ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PUTIH DI KPMKP KRAI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI Program Studi Agribisnis

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PUTIH DI KPMKP KRAI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI

Program Studi Agribisnis

Oleh: TRI ASTUTI CAHYANINGRUM H0808151 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PUTIH DI KPMKP KRAI KABUPATEN GROBOGAN

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Program Studi Agribisnis

Oleh: TRI ASTUTI CAHYANINGRUM H0808151 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PUTIH DI KPMKP KRAI KABUPATEN GROBOGAN

yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Tri Astuti Cahyaningrum H0808151

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

D. Padmaningrum, SP, M.Si Erlyna Wida Riptanti, SP, MP Prof. Dr.Ir. Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19720915 199702 2 001 NIP. 19780708 200312 2 002 NIP. 19570104 198003 2 001

Surakarta, Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi dengan judul “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Putih Di Kesatuan Pengolahan Minyak Kayu Putih Krai (KPMKP Krai)”, sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si, selaku Ketua Jurusan/Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Nuning Setyowati, SP, M.Sc, selaku Komisi Sarjana Jurusan/ Program

Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Ibu D. Padmaningrum, SP, M.Si, selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Utama skripsi yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP, MP, selaku Pembimbing Pendamping dalam

skripsi ini, yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada penulis.

6. Ibu Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS, selaku penguji skripsi yang telah memberi arahan kepada penulis

7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama kegiatan studi di Fakultas Pertanian Universitas Surakarta.

8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu admnistrsi penulis yang berkenaan dengan studi dan skrpsi.

9. Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, KBM INK dan KPMKP Krai yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian.

10. BPS Kabupaten Grobogan, atas bantuan kepada penulis selama kegiatan penelitian.

11. Kesbangpolinmas Provinsi Jawa Tengah dan Kesbangpolinmas Kabupaten Grobogan, atas bantuan kepada penulis selama kegiatan penelitian.

12. Orang tua penulis, yang selalu mendukung membantu dan mendampingi penulis dalam segala sesuatu serta selalu memberi bimbingan dan semangat kepada penulis.

13. Kakak-kakak penulis yang telah memberi semangat dan membimbing penulis dalam hal akademik maunpun non akademik

14. Seluruh teman-teman Jurusan Agribisnis 2008 yang telah bersama-sama berjuang dalam kegiatan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

15. Teman-teman kos Wisma Riski yang selalu membantu penulis dan memberikan semangat dalam menyusun skripsi ini. Terimakasih atas kebersamaan yang telah terjalin selama ini baik di Wisma Riski maupun di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skipsi ini. Namun penulis berharap semoga sumbangan pemikiran ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Surakarta,

2012

Penulis

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1. Bahan Baku Daun Kayu Putih,Produksi Minyak Kayu Putih dan Rendemen di KPMKP Krai Tahun 2009-2011 ..................

3 Tabel 2.

Rencana, Realisasi Serta Selisih Antara Rencana dan Realisasi Luas Areal Pemetikan Daun Kayu Putih di Kebun Krai Tahun 2009-2011 .............................................................. 71

Tabel 3. Rencana, Realisasi Serta Selisih Antara Rencana dan Realisasi Jumlah Pemetikan Daun Kayu Putih di Kebun Krai Tahun 2009-2011 ...................................................................... 71

Tabel 4. Jumlah Pemetikan Daun Kayu Putih Harian dan Produksi Harian Tahun 2009-2011 .......................................................... 74

Tabel 5. Jumlah Pemetikan Daun Kayu Putih Tahunan dan Harian Serta Produksi Harian Tahun 2009-2011 .................................. 74

Tabel 6. Biaya Produksi Bulanan dan Harian di KPMKP Krai Tahun 2009-2011 .................................................................................. 75

Tabel 7. Sumber dan Jumlah (Kg) Bahan Baku Daun Kayu Putih Di KPMKP Krai Tahun 2009-2011Tahun 2009-2011 .................. 78

Tabel 8. Penyediaan Bahan Baku Daun Kayu Putih Menurut Metode EPQ Tahun 2009-2011 .............................................................. 79

Tabel 9. Jumlah Minimum Produksi Dan Biaya Yang Dikeluarkan Per Hari Saat Terjadi Kekurangan Bahan Baku di KPMKP Krai Tahun 2009-2011 ...................................................................... 81

Tabel 10. Perbandingan Kuantitas produksi Yang Dikeluarkan Menurut KPMKP Krai Dan Metode EPQ Tahun 2009-2011 .................. 83

Tabel 11. Perbandingan Total Biaya Produks Per Hari Yang Dikeluarkan Menurut KPMKP Krai Dan Metode EPQ Tahun 2009-2011 .................................................................................. 84

Tabel 11. Penjadwalan Penanaman Kayu Putih di KPMKP Krai Tahun 2009-2011 .................................................................................. 88

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ................................... 25 Gambar 2.

Struktur Organisasi KPMKP Krai ......................................... 41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rincian Biaya Pengadaan Bahan Baku di KPMKP Krai

Tahun 2009-2011 ...................................................................... 96

Lampiran 2. Rincian Biaya Kebun Krai dan Perawatannya Tahun 2009-

2011 ........................................................................................... 96 Lampiran 3. Perhitungan EPQ Tahun 2009-2011 ......................................... 96 Lampiran 4. Hari Hujan Dan Curah Hujan Di Kecamatan Toroh (Areal

Kebun Krai) Tahun 2009-2011 ................................................. 104

Lampiran 5. Hari Hujan Dan Curah Hujan Per Bulan Di Kecamatan Toroh

(Areal Kebun Krai) Tahun 2009-2011 ...................................... 104

RINGKASAN

Tri Astuti Cahyanigrum. H0808151. 2012. “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Putih Di KPMKP Krai Kabupaten Grobogan”. Skripsi dengan pembimbing D. Padmaningrum, SP, M.Si dan Erlyna Wida Riptanti, SP, MP. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kayu putih merupakan salah satu hasil hutan non kayu, apabila diolah dapat meningkatkan nilai tambah dan memiliki banyak manfaat. KPMKP Krai merupakan perusahaan yang memproduksi minyak kayu putih yang berada di bawah pengawasan Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Non Kayu (KBM INK). Kapasitas produksi maksimal setiap kali produksi adalah 8 ton. Namun, kapasitas produksi di KPMKP Krai selama ini seringkali lebih sedikit dari kapasitas produksi, sehingga diperlukan adanya pengendalian persediaan bahan baku.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis kuantitas persediaan bahan baku yang ekonomis dalam setiap hari produksi; 2) mengetahui tingkat efisiensi biaya persediaan dalam setiap hari produksi: 3) mengetahui tingkat efisiensi penjadwalan penanaman dan pemetikan kayu putih di KPMKP Krai. Metode dasar penelitian ini adalah metode diskriptif analitis dan pelaksanaannya menggunakan metode studi kasus. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu KPMKP Krai, dipilih berdasarkan kenyataan bahwa KPMKP Krai merupakan pabrik minyak kayu putih yang baru berkembang, dengan kayu putih seluas 3.650 ha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan selisih produksi harian antara kebijakan perusahaan dan perhitungan dari metode EPQ (Economic Production Quantity ) selama tiga tahun yaitu tahun 2009-2011 (dalam kg) secara berurutan sebesar 906,80 kg; 832,58 kg dan 228,21 kg. Dari hasil ini dapat memberikan penghematan total biaya produksi dalam satu hari tahun 2009-2011 masing-masing sebesar Rp 1.544.900,00; Rp 562.200,00 dan Rp 1.011.100,00.

Dalam segi produksi KPMKP Krai belum mencapai jumlah yang ekonomis. Total biaya dan penjadwalan di perusahaan tersebut juga belum efisien. Sehingga KPMKP Krai masih perlu mengatur kuantitas produksi agar ekonomis dengan menambah kuantitas bahan baku dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan untuk penyediaan bahan baku jangka panjang dan menambah pemasok untuk jangka pendek. Selain itu, diperlukan pengaturan penjadwalan replanting dan pemetikan daun kayu putih dengan memperhatikan curah hujan, umur tanaman dan daun kayu putih.

SUMMARY

Tri Astuti Cahyanigrum. H0808151. 2012. "Analysis of Raw Material Inventory Control Eucalyptus In KPMKP Krai Grobogan Regency". Thesis with the supervisor D. Padmaningrum, SP, M.Si and Erlyna Wida Riptanti, SP, MP. Faculty of Agriculture, University of Surakarta of March.

Eucalyptus is one of non-timber forest products, when processed to increase the added value and has many benefits. KPMKP Krai is a company that produces eucalyptus oil that is under the supervision of KBM INK. Maximum production capacity of each production is 8 tons. However, the production capacity KPMKP Krai in far less often than production capacity, so it is necessary to control raw material inventory.

The study purposed to: 1) analyze the quantity of economic of raw materials supply on a day production; 2) determine the level of cost efficiency of inventory;

3) determine the level of efficiency scheduling planting and harvesting of eucalyptus in KPMKP Krai. This basic method of this research is analytical descriptive method and its implementated by case study method. KPMKP Krai selected as a research location purposively, because KPMKP Krai is an emerging

eucalyptus corporate and has a eucalyptus plantation covering an area 3.650 ha.

These results indicate that the ratio of the difference between corporate policies and EPQ (Economic Production Quantity) methods for three years in 2009-2011 (in kg) in a sequence of 906.80 kg, 832.58 kg and 228.21 kg. So as to provide total savings of a day production costs in 2009-2011 amounted to Rp 1.544.900,00; Rp 562.200,00 and Rp 1.011.100,00.

In terms of production KPMKP Krai has not reached an economical amount. Total costs and scheduling at the company is not efficient. So KPMKP Krai still need to set the quantity to be economical to increase the quantity of raw materials to the effort intensification and extensification of land for long-term supply of raw materials and suppliers for short-term increase. In addition, the necessary scheduling arrangements replanting and harvesting of eucalyptus leaves with respect to rainfall, age of plants and eucalyptus leaves.

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan cukup banyak, baik berupa hutan penghasil kayu maupun hutan penghasil produk non kayu. Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, produk-produk hasil hutan kayu dapat berupa kayu jati, kayu rimba, kayu bakar dan jenis kayu-kayu lainnya. Produk-produk hutan non kayu dapat berupa benda-benda hayati (nabati dan hewani) seperti produk minyak atsiri dan minyak lemak, non hayati (fungsi konservasi dan jasa, tidak termasuk benda-benda tambang) dan produk-produk langsung yang diperoleh melalui proses pengolahan (disebut produk turunan).

Hutan non kayu merupakan bagian dari hasil hutan selain kayu yang saat ini masih berkedudukan sebagai minoritas. Lingkup hasil hutan non kayu sendiri sebenarnya sangat luas, yakni meliputi produk hayati yang diperoleh melalui pemungutan dan pengolahan, misalnya produk minyak dan produk ekstraktif seperti bahan penyamak, pewarna, alkaloid serta produk-produk hasil hutan lainnya. Perkembangan hasil hutan non kayu dari waktu ke waktu juga memiliki prospek yang cukup baik dan memiliki nilai cukup tinggi, sebagai contoh adalah kayu putih.

Kayu putih merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang apabila diolah dapat meningkatkan nilai tambah dan memiliki banyak manfaat. Minyak kayu putih adalah minyak atsiri hasil destilasi yang merupakan hasil dari penyulingan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron L ). Minyak kayu putih memiliki banyak manfaat, baik digunakan secara tunggal sebagai obat dan digunakan sebagai campuran untuk obat, kosmetik, minyak wangi dan penyegar makanan. Potensi tersebut ditangkap oleh produsen penyulingan minyak kayu putih

Ketaren S (1985), penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air.

Menurut Perum Perhutani (2011), pabrik minyak kayu putih cukup banyak di Indonesia, di Jawa misalnya PMKP Sukun milik KBM INK II Jatim yang berada di ponorogo, KPMKP Krai Kabupaten Grobogan, KBM Industri Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, LMDH Telawah dan LMDH Rawakuna Perum Perhutani KPH Banyumas Barat. Pada beberapa tahun terakhir ini, kinerja industri penyulingan minyak sangatlah beragam, dimana terdapat beberapa perusahaan peyulingan yang mengalami peningkatan dan penurunan kinerja. Penurunan kinerja industri minyak kayu putih terlihat dari adanya perusahaan penyulingan minyak kayu putih yang memiliki mesin-mesin yang tidak layak pakai, sehingga dapat mempengaruhi kinerja dan menyebabkan produksi tidak optimal yang menyebabkan adanya kerugian. Apabila keadaan ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan pabrik penyulingan minyak kayu putih menghentikan kegiatan produksinya.

Demikian halnya dengan Kesatuan Pengolahan Minyak Kayu Putih Krai (KPMKP Krai) Kabupaten Grobogan, yang merupakan perusahaan di bawah pengawasan Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Non Kayu (KBM INK). KBM INK sendiri berada dalam naungan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, yang merupakan perusahaan BUMN. KPMKP Krai merupakan perusahaan yang sedang berkembang, dimana pada tahun 2006 KPMKP Krai secara organisasi telah dialihkan dalam koordinasi KBM INK yang sebelumnya berada dalam naungan KPH Gundih (KPMKP Krai, 2006). Sebagai perusahaan yang tengah berkembang, KPMKP Krai dalam menjalankan usahanya didukung oleh

sendiri yang dapat menopang keberlanjutan kegiatan produksinya. Produksi daun kayu putih di kebun sangat mempengaruhi kuantitas produksi minyak kayu putih yang dihasilkan, dengan kuantitas produksi daun kayu putih yang sesuai kapasitas pabrik dan kualitas yang baik maka kuantitas rminyak kayu putih yang dihasilkan pun dapat sesuai dengan kapasitas dan kualitas minyak kayu putih pun baik. Namun, produksi daun kayu putih tidak selalu mencukupi kebutuhan pabrik dan kualitasnya pun tidak selalu baik. Berdasarkan data dari KPMKP Krai (2012) terdapat perbedaan produksi daun kayu putih dari masing-masing tanaman di kebun Krai. Hal ini disebabkan adanya pemeliharaan yang kurang baik, musim kemarau dan musim penghujan yang tidak menentu dan adanya kemampuan daun untuk tumbuh yang berbeda-beda antara pohon yang satu dengan pohon lainnya. Selain itu, rencana dan realisasi penjadwalan pemetikan daun kayu putih terkadang tidak sesuai dengan yang ditetapkan. Hal ini dapat menyebabkan persediaan bahan baku tidak sesuai dengan kebutuhan KPMKP Krai, sehingga produksi minyak kayu putih pun tidak dapat memenuhi kapasitas produksi. Berikut adalah data produksi minyak kayu putih di KPMKP Krai tahun 2009-2011:

Tabel 1. Bahan Baku Daun Kayu Putih, Produksi Minyak Kayu Putih

dan Rendemen di KPMKP Krai Tahun 2009-2011.

Tahun

Bahan Baku Daun Kayu Putih (Kg)

Produksi Minyak Kayu Putih (Kg)

7.506.934 55.450 0,74 Sumber : KPMKP Krai Tahun 2012

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa produksi kayu putih yang dilakukan oleh KPMKP Krai belum memenuhi kapasitas produksi

putih adalah 9.000-10.000 ton atau setara dengan 73.800-82.000 Kg minyak kayu putih per tahun. Keadaan tersebut disebabkan tidak tersedianya bahan baku daun kayu putih yang sesuai dengan kapasitas produksi. Adanya fluktuasi produksi daun kayu putih yang dihasilkan disebabkan oleh iklim ekstrim pada tahun-tahun terakhir ini. Sebagai gambaran, pada musim hujan bahan baku berkurang sehingga produksi menurun dan pada musim kemarau bahan baku meningkat yang menyebabkan penumpukan bahan baku. Sebagai perusahaan yang sedang berkembang, KPMKP Krai memerlukan pengendalian persediaan bahan baku kayu putih. Hal ini bertujuan untuk menjaga kontinuitas persediaan bahan baku kayu putih dengan penggunaan biaya yang minimum.

Pada prinsipnya, kelangsungan proses produksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: modal, teknologi, persediaan bahan baku, persediaan barang jadi dan tenaga kerja. Persediaan bahan baku sebagai elemen modal kerja merupakan unsur penting untuk menjalankan operasi perusahaan dan merupakan aktiva yang selalu berputar (Anonim, 2010). Adanya persediaan bahan baku secara terus menerus dapat mengurangi resiko bahwa perusahaan pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang membutuhkan barang- barang yang tersedia setiap saat, yang berarti resiko pengusaha mengalami kerugian lebih kecil.

Sistem pengendalian persediaan bahan baku bertujuan untuk menjamin dan menetapkan tersedianya bahan baku dengan mutu yang tepat dalam waktu yang tepat. Sistem ini dilakukan dengan mengawasi tingkat persediaan yang akan dilakukan dengan menentukan jumlah pemesanan atau pembelian bahan baku, berapa kali pemesanan yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan satu periode produksi dan kapan pemesanan dilakukan kembali. Menurut Gazali (1973), Sistem pengendalian persediaan bahan baku bertujuan untuk menjamin dan menetapkan tersedianya bahan baku dengan mutu yang tepat dalam waktu yang tepat. Sistem ini dilakukan dengan mengawasi tingkat persediaan yang akan dilakukan dengan menentukan jumlah pemesanan atau pembelian bahan baku, berapa kali pemesanan yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan satu periode produksi dan kapan pemesanan dilakukan kembali. Menurut Gazali (1973),

Penjadwalan masa tanam dan masa pemetikan daun kayu putih sangatlah diperlukan, agar bahan baku yang dibutuhkan dapat tercukupi dan kontinuitas bahan baku dapat terjaga agar rutinitas produksi tetap berjalan secara terus menerus. Pemetikan dipengaruhi oleh umur tanaman dan daun, kondisi daun dan penanaman. Pemetikan yang tepat dipengaruhi oleh penjadwalan penanaman yang tepat pula, sehingga kualitas maupun kuantitas daun kayu putih yang sesuai dengan kebutuhan dapat terpenuhi. Penjadwalan pemetikan dimaksudkan agar jumlah daun kayu putih dapat memenuhi kapasitas produksi.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mengambil judul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Putih Di KPMKP Krai Kabupaten Grobogan. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat diketahui sistem pengendalian persediaan bahan baku daun kayu putih yang dilakukan oleh KPMKP Krai sudah efisien atau belum.

B. Perumusan Masalah

KPMKP Krai merupakan perusahaan yang memproduksi minyak kayu putih dengan menggunakan bahan baku daun dan ranting kayu putih. Minyak kayu putih merupakan produk hasil penyulingan dari kayu putih yang merupakan salah satu produk hutan non kayu, dimana jumlahnya cukup banyak. Produksi minyak kayu putih di KPMKP Krai dipengaruhi oleh banyaknya jumlah bahan baku daun kayu putih, yang menjadi permasalahan adalah sering terjadinya kekurangan maupun KPMKP Krai merupakan perusahaan yang memproduksi minyak kayu putih dengan menggunakan bahan baku daun dan ranting kayu putih. Minyak kayu putih merupakan produk hasil penyulingan dari kayu putih yang merupakan salah satu produk hutan non kayu, dimana jumlahnya cukup banyak. Produksi minyak kayu putih di KPMKP Krai dipengaruhi oleh banyaknya jumlah bahan baku daun kayu putih, yang menjadi permasalahan adalah sering terjadinya kekurangan maupun

Oleh karena itu, KPMKP Krai perlu melakukan pengendalian persediaan bahan baku kayu putih agar tidak terjadi kekurangan ataupun kelebihan bahan baku. Menurut Murdifin dan Mahfud (2007), hal-hal yang harus diperhatikan dalam menangani persediaan adalah memelihara sumber pasokan, memelihara material sejak berada dalam perusahaan dan pemanfaatan persediaan pada waktu yang tepat. Dari uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kuantitas persediaan bahan baku dalam setiap hari produksi di KPMKP Krai Kabupaten Grobogan sudah ekonomis?

2. Apakah biaya persediaan bahan baku dalam setiap hari produksi di KPMKP Krai Kabupaten Grobogan sudah efisien?

3. Apakah strategi penjadwalan penanaman (replanting) dan pemetikan kayu putih di KPMKP Krai Kabupaten Grobogan sudah efisien?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini, antara lain:

1. Untuk menganalisis kuantitas persediaan bahan baku yang ekonomis dalam setiap hari produksi di KPMKP Krai Kabupaten Grobogan

2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi biaya persediaan bahan baku dalam setiap hari produksi di KPMKP Krai Kabupaten Grobogan

3. Untuk mengetahui tingkat efisiensi penjadwalan penanaman (replanting) dan pemetikan kayu putih di KPMKP Krai Kabupaten Grobogan

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas 1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

2. Bagi perusahaan yang bersangkutan, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan sumber dana dan sumber daya yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan untuk menentukan besarnya kuantitas produksi yang optimum dengan biaya yang minimum.

3. Bagi pemerintah, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun suatu kebijakan.

4. Bagi pembaca, sebagai bahan informasi dan referensi dalam penelitian yang sejenis maupun penelitian selanjutnya.

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Dewantoro (2010) dalam jurnal Pengaruh Produktivitas Kebun Terhadap Produksi Minyak di Pabrik Penyilingan Minyak Kayu Putih Sendangmole Kabupaten Gunungkidul , menunjukkan bahwa:

1. Produksi daun kayu putih di BDH Playen, BDH Paliyan, dan BDH Karangmojo rata-rata sebesar 1.736,43 ton per tahun selama lima 1. Produksi daun kayu putih di BDH Playen, BDH Paliyan, dan BDH Karangmojo rata-rata sebesar 1.736,43 ton per tahun selama lima

2. Produktivitas lahan kayu putih sebagai bahan baku berpengaruh terhadap produksi minyak kayu putih di Pabrik Sendangmole, sedangkan faktor lain yang tidak masuk model seperti tenaga kerja, bahan bakar, serta mesin pabrik juga berpengaruh terhadap produksi minyak kayu putih.

3. Rasio realisasi dan target menunjukkan hasil tidak sesuai dengan standar, yang berarti ada kesalahan dalam manajemen terutama perencanaan dan pelaksanaan pada pabrik.

Menurut Astana, dkk (2007) dalam jurnal Analisis Distribusi Margin Tataniaga Minyak Kayu Putih , menunjukkan bahwa:

1. Jika daun kayu putih (DKP) sebagai bahan baku utama penyulingan minyak kayu putih (MKP) tidak dihargai. Margin tataniaga MKP pada tingkat PMKP adalah Rp 719 per kg DKP dan pada tingkat pabrik pengolah dan pengemas kayu putih adalah Rp 3.880 per kg DKP. Sedangkan jika DKP dihargai sebesar Rp 400 per kg, margin tataniaga MKP pada tingkat pabrik minyak kayu putih (PMKP) adalah Rp 319 per kg DKP, dan pada tingkat pabrik pengolah dan pengemas kayu putih adalah Rp 3.480 per kg DKP.

2. Dengan harga DKP sebesar Rp 500 per kg (DKP) dan harga MKP sebesar Rp 204.805 per kg (MKP), pabrik pengolah dan pengemas kayu putih dan PMKP tidak menderita kerugian. Keuntungan PMKP akan mencapai nol rupiah dan pabrik pengolah dan pengemas kayu putih tidak menderita kerugian jika harga DKP dinaikkan hingga sebesar Rp 1.176,36 per kg, yang berarti bahwa bahan baku DKP tidak beralasan untuk tidak dihargai.

adalah tidak efisien, karena margin keuntungan lebih terserap oleh pabrik pengolah dan pengemas kayu putih, yaitu sebesar Rp 1.545,91 per kg DKP, sedangkan PMKP hanya menerima sebesar Rp 336,65 per kg DKP dan produsen daun kayu putih bahkan menerima (Rp 164,50 per kg DKP).

4. Dalam jangka panjang, ketidakefisienan sistem tataniaga MKP dapat merugikan keberlanjutan industri dan perdagangan MKP, karena produksi DKP sebagai bahan baku utama MKP lambat laun akan semakin berkurang. Semakin berkurangnya produksi DKP disebabkan oleh absennya biaya (karena DKP tidak dihargai) yang diperlukan untuk meningkatkan produksi DKP melalui peremajaan dan pemeliharaan tanaman kayu putih.

Manfaat pengendalian bahan baku adalah untuk menjamin dan menetapkan tersedianya bahan baku yang memiliki mutu yang tepat dalam waktu yang tepat. Sebagai contoh, pada Analisis Efisiensi Pengendalian Persediaan Bahan Baku Teh Di PT. Rumpun Sari Kemuning I , yang ditelliti oleh Winoto (2008) diketahui bahwa:

1. Kuantitas produksi per hari menurut perhitungan dengan metode EPQ menunjukkan nilai yang lebih besar apabila dibandingkan dengan perhitungan produksi menurut kebijakan perusahaan. Kuantitas produksi menurut metode EPQ selama tahun 2004-2007 secara berturut-turut adalah 2.325 kg/hari, 3.033 kg/hari, 2.419 kg/hari dan 2.318 kg/hari. Pada tahun 2004 kuantitas produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan lebih besar dari pada kuantitas produksi menurut metode EPQ, sehingga terjadi penumpukan bahan baku sebesar 166 kg/hari. Hal ini dapat dikatakan bahwa pengadaan bahan baku produksi daun teh sebagai bahan baku teh hijau yang diproduksi oleh PT. Rumpun Sari Kemuning I Karanganyar belum optimal.

perhitungan dengan metode EPQ lebih kecil dari pada total biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Total biaya produksi menurut perhitungan EPQ selama tahun 2004-2007 secara berturut- turut adalah Rp 4.013.251,00/hari, Rp 4.688.965,00/hari, Rp 4.697.421,00/hari dan Rp 4.615.640,00/hari. Rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 4.515.559,00 dan rata-rata total biaya menurut metode EPQ adalah sebesar 4.503.819,00. Hal ini menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh PT. Rumpun Sari Kemuning I Karanganyar belum ekonomis. Penyediaan bahan baku pucuk daun teh perlu memperhatikan beberapa faktor, seperti rotasi petik, waktu peremajaan, cara pengangkutan serta analisa basah dan kering agar jumlah produksi pucuk daun teh yang harus diadakan oleh PT. Rumpun Sari Kemuning I Karanganyar dapat memenuhi target secara tepat waktu dan jumlahnya ekonomis.

Penelitian-penelitian di atas digunakan sebagai bahan referensi karena dalam penelitian tersebut terdapat kesamaan baik komoditas maupun metode yang digunakan. Penelitian Dewantoro (2010) menunjukkan bahwa produktivitas lahan kayu putih berpengaruh pada produksi minyak kayu putih. Berdasarkan dari sumber pemikiran tersebut, peneliti mencoba menganalisis produksi daun kayu putih di kebun Krai untuk memenuhi kebutuhan penyediaan bahan baku dalam proses produksi minyak kayu putih di KPMKP Krai.

Penelitian Astana, dkk (2007) menunjukkan bahwa sistem tataniaga MKP pada saat DKP tidak dihargai margin keuntungan terserap oleh pabrik pengolah dan pengemas kayu putih, sehingga menyebabkan berkurangnya produksi daun kayu putih. Untuk meningkatkan produksi daun kayu putih, maka harus dilakukan pemeliharaan dan peremajaan tanaman kayu putih. Berdasarkan Penelitian Astana, dkk (2007) menunjukkan bahwa sistem tataniaga MKP pada saat DKP tidak dihargai margin keuntungan terserap oleh pabrik pengolah dan pengemas kayu putih, sehingga menyebabkan berkurangnya produksi daun kayu putih. Untuk meningkatkan produksi daun kayu putih, maka harus dilakukan pemeliharaan dan peremajaan tanaman kayu putih. Berdasarkan

Penelitian Winoto (2008) menunjukkan analisis produksi dan total biaya yang ekonomis menggunakan metode EPQ. Komoditas dalam penelitian ini adalah teh, dimana teh merupakan komoditas yang dalam umur tertentu pucuk daun teh dapat dipetik dan selanjutnya dilakukan rotasi pemetikan pucuk daun teh setiap periode tertentu secara rutin. Hal ini sama halnya dengan tanaman kayu putih, dimana pemetikan daun kayu putih dilakukan pada umur tanaman tertentu dan selanjutnya dilakukan pemetikan daun secara rutin hingga umur 30 tahun. Berdasarkan sember pemikiran di atas, peneliti mencoba menerapkan metode EPQ untuk mengalisis total biaya dan produksi minyak kayu putih dalam pengendaliaan persediaan bahan baku kayu putih di KPMKP Krai dan menganalisis penjadwalan pemetikan daun kayu putih serta penjadwalan replanting tanaman kayu putih di kebun Krai.

B. Tinjauan Pustaka

1. Kayu Putih Luas hutan kayu putih sekitar 620.000 hektar sebagian besar (lebih 90%) berupa hutan alam dan sisanya berupa hutan tanaman. Hutan alam mayoritas terdapat di luar Jawa seperti Maluku, Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, sedangkan yang berupa hutan tanaman terutama di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan DIY) dan Bali. Ada 2 jenis tanaman kayu putih yaitu jenis Buru dan Timor serta satu varietas yaitu varietas Ponorogo. Jenis Buru daunnya lebih lebar dan tebal, jika masih muda warnanya kekuningan. Jenis Timor lebih kecil, 1. Kayu Putih Luas hutan kayu putih sekitar 620.000 hektar sebagian besar (lebih 90%) berupa hutan alam dan sisanya berupa hutan tanaman. Hutan alam mayoritas terdapat di luar Jawa seperti Maluku, Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, sedangkan yang berupa hutan tanaman terutama di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan DIY) dan Bali. Ada 2 jenis tanaman kayu putih yaitu jenis Buru dan Timor serta satu varietas yaitu varietas Ponorogo. Jenis Buru daunnya lebih lebar dan tebal, jika masih muda warnanya kekuningan. Jenis Timor lebih kecil,

Devisio

: Spermatopgyta

Sub Devisio : Angiospermeae Sub Class

: Melaleuca leucadendron L Ada dua macam jenis minyak-minyakan yaitu dua dari produk minyak atsiri dan satu dari produk minyak lemak. Contoh produk minyak atsiri dipilih minyak kayu putih (dari daun) dan minyak ylang-ylang (dari bunga), sedang dari produk minyak lemak dipilih minyak tengkawang (dari biji) saja. Minyak kayu putih adalah jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari pengolahan atau distilasi daun kayu putih. Minyak kayu putih sebagai distilat merupakan minyak encer, berwarna jernih dapat digunakan secara tunggal atayu sebagai campuran pada industri obat-obatan, kosmetika dan makanan (Keteran, 1986).

Pemungutan kayu putih dapat disertakan ranting-rantingnya atau tidak. Apabila hanya berupa daun kayu putih pemungutannya lama dan apabila dilakukan dengan tangan akan menyebabkan timbulnya luka. Areal yang akan dipungut daun harus diusulkan dulu Pemungutan kayu putih dapat disertakan ranting-rantingnya atau tidak. Apabila hanya berupa daun kayu putih pemungutannya lama dan apabila dilakukan dengan tangan akan menyebabkan timbulnya luka. Areal yang akan dipungut daun harus diusulkan dulu

Persyaratan tanaman kayu putih yang akan dipungut adalah: a). telah berumur 4 atau 5 tahun, dipungut sampai daur antara 25-30 tahun; b). diameter batang tanaman (batang pokok atau batang trubusannya) antara 1,5-2,5 cm (rantingnya diikutkan dalam pemasakan sebaiknya dengan diameter maksimal 0,5 cm); c). tinggi pangkasan minimal 75 cm dan maksimal 120 cm; d). jarak waktu antara pangkasan satu dengan pangkasan berikutnya antara 6-12 bulan, biasanya makin tua makin lama; e). pemangkasan (daun beserta ranting) harus segera dikirim ke pabrik setelah dikumpulkan di TPn (Tempat Pengumpulan) agar tingkat kesegaran daun dan kandungaan minyaknya optimal (Kasmudjo, 2011).

Menurut Kasmudjo (1982), cara pengolahan minyak kayu putih ada 2 macam, yaitu cara langsung yang dilakukan dengan perebusan atau water distillation dan cara tidak langsung yang terdiri dari dua macam, yaitu cara pengukusan (water and steam distilation) dan cara penguapan (steam distilation). Tiga cara pengolahan minyak kayu putih tersebut memiliki perbedaan pada bahan yang diolah. Proses perebusan biasanya digunakan untuk skala kecil, sedangkan untuk skala besar biasanya digunakan proses penguapan. Proses penguapan dapat menggunakan beberapa ketel pemasak sekaligus yang diuapi secara paralel dengan uap yang diatur oleh pengendali uap (steam header).

Rendemen minyak kayu putih (MKP) bervariasi antara 0,5- 1,4%. Dengan cara penguapan, rendemen MKP yang dihasilkan di atas 1,0%. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen minyak kayu putih, yaitu: Rendemen minyak kayu putih (MKP) bervariasi antara 0,5- 1,4%. Dengan cara penguapan, rendemen MKP yang dihasilkan di atas 1,0%. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen minyak kayu putih, yaitu:

b. Musim, pemungutan kayu putih agar dilakukan pada musim kemarau (Maret sampai dengan November) agar diperoleh rendemen tinggi.

c. Jenis tanaman, jenis tanaman buru dengan ciri-ciri daunnya lebar, tebal, berwarna hijau kekuningan pada pucuknya, menghasilkan rendemen paling tinggi dibanding jenis lainnya.

d. Derajat kesempurnaan (Dk), sering disebut dengan kerapatan tajuk, yaitu derajat penutupan areal oleh tajuk tanaman. Tanaman pada areal dengan Dk 0,7-0,9 memberikan rendemen paling optimal.

e. Keadaan daun, daun kayu putih pada kondisi makin segar dan segera diolah memberikan rendemen paling tinggi. Waktu menunggu proses sebaiknya tidak lebih dari 48 jam agar rendemennya tetap tinggi.

f. Cara pengolahan, cara pengolahan dengan penguapan memberikan rendemen minyak kayu putih tertinggi, kemudian cara pengukusan lebih rendah dan paling sedikit cara perebusan (Kasmudjo, 2011).

Menurut Kasmudjo (2011), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas minyak kayu putih, antara lain:

a. Jenis tanaman, jenis tanaman timor dengan ciri daunnya berbentuk lancip (lonjong), tipis, berwarna hijau kemerahan pada pucuknya menghasilkan minyak kayu putih dengan kualitas paling tinggi, sedang varietas Ponorogo memberikan kualitas sedikit di bawahnya.

menunggu proses pemasakan jangan diletakkan menggunung, pada ruang yang kering dan cukup peredaran udaranya. Penyimpanan diharapan tidak melebihi 48 jam karena dapat menurunkan kualitas minyak kayu putih.

c. Cara pengisian ketel, sebaiknya tidak memadat dan cukup ruangan antar daun. Dengan diisi sekitar tiga per empat volume ketel pemasakdan menyertakan ranting sampai 20%, dapat menghasilkan minyak dengan kualitas yang tetap tinggi.

d. Tahapan pengambilan minyak kayu putih, selama proses pemasakan berlangsung, minyak kayu putih yang dihasilkan mempunyai kualitas yang semakin meningkat kemudian menurun pada tahapan pada tahapan akhir proses pemasakan. Proses pemasakan antara 30 menit pertama sampai 150 menit berikutnya mempunyai kualitas minyak kayu putih.

Minyak kayu putih yang baik adalah minyak kayu putih yang memiliki kualitas SNI. Kualitas minyak kayu putih SNI-2006 yaitu: a). berwarna putih kekuningan sampai kehijau-hijauan, jernih, bau segar MKP; b). bobot jenis 0,900-0,930; c). indeks bias (20 o C) adalah 1,450-1,470; d). sudut polarisasi adalah 0 o sampai dengan (-

4 o ); e). kelarutan dalam alkohol 80% adalah 1:1 s/d 1:10 jernih; f). kadar sineol adalah 50-65% (Kasmudjo, 2011).

2. Pengertian dan Peranan Persediaan Persediaan adalah sejumlah bahan-bahan yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinyu diperoleh, dirubah, 2. Pengertian dan Peranan Persediaan Persediaan adalah sejumlah bahan-bahan yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinyu diperoleh, dirubah,

Secara fisik, item persediaan dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu sebagai berikut:

a. Bahan mentah (raw materials), yaitu barang-barang yang berwujud seperti baja, kayu, tanah liat, atau bahan-bahan mentah lainnya yang diperoleh dari sumber-sumber alm, atau dibeli dari pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakanperusahaan dalam proses produksinya sendiri.

b. Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts) yang diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.

c. Barang setengah jadi (work in process), yaitu barang-barang keluaran dari tiap operasi produksi atau perkiraan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks dari pada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.

d. Barang jadi (finished good), yaitu barang-barang yang telah selesai diproses dan siap untuk didistribusikan ke konsumen.

e. Bahan pembantu (supplier materials), yaitu barang-barang yang diperlukan dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan komponen barang jadi. Termasuk bahan penolong adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lai-lain (Baroto, 2002).

3. Jenis Persediaan

Dilihat dari fungsinya, persediaan dibedakan atas: Dilihat dari fungsinya, persediaan dibedakan atas:

b. Fluctuation stock, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut.

c. Anticipation Stock, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun (Assauri, 1993).

4. Pengendalian dan Fungsi Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan adalah teknik mempertahankan persediaan barang pada tingkat yang diinginkan dengan penentuan sebelumnya. Pengendalian persediaan dilakukan dengan manajemen persediaan, manajemen persediaan sendiri dikaitkan dengan penentuan kebijakan yang bertujuan untuk pengendaliaan sistem persediaan (Atmaji, 1990).

Menurut Rangkuti (2002), fungsi-fungsi persediaan antara lain:

a. Fungsi decoupling, yaitu persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier.

b. Fungsi economic lot sizing, persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya.

permintaan yang dapat diperkirakan berdasar pengalaman atau data masa lalu, yaitu permintaan musiman

Pengendalian persediaan menetapkan suatu persediaan dalam jumlah tertentu sebagai tindakan pengendalian dalam kondisi nyata. Fungsi pengendalian adalah untuk menentukan jenis dan jumlah barang-barang yang harus dibeli untuk persediaan, sehingga dapat meminimalkan kekurangan ataupun kelebihan persediaan. Pengendalian persediaan ditujukan untuk dapat berhasil mencapai tujuan perusahaan yaitu kelancaran operasi dan kelangsungan hidup perusahaan serta dapat berkembangnya perusahaan (Assauri, 1980).

5. Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku Menurut Ahyari (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku, antara lain:

a. Perkiraan pemakaian, yaitu sebelum kegiatan pembelian bahan baku dilaksanakan, maka manajemen harus dapat membuat perkiraan bahan baku yang akan dipergunakan di dalam proses produksi pada suatu periode.

b. Harga, harga dari pada bahan baku yang akan dibeli menjadi salah satu faktor penentu pula dalam kebijakan persediaan bahan baku

c. Biaya-biaya persediaan, yaitu biaya ini selayanya diperhitungkan dalam penentuan besarnya persediaan bahan baku.

d. Kebijakan pembelanjaan, yaitu seberapa besar persediaan bahan bahan baku akan mendapatkan dana dari perusahaan akan tergantung pada kebijakan pembelanjaan dari dalam perusahaan tersebut

e. Pemakaian senyatanya, yaitu pemakaian bahan baku senyatanya dari periode yang lalu merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan.

terjadi) antara saat pemesanaan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri.

6. Biaya-biaya Persediaan Bahan Baku Pengambilan keputusan mengenai penentuan besarnya jumlah persediaan harus mempertimbangkan biaya-biaya variabel sebagai berikut:

a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan.

b. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs ), adalah biaya di luar bahan dan potongan kualitas.

c. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost, biaya yang timbul ketika terdapat bahan-bahan yang tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri “dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set-up cost) untuk memproduksi komponen tertentu (Rangkuti, 2002).

d. Biaya kebiasaan atau kekurangan bahan (shortage cost) adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan (Rangkuti, 2002).

7. Reorder Point Reorder point (ROP) model terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus sehingga kita harus menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang, dapat juga ditambahkan safety stock yang mengacu pada probabilitas atau kemungknan terjadinya kekurangan stok selama 7. Reorder Point Reorder point (ROP) model terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus sehingga kita harus menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang, dapat juga ditambahkan safety stock yang mengacu pada probabilitas atau kemungknan terjadinya kekurangan stok selama

8. Safety Stock Persediaan pengaman (safety stock) merupakan suatu persediaan yang dicadangkan sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi perusahaan. Dengan adanya persediaan pengaman ini diharapkan proses produksi tidak terganggu oleh adanya ketidakpastian bahan. Persediaan pengamaan ini akan merupakan sejumlah unit tertentu, dimana jumlah unit ini akan tetap ditahankan, walaupun bahan bakunya dapat berganti dengan bahan yang baru (Ahyari, 1993).

Menurut Ahyari (1993), dalam menentukan besarnya persediaan pengaman perlu digunakan analisa statistik. Dengan melihat dan memperhitungkan penyimpangan-penyimpangan yang sudah terjadi antara perkiraan bahan baku dengan pemakaian sesungguhnya dapat diketahui besarnya standart dari penyimpangan tersebut. Manajemen perusahaan akan menentukan seberapa jauh penyimpangan-penyimpangan yang terjadi tersebut ditolelir.

9. Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku

a. Metode ABC Klasifikasi ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan dari material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan dengan volume penggunaan dari material itu selama periode tertentu). Periode waktu yang umum adalah satu tahun. Analisis ABC dapat juga diterapkan menggunakan kriteria lain tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukkan material tersebut (Gaspersz, 2005).

faktor yang menentukan kepentingan suatu material, yaitu:

1) Nilai total uang dari material

2) Biaya per unit dari material

3) Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material

4) Ketesediaan sumber daya tenaga kerja dan fasilitas yang dibutuhkan untuk membuat material tersebut.

5) Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya

6) Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material tersebut

7) Resiko penyerobotan atau pencurian material tersebut

8) Biaya kehabisan stok atau persediaan dari material tersebut.

9) Kepekaan material terhadap perubahan desain.

Berbagai macam jenis barang yang ada dalam persediaan tersebut tidak seluruhnya memiliki tingkat prioritas yang sama. Sehingga untuk mengetahui jenis-jenis barang mana saja yang perlu mendapat prioritas, kita dapat menggunakan metode ABC. Analisis ABC ini dapat mengklasifikasikan seluruh jenis barang berdasarkan tingkat kepentingannya. Adapun cara menentukan metode ABC adalah:

1) Tentukan standart atau kriteria untuk mengukur pengelompokan semua jenis barang

2) Urutkan semua jenis barang tersebut dalam persediaan berdasarkan ukuran standar (Rangkuti, 2002).

b. Metode Just In Time Just in time (JIT) atau yang sering disebut dengan sistem produksi tepat waktu adalah cara produksi yang menentukan jumlahnya hanya berdasakan atas jumlah barang yang benar- benar akan dijual atau diperlukan, diproduksi pada setiap bagian b. Metode Just In Time Just in time (JIT) atau yang sering disebut dengan sistem produksi tepat waktu adalah cara produksi yang menentukan jumlahnya hanya berdasakan atas jumlah barang yang benar- benar akan dijual atau diperlukan, diproduksi pada setiap bagian

Menurut Herjanto (1999), penerapan dari sistem JIT dalam bidang persediaan akan memberikan manfaat utama sebagai berikut: