BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Perilaku Diet Dengan Early Childhood Caries (Ecc) Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Selayang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Early Childhood Caries (ECC) merupakan gabungan suatu penyakit dan

  1

  kebiasaan yang umum terjadi pada anak dan sulit dikendalikan. Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau baby bottle tooth decay yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol yang mengandung gula untuk menenangkan

  14

  bayi sebelum tidur. Secara menyeluruh, ECC ialah suatu istilah luas yang digunakan untuk mendeskripsikan semua karies pada gigi desidui, termasuk lesi yang atau tidak

  15 berkavitas yang menunjukkan sifat multifaktorial penyakit ini.

  ECC umumnya memiliki suatu pola khusus dari karies yang dimulai dari gigi insisivus maksila desidui pada anak dan seringkali berkembang hingga melibatkan molar desidui. Gigi insisivus maksila adalah yang paling rentan dan paling parah, karena gigi ini yang pertama erupsi dan paling lama terpapar dengan cairan kariogenik, sementara insisivus mandibula dilindungi oleh lidah ketika anak menyusui. Selain itu insisivus mandibula juga mendapat perlindungan dari aliran

  17,24 saliva yang berasal dari kelenjar submandibula dan sublingual.

2.1 Etiologi ECC

  Etiologi ECC sama dengan karies pada umumnya yaitu multifaktorial, yang terjadi akibat interaksi faktor yang mempengaruhi aktivitas karies yaitu mikroorganisme, substrat, host (gigi dan saliva), dan waktu. Kondisi setiap faktor tersebut harus bekerja secara simultan untuk terjadinya karies yaitu host yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama. Faktor − faktor tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang salih tumpang tindih

  1,16 (Gambar 1).

  Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit 16 multifaktorial

  2.1.1 Host

  Terjadinya karies gigi dipengaruhi oleh host yang rentan. Lapisan keras gigi terdiri dari enamel (lapisan paling luar) dan dentin. Proses karies dimulai dari lapisan luar, oleh karena itu enamel sangat menentukan terjadinya karies. Karies pada gigi desidui lebih cepat dibandingkan gigi permanen, hal ini terjadi karena gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dibandingkan gigi permanen dan ketebalan enamel gigi desidui hanya setengah dari gigi permanen. Selain itu, susunan kristal-kristal gigi desidui tidak sepadat gigi permanen, padahal susunan kristal ini turut menentukan resistensi enamel terhadap karies, sehingga dapat dikatakan gigi desidui lebih rentan terhadap

  17,18 karies dibanding gigi permanen.

  Karena kerentanan gigi terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungannya, maka peran saliva sangat besar sekali. Saliva merupakan sistem pertahanan utama dari host terhadap karies. Saliva dapat menyingkirkan makanan dan bakteri dan menyediakan sistem buffer terhadap asam yang dihasilkan. Saliva juga berfungsi sebagai reservoir mineral untuk kalsium dan fosfat yang diperlukan untuk

  1 remineralisasi enamel gigi.

  2.1.2 Mikroorganisme

  Bakteri yang selalu dikaitan dengan ECC ialah Streptococcus mutans. Pada anak yang mengalami ECC, level Streptococcus mutansnya melebihi 30% flora pada plak, sedangkan anak dengan aktivitas karies yang rendah level Streptococcus dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan lingkungan biofilm

  1,6,19 dibawah nilai pH kritis sehingga menghasilkan kerusakan enamel gigi.

  

Streptococcus mutans mendiami kavitas oral setelah erupsi gigi pertama. Transmisi

  bakteri ini pada anak dapat terjadi secara vertikal, secara langsung dari ibu atau

  6 pengasuh ke anak.

  2.1.3 Waktu

  Bakteri dalam plak memanfaatkan substrat untuk menghasilkan zat asam yang terus diproduksi selama mengonsumsi makanan kariogenik. Asam ini akan menyerang permukaan enamel selama 20 menit, hal ini umumnya disebut acid attack.

  

Acid attack yang berulang dan berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan enamel

  19

  secara terus menerus hingga membentuk sebuah kavitas. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,

  27 diperkirakan 6-48 bulan.

  2.1.4 Substrat

  Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari dan menempel pada gigi. Seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada

  5

  gigi. Gula adalah zat yang paling mudah berdifusi ke dalam lapisan plak yang terdapat pada permukaan gigi. Bakteri dalam plak, terutama Streptococcus mutans memanfaatkan nutrien ini untuk menghasilkan asam yang terus diproduksi selama memakan makanan kariogenik. Asam yang terbentuk akan menyebabkan penurunan pH. Jika pH turun dibawah 5,5 , maka hal ini dapat menyebabkan demineralisasi enamel. Meningkatnya konsumsi makanan kariogenik dapat menyebabkan kerusakan

  10

  enamel yang berlanjut menghasilkan karies. Plak dan asam yang dihasilkan oleh

  19 bakteri di dalamnya juga berimplikasi terhadap penyakit periodontal.

2.2 Perilaku diet

  cenderung lebih menyukai makanan manis-manis dan lengket yang bisa menyebabkan terjadinya karies gigi, terutama di lingkungan sekolah yang makanan

  10

  dan minuman kariogeniknya bervariasi. Perilaku diet yang dikonsumsi sangat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu proses perkembangbiakan mikroorganisme di dalam mulut. Perilaku diet yang menyebabkan karies dikarenakan beberapa faktor yang salah dalam aplikasinya. Faktor tersebut adalah jenis makanan/ minuman yang dikonsumsi, waktu, durasi , frekuensi, bentuk makanan yang

  27 dikonsumsi serta cara mengonsumsinya.

  Analisa diet dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat faktor risiko seseorang terhadap pengalaman karies. Terdapat dua teknik utama dalam mengevaluasi diet yang dikonsumsi. Pertama dengan mencatat konsumsi makanan dalam dua puluh empat jam mendatang. Teknik ini biasa disebut ‘sistem pengamatan 24 jam’. Metode lainnya adalah dengan memperoleh cacatan diet 3-7 hari. Semua makanan atau minuman yang dikonsumsi selama itu dicatat oleh pasien. Dokter gigi harus memberikan instruksi yang jelas agar pasien mengerti dengan pasti cara mengisi lembar dietnya. Beberapa informasi yang harus tertera dalam pencatatan diet adalah Jenis makanan, lama konsumsi, jumlah, waktu konsumsi dan cara konsumsi. Setelah diisi kemudian dokter akan melakukan analisis dan memberikan anjuran diet pada pasien. Sistem pencatatan diet ini tidak terlepas dari kerjasama dan kejujuran

  16,20 pasien.

2.2.1 Jenis konsumsi

  Makanan yang mengandung karbohidrat merupakan makanan yang kariogen, namun tidak semua karbohidrat bersifat kariogen. Jumlah dan tipe karbohidrat dalam suatu makanan merupakan faktor yang menentukan efek makanan tersebut terhadap

  19 kesehatan gigi (Tabel 1).

  19 Tabel 1. Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogeniknya

  Sukrosa Tinggi Laktosa Sedang

  Glukosa Sedang Maltosa Sedang-rendah

  Fruktosa Sedang Sorbitol Rendah

  Mannitol Rendah Xylitol Rendah

  Pati Rendah

  Simple carbohydrate , yang sering disebut fermentasi karbohidrat, lebih

  kariogenik dari pada karbohidrat kompleks. Sukrosa merupakan fermentasi karbohidrat yang paling kariogen. Walaupun gula lainnya tetap berbahaya, sukrosa merupakan gula yang paling banyak di konsumsi, sehingga merupakan penyebab karies yang utama. Sukrosa juga merupakan jenis karbohidrat yang merupakan media untuk pertumbuhan dan meningkatkan koloni bakteri Streptococcus mutans. Kandungan sukrosa dalam makanan seperti permen coklat dan makanan manis merupakan faktor pertumbuhan bakteri yang pada akhirnya akan meningkatkan

  1

  proses terjadinya karies gigi. Karbohidrat kompleks, dalam bentuk zat pati di dalam buah dan sayuran, memiliki tingkat kariogenitas yang rendah. Hal ini disebabkan karena zat pati terlebih dahulu diuraikan menjadi gula monosakarida sebelum ia bisa

  10,19 dimanfaatkan oleh plak.

  Beberapa penelitian menyatakan protein dan lemak hanya sedikit atau tidak

  19

  sama sekali menyebabkan kerusakan pada gigi. Makanan yang mengandung protein yang tinggi seperti daging dan kacang-kacangan akan diubah menjadi zat yang bersifat alkali (basa) oleh bakteri dalam mulut, sehingga dapat menghambat

  10 terjadinya karies gigi.

  Makanan yang paling tinggi menyebabkan kerusakan merupakan makanan yang kariogenik tinggi. Makanan yang tidak menyebabkan kerusakan gigi disebut makanan nonkariogenik. Riset yang dilakukan oleh peneliti di Eastman Dental Center di New York mengkategorikan makanan berdasarkan tingkat kariogeniknya (Tabel

  19

  19 Tabel 2. Jenis makanan berdasarkan tingkat kariogeniknya Potensi Jenis Makanan

  Tinggi Buah yang dikeringkan, permen, coklat, sereal, kue, biskuit, donat, cupcake, dan bahan pemanis tambahan. Sedang Jus buah, sirup, manisan, buah kalengan, minuman ringan, roti dan potato chips. Rendah Sayur, susu, kacang, jagung dan yoghurt. Tidak berpotensi Daging, ikan, lemak dan minyak

  Mampu menghambat karies Keju dan golongan xylitol

2.2.2 Frekuensi konsumsi

  Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula diantara jam makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Sesuai dengan penjelasan pada kurva Stephan bahwa konsumsi sukrosa akan meningkatkan aktivitas bakteri untuk memproduksi asam dan menurunkan pH rongga mulut dalam waktu 20 sampai 30 menit. Frekuensi konsumsi makanan dan minuman yang terlalu sering dapat menyebabkan buffer saliva tidak mempunyai kesempatan untuk menetralisir pH asam

  19,21 di rongga mulut sehingga proses demineralisasi menjadi dominan.

  Penelitian Graff menyatakan bahwa dibutuhkan waktu tiga jam jeda antara

  21 waktu makan untuk menormalkan pH setelah terpapar dengan makanan kariogenik.

  Jika anak hanya makan tiga kali sehari, tanpa ‘ngemil’ diantara jam makan kecuali air, gigi hanya terpapar asam tiga kali dua puluh menit dalam sehari. Akan tetapi, kebanyakan orang, terutama anak-anak, ngemil diantara jam makan, dan kebanyakan

  

snack yang dimakan merupakan kariogenik sehingga zat asam yang dihasilkan

  bertambah. Acid attack yang terus berulang ini dapat menyebabkan kerusakan pada

  19

  enamel, yang merupakan tahap pertama dalam inisiasi karies gigi. Semakin sering

  23 terjadi perubahan pH, maka semakin cepat pula proses karies terjadi.

  2.2.3 Bentuk fisik

  menginisiasi kerusakan gigi, tergantung pada jumlah waktu kontaknya makanan tersebut dengan permukaan gigi. Tingkat retensi makanan menggambarkan keadaan lengketnya suatu makanan. Hal ini menentukan seberapa lama makanan tersebut

  21 dapat dibersihkan di rongga mulut yang biasa disebut oral clearance time.

  Makanan dalam bentuk cair memiliki oral clearance time tercepat dan paling tidak berbahaya meskipun makanan ini mengandung persentase sukrosa yang tinggi. Makanan kering atau padat yang mengandung karbohidrat yang cenderung lengket ke gigi mungkin sangat kariogenik. Karena perlahan larut di dalam mulut, maka hal ini

  19

  dapat menyebabkan Acid attack yang berkepanjangan. Makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gingiva. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membersihkan gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak

  1 melekat pada gigi.

  Makanan yang paling kariogenik adalah makanan yang mengandung gula dan dalam bentuk paling retentif dengan gigi. Vipeholm melakukan penelitian tentang kejadian karies pada pasien yang memakan roti mengandung sukrosa dan pada pasien yang meminum kopi dan teh yang kadar sukrosanya lebih tinggi. Pasien yang memakan roti memiliki kerusakan gigi empat kali lebih besar dari pada pasien yang meminum teh dan kopi. Ia juga menyatakan bahwa pasien yang memakan roti yang ditaburi gula saat makan memiliki kerusakan gigi dua kali lebih besar dari pada

  21 pasien yang menambahkan gula dalam bentuk cair.

  2.2.4 Durasi konsumsi

  Lamanya konsumsi makanan dan minuman terutama jenis kariogenik perlu diperhatikan. Selama makanan atau minuman berada di rongga mulut, gigi akan terpapar zat asam dengan pH kritis. Kontak yang lama antara permukaan gigi dengan makanan/ minuman yang mengandung gula akan menyebabkan gigi terpapar zat asam lebih lama dan memberikan peluang lebih besar dalam proses perusakan

26 Durasi makanan dan minuman di rongga mulut dapat dipengaruhi oleh bentuk

  fisik makanan dan cara konsumsi makanan/ minuman. Makanan dalam bentuk cair memiliki durasi yang singkat di dalam rongga mulut, sehingga waktu kontak makanan dengan permukaan gigi tidak lama. Durasi konsumsi minuman yang mengandung gula akan lebih lama pada anak yang mengkonsumsi dengan botol

  22 daripada konsumsi dengan gelas.

2.2.5 Cara konsumsi

  Perpindahan konsumsi susu dari ASI menuju botol (dengan susu formula) sering menimbulkan kendala tersendiri, karena anak enggan minum dengan susu botol. Salah satu trik orang tua adalah dengan menambahkan gula ke dalam susu formula sebagai pengganti rasa manis laktosa yang terdapat dalam ASI dan susu sapi. Dengan menambahkan gula, batita jadi mau meminum susu botolnya, namun hal ini sangat perlu diwaspadai karena pemberian gula pasir untuk seterusnya sangat mempengaruhi timbulnya kerusakan pada gigi. Kontak yang berkepanjangan antara permukaan gigi dengan cairan yang mengandung gula akan menimbulkan pola khas

  

7

dari karies gigi, terutama pada gigi insisivus.

  Memberikan susu botol untuk membuat anak tidur merupakan kebiasaan yang sulit dihentikan. Selama menyusui, dot terletak di bagian palatal sehingga susu atau minuman manis lainnya tergenang pada gigi atas yang dapat menyebabkan mikroorganisme dalam mulut menghasilkan asam disekeliling gigi. Karena aliran dan kapasitas netralisasi saliva yang berkurang saat tidur, maka demineralisasi menjadi

  7,22,24

  proses yang dominan. Menggunakan botol merupakan predisposisi terhadap S-ECC karena dot yang menghambat akses saliva untuk gigi desidui maksila. Disisi lain, gigi insisivus mandibula dekat dengan kelenjar saliva utama dan terlindungi oleh permukaan lidah bagian depan. Hal ini menjadikan pola karies botol yang khas

  3

  karena gigi insisivus mandibula yang relatif imun terhadap karies. Anak yang menggunakan botol mengalami kerusakan pada gigi anterior dibandingkan dengan anak yang tidak menggunakan botol. Pola karies di bagian anterior ini juga lebih dibandingkan dengan anak yang tidak memakai botol. American Academic of

  

Pediatric Dentistry tidak merekomendasikan penggunaan dot (pacifier). Beberapa

  penelitian juga menyatakan bahwa penggunaan dot adalah faktor risiko untuk otitis

  22 media pada anak-anak.

  Cara makan pada batita berkaitan dengan pola karies dan keparahannya dan

  22

  juga bergantung dengan durasi. Banyak orang tua yang mengeluhkan adanya kebiasaan makan anaknya yang tidak berkenan baginya seperti mengemut makanan. Mengemut makanan diartikan sebagai cara makan dengan proses yang lama di luar kewajaran serta mempertahankan makanan di dalam mulutnya tanpa dikunyah dan ditelan. Faktor kemudahan terutama akibat kesibukan di kota besar membuat anak mendapatkan makanan instan yang biasanya lebih memperhatikan kandungan asupan dibandingkan konsistensi dan tekstur dari makanan itu sendiri. Selain itu makanan olahan yang beredar di masyarakat yang merupakan makanan hasil olahan seperti nugget, burger, ayam goreng siap saji, mempunyai rasa yang gurih akan tetapi lunak. Lunaknya makanan akan membuat anak tidak melatih rahangnya untuk mengunyah, sehingga dalam jangka waktu 1 sampai 2 tahun (sekitar anak berusia 3 tahun) kemampuan ototnya untuk menggerakan rahang menjadi lemah dan anak memilih untuk menyimpan makanannya di dalam mulut. Kebiasaan makan sambil bermain atau sambil menonton film kartun kesukaan anak, membuat anak tidak fokus terhadap apa yang seharusnya dia lakukan saat makanan. Semakin lama karbohidrat disimpan di dalam mulut, maka akan menyebabkan gigi terpapar zat asam lebih lama dan memberikan peluang lebih besar dalam proses perusakan enamel dibandingkan

  26 makanan yang langsung larut.

2.3 Kerangka Teori

   Etiologi Early Childhood Caries (ECC) Pencegahan

  Host Mikrooganisme Substrat Waktu Anjuran dan Analisis Diet

  Perilaku Diet Anak :

  • Pola makan utama
  • Pola makan selingan
  • Pola minum minuman manis
  • Pola minum susu

2.4 Kerangka Konsep

  Analisis Perilaku Diet Perilaku Diet Anak:

  Pengalaman

  • Pola makan utama

  Early Childhood Caries

  • Pola makan selingan

  (ECC)

  • Pola minum minuman manis
  • Pola minum susu

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dan NON S-ECC Di Kecamatan Medan Baru

2 56 77

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

2 56 76

Hubungan Perilaku Diet Anak Dengan Early Childhood Caries (ECC) Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 62 109

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 41 103

Hubungan Perilaku Diet Dengan Early Childhood Caries (Ecc) Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Selayang

2 63 94

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Bara

0 35 103

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dan NON S-ECC Di Kecamatan Medan Baru

0 0 23

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

0 2 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Perilaku Diet Anak Dengan Early Childhood Caries (ECC) Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 0 19