CERPEN WARNA PELANGI DI MATA INDAHMU IBU

Warna Pelangi di Mata Indahmu, Ibu
(Oleh: Nisa’ul Istiqomah)
Pagi itu tampaknya matahari tak bersahabat dengan bumi. Matahari
tampak murung, tapi hujan pun tak kunjung datang. Suasana hari yang
mendung mengiringi perjalanan panjang ibu paruh baya yang menjual sapu
lidi. Tak tampak matahari dengan cerahnya padahal itu sudah menunjukkan
pukul 11.00 WIB. Parsiem nama ibu penjual sapu lidi itu, nama pemberian
orang tuanya yang dipilih sebaik-baiknya oleh orang tuanya. Tak lelah ibu
parsiem mengitari kota Indramyu yang begitu luasnya. Kakinya yang kecil
kini tak berasa lagi karena sudah terlalu lama berkeliling kota Indramayu.
Ibu parsiem sudah menikah dengan seorang pria yang tegas, baik
hati dan bijaksana. Pria yang telah meluluhkan hatinya itu sangat luar biasa,
wawasannya luas dan pintar namanya Pak Sudirman. ‘Pak Iman’ sering
dipanggil oleh para tetangganya. Ibu Parsiem pun sering dipanggil dengan
sebutan ‘Bu Par’. Keluarga sederhana namun penuh makna dan kasih
sayang. Keluarga yang tinggal di Desa Balongan, Indramayu, Jawa Barat.
Mereka memang baru pindah ke Indramayu karena memang kondisi yang
memaksakan untuk pindah.
Pak Iman hanya bekerja sebagai penjual gorengan keliling, yang
hasilnya memang tak seberapa. Uangnya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari itupun terkadang tidak cukup, jadi harus meminjam

dengan tetangga. Beruntung tetangga Ibu Par dan Pak Iman sangat baik
kepada mereka. Bahkan kadang kala keluarga ini sedang tidak dapat uang
dari penjualan mereka, para tetangganya dengan suka rela mengirimkan
makanan kepada mereka. Tetangga yang rukun itu mungkin karena
memang Ibu Par dan Pak Iman sering membantu warga sekitar dikala
mereka sedang mengalami kesusahan.
Sudah 7 tahun mereka berumah tangga dan telah dikaruniai 1 orang
anak perempuan yang manis. Afifah Nurfadhilah nama lengkap anak Pak
Iman dan Bu Par. Anak perempuan yang lahir tepat pada tanggal 22
Dessember 2009. Perempuan kecil ini adalah berlian yang sangat berharga
dikehidupan Pak Iman dan Bu’ Par. Oleh karena itu, Afifah sangat dimanja
oleh mereka, apapun yang diminta oleh Afifah akan selalu dipenuhi oleh Pak
Iman dan Bu Par. Afifah menjadi anak kecil yang manja, dan suka minta
perhatian orang sekitarnya. Bu Par selalu mengorbankan segalanya demi
kebahagiaan Afifah. Afifah sekarang bersekolah kelas 1 di SDN. 34 Kota
Indramayu, Jawa Barat.
Siang terik itu, Afifah asyik bermain dengan temannya Dian. Mereka
bermain petak umpet, itu nama permainan di daerah Indramayu. “Sudah
siap belum Afifah? Aku mulai hitung sekarang. Hitungan ke-10 sudah
bersembunyi. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.” Kata Dian menginstruksikan

permainan dimulai. Afifah mulai mencari tempat untuk bersembunyi yang
cukup jauh dari Dian. Berlari jauh dari tempat kejadian hingga tak
tertangkap oleh mata Dian. Tanpa disadari rupanya Afifah sudah memasuki
daerah lain yang tak tahu dimana. Afifah pun menangis karena tidak tahu
sekarang berada dimana. “Dian, Ibu, Bapak aku takut. Kalian dimana
sekarang? Tolong cari aku, aku mau pulang, aku ingin bersama kalian.”
Teriak Afifah dengan penuh rasa takut.
Dian pun telah lelah mencari keberadaan “Afifah. Afifah.. Afifah..
Afifah.. Kamu dimana? Aku menyerah. Sekarang keluarlah, kamu yang
menang, aku yang kalah Afifah.” Teriak Dian berharap Afifah akan muncul.

Tapi ternyata sudah 1 jam Dian menunggu, Afifah pun tak kunjung datang.
Dian mulai bingung dan khawatir dengan semua ini, dia takut kalau Afifah
hilang. “Kalau Afifah hilang, aku harus bagaimana? Aku harus berkata apa
kepada orang tuanya. Ya Allah tolong hamba.” Gerutu Dian saat itu. Dian
pun menangis karena Afifah tak muncul sama sekali. Padahal tadi berharap
Afifah datang dan memberikan sedikit senyuman di wajahku yang sudah
sangat sedih ini.
Dian pun pulang menuju ke rumah Afifah tinggal. Dilihatnya sekeliling
rumah, tapi ternyata tidak ada orang yang berada di rumah tersebut.

Rumah itu begitu kosong, tidak ada orang sepertinya ibu dan bapaknya
Afifah sedang berkeliling mencari nafkah. Pak Iman sedang menjual
gorengan, sedangkan Bu Par sedang berjualan sapu lidi. Dian pun
menunggu hingga 1 jam. Akhirnya, tepat pukul 14.00 WIB Bu Par pun
sampai di rumah. Wajahnya tampak lelah dan lesu, sapu yang terjual pun
hanya 1 buah saja, padahal sudah berkeliling dari jam 09.00 WIB. Tapi tetap
saja hasilnya tak sebanding.
“Assalamu’alaikum, Bu Par.” Sapa Dian kepada wanita paruh baya
yang telah lelah mencari rezeki. “Wa’alaikumusalam, Dian. Ada apa nak?”
balas Bu’ Par dengan ramah seolah-olah tidak mau terlihat lelah. Dian pun
mulai menjelaskan kejadian yang terjadi pada Afifah dan dirinya ketika
bermain petak umpet “Tadi ketika Dian dan Afifah bermain petak umpet,
Afifah hilang. Sudah Dian cari semuanya tapi tidak ketemu, bahkan sudah
Dian tunggu hingga 1 jam tapi Afifah tak kunjung datang. Ma’afkan Dian bu,
tidak bisa menjaga Afifah”. Bu Par pun terdiam dan tidak dapat berkata apaapa, wajahnya tertegun dan pucat pasih. Tes... tes... tes... Gumpalan air
yang suci mengalir lembut di pipi wanita itu. Perlahan gumpalan itu
menetes, tapi air mata itu tak mau berhenti mengalir, air itu mengalir
semakin deras. Kesedihan yang menusuk relung hati sang ibu ini. Anak
perempuan satu-satunya yang sangat ia sayangi harus hilang meninggalkan
ia dengan cara seperti ini. Perempuan ini sungguh tak rela dan tak ikhlas.

Senyum yang indah di wajah wanita ini berubah menjadi mendung yang
begitu suram.
Pak Iman yang sedang berkeliling menjual gorengan, melihat dari
kejauhan anak perempuan kecil yang menangis. Pak Iman pun langsung
mendekat dan berniat mendiamkan tangisan adik kecil itu. Sontak saja Pak
Iman terkejut dan sangat keheranan, gadis kecil yang menangis di
hadapannya itu ternyata Afifah Nurfadhilah putri kecil kesayangannya.
Afifah langsung dipeluk kencang oleh bapaknya. “Pak, aku takut pak,
pengen pulang, aku tidak mau disini.” Tangis Afifah saat itu. “Iy, iy, kita
pulang ya nak. Kita pulang sekarang bersama bapak. Jangan takut lagi
anakku” Pak Iman membujuk Afifah.
Sesampainya di rumah ternyata terlihat ibu Par sedang menangis.
“Afifah... Afifah.. Kamu dimana nak? Semoga kamu baik-baik saja” Bu Par
berdo’a demi keselamatan putri kecil tercintanya itu. Dari kejauhan
terdengar suara yang berteriak diiringi tangisan . Ibu.. Ibu.. Ibu.. Aku disini
bu. Aku selamat bu. Ini aku Afifah Nurfadhilah.” Bu Par yang sudah
menangis hingga 1 jam itu pun menoleh dan melihat kalau putri
kesayangannya baik-baik saja bersama bapak. Kejadian hari ini telah sangat
membuat Ibu Par khawatir dengan Afifah. Ia sangat takut terjadi hal yang
buruk pada anaknya. Mendung yang tadinya menghiasi mata Bu Par

sekarang mulai menjadi cerah, tapi ntah kenapa perasaan Bu Par sangat
takut Afifah pergi jauh. Mungkinkah akan terjadi hal yang buruk.

Sore itu pun, keluarga itu asyik berjalan bersama dan berkeliling kota
dengan berjalan kaki. Semua tampak senyum indah dan sangat manis. Tapi
musibah pun datang kembali ke mereka. Tanpa disadari dari belakang
mereka ada mobil yang berjalan sangat kencang dan tanpa kendali. Rem
mobil itu pun ternyata blong dan lepas kendali. Alhasil keluarga Pak Iman
tertabrak mobil. Kondisi paling parah dialami Pak Iman, beliau tak
terselamatkan lagi meskipun ambulan telah datang. Afifah pun juga luka
parah dan diprediksi mengalami kebutaan disalah satu matanya. Afifah
mengalami koma selama satu minggu. Sedangkan Ibu Par hanya mengalami
luka ringan saja.
Air mata Ibu Par tak berhenti menetes, senyum bahagia yang ada
sebelum kecelakaan berlangsung benar-benar menjadi mendung dan hujan
yang sangat lebat. Air mata itu tak terbendung. Hampir satu hari Ibu Par
menangis dan sangat terpukul, tapi ia yakin Allah takkan memberikan
cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya. Dan setelah sanak saudara
berdatangan barulah Ibunda Afifah itumenjadi lebih kuat lagi.
Biaya pengobatan dan operasi dibantu oleh sanak saudaranya,

semua sukarela membantu mereka. Karena keluarga Bu Par ini orangnya
baik. Bu Par yang mengetahui kalau mata anaknya akan mengalami
kebutaan dengan sukarela memberikan salah satu matanya. Agar putri
kesayangannya bisa tetap menikmati keindahan dunia. Operasi pun
berlangsung, sebelum operasi dimulai ibu berdo’a semoga apa yang ibu
berikan pada Afifah akan bermanfaat dan bisa membanggakan ibunya
kelak.
Dua jam operasi berlangsung dan ternyata berhasil. Mata sang bunda
telah berpindah ke sang putri. Alhamdulillah, dua hari kemudian pun Afifah
tersadar dan melihat sekitarnya. “Dimana aku? Mana bapak dan ibu?” tanya
Afifah. “Disini nak, ibu disini bersamamu. Jangan menangis y sayang” jawab
ibu yang ternyata tak bisa membendung air matanya. “Bu, aku ingin pulang,
aku tak mau disini” kata Afifah sambil menangis. “iy, iy nanti kita akan
pulang ya nak” respon ibu menjawab permintaan Afifah.
Akhirnya mereka pulang ke rumah tanpa kehadiran sang bapak.
Keceriaan dirumah itu pun sedikit menghilang dan berubah menjadi
kesedihan. Ibu dan anak itu merasakan kehilangan yang begitu berat. Bu
Par harus berusaha keras menafkahi keluarganya, bahkan ia habiskan waktu
untuk mencari nafkah tak kenal lelah. Afifah yang dulunya periang sekarang
menjadi anak yang sangat pemurung dan sensitif. Bahkan ia menjadi anak

yang sangat pendiam. Sahabatnya Dian hanya bingung melihat tingkah laku
Afifah yang berubah. Tapi Afifah sering di bully oleh teman-temannya karena
dia hanya punya single parent dan itu pun tinggal punya satu mata.
Sebenarnya, Afifah sangat benci di bully. Ada trauma tersendiri ketika di bully
oleh teman-temannya. Sudah hampir dua tahun dia selalu di bully seperti
itu.
“Afifah, bantu ibu masak gorengan nak .Nanti kita jualan bersama. Ibu
dan anak jualan bersama pasti akan menyenangkan. Kita berjalan bersama,
melayani pembeli bersama. Pasti jualan kita akan laris nak.” Kata ibu
merayu Afifah. “Aku tidak mau bu. Aku malu punya ibu bermata satu. Aku
malu harus bejalan beriringan bersama orang bermata satu. Semua orang
akan takut melihat aku dan ibu. Semua temanku membullyku tentang mata
satu ibu. Berhentilah merayuku bu. Aku benci ibu.” Afifah begitu marah dan
meninggalkan rumah.

Air mata sang ibu menetes, perlahan semakin kencang dan tak mau
berhenti, hatinya terasa teriris dan menjadi berkeping-keping. Kata-kata itu
seperti pisau yang menusuk tajam. Sang ibu benar-benar tersentak dan tak
dapat berbicara. Ibu hanya bisa berkata dalam hati “Seandainya engkau tau
nak, pasti engkau takkan seperti ini.” Ibu yang sudah tulus membesarkan

Afifah tak pernah mengharapkan hal yang aneh. Ia hanya berharap anaknya
akan menjadi anak yang salehah dan berakti.
Afifah yang sedang marah pun pergi ke rumah Dian sahabatnya. “Aku
kesal dengan ibuku yang bermata satu itu” gerutu Afifah. Dian pun hanya
memberikan secarik surat yang sudah cukup usang untuk disimpan
bertahun-tahun. Afifah pun membaca perlahan surat itu “Dear Anakku
Afifah Nurfadhilah. Kutuliskan surat ini sebagai ungkapan sayangku
padamu. Cintaku dan sayangku begitu besar padamu. Bila harus aku
korbankan nyawa untukmu aku rela. Aku ingin anakku dapat melihat
keindahan pelangi dunia ini. Meskipun aku yang harus melihat dengan
hanya satu mata saja. Kurelakan satu mataku untuknmu agar engkau bisa
merasakan indahnya dunia ini. Meskipun orang memandangku dengan
sebelah mata, kurelakan itu demi kebahagiaanmu anakku. Ma’af ibu belum
bisa menjadi ibu yang sempurna. Cintaku dan sayangku padamu takkan
berhenti.“ Itu tulisan sang ibu parsiem yang disimpannya, tapi tanpa
sengaja ditemukan Dian dan simpannya.
Afifah pun menangis, air matanya tak terbendung lagi dan ia pun
menyesal sudah berbuat yang kurang ajar pada ibunya. Afifah pun langsung
pulang ke rumah dan memeluk ibu yang sedang menangis karena
perkataannya itu. “Ibu ma’afkan aku, aku berjanji akan membanggakan ibu.

Aku sudah mengerti semua perjuangan itu. Ma’af dan terima kasih untuk
semua perjuanganmu selama ini.” Anak perempuan yang berusia 9 tahun
itupun berjanji akan menjadi pelangi bagi ibunya dan membanggakan
ibunya. I Love mom . You are my hero..

Biodata Penulis
Nama

: Nisa’ul Istiqomah

Universitas

: Universitas Sriwijaya

NIM

: 03111003020

Fakultas


: Teknik

Jurusan

: Teknik Kimia

Jenis kelamin
Kewarganegaraan

: Perempuan
: Indonesia

Tempat, tanggal Lahir : Prabumulih, 22 Desember 1993
Agama
Telepon

: Islam
: 08973025522 / 082307698548

Alamat


: Jl. Bukit Lebar I No. 05 Prabusari Kelurahan Majasari
Kecamatan Prabumulih Selatan Kota Prabumulih

Email

: nisaulistiqomah@yahoo.co.id