POLA KEMITRAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU DAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang

ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman tebu termasuk jenis rumput-rumputan
atau tanaman tipe C4 yang mampu tumbuh pada kondisi iklim kering dan kurang
unsur hara (Toharisman, 2007). Tanaman tebu dimanfaatkan sebagai bahan utama
dalam industri pabrik gula. Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan
pangan pokok yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan kalori
masyarakat. Gula pasir memberikan kontribusi lebih dari 90% dari pemenuhan
konsumsi masyarakat (sebagai pemanis) disusul oleh gula merah (Sawit dkk, 1998
dalam Meiditha, 2003).
Berdasarkan data sugar world market and Trade produksi dan pemenuhan
gula di Indonesia mengalami penurunan dimana pada tahun 2002-2003 produksi
gula 1,8 juta ton dan kebutuhan domestik 3,8 juta ton atau kemampuan
pemenuhan produksi dalam negeri sekitar 51%.Penurunan produksi secara
nasional merupakan suatu akibat yang komplek, baik ditinjau dari segi teknologi,

ekonomi dan sosial budaya. Secara teknis penurunan produksi gula diakibatkan
karena semakin rendahnya produktifitas lahan dan rendahnya efisiensi pabrikpabrik gula dalam negeri, dari segi ekonomi dapat diamati kurangnya modal
petani dan ditambah sering terlambatnya pencairan kredit semakin menambah
rendahnya mutu pengusahaan tebu oleh petani, sedangkan dari sisi sosial yang
sebenarnya merupakan akibat dari kedua hal diatas, adalah menurunnya tingkat
kepercayaan petani pada model pengelolaan kelompok hamparan maupun pada
semua hal yang dianggap prakarsa pabrik gula.
Pemenuhan kebutuhan gula di Indonesia didukung oleh berdirinya pabrikpabrik gula dibawah naungan PTPN X sebanyak 11 pabrik gula. Pabrik Gula
Pesantren Baru merupakan salah satu unit produksi gula yang sekaligus menjadi
salah satu dari tiga kapal induk unit produksi dari sebelas pabrik gula milik PT.

1

Perkebunan Nusantara X, dimana dalam setiap tahun atau setiap musim giling
dapat menghasilkan gula dan tetes dengan angka bergerak secara fluktuasi
Pabrik Gula Pesantren Baru tepatnya beroperasi pada tanggal 19 Juli 1978
dengan kapasitas giling 4.000 ton tebu perhari / ton cane per day (TCD), sejalan
dengan animo petani menanam tebu kapasitas ditingkatkan menjadi 5.250 TCD
pada tahun 1994 dan pada tahun 2011 menjadi 6.250 TCD. Jumlah tebu yang di
giling pada tahun 2011 ini, sebanyak 902.113 ton tebu dengan produksi gula

sebanyak 77.028 ton gula, serta rendemen tebu sebesar 8,55 %. Kinerja sampai
dengan akhir giling tahun 2011 ini dengan rendemen tebu tercapai 8,55%
merupakan pencapaian rendemen terbaik se-Indonesia dari pabrik-pabrik gula
yang ternaung di Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ).
Keberhasilan PG. Pesantren Baru tidak terlepas dari pemasok tebu rakyat
(TR) di berbagai wilayah TR dari Lahan millik petani seluas 9.358 Ha (82,8% )
yang produksi tebunya di pasok ke pabrik gula dengan bentuk kerja sama dan
kesepakatan bagi hasil, dalam operasionalnya para petani tergabung dalam
organisasi yang disebut Asosiasi Petani Tebu Rakyat ( APTR ) yang diasumsikan
dari wilayah A sampai wilayah N dan Tebu Sendiri (TS) dengan memanfaatkan
lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang terdapat VI wilayah seluas 1.944,149 Ha
(17,20%), selain itu terdapat lembaga pendukung untuk melayani petani tebu yang
dikategorikan sebagai mitra PG pesantren Baru diantaranya Koperasi Tebu Rakyat
(KPTR) dan pihak perbankan. Pola dan sistem kemitraan ini akan menguntungkan
berbagai pihak dimana petani dan PG Pesantren Baru menjadi Steak Holder untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan gula dan tetes.
Kerja sama yang dilakukan oleh pihak PG pesantren Baru dan petani tebu
akan menghasilkan nilai keuntungan yang menjuru pada sistem bagi hasil, dimana
sistem bagi hasil ini berdasarkan nilai Rendemen (R) dan nilai Tetes tebu yang
dikeluarkan oleh lembaga Quality Control (QC) dari pihak PG pesantren baru

berdasarkan penelitian hasil nilai rendemen dan tetes tebu.

2

1.2

Tujuan
Tujuan dari pembutan laporan Praktek Kerja Lapang untuk mengetahui pola

kemitraan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku tebu dan sistem bagi hasil
pada Pabrik Gula Pesantren Baru-Kediri
1.3

Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang ini

diharapkan masyarakat dapat memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan
kemitraan dan sistem bagi hasil antara petani tebu rakyat dan pabrik gula
Pesantren Baru. Bagi civitas akademik lainnya, tulisan ini dapat menjadi bahan
acuan untuk penelitian lain mengenai kemitraan dan sistem bagi hasil antara

petani tebu rakyat dengan pabrik gula. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan gambaran dan masukan bagi pabrik gula Pesantren Baru mengenai
pelaksanaan kemitraan dan sistem bagi hasil dengan petani tebu rakyat. Bagi
peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana dan menerapkan ilmu yang telah
didapat selama kuliah dan menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan
kemitraan

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kemitraan
Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh

dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat atau
keuntungan bersama sesuai prinsip saling membutuhkan dan saling mengisi
berdasarkan pada kesepakatan. Konsep lain dari kemitraan adalah suatu konsep

yang memadukan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekonomi.
Adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan juga akan menutupi kekurangankekurangan yang dimiliki oleh pelaku ekonomi. Pemahaman etika bisnis sebagai
landasan moral dalam melaksanakan kemitraan merupakan suatu solusi dalam
mengatasi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Pemahaman dan
penerapan etika bisnis yang kuat akan menperkuat pondasi Konsep formal
kemitraan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995: “Kemitraan
adalah kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha
besar yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan usaha yang
berkelanjutan oleh usaha besar atau usaha menengah dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”
(Sumardjo, 2004).
Maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “win-win solution partnership”,
di mana kedua pihak yang bermitra tidak ada yang dirugikan, keduanya samasama mendapatkan keuntungan melalui praktik kemitraan (Hafsah, 2000).
Kemitraan usaha menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra karena
kemitraan bukanlah proses merger atau akuisisi. Kemitraan juga bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan, menjaga kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas
sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, mengurangi resiko usaha,
meningkatkan efisiensi, meningkatkan daya saing usaha serta menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri. Kemitraan diharapkan
dapat memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus mendorong pemerataan


4

kesejahteraan, penyerapan tenaga kerja, pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan
ekonomi regional (wilayah).
Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian dan UndangUndang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil pasal 27 bab
VII kemitraan memberikan panduan mengenai beberapa jenis pola kemitraan,
yaitu:
a. Inti Plasma
Pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah
atau Usaha Besar bertindak sebagai inti dan Usaha Kecil selaku plasma,
perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana
produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.
b. Subkontrak
Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Kecil
memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau
Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya
c. Perdagangan Umum

Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah
atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha
Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau
Usaha Besar mitranya
d. Keagenan
Pola keagenan adalah hubungan kemitraan, yang didalamnya Usaha Kecil
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah
atau Usaha Besar mitranya.
e. Kerja sama Operasional Khusus (KOA)
KOA merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra
menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra
menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau
membudidayakan suatu komoditi pertanian.

5

2.2

Pihak-Pihak Kemitraan


2.2.1

Petani Tebu Rakyat
Berdasarkan Instruksi presiden republik indonesia Nomor 5 tahun 1997

Tanggal 29 Desember 1997 tentang Program pengembangan tebu rakyat, salah
satu prinsip pengembangan tebu rakyat adalah Pola kemitraan antara perusahaan
perkebunan di bidang industri gula dengan petani tebu dan koperasi/KUD
disesuaikan dengan kondisi di masing-masing daerah yang berbentuk antara lain
Sistem Bagi Hasil, Sistem Pembelian Tebu dan Kerjasama usaha tani.
Kemitraan yang terjalin antara peteani tebu dengan pabrik gula tidak
terlepas dari lahan sebagai media tanam tebu. Lahan bagi petani tebu sangatlah
penting karena merupakan faktor produksi, sehingga lahan dapat menggambarkan
keadaan sosial ekonomi petani tebu. Kriteria petani dapat dikelompokan menjadi
3 kriteria yaitu:
1. Golongan petani kecil dengan luas lahan < 05 Ha
2. Golongan petani menengah dengan luas lahan 0,05-1 Ha
3. Golongan petani besar dengan luas lahan > 1 Ha
Selain luas yang dimiliki oleh petani, pengelompokkan petani juga

dilakukan berdasarkan usaha yang mereka lakukan dalam pertanian. Menurut
Sandy (1985), petani di Indonesia dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:
1. Petani pemilik adalah petani yang mengusahakan sendiri lahannya.
2. Petani penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan orang lain atas
dasar bagi hasil.
3. Buruh tani adalah orang yang menyewa tenaganya dibidang pertanian
dalam usahanya dia mendapatkan upah.
2.2.2

Kelompok Petani Tebu
Menurut Inpres No. 9 tahun 1975, tentang aturan tata niaga tebu, dimana

tebu yang dihasilkan oleh kelompok petani kolektif harus dijual/digiling kepada
pabrik pembimbingnya. Mereka dilarang untuk menjual tebu kepda pihak lain.
Ketentuan ini semacam contact farming yang dibuat antara petani dengan pabrik
gula yang diikat oleh suatu perjanjian kredit melalui program TRI. Campur tangan
pemerintah ini pada dasarnya mengacu pada 2 hal. Pertama, menjamin pasokan
6

tebu untuk memenuhi kapasitas giling bagi pabrik gula. Kedua, menjamin

kelancaran pengambilan kredit yang telah dialokasikan untuk program TRI ini.
2.2.3

Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR)

Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) dan atau kelembagaan Koperasi lainnya
yang mengelola tebu, yang selanjutnya disebut Koperasi, adalah Koperasi yang
dibentuk oleh dan beranggotakan para petani tebu serta berbadan hukum.
Menurut inpres No. 9 tahun 1997, adapun peran Koperasi/KUD

dalam

program TRI ini adalah:
1. Pendaftaran petani/ kelompok tani yang ada dalam satu hamparan (satu
blok)
2. Membantu petani dalam pembuatan RDKK (Rencana Definitif Kelompok)
3. Membuat rekaptulasi
Koperasi Petani Tebu Rakyat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Koperasi Primer adalah sekumpulan petani tebu atau kelompok petani tebu
yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama dalam mengelola

usaha tani tebu, yang berkedudukan di wilayah kerja Pabrik Gula.
2. Koperasi Sekunder adalah sekumpulan koperasi primer yang mempunyai
kepentingan dan tujuan yang sama dalam pengembangan agribisnis
berbasis komoditas tebu, yang berkedudukan di Propinsi.
2.2.4

Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR)
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 tahun 2011, tentang

pedoman pelaksanaan pengembangan tebu rakyat bagian kedua Asosiasi Petani Tebu
Rakyat pasal 42, menyatakan:

1) Petani sebagai pelaksana Program PTR dihimpun dalam APTRI sebagai
wadah organisasi profesi dan wahana pengembangan kegiatan usaha tani
tebu.
2) APTRI berperan aktif untuk meningkatkan kerjasama kemitraan yang
sinergis dan saling menguntungkan antara petani, Pabrik Gula dan
perbankan.
3) APTRI dapat memperjuangkan aspirasi petani tebu dalam sistem
kemitraan dengan Pabrik Gula yang didasarkan pada prinsip saling
percaya, saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
7

2.2.5

Sumber Dana

A. Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)
Berdasarkan Pedoman Umum Pengelolaan Dana PMUK Direktorat
Jendral Perkebunan, Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) adalah dana
APBN yang disalurkan dalam mendukung penguatan modal untuk usaha
kelompok yang disalurkan langsung ke rekening Koperasi yang selanjutnya dapat
diusahakan sebagai penguatan modal dan dikelola secara terorganisasi dengan
mekanisme, cara, bentuk ikatan dan pengambilan keputusan yang disepakati
a) Sasaran yang diharapkan dari pemanfaatan Dana Guliran melalui pola
PMUK ini adalah Berkembangnya usaha petani tebu melalui peningkatan
kualitas sumberdaya manusia petani dan dukungan penguatan modal,
sehingga usaha tersebut mampu berkembang menjadi perusahaan petani
tebu yang dikelola dengan manajemen usaha yang lebih profesional.
b) Terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis tebu di kawasan pabrik
gula secara lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan.
c) Meningkatnya daya saing produksi gula petani melalui peningkatan
produksi dan produktivitas usaha yang didukung oleh usaha jasa lainnya,
serta berkembangnya upaya pengembangan produk (product development).
d) Tersosialisasinya pembangunan lembaga ekonomi mikro
Pemanfaatan anggaran melalui PMUK difokuskan untuk memfasilitasi
pemberdayaan usaha Kelompok Sasaran dengan usaha berbasis komoditas tebu
maupun usaha diversifikasi yang dipilih sesuai kebutuhan kelompok. Dana
tersebut diprioritaskan bagi usaha pembibitan, bongkar ratoon, rawat ratoon,
pengadaan sarana dan prasarana, serta usaha komersial lainnya yang berbasis
tebu.
Kelompok penerima PMUK adalah Kelompok Sasaran yang memiliki
keterbatasan aksesibilitas (sangat membutuhkan) sumber permodalan serta benarbenar membutuhkan dukungan fasilitas PMUK, berkemauan dan berkemampuan
untuk mengembangkan usahanya dalam wadah manajemen usaha kelompok /

Koperasi Tani.
Penguatan modal diberikan dalam bentuk dana tunai yang dapat
diterima/dikelola langsung oleh Koperasi untuk usaha tani dengan pola PMUK
8

yang wajib dikembalikan. Komponen ini bersifat Penguatan Modal Koperasi dan
wajib digulirkan di dalam Koperasi, dengan jangka waktu dan tingkat bunga
sesuai dengan Permentan Nomor 32 tahun 2006, yang mempertimbangkan
keuntungan dan keberlanjutan usaha tersebut. Pengembalian pinjaman kepada
Koperasi, selanjutnya Pedoman Akselerasi Peningkatan Produksi Tebu 2010 No. 9
dapat digunakan sebagai modal usaha bibit, bongkar ratoon, rawat ratoon, tanam
awal dan perluasan areal, pengadaan sarana dan prasarana yang dilaksanakan oleh
Koperasi yang beranggotakan kelompok tani/petani tebu. Pola dan sistem
pengembalian modal didasarkan atas kesepakatan kelompok sasaran yang
dirumuskan melalui proses perencanaan partisipatif dengan mempertimbangkan
potensi sumberdaya yang dimiliki kelompok dan dinyatakan secara tertulis dalam
bentuk kesepakatan kelompok. Pengembalian bisa kepada Koperasi penerima
pertama sedangkan untuk koperasi lain ditetapkan pada kesepakatan antar
koperasi.
Penyaluran dana dilakukan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) setempat. Penyaluran dana PMUK mekanisme LS dilaksanakan
dengan pemindah bukuan (transfer) dana dari rekening Kas Negara kepada
rekening Kelompok sasaran. Prosedur penyaluran dana penguatan modal
kelompok sasaran dilakukan sebagai berikut :
a. Rencana

Usulan

Kegiatan

(RUK)

Kelompok

Sasaran

disahkan/

ditandatangani Ketua Kelompok Sasaran, 3 (tiga) anggota Kelompok
Sasaran, Kepala Bagian Tanaman Pabrik Gula dan Pedoman Akselerasi
Peningkatan Produksi Tebu2010 25 diketahui/disetujui oleh Ketua Tim
Teknis Kabupaten/Kota. Dengan mensyaratkan 5 (lima) tanda tangan
tersebut diharapkan dapat diminimalkan kemungkinan penyalahgunaan
modal bersama.
b. Ketua Kelompok Sasaran menyampaikan RUK yang dilampiri dengan
nama-nama anggota calon penerima PUMK kepada Ketua Tim Teknis
Kabupaten/Kota.

Selanjutnya

Ketua

Tim

Teknis

Kabupaten/Kota

menyiapkan usulan sesuai rekapitulasi RUK yang disampaikan kepada
Satuan Kerja di Propinsi.

9

c. Ketua Kelompok sasaran membuka rekening kelompok pada Kantor
Cabang Bank terdekat dan memberitahukan kepada Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) di Kabupaten/Kota.
d. Ketua Kelompok mengusulkan RUK kepada PPK/KPA Kabupaten/Kota
setelah diverifikasi oleh Penyuluh Pertanian dan disetujui oleh Ketua Tim
Teknis.
e. PPK meneliti rencana usaha Kelompok dari masing-masing kelompok yang
akan dibiayai, selanjutnya mengajukan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Propinsi, Kemudian KPA mengajukan Surat Permintaan Pembayaran
Langsung (SPP-LS) dengan lampiran sebagai berikut:
1) SK Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk tentang Penetapan
Kelompok Sasaran.
2) Rekapitulasi RUK dengan mencantumkan : - Nama Kelompok
Sasaran dan calon penerima PMUK. - Nomor rekening atas nama
Ketua Kelompok Sasaran. - Nama dan alamat kantor Cabang Bank
tempat nomor rekening Ketua Kelompok. - Jumlah dana Pedoman
Akselerasi Peningkatan Produksi Tebu2010 26
3) Kwitansi harus di tanda tangani oleh Ketua Kelompok Sasaran dan
diketahui/disetujui oleh Ketua Tim Teknis Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
4) Surat

Perjanjian

Kerjasama

antara

Kuasa

Pengguna

Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen dengan kelompok sasaran
tentang pemanfaatan dana penguatan modal kelompok.
f. Atas dasar SPP-LS, Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (PPPP)
menguji dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS),
selanjutnya KPA menyampaikan SPM-LS ke KPPN propinsi setempat. g)
Dalam penyaluran penguatan modal Kelompok Sasaran dengan sistem LS,
KPPN tidak melakukan pemotongan pajak.
g. Dalam penyaluran penguatan modal Kelompok Sasaran dengan sistem LS,
KPPN tidak melakukan pemotongan pajak.
Bagan mekanisme pencairan dan penyaluran PMUK

10

Sumber: Pedoman Akselerasi Peningkatan Produksi tebu
Keterangan :
SPP – LS

: Surat Permintaan Pembayaran Langsung

SPM – LS

: Surat Perintah Membayar Langsung

SP2D

: Surat Perintah Pencairan Dana

PPK

: Pejabat Pembuat Komitmen

RUK

: Rencana Usulan Kegiatan

B. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
PT. Perkebunan Nusantara X adalah Badan Usaha Milik Negara yang
diharapkan akan menjadi motivator dalam rangka mendorong tumbuhnya
perekonomian

masyarakat

disekitarnya,

oleh

karenanya

dalam

rangka

mewujudkan tercapainya pemerataan pembangunan, maka PTPN X membentuk
Unit Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) yang sekarang diganti dengan
nama Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), dalam rangka
melaksanakan:
a) Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-05/BUMN/07 tanggal
27 April 2007 dan SE-04/MBU.S/2007 tentang penerapan PEdoman
Akuntansi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN sebagai
Pengganti Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:
KEP-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 pengganti dari Surat
Keputusan

Menteri

Keuangan
11

Republik

Indonesia

No.316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan Program
Bina Lingkungan melalui pemnafaatan dana dari pembagian laba Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), selanjutnya pada tanggal 27 Desember
2012, kementrian BUMN mengeluarkan PER-20/MBU/2012 tentang
perubahan

atas

Peraturan

Menteri

Negara

BUMN

No.PER-

05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil
dan Program Bina Lingkungan yang akan berlaku tahun 2013
b) Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT. Perkebunan
Nusantara X Nomor SURKP/13.076 tanggal 29 Juli 2013 tentang
struktur organisasi PKBL
c) Surat Kolektif PT. Perkebunan Nusantara X No. PK-22100/04.000
tanggal 3 Februari 2004 tentang pedoman pelaksanaan untuk seluruh
Unit Usaha Strategis di lingkup PT. Perkebunan Nusantara X.
Adapun

tujuan

adalah

untuk

membantu

percepatan

pertumbuhan

perekonomian nasional dengan cara mendorong pelaku ekonomi tingkat
menengah dan kecil agar tidak terjadi kesenjangan, sehingga diharapkan akan
dapat tercipta kemitraan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan
pengusaha kecil dan koperasi.
1) Kebijakan Manajemen dalam Bidang PKBL
a) Sasaran pembinaan
Sasaran yang ingin dicapai dalam pembinaan adalah meningkatkan
kemampuan kewirausahaan dan manajerial serta memeberikan
pinjaman

permodalan,

peningkatan

kemampuan

produksi,

pemasaran dan lain-lain, sehingga usaha kecil yang dibina dapat
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri yang pada gilirannya
nanti diharapkan dapat berkembang menjadi usaha menengah dan
besar
b) Wewenang pengeluaran dana PKBL
Kegiatan PKBL dimulai dari perencanaan yaitu penyusunan
Rencana Kegiatan dan Anggaran Pembinaan (RKAP) dan
selanjutnya disetujui oleh RUPS. RKAP yang sudah disetujui
dalam RUPS dapat dilakukan penyaluran sambil menunggu alokasi

12

perwilayah dan kementrian Negara BUMN. Keputusan dan
wewenang untuk menyalurkan dana PKBL kepada calon mitra
binaan

diotorisasi

oleh

kepala

bagian

PKBL

sebagai

penanggungjawab pelaksanaan kegiatan PKBL, apabila dalam
tahun anggaran dana PKBL masih tersedia (belum tersalurkan)
maka saldo dana tersebut menjadi sumber dana tahun berikutnya.
Penyaluran dana PKBL kepada calon mitra binaan harus memenuhi
persyratan dan kriteria yang ditetapkan oleh PKBL PT. Perkebunan
Nusantara X
2) Kegiatan Pembinaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Program
Kemitraan
Jenis pembinaan
a) Pinjaman modal kerja dan investasi untuk peningkatan modal
usaha, pengadaan sarana kerja dan moderinsasi peralatan.
b) Bantuan pembinaan dalam meningkatkan kualitas SDM dalam
bentuk pendidikan, pelatihan dan pemagangan untuk meningkatkan
kemampuan kewirausahaan manajemen dan keterampilan teknis
produksi serta penelitian dan pengkajian penyusunan studi
pengembangan usaha secara efektif dan efisien melalui pelatihan
yang dilaksanakan oleh PKBL PTPN X dan pihak-pihak yang
berkaitan dengan pendidikan yang dibutuhkan.
c) Promosi hasil produksi untuk meningkatkan kemampuan usaha
kecil dan koperasi dalam pemasaran hasil produksi di dalam dan
luar negeri melalui pameran.
d) Pinjaman khusus, yaitu pemberian pinjaman yanag dapat diberikan
oleh BUMN Pembina yang bersifat jangka pendek dengan waktu
maksimum 1 tahun serta nilai pinjaman yang cukup material bagi
mitra binaan.
3) Kriteria usaha yang dibina
a) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dikuasai, atau berfiliasi baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar
b) Usaha kecil perorangan seperti perajin, industri rumah tangga,
peternak, petani, nelayan, pedagang barang dan jasa serta usaha

13

kecil yang meliputi memproduksi alat kebutuhan pabrik gula,
kebun tembakau, rimah sakit dan lain-lain
4) Status dana pembinaan dan bantuan
Bentuk bantuan dana Pengembangan Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan adalah:
Pinjaman
a) Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja atau investasi dalam
rangka pengembangan usaha
b) Besarnya pinjaman yang diberikan kepada para mitra binaan
maksimum 75% dari kebutuhan dana setelah dlakukan evaluasi
c) Jangka waktu pembiyaan paling lama 3(tiga) tahun sesuai dengan
kemampuan usaha denga tingkat suku bunga pinjaman 6% per
tahun sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor:
per-05/BUMN/07 tanggal 27 April 2007
C. Bank
Berdasarkan Undang-Undang Negera Republik Indonesia No. 10/1998
pasal 1 huruf dua yang mengatur tentang perbankan menjelaskan bahwa
pengertian bank adalah, badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak, sedangkan menurut Prof. G.M. Verry Stuart dalam buku bank
politik, menjelaskan pengertian bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk
memuaskan kebutuhan kredit (to satisfy the needs of credit), baik dengan alat-alat
pembayaran sendiri, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru
berupa uang giral (suhardi. 2003).
Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk
meningkatkan kompetensi usaha kecil dan petani tebu yang dknaungi oleh avails
pabrik gula yang dipercayakan agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Kegiatan program kemitraan
dilakukan melalui penyaluran kredit kemitraan berbunga rendah serta bantuan
dalam angka capacity building kepada pengusaha kecil sebagai mitra binaan.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka
agar menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri.
14

1.) Bank BNI
Optimalisasi Program Kemitraan dilakukan dengan memaksimalkan
penyaluran dan pendampingan melalui Sentra Kredit Kecil (SKC) dan CabangCabang Stand Alone (STA) di seluruh wilayah Indonesia dan melalui Sinergi
BUMN, yaitu kerja sama penyaluran dana Program Kemitraan melalui BUMN
Penyalur. Hingga akhir tahun 2012, BNI telah menyalurkan kredit kemitraan ke
mitra binaan yang bergerak di BUMN dengan rincian sebagai berikut: (dalam
proses audit).
Penyaluran Sinergi BUMN
Disbursement through Synergy with SOEs
BUMN Penyalur
Bidang Usaha
Nilai Kerja sama
SOEs
Economic Sector
Amount (Rp)
PTPN X – Jawa Timur
Gula
15,000,000,000
Sumber: data primer Penyaluran Sinergi BUMN-bank BNI

2.) Bank Mandiri
Melalui Program Kemitraan, Bank Mandiri mendukung perkembangan
dan peningkatan kompetensi usaha kecil yang merupakan roda penggerak
perekonomian Bangsa. Para pengusaha kecil yang terlibat diperlakukan sejajar
sebagai mitra usaha. Karena itu mereka disebut Mitra Binaan Mandiri. Agar
usaha mereka cepat berkembang, Bank Mandiri memperkenalkan Mitra Binaan
dengan jasa perbankan berupa pinjaman kemitraan non komersial. Selain itu,
Mitra Binaan juga diberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, pameran dan
publikasi di media. Melalui pinjaman kemitraan dan pembinaan yang diberikan
secara intensif, diharapkan para Mitra Binaan dapat menjadi pengusaha yang
tangguh, mandiri dan beretika serta mampu mengakses fasilitas perbankan secara
komersial. Dengan fitur pinjaman sebagai berikut:
1) Limit pinjaman maksimal Rp 30 juta untuk perorangan / Rp 100
juta untuk koperasi.
2) Jangka waktu maksimal 3 tahun.
3) Suku bunga tidak bertingkat (6%).
4) Bebas provisi dan administrasi.

15

Kredit Ketahanan Pangan-Energi (KPP-E) Adalah kredit investasi dan
atau kredit modal kerja yang diberikan kepada petani, peternak, nelayan dan
pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan)
dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, tebu, jagung kedelai, ubi kayu dan
ubi jalar, kacang tanah dan atau sorgum, pengembangan budidaya tanaman tebu,
peternak sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan
serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung dan
kedelai.
1) Persyaratan :
a) Dokumen legalitas pemohon
b) Mengisi formulir permohonan kredit
2) Sasaran Peneriman KKP-E :
a) Petani/peternak/pekebun/nelayan/pembudidaya ikan yang tergabung
dalam kelompok tani/kelompok usaha bersama/kelompok pembudidaya
ikan
b) Petani/peternak/pekebun/nelayan/pembudidaya ikan sebagai anggota
koperasi
c) Koperasi Primer dalam rangka pengadaan pangan
3) Fitur kredit :
a) Limit kredit maksimal Rp. 100 juta
b) Jangka waktu kredit modal kerja sesuai siklus usaha dan tidak dapat
diperpanjang dan jangka waktu kredit investasi sesuai siklus usaha dan
maksimum 5 tahun
c) Suku bunga lebih ringan dari kredit umum karena mendapat subsidi
dari pemerintah
3.) Bank Jatim
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi adalah kredit modal kerja dan/atau
investasi yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan program

16

Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan
Bakar Nabati di bidang Pertanian dan dibidang Kelautan dan Perikanan.
1) Sasaran Kredit
Diperuntukkan bagi Perorangan, Kelompok/Gabungan Kelompok Tani,
Kelompok Usaha Bersama (KUB), Kelompok Pembudidaya Ikan
(Pokdakan) dan Koperasi.
2) Objek yang dibiayai Bidang pertanian:
a) Pengembangan tanaman pangan;
b) Pengembangan tanaman hortikultura;
c) Pengembangan perkebunan;
d) Pengembangan peternakan;
e) Pengadaan pangan;
f) Pengadaan/peremajaan alat dan mesin untuk mendukung usaha
tersebut diatas.
3) Suku Bunga
a) Suku bunga ditetapkan oleh Pemerintah RI terdiri dari bunga beban
debitur dan bunga subsidi.
b) Suku bunga sangat ringan karena debitur cukup membayar bunga
beban debitur.
No. Kelompok Kegiatan Tingkat
Usaha/Komoditi
Bunga
1
2

KKP-E Tebu
KKP-E Non Tebu
a) Peternakan
b) Selain Peternakan

Subsidi
Bunga

12,75%

Beban
Bunga
Debitur
8,25%

13,75%
13,75%

6,00%
5,50%

7,75%
8,25%

4,50%

Sumber: data primer Kredit Ketahanan Pangan dan Energi *Periode 1
Oktober 2014 s.d. 31 Maret 2015, bank jatim

4) Jaminan Kredit
Jaminan Tambahan adalah barang bergerak (contoh: BPKB kendaraan)
dan/atau barang tidak bergerak (contoh: Sertipikat Tanah dan/atau
Bangunan).
5) Syarat Pengajuan Kredit
a) Pas foto terbaru ukuran 4 X 6;

17

b) Foto copy bukti identitas diri (KTP/SIM);
c) Menggarap sendiri lahannya (petani milik penggarap) atau
menggarap lahan orang lain (petani penggarap);
d) Luas lahan yang dibiayai maksimum 4 Ha dan tidak melebihi
plafond kredit Rp 100 juta per petani/pekebun;
e) Berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah;
f) Untuk permohonan kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) harus memiliki NPWP;
g) Apabila nelayan, memiliki identitas diri berupa KTP/kartu nelayan
yang diterbitkan oleh dinas kabupaten/kota;
h) Syarat lainnya sesuai ketentuan bankjatim;
4.) Bank BRI
Kredit ketahanan Pangan & Energi (KKPE) - Tebu adalah Kredit Modal
Kerja yang diberikan kepada petani peserta untuk keperluan pengembangan
budidaya tebu, melalui kelompok tani atau koperasi yang bermitra dengan Mitra
Usaha / PG (Pabrik Gula).
1) Ketentuan
i.

Petani
a) Menjadi anggota Kelompok Tani/Koperasi.
b) Menggarap lahan sendiri atau petani penggarap.
c) Bila petani penggarap, disertai surat keterangan pemilik lahan yang
diketahui Kepala Desa.
d) Luas lahan maksimal 4 (empat) Ha dan tidak melebihi plafond
kredit Rp. 50 juta per individu.

18

e) Berusia diatas 21 tahun atau sudah menikah.
f) Menjadi binaan koperasi/perusahaan mitra/instansi terkait.
ii.

Kelompok Tani
a) Mempunyai anggota yang melaksanakan usaha/ budidaya yang
dapat dibiayai dengan KKP-E.
b) Kelompok Tani telah terdaftar pada dinas teknis setempat.
c) Mempunyai organisasi dengan pengurus yang aktif, paling kurang
Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
d) Mempunyai aturan kelompok yang disepakati oleh seluruh anggota.
e) Kelompok Tani harus memiliki rekening simpanan di BRI.
f) Kelompok Tani telah mengadakan Perjanjian Kerjasama dengan
Mitra Usaha/Pabrik Gula (PG).

iii.

Koperasi
a) Koperasi Primer sudah berbadan hukum (Akta Pendirian &
Perubahannya).
b) Memiliki perijinan yang diperlukan, legalitas dan usaha di sektor
pertanian.
o SIUP
o TDP
o NPWP dll.
c) Memiliki pengurus yang aktif.
d) Memiliki anggota yang terdiri dari petani yang berusaha dalam
budidaya yang dapat dibiayai KKP-E.

19

e) Koperasi harus memiliki rekening simpanan di BRI.
f) Koperasi telah mengadakan Perjanjian Kerjasama dengan Mitra
Usaha/Pabrik Gula (PG).
iv.

Mitra Usaha
a) Berbadan Hukum & memiliki usaha terkait dengan budidaya tebu
dan atau dibidang pengolahan tebu atau untuk industri bahan bakar
nabati.
b) Bermitra dengan Kelompok Tani/Koperasi.
c) Bertindak

sebagai

penjamin

pasar

tebu

petani/Kelompok

tani/koperasi sesuai kesepakatan.
d) Telah

memiliki

perjanjian

kerjasama

dengan

kelompok

tani/koperasi yang mewakili petani peserta.
e) Bertindak sebagai penjamin kredit/Avalis.
2) Persyaratan
a) Kebutuhan indikatif KKP-E per Ha maksimal Rp 18 juta (sesuai
ketentuan Deptan yang berlaku).
b) Suku bunga *)
Suku Bunga : LPS + 5%; beban petani 7 %; subsidi 5%.
c) Agunan*) dapat berubah sesuai ketentuan yang terbaru.
o Agunan pokok
Fiducia atas kegiatan usaha yang dibiayai seperti hasil gula
atau tebu milik petani sesuai penyerahan hasil tebu yang
berlaku di Mitra Usaha/Pabrik Gula (PG).

20

o Agunan tambahan
Penjaminan oleh Mitra Usaha/Pabrik Gula (PG) sebagai Avalis
dalam bentuk Corporate Guarantee
2.3 Bagi Hasil
Berdasarkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) BUMN mengenai rendemen
dan bagi hasil adalah sebgai berikut:
Penentuan rendemen dilaksanakan 2 tahap,yakni :
1. Rendemen belum terkoreksi atau rendemen sementara.
Cara penentuannya seperti yang sudah diuraikan diatas, sedangkan
pemberitahuannnya kepada petani dilakukan sehari setelah tebu digiling.
2. Rendemen terkoreksi atau rendemen efektif (rendemen nyata)
Pemberitahuannya dilakukan 2 kali setiap bulan,tanggal 2 dan 17.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan bagi hasil adalah sbb:
1. Ketentuan bagi hasil TRI harus sesuai dengan SK Menteri Pertanian No.
05/ SK/Mentan/Bimas/IV/1990.
2. Petani juga mendapatkan tetes 1,5 kg untuk setiap kuintal tebu yang
digiling dan dibayarkan dalam bentuk uang oleh Pabrik Gula pada waktu
penyerahan gula bagian petani dengan harga Rp. 70,- setiap kg.
3. Hasil limbah/samping lainnya merupakan hak Pabrik Gula.
4. Pada umumnya daftar bagian petani dirinci sebagai berikut :
a. Nama kelompok.
b. Nama-nama petani anggota kelompok.
c.

Luas tanaman.

d. Macam/kategori tebu.
e. Hasil tebu petani/kelompok tani.
f. Rendemen hasil tebu seluruhnya dan bagian petani.
g. Hasil tetes bagian petani
h. Hutang petani pada PG.
i. Jumlah nilai seluruh hasil yang diterima petani.
5.) Daftar tersebut dibuat dan diisi oleh PG sebagai dasar pembuatan DO yang
kemudian diserahkan ke KUD.

21

6.) Disamping daftar diatas, PG juga membuat Perhitungan Bagi Hasil Efektif
(PBHE) dengan ketentuan sbb:
a. 2% dari hasil gula petani diberikan dalam bentuk natura dan
dibebaskan

dari

pungutan

pemerintah

(cukai,gula,PPN,sewa

gudang,dll)
b. 98% gula petani dijual ke pemerintah dengan harga yang telah
ditetapkan.
7.) Bagian gula petani 98 % yang diberikan dalam bentuk uang
tersebut diterimakan kepada petani paling lambat 10 hari setelah
perhitungan bagi hasil.
Berdasarkan Peraturan Gubenur Jawa Barat Nomor 47 tahnu 2011, tentang
pedoman pelaksanaan pengembangan tebu rakyat bagian ketiga bagi hasil pasal 34,
menyatakan:

1) Bagi hasil Program PTR dilaksanakan secara musyawarah, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. untuk rendemen tebu sampai dengan 8 % (delapan persen) : hablur
bagian petani adalah 66 % (enam puluh enam persen); dan hablur
bagian Pabrik Gula adalah 34 % (tiga puluh empat persen).
2. untuk rendemen tebu > 8 % (delapan persen), hablur bagian petani
dihitung dengan rumus :
T

= {(66 %) (8 %) + (70 %)( R1) x Hablur} dan P = 100 – T

T

= adalah hablur bagian petani dalam % dari rendemen tebu.

P

= adalah hablur bagian Pabrik Gula dalam % dari rendemen
tebu.

R1

= selisih rendemen tebu petani diatas 8 %.

2) Jumlah hablur bagian petani dihitung berdasarkan hablur bagian petani
pada tingkat rendemen tebu yang dicapai, dikalikan jumlah kuintal tebu.
3) Perhitungan

bagi

hasil

dilakukan

setelah

seluruh

tebu

milik

petani/hamparan kelompok tani selesai diolah di Pabrik Gula.
4) Kepada petani diberikan hasil tetes tebu, sebanyak 3 kg (tiga kilogram)
tetes untuk setiap kuintal tebu.

22

5) Dalam hal terdapat perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai perhitungan bagi hasil gula dan tetes bagian petani, ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali.

23

BAB III
METODE DAN KONDISI UMUM TEMPAT PKL

3.1

Metode Pelaksanaan
Metode kegiatan Praktek Kerja Lapang yang akan dilaksanakan untuk

menunjang dalam pembuatan laporan akhir meliputi :
1.

Observasi Lapang
Observasi lapang ialah observasi keadaan umum di PG. Pesantren Baru,
Kediri yang meliputi: lokasi, luas area, letak geografis, struktur organisasi,
dan kegiatan produksi yang dilakukan. Selain itu, observasi lapang
dilakukan dengan mengunjungi pihak-pihak kemitraan seperti anggota
petani tebu rakyat, Ketua Kelompok tani tebu rakyat di kebun dan kantor
wilayah, Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) inti dan Koperasi Tebu
Rakyat (KPTR) inti.

2.

Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif ialah keikutsertaan dalam setiap kegiatan mulai dari
kegiatan di lapang hingga proses persiapan bahan baku tebu yang meliputi:
pengorganisasian pekerja, pengamatan teknik pembudidayaan

tebu,

mengunjungi Ketua Kelompok tani tebu rakyat, Asosiasi Petani Tebu
Rakyat (APTR) dan Koperasi Tebu Rakyat (KPTR) dan pembuatan surat
3.

Delevery Order (DO) di PG.Pesantren Baru.
Diskusi dan Wawancara
Diskusi dan wawancara ialah bentuk pelaksanaan praktek kerja lanpang
untuk memperoleh penjelasan dan pemahaman dari kegiatan yang dilakukan
serta memperoleh keterangan dari pihak instansi mengenai hal-hal yang
ingin diketahui dan diperlukan yang berkaitan dengan tujuan praktik baik
secara langsung maupun tidak langsung. Diskusi dan wawancara yang saya
lakukan secara intensif untuk memperoleh informasi dan mengunjungi
Ketua Kelompok Tani (KK), APTR dan KPTR serta beberapa Asisten
Manajemen Distrik di beberapa wilayah diantaranya wilayah Kota,

4.

Pesantren, Pagu dan Ngasem .
Pengumpulan Data
24

Pengumpulan data dari praktik kerja lapang meliputi penelusuran datadata yang terkait, yaitu:
a. Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan ikut serta praktik kerja
secara langsung yang sesuai dengan aktivitas yang sedang
berlangsung sehingga diperoleh data, hal ini bertujuan untuk
mengetahui situasi dan kondisi serta mengidentifikasi masalah yang
ada secara langsung, selain observasi mengenai keadaan umum di
PG.Pesantren Baru, Kediri. Pengumpulan data juga dapat dilakukan
dengan wawancara, diskusi dengan pihak PG.Pesantren Baru dan
mengambil informasi yang tersedia dilapangan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan pola kemitraan dan sistem bagi hasil beserta
seluruh aspeknya.
b. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari literatur baik jurnal, undang-undang,
maupun sumber lain yang memuat tentang kemitraan atau segala
sesuatu yang menyangkut tentang pola dan syarat yang berlaku
mengenai kemitraan dan sistem bagi hasil, khususnya tentang pola
kemitraan dan system bagi hasil dalam pemenuhan bahan baku tebu.
5. Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan dilakukan setelah melakukan kegiatan Praktek
Kerja Lapang sebagai laporan akhir yang dilakukan di PG.Pesantren Baru,
Kediri
3.2

Tempat Pelaksanaan
Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanan PT.Perkebunan Nusantara X PG

Pesantren Baru, Kediri, Jawa Timur
3.3

Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2015

sampai 28 Februari 2015.
3.4

Batasan Praktek Keja Lapang
Batasan praktek kerja lapang ini meliputi pola kemitraan antara petani tebu

rakyat kredit dan Pabrik Gula Pesantren Baru serta pihak-pihak yang terlibat
dalam sistem kerjasama atau kemitraan seperti Koperasi Petani Tebu Rakyat,
25

Asosisasi Petani Tebu Rakyat, sumber dana diantaranya Bank, dana PKBL dan
dana PMUK, serta sistem bagi hasil yang diterapkan pada Pabrik Gula Pesantren
Baru.

26

BAB IV
AKTIVITAS PKL PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Perusahaan
Gambaran umum perusahaan PG Pesantren Baru merupakan penjabaran

mengenai sejarah perusahaan, letak geografis, visi dan misi perusahaan serta
struktur organisasi perusahaan. Berikut sejarah perusahaan, letak geografis, visi
dan misi perusahaan serta struktur organisasi perusahaan PG Pesantren Baru,
Kediri.
4.1.1

Sejarah Perusahaan
Pabrik Gula Pesantren berdiri pada tahun 1849 milik perseroan dari bangsa

Indonesia keturunan China. Pada tahun 1890, Pabrik Gula Pesantren diambil alih
oleh Belanda dan pengelolaannya diserahkan kepada NV.JAVASCHE CULTURE
MATSCHAAPIJ (JMP), yang diwakili oleh Inv.NEDERLANDS INDISCHE
LANDBOUW MATSCHAAPIJ. Pada tahun 1911, 1928 dan 1932 Pabrik Gula
Pesantren mengalami rehabilitasi. Berselang tiga tahun kemudian tepatnya pada
tahun 1935 terjadi pembaharuan dalam bidang produksi. Pabrik Gula Pesantren
yang awalnya memproduksi gula merah berubah memproduksi gula putih.
Perang dunia II, pemerintahan Jepang berhasil memenangkan pertempuran
di Asia Timur Raya sehingga masa pemerintahan Jepang Pabrik Gula Pesantren
dikuasai oleh pemerintahan Jepang. Pengambilan alih oleh pemerintahan Jepang
dari Belanda terjadi pada tahun 1945. Sedangkan pada tahun 1957, Sekutu yang
diwakili oleh Belanda mengelola Pabrik Gula Pesantren. Peristiwa perebutan Irian
Barat yang dimenangkan oleh pemerintah Republik Indonesia mengakibatkan
semua aset perusahaan milik Belanda diambil alih oleh pemerintah Republik
Indonesia dan kepengurusannya berada dibawah Perusahaan Negara Perkebunan
(PNP). Sesuai UU No.9 tahun 1960 dibentuk BPUPPN (Badan Pimpinan Umum
Perusahaan Perkebunan Negara) gula yang bertugas mengkoordinir pengelolaan
pabrik-pabrik gula di seluruh nusantara.

27

Gambar 4.1. Pabrik Gula Pesantren Baru

Semua pabrik gula yang termasuk dalam Direksi Aneka Gula telah berbadan
hukum sendiri dengan sistem BPUPPN. Pada tahun 1967 berlaku Inpres No. 7
tahun 1967 tentang Pengesahan Pengelolaan Perusahaan Negara yang
mengakibatkan pada tahun 1968 BPUPPN dibubarkan. Setelah itu semua pabrik
gula Indonesia dibawahi oleh Departemen Pertanian dan dibentuk Perusahaan
Negara Perkebunan (PNP). Pabrik Gula Pesantren termasuk didalam lingkup PNP
XXI (Persero). Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 1973 yang
berlaku hingga 1 Januari 1974, PNP XXI bergabung dengan PNP XXII menjadi
PT (Perseroan Terbatas) Perkebunan XXI-XXII. Pada tanggal 19 Juli 1978,
Menteri Pertanian Prof.Ir.Soedarsono Hadi Saputro meresmikan Pabrik Gula
Pesantren Baru. Sedangkan Pabrik Gula Pesantren Lama berhenti beroperasi pada
tanggal 19 Juli 1979.
Sesuai dengan PP No. 15 tahun 1966, pada tanggal 14 Februari 1966
terjadi peleburan perusahaan perseroan dengan Akta Notaris Harun Kamil, SH No
43. Sedangkan pada tanggal 11 Maret 1966 didirikan persatuan (Persero) PT
PERKEBUNAN (PTPN) X dan hingga saat ini Pabrik Gula Pesantren Baru
bernaung dibawah PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) X atau lebih dikenal dengan
PTPN X PG Pesantren Baru.
4.1.2

Letak Geografis dan Topografi
Pabrik Gula Pesantren Baru terletak ± 7 Km sebelah timur kota Desa

Pesantren Kecamatan Pesantren Kodya Kediri Provinsi Jawa Timur. Secara
geografis terletak pada 7050’30.4”LS – 7050’30.4”LSdan 112027,9”BT –
11204’44”BT. PG. Pesantren Baru mempunyai areal tanaman yang terletak kirakira 12 Km disebelah timur Pesantren Baru atau 18 Km sebeleh timur Kota
28

Kediri. Areal ini sering disebut Hak Guna Usaha (HGU) yang terletak di Dusun
Djengkol, Desa Plosokidul, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, sedangkan
HGU Sumber Lumbu terletak di desa Margourip kecamatan Ngancar kabupaten
Kediri.

Gambar 4.2 Letak Pabrik Gula Pesantren Baru
Sumber : Google Earth

4.1.3

Visi dan Misi Perusahaan

PT Perkebunan Nusantra X Pabrik Gula Pesantren Baru memiliki visi dan misi
yaitu:
a. Visi
Menjadi perusahaan agroindustri terkemuka yang berwawasan lingkungan
b.

Misi
1.

Berkomitmen menghasilkan produk berbasis bahan baku tebu dan
tembakau berdaya saing tinggi di pasar domestik dan internasional yang
berwawasan lingkungan

2.

Berkomitmen menjaga pertumbuhan dan kelangsungan usaha melalui
optimalisasi dan efisiensi di segala bidang

3.

Mendedikasikan diri untuk selalu meningkatkan nilai-nilai perusahaan
bagi kepuasan pemangku kepentingan melalui kepemimpinan, inovasi, dan
kerja sama tim serta organisasi yang operasional

4.1.4

Polemik Pabrik Gula Pesantren Baru
Permasalahan perusahaan yang sangat kruisial tahun ini adalah, tenaga

kerja di kebun semakin langka, biaya kebun meningkat, produktivitas kebun
rendah, sistem pengelolaan kebun masih tradisionil, kesuburan tanah kurang
(BO