA DALAM HMI DENGAN OBJEKTIFITAS
FILSAFAT ILMU SAINS DAN TEKNOLOGI”
Ucapan terimakasih penulis hadiahkan kepada kedua orang tua yang sudah
mensupport penulis untuk mengikuti kegiatan ini¸ juga kanda Nizar, kandaNazar,
kanda Ilodan kanda Munazar yang sudah membantu dalam segala hal. Terima
kasih juga kepada kawan-kawan seperjuangan kanda Kevin, kanda Amal, kanda
Gege, dan kanda Yayan yang setia berproses bersama penulis. Dan untuk yunda
Gia Mamonto yang tanpa henti selalu membantu, berkorban, dan mendukung
penulis selama proses pengerjaan makalah ini.

Akhirnya, kepada Allah jugalah kita memohon. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan.
Dan dengan memanjatkan Doa dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini

menjadi Amal dan mendapat Ridho dan balasan serta ganjaran yang berlipat
ganda dari Allah S.W.T yang maha pengasih lagi maha penyayang. Aamiin.

Manado, Januari 2018

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………..…………………………………………………1
1.2 Perumusan Masalah….………………………………………………….3
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………..3
1.4 ManfaatPenulisan………………………………………………………3
1.5 RuangLingkup..……..………………………………………………….4
1.6 Metode Penulisan..….…………………………………………………...4
1.7 Sistematika Penulisan………………………………………….......4
BABIIPEMBAHASAN
2.1 Filsafat ilmu sains dan teknologi……………………………………..5

2.1.1Klasifikasi………………………………………………………….9
2.1.2Ciri-ciri………………………………………………………….10
2.1.3Pertumbuhan……………………………………………………...10
2.2Kemerosotanwacana………………………………………………….11
2.3 Menjawab tantangan lewat sains dan teknologi.....………………12
2.4PerkaderanHMI…………………………………………………14
2.4.1Masadepanperkaderan....................................................17
2.4.2 Alternatif solusi.................................................................19
BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan…………………………………………………………21
3.2 Saran……………………………………………………………………22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….24
CURICULUM VITAE………………………………………………..25

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada awalnya manusia hidup pada ketakutan – ketakutan fenomena alam,
dimana ketika tejadi petir mereka meyakaini bahwa hal itu disebabkan karena
dewa Thor yang sedang marah, ketika terjadi hujan mereka mempercayai bahwa

ada seorang dewi yang sedang menangis. Kepercayaan tersebut mulai terkikis
ketika seorang filsuf yang bernama Thales mulai memikirkan asal muasal
kehidupan dan mulai berspekulasi bahwa air merupakan sumber dari segala
kehidupan. Pemikiran tersebut merupakan proses filsafat pertama, maka dari itu
Thales sering disebut sebagai filsuf pertama di dunia. Filsafat merupakan suatu
ilmu yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan.
Hal seperti diatas merupakan cikal bakal lahirnya sains dan teknologi.
implikasi dari kedua hal tersebut dapat dirasakan sampai di segala elemen
masyarakat, entah itu pekerja perkantoran, mahasiswa ataupun pengangguran,
segala ilmu pengetahuan secara tidak langsung dapat kita temukan dengan sangat
gampanganya tanpa berpikir panjang lagi, budaya membaca dan berdiskusi dalam
himpunan pun, mulai tergeser ketika Google ( hasil dari pada teknologi masa
kini ) dapat menemukan segala keperluan . Telah banyak di ketahui bahwa sejak
dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Manusia
menggunakan teknologi karena mempunyai akal. Dengan akal, manusia ingin
keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman dan sebagainya.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat pada saat ini tidak dapat dielakkan
lagi, Berbagai system yang sudah jadi dan di bangun (dikontruksi) tanpa
mempertimbangkan hasil observasi dan eksperimen senantiasa kurang di hormati,
segala bentuk penemuan baru muncul tiap harinya. Bahkan secara tidak langsung

dapat merubah karakter seseorang dari yang baik menjadi buruk, maupun
sebaliknya.

Sebagaimana yang terdoktrin dalam himpunan bahwa setiap kader memiliki
tujuan ( seperti dalam pasal 4 konstitusi HMI ) para pendahulu kita sering
berbicara tentang jenis perkaderan pada masa itu, dimana seorang senior yang
telah masuk lebih dulu, menitipkan beban organisasi kepada adik-adiknya tanpa
memikirkan dampaknya, apakah kita atau kader selanjutnya dapat tergantikan
kedudukan sebagai manusia atau makhluk yang paling sempurna.
.Sepintas memang sangat terlihat bahwa teknologi sungguh berdampak positif
bagi penggunanya, akan tetapi dalam makalah ini penulis berupaya agar pembaca
tidak akan termakan tipu daya teknologi yang seakan-akan dapat mempermudah
segala bentuk keperluan.
Salah satu tokoh post-modern, Jean Baudrillard, mengeluarkan tesis bahwa
teknologi saat ini menjadi hyperreality atau realitas yang diada-adakan. Salah satu
dampak negative merupakan individu yang memiliki kepribadian hiperbola atau
kecenderungan pada melebih-lebihkan suatu hal.
1.2

RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang menjadi garis besar dalam makalah yang

berjudul“Menentukan Masa Depan Perkaderan Dan MenjawabKemerosotan
Wacana Dalam HMI Lewat Objektifitas Filsafat Ilmu Sains Dan Teknologi
“,sebagaiberikut :
1.Apa yang dimaksuddenganfilsafat ilmu saintek?
2.Kenapa bisa terjadinya kemerosotan wacana dalam HMI?
3.Bagaimana saintek menjawab hal tersebut?
4.Bagaiman masa depan perkaderan dalam HMI?
1.3

TUJUAN PENULISAN

Adapunbeberapatujuandaripenulisaninisebagaiberikut :
1.Menjelaskanfilsfat ilmu saintek.
2.Menjelaskankemerosotan wacana di tubuh HMI.
3.Menjelaskanbagaimana saintek menjawab.
4.Menjelaskanmasa depan perkaderan.

1.4


MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini sebagai berikut :
1. Bagi penulis makalah ini sebagai pemenuhan persyaratan Intermediate
Training LK2 Himpunan Mahasiswa Islam.
2. Diharapkan makalah ini dapat menjadi acuan untuk para pembaca sebagai
pisau analisis dalam kajian filsafat ilmu saintek.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan akan filsafat ilmu saintek yang
berdampak negative maupun positive.
1.5

RUANG LINGKUP
Untuk mempermudah dalam pembahasan agar masalah yang dibahas tidak

melebar dan terlalu luas sehingga dapat mengaburkan topic permasalahan yang
utama maka penulis menganggap perlunya dibuat ruang lingkup pada makalah ini.
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain :
1. Dampak saintek terhadap kepribadian.
2. Pengaruh kemeresotan wacana.

3. Masa depan perkaderan.
1.6

METODE PENULISAN

Metodepenulisan

yang

dilakukandalampenyelesaianmakalahiniadalahmetodedeskriptif

yang

bersifatstudiliteratur

yang

dilakukanuntukmendukungjalannyapenulisanmulaidariawalhinggapenyusunanakh
irmakalahini. Selainitustudiliteraturdilaksanakangunamendapatkandasarteori yang
kuatberkaitandenganmakalahinisehinggadapatmenjadiacuandalammelaksanakanp

embahasan.

Studiliteraturmeliputipengumpulan

daninformasidaribukudanjurnal-jurnal
mempunyairelevansidenganbahasandalammakalahini,
dankawan-kawanseperjuangan di HMI.

data
yang

sertamasukandari

senior

1.7

SISTEMATIKA PENULISAN

1. Pendahuluan (berisikanlatarbelakang, perumusanmasalah, tujuanpenulisan,

manfaatpenulisan, ruanglingkup, metodepenulisan, dansistematikapenulisan).
2. Pembahasan (isimasalah yang akandibahas).
3. Penutup

(berisikankesimpulandaripembahasandan

atausolusiuntukmasalah yang dibahas).

saran

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Filsafat Ilmu Sains dan Teknologi
Perkembangan filsafat dan sains merupakan suatu bentuk pembuktian maupun
pergolakan bagi orang-orang tertentu, masyarakat primitif menganut pemikiran
mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan fenomena alam.
Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi logo-sentris membuat manusia bisa
membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu keluar dari mitologi dan
memperoleh dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal mula manusia
menggunakan rasio untuk meneliti serta mempertanyakan dirinya dalam alam
raya.
Berkembang beberapa paham yang menguatkan kedudukan humanisme
sebagai dasar dalam perkembangan hidup manusia dan pengetahuan. Paham
rasionalisme menyatakan bahwa akal merupakan alat terpenting

untuk

memperoleh dan menguji pengetahuan. Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya
dengan menyisihkan pengetahuan indra. Menurut Rene Descartes ( paham
rasionalisme dan skepitisme), pengetahuan yang benar harus berangkat dari
kepastian. Untuk memastikan kebenaran sesuatu, segala sesuatu harus diragukan
terlebih dahulu. Keragu-raguan membuat manusia bertanya/mencari jawaban
untuk memperoleh kebenaran yang pasti ( manusia harus berpikir rasional untuk
mencapai kebenaran). Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
semesta secara sistematis, dan bukan hanya kumpulan berupa fakta-fakta, konsepkonsep, dan prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan berbagai teori
yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah.Sains juga bisa berarti suatu
metode khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai
proses.

Sains merupakan salah satu kajian ilmu yang mempelajari gejala-gejala
kealaman. Sebagai proses, sains merupakan cara kerja yang sistematis dan
komprehensif

dengan

menggunakan

metode

ilmiah

yang

meliputi

pengamatan,membuat hipotesis, merancang dan melakukan percobaan, mengukur
dan proses-proses pemahaman kealaman lainnya.
Sejarah

perkembangan

sains

menunjukan

bahwa

sains

berasal

dari

penggabungan dua tradisi tua, yaitu tradisi pemikiran filsafat yang di mulai oleh
bangsa yunani kuno serta tradisi keahlian atau ketrampilan

tangan yang

berkembang di awal peradaban manusia yang telah ada jauh sebelum tradisi
pertama. Secara umum proses sains terdiri dari memecahkan masalah,
merencanakan, percobaan, mengumpulkan data, melaporkan dan mengolah data,
dan mengkomunikasikan hasil dan kesimpulan. Langkah-langkah yang dilakukan
pada proses sains disebut metode ilmiah atau proses alamiah.Berdasarkan webster
new collegiate dictinonary defenisi dari sains adalah pengetahuan yang di peroleh
melalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu
kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan
dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk pada sebuah
system untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan
dan eksperimen untuk mengambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang
terjadi di alam.
Secara sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of
knowledge) yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai
penemuan ilmiah sejak zaman dahulu. Atau bisa disebut sains sebagai produk.
Produk yang di maksud adalah fakta-fakta, prinsip-prinsip, model-model, hukumhukum alam, dan berbagai teori yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah
yang biasa diibaratkan sebagai bangunan dimana berbagai hasil kegiatan sains
tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya.
Untuk mencapai suatu pengalaman yang ilmiah dan objektif diperlukan sikap
yang bersifat ilmiah. Sikap yang bersifat ilmiah itu meliputi empat hal :
1. Tidak ada sifat yang bersifat pamrih,sehingga mencapai pengetahuan ilmiah
objektif

2. Selektif artinya mengadakan pemilihan tehadap problema yang dihadapinya
supayadidukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap
hipotesis yang ada.
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun
terhadap alat indra dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat,teori,mapun aksioma terdahulu telah
mencapai kepastian, namun terbuka untuk dibuktikan kembali.
Istilah teknologi barasal dari kata techne dan logia. Kata Yunani kuno techne
berarti seni kerajinan. Dari techne kemudian lahirlah technikos yang berarti
seseorang yang memilki keterampilan tertentu. Dengan berkembangnya
keterampilan seseorang yang menjadi semakin tetap karena menunjukkan suatu
pola, langkah dan metode yang pasti, keterampilan itu lalu menjadi teknik. Istilah
“teknologi” berasal dari “techne “ atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi
secara harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian
teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan
memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh,
pancaindra dan otak manusia. Menurut Jaques Ellul (1967: 1967 xxv) memberi
arti teknologi sebagai ”keseluruhan metode yang secara rasional mengarah
danmemiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia.” Pengertian
teknologisecaraumum adalah:
1. Prosesyang meningkatkan nilai tambah
2. Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan
3. Strukturatausistemdimana proses dan produk itu dikembangkan
Pada permulaan abad XX ini, istilah teknologi telah dipakaisecara umum dan
merangkum suatu rangkaian sarana, proses dan ide di samping alat-alat dan
mesin-mesin. Perluasan arti berjalan terus sehingga

sampai pertengahan abad

ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana dan aktivitas yang dengannya
manusia berusaha mengubah atau menangani lingkungannya.

Teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian
bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan atau perwujudan sesuatu.
Demikianlah teknologi adalah segenap keterampilan manusia menggunakan
sumber-sumber daya alam untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya
dalam kehidupan.
2.1.1

Klasifikasi

Sains ditujukan untuk merumuskan dan memeriksa penjelasan naturalistik
pada fenomena alam. Ia adalah proses untuk secara sistematis mengumpukan dan
mencatat data mengenai dunia fisik, lalu menggolongkan dan mempelajari data
yang telah dikumpulkan tersebut untuk menarik prinsip alami yang paling sesuai
untuk fenolmena yang diamati tersebut.
Setiap pengetahuan yang di kumpulkan dalam kerangka yang telah di jelaskan
diatas dapat disebut ‘’ilmiah’’ dan pantas untuk diajarkan di sekolah umum dan
setiap pengetahuan yang tidak di kumpulkan lewat kerangka tersebut, tidak dapat
disebut ilmiah,. Karena ruang lingkup pemikiran ilmiah adalah secara sadar
terbatas pada pencarian prinsip ilmiah, sains harus tetap bebas dari dogma agama
dan karenanya pantas untuk di pelajari dan dipahami. Karakteristik sejarah
membuktikan bahwa dengan metode sains telah membawa manusia pada
kemajuan dalam pengetahuan. Randall dan Buchker mengemukakan beberapa ciri
umum sains:
1. Hasil sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama,artinya hasil
sains yang lalu dapat digunakan untuk penyelidikan hal yang baru, dan tidak
memonopoli. Setiap orang dapat memanfaatkan hasil penemuan orang lain.
2. Hasil sains kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang
menyeidikinya adalah manusia.
3. Sains bersifat objektif ,artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode
sains tidak tergantung kepada siapa yang menggunakan.

2.1.2

Ciri-ciri

Sains mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
1. Memiliki obyek konkrit
2. Dikembangkan berdasarkan pengalaman yang nyata
3. Dikembangkan dengan langkah-langkah sistematis (Metode Ilmiah)
4. Menggunakan cara berpikir logis/rasional
5. Obyektif (Apa adanya, tanpa ada rekayasa)
2.1.3

Pertumbuhan

Teori-teori dalam sains terus berkembang dengan pesatnya. Suatu teori adalah
suatu konstruksi yang biasanya dibuat secara logis dan matematis yang bertujuan
untuk menjelaskan fakta ilmiah tentang alam sebagaimana adanya. Suatu teori
yang baik harus mempunyai syarat lain selain dapat menjelaskan, yaitu dapat
memberikan adanya prediksi; contohnya dengan pertanyaan: Bila saya melakukan
hal ini apa yang terjadi? sebagai contoh, teori kuno yang menyatakan alam ini
terdiri dari empat unsur yaitu tanah, udara, api dan air memenuhi syarat dapat
menjelaskan komposisi alam, namun gagal bila mencoba memperkirakan dari
mana semua unsur itu berasal dan bagaimana interaksinya dalam mahluk
hidup.Namun terkadang teori juga tidak bisa berbuat banyak karena
konsekuensinya terlalu rumit bahkan untuk sekedar diramalkan. Untuk mengatasi
hal ini para ilmuwan mengembangkan apa yang disebut dengan model. Model
merupakan penyederhanaan dari suatu teori yang menjelaskan alam semesta
misalnya secara lebih mudah akan satu aspek tertentu, namun menghilangkan
aspek lainnya. Perkembangan teori atom memberikan kita contoh nyata tentang
tentatifnya suatu teori dalam ilmu pengetahuan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal
ini disebabkan karena teori-teori atau hukum-hukum alam dalam sains adalah
suatu generalisasi atau ekstrapolasi dari pengamatan, dan bukan pengamatan itu
sendiri. Sedangkan pengamatan itu sendiri selalu tidak akurat atau tidak
menjelaskan semua aspek yang seharusnya diamati.

2.2 KEMEROSOTAN WACANA
Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan
berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif ,yaitu
berbicara dan menulis. Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Wacana berkaitan dengan unsure
intralinguistik (internal bahasa) dan unsure ekstra linguistik yang berkaitan
dengan proses komunikasisepertiinteraksisosial (konversasidanpertukaran) dan
pengembangan tema (monolog dan paragraph).
Wacana merupakan satuan bahasa diatas tataran kalimat yang digunakan
untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu berupa rangkaian
kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk tulisan atau lisan.
Problem yang terjadi dalam himpunan ialah tidak ada tawaran orientasi baru
dalam hal ini, hanya terpaku pada suatu wacana yang di bawa dari turun temurun,
hal ini yang membuat kemerosotan bagi HMI sendiri, yang dimana dari hari
kehari tak mampu memberikan atau menawarkan sesuatu hal yang baru.
Yasraf Amir Pilliang dalam bukunya Dunia Yang Dilipat menyebutkan bahwa
adanya wacana parodi dan abnormalitas yang menjelaskan subyek diri sendiri
terjebak dalam parodi dan simulasi yang berkaitan dengan perubahan total dan
simultan penampakan atau wajah dunia dan kebudayaannya.
Sebagai contoh bahwa senior hanya mampu memberikan tanggung jawab
berupa beban organisasi kepada kadernya. Yang dimana tak mampu memberikan
sesuatu hal yang membangun atau menopang spirit perjuangan kadernya,
sehingga ada bahasa yang timbul bahwa sebagian kader HMI telah mati, mati
yang dimaksudkan disini bukanlah mati yang dimana jantung yang tak lagi
berdetak atau nadi yang tak lagi berdenyut, melainkan spirit perjuangan para
kader yang telah mati.

2.3 Menjawab tantangan lewat saintek
Sekarang ini, HMI sudah menjadi beban sejarah, terutama bagi para kader,
karena tidak lagi berbuat untuk melakukan peran kesejarahanya yang sejati.
Perubahan yang begitu cepat diluar HMI malah “berdiam diri” tidak melakukan
peran peran kesejarahan untuk mengiringi perubahan itu.
Misalnya, orde reformasi peran kesejarahan apa yang bisa di perbuat

HMI,

jawabanya NOL. Ada apa dengan HMI yang pada awal pendirian begitu gagah
dan tanggap untuk selalu tampil paling depan dalam memimpin setiap perubahan.
Berdasarkan hal ini ternyata HMI harus melakukan pembenahan-pembenahan
yang bersifat struktural, kultural, dan sistem.. Maka, ada beberapa gagasan untuk
memperbaiki HMI sekarang seperti yang dikatakan Raymond Kurzweil, pada
zaman yang penuh dengan kepraktisan ini seharusnya masyarakat lebih pandai
memilah dan memilih teknologi yang dapat digunakan untuk menopang
kebutuhan sehari-hari karena keduanya bersifat eksponensial. Hal tersebut dapat
kita kaitkan dengan kemerosotan orientasi dalam HMI dikarenakan para kader
saat ini ada hanya untuk menhghapus dosa sejarah.
Seperti dalam buku beban sejarah bagi kadernya oleh : Muhammad Wahyuni
Nafis pengantar : Nurcholis madjid. Bahwa organisasi ini lahir untuk menjawab
tantangan dan permasalahan umat dan bangsanya, bukan sekedar bereksistensi
sebagai penghias di tengah masyarakat. Redefenisi peran dan fungsi HMI bukan
hanya HMI tselama ini tidak di pandang eksis, melainkan lebih karena kondisi
iklim budaya politik di Tanah Air ini sudah jauh berubah. Karena itu antisipasi
terhadap perubahan iklim tersebut menjadi hal penting untuk proyeksi kedepan.
HMI kedepan tampaknya akan lebih cantik dan tampan apabila memposisikan
organisasinya selain tetap melakukan program-program perkaderan dan kajian
ilmiah sebagai new social movement. Oleh karena itu di butuhkan peran sains dan
teknologi, karena hari ini ketika seseorang tidak menggunakan teknologi orang itu
di bilang kolot atau ketinggalan zaman.

2.4 PERKADERAN HMI
Salah satu daya tarik yang memikat mahasiswa untuk memasuki HMI
sebetulnya adalah sistem perkaderan. Di dalam organisasi, sudah dikenal luas,
adanya sistem perkaderan yang membimbing mahasiswa untuk berpikir krtitis
dalam menyikapi realitas sosial, alam, bahkan realitas Tuhan. Gagasan utama
yang hendak di tanamkan kepada anggotanya adalah komitmen kuat untuk
menjunjung tinggi sikap independen dengan menggunakan penalaran akal sehat
dan pendekatan ilmiah yang kuat dalam menyikapi realitas apapun. Termasuk
independensi dalam pemahaman terhadap sikap keberagaman sikap anggotanya.
Nurcholis Madjid, peletak dasar dalam’’ peletak dasar ideologi HMI memang
berhasil mensintesakan pemahaman baru tentang iman, ilmu, amal. Tiga gagasan
dasar ini dipahami sebagai satu rangkaian yang saling menguatkan. Dengan
memahami secara mendalam tiga serangkai gagasan dasar itu, Nurcholis Madjid
mengharapkan lahirnya kader HMI yang mempunyai sikap kritis dan independen.
Sistem pemikiran tersebut kemudian terintitusionalisasikan dalam sistem
perkaderan. Dengan teknik pelatihan tertentu, gagasan itu pada akhirnya relatif
dapat memberikan pencerahan terhadap pola pikir anggota HMI. Pendeknya,
pasca pelatihan para anggota umumnya mulai merasakan pentingnya menjunjung
tinggi otonomi individu,
Apa yang ditawarkan pelatihan itu memang menggiurkan hampir seluruh
mahasiswa yang baru memasuki organisasi. Mereka mulai berani bersikap sejajar
dan sederajat dengan siapapun dan berani berolahpikir dengan lebih intens. Sikapsikap dasar ini ternyata sangat berguna baik untuk mengguluti dunia akademik
maupun dalam menunjang keberanian untuk mempertanyakan setiap fenomena.
Meskipun bernada glorifikasi, fakta-fakta munculnya gagasan pembaharuan islam,
islam dan kemoderenan, serta gagasan komitmen sosial yang berdimensi religius
gagasan dan aksi sosial yang sekarang sudah jadi pengetahuan umum tidak bisa di
lepaskan dari benih-benih gagasan yang dahulu pernah disemaikan oleh anak-anak
muda yang pernah megecam training HMI. Tidak mengherankan apabila
organisasi ini walaupun agak berlebihan relatif dapat menyumbangkan tumbuhnya
tradisi intlektual di kalangan mahasiswa.

Tradisi perkaderan yang terus di lestarikan itu, bagaimanapun merupakan daya
tarik utama mahasiswa.
Faktor ini setidaknya bisa menjelaslkan mengapa kaderisasi dilingkungan HMI
hampir tiada putusnya. Konsekuensinya, organisasi HMI membiak cukup besar.
Tersebar dari Jayapura hingga Banda Aceh. Boleh dikatakan, tak ada kota yang
memiliki perguruan tinggi yang tak disinggahi oleh pendirian cabang-cabang
HMI. Jaringan organisasi sangat luas pula yang menjadi jaminan selalu
tersediannya stock kader baru, kendati dengan warna akhir yang sangat
beragam.Dalam konteks HMI, perbesaran organisasi justru melahirkan dilema
yang sulit diatasi. Disatu sisi, semangat independensi yang ditanamkan
mengharuskan kader HMI selalu mengaktualisasi diri secara optimal, dengan
bersikap

tegas

mempertahankan

dan

memperjuangkan

kebenaran

yang

diyakininya. Disisi lain, organisasi besar tidak mungkin bisa bergerak gesit tanpa
melakukan kompromi-kompromi yang luas, mempertemukan aneka ragam
kepentingan dan keyakinan.
Dilema inilah yang tidak pernah bisa diatasi oleh HMI. Sikap independen yang
menjadi kebanggan justru menyebabkan organisasi HMI tumbuh dengan warna
perdebatan tiada lelah, setiap kongres kita menyaksikan pertarungan pendapat
ygat seru dan terkadang sangat emosional. Perdebatan bisa berlangsung pada
persoalan yang sangat mendasar, seperti soal asas tunggal, hungga problem ringan
yang di perdebatkan dengan sangat berat. Pengambilan keputusan menjadi
bertele-tele dan memakan energi yang sangat banyak.
Tidak hanya itu, para pemimpin HMI pun setiap saat slalu disibukkan oleh
kerepotan mengelola aneka ragam aspirasi kader yang berkembang di bawah serta
kepentingan menjaga organisasi yang besar belum lagi intervensi kepentingankepentingan tertentu. ini semua menyebabkan para pemimpinya lebih banyak
melakukan akrobat politik. Mungkin karena terlalu mendetail melakukan kalkulasi
politik, sikap institusi HMI lama kelamaan penuh ambigu. Pernyatanpernyataanya lebih banyak bersifat normatif, abstrak, membias dan bermakna
ganda. Semua ini bisa dibaca sebagai sikap ragu ragu. Pendeknya, sikap tegas dan
penuh komitmen sebagaimana diajarkan dalam perkaderan tiba-tiba menyurut.

Dilema yang terpecahklan itulah yang melandasi kekecewaan selama ini,
kekecewaan itu tidak hanya disuarakan oleh lingkungan eksternal organisasi,
melainkan pula oleh para kader HMI yang tesebar di kampus-kampus di
Indonesia. Apabila kecenderungan ini terus berjalan, maka masa depan
perkaderan HMI sesungguhnya layak untuk dipertanyakan.
2.4.1 Masa Depan perkaderan
Klaim HMI menelorkan kader-kader ulama cendekiawan

ulama, dewasa ini

menjadi kurang relevan. Fenomena maraknya remaja-remaja masjid, kelompokkelompok studi merupakan salah satu indikasinya. Di samping organisasi
mahasiswa lain yang semakin meningkatkan kualitas anggotanya, seperti Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan lain-lain.
Yang kesemuanya telah melahirkan kader-kader ulama cendekiawan dengan
kualitasnya yang tidak jauh berbeda bahkan mungkin melebihi HMI. Di tengah
maraknya geliat kaum cendekiawan muda HMI.
HMI terninabobokan oleh mitos nama besar dan terlena dalam kemapanan.
Sehingga komunikasi dengan masyarakat kampus dan masyarakat luas terputus.
Maka tidak heran bila banyak mahasiswa yang alergi terhadap HMI yang kurang
menawarkan perubahan. Untuk menanggulangi itu, HMI di tuntut menyadari
makna keberadaanya. Kemudian merumuskan kembali arti kehadiranya dalam
kehidupan mahasiswa, umat dan bangsa. Itu semua untuk mempertahankan
eksistensinya sebagai satu kekuatan perubahan yang mengintegrasikan ulama
cendekiawan, seperti yang terjadi dalam para historis HMI dimasa lalu, sesuai
dengan cita-cita Lafran Pane.
Dalam sejarahnya, HMI didirikan untuk mempersiapkan insan cita yang bisa
memandang kedepan dengan konfergensi ide-ide tentang Ke-Islaman,KeIndonesian, plus Ke-Mahasiswaan. Apa yang pernah disitir oleh Kuntowijoyo,
tentang paradigma islam dengan proses obyektifitasnya, terlihat merembes dalam
konfergensi tersebut. Tiga pilar ini menjadi pemicu yang kuat untuk
memperjuangkan nilai (dakwah) bagi kemanusian yang universal. Karena islam

merupakan rahmatan li al-alamin, dan tidak dibedakan oleh tapal batas wilayahwilayah tertentu di belahan bumi ini.
Interaksi kader HMI dengan realitas sosial bisa di lacak dari runutuan basis
subyek normatif yang oleh Agus Salim Sitompul dialamatkan pada ayat 104 dari
surat Ali Imron. Bahwa out put yang di lahirkan dari rahim perngkaderan adalah
komunitas yang serius secara intelektual dan sekaligus memikul tugas suci
(mission sacre).
Problem dalam pengkaderan memang sesuatu hal bisa dianggap bumbu yang
menambah selera dalam berproses, hanya saja, pertanyaan bisa diajukan adalah
sejauhmana pengkaderan itu berada pada titik koridor visi dan misi organisasi
yang disepakati bersama? Untuk menyelesaikannya, kita biuasanya berangkat dari
nilai dasar perjuangan (NDP) yang selama ini masih menjadi “kitab suci” untuk
setiap pengkaderan. iman,ilmu,dan amal yang kemudian dialamatkan untuk
menciptakan kualitas insan cita.
Titik awal ini, setidaknya akan mebetot secara paradigmatik berkaitan dengan
relevansi rumusan-rumusan nilai yang selama ini di lembagakan, dengan
perkembangan mutakhir proses sosial masyrakat. Sejatinya, tidak di tempatkan
sebagai rumusan finalvdan bisa “diijtihadkan” betapapun itu sebuah kajian
intensif para founding father HMI. Dalam hadits nabi pun di jelaskan, kalaupun
terjebak dalam kekeliruan perumusan dipetakan sebagai yang mendapat suatu
pahala.
2 4.2 Alternatif solusi
Untuk menyelesaikan problem pengkaderan itu, ada baiknya meminjam teori
Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, ulama asal Andalusia, bahwa perubahan (hukum) itu
akan selalu bersesuaian dengan tempat (amkinah), waktu (azminab), keadaan
sosial politik (ahwal), motivasi (niyat), dan perkembangan ilmu pengetahuan
(awaid) . dengan demikian maka sebuah panduan pengkaderan harus berusaha di
takar dari katalisator-katalisator tersebut. Isu-isu mutakhir tentang keislaman
keindonesian dan kemhasiswaan yang selama ini bergulir, seharusnya disikapi
secara paraler dalam tiap panduan yang di pakai.

Rentang waktu dua tahun, yang jadi durasi bagi dialektika nilai antara utusan
utusan dari seluruh cabang dalam kongres nasional, nampaknya merupakan
kendala serius dalam menopang perubahan tersebut. Kecuali aroma politik yang
menyengat begitu kental dalam setiap helatan helatan akbar para kader HMI itu,
juga harga perubahan harga paradigmatik dari panduan pengkaderan ternyata
masih mahal untuk didagangkan. Akhirnya, yang terjadi adalah kunsumsi instan
atas dialektika nilai karena terbius oleh konspirasi pemilihan kandidat. Kondisi ini
terlihat begitu polos plus memuakkan, di tengah kemunculan organ massa yang
menggurita sekarang ini.
Dalam konteks ini, kita bisa menoleh kembali pada analisa Agus Salim
Sitompul, bahwa hambatan utama muncul dari dalam tubuh HMI yang ada di
hampir seluruh jajaran HMI. Baginya HMI diidamkan sebagai organisasi yang
dirus oleh para pemikir dan praktisi. Jika, heletan akbar itu dipertahankan dengan
hingar bingar praktisi politik un sich, maka akan membawa implikasi yang sangat
jauh bagi gerak dan kehidupan HMI secara keseluruhan. Dan disinilah kemudian
terletak urgensi dari pembenahan pengkaderan secara integral.
Berangkat dari restropeksi secara intern HMI , timbul suatu tawaran dari Didik
J Rachbini yang mencoba membedah tubuh HMI yang terus digerogoti erosi nilai
yang begitu akut` ia menimang dua strategi untuk menjaga eksistensi organisasi,
yakni pertama : cara memandang dari dalam diri sendiri (inward looking), dan
melihat keluar (outward looking), keduanya merupakan mata koin yang menjadi
harga dari sebuah perubahan yang harus segera dilakukan, agar vitalitas organisasi
tetap terpelihara dengan baik

BAB III
PENUTUP
3.1

KESIMPULAN

Sistetematika filsafat membicarakan masalah sains atau pengetahuan tentang
apa yang telah diketahui dan sejauh mana kebenaran pengetahuan yang di
maksudkan. Hakikat tahu, mengetahui, dan pengetahuan dengan segala kaitanya
neliputi hal-hal yang dimaksud dengan tahu atau mengetahui suatu hal.
Kemudian, tahu dan mengetahui melibatkan suatu gagasan dalam pikiran dan
pengalaman indrawi, sehingga pengetahuan itu mengandung kriteria kebenaran
filosofis.
Sepintas memang sangat terlihat bahwa saintek sungguh berdampak positif bagi
penggunanya, akan tetapi dalam makalah ini penulis berupaya agar pembaca tidak
akan termakan tipu daya saintek yang seakan-akan dapat mempermudah segala
bentuk kerperluan.
Pada era teknologi ini segala permasalahan manusia dapat terselesaikan dengan
bantuan teknologi yang semakin modern. Manusia dengan mudah berkomunikasi
dengan orang lain berada jauh posisinya, ini berkat teknologi yang semakin maju.
Semua ini mebuktikan bahwa teknologi mempunyai peran positif dalam
kehidupan manusia dan lingkungannya. Tetapi tanpa disadari saintek juga
mempunyai dampak negatif bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Seperti
yang dijelaskan Yuval Noah Harari dalam Sapiens, bahwasanya peran manusia
dikemudian hari nanti pasti akan tergantikan dengan mesin. Bahkan sampai pada
tataran metafisik yang nyaris tak mempunyai kemungkinan dapat ditanam dalam
mesin. Pada akhirnya, akan terjadinya demoralisasi versi modern dengan alasan
mempermudah mendapatkan kebutuhan sehari-hari.

3.1.2SARAN
Sekarang, bagaimana harus keluar dari problem yang tak pernah terselesaikan
tersebut? Jawaban pertanyaan ini sesungguhnya harus di kembalikan kepada kader
HMI.
Mereka yang selama ini telah matang dengan perkaderan, sudah selayaknya di
beri tugas berat untuk melakukan terobosan gagasan guna mencegah kemerosotan
istitusi HMI. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menembus problem
konservatifme

organisasi.

Restrukturisasi

organisasi

tampaknya

menjadi

keharusan guna menampung pluralisme gagasan yang berkembang. Karakter
kader HMI yang sangat menjunjung tinggi independensi tidak mungkin lagi
diwadahi dengan model organisasi yang sangat besar. Bukankah praktek selama
ini justru menunjukan institusi HMI lebih banyak melahirkan kekecewaan dari
kader-kadernya?
Langkah kedua adalah reorientasi perkaderan. Sistem perkaderan yang selama
ini berhasil menciptakan individu-individu matang, sudah selayalknya di lengkapi
dengan pelatihan menciptakan masyarakat demokrasi. Gagasan terakhir ini
berangkat dari problem yang dialami HMI sendiri dimana kader yang sangat
menjunjung tinggi otonpmi individu ternyata gagaldalam membangun konsensus
bersama secara progresif. Gerak institusi HMI sendiri membuktikan bahwa kaderkader yang matang itu ternyata tidak bisa bersinergi menciptakan gerak institusi
yang maju. Dengan demikian kemampuan membangun konsensus bersama
ditengah pluralitas aspirasi adalah kebutuhan yang tak terhindarkan. Apabila hal
ini bisa dilakukan, niscaya HMI kembali bisa menyumbang pembentukan
masyarakat demokratis di Indonesia.

***

DAFTAR PUSTAKA

Nafis, Wahyuni M & Mohtar,Rifki (2002) Beban sejarah bagi kadernya. Jakarta
PT Erdino Mutiara Agung
Capra, Fritjof. (2014). Titik Balik Peradaban. Yogyakarta: Pustaka Promethea.
Hidayat, Medhy Aginta. (2012). Menggugat Modernisme. Yogyakarta: Jalasutra
Piliang, Yasraf Amir. (2010). Dunia yang Dilipat. Bandung: Matahari.
Piliang Yasraf Amir. (1997). Sebuah Dunia Yang Dilipat. Jakarta : Mizan
Pramula, Beni. (2015).Ironi Negeri Kepulauan. Jakarta: Elex Media Komputindo
Harari, Yuval Noah. (2011) Sapiens, Jakarta : PT Pustaka Alvabet
Harari, Yuval Noah. (2015). Homo Deus, Jakarta : PT Pustaka Alvabet
Marcuse, Herbert. (2014).Manusia Satu Dimensi, Jakarta : PT Buku Seru
Kurzweil, Raymond. (2012). How To Create A Mind,

CURICULUM VITAE

NAMA

:

FANDI F. DJAILANI

TEMPAT/TGL. LAHIR

:

TIDORE, 9APRIL 1999

ALAMAT

:

SARIO, KEL. TITIWUNGEN SELATAN,
LORONGPENCA, JL. SAMRATULANGI
18.

JENIS KELAMIN

:

LAKI-LAKI

GOLONGAN DARAH

:

O

LINE

:

@fndidjl

INSTAGRAM

:

@fndidjailanni

FACEBOOK:

:

MEDIA SOSIAL

Fandi Lutfi

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD

:

MADRASAH IBTIDAYAH NEGERI SELI

SMP

:

SMP NEGERI 1 TIDORE

SMA

:

SMK NEGERI 1TIDORE

PT

:

UNIVERSITAS NEGERI
SAMRATULANGI

PENGALAMAN ORGANISASI
BKI

:

ANGGOTA BIDANG PPPA

HMI

:

DEPARTEMEN BIDANG PPPA

JENJANG PERKADERAN

BKI

:

STUDI KEISLAMAN XXIII 2016

HMI

:

BASIC TRAINING LK-1 KOMISARIAT
EKONOMI CABANG MANADO 2016

Manado, Januari2018
PENULIS

FANDI F. DJAILANNI