KEYAKINAN TERHADAP HUKUM KAMMA SEBAGAI P

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

KEYAKINAN TERHADAP HUKUM KAMMA SEBAGAI PONDASI
DALAM AGAMA BUDDHA
Oleh Febrian Ariya Passaddhi
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Abhidhamma Pitaka III yang diampu
oleh Kadek Yudi Murdana, B.A., M.A.

Abstrak
Hukum Kamma adalah salah satu ajaran Sang Buddha yang sangat penting
dan sebagai umat Buddha perlu kiranya untuk memahami dan mengerti hukum ini
dengan jelas. Namun demikian, untuk dapat memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup mengenai hukum kamma, terlebih dahulu kita harus
mempelajarinya, baik dari kitab suci maupun sumber lainnya. Salah satu
contohnya adalah penggolongan kamma. Kamma dapat dikelompokkan dalam
empat kelompok. Meskipun kita tidak dapat mengetahui kamma individu
seseorang, kita dapat mengelompokkan kamma ke dalam beberapa jenis seperti
yang dijelaskan oleh Buddha. Dengan cara demikian kita dapat memprediksi di
mana dan bagaimana setiap jenis kamma akan menghasilkan akibatnya. Setelah
mempelajari baru kemudian kita mempraktikkannya. Diharapkan dengan
pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki barulah kemudian kita dapat mimiliki

keyakinan terhadap hukum kamma.
Kata Kunci: Hukum Kamma, keyakinan.
Pendahuluan
Lebih dari dua puluh lima abad yang lalu Sang Buddha mengajarkan
ajaran-Nya kepada dewa, brahma, dan manusia. Ajaran Sang Buddha sampai saat
ini pun masih tetap eksis bahkan terus berkembang. Diantara beberapa doktrin
yang diajarkan oleh beliau, salah satu yang sangat fundamental adalah tentang
hukum kamma.
Dapat dikatakan keyakinan terhadap hukum kamma merupakan suatu hal
yang sangat fundamental di dalam kehidupan umat Buddha. Atas dasar inilah

1|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

penulis menilai perlu kiranya untuk menyusun sebuah makalah yang bertemakan
“Hukum Kamma” dengan judul “Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai
Pondasi Dalam Agama Buddha”.
Apakah kamma itu?
Kamma, secara harafiah berarti perbuatan atau tindakan. Perbuatan itu

sendiri dibedakan menjadi tiga, yaitu: perbuatan melalui pikiran, ucapan, dan
jasmani. Perbuatan baik menghasilkan hasil yang baik, sementara perbuatan yang
buruk menghasilkan hasil yang buruk. Kamma melalui jasmani misalnya
memberikan dāna. Kamma melalui ucapan yaitu setiap kata-kata yang kita
ucapkan, misalnya membabarkan Dhamma dan memberikan nasihat. Kemudian
kamma melalui pikiran adalah gagasan-gagasan yang muncul dalam pikiran,
antara lain “Bagaimana caranya supaya saya bisa berdana makanan kepada para
bhikkhu”, kegembiraan, belas kasih, simpati, sukacita, bermeditasi dan kesedihan
juga merupakan bentuk-bentuk kamma pikiran.
Dapat disebutkan bahwa, kamma berarti semua niat (cetanā) yang
bermoral dan tidak bermoral. Niat memiliki akar ketidaktahuan (moha),
keserakahan (lobha) atau kemarahan (dosa) adalah kejahatan. Niat yang ditemani
oleh kemurahan hati (adosa), niat baik (adosa) dan kebijaksanaan (panna), adalah
bajik.
Cetana yang bertanggung jawab, cetana adalah kamma
Ada suatu daya yang mendorong ketiga kamma tersebut untuk dapat
teralisasi, yaitu faktor mental cetanā-cetasika yang muncul dalam batin. Cetana
inilah yang paling sibuk dan paling aktif diantara 52 cetasika. Kemudian cetanā
disebut kamma, karena cetanā mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan
entah itu baik ataupun buruk, karena cetanā bertanggung jawab menuntaskan

setiap kamma yang hendak diperbuat.
Dalam bahasa yang sederhana kamma bisa dikatakan seperti ini: jika
seseorang menabur benih yang baik, maka ia akan menuai panen yang baik. Jika
seseorang menabur benih yang buruk, maka ia akan menuai panen yang buruk.

2|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

Kamma disebut juga sebagai hukum sebab-akibat, karena setiap sebab
memiliki akibat. Dalam Dhammapada 1-2, dijelaskan:
“Segala yang dialami didahului oleh pikiran, dipelopori pikiran,
diciptakan pikiran. Jika seseorang berbicara atau berbuat dengan
pikiran yang buruk, maka penderitaan akan mengikutinya, laksana
roda mengikuti jejak. Jika seseorang berbicara atau berbuat dengan
pikiran yang murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, laksana
bayang-bayang yang tak terpisahkan dari bendanya”.
Kamma adalah aksi. Dalam diri seseorang dan setiap makhluk ada
kekuatan yang diberi istilah yang berbeda-beda, seperti naluri dan kesadaran.
Kecenderungan bawaan ini membuat setiap makhluk untuk bergerak dan

bertindak baik secara fisik maupun mental. Gerakan tersebut merupakan aksi.
Pengulangan aksi menjadikan kebiasaan dan kebiasaan akan menjadi watak,
proses ini disebut kamma.
Kita sebagai umat Buddha percaya bahwa kita akan memetik apa yang
sudah kita tabur. Apa yang kita peroleh saat ini adalah hasil dari perbuatan yang
telah kita lakukan sebelumnya, dan kita di masa mendatang adalah hasil dari apa
yang kita perbuat saat ini.
Kamma juga bukan merupakan ketentuan mutlak. Jika semuanya telah
ditentukan, maka tidak akan ada pengembangan moral dan pertumbuhan spiritual.
Buddha juga menyatakan bahwa kamma bukanlah untuk dipahami sebagai
ketentuan kaku maupun ketidaktentuan baku, melainkan sebagai suatu interaksi
dari keduanya.
Kesalahpahaman mengenai kamma
Ada beberapa kesalahpahaman yang berkaitan dengan kamma. Menurut
Sri Dhammananda:
“Seperti dikatakan Jika seseorang menjadi seorang pembunuh,
pencuri, atau pelacur disebabkan, dan perbuatan tersebut disebabkan
oleh perbuatannya pada masa lalu, atau disebabkan oleh kuasa
makhluk tertinggi, atau karena kebetulan semata, maka orang
tersebut tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan

buruknya karena segala sesuatu yang diperbuatnya telah ditentukan
sebelumnya”. (Dhammananda, 2012: 132)

3|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

Dalam Aṅguttara Nikāya disebutkan tentang kesalahpahaman tentang
kamma dan seseorang yang bijak akan menyelidiki dan meninggalkan pandanganpandangan berikut ini:


Kepercayaan bahwa segala sesuatu merupakan hasil pada kehidupan
sebelumnya



Kepercayaan bahwa segala sesuatu merupakan hasil penciptaan oleh sosok
pencipta tertinggi




Kepercayaan bahwa segala sesuatu timbul tanpa alasan dan sebab
Kesalahpahaman lain tentang kamma adalah bahwa kamma bekerja hanya

bagi mereka yang menganut agama tertentu. Apa pun agama yang dianut, nasib
seseorang bergantung sepenuhnya pada perbuatan yang ia lakukan baik melalui
pikiran, ucapan, maupun perbuatan. Jika kita mengacu pada hukum kamma, maka
nasib seseorang pada kehidupan saat ini maupun kehidupan berikutnya tidak
sedikit pun bergantung pada agama atau kepercayaan yang ia anut.
Kamma tidaklah terbatas pada agama yang dianut, seseorang akan bahagia
selama ia melakukan perbuatan baik dan menjalani hidup yang bermoral dan tidak
tercela, sebaliknya, seseorang akan menderita selama ia melakukan perbuatan
buruk dan menjalani hidup yang tercela. Oleh karena itu, dalam agama Buddha
tidak ada jaminan bahwa mereka yang beragama Buddha pasti mendapatkan
berkah dan pasti masuk surga setelah kematinnya tiba. Seseorang bahagia maupun
menderita disebabkan oleh perbuatan yang dilakukannya, bukan karena agama
yang dianutnya.
Kamma dapat menjawab pertanyaan yang selama ini muncul dalam benak
setiap orang tentang ketidaksetaraan yang ada dalam kehidupan manusia.
Ketidaksetaraan ini terjadi bukan hanya disebabkan oleh keturunan maupun

lingkungan, tetapi yang paling berpengaruh di sini adalah karena kamma. Kamma
merupakan salah satu faktor yang bertanggung jawab atas kesuksesan dan
kegagalan dalam hidup seseorang.

4|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

Dalam

bukunya

yang

berjudul

Keyakinan

Umat


Buddha,

Sri

Dhammananda mengatakan bahwa cara kerja hukum kamma dapat diibaratkan
dengan rekening bank:
“Cara kerja hukum kamma juga bisa diibaratkan dengan
rekening bank: seseorang yang baik, murah hati, dan penuh kebaikan
dalam hidupnya saat ini sama dengan menambahkan tabungan
„kamma baik‟. Akumulasi kamma baik ini dapat digunakan untuk
menjamin hidup yang bebas dari masalah. Namun demikian, ia harus
menggantikan apa yang ia ambil, jika tidak, suatu hari rekeningnya
akan berkurang dan ia akan bangkrut. Jadi, seseorang tidak dapat
menyalahkan orang lain maupun nasib jika suatu hari rekeningnya
berkurang ataupun bangkrut. Dalam Dhammapada 127 Buddha
mengatakan, “Tidak ada tempat di dunia ini, yang di sana seseorang
bisa terlepas dari akibat perbuatan buruknya”. (Dhammananda,
2012: 133)
Diri sendiri yang bertanggung jawab
Memahami hukum kamma berarti menyadari bahwa kita sendirilah

bertanggung jawab atas kebahagiaan maupun penderitaan yang kita alami.
Buddha menjelaskan bahwa kita mampu untuk menentukan arah hidup kita, selain
itu kita juga memiliki segala kemungkinan untuk membentuk kamma kita sendiri.
Kita bukan budak kamma, karena kita memiliki kekuatan untuk mengubah kamma
kita.
Lalu bagaimana cara untuk menghentikan maupun meminimalisir akibat
dari kamma buruk yang telah terkumpul sebelumnya? Yaitu dengan cara
melakukan lebih banyak perbuatan baik dan memurnikan batin kita. Dengan cara
itulah kita bisa meminimalisir dan menekan akibat dari kamma buruk yang pernah
kita lakukan sebelumnya. Kita sebagai umat Buddha tentu tidak mengandalkan
pemujaan, melakukan ritual atau menyiksa tubuh jasmani untuk mengatasi
dampak kamma buruk yang pernah kita lakukan.
Kamma didasari oleh niat
Kamma berkaitan dengan perbuatan manusia. Namun demikian, setiap
perbuatan yang dilakukan tanpa niat tujuan apa pun tidak dapat menjadi kusalakamma (perbuatan baik) maupun akusala-kamma (perbuatan buruk). Oleh karena
itu Buddha mengartikan kamma sebagai perbuatan yang disertai kehendak. Itu

5|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha


berarti, perbuatan baik dan buruk apa pun yang kita lakukan tanpa niat tujuan
bukanlah kamma dan tidak cukup kuat untuk dibawa ke kehidupan yang akan
datang. Walaupun seseorang tidak mengetahui akan keberadaan dan cara kerja
hukum kamma, itu bukanlah alasan untuk membenarkan perbuatan buruk yang
dilakukannya dan menghindari akibat dari kamma buruk yang ia lakukan, jika
perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja, pastilah perbuatan tersebut
merupakan kamma dan pasti akan mendatangkan akibat.
Faktor lain yang mendukung kamma
Ada peran yang dimainkan oleh kekuatan alam lainnya. Ada lima proses
hukum alam (niyāma) yang bekerja di alam semesta ini, yaitu:


Utu niyāma (hukum musim) yang berkaitan dengan asas anorganik fisik,
misalnya fenomena musim dari angin dan hujan, dan sebagainya



Bīja Niyāma (hukum biji) yang berkaitan dengan asas benih dan biji




Kamma Niyāma (hukum perbuatan) yang berkaitan dengan kausal moral
atau asas sebab-akibat



Citta Niyāma (hukum batin) yang mengatur proses kesadaran



Dhamma Niyāma (hukum fenomena) yang berkaitan dengan daya listrik,
gerakan gelombang, dan sebagainya

Hukum Kamma hanyalah salah satu dari lima hukum alam yang menjelaskan
keragaman di semesta ini.
Kekuatan yang membantu atau menghalangi kamma
Kekuatan lain yang membantu atau menghalangi kamma adalah kelahiran,
penampakan, waktu, kondisi dan upaya.
Kelahiran yang menguntungkan (gati sampatti) atau kelahiran yang tidak
menguntungkan (gati vipatti) dapat mengembangkan atau mencegah matangnya
kamma. Sebagai contoh, jika seseorang terlahir dalam keadaan bahagia,
kelahirannya yang menguntungkan akan memudahkan kamma baiknya bekerja.
Seseorang yang tidak pandai, yang oleh karena suatu kamma baik, terlahir dalam
keluarga bangsawan, akan dihormati oleh orang-orang karena garis keturunannya.

6|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

Jika orang yang sama terlahir secara kurang menguntungkan, tentu ia tidak akan
bernasib sama.
Penampakan baik (upadhi sampatti) dan penampakan buruk (upadhi
vipatti) adalah dua faktor lain yang menghambat atau mendorong kerja kamma.
Jika karena suatu kamma baik, seseorang memiliki kelahiran yang baik, tetapi
terlahir cacat oleh suatu kamma buruk, maka ia tidak akan dapat sepenuhnya
menikmati manfaat kamma baiknya. Bahkan seorang pewaris takhta yang sah
mungkin tidak akan diangkat ke posisi yang tinggi itu jika ia menderita cacat fisik
atau mental. Kecantikan, di lain pihak, akan menjadi modal bagi pemiliknya.
Anak yang tampan dari orang tua miskin dapat menarik perhatian orang lain dan
mampu menonjolkan dirinya. Juga, kita dapat menemukan kasus orang dari latar
belakang keluarga miskin dan tidak terkenal yang tumbuh menjadi populer seperti
aktor atau aktris film atau ratu kecantikan.
Waktu dan tempat adalah faktor lain yang memengaruhi kerja kamma.
Pada masa kelaparan atau pada masa perang, semua orang tanpa kecuali terpaksa
menderita nasib yang sama. Di sini kondisi yang kurang menguntungkan
membuka kemungkinan kamma buruk bekerja. Kondisi yang menguntungkan,
sebaliknya, akan mencegah bekerjanya kamma buruk.
Usaha atau kepandaian barangkali merupakan faktor terpenting dari semua
faktor yang memengaruhi bekerjanya kamma. Tanpa usaha, kemajuan duniawi
dan spiritual tidak mungkin terjadi. Jika kita tidak berusaha untuk menyembuhkan
penyakit kita, atau menyelamatkan diri kita sendiri dari kesulitan, atau berjuang
dengan tekun demi kemajuan, maka kamma buruk akan menemukan kesempatan
yang cocok untuk mewujudkan efeknya. Akan tetapi, jika kita berikhtiar untuk
mengatasi kesulitan dan masalah, kamma baik kita akan datang menolong.
Misalnya saja, dalam salah satu kelahiran Boddhisatta, ketika pecah di tengah
lautan dalam, beliau berusaha menyelamatkan dirinya sendiri juga ibunya yang
sudah tua, sementara orang lain hanya berdoa kepada dewa dan menyerahkan
nasib mereka di tangan dewa. Hasilnya, Boddhisatta berhasil selamat, sementara
orang lain yang tidak berusaha menyelamatkan diri mereka dan hanya berdoa
kepada dewa dan berpasrah diri akhirnya tenggelam.

7|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

Menurut Sri Dhammananda, seseorang bisa saja mengatasi efek dari
kamma dengan melakukan berbagai macam hal, namun mereka tidak akan
sepenuhnya dapat menghindarinya:
“Bagaimanapun, manusia dapat mengatasi efek langsung
kamma dengan melakukan metode tertentu, tetapi mereka tidak
terbebas sepenuhnya dari efek kamma jika mereka tetap berada
dalam saṁsāra – siklus kelahiran dan kematian. Kapan pun
kesempatan muncul, efek kamma yang tertahan sementara akan
bekerja kembali. Ini adalah ketidakpastian kehidupan duniawi.
Bahkan Buddha dan para Arahanta juga dipengaruhi oleh kamma
tertentu, sekalipun mereka berada dalam kelahiran terakhir mereka”.
(Dhammananda, 2012: 139)
Kenapa orang jahat senang sedangkan orang baik menderita?
Kemudian muncul pertanyaan, “jika kebaikan menghasilkan kebahagiaan
dan kejahatan menghasilkan penderitaan, mengapa banyak orang baik yang hidup
menderita sedangkan banyak orang jahat yang sukses dan bahagia?”
Memang benar bahwa kebaikan menghasilkan kebahagiaan dan kejahatan
menghasilkan penderitaan. Namun kesuksesan dan kebahagiaan yang diraih dan
didapatkan oleh mereka yang jahat tidak hanya disebabkan oleh perbuatan yang
mereka lakukan dalam kehidupan saat ini, namun dipengaruhi juga oleh kamma
masa lampau mereka. Mereka yang bersifat baik namun mengalami penderitaan
dalam kehidupan saat ini tentu ada sebabnya, antara lain mereka belum
mengumpulkan kamma baik yang cukup banyak dalam kelahiran sebelumnya
untuk mengatasi dampak kamma buruk yang dialaminya pada kehidupan saat ini.
Suatu saat pada masa lampau mereka pasti memiliki kekurangan dengan berbuat
kamma buruk. Di lain pihak, mereka yang bersifar jahat, namun tetap dapat
menikmati kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup ini adalah berkat buah
kamma baik yang kuat yang mereka kumpulkan dalam kehidupan yang
sebelumnya.
Sebagai contoh, ada seseorang yang secara alamiah mewarisi jasmani yang
kuat dan sebagai dapat menikmati kesehatan sempurna. Daya tahan fisik mereka
kuat dan tidak rentan terhadap penyakit. Walaupun mereka tidak mengikuti
aturan-aturan khusus untuk menjalani hidup yang higienis, mereka bisa tetap kuat

8|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

dan sehat. Sebaliknya, ada orang lain yang mengkonsumsi berbagai obat kuat,
vitamin, makanan bergizi untuk menjaga kondisi tubuh mereka, tetapi di balik
usaha mereka untuk menjadi kuat dan sehat, kesehatan mereka tidak menunjukkan
perbaikan apa pun.
Apakah kita adalah korban dari perbuatan masa lampau?
Bukanlah hal yang mutlak bahwa segala sesuatu yang kita derita atau
nikmati hari ini sepenuhnya disebabkan oleh kamma masa lampau. Walaupun
hidup kita sudah terkondisi oleh kamma masa lampau kita, namun kita tetap dapat
mengubah kondisi itu dan menciptakan kebahagiaan kita saat ini dan masa
mendatang. Kita sebagai umat Buddha tidak menyerah pada nasib dan kita
berpandangan bahwa manusia tidak dikuasai sepenuhnya oleh nasib (fatalisme).
Namun kita memiliki kekuatan untuk membuat kebahagiaan kita sendiri yaitu
dengan cara banyak melakukan perbuatan baik.
Hukum kamma dan hukum newton
Hukum Newton menyatakan: “Untuk setiap aksi, ada reaksi berlawanan
yang sama besar”. Maka setiap individu, yang melakukan tindakan yang baik atau
buruk, seyogianya mendapatkan reaksi terbalik yang setara, baik dalam kehidupan
saat ini atau di kehidupan mendatang.
Jika diibaratkan dengan bibit sebuah tanaman, maka bibit kamma akan
menghasilkan makhluk yang baru di alam yang sesuai dengan kamma yang
diperbuatnya. Kamma buruk akan mengakibatkan kelahiran kembali di alam yang
menyedihkan seperti alam Peta, Niraya, Tiracchāna, dan Asurā, sedangkan
kamma baik akan mengakibatkan kelahiran kembali di alam bahagia seperti alam
manusia, alam surga, dan alam brahma.
Empat jenis kamma (kamma-catukka)
Kemudian kamma dapat dikelompokkan dalam empat kelompok.
Meskipun kita tidak dapat mengetahui kamma individu seseorang, kita dapat
mengelompokkan kamma ke dalam beberapa jenis seperti yang dijelaskan oleh

9|Abhidhamma Pitaka III

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

Buddha. Kemudian kita dapat memprediksinya, di mana dan bagaimana setiap
jenis kamma akan menghasilkan akibatnya.
Empat jenis kamma berdasarkan fungsinya (Kicca-kamma catukka)
1. Janaka-kamma
Kamma penghasil yang menghasilkan kelompok kehidupan mental dan
kelompok kehidupan material pada saat konsepsi dan juga sepanjang
kehidupan dari individu tersebut.
2. Upatthambhaka-kamma
Kamma pendukung yang mendukung janaka-kamma juga efek dari
janaka-kamma sepanjang kehidupan dari individu; ia tidak cukup kuat
untuk menghasilkan kehidupan baru.
3. Upapīlaka-kamma
Kamma penghalang yang melemahkan, menyela, atau memperlambat buah
dari janaka-kamma.
4. Upaghātaka-kamma
Kamma perusak yang tidak hanya memotong efek dari janaka-kamma
tetapi juga merusak janaka-kamma dan menghasilkan efeknya sendiri.
dengan kata lain, seseorang yang mati tiba-tiba dan terlahir kembali adalah
sesuai dengan upaghātaka-kamma.
Sebagai contoh dari bekerjanya keempat kamma di atas, kasus Devadatta
bisa sebagai pilihan. Kamma baik penghasilnya, mengkondisikan ia terlahir di
keluarga kerajaan. Ia menikmati kesenangan dan kesejahteraan semasa kamma
penghasilnya juga kamma pendukung masih bekerja. Kamma penghalang
memainkan perannya pada saat dikucilkan dari kelompok saṅgha dan menjadi
subjek yang dipermalukan. Selanjutnya kamma tidak bermoralnya yang serius
yang menyebabkan perpecahan di dalam saṅgha bekerja sebagai kamma perusak
yang mengirimnya jatuh ke neraka avīci.
Empat jenis kamma berdasarkan prioritas menghasilkan akibatnya
(Pākadānapariyāya-kamma Catukka)
1. Garuka-kamma

10 | A b h i d h a m m a P i t a k a I I I

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

Kamma berat yang sangat kuat sehingga tidak ada kamma lain yang dapat
menghentikan fungsinya di kehidupan yang akan datang. Dengan kata lain,
ia dengan pasti menghasilkan akibatnya di kehidupan yang akan datang.
Kamma buruk yang berat termasuk pañcānantariya kamma, yakni (i)
menyebabkan perpecahan di dalam kelompok saṅgha, (ii) melukai
Buddha, (iii) membunuh Arahat, (iv) membunuh ibu, dan (v) membunuh
ayah. Niyata-micchādiṭṭhi (pandangan salah yang permanen) juga
diistilahkan sebagai kamma yang berat.
Di sisi lain, 5 rūpāvacara-kusala kamma dan 4 arūpāvacara-kusala
kamma adalah kamma baik yang berat. Lokuttara-magga juga merupakan
kamma baik berat yang kuat yang menutup empat pintu alam apāya untuk
selamanya.
2. Āsanna-kamma
Kamma yang terdekat yang dilakukan pada saat menjelang kematian atau
teringat sebelum kematian.
3. Ācinna-kamma
Kamma kebiasaan yang dilakukan secara regular, atau mungkin kamma
yang hanya dilakukan satu kali dan terkenang atau teringat selalu
sepanjang waktu.
4. Kāṭattā-kamma
Kamma yang tidak spesifik yang dilakukan satu kali dan segera
terlupakan.
Dalam bukunya yang berjudul The Essence of Buddha Abhiddhama,
Mehm Tin Mon memberikan sebuah contoh tentang kamma kebiasaan, yaitu
tentang ayah dari Ven. Soṅa di Srilanka. Ayah dari Ven. Soṅa adalah seorang
pemburu selama hidupnya. Pada saat ia sudah terlalu tua untuk berburu, ia
menjadi bhikkhu di vihara milik anaknya. Pada saat ia sakit berat dan melihat
bayangan bahwa anjing-anjing neraka datang dan menaiki bukit untuk
menggigitnya. Begitu ia ketakutan dan memberitahukan kepada anaknya untuk
mengusir anjing-anjing tersebut.
Putranya seorang Arahat, mengetahui bahwa ayahnya memiliki tanda
kematian tujuan kelahiran kembalinya (gati-nimitta) untuk terbawa ke neraka. Ia
11 | A b h i d h a m m a P i t a k a I I I

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

memanggil murid-muridnya untuk segera mengumpulkan bunga-bunga dan
menebarkannya ke seluruh bagian pagoda di vihara itu. Ven. Soṅa membawa
ayahnya menuju ke pagoda. Ven. Soṅa mengingatkan ayahnya untuk memberi
hormat ke pagoda dan bergembira terhadap persembahan bunga atas kepentingan
dirinya. Bhikkhu tua menjadi tenang, memberi hormat pada pagoda dan
bergembira melihat bunga-bunga yang dipersembahkan di pagoda atas
kepentingan dirinya. Pada waktu itu tanda nasibnya pun berubah. Ia
memberitahukan kepada putranya, “Ibu tirimu yang cantik dari alam surgawi
datang untuk menjemputnya”. Putranya merasa puas dengan hasil dari usahanya.
Ini adalah cara yang terbaik untuk membalas jasa kebajikan kita terhadap orang
tua kita.
Dengan demikian, sangat perlu kiranya untuk mengembangkan kamma
kebiasaan yang baik semasa kita hidup. Kamma kebiasaan yang terbaik adalah
meditasi ketenangan batin atau meditasi pandangan terang yang dapat kita
lakukan sepanjang waktu. Ketika perbuatan tersebut menjadi kebiasaan, maka
perbuatan tersebut akan diingat dan dipraktikkan menjelang kematian kita.
Selain itu dalam masa kehidupan Buddha, Cunda, seorang penjagal,
menjalani hidup dengan menyembelih babi dengan cara yang kejam selama lebih
dari 50 tahun. Pada saat waktunya sudah habis api dari neraka datang
membakarnya dan membuatnya menjerit seperti babi selama tujuh hari. ia akan
berada di neraka segera setelah kematiannya. Maka kamma kebiasaan sering
menjadi kamma yang terdekat dan menghasilkan akibatnya.
Perumpamaan dari kelompok ternak
Ada sebuah perumpamaan yang dapat digunakan untuk menjelaskan
pengelompokkan kamma menurut prioritas dalam menghasilkan akibat, yaitu
dengan menggunakan perumpamaan kelompok ternak.
Jika ada banyak ternak yang dikurung dalam sebuah kandang yang besar
pada malam hari. Pada pagi harinya pintu kandang dibuka dan ternak-ternak akan
dilepas untuk merumput. Saat itu ternak mana yang akan keluar terlebih dahulu?

12 | A b h i d h a m m a P i t a k a I I I

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

Semua ternak-ternak akan keluar sesegera mungkin. Jika ada pemimpin
mereka yang disegani, yang satu ini akan berjalan dengan gagahnya ke pintu da
keluar terlebih dahulu. Layaknya kamma berat yang tidak tersaingi akan
menghasilkan akibatnya di kehidupan mendatang. Sekarang, jika di sana tidak ada
pemimpinnya, ternak yang terdekat dengan pintu yang akan keluar terlebih
dahulu. Ini sama dengan kamma terdekat yang akan membuahkan hasil di
kehidupan akan datang.
Kadang-kadang

ada

yang

lebih

waspada,

yang

secara

teratur

memperhatikan kapan waktu pintu dibuka, ia akan berjalan ke dekat pintu
sebelum pintu dibuka dan keluar lebih dulu pada saat setelah pintu dibuka. Ini
sama sepeti kamma kebiasaan yang akan menghasilkan akibatnya pada kehidupan
yang akan datang. Kadang-kadang sesuatu yang lemah dan tidak diperhitungkan,
karena terdorong oleh yang kuat, sehingga ia akan terdesak keluar kandang lebih
dahulu. Ini mirip dengan kasus ketika kamma yang tidak spesifik dan tidak
diharapkan memiliki kesempatan untuk mengkondisikan kehidupan yang akan
datang.
Ratu Malika menjalankan kehidupan dengan benar, tetapi ia teringat akan
perbuatan buruk yang pernah dilakukannya pada waktu yang telah lama berlalu.
Jadi kamma buruk yang tidak spesifik tersebut menjeratnya hingga ia terlahir
kembali ke Neraka Avīci selama tujuh hari.
Empat jenis kamma yang berhubungan waktunya memunculkan hasil
(Pākakāla-kamma catukka)
1. Diṭṭhadhammavadanīya-kamma
Kamma segera efektif yang membuahkan hasilnya pada kehidupan ini
2. Upapajjavedanīya-kamma
Kamma yang efekif pada urutan berikutnya yang membuahkan hasilnya
pada kehidupan akan datang yang berikut (kehidupan kedua)
3. Aparāpariyavedaniya-kamma
Kamma yang tidak dapat dipastikan kapan akan membuahkan hasilnya
mulai dari kehidupan berikut yang ketiga sampai kehidupan terakhirnya
ketika seseorang menjadi Arahat.
13 | A b h i d h a m m a P i t a k a I I I

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

4. Ahosi-kamma
Kamma yang tidak bermanfaat yang tidak akan menghasilkan buahnya
Empat jenis kamma yang berhubungan berhubungan dengan tempat
berbuah (Pākaṭhāna-kamma catukka)
1. Akusala kamma
Kamma tidak bermoral yang menghasilkan akibatnya di empat kediaman
atau alam yang menyedihkan
2. Kāmāvacara-kusala kamma
Kamma bermoral di alam kesenangan indriya yang menghasilkan
akibatnya di tujuh alam kesenangan indriya (kāmaloka)
3. Rūpāvacara-kusala kamma
Kamma bermoral di alam bermateri halus yang menghasilkan akibatnya di
enam belas alam rūpa (rūpaloka)
4. Arūpāvacara-kusala kamma
Kamma bermoral di alam awa-materi yang menghasilkan akibatnya di
empat alam arūpa (arūpaloka)
Kesimpulan
Hukum kamma adalah salah satu ajaran Buddha yang amat fundamental.
Namun demikian, bukan berarti hukum kamma hanya milik agama Buddha saja
dan hanya berlaku bagi mereka yang menganut agama Buddha saja. Hukum
kamma berlaku bagi setiap orang baik itu beragama Buddha maupun bukan
beragama Buddha. Terlebih lagi bagi umat Buddha khususnya amat perlu untuk
mengetahui dan memahami hukum kamma ini secara jelas.
Setelah mempelajari hukum kamma secara teori, diharapkan pemahaman
dan pengertian mengenai hukum kamma yang bertambah dapat memperkuat
keyakinan umat Buddha kepada Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Tidak hanya
sampai di situ, selanjutnya sebagai umat Buddha, perlu kiranya untuk menerapkan
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan hukum kamma ini dalam kehidupan sehari-

14 | A b h i d h a m m a P i t a k a I I I

Keyakinan Terhadap Hukum Kamma Sebagai Pondasi Dalam Agama Buddha

hari agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Semoga yang belum baik menjadi
baik dan yang sudah baik menjadi jauh lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
-

Dhammananda, K. Sri. 2012. Keyakinan Umat Buddha. Tanpa Nama
Kota: Ehipassiko Foundation.

-

Janakābhivaṁsa, Ashin. 2005. Abhidhamma Sehari-hari. Tanpa Nama
Kota: Pustaka Karaniya.

-

Kaharuddin, Pandit J. Tanpa Tahun. Abhidhammatthasaṅgha. Tanpa
Nama Kota: CV. Yanwreko Wahana Karya.

-

Nyanaponika Thera. 2003. Serba-serbi Karma. Klaten: Wisma Sambodhi.

-

Tin Mon, Mehm. 2012. The Essence Of Buddha Abhidhamma. Jakarta:
Manggala Indah.

15 | A b h i d h a m m a P i t a k a I I I