MAKALAH ORGANISASI KEBENCANAAN DAN REGUL

LEMBAGA DAN/ATAU ORGANISASI, PANDUAN ATAU
REGULASI KEBENCANAAN

OLEH
KELOMPOK 6:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

M. Rahmat Ikhwana
Muhammad Haiqal Maulana
Muhammad Riza
Muhammad Vicki
Rahmad Ramadhan
T. Muhammad Shandoya
Willy Surya


UNIVERSITAS SYIAH KUALA TAHUN AJARAN
2017/2018

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga berhasil menyelesaikan makalah
tentang “LEMBAGA DAN/ATAU ORGANISASI, PANDUAN DAN REGULASI
KEBENCANAAN ” ini dengan baik. Makalah ini ditulis untuk memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengetahuan Kebencanaan dan Lingkungan Semester Genap 2018 di
Universitas Syiah Kuala. Penulisan makalah ini dimungkinkan oleh adanya bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih, atas bantuan dan bimbingan kepada dosen pembimbing dan teman – teman
sekalian. Penulis menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis
menyadari kemungkinan adanya kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan penulis terima dengan rasa
syukur. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Banda Aceh, 15 Februai 2018
Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................1

Daftar isi.........................................................................................2
BAB I Pendahuluan
a. Latar Belakang.............................................................................3
b. Rumusan Masalah......................................................................4
c. Tujuan Penulisan.....................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A.Pelaksanaan Kebijakan......................................................5
B. Penanggulangan Bencana........................................................5
C. Lembaga dan Organisasi yang berperan dalam penanggulangan bencana di
Indonesia...............................................................................................7

D.Panduan dan Regulasi Penanggulangan Bencana...................................15
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN......................................................20
B. DAFTAR PUSTAKA.........................................20

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana
yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi
alam

terseut

serta

adanya

keanekaragaman penduduk dan budaya di

Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah
manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan
sumberdaya alam.
Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa
“bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh

faktor alam dan/non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis”.
Berdasarkan perspektif geografi, geologi, klimatologi, dan demografi,
Indonesia berada pada posisi ke 7 sebagai negeri paling rawan akan risiko
bencana alam (UNESCO). Dua di antara kejadian bencana yang terakhir yang
menyebabkan kerusakan sangat besar, kerugian-kerugian dan korban-korban
adalah Tsunami di Aceh (2004) dan gempabumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah
(2006). Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dituntut untuk belajar dari itu
pengalaman-pengalaman

dengan

mengidentifikasi

semua

aspek

yang


berhubungan dengan risiko dan kerentanan untuk meningkatkan kapasitas
mengatasi bencana.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor
geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung

api), bencana akibat

hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana
akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak,
hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan
transportasi, radiasi nuklir, pencemaran
ulah

manusia

sumberdaya

bahan


terkait dengan konflik antar

kimia). Bencana akibat
manusia akibat perebutan

yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan

kedaruratan kompleks merupakan
suatu daerah konflik.

kombinasi dari situasi bencana

pada

Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu
penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga
dapat

dilaksanakan


dilakukan

secara terarah

selama ini belum

dan

didasarkan

terpadu. Penanggulangan

yang

pada langkah-langkah yang

sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang

tindih dan


bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat di rumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Lembaga/Organisasi apa saja yang terlibat dalam penangulan bencana di
Indonesia?
2. Bagaimana peranan BPBD dalam penanggulangan bencana d i I n d o n e s i a ?
3. Bagaimanakah panduan dan/atau regulasi yang digunakan dan dijadikan pedoman
oleh BPBD dalam penanggulangan bencana?
4. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat Peran BPBD dalam
Penanggulangan Bencana?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mendeskripsikan dan mengulas terkait dengan pengetahuan kebencanaan.
2. Untuk mengetahui lembaga dan organisasi yang berperan dalam penanggulangan

bencana di indonesia
3. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan fungsi dan tugas BPBD
dalam penanggulangan bencana di Indonesia
4. Untuk mengetahui dasar hukum panduan/regulasi yang digunakan oleh BPBD dalam
penanggulangan bencana di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Kebijakan
Menurut Abdullah (1987, 398) terdapat tiga unsur penting dalam proses
pelaksanaan kebijakan, antara lain 1) Adanya kebijakan yang dilakukan, 2) Target
grup, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan
menerima manfaat dari kebijakan tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan,
dan 3) Unsur pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab
dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
Salah satu model pelaksanaan/ implementasi program menurut David C.
Korten adalah model kesesuaian implementasi kebijakan. Menurut Korten (dikutip
dari Tarigan, 2000, 19) dapat dijelaskan bahwa dalam Pelaksanaan atau implementasi
program terdiri dari tiga elemen yaitu program itu sendiri, kelompok sasaran atau

pemanfaat program, dan pelaksana program dalam struktur organisasi. Pelakasanaan
program dapat dikatakan berhasil jika memenuhi tiga elemen implementasi program
di atas. Yang pertama, yaitu kesesuaian antara program dengan apa yang dibutuhkan
oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan
organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program
dengan kemampuan organisasi pelaksanaan. Ketiga, kesesuaian antara kelompok
pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang
diputuskan untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan
oleh kelompok sasaran program.

B. Penanggulangan Bencana
Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana mulai muncul
pada dekade 1900-1999 yang dicanangkan sebagai Dekade Pengurangan Risiko
Bencana Internasional. Beberapa konferensi tingkat dunia diinisiasi oleh United
Nations International Strategy or Disaster Risk Reduction (UN-ISDR) yang
merupakan salah satu badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang ditugaskan
untuk mengawal Dekade Pengurangan RisikoBencana Internasional. Menutut Carter
dalam Hadi Purnomo tahun 2010, mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu
ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan


analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan
preventif (pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat dan
pemulihan. Sehingga menurutnya, tujuan dari Manajemen Bencana tersebut
diantaranya, yaitu mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi
maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara, mengurangi
penderitaan korban bencana, mempercepat pemulihan, dan memberikan perlindungan
kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya
terancana.
Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana

terdapat

Ketentuan

Umum

yang

mendefinisikan

penyelenggaraan

Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahaan
bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan

Bencana

dalam

Pasal

1

ayat

(6)

menyebutkan

bahwa

penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam Pasal 3 ayat (1)
dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan,
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan,
dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan
hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pada pasal 5, dinyatakan
bahwa

pelaksanaan

penanggulangan

bencana

ini

membutuhkan

Rencana

Penanggulangan Bencana yang disusun pada situasi tidak terjadi bencana.
Diamanatkan kembali pada pasal 6 bahwa setiap Provinsi wajib menyusun Rencana
Penanggulangan Bencana. Sebagaimana UU No. 24 tahun 2007, Peraturan Kepala
Badan Penanggulangan Bencana Nomor 04 tahun 2008 tentang
Penyusunan

Rencana

Penanggulangan

Bencana

juga

Pedoman

menyebutkan

bahwa

penanggulangan encana terdiri dari beberapa fase, yaitu fase pencegahan dan mitigasi,
fase kesiapsiagaan, fase tanggap darurat dan fase pemulihan.

C. Lembaga dan Organisasi yang berperan dalam penanggulangan
bencana di Indonesia
1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang mempunyai tugas
membantu Presiden Republik Indonesia dalam: mengkoordinasikan perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta
melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan
setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan
pemulihan.
BNPB dibentuk berdasarkan Undang Undang no. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana dan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008. Sebelumnya badan
ini bernama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005, menggantikan Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang dibentuk dengan
Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001.
Tugas-tugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana meliputi:
1. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi secara adil dan setara;
2. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
3. Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;
4. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
5. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan
internasional;
6. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
7. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
8. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

2.Kementerian Sosial
Kementerian Sosial Republik Indonesia (disingkat Kemensos), dahulu Departemen
Sosial (disingkat Depsos) adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan dan
membidangi urusan dalam negeri di dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara di bidang sosial baik di tingkat pusat, provinsi maupun
kabupaten/kota. Kementerian Sosial dipimpin oleh seorang Menteri Sosial (Mensos) yang
sejak tanggal 17 Januari 2018 dijabat oleh Idrus Marham.
Tugas Kementerian Sosial, Berdasarkan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2015
tentang Kementerian Sosial, dinyatakan bahwa Kementerian Sosial mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial,
perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin untuk membantu Presiden dalam
menyeleng- garakan pemerintahan Negara. dan inklusivitas.
Fungsi kemeterian sosial meliputi:


Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Kementerian Sosial
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:



Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir
miskin.



Penetapan kriteria dan data fakir miskin dan orang tidak mampu.



Penetapan standar rehabilitasi sosial.



Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi dilingkungan Kementerian Sosial.



Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Sosial.



Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Sosial.



Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian
Sosial di daerah.



Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan kesejahteraan
sosial, serta penyuluhan sosial.



Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian Sosial.

3. Palang Merah Indonesia
Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi netral dan independen di
Indonesia yang aktivitasnya di bidang sosial kemanusiaan. PMI dibentuk oleh bangsa
Indonesia sendiri meskipun sangat banyak dipengaruhi oleh asas gerakan Palang Merah yang
sifatnya universal. PMI dibentuk mula-mula didasari atas dorongan jiwa kemanusiaan dan
kesadaran nasional. Dalam melaksanakan seluruh kegiatannya, PMI selalu memegang teguh
tujuh prinsip palang merah dan bulan sabit merah internasional yaitu kemanusiaan,
kesukarelaan, kenetralan, kesamaan, kemandirian, kesatuan, dan kesemestaan. Sampai saat ini
PMI memiliki 33 PMI daerah yang berada di provinsi-provinsi dan sekitar 408 PMI cabang di
tingkat kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Saat ini, kantor pusat PMI bermarkas di Jalan
Jendral Gatot Subroto Kav. 96 Jakarta.
Tugas Pokok PMI:
 Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
 Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
 Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
 Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1980)
Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar Gerakan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan,
Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan Kesemestaan.

4. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia yang lebih kita kenal dengan
BMKG merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang mempunyai tugaspokok
yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara
dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tapi sebagian
besar penduduk Indonesia mungkin tidak mengetahui dengan jelas apakah maksud tugas di
bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara, dan Geofisika tersebut.
BMKG mempunyai tugas :


melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas
Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.



Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika menyelenggarakan fungsi :



Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;



Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;



Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang meteorologi, klimatologi,
dan geofisika;



Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan data dan
informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;



Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;



Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan
dengan perubahan iklim;



Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta
masyarakat berkenaan dengan bencana karena factor meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;



Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;



Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;



Pelaksanaan, pembinaan, dan pengendalian instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan
komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
o Koordinasi dan kerja sama instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan komunikasi
di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;



Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keahlian dan manajemen pemerintahan di
bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;



Pelaksanaan pendidikan profesional di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;



Pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;



Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan BMKG;



Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BMKG;



Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG;



Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi, klimatologi,
dan geofisika.
Menyangkut dengan penanggulangan bencana, BMKG juga berfungsi untuk

memberikan informasi tentang tanda-tanda bencana alam, memberikan seminar atau
pelatihan

sebagai

pengetahuan

agar

memiliki

edukasi

tentang

bagaimana

cara

menyelamatkan diri atau mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana alam. Peran BMKG
dalam penanggulangan bencana juga untuk memprediksi keadaan cuaca di titik terjadinya
gempa dengan mengetahui keadaan cuaca di tempat terjadi gempa maka berfugsi sebagai
jenis penanganan yang harus dilakukan.

5. Departemen Pekerjaan Umum Ditjen Sumber Daya Air
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta Karya,
Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga telah berupaya melalukan penanganan
tanggap darurat terhadap bencana. Penanganan tanggap darurat banjir dilakukan dengan
upaya struktural dan non struktural. Penanganan struktural antara lain kegiatan bentuk fisik
seperti menjaga jalan agar tetap fungsional, memperbaiki jalan, normalisasi sungai dan
membangun waduk. Sedangkan penanganan non struktural antara lain peran serta masyarakat
dalam menjaga lingkungan serta koordinasi antar instansi.
Sementara itu, penanganan bidang sumber daya air pasca bencana banjir dengan
upaya struktural antara lain dengan menjaga daerah aliran sungai, menjaga daya rusak air dan
pembangunan waduk di beberapa lokasi. Sedangkan di non struktural dengan melakukan
koordinasi antar daerah. Di bidang jalan agar diupayakan jalan fungsional dan dapat
menyentuh penanganan yang lebih permanen, serta memodernisasi sistem jaringan jalan. Hal
tersebut diperlukan untuk meningkatkan keandalan jalan untuk peningkatan pelayanan
distribusi barang dan jasa
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyelenggarakan fungsi:


perumusan kebijakan di bidang konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air dan pengendalian daya rusak air pada sumber air permukaan, dan
pendayagunaan air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;



pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan
berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;



penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan sumber daya
air;



pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengelolaan sumber daya air;



pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengelolaan sumber daya air;



pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air; dan



pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri

6. Kementerian Dalam Negeri
Kementerian Dalam Negeri adalah kementerian yang memiliki fungsi untuk
melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan urusan dalam negeri dan otonomi
daerah. Kementerian Dalam Negeri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kementerian Dalam Negeri dipimpin oleh seorang Menteri Dalam Negeri
(Mendagri). Kementerian ini juga terlibat dalam bidang penanggulangan bencana, fungsi ini
terdapat di ddi dalam Direktorat Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran yang
dipimpin oleh Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal.
Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran melaksanakan
sebagian

tugas

Direktorat

Jenderal

Bina

Administrasi

Kewilayahan

di

bidang

Penanggulangan Bencana dan Kebakaran. Direktorat Penanggulangan Bencana dan
Kebakaran terdiri dari 5 (lima) Subdirektorat dan 1 (satu) Subbagian, yaitu Subdirektorat
Pengurangan Resiko Bencana, Subdirektorat Sarana Prasarana dan Informasi Bencana,
Subdirektorat Tanggap Darurat dan Pasca Bencana, Subdirektorat Sarana Prasarana dan
Informasi Kebakaran, Subdirektorat Peningkatan Sumber Daya Pemadam Kebakaran, dan
Sub Bagian Tata Usaha. Setiap Sub Direktorat terdiri dari 2 (dua) seksi. Untuk regulasi dan
panduan dalam penanggulangan bencana telah di atur didalam pasal 401 sampai dengan pasal
424.

7.

Instansi Kegiatan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (bahasa Inggris: Centre of
Volcanology and Geological Hazard Mitigation) (disingkat PVMBG) adalah salah satu unit di
lingkungan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bertugas melaksanakan perumusan
kebijaksanaan, standardisasi, bimbingan teknis dan evaluasi bidang vulkanologi dan mitigasi
bencana alam geologi. Lembaga ini bertujuan pengelolaan informasi potensi kegunungapian
dan pengelolaan mitigasi bencana alam geologi, sedangkan misi yang diemban adalah
meminimalkan korban jiwa manusia dan kerugian harta benda dari bencana geologi. Contoh
tugas daripada lembaga ini adalah pembuatan peta tematik (contoh: peta jalur evakuasi) guna
meningkatkan keselamatan masyarakat di sekitar gunung api saat bencana vulkanik terjadi.

8. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Deputi Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Iptek Asisten Deputi Urusan Analisis Kebutuhan Iptek
Tugasnya antara lain penyusunan masterplan waduk resapan untuk pencegahan
bencana banjir, penyusunan rencana pengembangan Indonesia Fire Watch and Warning
Systems (Ina FWWS), dan koordinasi pemasangan jaringan peralatan accelerometer
(pengukur getaran kuat).

9. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional(Bakosurtanal)
Disingkat Bakosurtanal, adalah salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen
Indonesia yang bertugas melaksanakan survei dan pemetaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Program kerja dan kegiatan dilaksanakan untuk
mencapai visi Bakosurtanal, yaitu menyediakan infrastruktur data spasial sebagai dasar bagi
pengembangan data dan informasi sumber daya alam dan lingkungan.
Tugas :
Badan Informasi Geospasial mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
Informasi Geospasial.
Fungsi :
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2Perpres Nomor 94 Tahun
2011, BIG menyelenggarakan fungsi :





Perumusan dan pengendalian kebijakan teknis di bidang informasi geospasial;
Penyusunan rencana dan program di bidang informasi geospasial;
Penyelenggaraan informasi geospasial dasar yang meliputi pengumpulan data,
pengolahan, penyimpanan data dan informasi, dan penggunaan informasi geospasial



dasar;
Pengintegrasian informasi geospasial tematik yang diselenggarakan oleh instansi
pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-



undangan;
Penyelenggaraan informasi geospasial tematik yang belum diselenggarakan selain
BIG meliputi pengumpulan data, pengolahan,penyimpanan data dan informasi, dan



penggunaan informasi geospasial tematik;
Penyelenggaraan infrastruktur informasi

geospasial

meliputi

penyimpanan,

pengamanan, penyebarluasan data dan informasi, dan penggunaan informasi




geospasial;
Penyelenggaraan dan pembinaan jaringan informasi geospasial;
Akreditasi kepada lembaga sertifikasi di bidang informasi geospasial;
Pelaksanaan kerjasama dengan badan atau lembaga pemerintah, swasta, dan




masyarakat di dalam dan/atau luar negeri;
Pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di lingkungan BIG;
Pelaksanaan koordinasi perencanaan, pelaporan, penyusunan peraturan perundang-



undangan dan bantuan hukum;
Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, keprotokolan, kehumasan, kerjasama, hubungan antar
lembaga, kearsipan, persandian, barang milik negara, perlengkapan, dan



rumahtangga BIG;
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta promosi

dan pelayan produk dan jasa di bidang informasi geospasial;
o Perumusan, penyusunan rencana, dan pelaksanaan pengawasan fungsional.

10. Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia(LIPI)
Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia atau disingkat LIPI merupakan Lembaga
Pemerintah Non Departemen Republik Indonesia yang dikoordinasikan oleh Kementerian
Negara Riset dan Teknologi. Tujuan LIPI adalah untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang
adil, cerdas, kreatif, integratif dan dinamis yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan

teknologi yang humanistik. Tugasnya antara lain adalah edukasi dan sosialisasi Sistem
Peringatan Dini Tsunami di Indonesia.
Sebenarnya masih banyak lembaga-lembaga atau organisasi yang berperan dalam
bidan penanggulangan bencana di Indonesia, seperti Departemen pertanian, Ditjen Tanaman
Pangan serta Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Kehutanan, Ditjen Pengendalian
Kebakaran Hutan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Departemen
Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan lain-lain.
Menurut Buku “Profil Sumber Daya Kesiapsiagaan Nasional dalam Penanggulangan
Bencana 2015” ini sarat dengan data dan informasi terkait dengan penyiapan sumber daya
kesiapsiagaan penanggulangan bencana (PB). Total ada data dari 38 lembaga yang terdiri dari
data kementerian/lembaga atau K/L (13), lembaga usaha (13), organisasi masyarakat (7), dan
lembaga internasional (5). Data dan informasi tersebut meliputi ketersediaan sumber daya
manusia trampil, peralatan transportasi, peralatan komunikasi, peralatan pertolongan tanggap
darurat, sarana pergudangan, dan lain-lain. Apabila terjadi kejadian bencana maka data dan
informasi itu tinggal dioperasionalkan dengan cara berkoordinasi dengan lembaga-lembaga
bersangkutan.
Dalam bidang kesiapsiagaan, penyiapan data sumber daya yang akurat dari semua
komponen yang terlibat dalam kebencanaan sangat dibutuhkan. Pengidentifikasian dan
pendataan sumber daya yang siap untuk digerakkan atau dikerahkan akan mempengaruhi
respon terhadap kejadian bencana sehingga dapat meminimalisasi dampak dari kejadian
bencana tersebut, baik berupa korban maupun materi. Sedangkan pada masa awal tanggap
darurat (72 jam pertama) dibutuhkan kecepatan dalam penanganan bencana, salah satunya
adalah menyiapkan data sumber daya baik sumber daya manusia maupun peralatan.

D. Panduan dan Regulasi Penanggulangan Bencana
Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana sendiri tertuang dalam
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Penanggulangan
bencana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut memuat aktivitas yaitu
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi. Semua aktivitas tersebut dilaksanakan dalam rangkaian kerja holistikberkesinambunga dengan kerangka menyukseskan pembangunan.

Dalam UU No. 24 Tahun 2007, tujuan yang dirumuskan adalah:
 memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
 menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
 menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh;
 menghargai budaya lokal;
 membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
 mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
 menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

a. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Pemerintah

dan

pemerintah

daerah

bertanggung

jawab

dalam

penyelenggaraan

penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam

UU 24

2007

Tahun

Penanggulangan

tentang

Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan

Bencana adalah serangkaian

kebijakan pembangunan yang

berisiko

upaya yang meliputi penetapan

timbulnya

bencana,

kegiatan

pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus penanggulangan
bencana adalah sebagai berikut :
Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan
yakni :
1. Pra bencana yang meliputi:
- situasi tidak terjadi bencana
- situasi terdapat potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan
dalam situasi terjadi bencana
3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah
terjadi bencana

b. . Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan
pada setiap tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan bencana. Dalam
penyelenggaraan

penanggulangan

bencana,

agar

setiap kegiatan

dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu
rencana

yang

spesifik

pada

setiap

tahapan

penyelenggaraan

penanggulangan bencana.
1. Pada tahap
dilakukan

Prabencana

dalam

penyusunan

situasi tidak terjadi

Rencana

Penanggulangan

bencana,
Bencana

(Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan
menyeluruh
kebencanaan.

yang meliputi
Secara

seluruh

khusus

untuk

tahapan

/ bidang

kerja

upaya

pencegahan

dan

mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana
mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana
dilakukan penyusunan

Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi

keadaan

darurat

yang didasarkan

atas skenario

menghadapi

bencana

tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang

disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3. Pada

Saat

Tangap

Darurat

dilakukan

(Operational Plan) yang merupakan
Rencana

Kedaruratan

atau

Rencana

Operasi

operasionalisasi/aktivasi

Rencana

Kontinjensi

yang

dari
telah

disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang
rekonstruksi
bencana
bencana

meliputi

rencana

rehabilitasi

dan

yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika

belum

terjadi,

dimasa

maka

untuk

mendatang

mengantisipasi
dilakukan

kejadian

penyusunan

petunjuk/pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.

c. Perencanaan Penanggulangan Bencana
Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan
hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang
dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian
anggarannya.
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari
perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam
perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan
pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah
(RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.

Rencana penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka waktu 5
(lima) tahun.

Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
1. BNPB untuk tingkat nasional;
2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.

Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2
(dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

D. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana

penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :

E. Uraian Proses Perencanaan Penanggulangan Bencana
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah pengenalan
bahaya / anaman

bencana

yang mengancam

wilayah tersebut. Kemudian

bahaya / ancaman tersebut di buat daftar dan di disusun
kegiatan

untuk

langkah-langkah

/

penangulangannya. Sebagai prinsip dasar dalam melakukan

Penyusunan Rencana Penanggulangan

Bencana

ini

adalah

menerapkan

paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik. Pada hakekatnya bencana
adalah

sesuatu

ini memberikan

yang tidak dapat
arahan

terpisahkan

dari

kehidupan. Pandangan

bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh

sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bencana adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alam yang tidak
mungkin kita hindari dari kehidupan manusia, Banyak masalah yang berkaitan dengan
bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami
bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan,
dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dan juga terhambatnya laju perekonomian
daerah tersebut. Dalam upaya meminimalisir dampak yang akan di timbulkan dari
suatu bencana, manusia harus memiliki sikap dan kebijakan, salah satunya adalah
dengan cara membentuk suatu lembaga atau organisasi yang fungsi nya adalah
sebagai penanggulangan suatu bencana. Di Indonesia sendiri terdapat banyak
lembaga-lembaga atau organisasi sosial yang memiliki fungsi salah satunya adalah
fungsi penanggulangan bencana.
Dalam penanggulangan bencana dibutuhkan sebuah regulasi panduan dasar
yang dapat dijadikan pedoman dalam menanggulangi bencana di Indonesia, agar
proses penanggulangan itu sendiri berjalan dengan sistemis dan sistematis.

DAFTAR PUSTAKA
Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta: Rajawali.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia
Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana.
https://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/595.pdf.
https://ringkasanbukugeografi.blogspot.co.id/2015/12/kelembagaan-penaggulanganbencana-1.html. ( di akses pada tanggal 19 pukul 22.00).
Perka BNPB 4-2008_Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulagan
Bencana.