Peran berubah dari lslam Politik

Peran perubah dari politik lslam
Singkatnya, beberapa perkembangan dari akhir 2010 dan seterusnya di kawasan
MENA telah menyebabkan perubahan bersar dari lslam Politik. Di satu sisi, itu adalah
penemuan efektivitas protes sosial di Mesir dan Tunisia yang hancur monopoli lslam politik,
di sisi lain, tampilan demi kepentingan diri sendiri dan kekerasan sebagai wakil dipercaya
Muslim rakyat tuntutan sosial dan politik. Semua yang menyebabkan pengkikisan dasar
tradisional lslam Politik sebagai cara lama eksklusif dan terpercaya mengejar keadilan
politik dan sosial.
Dalam jangka pendek, lslam politik masih akan dianggap sebagai meningkat, tetapi
yayasan nasional dan regional telah terkikis, Itu sebabnya, dalam jangka panjang, pihak yang
seperti Ikhwanul Muslimin, Hamas, dan Tunisia akan mungkin menjadi salah satu partai
politik , dari pada ancaman hegemonik setiap hari Politik.
Jihad saat ini telah didorong oleh fundamental tahun keemasan lslam Politik dari tahun
1970 sampai tahun 2000-an di Tunisia, Aljazair Mesir Palestina 'atau syria. Namun, setelah
epengkikisan basis kekuatan nasional, lslam politik juga tidak dapat menjadi seperti
berpengaruh dalam urusan regional dan global seperti dulu sedangkan masih ada cukup uang
dan senjata untuk mempertahankan pengaruhnya dengan kekuatan dan dukungan asing di
pejuang dan senjata, perannya dalam urusan regional dan global akan berkurang dengan
sumber aslinya kekuasaan lama berlalu.
Islam diterapkan di masyarakat oleh tiga pilar: ketakwaan individu, kontrol sosial
masyarakat dan oleh negara. saat ini, dari tiga pilar itu tinggal satu yang tersisa, yaitu

ketakwaan individu. Itu pun relatif sedikit dibandingkan dengan populasi yang ada. Adapun
kontrol sosial sekarang sudah sangat kabur. Sudah puluhan tahun, kultur yang ada hanya
mentoleransi pengamalan ajaran Islam, bukan memotivasi. Bahkan sebagian hal-hal yang
diwajibkan oleh Islam masih memerlukan ijin untuk diterapkan. Inilah opini yang saat ini
berkuasa.
Inilah opini umum yang sekular dan liberal. Disebut sekular adalah tatkala orang
sampai beranggapan bahwa manusia lebih tahu urusannya dan tidak perlu membawa-bawa
Tuhan ketika berbicara tentang pengaturan masyarakat. Setelah masyarakat memisahkan
Islam dari persoalan kehidupan publik, yang terjadi adalah: di satu sisi muncul asketisme
(ibadah yang berlebihan dan tidak peduli urusan dunia) dan di sisi lain muncul liberalisme
(yaitu yang untuk urusan politik, ekonomi, peradilan, pendidikan, pergaulan dan hubungan
luar negeri tidak perlu bawa-bawa nama Tuhan).
Adapun negara, yang mestinya memaksa mereka yang ketakwaannya ataupun kontrol

sosial di lingkungannya belum mendorong menaati Islam, justru saat ini hanya mengikuti
opini tadi. demokrasi adalah doktrin bahwa hukum atau aturan bermasyarakat harus diambil
dari kehendak rakyat. Ketika opini umum yang dominan di tengah rakyat masih sekular dan
liberal, otomatis demokrasi hanya akan menghasilkan hukum yang sekular-liberal. pemilu di
beberapa negeri Islam membuktikan itu.
Apalagi bila demokrasi ini sudah bias dengan kepentingan para sponsor dan

pemainnya. Para sponsor ini mampu membayar media, pengamat, konsultan politik, LSM,
hingga para penegak hukum yang bisa disuap. Para sponsor ini adalah kaum kapitalis hitam,
baik domestik ataupun asing. Mereka memandang aktivitas politik selayaknya investasi
bisasa. Para pemain ini memandang politik hanya sebagai petualangan untuk mencari
keuntungan, bukan aktivitas untuk melayani urusan publik. Akibatnya, demokrasi tersandera
tiga kali: pertama oleh opini sekular-liberal, kedua oleh dominasi para kapitalis hitam, dan
ketiga oleh para petualang.
Kalau kita mempelajari sejarah Nabi saw. dalam konteks transformasi masyarakat,
kita akan melihat bahwa Nabi saw. melakukan perubahan yang fundamental di tiga aspek
tersebut. Nabi saw. mengubah individu dengan menanamkan tauhid. Selanjutnya Nabi saw.
membalikkan opini umum di masyarakat dengan menyodorkan ayat-ayat yang bertentangan
dengan opini tersebut.
Oleh sebab itu, ketika pada masa kini, opini umum yang dominan dan bertentangan
dengan ayat-ayat suci adalah sekularisme dan liberalisme, maka tugas para intelektual juga
untuk membalikkan opini ini. sekularisme-liberalisme sudah dari awal bertentangan dengan
tauhid. Proses transisi pembalikan opini ini tentu memerlukan proses yang panjang dan
menyakitkan. Namun, ini semua proses yang perlu dilalui, sampai didapatkan suatu “massa
kritis” yang siap memanggul beban perubahan.
Setiap perubahan selalu dimulai dengan satu orang dengan sekelompok kecil
pengikutnya sebagai “pioner” yang tak akan lebih dari 0,5% populasi. Kemudian mereka

akan diikuti oleh kelompok “early adopters”. Jumlahnya akan mencapai 5%. Selebihnya
perkembangan akan bergulir cepat sehingga sebagian besar populasi akhirnya akan mengikuti
sebagai “early majority”. Di sinilah terjadi massa kritis. Total 50% lebih. Sisanya akan ikut
sebagai “late majority”. Kemudian akan ada sedikit sisa yang ketinggalan (“laggard”), yang
tak akan sampai 1%. Sepertinya sunnatullah di mana-mana memang begitu.
Massa kritis ini adalah mereka yang memang siap dengan segala risiko sebuah
transformasi sosial. Tidak ada transformasi sosial yang langsung dapat dinikmati. Selalu
akan ada masa-masa sulit; masa-masa kurang tidur; masa-masa penuh ketakutan, kekurangan

dan ketidakpastian. Di situlah peran dan tanggungjawab yang harus diambil alih para
intelektual. Merekalah yang harus menginspirasi para pemimpin politis agar maju,
mengambil alih tanggungjawab memimpin masyarakat menghadapi masa-masa yang berat.
Bila para intelektual ini lebih cinta dunia dan takut mati, para pemimpin pun akan
menjadi lemah dan akhirnya rusak. Kala pemimpin rusak, umat pun akan rusak. Sebaliknya,
jika para intelektual ini lebih mencintai Allah dan mati syahid, mereka tidak takut menderita,
maka para pemimpin pun akan menjadi kuat, menjadi besar hatinya, dan berusaha menjauhi
kerusakan. Jika ada pemimpin-pemimpin yang seperti ini, umat pun akan bisa diperbaiki,
karena ada teladan yang bisa dipercaya. Umat akan bisa dibangkitkan dan bisa diajak
bergerak menuju tugas sejarahnya!
Sebagaimana sebuah pekerjaan raksasa, perubahan ini tidak bisa tidak kecuali secara

bersama-sama dalam sebuah jejaring (network). Inilah dakwah berjamaah, di dalamnya para
intelektual akan saling mengisi, saling memperkuat dan saling mengoreksi.