Perbandingan Pola Kuman Aerob dan Sensitifitasnya terhadap Antibiotik antara Cavum Nasi dan Sinus Maksila pada Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis

(1)

PERBANDINGAN POLA KUMAN AEROB DAN

SENSITIFITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIK ANTARA

CAVUM NASI DAN SINUS MAKSILA PADA PENDERITA

RINOSINUSITIS MAKSILA KRONIS

T E S I S

Abdul Gani 097111011 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H.

ADAM MALIK MEDAN 2013


(2)

PERBANDINGAN POLA KUMAN AEROB DAN

SENSITIFITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIK ANTARA

CAVUM NASI DAN SINUS MAKSILA PADA PENDERITA

RINOSINUSITIS MAKSILA KRONIS

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Patologi Klinik / M. Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

ABDUL GANI 097111011 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H.

ADAM MALIK MEDAN 2013


(3)

Judul Penelitian : Perbandingan pola kuman aerob dan

sensitifitasnya terhadap antibiotik antara cavum nasi dan sinus maksila pada penderita

rinosinusitis maksila kronis

Nama Mahasiswa : Abdul Gani

Nomor Induk Mahasiswa : 197111011

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Pembimbing I

Dr. Ricke Loesnihari, Mked(ClinPath),SpPK-K

Pembimbing II

Dr. Mangain Hasibuan,SpTHT-KL

Disahkan oleh: Ketua Departemen Patologi Klinik

FK-USU/RSUP H.Adam malik Medan

Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/ RSUP H.Adam malik Medan

NIP. 194910111979011001 Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH

NIP. 194807111979032001 Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 01 Mei 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH (...) Anggota : 1. Prof .DR.dr.Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH (...)

2. Dr. Mangain Hasibuan,SpTHT-KL (...) 3. Prof.dr.Burhanuddin Nasution, SpPK-KN (...) 4. Prof.dr. Herman Hariman,PhD, SpPK-K (...) 5. Dr. Ricke Loesnihari, Mked(ClinPath),SpPK-K (...)


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Bismillahirrahmannirrahim, saya panjatkan puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Megister Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan karya tulis (tesis) yang berjudul Perbandingan Pola Kuman Aerob dan Sensitifitasnya terhadap Antibiotik antara Cavum Nasi dan Sinus Maksila pada Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis.

Saya sangat menyadari bahwa tulisan ini mungkin masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasannya, dengan semua keterbatasan tersebut, saya berharap mendapat masukan yang bermanfaat demi kebaikan kita semua.

Selama saya mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian

untuk karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini.

Untuk semua itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga kepada :

Yth, dr. Ricke Loesnihari, SpPK-K, sebagai pembimbing saya dan

juga Sekretaris Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan, sampai selesainya tesis ini.

Yth, dr. Mangain Hasibuan, SpTHT-KL, pembimbing II dari

departemen THT Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang sudah memberikan banyak bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan bantuan mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakan penelitian sampai sampai selesainya tesis ini.

Yth, Prof. dr. Adi Koesoema Aman SpPK-KH, FISH, Ketua

Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan


(6)

kesempatan kepada saya sebagai peserta Pendidikan Magister Patologi Klinik dan telah memberikan pengarahan selama saya mengikuti pendidikan.

Yth, Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, sebagai Ketua dan

Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Sumatera Utara, yang telah banyak memebimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan dan menyelesaikannya.

Yth, Prof. dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH, yang telah

banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan dan menyelesaikan penulisan tesis ini.

Yth, Prof. dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, yang telah banyak

membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan dan menyelesaikan penulisan tesis ini.

Yth, dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K, FISH, dr. Tapisari Tambunan, SpPK-KH, dr. Ozar Sanuddin, SpPK-K, dr. Nelly Elfrida, SpPK, semuanya guru-guru saya yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan selama saya mengikuti pendidikan Megister di Departemen Patologi Klinik dan selama penyelesaian tesis ini. Hormat dan terima kasih saya ucapkan.

Yth, Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan

bimbingan, arahan dibidang statistik selama saya memulai penelitian sampai selesainya tesis saya, terima kasih banyak saya ucapkan.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan di Departemen Patologi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada Dekan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan di Departemen Patologi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, yang telah mengizinkan


(7)

dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja dilingkungan Rumah Sakit ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp THT-KL (K), sebagai Kepala Departeman THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan izin tempat dalam terlaksananya penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp. THT-KL (K), dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL, dr. Andrina Y.M. Rambe, Sp. THT-KL, dr. Ferryan Sofyan, M. Kes, Sp THT-KL yang telah banyak memberikan bimbingan dalam ilmu dan pengetahuan dibidang THT-KL, baik teori maupun keterampilan sehingga selesai penelitian ini dikerjakan. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman teman sejawat PPDS kepada dr. Edward, dr. Samsul, dr. Adrian, dr. Erika, dr. Silvia dan seluruh PPDS di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan dukungan kerja samanya dalam pembuatan penelitian ini hingga selesai.

Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat Program Pendidikan Megister Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para analis, pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan dan kerja sama yang diberikan kepada saya sejak mulai pendidikan dan selesainya tesis ini.

Terima kasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada yang mulia ayahanda Alm. Muzif Aliludin dan ibunda Darmawati, dengan segala upaya telah yang telah melahirkan, membesarkan, mengasuh, mendidik dan membimbing dengan penuh kasih saying semenjak kecil sehingga dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada kedua Orang tua, Agama, Bangsa dan Negara. Dengan memanjatkan do’a kehadirat Allah SWT, ampunilah dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Terima kasih juga saya tujukan kepada adik-adik saya, Abdul Rauf, M. Ishak, dan Salman Alfarisi.


(8)

Terima kasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada mertua

saya Alm. Drs. H. Sjahrudin Shambas dan Hj. Halimah serta kakak ipar

dan abang ipar saya Ida Suryani, Antasari Syahril, Almh Andin

Handayani, Dian Anggraini, Linda Chairuni dan Andri Syahrial.

Kepada istriku tercinta Inong Atilani, SH, yang telah mendampingi saya selama ini hingga memberikan motivasi serta dorongan semangat kesabaran dalam suka dan duka. Juga kepada kedua anak saya tersayang

Ghina Syakirah Juliani dan Ghazir Rizky Ramadhan yang telah

memberikan waktunya selama ini, tiada kata yang lebih indah yang dapat saya ucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya sampai pada saat yang berbahagia ini.

Akhirnya izinkan saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada aya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang, Amiin, Amiin Ya Robbal’alamin.

Medan, 1 April 2013 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan Pembimbing ... i

Kata Pengantar ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SINGKAT ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

Abstrak ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Sinusitis ... 8

2.2 Anatomi ... 9

2.3 Patofisiologi ... 11

2.4 Faktor Predisposisi ... 12

2.5 Klasifikasi... 13

2.6 Epidemologi ... 13

2.7 Sinusitis Maksilaris ... 14

2.8 Faktor Resiko ... 15

2.9 Penyebab ... 16


(10)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Rancangan Penelitian ... 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

3.3.1 Populasi ... 20

3.3.2 Sampel Penelitian ... 20

3.4 Perkiraan Besar ... 21

3.5 Variabel Penelitian ... 22

3.5.1 Definisi operasional variable ... 22

3.6 Bahan dan Cara Kerja ... 23

3.6.1 Bahan ... 23

3.6.2 Cara Kerja ... 28

3.6.3 Prosedur Kerja API 20 E ... 33

3.6 Pemantapan Kualitas ... 34

3.7 Kerangka Konsep ... 37

3.8 Kerangka Kerja ... 38

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 39

4.1 Pengelompokan Sampel Berdasarkan Umur ... 39

4.2 Pengelompokan berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4.3 Perbandingan Profil Kuman Cavum Nasi Dengan Sinus Maksila ... 41

4.4 Pertumbuhan Kuman ... 42

4.5 Perbandingan Kuman Gram Positif Dengan Kuman Negatif ………. . 42

4.6 Profil Kuman Aerob Pada Hasil Kultur Kuman Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis ... 43

4.7 Distribusi Kuman Yang Tumbuh Berdasarkan Lokasi Pada Cavum Nasi Dan Sinus Maksila ………... ... 44

4.8 Profil Antibiotik Yang Sensitif Pada Uji Sensitifitas Kuman Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis ... 45


(11)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 48

5.1 Pengelompokan Sampel Berdasarkan Umur ... 48

5.2 Pengelompokan Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

5.3 Perbandingan Profil Kuman Cavum Nasi dengan Sinus Maksila .. .... 50

5.4 Pertumbuhan Kuman ... 51

5.5 Perbandingan Kuman Gram Positif dengan Gram Negatif ... 51

5.6 Profil Kuman Aerob Pada Hasil Kultur Kuman Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis . ... 52

5.7 Distribusi Kuman Yang Tumbuh Berdasarkan Lokasi Pada Cavum Nasi dan Sinus Maksila ... 53

5.8 Profil Antibiotik Yang Sensitif Pada Uji Sensitifitas Kuman Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis ... 54

5.9 Pola Resistensi pada Kedua Spesimen ... 55

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.6.1 Clasifikasi Laboratoriun Seluruh Indonesia ………... 27

Tabel 4.1.2 Pengelompokkan sampel berdasarkan umur 39

Tabel 4.3.3 Perbandingan prifil kuman cavum nasi dengan sinus maksila .. 41

Tabel 4.8.4 Antibiogram ……… 45

Tabel 4.9.5 Pola resistensi pada kedua specimen ……….. 47


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.2.1 Pengelompokkan sampel berdasarkan jenis kelamin ……. 40 Gambar 4.4.2 Pertumbuhan kuman ……….. 42 Gambar 4.5.3 Perbandingan kuman ………. 42 Gambar 4.6.4 Profil kuman aerob pada hasil kultur kuman

penderita rinosinusitis maksila kronis ………. 43 Gambar 4.7.5 Distribusi kuman yang tumbuh berdasarkan lokasi pada cavum nasi dan sinus maksila ………. 44


(14)

DAFTAR SINGKATAN

API : Analytical Profile Index

BSEF : Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

CIT : Citrat

CWL : Cald Well Luc

Dkk : dan kawan-kawan

GEL : Gelatin Hydroplisis

H2S : Hydrogen Sulfat

MSA : Manitor Salt Agar

NCCLS : National Commite for Clinical Laboratory Standart

NIT : Nitrat

ODS : Ornithine Decarboxylase

PAL : B-Naphthyl Phosphate

SOP : Standard Operating Procedure

URE : Urease

VP : Voges Proskauer


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan

Lampiran 3 Data Pasien

Lampiran 4 Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Lampiran 5 Data Hasil Pasien


(16)

PERBANDINGAN POLA KUMAN AEROB DAN SENSITIFITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIK ANTARA CAVUM NASI DAN SINUS MAKSILA

PADA PENDERITA RINOSINUSITIS MAKSILA KRONIS Abdul Gani, Ricke.L, Mangain.H

Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan

Abstrak. Latar belakang: Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus

paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut Rinosinusitis. Sinusitis maksila kronik adalah proses inflamasi mukosa sinus

maksila oleh karena infeksi dan berlangsung lebih dari 3 bulan. Tujuan:

Mengetahui pola kuman aerob dan uji sensitivitas pada penderita sinusitis maksila kronis yang berasal dari spesimen cavum nasi dan sinus maksila. Metode dan materi: Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study yang dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan Juli s/d September 2012. Jumlah subjek penelitian 23. Sampel penelitian adalah seluruh pasien yang didiagnosa sinusitis maksila kronis dan yang menjalani pembedahan. Sampel diambil pada 2 lokasi yaitu sekret cavum nasal dan Sekret sinus maksila. Sampel yang didapat dilakukan pewarnaan gram, di kultur dan uji sensitifitas antibiotik dengan API 20 E. Hasil: Dari 23 pasien, dijumpai laki-laki 52.2%, perempuan 47.8%, Kelompok umur >40 (26.1%), 15-20 (21.8%), 21-25 (13%), 26-30 (13%), 36-40 (13%), 31-35 (8.8%). Kuman yang terbanyak pada cavum nasi adalah

Staphylococcus epidermidis sebanyak 36% dan sinus maksila Streptococcus

viridan ( ) dan paling sedikit Streptococcus pyogenes sebanyak 2%.

Kesimpulan: Data profil kuman dari hasil kultur kuman aerob dari sampel

cavum nasi dengan sinus maksila yang didapati pada penderita Rinosinusitis Maksila Kronis tidak ada profil kuman yang sama dan uji sensitifitas antibiotik yang sensitive terbanyak untuk kuman aerob gram positif pada penderita Rinosinusitis Maksila Kronis adalah Vancomisin dan gram negative Amikacin.

Kata Kunci: Rinosinusitis maksila kronis, cavum nasi, sinus maksila


(17)

Aerobic bacteria PATTERN COMPARISON OF ANTIBIOTICS AND sensitivity BETWEEN RICE AND maxillary sinus cavity PATIENTS ON

CHRONIC maxillary rhinosinusitis Abdul Gani, Ricke.L, Mangain.H

Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, University of North Sumatera / RSUP.H.Adam Malik

Abstract. Background: Sinusitis is an inflammation of the paranasal sinus mucosa. Generally accompanied or rhinitis triggered by so often called rhinosinusitis. Maxillary sinusitis is a chronic inflammatory process of the maxillary sinus mucosa due to infection and lasted more than 3 months. Objective: To determine the pattern of aerobic bacteria and test sensitivity in patients with chronic maxillary sinusitis specimens derived from rice and

maxillary sinus cavity. Methods and materials: This study was a cross

sectional study conducted in the Department of Clinical Pathology Haji Adam Malik Hospital in Medan, in July s / d September 2012. Number of subjects 23. The samples were all patients diagnosed with chronic maxillary sinusitis and underwent surgery. Samples were taken at 2 locations: nasal secretions cavity and maxillary sinus secretions. Samples obtained do gram staining, in

culture and antibiotic sensitivity testing with the API 20 E. Results: Of 23

patients, found 52.2% male, 47.8% female, age group> 40 (26.1%), 15-20 (21.8%), 21-25 (13%), 26-30 (13%), 36-40 (13%), 31-35 (8.8%). Germs are most at cavum nasi is as much as 36% of Staphylococcus epidermidis and Streptococcus viridan maxillary sinus () and Streptococcus pyogenes at least

as much as 2%. Conclusions: Data from the germs profile aerobic bacteria

culture results of samples of rice with maxillary sinus cavity is found in patients with chronic maxillary rhinosinusitis no germs same profile and antibiotic sensitivity test most sensitive to aerobic gram-positive bacteria in patients with chronic maxillary rhinosinusitis is Vancomisin and Amikacin gram negative.


(18)

PERBANDINGAN POLA KUMAN AEROB DAN SENSITIFITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIK ANTARA CAVUM NASI DAN SINUS MAKSILA

PADA PENDERITA RINOSINUSITIS MAKSILA KRONIS Abdul Gani, Ricke.L, Mangain.H

Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan

Abstrak. Latar belakang: Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus

paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut Rinosinusitis. Sinusitis maksila kronik adalah proses inflamasi mukosa sinus

maksila oleh karena infeksi dan berlangsung lebih dari 3 bulan. Tujuan:

Mengetahui pola kuman aerob dan uji sensitivitas pada penderita sinusitis maksila kronis yang berasal dari spesimen cavum nasi dan sinus maksila. Metode dan materi: Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study yang dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan Juli s/d September 2012. Jumlah subjek penelitian 23. Sampel penelitian adalah seluruh pasien yang didiagnosa sinusitis maksila kronis dan yang menjalani pembedahan. Sampel diambil pada 2 lokasi yaitu sekret cavum nasal dan Sekret sinus maksila. Sampel yang didapat dilakukan pewarnaan gram, di kultur dan uji sensitifitas antibiotik dengan API 20 E. Hasil: Dari 23 pasien, dijumpai laki-laki 52.2%, perempuan 47.8%, Kelompok umur >40 (26.1%), 15-20 (21.8%), 21-25 (13%), 26-30 (13%), 36-40 (13%), 31-35 (8.8%). Kuman yang terbanyak pada cavum nasi adalah

Staphylococcus epidermidis sebanyak 36% dan sinus maksila Streptococcus

viridan ( ) dan paling sedikit Streptococcus pyogenes sebanyak 2%.

Kesimpulan: Data profil kuman dari hasil kultur kuman aerob dari sampel

cavum nasi dengan sinus maksila yang didapati pada penderita Rinosinusitis Maksila Kronis tidak ada profil kuman yang sama dan uji sensitifitas antibiotik yang sensitive terbanyak untuk kuman aerob gram positif pada penderita Rinosinusitis Maksila Kronis adalah Vancomisin dan gram negative Amikacin.

Kata Kunci: Rinosinusitis maksila kronis, cavum nasi, sinus maksila


(19)

Aerobic bacteria PATTERN COMPARISON OF ANTIBIOTICS AND sensitivity BETWEEN RICE AND maxillary sinus cavity PATIENTS ON

CHRONIC maxillary rhinosinusitis Abdul Gani, Ricke.L, Mangain.H

Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, University of North Sumatera / RSUP.H.Adam Malik

Abstract. Background: Sinusitis is an inflammation of the paranasal sinus mucosa. Generally accompanied or rhinitis triggered by so often called rhinosinusitis. Maxillary sinusitis is a chronic inflammatory process of the maxillary sinus mucosa due to infection and lasted more than 3 months. Objective: To determine the pattern of aerobic bacteria and test sensitivity in patients with chronic maxillary sinusitis specimens derived from rice and

maxillary sinus cavity. Methods and materials: This study was a cross

sectional study conducted in the Department of Clinical Pathology Haji Adam Malik Hospital in Medan, in July s / d September 2012. Number of subjects 23. The samples were all patients diagnosed with chronic maxillary sinusitis and underwent surgery. Samples were taken at 2 locations: nasal secretions cavity and maxillary sinus secretions. Samples obtained do gram staining, in

culture and antibiotic sensitivity testing with the API 20 E. Results: Of 23

patients, found 52.2% male, 47.8% female, age group> 40 (26.1%), 15-20 (21.8%), 21-25 (13%), 26-30 (13%), 36-40 (13%), 31-35 (8.8%). Germs are most at cavum nasi is as much as 36% of Staphylococcus epidermidis and Streptococcus viridan maxillary sinus () and Streptococcus pyogenes at least

as much as 2%. Conclusions: Data from the germs profile aerobic bacteria

culture results of samples of rice with maxillary sinus cavity is found in patients with chronic maxillary rhinosinusitis no germs same profile and antibiotic sensitivity test most sensitive to aerobic gram-positive bacteria in patients with chronic maxillary rhinosinusitis is Vancomisin and Amikacin gram negative.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut

Rinosinusitis.1

Rinosinusitis dapat menyebabkan beban ekonomi yang tinggi dan penurunan kualitas hidup yang cukup besar, serta dapat menimbulkan produktifitas menurun demikian juga daya koensentrasi bekerja.

Rinosinus merupakan penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya.

1,2

Sinusitis maksila kronik adalah proses inflamasi mukosa sinus maksila oleh karena infeksi dan berlangsung lebih dari 3 bulan.

1,2

Sinusitis maksila merupakan salah satu penyakit yang masih banyak dijumpai dalam peraktek sehari-hari, biasanya sering dianggap seperti penyakit saluran nafas biasa.

16

16

Pada tahun 2001, lebih dari 35 juta orang dewasa Amerika menderita rinosinusitis dan lebih dari 460.000 pembedahan sinus dilakukan setiap tahun, sehingga pembedahan ini menjadi salah satu tindakan bedah yang paling sering dilakukan.


(21)

Data dari Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut

adalah 435 pasien 69% nya adalah rinosinusitis kronis.1

Pada penelitian di poliklinik THT-KL RS. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2007 didapatkan 108 pasien (64,29%) penderita rinosinusitis kronis.

5

Data yang didapat pada departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada/RS Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006 – 2007 penderita rinosinusitis kronis 118 pasien.

6

Di Departemen THT-KL RS. Fakultas Kedokteran USU RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008 didapatkan 296 penderita rinosinusitis kronis dari 783 pasien yang datang ke divisi Rinologi RSUP H. Adam Malik Medan.

7

Kuman penyebab rinosinusitis maksila kronis adalah kuman aerob dan anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans dan Haemophylus influenza.

Dari penelitian Evans dkk (1975) dan Hamory dkk (1978) didapatkan kuman terbanyak yang dapat diisolasi pada penderita

sinusitis maksila akut/subakut adalah Haemophilus influenzae dan

Streptococcus pneumoniae.

8

12,13 Kuman lain yang dapat diisolasi adalah

kuman anaerob (12%), Neisseria species (8,5%), Streptococcus


(22)

hemolytic Streptococcus (3%), Staphylococcus aureus (2%),

Pseudomonas aeruginosa (2%) dan Escherechia coli (2%).

Penelitian yang sama dibagian THT-KL RSCM mendapatkan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba pada sinusitis

kronis, seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans dan

Haemophylus influenzae dan anaerob seperti Peptostreptococcus dan

Fusobacterium.

14

Pola kuman pada penelitian Ika S dan Mulyarjo (1999) di RS Soetomo Surabaya menemukan kuman aerob terbanyak dari sinus

maksila Staphylococcus aureus 33,3% dan kuman yang paling sedikit

adalah Klebsiella pneumonia sp dan Escherechia coli masing-masing

6,7%.

9

Pola kuman pada penelitian di Departemen THT RSUP H. Adam Malik tahun 2002, dijumpai kuman aerob pada penderita rinosinusitis

maksila kronis adalah Streptococcus pneumoniae sebesar 45% dan

Pseudomonas sp 20%.10 Sedangkan penelitian yang sama pada tahun

2009-2010 didapati kuman aerob terbanyak pada uji kultur kuman

penderita rinosinusitis maksila kronis adalah Streptococcus viridans

sebanyak 17 penderita atau 36,2 % dan kuman yang terendah didapati

pada uji kultur kuman adalah Staphylococcus saprophyticus dan


(23)

Pada pengobatan sinusitis maksila keberhasilan dipengaruhi beberapa faktor antara lain :

- Virulensi dan kepekaan kuman terhadap antibiotika. 14,24

- Daya tahan tubuh penderita, yaitu tergantung kondisi tubuh, misalnya alergi, diabetes, penyakit neoplastik (khususnya penerima sitostatika) dan penerima steroid jangka panjang.

- Pemberian antibiotika yang tidak tepat, sehingga penderita sinusitis maksila akut/subakut masuk ketahap kronik.

- Aerasi dan drainase sinus.

Dahulu terapi sinusitis maksila tanpa komplikasi yang menjadi pilihan pertama adalah Penisilin dan derivatnya termasuk

amoksisilin14,25,26

Salah satu kelemahan amoksisilin adalah dapat dirusak oleh β

laktamase yang diproduksi oleh sebagian strain H. Influenzae dan M.

Cataralis yang merupakan kuman penyebab sinusitis akut. Menurut

Brook (1996) kuman penghasil β laktamase dalam secret penderita sinusitis maksila sebesar 30%-40%.

27

Pola kuman dan kepekaannya dapat berubah karena banyaknya kuman yang resisten terhadap antibiotika tertentu, sehingga identifikasi kuman penting untuk memilih antibiotika yang sesuai. Wald melaporkan terjadi peningkatan resistensi kuman S. pneumoniae terhadap Kotrimoxazol dari 5% (1979) menjadi 30% (1984).

Maka hal ini yang menyebabkan gagalnya terapi dengan menggunakan Amoksisilin.


(24)

Pada penelitian Hannele R, Seppo dan Jukka S (1989) di RSP Militer Helsinki, Finland dalam penelitian perbandingan flora kuman pada cavum nasal orang sehat dengan penderita sinus maksila akut

mendapatkan yang sehat H. influenzae 4%, Streptococcus

pneumoniae 1%, B. catarrhalis 3%. Streptococcus pyogenes 1% dan

yang sinus maksila akut H. influenzae 61%, S. pneumoniae 25%, B.

catarrahalis 7% dan S. pyogenes 6%.39

Dari hasil penelitian tersebut diatas bahwa pola kuman cavum nasi dan penderita sinus maksila pada penderita rinosinusitis maksilaris akut hampir sama, untuk itu peneliti ingin membandingkan pada pasien sinusitis maksila kronis apakah spesimen dari cavum nasi dengan spesimen dari sinus maksila memiliki pola kuman yang sama.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah ada pola kuman aerob dari kultur kuman serta uji sensitivitas terhadap antibiotik antara spesimen cavum nasi dengan sinus maksila pada pasien sinusitis maksila kronis yang dilakukan pemeriksaan pada Departemen Patologi Klinik divisi Penyakit Tropik Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan yang dilakukan irigasi sinus maksila pada Departemen THT divisi Rinologi Fakultas Kedokteran Universitas


(25)

Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan dan ditambah dari RSU Haji Mina Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui pola kuman aerob dan uji sensitivitas pada penderita sinusitis maksila kronis yang berasal dari spesimen cavum nasi dan sinus maksila yang dilakukan di Departemen Patologi Klinik divisi Penyakit Tropik Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1.3.2.1 Untuk mengetahui pola dari kuman cavum nasi dan pola kuman

sinus maksila pada sinusitis maksila kronis.

1.3.2.2 Untuk mengetahui apakah ada hubungan pola kuman pada cavum

nasi dengan pola kuman pada sinus maksila.

1.3.2.3 Mengetahui distribusi antibiotik yang sensitif pada uji sensitifitas


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Memberikan masukan tentang pemberian antibiotika yang tepat untuk pengobatan terapi impirik pada penderita sinusitis maksila kronis sebelum adanya hasil kultur.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sinusitis

Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari

mekanisme drainase normal.9,15 Secara tradisional terbagi dalam akut

(simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

3 bulan), dan kronik.15

Sinus paranasal adalah rongga di dalam tulang kepala yang terletak disekitar hidung dan mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui ostiumnya.

9

Ada 4 pasang sinus yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontalis dan sfenoid kanan dan kiri dan beberapa sel-sel kecil yang merupakan sinus etmoid anterior dan posterior.

1,9

Sinusitis dapat berkembang dari demam yang lebih dari seminggu, tetapi tidak semua orang dengan demam berkembang menjadi sinusitis.

12 Prinsip utama dalam menangani infeksi sinus

adalah menyadari bahwa hidung dan sinus paranasalis hanyalah sebagian dari sistem pernafasan. Penyakit yang menyerang bronkus dan paru-paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasalis. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh saluran nafas dengan perluasan-perluasan anatomik harus dianggap


(28)

Diperkirakan kasus sinusitis di Amerika lebih dari 37 juta orang setiap tahun. Dilaporkan ke Centers for Disease Control and

Prevention sebanyak 32 juta kasus sinusitis kronik setiap tahunnya11

2.2. Anatomi

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang paling sulit didiskripsikan oleh karena bentuknya yang sangat bervariasi pada setiap individu, ada empat pasang sinus paranasal

yaitu sinus maxilla, sinus etmoid, sinus frontal dan sinus sfenoid1.

Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi dan menghasilkan mukus dan silia, sekret disalurkan

kedalam rongga hidung melalui ostium masing-masing sinus9. Secara

klinis sinus paranasal dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok anterior yang terdiri sinus frontalis, sinus maksila dan sinus etmoid anterior, muara sinus kelompok ini bermuara di meatus media, dekat infundibulum, sedangkan kelompok posterior terdiri dari sinus etmoid posterior dan sphenoid, ostiumnya terletak di meatus superior.

Sinus maksila atau antrum Highmore adalah suatu rongga pneumatic berbentuk piramid yang tak teratur dengan dasarnya menghadap ke fosanasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila. Sinus ini merupakan sinus yang terbesar diantara sinus paranasal. Pengukuran volume sinus maksila dapat di lakukan dengan dua cara, yaitu rontgenologik dan manometrik. Pada saat lahir volume sinus maksila dan sekitarnya berukuran 6 – 8 ml dan penuh dengan cairan, sedangkan volume sinus maksila orang dewasa


(29)

kira -kira 15 ml. Tidak ada perbedaan kapasitas antara laki-laki dan perempuan.

Ukuran kedua sinus maksila kanan dan kiri tidak selalu sama, tetapi diantara sinus paranasal yang lain, sinus maksila yang paling simetris antara kanan dan kiri serta paling sedikit mengalami variasi dalam perkembangan. Besar kecilnya rongga sinus maksila terutama

tergantung pada tebal tipisnya dinding sinus.35,36,37 Ukuran rata-rata

pada bayi baru lahir 7 - 8 x 4 – 6 mm dan untuk 15 tahun 31 – 32 x 18 – 20 x 19 – 20 mm serta pada orang dewasa diperoleh ukuran sumbu anteroposteror 34 mm, tinggi 33 mm dan lebar 23 mm.

Sinus mempunyai beberapa dinding, anterior dibentuk oleh permukaan maksila os maksila, yang disebut fosa kanina. Dinding posterior dibentuk oleh permukaan infratemporal maksila. Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral rongga hidung. Dinding superior dibentuk oleh dasar orbita dan dinding inferior oleh prosesus alveolaris dan palatum.


(30)

Kompleks Osteomeatal (KOM)

Kompleks osteomeatal (KOM) daerah yang rumit dan sempit pada sepertiga tengah dinding lateral hidung, yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus etmoid anterior. Kompleks osteomeatal (KOM) merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan penting dalam terjadinya sinusitis. Pada potongan koronal sinus paranasal terlihat gambaran suatu rongga antara konka media dan lamina papirasea. Isi dari KOM terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, sel agger nasi, resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan astiumnya dan ostium sinus maksila

2.3. Patofisiologi

40,41

Sinus paranasal adalah bagian dari traktus respiratorius yang berhubungan langsung dengan nasofaring. Sinus secara normal steril.


(31)

Dengan adanya obstruksi, flora normal nasofaringeal dapat dapat menyebabkan infeksi.

Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya berhadapan akan saling bertemu, dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.

2.4. Faktor Predisposisi

1,9,16

Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obtruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri.

Sebagai factor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.


(32)

2.5. Klasifikasi.

Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila gejala berlangsung 4 sampai 8 minggu sedangkan kronis berlangsung lebih dari 2 bulan.

Tetapi apabila dilihat dari gejala, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible, misalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.

4,9

Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.

4,9

2.6 Epidemologi

32

Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran nafas atas pada dewasa yang berhubungan dengan


(33)

2.7. Sinusitis Maksila

Sinus maksila disebut juga antrum High-more merupakan sinus

paranasal yang terbesar.1,9 Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,

sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa dan merupakan sinus yang

sering terinfeksi, oleh karena9

1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar. :

2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia. 3. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris),

sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila.

4. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.

Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul suatu infeksi saluran nafas atas yang ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan factor-faktor predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Deformitas rahang wajah, terutama palatoskisis, dapat menimbulkan masalah pada anak. Anak-anak ini cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan ganguan geligi bertanggung jawab atas sekitar 10 persen infeksi sinus maksilaris


(34)

Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau

turun tangga11,15,16. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan

menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada. Selama berlangsungnya sinusitis maksilaris akut, pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, pus atau sekret mukopurulen dalam dalam nasofaring.

Signs dan symptoms sinusitis maksilaris kronis kongesti hidung, sakit tenggorokan (dari postnasal), pada sekitar mata pipi atau dahi sakit lunak dan bengkak, sakit kepala, demam, penciuman berkurang, batuk, sakit gigi, susah bernafas, mudah lelah. Hal ini di keluhkan lebih dari 1 minggu.

11,18

11,12,15,18,19

2.8. Faktor Resiko

Kondisi lain yang menyebabkan berkembangnya obstruksi sinus dan rentan menjadi sinusitis adalah :


(35)

- Alergi. Inflamasi yang terjadi bersama alergi mungkin memblok sinus.

- Deviasi septum nasi. Hal ini akan membatasi atau memblok aliran sinus, menciptakan lingkungan untuk infeksi.

- Polip nasal. Pertumbuhan jaringan lunak ini mungkin membatasi aliran nasal, memperlambat drainase dan memudahkan infeksi berkembang.

- Kondisi sakit yang lain. Penderita cystic fibrosis atau HIV dan penyakit defisiensi imun.

2.9. Penyebab

Infeksi virus, bakteri atau jamur dari traktus respiratori atas lokasi lintasan udara pada hidung, faring, sinus-sinus dan tenggorokan terbasuk infeksi virus yang menyebabkan common cold, dapat berperan penting menjadi sinusitis. Jika infeksi seperti cold inflames dan membrane mukosa hidung bengkak,pembengkakan membrane dapat menyebabkan obtruksi sinus sehingga cairan mukosa tidak dapat keluar. Karena saluran pembuang tertutup, sehingga tercipta lingkungan yang mana bakteri dan virus terperangkap pada sinus dan


(36)

2.10. Pemeriksaan Diagnostik Sinusitis Maksilaris Kronik 2.10.1. Pemeriksaan

a. Anamnese.

Pemeriksaan pada anamnese didapati keluhan pasien Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria

minor antara lain : demam dan halitosis2,31

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior serta palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena.

c. Pemeriksaan radiologi 1,30

Foto rontgen sinus paranasal

Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: 1. Waters

2. PA 3. Lateral.

Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal.

1


(37)

Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak.

CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal

29,30

Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.

CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas.

30

c. Nasoendoskopi 30

Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis.

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor.

9,30


(38)

2.10.2. Diagnosis

Diagnosis rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan

tanda menurut International Consensus on Sinus Disease,

1993 dan 2004.

Kriteria mayor antara lain : Kongesti hidung/sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, ganguan penghidu, sedangkan untuk anak: batuk dan iritabilitas. Kriteria minor antara lain : demam dan halitosis

31,32


(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Sampel diambil pada pasien yang berobat di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak Juli 2012 sampai dengan September 2012.

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang di diagnosa sinusitis maksila kronis yang datang di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah seluruh pasien yang didiagnosa sinusitis maksila dan yang menjalani pembedahan di Departemen THT-KL/RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Juli 2012 sampai dengan Oktober 2012.


(40)

3.4 Perkiraan Besar Sampel

�=��

1− ∝2� ���(1− ��) +�(1− �)���(1− ��

(�� − ��)2 �

Z ( 1- �

2 ) = derivate baku alpha, untuk α = 0,05 1,96

Z (1-β) = derivate baku beta, untuk β= 0,10 1,282

Po = proporsi pasien infeksi nosokomial pathogen = 0.378

Po-Pa = selisih proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar = 0.30

Pa = perkiraan proporsi I.N.P.O pada saat penelitian = 0,678

Jadi jumlah sampel yang dihitung berdasarkan rumus dia atas:

�= �1,96�0,378(1−0,378) + 1,282�0,678(1−0,678

(0,30)2 �


(41)

3.5 Variabel Penelitian

a. Variabel bebas

1. Sekret cavum nasi.

2. Sekret sinus maksila.

b. Variabel tergantung.

Sinusitis maksila kronis

3.5.1. Definisi operasional variable

a. Sinusitis maksila kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung

dan sinus paranasal, yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, serta sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Kriteria mayor antara lain: kongesti hidung sumbatan hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, gangguan penghindu. Kriteria minor antara lain: demam dan halitosis.

Pada penelitian ini diagnosa ditegakkan berdasarkan

anamnesa, pemeriksaan THT serta pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi berupa foto polos hidung sinus paranasal posisi Waters dan later serta pemeriksaan CT Scan Hidung sinus Paranasal potongan coronal.

b. Pola kuman yang dideteksi / diidentifikasi dari sekret sinus dari

cavum nasi dan secret sinus maksila yang diduga sebagai penyebab infeksi


(42)

c. Pemeriksaan kepekaan kuman terhadap berbagai antibiotik seperti amoksilin, amoksiclav, kloramfenikol, , kotrimoksazol, eritromisin, ciprofloksasin, cefadroksil, cefuroksime, cefepime, cefaclor, erythromycin, norfloxacin, kanamycin dan vancomycin,

3.6. Bahan dan Cara Kerja

3.6.1. Bahan a. Sampel

Sampel diambil pada 2 lokasi yaitu sekret cavum nasal dan Sekret sinus maksila yang akan di irigasi.

b. Media transport.

Tujuannya guna mempertahankan pH, mencegah kekeringan dan mempertahankan agar mikroba pathogen tetap hidup. Jenis

media transport: Swab lidi kapas BD BBLTMCulturTM

c. Pewarnaan gram.

Plus

1. Pemeriksaan pewarnaan gram dilakukan pada spesimen yang mana untuk mengetahui adanya bakteri atau mikrooganisme penyebab infeksi dan untuk mengetahui jenis gram positif atau gram negative.


(43)

d. Media kultur.

a. Blood Agar (Agar Darah)

Agar blood biasanya digunakan untuk melihat bakteri gram positif, dan untuk melihat terjadinya hemolisis pada beberapa mikroorganisme yang diakibatkan oleh produk enzim ektraseluler (streptolisin O) yang bereaksi dengan eritrosit dan bersifat antigenic. Reaksi hemolisis terjadi ketika dilakukan penggoresan atau penusukan pada media.

Heart extract ………. 10,0 g 20,21

Agar ……… 15,0 g Tryptose ………... 10.0 g NaCl ……… 5,0 g

pH 6,8 ± 0,2 pada suhu 25O

Semua bahan dilakukan kedalam aqudest sampai volume 1,0 liter. Panaskan selama 15 menit sampai mendidih yaitu suhu 121

C

O C, kemudian diinginkan sampai tunggu sampai

suhunya menjadi 45O – 50O C untuk dilakukan penambahan

darah defebrinasi (darah domba), diaduk rata, tuangkan kedalam piring petri. Hindari gelembung udara, disimpan

dilemari es 2 – 8OC sebelum digunakan.

(39,40)


(44)

b. McConkey Agar

Agar McConkey lebih sering digunakan sebagai media differensial oleh karena adanya kandungan kristal violet yang dapat menghambat pertumbuhan coccus Gram positif, sebaliknya Gram negative tumbuh dengan mudah.

20,21

Pepton ……….. 20,0 g

Agar ………. 12,0 g

Lactose ……… 10,0 g

NaCl ………. 5,0 g

Bile salt ………... . 5,0 g

Neutral Red ……… . 0,075 g

pH 7,1 ± 0,2 pada suhu 25O

Semua bahan dilarutkan didalam aquadest sampai volume 1 liter, panaskan sampai mendidih pada suhu 121

C

oC selama 15

menit kemudian dituangkan kedalam piring petri didinginkan

pada suhu 2-8oc sebelum digunakan.

c.

20,21

Agar chocolate adalah media non selektif. Merupakan varian dari agar Blood. Media ini mengandung sel darah merah yang telah dilisiskan oleh pemanasan secara perlahan lahan

pada suhu 50฀ C sampai 55฀ C. Agar Chocolate digunakan

untuk pertumbuhan bakteri saluran pernafasan yang

fastidious,seperti H. Influenzae dan Nesseria.

Agar Chocolate


(45)

Komposisi perliter : Komposisi perliter:

Beef heart ... 10,0 g Agar ... 15,0 g Tryptose ... 10,0 g

NaCl ... 5,0 g

pH 6,8 ± 0,2 pada suhu 250 C.

e. Mekanisme untuk pemantapan sensitivitas antibiotik Muller Hilton Agar

Agar muller Hinton digunakan untuk uji kepekaan bakteri terhadap obat-obatan yang bertujuan untuk mengetahui obat antimikroba yang dapat digunakan untuk mengatasi infeksi oleh mikroba tersebut.

Komposisi perliter

Beef extra ……….. 2.0 g Acid hydrolysate of casein ……….. 17,5 g Starch ……… 1,5 g Agar ………. 17,0 g


(46)

Larutkan semua bahan dalam aquadest sampai volume 1,0 liter,

panaskan sampai mendidih selama 15 menit, sampai suhu 121OC,

tuangkan kedalam piring petri. Dilanjutkan dengan pemakaian disc. 20,21

f. Tehnik Identifikasi Bakteri API 20 E

API 20 E (Analytical Profile Index) adalah identifikasi bakteri

berdasarkan pemeriksaan biokimia. g. Disk Antibiotik

Tabel 3.6.1. CLSI(41)

JENIS ANTIBIOTIK

DISK CONTENT

DIAMETER RESISTEN

(mm)

DIAMETER INTERMEDIATE

(mm)

DIAMETER SENSITIF

(mm)

Amoxicillin 10 µg 0 – 13 14-17 ≥ 18

Ampicillin 10 µg 0 – 11 14-16 ≥ 14

Amikasin 30 µg 0 – 14 15-16 ≥ 17

Amoxicillin clavulanat

20 / 10 µg 0 – 13 14-17 ≥ 18

Cefepime 5 µg 0 – 22 23-29 ≥ 30

Ceftriaxone 30 µg 0 – 21 15-22 ≥ 29

Cefuroxime 30 µg 0 – 20 15-17 ≥ 27

Ciprofloxacin 5 µg 0 – 21 16-20 ≥ 26

Cotrimoxazole 1,25 / 23,75 µg

0 – 10 11-15 ≥ 16

Erythromycin 15 µg 0 – 14 14-16 ≥ 18

Norfloxacin 10 µg 0 -12 13-16 ≥ 17


(47)

3.6.2. Cara Kerja

3.6.2.1. Pengambilan sampel

Semua penderita dianamnesis yang berhubungan dengan keluhan pasien dan dilakukan pemeriksaan THT rutin dan pemeriksaan radiologi foto polos sinus paranasal dan CT scan sinus paranasal dan ditegakkan dengan diagnosa sinusitis maksila kronis. Sebelum dilakukan tindakan pasien terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan sekaligus membuat informed consent.

Sampel diambil dari dua tempat yaitu: 1. Sampel diambil pada cavum nasi.

Sebelum dilakukan irigasi sinus sampel diambil dengan menggunakan swab kapas lidi steril melalui cavum nasal dengan membuka rongga hidung dengan bantuan alat pemeriksaan THT

speculum hidung dan media transfer yang digunakan dalam

keadaan di tutup rapat.

2. Sampel diambil pada secret sinus maksila. 51

1. Pengambilan sampel dilakukan dikamar operasi.

Teknik ini dilakukan dengan cara bfes dengan menggunakan alat

irigasi sinus (Coacley trocars) mengirigasi sinus dari meatus nasi

inferior. Sekret di dalam sinus maksila dihisap dengan menggunakan spuit 5 cc steril yang ujungnya disambung selang


(48)

Jika tidak didapati secret maka terlebih dahulu dimasukkan 2-4 cc NaCl 0,9% secara aseptik melalui spuit ke sinus maksila dan

kemudian dihisap kembali dengan spuit tersebut.51

3.6.2.2. Pewarnaan gram

Spuit yang terisi secret tersebut langsung dimasukkan pada swab kapas lidi dan ditutup rapat dan segera dibawa ke Departemen Patologi Klinik devisi Penyakit Tropik Infeksi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan untuk dilakukan pemeriksaan pewarnaan gram, kultur kuman serta sensitifitasnya terhadap antibiotik.

Setelah sampai di laboratorium, segera dilakukan pemeriksaan kultur dan diikuti perwarnaan Gram. Pewarnaan Gram sebagai tindakan antisipasi terhadap representasi dari bahan sampel dan informasi awal dari mikroorganisme yang ada pada spesimen.

Cara pewarnaan Gram :

1. Buat hapusan diatas kaca objek dengan diameter ± 2 cm. 2. Lakukan fiksasi diatas api bunsen.

3. Tuang Kristal violet datas hapusan menggenangi seluruh media, diamkan selama 1 menit


(49)

5. Buang sisa pewarnaan dan bilas dengan alcohol 96% hingga warna violet hilang, cuci dengan air.

6. Tuangkan safranin, diamkan selama 30 detik.

7. Bilas dengan air, keringkan diudara dengan meletakkan slid pada posisi dimiringkan.

8. Baca sediaan dibawah mikroskop, pembesaran 100 X dengan

minyak emersi.20

3.6.2.3. Media kultur Blood Agar Cara kerja :

Ambil swab kultur, kemudian lakukan penanaman kuman

dengan melakukan goresan secara zig zag. Kemudian ditutup dan

masukkan kedalam incubator pada suhu 37O

Uji katalase : 1 tetes H

C, dengan posisi tutup dibawah. Biarkan selama 24 jam. Kemudian apabila koloni tumbuh akan dilanjutkan dengan pemeriksaan identifikasi dengan uji katalase.

2O2

Apabila terbentuk gas, berarti bakteri tersebut adalah

Staphylococcus.

20% ditambahkan 1-2 koloni bakteri.

Apabila tidak terbentuk gas, maka :

- Untuk Streptococcus β hemolyticus, pada blood agar tampak


(50)

- Untuk Streptococcus α hemolitycus, terbentuk zona hemolisis parsial, yang berwarna kehijauan.

Untuk Streptococcus γ hemolyticus, tidak terjadi hemolisis pada

eritrosit, sehingga tidak terlihat perubahan pada permukaan koloni.

McConkey Agar Cara kerja :

Ambil swab kultur, kemudian lakukan penanaman kuman dengan melakukan penanaman kuman dengan melakukan goresan secara zig zag. Kemudian ditutup dan masukkan kedalam incubator

pada suhu 37O

C, dengan posisi tutup terbalik. Biarkan selama 24 jam. Jika tumbuh lanjutkan dengan pewarnaan Gram kembali dan identifikasi dengan API 20 E.

Agar Chocolate cara kerja :

Ambil swab kultur, kemudian lakukan penanaman kuman dengan melakukan goresan secara zig zag. Kemudian media dimasukkan kedalam toples yang berisi lilin yang sedang menyala. Tutup toples dan biarkan sampai lilin mati. Masukkan toples yang berisi media

Chocolate kedalam inkubator pada suhu 35฀ C – 37 ฀ C. biarkan


(51)

Jika terdapat pertumbuhan pada media – media diatas maka dilakukan pengecatan Gram kembali sebagai identifikasi bakteri.

Katalase dilakukan pada koloni yang tumbuh pada Blood Agar

Mannitor Salt Agar (MSA)

Tes Mannitor Salt Agar (MSA) dilakukan jika hasil uji katalis (+)

didasarkan atas kemampuan staphylococcus aureus untuk

memfermentasi manitol.

MSA positif (+) Staphylococcus aureus dan staphylococcuc

saprophyticus.

Tes Koagulase

Tes koagulase adalah tes untuk menentukan adanya enzim

koagulase yang dihasilkan oleh staphylococcus aureus dan

merupakan suatu tes yang penting dalam mikrobiologi diagnostik.

Tes ini dapat membedakan staphylococcus aureus dari

staphylococcus yang lain dimana staphylococcus aureus

satu-satunya memiliki enzim koagulase.

Tes koagulase positif : staphylococcus aureus.

3.6.2.4. Muller Hilton Agar Cara kerja :

1. Ambil tiga sampai lima koloni kuman yang tumbuh pada media biakan dengan ose dan masukkan kedalam cairan NaCl 0,9%


(52)

(±5 ml), bandingkan suspense dengan standart kekeruhan Mc Farland 0,5.

2. Suspensi kuman 1 cc disebarkan secara merata pada permukaan media agar Muller Hinton.

3. Letakkan cakram antibiotik yang dijumpai pada :

Amoxicillin (10 µg), Ampicillin (10 µg), Amicacin(30 µg), Erythromycin (15 µg), Vancomy (30 µg), Cefepime (5 µg), Ceftriaxone (30 µg), Cefuroxime (30 µg), Ciprofloxacin (5 µg), Norfloxacin (10 µg), Cotrimoxazole (1,25/23, 75 µg), Amoxicillin-clavulanat acid (20/10 µg), Cakram antibiotik diletakkan pada permukaan agar dengan sedikit penekanan agar melekat dengan sempurna.

4. Petri dimasukkan dan diletakkan secara terbalik kedalam incubator

37O

Keesokan harinya dibaca zona hambatan pertumbuhan bakteri berdasarkan criteria NCCLS untuk ditentukan sensitifitasnya.

C selamat 24 jam.

3.6.3. Prosedur kerja API 20 E Cara kerja :

1. Koloni yang tumbuh pada media agar McConkey, dimasukkan kedalam tabung yang berisi 5 cc NaCl 0,9%.

2. Bandingkan warna dalam tabung tersebut dengan tabung warna standart Mac Farland.


(53)

3. Dengan menggunakan pipet, isi semua tabung API 20 E dengan suspense bakteri hanya pada bagian tabungnya saja (jangan mengisi penuh mulut tabung), kecuali untuk tes CIT, VP dan GEL dimana pengisiannya dilakukan sampai penuh mulut tabungnya.

4. Pada uji tes ADH, LDC, ODC, H2

5. Tutup box dengan penutupnya dan inkubasi pada suhu 37 S dan URE, teteskan tabung tersebut dengan mineral oil.

O

6. Nilai perubahan warna yang terjadi pada API 20 E dengan menggunakan software API lab plus.

C selama 24 jam.

3.7. Pemantapan Kualitas

22

Pemantapan kualitas internal dilakukan untuk pewarnaan Gram pada setiap media kultur yang baru dan kontrol terhadap disc antibiotik dengan menggunakan stamm kuman yang telah disediakan

1. Pemantapan kualitas pewarnaan

Dilakukan stamm kuman untuk gram positif (berwarna ungu)

yaitu staphylococcus aureus (bentuk koloni coccus kecil

berkelompok tidak teratur dan menyerupai buah anggur) dan untuk

Gram negatif (berwarna merah) yaitu klebsiella pneumoniae dari

sampel secara bersamaan dilakukan pewarnaan atau dilakukan dengan tehnik yang sama.


(54)

2. Pemantapan kualitas media kultur

Dimana stamm kuman yang telah diketahui dan sampel ditanam pada media yang sesuai untuk mengontrol media-media yang baru dibuat dan mengevaluasi morfologi koloni yang tumbuh. Pemilihan stamm kuman berdasarkan media yang akan dilakukan terhadap pemeriksaan tersebut.

1. Kuman Escherichia coli ditanamkan pada agar Mac Conkey

inkubasi 18-24 jam dan dilihat hasilnya.

2. Kuman Staphylococcus aureus ditanamkan pada agar darah dan

diinkubasi selama 18-24 jam dan lihat hasilnya.

3. Kuman Streptococcus pneumoni pada agar coklat Caranya :

Ambil swab kultur, kemudian lakukan penanaman kuman dengan melakukan goresan secara zig zag. Kemudian media dimasukkan kedalam toples yang berisi lilin yang sedang menyala. Tutup toples dan biarkan sampai lilin mati. Masukkan toples yang

berisi media Chocolate kedalam inkubator pada suhu 35฀ C – 37 ฀

C. biarkan selama 24 jam.

Jika terdapat pertumbuhan pada media – media diatas maka dilakukan pengecatan Gram kembali sebagai identifikasi bakteri.


(55)

4. Pemantapan kualitas untuk identifikasi kuman

Dilakukan pemeriksaan sampel dalam satu kali jalan bersamaan dengan stamm kuman yang telah diketahui. Dimana berdasarkan hasil pewarnaan yang Gram negative batang dilanjutkan pada API 20 E dan Gram positif coccus dengan pemeriksaan katalase, koagulase dan MSA. Untuk penetapan kwalitas katalase, koagulase dan MSA menggunakan Staphylococcus aureus karena menghasilkan gram positif, sedangkan Escheria coli karena dengan menghasilkan gram negative.

5. Pemantapan internal untuk disc antibiotic

Setiap penggunaan disc baru pemeriksaan sensitifitas disc dilakukan pemeriksaan menggunakan stamm kuman yang telah diketahui sensitifitasnya sehingga disc yang tidak sesuai dengan sensitifitasnya diganti dengan disc lain yang sejenis dan memberikan hasil sensitifitas yang sesuai.

Untuk itu menggunakan stamm kuman Escheria coli untuk disc antibiotik spectrum luas untuk disc antibiotik gram negative dan untuk stamm kuman staphylococcus aureus disc antibiotik yang digunakan golongan luas dan disc antibiotik positif.


(56)

3.8. Kerangka Konsep

Sinusitis Maksila Kronis

- Anamnesa -Pemeriksaan THT - Radiologi

- Foto polos dan atau CT Scan

Sekret Cavum Nasal

Kultur dan Sensitifitas anti

mikroba Kultur dan

Sensitifitas anti mikroba

Sekret Sinus Maksila

Pewarnaan

Gram Pewarnaan


(57)

3.9. Kerangka Kerja

BAB 4 Sekret cavum nasal

Kultur

Blood Agar McConkey

Agar

Identifikasi dengan API 20 E, uji katalase, uji MSA dan uji koagulase

Sensitivitas (Muller Hilton Agar)

Pola Kuman & Sensitivitas

Sekret Sinus Maksila

Pasien sinusitis

maksilaris kronis

Kultur

Pola Kuman & Sensitivitas

Gram

Gram


(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study yang di lakukan pada Departemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode Juli 2012 sampai dengan Pebruari 2013. Jumlah sampel yang dikumpulkan berdasarkan statistic sebanyak 23 sampel. Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk table.

4.1. Pengelompokan Sampel Berdasarkan Umur

Tabel 4.1.2 Pengelompokan sampel berdasarkan umur dan jenis kelamin.

UMUR FREKUENSI %

<15 1 4.3

15-20 5 21.8

21-25 3 13

26-30 3 13

31-35 2 8.8

36-40 3 13

>41 6 26.1

Male 12 52.2

Female 11 47.8

Dari Tabel tersebut diatas didapati bahwa jumlah penderita rinosinusitis maksila kronis terbanyak adalah pada kelompok umur diatas 40 tahun sebanyak 6 penderita atau sebesar 26,1% diikuti penderita kelompok umur 15-20 sebanyak 5 penderita atau 21,8% dan


(59)

yang terendah pada kelompok umur <15 tahun sebanyak 1 penderita atau sebesar 4,3%.

4.2. Pengelompokan Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin.

Gambar 4.2.1 Pengelompokan sampel berdasarkan jenis kelamin.

Dari diagram diatas didapatkan penderita Rinosinusitis Maksila Kronis terbanyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 12 sampel atau 52% dan perempuan sebanyak 11 sampel atau 47,8%.


(60)

4.3. Perbandingan Profil kuman Cavum Nasi Dengan Sinus Maksila. Tabel 4.3.3 Perbandingan profil kuman cavum nasi dengan sinus Maksila.

NO

JK

(

L/

P) BAKTERI

CAVUM NASI SINUS MAKSILA

1 L Staphylococcus Saprophyticus TAP

2 L Staphylococcus Epidermidis Staphylococcus Saprophyticus 3 L Staphylococcus Epidermidis TAP

4 P Staphylococcus Epidermidis Streptococcus Viridans 5 L Staphylococcus Epidermidis Providencia Rettgeri 6 P Staphylococcus Epidermidis Staphylococcus Aureus

7 P Escheria Coli Staphylococcus Saprophyticus 8 L Staphylococcus Epidermidis Staphylococcus Aureus

9 L Klebsiella Oxytoca Providencia Rettgeri 10 L Staphylococcus Saprophyticus Streptococcus Pyogenes 11 P Staphylococcus Epidermidis Staphylococcus Aureus 12 L Staphylococcus Epidermidis Staphylococcus Epidermidis 13 P Staphylococcus Saprophyticus Streptococcus Viridans 14 l Staphylococcus Epidermidis Escherichia Coli 15 P Pseudomonas Aeroginosa Staphylococcus Aureus 16 P Staphylococcus Epidermidis Streptococcus Viridans 17 L Staphylococcus Epidermidis TAP

18 P Staphylococcus Epidermidis Streptococcus Viridans 19 P Staphylococcus Saprophyticus Streptococcus Viridans 20 P Staphylococcus Saprophyticus TAP

21 P Staphylococcus Epidermidis Staphylococcus Saprophyticus 22 L Klebsiella Oxytoca Providencia Rettgeri

23 L Staphylococcus Epidermidis Streptococcus Viridans

Dari hasil tabel diatas kuman aerob yang didapat pada setiap pasien yang diambil dari cavum nasi dan sinus maksila didapati hasil pertumbuh kuman yang berbeda. Dari hasil penelitian tersebut tidak adanya pola kuman

Gram Positif Gram Negatif

TAP (Tak Ada Pertumbuhan)


(61)

yang sama dari sampel yang dari cavum nasi dan dari sinus maksila pada penderita rinosinusitis maksila kronis.

4.4. Pertumbuhan Kuman

Gambar 4.4.2 Pertumbuhan kuman

Dari diagram diatas yang didapati pada penelitian ini ada 19 sampel yang tumbuh kuman atau 89% dan 4 sampel atau 11% sampel yang tidak ada tumbuh kuman pada sampel yang bersal dari sinus maksila.

4.5. Perbandingan Kuman Gram Positif Dengan Kuman Negatif

Gambar 4.5.3 Perbandingan kuman gram positif dengan kuman gram negatif.


(62)

Dari diagram diatas didapati dari cavum nasi kuman gram positif sebanyak 82% lebih banyak dari kuman gram negatif sebanyak 17%. Pada sinus maksila gram pasitif sebanyak 78% lebih banyak dari kuman gram negatif sebanyak 21%.

4.6 . Profil Kuman Aerob Pada Hasil Kultur Kuman Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis.

Gambar 4.6.4 Profil kuman aerob pada hasil kultur kuman penderita rinosinusitis maksila kronis.

Dari gambar diagram diatas dari seluruh kuman yang tumbuh

pada cavum nasi dan sinus maksila adalah Staphylococcus

epidermidis sebanyak 36% dan paling sedikit Streptococcus pyogenes


(63)

4.7. Distribusi Kuman Yang Tumbuh Berdasarkan Lokasi Pada Cavum Nasi Dan Sinus Maksila

Gambar 4.7.5 Distribusi kuman yang tumbuh berdasarkan lokasi pada cavum nasi dan sinus maksila

Dari diagram diatas, kuman aerob terbanyak pada uji kultur kuman penderita Rinosinusitis Maksila Kronis pada cavum nasi ada pertumbuhan kuman yang tidak sama dan juga jumlah yang tidak

sama seperti hasil terlihat pada table kuman Streptococcus pyogenes

tumbuh pada sinus maksila tapi pada cavum nasi tidak ada tumbuh

serta jumlah yg didapat pun berbeda seperti Staphylococcus

epidermidis sebanyak 14 sampel pada cavum nasi tetapi pada sinus

maksila didapati sebanyak 1 kuman. Sedangkan kuman yang

terbanyak pada sinus maksila Streptococcus viridan sebanyak 6

sampel tetapi pada cavum nasi tidak didapati pertumbuhan

Streptococcus viridan. 14 5 0 0 0 1 1 2 0 1 3 6 4 3 1 0 0 1 Staphylococcus Epidermidis Staphylococcus Saprophyticus Streptococcus Viridans Staphylococcus Aureus Providencia Rettgeri Escheria Coli Pseudomonas Aeroginosa Klebsiella Oxytoca Streptococcus Pyogenes


(64)

4.8. Profil Antibiotik Yang Sensitifitas Kuman Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis.

Tabel 4.8.4 Antibiogram

NO BAKTERI

N O. I S OL A T A m inogl y c o s ide

s Beta Laktam Polipeptida

S ul phonam ides G lik opept ida Q ui nol o nes C hl or a m feni c ol C ephal os por ins P e n ic illin s M ac rol ide s T et rac y c lines A m ik a c in G ent am ic in C ef tr iax one C ef ur ox im e C ef ot ax im e C ef epi m e A m o x ic illin A m p ic ill in A m o x ic la v E ry th ro m y c in T e tr a c y c lin S ul fa m et hox a z ol e V anc om y c in C y pr of lox a c in N or fl ox ac in C hl or am feni c ol

S R S R S R S R S R S R S R S R S R S R S R S R S R S R S R S R SAMPEL: CAVUM NASI

1 Staphylococcus

Epidermidis 14 93 7.1 67 33 27 73 36 64 31 69 44 56 0 100 0 100 79 21 50 50 10 90 6.7 93 100 0 91 9.1 88 13 25 75 2 Staphylococcus Saprophyticus 5 100 0 50 50 20 80 40 60 40 60 80 20 0 100 0 100 40 60 40 60 0 100 0 100 100 0 40 60 80 20 0 100 3 Klebsiella Oxytoca 2 0 100 0 100 0 0 0 100 0 100 0 0 0 100 0 100 100 0 0 100 0 0 0 100 - - 0 100 100 0 0 100 4 Escheria Coli 1 0 100 100 0 0 0 0 100 0 100 0 0 0 100 0 100 0 100 0 0 0 100 0 100 - - 100 0 0 0 0 0 5 Pseudomonas Aeroginosa 1 100 0 100 0 0 100 0 100 0 100 0 100 0 100 0 100 100 0 100 0 0 100 0 100 - - 0 100 100 0 0 100

Jumlah 23 82.6 17.4 60 40 23.5 76.5 30.4 69.6 27.3 72.7 53.3 46.7 0 100 0 100 69.6 30.4 44.4 55.6 6.3 93.8 4.3 95.7 100 0 65 35 86.7 13.3 15.

8 84.2 SAMPEL : SINUS MAKSILA

1 Streptococcus

Viridans 6 83 17 67 33 0 100 0 100 17 83 50 50 0 100 0 100 83 17 33 67 0 0 0 100 100 0 100 0 100 0 0 100 2 Staphylococcus Aureus 4 100 0 100 0 0 100 25 75 0 100 50 50 0 100 0 100 75 25 25 75 0 100 50 50 100 0 0 0 50 50 33 67 3 TAP 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Providencia Rettgeri 3 100 0 67 33 0 0 0 100 0 100 0 100 0 100 0 100 33 67 0 100 50 50 0 100 - - 100 0 100 0 0 100 5 Staphylococcus Saprophyticus 3 67 33 50 50 0 100 0 100 0 100 100 0 0 100 0 100 33 67 0 100 0 0 0 100 100 0 100

0 100 0 33 67 6 Escherichia Coli 1 100 0 100 0 0 100 0 100 0 100 0 100 0 100 0 100 0 100 100 0 0 0 0 100 - - 0 0 100 0 50 50 8 Staphylococcus Epidermidis 1 100 0 100 0 0 100 0 100 100 0 100 0 0 100 0 100 0 100 0 100 0 0 0 100 100 0 100 0 100 0 0 100 9 Streptococcus

Pyogenes 1 100 0 100 0 0 0 0 100 0 100 0 0 0 100 0 100 0 100 0 0 0 0 0 100 100 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 23 88.9 11.1

77. 8

22.

2 0 100 5.3 94.7 10.5 89.5 50 50 0 100 0 100 52.6 47.4 26.7 73.3 33.3 66.7 12.5 87.5 95 5 100 0 90.9 9.1 16.

7 83.3

Keterangan : S : Sensitif R : Resisten

S dan R dinyatakan dalam bentuk persentase (%)

Persentasi tertinggi Anti Biotik yang Sensitif


(65)

Dari tabel antibiogram diatas didapati sampel yang berasal dari cavum nasi bahwa antibiotik yang paling sensitif Amikasin yang masih didapati bervariasi sensitifnya sebesar 82.6% dan norfloxacin sebesar 86.7%. Sedangkan yang resisten didapati Amoxicillin, Ampicilin sebesar 100%, Sulfamethoxazole sebesar 95.3%, Tetraciklin sebesar 93.8% dan Cloramfenicol sebesar 84.2%.

Sedangkan yang didapati sampel yang berasal dari sinus maksila bahwa kuman yang antibiotik yang paling sensitif Norfloxacin sebesar 90.9% serta Amikacin sebesar 88.9%. Sedangkan yang resisten Amoxillin, Ampicilin, ceftriaxone sebesar 100%, Cefuroxime sebesar 94.7%, Cefotaxime sebesar 89.5%, Sulfamethoxazole sebesar 87.5% dan Cloramfenicol sebesar 83.3%. Sedangkan untuk kuman yang gram positif dari cavum nasi maupun dari sinus maksila uji antibiotik yang paling sensitif Vancomicin sebesar 100%.


(66)

4.9. Pola Resistensi Pada Kedua Spesimen Tabel 4.9.5 Pola residen pada kedua spesimen

RESISTEN

N0

ANTIBIOTIK CAVUM NASI

SINUS MAKSILA

1 Amikacin 17.4% 11.1%

2 Gentamicin 40.0% 22.2%

3 Ceftriaxone 76.5% 100.0%

4 Cefuroxime 69.6% 94.7%

5 Cefotaxime 72.7% 89.5%

6 Cefepime 46.7% 50.0%

7 Amoxicillin 100.0% 100.0% 8 Ampicillin 100.0% 100.0%

9 Amoxiclav 30.4% 47.4%

10 Erythromycin 55.6% 73.3% 11 Tetracyclin 93.8% 66.7% 12 Sulfamethoxazole 95.7% 87.5%

13 Vancomycin 0.0% 0.0%

14 Cyprofloxacin 35.0% 0.0% 15 Norfloxacin 13.3% 9.1% 16 Chloramfenicol 84.2% 83.3%

Dari tabel resistensi antibiotik diatas dapat dilihat perbandingan dari kedua sampel yang berasal dari cavum nasi dan sinus maksila didapati antibiotik Amoxicillin dan Ampicilin sebesar 100% sama resistensinya, Sulfamethoxazole sebesar 95.7% dari cavum nasi mendekati dengan senus maksila sebesar 87.5%


(67)

BAB 5 PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 23 sampel Rinosinusitis Maksila Kronis.

5.1. Pengelompokan Sampel Berdasarkan Umur.

Dari tabel 4.1.2 bab 4 didapati bahwa jumlah penderita rinosinusitis maksila kronis terbanyak adalah pada kelompok umur diatas 41 tahun sebanyak 6 penderita atau sebesar 26,1% diikuti penderita kelompok umur 15-20 sebanyak 5 penderita atau 21,8% dan yang terendah pada kelompok umur <15 tahun sebanyak 1 penderita atau sebesar 4,3%.

Penelitian lainnya seperti Zurliansyah pada tahun 2006 mendapati kelompok umur terbanyak pada umur 17-26 tahun sebanyak 30%.

Pada penelitian Irawan pada tahun 2004 mendapatkan

kelompok umur terbanyak pada umur 18-24 tahun sebanyak 11

penderita (31,4%).42

Penelitian Taher pada tahun 2000 mendapatkan kelompok umur terbanyak pada umur 15-24 tahun sebanyak 36,85%.


(68)

Pada tahun 1996 Iriani dkk menjumpai rinosinusitis kronis terbanyak pada usia 16-30 tahun atau sebesar 55,1%.

Dari hasil yang didapatkan peneliti, terlihat bahwa kelompok

umur terbanyak yang menderita rinosinusitis maksila kronis mengenai kelompok usia dewasa. Ada sedikit perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya dimana kelompok usia dewasa muda lebih banyak. Tapi peneliti mendapatkan kelompok usia dewasa muda urutan kedua dengan sebanyak 5 penderita atau 22%.

44

Keadaan ini mungkin oleh karena pada kelompok umur ini sering mengabaikan infeksi saluran nafas bagian atas yang dideritanya.

5.2. Pengelompokan Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin.

Dari gambar 4.2.1. pada bab 4 diatas didapatkan penderita Rinosinusitis Maksila Kronis terbanyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 12 sampel atau 52% dan perempuan sebanyak 11 sampel atau 48%.

Pada penelitian Bagja dan Lasminingrum pada tahun 2008 di poliklinik THT-KL RS. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2007 didapatkan 168 penderita rinosinusitis kronis dengan perbandingan pria dan wanita yang hampir sama


(69)

Penelitian yang dilakukan Dewanti pada tahun 2008 dibagian THT-KL Fakultas Kedokteran UGM/RS Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006 – 2007 didapatkan 118 penderita rinosinusitis kronis, laki-laki 68

orang dan perempuan 50 orang atau dengan perbandingan.6

Pada tahun 2007, Andika dalam penelitiannya mendapatkan 12 orang penderita laki-laki 40% dan 18 penderita perempuan 60%.

Hasil penelitian yang dilakukan Elfahmi pada tahun 2001 yang mendapatkan penderita perempuan sebanyak 19 penderita atau 47,5% dan laki-laki sebanyak 21 penderita 52,5%,

45

49 serta Muyassaroh dan

Supriharti (1999) mendapatkan perempuan sebanyak 23 penderita atau 44,2% dan laki-laki sebanyak 29 penderita atau 55,8%.

Dari data yang didapat peneliti melihat adanya perbedaan jenis kelamin lebih banyak laki-laki dikarenakan mungkin aktifitas serta pola hidup laki-laki lebih rentan terkenanya penyakit.

50

5.3. Perbandingan Profil Kuman Cavum Nasi Dengan Sinus Maksila

Dari data tabel 4.3.3 pada bab 4 yang didapati pada hasil kultur kuman tersebut diatas tidak adanya ditemukan kuman yang sama dari sample yang diambil dari cavum nasi dan sinus maksila pada pasien rinosinusitis maksila kronis yang sama, maka dikemungkinan tidak adanya hubungan kuman yang ada pada cavum nasi yang dapat menginfeksi pada sinus maksila yang bias terjadinya rinosinusitis maksila kronik.


(70)

Pada penelitian yang dilakukan secara retrospective oleh Elisabeth dkk pada tahun 1999 – 2005 di Porto Alegre, Brazil menunjukkan adanya hubungan sebesar 80%.

5.4. Pertumbuhan Kuman

Dari data gambar 4.4.2. pada bab 4 diatas yang didapati pada penelitian ini ada 19 sampel yang tumbuh kuman atau 89% dan 4 sampel atau 11% sampel yang tidak ada tumbuh kuman pada sampel yang berasal dari sinus maksila. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor seperti inflamasi yang disebabkan infeksi virus, alergi, adanya kuman Anaerob, penggunaan antibiotik sebelumnya oleh penderita atau pengambilan cairan sampel kultur yang sedikit.

5.5. Perbandingan Kuman Gram Positif Dengan Kuman Negatif

Dari gambar 4.5.3. pada bab 4 diatas didapati dari cavum nasi kuman gram positif sebanyak 82% lebih banyak dari kuman gram negatif sebanyak 17%. Pada sinus maksila gram pasitif sebanyak 78% lebih banyak dari kuman gram negatif sebanyak 21%.


(71)

5.6. Profil Kuman Aerob Pada Hasil Kultur Kuman Penderita Rinosinusitis Maksila Kronis.

Dari gambar diagram 4.6.4. pada bab 4 diatas dari seluruh kuman yang tumbuh pada cavum nasi dan sinus maksila adalah

Staphylococcus epidermidis sebanyak 36% dan paling sedikit

Streptococcus pyogenes sebanyak 2%.

Zurliansyah pada tahun 2006 penelitiannya mendapati kuman aerob terbanyak pada penderita rinosinusitis yang diambil dari sinus

maksila, terbanyak adalah Klebsiella sp dan Enterobacter sp

masing-masing 19 penderita atau 13,3% dan kuman aerob paling sedikit adalah

Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus saprophyticus sebanyak 2

penderita atau 3,3%

Kurnia pada 2002 penelitiannya mendapati kuman aerob

terbanyak adalah Streptococcus pneumonia sebanyak 18 penderita

atau 45%, diikuti Pseudomonas sp 8 penderita atau 20%.

Penelitiannya di RS Kariadi Semarang, oleh Melania S dan Samsul pada tahun 1999 mendapati kuman aerob terbanyak

Staphylococcus epidermidis 20%, Pseudomonas aeruginosa 17,5%

dan Streptococcus viridans 7,5%.

Penelitian oleh Ika S dan Mulyarjo pada tahun 1999

penelitiannya di RS Soetomo Surabaya menemukan kuman Aerob

terbanyak dari sinus maksila Staphylococcus aereus 33,3% dan kuman

yang paling sedikit ditemukan adalah Klebsiella pneumonia sp dan


(1)

PEMERIKSAAN FISIK

KEPALA LEHER Kanan

Kiri

- Regio frontalis

:

- Regio maksilaris :

- Regio mandibularis :

- Regio parotis

:

- Regio Servikalis

:

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Radiolagi

Foto paranasal

:

CT Scan

:

PEMERIKSAAN FISIK

HIDUNG

RINOSKOPI ANTERIOR

Kanan

Kiri

- Vestibulum nasi

:

- Kavum nasi

:

- Selaput lendir

:

- Septum nasi

:

- Lantai + dasar hidung :

- Konka inferior

:

- Meatus nasi inferior

:

- Konka media

:

- Meatus nasi media

:

- Polip

:

- Korpus alienum

:

- Massa tumor

:

RINOSKOPI POSTERIOR

- Kavum nasi

:

- Selaput lendir

:

- Koana

:

- Septum nasi

:

- Konka superior

:

- Meatus nasi media :

- Muara tuba

:

- Adenoid

:

- Massa tumor

:

- Polip

:


(2)

SAMPEL :

CAVUM NASI

N O . P ASI E N U M U R ( ta hun) JE N IS K E LAM IN ( L/ P ) BAKTERI SENSITIVE J L H RESISTEN A m ik as in A m ox yc illin A m oxycl av A m pic illin B as itr as in C ef adr ox il C ef epi m e C ef oper az one C ef ot ax im e C efo xi tin C ef taz idi m e C ef tr iax one C ef ur ox im e C hl or am feni col C ot rim ox as zol e C ypr of lox ac in E ry thr om yc in G ent am yc in Im ipenem Li nez ol ide M er openem N alid ix ic A cid N et ilm ic in N itr of ur ant oi n N or flo xa cin S ul fam et hox az ol e T et ra cy clin T yg ec ic line V an co m yc in A m ika si n A m ox yc illin A m oxyc la v A m pic illin C ef adr ox il C ef ale xin C ef epi m e C ef ope raz one C ef ot ax im e C ef taz id ine C eftri ax on e C ef ur ox im e C hl or am feni col C ypr of lo xac in E rt apen em E ry th ro m yc in G en tam yc in Lin ez olid e M er ope ne m N alid ix ic A ci d N itro fu ra nto in N or flox ac in S ul fa m et ho xaz ol e T az oba ct am

1 2 18 L Staphylococcus

Saprophyticus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1

0 1 1 1 1 2 3 66 L

Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3 4 56 L Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1

4 5 21 P Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1 1 1

5 6 16 L Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1

6 7 40 P Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1 1

7 8 49 P

Escheria Coli 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1

8 9 11 L Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1

9 10 41 L Klebsiella Oxytoca 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

10 11 15 L Staphylococcus

Saprophyticus 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

11 12 37 P Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

12 13 16 L Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1

13 14 44 P Staphylococcus

Saprophyticus 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

14 15 26 l Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1

15 16 20 P Pseudomonas

Aeroginosa 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

16 17 32 P Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

17 18 25 L Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

18 19 30 P Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1

19 20 39 P Staphylococcus

Saprophyticus 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

20 21 23 P Staphylococcus

Saprophyticus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1

1 1 1 1 1 21 22 32 P

Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 1

22 23 41 L

Klebsiella Oxytoca 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

23 24 27 L Staphylococcus

Epidermidis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1

1 1 1 1 1 1

18 0 13 0 0 2 7 1 4 0 4 2 6 3 1 12 7 11 0 3 7 1 1 0 13 1 1 6 2 3

1 3 9

3 2 3 7

2 3

1

7 0 7 1 1 5 3

1 3

1 4

1 6 6 0

1

0 7 0 0 0 0 2 2 2 1


(3)

(4)

(5)


(6)