DR. GAZALBA SALEHSHMH PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MEMUTUS PERKARA DAN PANDANGAN

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH
AGUNG DALAM MEMUTUS PERKARA DAN
PANDANGAN TERHADAP JURISPRUDENSI
PERKARA SETYANINGRUM
OLEH :
DR. GAZALBA SALEH, S.H., M.H.
(HAKIM AGUNG MA RI)
DISAMPAIKAN PADA SEMINAR URUN REMBUG NASIONAL
DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI KESADARAN HUKUM KEDOKTERAN
PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI),

HOTEL ARYADUTA, 28 JUNI 2018

PENGANTAR (1)
• Pada prinsipnya hakim di di Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT)
maupun di Mahkamah Agung RI (MARI) dalam mengadili perkara pidana
baik upaya hukum Kasasi maupun Peninjauan Kembali (PK), tidak melihat
secara spesifik bidang-bidang atau profesi-profesi tertentu yang ada di
masyarakat. Semua dipandang sama sesuai dengan prinsip hukum yang
dikenal dalam ilmu hukum seperti : Equality before the Law atau Equality
before the court.

• Jadi dalam mengadili perkara, hakim tidak memeriksa
“siapa yang
melakukan tapi melihat “perbuatan apa yang dilakukannya” . Kalaupun di
awal persidangan Hakim menanyakan identitas Terdakwa bukan berarti
untuk menfokuskan memeriksa “orang yang melakukan tindak pidana”
tetapi lebih pada menyakinkan hakim bahwa orang yang dibawa ke
persidangan itu adalah orang yang seusai yang dimaksud dalam Surat
Dakwaan PU sehingga tidak terjadi error in persona.
• Kalau begitu timbul pertanyaan, apakah pemeriksaan dipersidangan di PN
ataupun pemeriksaan berkas perkara di PT/MARI tidak ada perbedaan
antara orang awan dengan profesional seperti dokter yang melakukan
tindak pidana ?

PENGANTAR (2)
• Dari sisi pembuktian dipersidangan maka jawabannya bisa ada perbedaan
bisa tidak. Untuk memperjelas hal ini maka perlu dielaborasi terlebih dahulu
sebagai berikut :
1. Profesional melakukan Tindak Pidana (TP) yang tidak ada kaitannya

dengan profesionalitasnya;

2. Profesional melakukan TP yang berkaitan dengan profesinya;

• Apabila profesional melakukan TP sebagai nomor 1 di atas maka dari sisi
pembuktian di persidangan tidak ada perbedaan. Sebagai contoh A
berprofesi sebagai dokter melakukan TP pembunuhan berencana. B adalah
orang awam (tidak memiliki profesi tertentu) juga melakukan pembunuhan
berencana. Maka dari sisi pembuktian apakah benar A dan B melakukan TP
Pembunuhan berencana tidak ada perbedaannya.
• Namun sebaliknya jika A dalam menjalankan profesinya menyebabkan ada
orang yang kehilangan nyawa sebagaimana nomor 2 di atas, maka tentu
ada perbedaan dari segi pembuktian dibandingkan dengan B melakukan
TP yang sama.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (1)
• Sebelum membahas lebih lanjut Pertimbangan MA dalam memutus perkara
termasuk perkara di bidang kedokteran maka terlebih dahulu saya ingin
menyampaikan sekilas tentang tugas dan wewenang MARI. Berdasarkan UU
tentang Mahkamah Agung, maka MARI
memiliki beberapa wewenang,
diantaranya memeriksa dan memutus permohonan kasasi dan PK.

• Dalam Perkara dr. Setyaningrum diputus ditingkat Kasasi dan Perkara dr Dewa Ayu,
dkk diputus di tingkat PK.
A. Kasasi

• Dasar Hukum
• Pasal 43 – Pasal 55 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung RI
• Umum
• Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya
telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh Undangundang.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (2)
• Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.

• Permohonan kasasi dapat diajukan oleh :
• pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu
dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan
Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara;

• Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau Penuntut
Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum
dan Lingkungan Peradilan Militer.
• Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang
berperkara.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (3)
• Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat
diajukan oleh Jaksa Agung karena jabatannya dalam
perkara perdata atau tata usaha negara yang
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat
Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding di
Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama dan
Peradilan Tata Usaha Negara;
• Putusankasasidemikepentingan hukum tidak boleh
merugikan pihak yang berperkara.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (4)
• Permohonan kasasi diajukan oleh pemohon kepada Panitera selambatIambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan Pengadilan

diberitahukan kepada terdakwa / Penuntut Umum dan selanjutnya dibuatkan
akta permohonan kasasi oleh Panitera.
• Permohonan kasasi yang melewati tenggang waktu tersebut, tidak dapat
diterima, selanjutnya Panitera membuat Akta Terlambat Mengajukan Permohonan
Kasasi yang diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri.
• Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan kasasi
diajukan, pemohon kasasi harus sudah menyerahkan memori kasasi dan
tambahan memori kasasi (jika ada). Untuk itu petugas membuat Akta tanda
terima memori / tambahan memori.
• Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum,
Panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah
alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu Panitera membuatkan
memori kasasinya.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (5)
• Panitera memberitahukan tembusan memori kasasi / kasasi kepada pihak lain,
untuk itu petugas membuat tanda terima.
• Termohon Kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi, untuk itu Panitera
memberikan Surat Tanda Terima.
• Dalam hal pemohon kasasi tidak menyerahkan memori kasasi dan atau

terlambat menyerahkan memori kasasi, untuk itu Panitera membuat akta.
• Apabila pemohon tidak menyerahkan dan atau terlambat menyerahkan memori
kasasi, berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung, untuk itu Ketua
Pengadilan Negeri mengeluarkan Surat Keterangan yang disampaikan kepada
pemohon kasasi dan Mahkamah Agung (SEMA No.7 Tahun 2005).
• Terhadap perkara pidana yang diancam pidana paling lama 1 (satu) tahun dan
/ atau denda, putusan praperadilan tidak dapat diajukan kasasi.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (6)
• Permohonan kasasi yang telah memenuhi syarat formal selambat-Iambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tenggang waktu mengajukan
memori kasasi berakhir, berkas perkara kasasi harus sudah dikirim ke Mahkamah
Agung.
• Dalam hal permohonan kasasi diajukan sedangkan terdakwa masih dalam
tahanan, Pengadilan Negeri paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya
permohonan kasasi tersebut segera melaporkan kepada Mahkamah Agung
melalui surat atau dengan sarana-sarana elektronik.
• Selama perkara kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan
kasasi dapat dicabut oleh pemohon. Dalam hal pencabutan dilakukan oleh
kuasa hukum terdakwa, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari

terdakwa.
• Atas pencabutan tersebut, Panitera membuat akta pencabutan kasasi yang
ditandatangani oleh Panitera, pihak yang mencabut dan diketahui oleh Ketua
Pengadilan Negeri. Selanjutnya akta tersebut dikirim ke Mahkamah Agung.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (7)
• Untuk perkara kasasi yang terdakwanya ditahan, Panitera
Pengadilan Negeri wajib melampirkan penetapan penahanan
dimaksud dalam berkas perkara.
• Dalam hal perkara telah diputus oleh Mahkamah Agung,
salinan putusan dikirim kepada Pengadilan Negeri untuk
diberitahukan kepada terdakwa dan Penuntut Umum, yang
untuk itu Panitera membuat akta pemberitahuan putusan.
Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung,
segera dikirim ke Mahkamah Agung.
• Petugas buku register harus mencatat dengan cermat dalam
register terkait semua kegiatan yang berkenaan dengan
perkara kasasi dan pelaksanaan putusan.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (8)

• - Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam
buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal
penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya, dan
melaporkan semua itu kepada Ketua Mahkamah Agung.
• Pencabutan Permohonan Kasasi

• -Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka
permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, dan apabila
telah dicabut, pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi
dalam perkara itu meskipun tenggang waktu kasasi belum lampau.
• Apabila pencabutan kembali sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dilakuk
an sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada Mahkamah Agung, maka
berkas perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (9)
• Sistem Pemeriksaan Kasasi
• -Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung,
berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu
Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para
saksi, atau memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau

Pengadilan Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut
mendengar para pihak atau para saksi.
• Apabila Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadil
an dan mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai
hukum pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tingkat
Pertama.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (10)
• - Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi
berdasarkanpasal 30 huruf a, maka Mahkamah Agung menyerahkan
perkara tersebut kepada Pengadilan lain yang berwenang memeriksa
dan memutusnya
• - Dalam
hal
Mahkamah Agung
mengabulkan permohonan
kasasi berdasarkan Pasal 30 huruf b, dan huruf c, (salah menerapkan atau
melanggar hukum yang berlaku dan/atau lalai memenuhi syaratsyarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam
kelalaian

itu
dengan
batalnya
putusan
yang
bersangkutan) maka Mahkamah Agung memutus sendiri perkara yang
dimohonkan kasasi itu.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (11)
• - Dalam

mengambil putusan, Mahkamah Agung tidak terikat
pada alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi
dan dapat memakai alasan-alasan hukum lain.
•Salinan
putusan
dikirimkan
kepada
Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama yang memutus perkara

tersebut.
• Putusan Mahkamah Agung oleh Pengadilan Tingkat Perta
ma diberitahukan kepada kedua belah pihak selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah putusan dan berkas
perkara diterima oleh Pengadilan Tingkat Pertama tersebut

TUGAS DAN WEWENANG MARI (12)
B. PENINJAUAN KEMBALI (PK)
• Peninjauan Kembali (PK) yang dalam Bahasa Belanda dikenal dengan istilah
Herziening adalah suatu upaya hukum luar biasa dalam hukum pidana,
terhadap suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap (inkracht van gewjisde). Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat di
dalam Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
yang pada intinya menyebutkan bahwa PK dapat diajukan terhadap semua
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. PK
diajukan
kepada
Mahkamah
Agung.

PK tidak dapat diajukan apabila putusan pengadilan tersebut menyatakan
terdakwa bebas (vrijspraak) dan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag
rechts vervolging). Dasar pertimbangannya adalah upaya hukum luar biasa PK
adalah semata-mata untuk kepentingan terpidana untuk membela hak-haknya
agar terpidana tersebut terlepas dari kekeliruan pemidanaan yang dijatuhkan
kepadanya.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (12 A)
1. Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
yang merupakan putusan pemidanaan, terpidana. atau ahli warisnya dapat
mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, dan dapat dikuasakan kepada
Penasihat Hukumnya.

2. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan kepada Panitera Pengadilan yang
telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara
jelas alasannya.
3. Permohonan Peninjauan Kembali tidak dibatasi jangka waktu.
4. Petugas menerima berkas perkara pidana permohonan Peninjauan Kembali,
lengkap dengan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, dan
memberikan tanda terima.

5. Permohonan Peninjauan Kembali dari terpidana atau ahli warisnya atau
Penasihat Hukumnya beserta alasan-alasannya, diterima oleh Panitera dan ditulis
dalam suatu surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera dan pemohon.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (13)
6. Dalam hal terpidana selaku pemohon Peninjauan Kembali kurang memahami
hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan secara jelas
dengan membuatkan Surat Permohonan Peninjauan Kembali.
7. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan Peninjauan Kembali, wajib
memberitahukan permintaan permohonan Peninjauan Kembali tersebut kepada
Penuntut Umum.
8. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan Peninjauan
Kembali diterima Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan menunjuk Majelis Hakim
yang tidak memeriksa perkara semula, untuk memeriksa dan memberikan
pendapat apakah alasan permohonan Peninjauan Kembali telah sesuai dengan
ketentuan Undang-undang.
9. Dalam pemeriksaan tersebut, terpidana atau ahli warisnya dapat didampingi
oleh Penasehat Hukum dan Jaksa yang dalam hal ini bukan dalam kapasitasnya
sebagai Penuntut Umum ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (14)
10. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh
terpidana
yang
sedang
menjalani
pidananya,
Hakim
menerbitkan penetapan yang memerintahkan kepada Kepala
Lembaga Pemasyarakatan dimana terpidana menjalani pidana
untuk menghadirkan terpidana ke persidangan Pengadilan
Negeri.
11. Panitera wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan
Peninjauan Kembali yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa,
pemohon dan Panitera. Berdasarkan berita acara pemeriksaan
tersebut dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh
Majelis Hakim dan Panitera.
12. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan
maupun menghentikan pelaksanaan putusan.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (15)
13. Permohonan Peninjauan Kembali yang terpidananya berada di luar wilayah

Pengadilan yang telah memutus dalam tingkat pertama:
a. Diajukan kepada Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama;
b. Hakim dari Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama dengan
penetapan dapat meminta bantuan pemeriksaan, kepada Pengadilan
Negeri tempat pemohon Peninjauan Kembali berada;
c. Berita Acara pemeriksaan dikirim ke Pengadilan yang meminta bantuan
pemeriksaan;
d. Berita Acara Pendapat dibuat oleh Pengadilan yang telah memutus
pada tingkat pertama;
14. Dalam pemeriksaan persidangan dapat diajukan surat¬-surat dan saksisaksi yang sebelumnya tidak pernah diajukan pada persidangan
Pengadilan di tingkat pertama.

TUGAS DAN WEWENANG MARI (16)
15. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, setelah pemeriksaan persidangan
selesai, Panitera harus segera mengirimkan berkas perkara tersebut ke
Mahkamah Agung. Tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada
pemohon dan Jaksa.
16. Dalam hal suatu perkara yang dimintakan Peninjauan Kembali adalah
putusan Pengadilan Banding, maka tembusan surat pengantar tersebut
harus dilampiri tembusan Berita Acara Pemeriksaan serta Berita Acara
pendapat dan disampaikan kepada Pengadilan Banding yang
bersangkutan.

17. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung yang telah
disahkan oleh Panitera dikirimkan ke Mahkamah Agung.
18. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali
saja (pasal 268 ayat 3 KUHAP) jo SEMA No. 7 Tahun 2014.

ALASAN-ALASAN KASASI (1)
• Alasan-alasan Kasasi
1. JF tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya

- Tidak berwenang : berkaitan dengan kompetensi relatif dan
absolut pengadilan,
- Melampaui batas : bisa terjadi bila pengadilan menjatuhkan
vonnis lebih rendah atau lebih tinggi dari yang telah diatur
dalam UU.
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

- Kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun
hukum materil,

ALASAN-ALASAN KASASI (2)
- Melanggar hukum adalah penerapan hukum yang
dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan
dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat
juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut
tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
• 3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak
terdapat irah-irah.

ALASAN-ALASAN PK
a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan
kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang
masihberlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau
putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu
diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa
sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai
dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu,
ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

PERTIMBANGAN MA MENGADILI PERKARA
•Pertimbangan hukum bagian dari putusan
•Pertimbangan hukum berpedoman pada : - Fakta-fakta Hukum di persidangan
- Peraturan Perundang-undangan
- Adanya Barang bukti
- Surat Visum et Refertum
- Keterangan Ahli

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN

PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (1)
PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER
• UU telah memberikan perlindungan hukum kepada dokter dan petugas
kesehatan dalam menjalankan profesinya. Namun sekaligus mengatur pula hakhak hukum pasien dan keluarga untuk melakukan gugutan perdata dan tuntutan
pidana terhadap dokter yang melakukan profesionalnya secara tidak profesional.
• Perkara dr. Setyaningrum merupakan tonggak lahirnya kedokteran di Indonesia.
Bahkan tanggal dikeluarkannya putusan Kasasi perkara tersebut yakni tanggal 27
Juni oleh IDI dijadikan sebagai Hari Kesadaran Hukum Kedokteran dan
diupayakan untuk diperingati setiap tahunnya dengan berbagai kegiatan,
termasuk seminar yang dilakukan pada hari ini.

• Selain dr Setyaningrum, perkara dr Dewa Ayu, dkk juga sempat menghebohkan
dunia hukum dan kedokteran.
• Terhadap dokter yang menjalankan profesinya yang tidak sesuai standar dan
prosedur baku di dunia kedokteran (malpraktek medis) memang rawan terkena
masalah hukum.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (2)
• Banyak pasal-pasal dalam UU yang dapat menyerat dokter dalam melakukan
profesinya secara tidak profesional antara lain :
• Pasal 267 KUHP : Pemalsuan Surat Keterangan Dokter
 Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada
atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat (pidana penjara maksimal 4 tahun).
 Keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam RS atau
untuk menahannya di RS (pidana penjara maksimal 8 tahun 6 bulan).
 Orang yang dengan sengaja menggunakan surat keterangan palsu di atas (pidana penjara
maksimal 4 tahun).

Pasal 322 KUHP : Rahasia Kedokteran
• Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu (pidana penjara
maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp. 600,00).

• Perbuatan di atas hanya dapat dituntut atas pengaduan orang yang bersangkutan
(korban pembukaan rahasia jabatan).

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (3)
Pasal 344 KUHP : Euthanasia

Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati (pidana
penjara maksimal 12 tahun).
Pasal 346-349 KUHP : Aborsi

• Pasal 346 KUHP : seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu (pidana
penjara maksimal 6 tahun).
• Pasal 347 KUHP : barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya
(pidana penjara maksimal 12 tahun); jika mengakibatkan
meninggalnya perempuan tersebut (pidana penjara maksimal 15
tahun).

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (4)
Pasal 359 KUHP : Kelalaian Menyebabkan Kematian

• Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
mati (pidana penjara maksimal 5 tahun atau kurungan
maksimal 1 tahun).
• CATATAN : pasal a quo yang sering digunakan untuk menjerat
kasus “MEDICAL NEGLIGENCE”.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (5)
• Pasal 360 KUHP : Kelalaian menyebabkan luka

• Pasal 190 UU NO. 36/2009

• Pasal 191
• Pasal 192 sd 198
• Dalam Pasal 84 ayat (1) dan (2) UU No. 36 Tahun 2014

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (6)
• PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (DAPAT MENJADI YURISPRUDENSI ?)
• Yurisprudensi berasal dari kata Latin „iuris‟ „prudentia‟ yang berarti
pengetahuan hukum (rechtsgeleerheid). Secara leksikal, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Balai Pustaka (2015: 1568), mendefinisikan yurisprudensi sebagai (i)
ajaran hukum melalui peradilan; dan (ii) himpunan putusan hakim.
• Rachmat Trijono dalam buku Kamus Hukum (2016: 269) menyebutkan
yurisprudensi sebagai putusan hakim yang diikuti oleh hakim-hakim dalam
memberikan putusannya dalam kasus yang serupa. Dalam kamus hukum lain
karya M. Marwan dan Jimmy P (2009: 651), yurisprudensi diartikan sebagai (a)
ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam peradilan, yang kemudian
digunakan sebagai landasan negara; dan (b) suatu putusan haki terdahulu
yang diikuti oleh hakim-hakim lainnya dalam perkara yang sama; atau
kumpulan putusan Mahkamah Agung tentang berbagai vonis dari beberapa
macam jenis kasus perkara berdasarkan pemutusan kebijakan para hakim
sendiri yang diikuti hakim lainnya dalam perkara yang sama.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER
DAN PUTUSAN KASASI PERKARA
SETYANINGRUM (7)
• Dalam praktek hukum di Indonesia, dikenal pula istilah
„yurisprudensi tetap‟ dan „yurisprudensi tidak tetap‟.
Kamus Hukum karya M Marwan da Jimmy P
mengartikan yurispruensi tetap sebagai putusan hakim
yang terjadi karena rentetan putusan yang sama dan
dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu
perkara. Sebaliknya, yurisprudensi tidak tetap sebagai
putusan hakim terdahulu yang belum masuk menjadi
yurisprudensi tetap.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN PUTUSAN KASASI PERKARA
SETYANINGRUM (8)
• Kasus Posisi

• dokter Setyaningrum menerima pasien, Nyonya Rusmini (28 tahun). Nyonya
Rusmini ini merupakan istri dari Kapten Kartono (seorang anggota Tentara
Nasional Indonesia). Nyonya Rusmini ini menderita pharyngitis (sakit radang
tenggorokan).
• Melihat kondisi pasiennya tersebut, dokter Setyaningrum menyuntik/menginjeksi
pasiennya dengan Streptomycin. Streptomycin ini bekerja dengan cara
mematikan bakteri sensitif, dengan menghentikan pemroduksian protein esensial
yang dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup. Ternyata, beberapa menit
kemudian, Rusmini mual dan kemudian muntah. Dokter Setyaningrum sadar
bahwa pasiennya itu alergi dengan penisilin. Oleh karena itu, ia segera
menginjeksi Nyonya rusmini dengan cortisone. Cortisone merupakan obat
antialergi. Tapi, hal itu tak membuat perubahan. Tindakan itu malah
memperburuk kondisi Nyonya Rusmini. Dalam keadaan yang gawat, dokter
Setyaningrum meminumkan kopi kepada Nyonya Rusmini. Tapi, tetap juga tidak
ada perubahan positif. Karena itu, sang dokter kembali memberi suntikan
delladryl (juga obat antialergi)

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (9)
• Nyonya Rusmini semakin lemas, dan tekanan darahnya
semakin rendah. Dokter Setyaningrum segera mengirim
pasiennya ke RSU R.A.A. Soewondo, Pati, sekitar 5 km dari
desa itu untuk mendapat perawatan. Pada saat itu,
kendaraan untuk mengantarkan ke rumah sakit, belum
semudah yang dibayangkan sekarang. Untuk mencari
kendaraan saja memerlukan waktu beberapa menit. Setelah
lima belas menit sampai di RSU Pati, pasien tidak tertolong
lagi. Nyonya Rusmini meninggal dunia. Kapten Kartono
kemudian melaporkan kejadian itu kepada polisi.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (10)
• Dokter Seytaningrum diadili di Pengadilan dan Putusan Pengadilan
Negeri Pati
• Pengadilan
Negeri
Pati
di
dalam
Keputusan
P.N.
Pati
No.8/1980/Pid.B./Pn.Pt tanggal 2 September 1981 memutuskan bahwa
dokter Setyaningrum bersalah melakukan kejahatan tersebut pada
pasal 359 KUHP yakni karena kealpaannya menyebabkan orang lain
meninggal dunia dan menghukum terdakwa dengan hukuman
penjara 3 bulan dengan masa percobaan 10 bulan.
• Selanjutnya putusan Pengadilan Negeri Pati tersebut. Pengadilan
Tinggi di Semarang melalui Putusan No. 203/1981/Pid/P.T. Semarang
tanggal 19 Mei 1982 telah memperkuat putusan Pengadilan Negeri
Pati tertanggal 2 September 1981 No. 8/1980/Pid.B/Pn.Pt, dan sekaligus
menerima permohonan banding Jaksa Penuntut Umum.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (11)
• Terdakwa pun mengajukana upaya hukum kasasi terhadap
putusan Pengadilan Tinggi Semarang. Berdasarkan kasasi yang
diajukan (kuasa) terdakwa, Mahkamah Agung telah
membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di
Semarang tanggal 19 Mei 1982 No. 203/1981 No.
8/1980/Pid.B/PT. Semarang dan putusan Pengadilan Negeri Pati
tertanggal 2 September 1981 No. 8/1980/Pid.B/Pn.PT. dan
mentakan, bahwa kesalahan terdakwa dokter Setyaningrum
binti Siswoko atas dakwaan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti dan membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut.
Dalam hal ini sepanjang menyangkut unsur kealpaan dan
elemen-elemen malpraktik.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (12)
• Mahkamah Agung mengemukakakan alasan-alasan sebagai berikut:
• Bahwa sepanjang mengenai penafsiran unsur kealpaan keberatan ini dapat
dibenarkan, oleh karena judex facil kurang tepat dalam menetapkan tolak ukur
untuk menentukan ada tidaknya unsur kealpaan dalam perbuatan terdakwa
dalam arti sejauh mana terdakwa berusaha secara maksimal untuk
menyelamatkan nyawa jiwa pasiennya, sesuai dengan kemampuan yang
sewajarnya harus dimiliki dan sarana yang tersedia padanya.
• Bahwa untuk memeberikan keterangan dari segi ilmu pengetahuan medis yaitu
yang berkenaan dengan apa yang seharusnya dilakukan terdakwa sebelum
melakukan penyuntikan Streptomycin terhadap pasien dan tindakan
penanggulan apa pula yang dilakukan jika ternyata setelah disuntik itu pasien
menunjukkan tanda-tanda reaksi tidak tahan terhadap obat yang disuntikkan,
Pengadilan telah mendengar kesaksiaan 6 (enam) orang dokter sebagai saksi
ahli.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN PUTUSAN KASASI
PERKARA SETYANINGRUM (13)
• Bahwa dari keterangan keenam dokter itu, terkecuali keterangan saksi dr. Imam Parsudi,
Mahkamah Agung menyimpulkan bahwa tindakan terdakwa menanyakan kepada
pasiennya apakah sudah pernah mendapat suntikan Streptomycin dan kemudian berturutturu memberikan suntikan cotisone, delladryl , dan Adrenalin, setelah melihat ada tandatanda penderita mengalami alergi terhadap Streptomycin melakukan upaya yang
sewajarnya dapat dituntut dari padanya sebagai dokter dengan pengalaman kerja sama 4
(empat) tahun dan yang sedang melaksanakan tugasnya pada Puskesmas dengan sarana
yang serba terbatas.

• Bahwa dari terdakwa sebagai dokter yang baru berpengalaman kerja selama 4 (empat)
tahun yang sedang bertugas di Puskesmas yang serba terbatas sarananya tidaklah mungkin
untuk diharapkan melakukan hal-hal seperti yang dikehendaki saksi dr. Imam Parsudi,
misalnya melakukan penyuntikan Adrenalin langsung ke jantung atau pemberian cairan
infus, pemberian zat asam dan lain tindakan yang memerlukan sarana yang lebih rumit.
• Bahwa dengan demikian salah satu unsur yaitu unsur kealpaan yang dikehendaki oleh pasal
359 KUHP tidsk terbukti ada dalam perbuatan terdakwa, sehingga karenanya terdakwa
dharus dibebaskan dari dakwaan yang ditimpakan padanya

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (14)
• Berdasarkan petimbangan putusan kasasi dalam perkara dokter Setyaningrum
tersebut maka dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa JF tidak menguraikan dalam pertimbangannya tentang tolak ukur
menentukan adanya kealpaan yang dilakukan oleh terdakwa padahal faktanya
terdakwa melakukan hal itu demi untuk menyelamatkan pasiennya. Jadi dengan
demikian unsur kealpaan tidak terpenuhi maka terdakwa tidak terbukti melanggar
salah satu unsur dari Pasal 359 KUHP.

2. Keterangan ahli sangat berperan penting dalam menyakinkan Majelis Hakim
Tingkat Kasasi bahwa terdakwa apa yang dilakukan oleh terdakwa susah sesuai.
3. Lamanya terdakwa menjadi dokter dan sarana prasarana yang tersedia dalam
mengobati pasiennya menjadi salah satu alasan yang dapat membenarkan
tindakan terdakwa tidak mampu melakukan usaha maksimal dalam menolong
pasiennya.

PASAL-PASAL ANCAMAN PROFESI DOKTER DAN
PUTUSAN KASASI PERKARA SETYANINGRUM (15)
KESIMPULAN
• Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum yang diambil
oleh Majelis Hakim Kasasi atas perkara aquo maka saya menilai
pertimbangan tersebut rasional dan bijaksana dalam
memandang usaha terdakwa melakukan upaya yang dimiliki
dan dengan peralatan terbatas untuk menolang pasiennya.
Sehingga dengan demikian putusan Majelis Kasasi tersebut layak
untuk
menjadi
yurisprudensi
sebagaimana
pengertian
yurisprudensi yang telah saya kemukakan di depan. Oleh karena
itu sepantasnyalah hakim-hakim berikutnya yang mengadili
perkara yang serupa dapat menjadikan putusan dalam perkara
in casu tersebut sebagai pedoman dalam memutus.

SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH