SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT PADA GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

  SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT PADA GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) ARIZA VERONICA MUFIDAH SURABAYA – JAWA TIMUR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2006

  

PENGARUH PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT PADA GAMBARAN

HISTOPATOLOGIS GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

  Seminar diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

  Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya

  

Oleh :

ARIZA VERONICA MUFIDAH

Nim : 060233095

  Menyetujui, Komisi pembimbing Julien Soepraptini.,SU. Drh. Soetji Prawesthirini., SU. Drh.

  Pembimbing I Pembimbing II

  Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN HEWAN.

  Menyetujui, Panitia Penguji, Dr. E. Bimo. A. H. P., M.Kes., drh.

  Ketua Roesno Darsono, drh. Kuncoro Puguh, S., M.Kes., drh Sekretaris

  Anggota Julien Soepraptini, SU., drh Soetji Prawesthirini, SU., drh.

  Anggota Anggota Surabaya, 3 Maret 2006.

  Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

  Dekan, Prof. Dr. Ismudiono, M.S., Drh.

  NIP. 130 687 297

  “PENGARUH PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT PADA GAMBARAN

  

HISTOPATOLOGIS GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

ARIZA VERONICA MUFIDAH

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian kalsium karbonat dengan dosis tertentu pada gambaran histopatologi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) dan juga untuk mengetahui pada dosis berapakah ginjal mulai terjadi perubahan.

  Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus betina (Rattus norvegicus) umur kurang lebih tiga bulan dengan berat rata-rata 150 gram yang dibagi secara acak menjadi lima kelompok perlakuan (P0, P1, P2, P3, dan P4) dengan lima ulangan. Perlakuan kontrol (P0) diberi

  (CaCO )

  perlakuan kalsium karbonat sebanyak 0 mg/ekor/hari, kelompok P1 diberi perlakuan 3

  (CaCO )

  kalsium karbonat dengan dosis 100 mg/ekor/hari, kelompok P2 diberi perlakuan 3

  (CaCO )

  kalsium karbonat dengan dosis 200 mg/ekor/hari, kelompok P3 diberi perlakuan 3

  (CaCO )

  kalsium karbonat dengan dosis 400 mg/ekor/hari, pada P4 diberi perlakuan kalsium 3

  (CaCO )

  karbonat dengan dosis 600 mg/ekor/hari yang masing-masing perlakuan dilarutkan 3

  (CaCO )

  dengan aquades sebanyak 3 ml. Pemberian kalsium karbonat dilakukan peroral 3 dengan menggunakan sonde yang dilakukan pada hari ke-15. Setelah perlakuan selama 8 minggu, hewan coba dieutanasia menggunakan dietil eter kemudian dilakukan pembedahan untuk mengambil organ ginjal guna dibuat preparat histopatologi dengan pewarnaan

  

Heamatoxylin Eosin, kemudian diperiksa dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x

dan 400x kemudian dilakukan penilaian (skor).

  Hasil pemeriksaan preparat histopatologi ginjal dianalisis dengan Uji Kruskal – Wallis yang dilanjutkan dengan Uji Pasangan Berganda (Uji Z) 5%. Hasil uji statistik yang dilakukan menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) terhadap perubahan gambaran histopatologi ginjal tikus putih. Kesimpulan yang didapat bahwa pada pemberian kalsium karbonat (CaCO ) dengan dosis 100 mg, 200 mg, 400 mg, dan 600 mg dapat terlihat adanya 3 perubahan pada gambaran histopatologi ginjal pada tikus putih. Perubahan yang terjadi pada P0,

  P1, P2, P3 dan P3 antara lain mengalami hemorragi, degenerasi tubuler, nekrosis tubuler dan glomerulonefritis. Kerusakan paling berat terlihat pada gambaran histopatologi ginjal tikus putih betina berupa hemorragi, degenerasi tubuler, nekrosis tubuler dan glomerulonefritis dengan pemberian kalsium karbonat (CaCO ) dengan dosis 600 mg/ekor/hari. 3

UCAPAN TERIMA KASIH

  Syukur Alhamdulillah semoga selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT, sehingga atas berkat rahmat dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi dengan judul :

  

“PENGARUH PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT PADA GAMBARAN

HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)”.

  Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak Prof. Dr. Ismudiono, MS., Drh. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlanggga.

  2. Ibu Julien Soepraptini., SU. Drh. selaku Dosen Pembimbing I, yang dengan sabar membimbing dan mengkoreksi penulisan makalah.

  3. Ibu Soetji Prawesthirini, SU., Drh. selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen Pembimbing Penelitian, yang telah dengan sabar membimbing, memberi dorongan moril.

  4. Para Bapak Dosen Penguji : Dr. E. Bimo A.H.P., M.Kes., drh. Roesno Darsono, drh.

  Kuncoro Puguh, S., M.Kes., drh., yang telah membantu kesempurnaan makalah skripsi ini

  5. Para staf Kandang Unit Hewan Coba

  6. Para Staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner

  7. Para staf Laboratorium Patologi

  8. Ayahanda dan Umik atas segala dukungan, dorongan moral maupun material dan doa restu yang telah diberikan pada penulis.

  9. Arliza, Arizky, Mbak Ani dan Azzam yang selalu memberi semangat baik moril maupun spiritual pada penulis sampai terselesaikannya penulisan makalah.

  10. Mas M. Putro U dan Tante Titis., yang selalu memberi perhatian, semangat, bantuan baik moril maupun spiritual pada penulis dari awal penelitian sampai terselesaikannya penulisan makalah.

  11. Temanku penelitian Yossy S, terimakasih atas bantuannya hingga selesai penelitian.

  12. Y. Susilo atas bantuannya mulai dari penelitian sampai mencari bahan untuk penulisan skripsi

  13. Sahabat-sahabatku dan orang-orang yang kusayangi, Mbak Dini, Lidya, Mbak Phin, Meta, dan Tri Dian, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya, serta teman- teman angkatan ’01 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

  14. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

  Penuls berharap semoga Allah SWT, memberikan balasan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Demi kesempurnaan makalah seminar ini, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis, juga bagi semua yang membacanya.

  Surabaya, Maret 2006 Penulis

  DAFTAR ISI

  Halaman ABSTRAK…………………..........……...……………………………………… iii UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................. iv DAFTAR ISI……………………………..........……………………………….... vi DAFTAR TABEL.................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... x

  BAB I. PENDAHULUAN……...…………………………………..........………

  1 1.1 Latar Belakang……………………………………………….............

  1 1.2 Perumusan Masalah..…………………………………………............

  4 1.3 Landasan Teori……………………………………………….............

  4 1.4 Tujuan Penelitian…............…………………………………..............

  6 1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………............

  6 1.6 Hipotesis Penelitian…………………………………………..............

  6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................

  7 2.1 Kalsium..………..…............................................................................

  7 2.1.1 Sumber,Fungsi dan Penggunaan Kalsium................................

  7 2.1.2 Absorbsi, Metabolisme dan Ekskresi........................................

  8 2.2 Tinjauan Tentang Ginjal.......................................................................

  11 2.2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal..........................................................

  11 2.2.2 Fungsi Ginjal.............................................................................

  13 BAB III. MATERI DAN METODE......................................................................

  15 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................

  15 3.2 Materi Penelitian..................................................................................

  15 3.2.1 Hewan Percobaan......................................................................

  15

  3.2.2 Bahan-bahan Penelitian.............................................................

  15 3.2.3 Alat-alat Penelitian....................................................................

  16 3.3 Metode Penelitian.................................................................................

  16 3.3.1 Persiapan Hewan Coba……………………………….............

  16 3.3.2 Penentuan Dosis………………………...........……………….

  16

  3.3.3 Perlakuan………………………………………...........………

  16 3.3.4 Pembuatan Preparat Histopatologi……………………............

  17 3.3.5. Variabel Penelitian……………………………………...........

  18 3.3.6 Pemeriksaan Preparat Histopatologi........................................

  18 3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data............................................

  19 BAB IV. HASIL PENELITIAN.......................... ……....…..............…….................

  21 BAB V. PEMBAHASAN....................................................................................

  25 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................

  31 6.1 Kesimpulan...........................................................................................

  31 6.2 Saran.....................................................................................................

  31 RINGKASAN........................................................................................................

  32 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

  35 LAMPIRAN...........................................................................................................

  39

  DAFTAR TABEL

  Tabel Halaman

  3.1. Peubah dan Skor Perubahan Gambaran Histopatologi Ginjal tikus Putih (Rattus norvegicus)............................................................................................

  19

  4.1. Nilai rank dan Skor Perubahan Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Putih...................................................................................................................

  23

  1. Data, Jumlah dan Rata-rata Skor Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Pada Perubahan Hemorragi………………………………............

  46

  2. Data, Jumlah dan Rata-rata Skor Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus

  norvegicus) Pada Perubahan Degenerasi Tubuler…………………………......

  47

  3. Data, Jumlah dan Rata-rata Skor Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Pada Perubahan Nekrosis………………...…................................

  48

  4. Data, Jumlah dan Rata-rata Skor Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Pada Perubahan Glomerulonefritis.………………….........…......

  49 5. Beda Rata-rata Perlakuan Pada Perubahan hemorragi untuk Uji Z…………...

  51

  6. Beda Rata-rata Perlakuan Pada Perubahan Degenerasi Tubuler untuk Uji Z…………………………………………………………………….....…..

  53 7. Beda Rata-rata Perlakuan Pada Perubahan Nekrosis untuk Uji Z……….........

  55

  8. Beda Rata-rata Perlakuan Pada Perubahan Glomerulonefritis untuk Uji Z..…………………………………………………………………..…...…

  57

  DAFTAR GAMBAR

  20

  64

  64

  63

  63

  63

  30

  29

  28

  26

  24

  6. Komposisi Pakan………………………………………………………….

  Gambar Halaman

  4. Kandang Tikus Percobaan……………………………………………...… 5. Kalsium Karbonat………………………………………………...……….

  2. Peralatan Bedah…………………………………………………………… 3. Timbangan dan Mikroskop……………………………………………….

  5.4. Glomerulonefritis (perbesaran 400x). Pewarnaan HE……….………… 1. Proses Pengambilan Organ…………………………………………...…...

  5.3. Pada ujung panah warna biru terlihat tubulus yang mengalami nekrosis (perbesaran 400x) dengan pewarnaan HE……………….........................

  5.2. Tubulus mengalami degenerasi, selain itu terdapat perdarahan (perbesaran 400x). Pewarnaan yang digunakan HE……………………

  5.1. Gambar hemorragi di sekitar Tubulus Pewarnaan yang digunakan HE dengan pembesaran 400x…………………………………...…………...

  R

  …………………………………………………...… ) ( _

  (Rattus norvegicus)

  4.1. Grafik Rata-rata Perubahan Histopatologi Ginjal Tikus Putih

  3.1. Gambar Bagan Alir Penelitian…..………………………………………

  65

DAFTAR LAMPIRAN

  39

  56

  54

  52

  50

  46

  45

  44

  42

  Lampiran Halaman 1. Pembuatan Preparat Histopatologi……………………………………..

  2. Pewarnaan Preparat Histopatologi Ginjal Tikus Putih Betina................

  9. Analisa Data Uji Kruskal Wallis dan Uji Z untuk Perubahan Glomerulonefritis……………………………………………………....

  8. Analisa Data Uji Kruskal Wallis dan Uji Z untuk Perubahan Nekrosis……………………………………………………………….

  7. Analisa Data Uji Kruskal Wallis dan Uji Z untuk Perubahan Degenerasi ……….…………………………………………………….

  6. Analisa Dats Uji Kruskal Wallis dan Uji Z untuk Perubahan Hemorragi………………………………………………………………

  (Rattus norvegicus) ……………………………………………………

  5. Data, Jumlah dan Rata-rata Skor Histopatologi Ginjal Tikus Putih

  4. Volume Maksimum Larutan Obat yang dapat diberikan Pada Berbagai Hewan…………………………………………………………………

  3. Konversi Penghitungan Dosis untuk Berbagai Jenis Hewan dan Manusia………………………………………………………………

  10. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan perbesaran 400x Pada Perlakuan P0 Tanpa Pemberian Kalsium

  Karbonat…………………..………...…………………………………

  58

  11. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan perbesaran 400x Pada Perlakuan P1 dengan Pemberian Kalsium Karbonat Dosis 100 mg………………………………………………...

  59

  12. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan perbesaran 400x Pada Perlakuan P2 dengan Pemberian Kalsium Karbonat Dosis 200 mg ………………………………………………..

  60

  13. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan perbesaran 400x Pada Perlakuan P3 dengan Pemberian Kalsium Karbonat Dosis 400 mg ………………………………………………..

  61

  14. Gambar Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan perbesaran 400x Pada Perlakuan P4 dengan Pemberian Kalsium Karbonat Dosis 600 mg ………………………………………………..

  62 15. Foto Penelitian………………………………………………………….

  63

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Gangguan tulang sering terjadi baik pada manusia maupun hewan.

  Gangguan tersebut biasanya berkaitan dengan status mineral kalsium (Ca) dan fosfor (P) di dalam tubuh. Ketidakseimbangan mineral di dalam tubuh antara lain dapat mengakibatkan demineralisasi tulang (osteomalasia) atau pengeroposan tulang (osteoporosis) (Darmawan, 1988 dikutip oleh Suyatmi, 2005).

  Osteoporosis menunjukkan kadar mineral dan kepadatan tulang menurun, tanpa atau dengan diikuti oleh bahan organik tulang (kolagen, osteoblast, osteoklast dan tenunan pengikat). Kondisi tersebut menggambarkan penurunan

  hydroxylapatit [3Ca 3 (PO4)

2 Ca(OH) 2 ] tulang dan defisiensi kalsium pada tulang.

  Penyebab utama defisiensi kalsium dan demineralisasi tulang sudah diketahui yaitu tidak tersedianya vitamin D dan kalsium yang dapat digunakan dari makanan (Linder, 1992). Menurut Macon et al (1992), bahwasanya pemberian (CaCO ) dapat meningkatkan kadar kalsium dalam darah. 3 Kalsium dibutuhkan bagi segala umur, mulai dari bayi sampai usia tua dengan jumlah kebutuhan kalsium yang berbeda-beda (Agus, 1999). Kalsium sangat banyak dibutuhkan selama pertumbuhan bayi dan anak-anak, sekalipun demikian kebutuhan kalsium tidak menurun bersama umur (Linder, 1992).

  Kalsium akan bekerja lebih efektif setelah kulit terkena paparan sinar matahari. Paparan sinar matahari merangsang terbentuknya vitamin D, yang fungsinya sebagai pemicu kalsium untuk masuk dalam aliran darah dan tulang. Gaya hidup dan kesalahan dalam memilih makanan dengan gizi yang tidak seimbang terutama defisiensi vitamin D yang dapat menyebabkan terhambatnya penyerapan kalsium dalam tubuh (Agus, 1999). Fungsi kalsium sudah diketahui banyak orang yaitu mencegah kerapuhan tulang, hal ini dapat ditunjang melalui konsumsi kalsium bersamaan dengan konsumsi vitamin D (Mutschler, 1991).

  Vitamin D tidak banyak terdapat dalam makanan, maka bisa ditambahkan dari air susu (Linder, 1992). Sumber vitamin D yaitu minyak hati ikan dan jaringan lemak hewan, kuning telur, susu. Fungsi vitamin D yaitu membantu absorbsi ion kalsium di usus dan juga meningkatkan reabsorbsi ion kalsium dalam ginjal (Mutschler, 1991).

  Pengaruh pengaktifan vitamin D apabila kalsium cukup tersedia dalam lumen usus adalah untuk meningkatkan jumlah kalsium dalam tubuh yang sebagian untuk memperbaiki kalsium yang telah diambil dari tulang sebagai upaya mempertahankan konsentrasi kalsium dalam darah, bila kalsium tidak cukup atau tidak ada, maka kalsium darah dipertahankan dengan mengambil kalsium dari tulang, jika keadaan ini terus berlanjut maka bisa menyebabkan terjadinya osteoporosis, walaupun Ca dan P cukup dalam pakan tetapi vitamin D kurang, maka kalsium tidak dapat diserap dengan jumlah yang cukup (Linder, 1992).

  Fenomena yang berkembang dewasa ini banyak wanita menopouse yang menderita osteoporosis, sehingga untuk pencegahannya dianjurkan mengkonsumsi susu atau produk susu kalsium tinggi. Demikian pula pemilik hewan kesayangan juga memberikan kalsium pada hewan-hewan peliharaannya dalam usaha mereka untuk mencegah terjadinya kerapuhan tulang (Isbagio, 1995 dikutip oleh Indra, 2005).

  Kalsium diperlukan setiap hari, jika kebutuhan kalsium tersebut tidak terpenuhi maka darah akan mengambil kalsium tersebut dari tulang dan gigi, juga dapat mempengaruhi fungsi gerak tubuh diantaranya terjadi kram kaki, sakit kepala, sulit tidur dan keadaan paling parah yaitu terjadi pengeroposan tulang

  (osteoporosis) (Prawira, 2000).

  Kebutuhan kalsium tidak cukup hanya mengandalkan makanan sehari- hari, oleh sebab itu dapat diberikan susu sebagai salah satu sumber kalsium terbaik, apabila tidak suka atau alergi dengan susu, maka alternatif lain adalah mengkonsumsi produk-produk yang diperkaya kalsium seperti sereal dan suplemen kalsium. Banyak suplemen kalsium dan susu kalsium tentu perlu disikapi dengan bijaksana, karena kelebihan asupan kalsium dalam jumlah tertentu dapat menimbulkan batu ginjal bagi mereka yang beresiko terkena batu ginjal (Agus, 1999). Menurut Ganong (1983), ginjal merupakan organ utama yang berfungsi mengeluarkan produk sisa metabolisme yang terlarut dalam air dan semua substansi yang diserap dari saluran pencernaan yang tidak dapat dimetabolisme dan tidak dibutuhkan oleh tubuh.

  Pemberian suplemen kalsium sangat diperlukan, jika dari makanan sehari- hari asupan kalsium kurang (Lutwalk et al., 1971). Pemberian suplemen kalsium tinggi tidak diperlukan dengan syarat kadar kalsium dalam pakan normal sesuai dengan kebutuhan kalsium per harinya, hal ini disebabkan karena penyerapan kalsium dalam usus terbatas (Linder, 1992). Batas maksimal volume larutan obat yang dapat diberikan pada tikus sebanyak lima ml secara peroral (Pujianto,1997 dikutip oleh Veronica, 2003). Pemberian kalsium karbonat kepada tikus percobaan merupakan jenis kalsium yang sering digunakan karena selain mudah didapat, harganya juga murah, dan lebih ekonomis (Monroe, 1994) 1.2. Perumusan Masalah.

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : apakah pemberian kalsium karbonat

  (CaCO ) dengan dosis tertentu dapat menimbulkan kelainan pada ginjal tikus 3 (Rattus norvegicus), pada gambaran histopatologisnya.

1.3. Landasan Teori.

  Kalsium merupakan makromineral, karena kalsium merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif banyak dan terdapat melimpah didalam makanan (Linder, 1992). Metabolisme suplemen kalsium dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jumlah suplemen kalsium yang dikonsumsi, rasio kalsium fosfor yang dikonsumsi, vitamin D, serta kemampuan saluran cerna untuk menyerap kalsium yang terdapat dalam makanan.

  Salah satu faktor yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium adalah vitamin D, melalui bentuk aktif vitamin D yakni 1,25-dihidroksikolekalsiferol akan meningkatkan resorbsi kalsium dalam tulang maupun dalam tubulus ginjal (Sumarni, 2003). Faktor tambahan yang berhubungan dengan kehilangan mineral tulang adalah rasio kalsium terhadap fospor dalam makanan hendaknya berkisar 2 : 1 dengan demikian dapat menyebabkan absorbsi kalsium maksimal dan kehilangan minimal mineral tulang (David, 1987). Makin tinggi kalsium yang dikonsumsi terbukti dapat meningkatkan kristalisasi garam-garam kalsium.

  Kalsium hanya dapat diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan bukan dalam unsur makanan (Murray, 1999). Konsentrasi kalsium dalam darah sedikit, maka mengakibatkan reabsorbsi tubulus sangat tinggi, sehingga hampir tidak ada kalsium yang dikeluarkan dalam urin, sebaliknya bila konsentrasi kalsium dalam darah bertambah sedikit saja di atas normal, maka ekskresi kalsium akan meningkat dalam urin (Guyton, 1995).

  Menurut Linder (1992), kalsium yang tidak diserap oleh tubuh sebagian besar di ekskresikan lewat feses dan urin. Organ ekskresi terpenting adalah ginjal. Kecepatan dan besarnya ekskresi melalui ginjal dipengaruhi oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus dan sekresi tubulus (Mutschler, 1991).

  Mekanisme utama untuk pengaturan jangka panjang dari konsentrasi ion kalsium adalah rendahnya kadar kalsium dalam cairan ekstraseluler akan meningkatkan sekresi hormon paratiroid dan hormon ini akan menyebabkan peningkatan absorbsi kalsium dalam saluran cerna (Guyton, 1995).

  Menurut Agus (1999), ada tiga jenis garam kalsium, yaitu kalsium karbonat (CaCO ) , sitrat, dan fosfat. Kalsium karbonat (CaCO ) merupakan jenis 3 3 garam kalsium yang paling banyak didapat dalam saluran cerna. Konsumsi suplemen kalsium ssebaiknya mulai dari dosis rendah lalu perlahan-lahan ditingkatkan sampai dosis yang dianjurkan, jika kelebihan bisa membentuk batu ginjal bagi orang yang beresiko batu ginjal.

  1.4. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini yaitu : untuk mengetahui pengaruh dari

  (CaCO ) pemberian kalsium karbonat dengan dosis tertentu pada ginjal. 3

  1.5. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi tentang efek dari kalsium karbonat (CaCO ) dan dapat mengetahui dosis kalsium yang lebih baik 3 untuk digunakan.

  1.6. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan landasan teori yang ada, maka hipotesis penelitian ini adalah pemberian kalsium karbonat (CaCO ) dalam dapat menyebabkan kerusakan ginjal 3 pada tikus putih betina(Rattus norvegicus).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kalsium 2.1.1. Sumber, Fungsi dan Penggunaan Kalsium.

  Kalsium bisa diperoleh dari sayuran hijau (misalnya bayam), buah-buahan, brokoli, serta tempe, tahu, juga ikan-ikanan. Kandungan kalsium dalam bahan makanan kacang-kacangan dan ikan cukup besar, selain itu sumber kalsium yang didapat dari makanan adalah susu, keju dan hasil olahannya (Agus, 1999 ; Sumarni, 2003).

  Konsumsi kalsium bisa didapat dari makanan atau suplemen dalam bentuk tablet. Suplemen kalsium dalam pakan biasanya disediakan dalam bentuk kalsium karbonat dan sumber yang paling populer adalah batu kapur atau kulit tiram. Kapur tanah, kulit hewan laut lain dan kulit telur unggas juga dapat digunakan (Davies, 1982). Kalsium karbonat (CaCO ) cukup baik diabsorbsi bila 3 lambung terisi makanan, sebaliknya kalsium sitrat dapat diabsorbsi dengan baik pada kondisi puasa atau lambung dalam keadaan kosong (Nicar et al., 1985).

  Kalsium adalah kation utama yang terdapat dalam tubuh manusia dan hewan. Elemen ini adalah nomor lima terbanyak dalam tubuh manusia dan hewan. Kandungan kalsium sekitar 99% berada pada tulang dalam bentuk

  hydroxylapatit [3Ca 3 (PO4)

  2 Ca(OH) 2 ] (Linder, 1992). Kalsium termasuk

  golongan makromineral, keberadaannya sangat penting didalam tubuh, peranan dari kalsium yaitu untuk pertumbuhan tulang dan gigi (Prawira, 2000).

  Kalsium bukan hanya berperan sebagai komponen dasar jaringan tulang dengan membentuk kesatuan struktural yang penting dalam membantu meningkatkan ukuran tubuh selama masa pertumbuhan, tetapi juga berperan penting dalam berbagai proses fisiologis dan biokimia. Fungsi ion kalsium yang lain adalah mempengaruhi proses pembekuan darah, mempengaruhi kepekaan neuromuskuler, transmisi impuls syaraf, memelihara fungsi membran sel, serta mengaktifkan reaksi enzimatis dan sekresi hormon (Lewis et al., 1990 ; Sumarni, 2003).

  Di Indonesia, biasanya pada anjing, kuda, kambing terjadi kekurangan jumlah kalsium dalam pakannya yang mengakibatkan kebutuhan kalsium setiap hari tidak tercukupi sehingga dapat menimbulkan gangguan pada hewan itu (Ressang, 1984), tetapi bila jumlah kalsium dalam pakan berlebihan akan dapat mengakibatkan gangguan berupa penurunan fungsi tiroid (Lewis et al., 1990).

2.1.2. Absorbsi, Metabolisme dan Ekskresi.

  Banyaknya kalsium dalam tubuh ditentukan oleh kombinasi faktor nutrisi dan hormonal, dengan interaksi yang terjadi dapat menentukan jumlah kalsium yang diserap, kapasitas intestin untuk menyerap dan jumlah kalsium yang hilang dalam urin, kelenjar keringat dan feses (Linder, 1992). Efisiensi penyerapan kalsium didalam usus juga tergantung pada banyaknya paparan sinar matahari, asupan vitamin D, umur, jenis kelamin, dan sumber makanan serta kandungan total kalsium dalam makanan (Sumarni, 2003).

  Faktor-faktor yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium antara lain adanya asam amino tertentu seperti lisin dan arginin, vitamin D, laktosa, sitrat, glukosa, serta sukrosa. Pada umumnya makanan yang dikonsumsi cenderung akan meningkatkan penyerapan kalsium dengan meningkatkan sekresi asam lambung. Mekanisme utama untuk pengaturan jangka panjang dari konsentrasi ion kalsium adalah rendahnya kadar kalsium dalam cairan ekstraseluler akan menimbulkan sekresi hormon paratiroid dan hormon ini akan menyebabkan meningkatnya absorbsi kalsium dari saluran cerna (Guyton, 1995).

  Penyerapan kalsium oleh usus halus sangat terbatas kurang lebih 30 – 80% dari yang dikonsumsi dan pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Kalsium di ekskresikan dari tubuh melalui beragam jalur, antara lain melalui feses, urin, plasenta selama kehamilan untuk membantu pertumbuhan fetus, air susu dan kulit (Djojosoebagio, 1990). Penyerapan kalsium terjadi terutama di usus halus bagian proximal dan menurun pada bagian usus yang lebih distal (Lewis et al., 1990).

  Hanya 30% - 50% kalsium dalam makanan yang dapat diserap, jauh lebih banyak pada anak sedang tumbuh (minum air susu). Jumlah kalsium yang di ekskresi dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium yang diserap dalam pakan. Kalsium yang keluar dan yang masuk melalui pencernaan diperkirakan sama dan hanya sedikit yang dapat diserap kembali (Linder, 1992). Absorbsi kalsium juga dipengaruhi oleh umur, kemampuan absorbsi kalsium lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua (Almatsier, 2001).

  Kalsium memegang peranan kunci didalam berbagai macam proses biologi seperti kontraksi otot, koagulasi darah, aktivitas enzim, eksitabilitas syaraf, pembebasan hormon, permeabilitas membran, dan sebagai unsur esensial struktur tulang rangka (Smith et al., 1983).

  Sistem homeostasis dikendalikan langsung oleh hormon paratiroid (PTH), kalsitriol (1,25-DHCC) dan kalsitonin (CT) (Smith et al., 1983). Hormon paratiroid diekskresikan oleh kelenjar paratiroid apabila kadar kalsium rendah. Dalam rangka mengembalikan kadar kalsium darah ke batas normal, hormon paratiroid bekerja secara langsung pada tulang dan ginjal serta bekerja tidak langsung pada usus (Banks,1980). Jumlah kalsium yang diekskresikan tergantung pada konsentrasi ion kalsium dalam plasma. Ekskresi kalsium lewat feses maupun urin menurun apabila terjadi hipokalsemia (Smith et al., 1983). Beberapa persen kalsium yang ada di dalam filtrat glomerulus direabsorbsi kembali dalam tubulus proksimalis dan tangkai asendens dari lengkung Henle, selanjutnya di dalam tubulus distalis dan duktus kolektivus terjadi reabsorbsi selanjutnya dari kalsium yang tersisa secara selektif, tergantung dari konsentrasi kalsium dalam darah, apabila konsentrasinya rendah, maka reabsorbsinya sangat tinggi sehingga hampir tidak ada kalsium yang dikeluarkan dalam urin, sebaliknya bila konsentrasi kalsium bertambah sedikit saja di atas normal, maka ekskresi kalsium lebih besar (Guyton, 1995)

2.2. Tinjauan Tentang Ginjal 2.2.1. Anatomi Fisiologi Ginjal.

  Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistim urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Pada umumnya ginjal merupakan organ yang berpasangan, terletak dibagian belakang peritonium di sebelah kanan dan kiri kolumna vertebralis, bertempat pada sisi tengah atau sisi cekung dari ginjal, terdapat suatu hillus yang dilalui oleh arteri dan vena ginjal (Ganong, 1983). Ginjal terdiri dari dua komponen antara lain: bagian korteks ginjal dan medula ginjal.

  Lapisan kortek terluar terlihat terang dan mengandung granula halus, lapisan medula disebelah dalam berwarna lebih gelap dan mempunyai garis-garis halus memanjang. (Mutschler, 1991). Unit satuan ginjal ialah tubulus uriniferus, yang terdiri atas dua bagian yaitu nefron dan duktus kolektivus. Nefron berfungsi sebagai penghasil urin, sedangkan duktus kolektivus sebagai saluran yang membawa urin ke pelvis ginjal (Lesson et al, 1993). Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron. Pada kedua ginjal mengadung kira-kira 2.400.000 nefron, dan setiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Nefron pada dasarnya terdiri dari : sebuah glomerulus sebagai tempat filtrasi dan sebuah tubulus yang panjang, dimana cairan hasil filtrasi tersebut diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju renis (Guyton, 1995).

  Pembentukan urin dimulai dalam glomerulus, dimana terjadi filtrasi sekitar 800 liter plasma setiap harinya yang menghasilkan 180 liter filtrat, yang sebagian besar direabsorbsi dalam tubulus. Setiap glomerulus terdiri dari anyaman kapiler yang komplek yang menonjol di dalam ruang Bowman (Underwood, 1999). Glomerulus adalah sebuah jaringan yang mengandung sampai lebih dari 50 cabang-cabang paraler kapiler, dilapisi sel-sel epithelial dan dibungkus dalam kapsula Bowman (Guyton, 1995). Lapisan dalam kapsul Bowman menutupi kapiler glomerulus sedangkan lapisan luar membatasi rongga kapsul dan terus manuju ke tubulus proksimal. Tubulus terdiri dari bagian-bagian berikut : tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distal, tubulus kolektivus (Mutschler, 1991).

  Masing-masing ginjal mendapat cabang langsung aorta abdominal (arteri renal) dan pada umumnya darah melalui glomerulus sebelum melalui bagian ginjal lainnya (Lesson et al, 1993). Tekanan darah di dalam glomerolus menyebabkan cairan difiltrasikan kedalam kapsula Bowman dan kemudian cairan mengalir ke dalam tubulus proximal yang terletak dalam korteks ginjal bersama- sama dengan glomerulus, dari tubulus proximal cairan masuk ke dalam ansa henle, setiap ansa dibagi menjadi cabang desendens dan cabang asendens, sesudah melewati ansa henle cairan akan memasuki tubulus distal dan dari beberapa tubulus bersatu membentuk tubulus kolektivus, setelah dari tubulus kolektivus cairan akan menuju duktus kolektivus. Duktus kolektivus yang terbesar akan mengosongkan isinya kedalam pelvis renalis melalui ujung dari papila renalis ini adalah proyeksi seperti konus dari medula yang menonjol kedalam kaliks renalis, ketika filtrat glomurulus mengalir melalui tubulus-tubulus, lebih dari 99% air dan berbagai zat yang terlarut didalamnya secara normal diresorbsi kedalam sistem pembuluh darah (Guyton, 1995).

2.2.2. Fungsi Ginjal

  Fungsi dasar dari nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma dari substansi yang tidak diinginkan oleh tubuh, sewaktu darah mengalir melalui ginjal, terutama hasil akhir metabolisme, seperti urea, kreatinin, dan asam urat, sebagai tambahan ada beberapa substansi yang lain seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida dan ion hidrogen cenderung untuk berakumulasi kedalam badan dalam jumlah yang berlebihan, ini juga merupakan fungsi nefron untuk membersihkan plasma dari kelebihan tersebut (Guyton, 1995).

  Pada umumnya fungsi ginjal adalah untuk mempertahankan keseimbangan susunan darah yaitu dengan : mengeluarkan bahan sisa, mengeluarkan garam- garam anorganik yang kebanyakan berasal dari makanan, mengeluarkan bahan- bahan asing yang terlarut dalam darah, mengatur keseimbangan air dan elektrolit.

  Ginjal dapat melakukan fungsi diatas karena fungsi saring glomerulus dan karena adanya reabsorbsi dari tubulus dan karena fungsi sekretorik sel-sel tubulus (Leeson et al., 1989 ; Ressang, 1984).

  Ginjal juga memproduksi beberapa hormon antara lain : Prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler. Eritropoietin, yang merangsang produksi sel darah merah.

  

1,25-dihidroksikolekalsiferol , yang memperkuat absorpsi kalsium dari usus dan

  reabsorpsi fosfat oleh tubulus renalis. Renin, yang bekerja pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan vaskuler dan produksi aldosteron (Underwood, 1999).

  Adanya kerusakan ginjal, menyebabkan ginjal tidak dapat mengekskresikan hasil metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh terutama urea dan kreatinin. Urea dan kreatinin merupakan hasil metabolisme protein yang pembuangannya diatur oleh ginjal yaitu melalui filtrasi glomerulus. Adanya kerusakan pada sel glomerulus menyebabkan laju filtrasi glomerulus menurun sehingga urea dan kreatinin akan menumpuk di dalam darah (Bremmer dan Hosteter, 1982).

BAB III MATERI DAN METODE

  3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di kandang unit hewan coba Kampus C Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dan dilanjutkan dengan pembuatan dan pemeriksaan preparat hispatologis ginjal tikus putih betina (Rattus norvegicus) di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Unair. Waktu penelitian pada tanggal 3 Oktober 2005 sampai dengan 27 November 2005.

  3.2. Materi Penelitian

  3.2.1. Hewan Percobaan

  Pada penelitian ini hewan coba yang digunakan adalah tikus putih betina (Rattus norvegicus) umur tiga bulan dengan berat rata-rata 150 gram.

  3.2.2. Bahan Penelitian

  Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : kalsium karbonat

  (CaCO ) 3 , aquadest, dietil ether, formalin 10%, alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolute I, II, III dan xylol I, II, Parafin I dan II, Canada Balsam, pakan

  tikus bentuk pellet dan air PDAM.

3.2.3. Alat-alat Penelitian

  Kandang tikus berupa kotak plastik serta tutup kandang tikus yang terbuat dari anyaman kawat, botol tempat minum tikus, timbangan, sonde, peralatan bedah, mikroskop, obyek glass, hot plate, mikrotom, oven, cetakan blok dan alat clearing.

3.3. Metode Penelitian

  3.3.1. Persiapan Hewan Percobaan

  Hewan coba yang digunakan untuk penelitian ini sejumlah 25 ekor tikus betina (Rattus norvegicus) dibagi menjadi lima kelompok perlakuan (P0, P1, P2, P3 dan P4) masing-masing menggunakan lima ulangan

  3.3.2. Penetuan Dosis

  Dosis kalsium karbonat (CaCO ) yang diberikan pada lima kelompok 3 perlakuan P0 sebanyak 0mg/ekor/hari, P1 sebanyak 100mg/ekor/hari, P2 sebanyak 200mg/ekor/hari, P3 sebanyak 400mg/ekor/hari, P4 sebanyak 600mg/ekor/hari yang masing-masing dilarutkan dalam 3 ml aquadest.

  3.3.3. Perlakuan

  Pada hari pertama sampai hari ke tujuh hewan coba tersebut diadaptasikan dengan diberikan pakan standart, kemudian pada hari ke delapan hewan coba tersebut dilakukan pengacakan pada masing-masing perlakuan (P0, P1, P2, P3 dan P4) terdiri atas lima ekor tikus betina sebagai ulangan. Pada hari kelima belas mulai diberikan kalsium karbonat (CaCO ) . 3 Perlakuan pada hewan coba meliputi :

  • P 0 : Kalsium karbonat 0 mg/ekor/hari
  • P 1 : Kalsium karbonat 100 mg/ekor/hari
  • P 2 : Kalsium karbonat 200 mg/ekor/hari
  • P 3 : Kalsium karbonat 400 mg/ekor/hari
  • P4

  : Kalsium karbonat 600 mg/ekor/hari Pemberian suplemen kalsium diberikan secara per oral menggunakan sonde pada pagi hari selama enam minggu. Selama masa perlakuan hewan coba diberi pakan dan air minum secara ad libitum.

3.3.4. Pembuatan Preparat Histopatologis

  Setelah delapan minggu, seluruh hewan coba dieuthanasia dengan menggunakan dietil eter dan dilakukan pembedahan untuk diambil ginjalnya.

  Ginjal yang telah diambil dimasukkan ke dalam pot plastik yang berisi formalin 10%, kemudian dilakukan pembuatan preparat histopatologis untuk pemeriksaan secara mikroskopis. Pembuatan preparat histopatologis dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

  3.3.5. Variabel Penelitian

  Dalam penelitian ini variabel yang diamati meliputi : variabel bebas yaitu pemberian kalsium karbonat (CaCO ) ; variabel kendali yaitu tikus putih, umur, 3 pakan dan kandang dengan kondisi yang sama; dan variabel tergantung adalah gambaran histopatologis ginjal.

  3.3.6. Pemeriksaan Preparat Histopatologis

  Pengamatan secara mikroskopis terhadap preparat histopatologis ginjal tikus betina menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100x dan dilanjutkan dengan pembesaran 400x. Pengamatan dilakukan pada masing-masing lapangan pandang mulai dari sudut kiri, kanan, bagian atas, bawah serta bagian tengah dari preparat histopatologi, tingkat perubahan yang terjadi pada masing-masing lapangan pandang diberikan nilai (skor) untuk satu sampel ginjal (Azmijah, 1996).

  Menurut Solez (1996), derajat kerusakan ginjal terbagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :

  Tabel 3.1.

  Peubah dan skor perubahan gambaran histopatologi ginjal Perubahan Keparahan Skor

  Tidak terjadi perubahan Perdarahan Ringan (terjadi kerusakan < 25%)

  1 Sedang (terjadi kerusakan antara 25 – 50%)

  2 Berat ( terjadi kerusakan > 50%)

  3 Degenerasi tubuler Ringan (terjadi kerusakan < 25%)

  1 Sedang (terjadi kerusakan antara 25 – 50%)

  2 Berat ( terjadi kerusakan > 50%)

  3 Nekrosis Ringan (terjadi kerusakan < 25%)

  1 Sedang (terjadi kerusakan antara 25 – 50%)

  2 Berat ( terjadi kerusakan > 50%)

  3 Glomerulonefritis Ringan (terjadi kerusakan < 25%)

  1 Sedang (terjadi kerusakan antara 25 – 50%)

  2 Berat ( terjadi kerusakan > 50%)

Dokumen yang terkait

PENGARUH SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var robusta) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR

5 35 22

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephoravar. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR JANTAN

2 16 26

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

4 65 68

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

5 36 70

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

3 44 72

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) BETINA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

0 8 49

PENGARUH PEMBERIAN HERBISIDA GOLONGAN PARAQUAT DIKLORIDA PER-ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

3 13 78

KADAR MALONDIALDEHID (MDA) DAN GAMBARAN HISTOLOGI PADA GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) PASCA INDUKSI Cylosporine-A

0 0 7

SKRIPSI PENGARUH TEKNIK LIGASI DUKTUS BILIARIS PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN SEBAGAI HEWAN MODEL SIROSIS HATI (Cirrhosis hepatis) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI

0 0 54