BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis - Perbandingan Pola Kuman Aerob dan Sensitifitasnya terhadap Antibiotik antara Cavum Nasi dan Sinus Maksila pada Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sinusitis

  Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari

  9,15

  mekanisme drainase normal. Secara tradisional terbagi dalam akut (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

  15 3 bulan), dan kronik.

  Sinus paranasal adalah rongga di dalam tulang kepala yang terletak disekitar hidung dan mempunyai hubungan dengan rongga

  9 hidung melalui ostiumnya.

  Ada 4 pasang sinus yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontalis dan sfenoid kanan dan kiri dan beberapa sel-sel kecil yang

  1,9 merupakan sinus etmoid anterior dan posterior.

  Sinusitis dapat berkembang dari demam yang lebih dari seminggu, tetapi tidak semua orang dengan demam berkembang

  12

  menjadi sinusitis. Prinsip utama dalam menangani infeksi sinus adalah menyadari bahwa hidung dan sinus paranasalis hanyalah sebagian dari sistem pernafasan. Penyakit yang menyerang bronkus dan paru-paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasalis.

  Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh

  Diperkirakan kasus sinusitis di Amerika lebih dari 37 juta orang setiap tahun. Dilaporkan ke Centers for Disease Control and

  11 Prevention sebanyak 32 juta kasus sinusitis kronik setiap tahunnya

2.2. Anatomi

  Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang paling sulit didiskripsikan oleh karena bentuknya yang sangat bervariasi pada setiap individu, ada empat pasang sinus paranasal

  1 yaitu sinus maxilla, sinus etmoid, sinus frontal dan sinus sfenoid .

  Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi dan menghasilkan mukus dan silia, sekret disalurkan

  9

  kedalam rongga hidung melalui ostium masing-masing sinus . Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok anterior yang terdiri sinus frontalis, sinus maksila dan sinus etmoid anterior, muara sinus kelompok ini bermuara di meatus media, dekat infundibulum, sedangkan kelompok posterior terdiri dari sinus etmoid

  16,17 posterior dan sphenoid, ostiumnya terletak di meatus superior.

  Sinus maksila atau antrum Highmore adalah suatu rongga pneumatic berbentuk piramid yang tak teratur dengan dasarnya menghadap ke fosanasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila. Sinus ini merupakan sinus yang terbesar diantara sinus paranasal. Pengukuran volume sinus maksila dapat di kira -kira 15 ml. Tidak ada perbedaan kapasitas antara laki-laki dan perempuan.

  Ukuran kedua sinus maksila kanan dan kiri tidak selalu sama, tetapi diantara sinus paranasal yang lain, sinus maksila yang paling simetris antara kanan dan kiri serta paling sedikit mengalami variasi dalam perkembangan. Besar kecilnya rongga sinus maksila terutama

  35,36,37

  tergantung pada tebal tipisnya dinding sinus. Ukuran rata-rata pada bayi baru lahir 7 - 8 x 4 – 6 mm dan untuk 15 tahun 31 – 32 x 18

  • – 20 x 19 – 20 mm serta pada orang dewasa diperoleh ukuran sumbu

  34,36,38 anteroposteror 34 mm, tinggi 33 mm dan lebar 23 mm.

  Sinus mempunyai beberapa dinding, anterior dibentuk oleh permukaan maksila os maksila, yang disebut fosa kanina. Dinding posterior dibentuk oleh permukaan infratemporal maksila. Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral rongga hidung. Dinding superior dibentuk oleh dasar orbita dan dinding inferior oleh prosesus alveolaris dan palatum.

  Kompleks Osteomeatal (KOM)

  Kompleks osteomeatal (KOM) daerah yang rumit dan sempit pada sepertiga tengah dinding lateral hidung, yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus etmoid anterior. Kompleks osteomeatal (KOM) merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan penting dalam terjadinya sinusitis. Pada potongan koronal sinus paranasal terlihat gambaran suatu rongga antara konka media dan lamina papirasea. Isi dari KOM terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, sel agger nasi, resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel

  40,41

  etmoid anterior dengan astiumnya dan ostium sinus maksila

2.3. Patofisiologi

  Sinus paranasal adalah bagian dari traktus respiratorius yang berhubungan langsung dengan nasofaring. Sinus secara normal steril.

  Dengan adanya obstruksi, flora normal nasofaringeal dapat dapat menyebabkan infeksi.

  Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya berhadapan akan saling bertemu, dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan

  1,9,16 kista.

2.4. Faktor Predisposisi

  Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obtruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk

  9,18 tumbuhnya bakteri.

  Sebagai factor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara

  2.5. Klasifikasi.

  Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila gejala berlangsung 4 sampai 8 minggu

  4,9 sedangkan kronis berlangsung lebih dari 2 bulan.

  Tetapi apabila dilihat dari gejala, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible, misalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi

  4,9 pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.

  Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria

  32 mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.

  2.6 Epidemologi

  Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran nafas atas pada dewasa yang berhubungan dengan

  25

2.7. Sinusitis Maksila

  Sinus maksila disebut juga antrum High-more merupakan sinus

  1,9

  paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa dan merupakan sinus yang

  9

  sering terinfeksi, oleh karena : 1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar.

  2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia.

  3. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila.

  4. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

  Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul suatu infeksi saluran nafas atas yang ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan factor-faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Deformitas rahang wajah, terutama palatoskisis, dapat menimbulkan masalah pada anak. Anak-anak ini cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan ganguan geligi bertanggung jawab atas sekitar 10 persen infeksi sinus maksilaris

  9,16

  Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau

  11,15,16

  turun tangga . Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada. Selama berlangsungnya sinusitis maksilaris akut, pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, pus atau sekret mukopurulen

  11,18 dalam dalam nasofaring.

  Signs dan symptoms sinusitis maksilaris kronis kongesti hidung, sakit tenggorokan (dari postnasal), pada sekitar mata pipi atau dahi sakit lunak dan bengkak, sakit kepala, demam, penciuman berkurang, batuk, sakit gigi, susah bernafas, mudah lelah. Hal ini di keluhkan lebih

  11,12,15,18,19 dari 1 minggu.

2.8. Faktor Resiko

  Kondisi lain yang menyebabkan berkembangnya obstruksi sinus dan rentan menjadi sinusitis adalah :

  • Alergi. Inflamasi yang terjadi bersama alergi mungkin memblok sinus.
  • Deviasi septum nasi. Hal ini akan membatasi atau memblok aliran sinus, menciptakan lingkungan untuk infeksi.
  • Polip nasal. Pertumbuhan jaringan lunak ini mungkin membatasi aliran nasal, memperlambat drainase dan memudahkan infeksi berkembang.
  • Kondisi sakit yang lain. Penderita cystic fibrosis atau HIV dan penyakit defisiensi imun.

2.9. Penyebab

  Infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori atas lokasi lintasan udara pada hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan terbasuk infeksi virus yang menyebabkan common cold, dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika infeksi seperti cold inflames dan membrane mukosa hidung bengkak,pembengkakan membrane dapat menyebabkan obtruksi sinus sehingga cairan mukosa tidak dapat keluar. Karena saluran pembuang tertutup, sehingga tercipta lingkungan yang mana bakteri dan virus terperangkap pada sinus dan

  11,12,18 berkembang biak.

2.10. Pemeriksaan Diagnostik Sinusitis Maksilaris Kronik

2.10.1. Pemeriksaan a. Anamnese.

   Pemeriksaan pada anamnese didapati keluhan pasien

  Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria

  2,31

  minor antara lain : demam dan halitosis

  b. Pemeriksaan Fisik

  Pemeriksaan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior serta palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada

  1,30 daerah sinus yang terkena.

  c. Pemeriksaan radiologi

  Foto rontgen sinus paranasal Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain:

  1. Waters

  2. PA

  1 3. Lateral.

  Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah

  29,30 Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan (air fluid level) pada foto

  29,30 dengan posisi tegak.

  CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang

  30 terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.

  CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan

  30 terlihat jelas.

c. Nasoendoskopi

  Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab

  9,30 sinusitis.

  Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya

2.10.2. Diagnosis

  Diagnosis rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus Disease,

  31,32 1993 dan 2004.

  Kriteria mayor antara lain : Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria minor antara lain : demam

  2,31

  dan halitosis