1. Teori Evolusi Sintesis - Teori Kecenderungan Evolusi

Teori Kecenderungan Evolusi

  Sejak dipopulerkan oleh Darwin satu setengah abad yang lalu, konsep evolusi telah berkembang menjadi konsep yang kompleks. Sebagai salah satu pemikiran yang paling mengguncang dunia, gagasan tentang evolusi mendapat tantangan hebat, di samping penganut yang kuat. Namun bagaimanapun juga, pemahaman yang benar mengenai apa yang dimaksud dengan evolusi, dan beberapa istilah serta konsep yang terkait, perlu sekali dimiliki oleh siapa saja sebelum ia memutuskan untuk mengikuti atau menentangnya.

  Secara umum istilah ‘evolusi’ berarti A gradual process in which something changes into a different and usually more complex or better form. Yang diterjemahkan menjadi perubahan (pertumbuhan, perkembangan) secaraberangsur- angsurdanperlahan-lahan (sedikit demi sedikit).Dalam konteks biologi, evolusi dimaksudkan sebagai ‘evolusi makhluk hidup, evolusi biologis, atau evolusi organik’ untuk menyatakan bahwa yang mengalami perubahan itu adalah makhluk hidup. Jadi, pada intinya dalam kata ‘evolusi’ terkandung makna proses perubahan. Dengan demikian, evolusi adalah peristiwa atau kejadian.

  Apakah kejadian atau peristiwa itu memang benar-benar terjadi? Untuk itu diperlukan bukti. Begitu pula dengan evolusi. Jika evolusi (proses perubahan) itu memang terjadi, apa buktinya? Dikemukakanlah bukti-bukti evolusi yang pada dasarnya ingin menunjukkan bahwa perubahan itu memang benar-benar terjadi.

  Peristiwa evolusi tidak dapat diamati secara langsung. Apa yang dikatakan sebagai ‘bukti evolusi’ selama ini sebenarnya hanyalah bukti inferensian. Dalam hal ini, ada sejumlah gejala atau fakta dianggap dapat membuktikan adanya evolusi karena hanya dapat dijelaskan dengan memuaskan berdasarkan konsep evolusi. Sudah barang tentu pembuktian seperti itu bersifat tentatif. Suatu penjelasan untuk sementara dianggap benar selama belum ada penjelasan lain yang lebih mampu menjelaskan suatu gejala secara lebih memuaskan.

  Evolusi dapat dipandang sebagai fakta dan sebagai teori. Sebagai fakta, evolusi adalah perubahan. Teori evolusi menjelaskan mekanisme perubahan itu. Teori Darwin hanyalah salah satu dari beberapa teori evolusi yang pernah diajukan, dan sekarang telah banyak mengalami penyempurnaan. Menentang teori Darwin belum tentu menentang teori evolusi karena bisa juga berarti mengajukan teori evolusi lain yang lebih baik dari teori evolusi Darwin. Menentang teori evolusi seyogyanya dilakukan dengan memberikan penjelasan (teori) lain yang lebih dapat diterima mengenai berbagai fakta yang selama ini diyakini sebagai bukti evolusi atau fakta yang selama ini dapat dijelaskan berdasarkan konsep evolusi.

  Beberapa teori tentang kecenderungan evolusi adalah sebagai berikut:

  1. Teori Evolusi Sintesis

  Sekelompok ilmuwan yang bersikukuh mempertemukan Darwinisme dengan ilmu genetika dengan segala cara berkumpul dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh “ The Geological Society of Amerika” atau Perkumpulan Masyarakat Geologi Amerika, pada tahun 1941. Setelah dilakukan pembicaraan panjang, mereka setuju untuk membuat penjelasan baru tentang Darwinisme. Beberapa tahun setelah itu, beberapa ahli menghasilkan sebuah sintesis yang merupakan hasil perpaduan dari berbagai bidang mereka menjadi sebuah teori evolusi lain yang diperbaharui.

  Para ilmuwan yang berperan serta dalam membangun teori baru ini termasuk ahli genetika, yaitu G. Ledyard Stebbins dan Theodosius Dobzhansky, ahli ilmu hewan Ernst Mayr dan Julian Huxley, ahli palaentologi George Gaylond Simpson dan Glenn L, serta ahli genetika matematis Sir Ronald A. Fisher dan Sewall Wright.

  Theodosius Dobzhansky

  Mutasi adalah kerusakan yang terjadi untuk alasan yang tidak diketahui, dalam mekanisme penurunan sifat pada makhluk hidup. Makhluk hidup yang mengalami mutasi memperoleh bentuk yang tak lazim dan menyimpang dari informasi genetik yang mereka warisi dari induknya. Konsep “mutasi acak” diharapkan bisa menjawab pertanyaan tentang asal usul variasi menguntungkan yang menyebabkan makhluk hidup berevolusi sesuai dengan teori Darwin, sebuah kejadian yang Darwin sendiri tidak bisa menjelaskannya, tetapi hanya mencoba menghindarinya dengan mengacu pada teori Lamarck. Kelompok The Geological Society of America (Perkumpulan Masyarakat Geologi Amerika) menamai teori baru ini dan membuat rumusan dengan menambahkan gagasan mutasi pada teori seleksi alam Darwin sebagai teori evolusi sintesis. Dalam waktu singkat teori ini menjadi dikenal dengan nama neo-Darwinisme. Namun, terdapat sebuah masalah besar. Memang benar bahwa mutasi mengubah informasi genetik makhluk hidup, tetapi perubahan ini selalu terjadi dengan dampak merugikan bagi makhluk hidup bersangkutan.

  Semua mutasi yang teramati menghasilkan makhluk yang cacat dan lemah, atau berpenyakit dan kadang membawa kematian pada makhluk tersebut. Oleh karena itu, dalam upaya untuk mendapatkan contoh mutasimutasi menguntungkan yang memperbaiki informasi genetika pada makhluk hidup neo-Darwinisme melakukan banyak percobaan dan pengamatan. Selama puluhan tahun, mereka tak satu pun dari percobaan ini memperlihatkan mutasi yang memperbaiki informasi genetik pada makhluk hidup.

  Menurut para penganut neo-Darwinisme, saat ini permasalahan mutasi masih menjadi kebuntuan besar bagi Darwinisme. Meskipun teori seleksi alam menganggap mutasi sebagai satu-satunya sumber dari perubahan menguntungkan, tidak ada mutasi dalam bentuk apapun yang teramati dan benar-benar menguntungkan yang memperbaiki informasi genetik.

  Satu kebuntuan lain bagi neo-Darwinisme datang dari catatan fosil. Bahkan pada masa Darwin, fosil telah menjadi rintangan yang penting bagi teori ini. Sementara Darwin sendiri mengakui tak adanya fosil spesies peralihan. Dia juga meramalkan bahwa penelitian selanjutnya akan menyediakan bukti atas bentuk peralihan yang hilang ini.

  2. Teori dalam Krisis Seorang ahli biokimia Australia yang bernama Prof. Michael Denton menyanggah teori Darwinisme. Menurut dia terdapat pertentangan mencolok ketika teori evolusi dihadapkan dengan penemuan-penemuan ilmiah dalam berbagai bidang seperti asal-usul kehidupan, genetika populasi, anatomi perbandingan, ilmu fosil, dan biokimia. Menurut dia, evolusi adalah sebuah teori yang sedang dilanda krisis.

  Dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis (1985) yang artinya evolusi sebuah teori dalam krisis, Denton menguji teori ini ditinjau dari berbagai cabang ilmu dan menyimpulkan bahwa teori seleksi alam sangatlah jauh dalam memberikan penjelasan bagi kehidupan di bumi. Tujuan Denton dalam mengajukan sanggahannya bukanlah untuk menunjukkan kebenaran dari pandangan lain, tetapi hanya membandingkan Darwinisme dengan fakta-fakta ilmiah. Selama dua dasawarsa terakhir, banyak evolusionis lain menerbitkan karya-karya penting yang mempertanyakan keabsahan teori evolusi Darwin.

  3. Teori Harun Yahya Harun Yahya lahir di Ankara, Turki pada tahun 1956. Setelah menamatkan pendidikan dasar dan lanjutannya di Amerika, ia kemudian mempelajari seni rupa di Universitas Mimar Sinan Istanbul dan filsafat di Universitas Istanbul.

  Harun Yahya dalam buku-buku karyanya membahas tentang beberapa hal yang menanggapi tentang teori evolusi sebelumnya yang dicetuskan oleh Darwin dan kaum evolusionis lainnya. Dalam bukunya, Harun Yahya menyampaikan antara lain tentang variasi dan spesies, mitos homologi, ketidakabsahan pernyataan homologi molekuler. Pendapat Harun Yahya terhadap hal-hal itu adalah sebagai berikut:

  a. Variasi dan Spesies Evolusi menyebut variasi dalam suatu spesies sebagai bukti kebenaran teorinya. Namun menurut Harun Yahya, variasi bukanlah bukti evolusi karena variasi hanya hasil aneka kombinasi informasi genetis yang sudah ada, dan tidak menambahkan karakteristik baru pada informasi genetis.

  Variasi selalu terjadi dalam batasan informasi genetis yang ada. Dalam ilmu genetika, batas-batas ini disebut “kelompok gen” (gene pool). Variasi menyebabkan semua karakteristik yang ada di dalam kelompok gen suatu spesies bisa muncul dengan beragam cara. Misalnya, pada suatu spesies reptil, variasi menyebabkan kemunculan verietas yang relatif berekor panjang atau berkaki pendek, karena baik informasi tentang kaki pendek maupun panjang terdapat dalam kantong gen. Namun, variasi tidak mengubah reptil menjadi burung dengan menambahkan sayap atau bulu-bulu, atau dengan mengubah metabolisme mereka. Perubahan demikian memerlukan penambahan informasi genetis pada makhluk hidup, yang tidak mungkin terjadi dalam variasi.

  Dalam buku The Origin of Species, Darwin menyatakan bahwa paus berevolusi dari beruang yang berusaha berenang. Darwin menganggap bahwa kemungkinan variasi dalam spesies tidak terbatas.

  Pendapat ini dibantah oleh Harun Yahya. Ia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan abad ke-20 telah menunjukkan bahwa skenario evolusi ini hanya khayalan.

  b. Mitos Homologi Dalam ilmu biologi, kemiripan struktural di antara spesies yang berbeda disebut homologi. Evolusionis mencoba mengajukan kemiripan tersebut sebagai bukti evolusi. Darwin mengira bahwa makhluk-makhluk dengan organ yang mirip (homolog) memiliki hubungan evolusi di antara mereka dan organ-organ ini diwarisi dari nenek moyang yang sama. Menurut asumsinya, merpati dan elang memiliki sayap karena itu merpati, elang, dan bahkan semua unggas bersayap berevolusi dari nenek moyang yang sama.

  Menurut Harun Yahya, homologi merupakan argumen menyesatkan yang dikemukakan hanya berdasarkan kemiripan fisik sejak zaman Darwin hingga Tidak pernah ditemukan satu pun fosil nenek moyang imajiner yang memiliki struktur-struktur homolog. Harun Yahya mengatakan ada hal-hal yang memperjelas bahwa homologi tidak membuktikan teori evolusi. Pendapat Harun Yahya adalah sebagai berikut.

  1) Organ-organ homolog ditemukan pula pada spesies-spesies yang sangat berbeda, bahkan evolusionis tidak dapat menunjukkan hubungan evolusi di antara spesies- spesies tersebut. 2) Kode-kode genetis beberapa makhluk yang memiliki organ-organ homolog sama sekali berbeda satu sama lain.

  3) Perkembangan embriologis organ-organ homolog benar-benar berbeda pada makhluk-makhluk yang berbeda.

  Misalnya adanya organ-organ serupa pada spesies yang berbeda. Ada sejumlah organ homolog yang sama-sama dimiliki berbagai spesies berbeda, namun evolusionis tidak mampu menunjukkan hubungan evolusi di antara mereka, misalnya sayap. Selain burung, sayap terdapat pula pada hewan mamalia (seperti kelelawar), pada serangga, bahkan pada jenis reptil yang telah punah (beberapa dinosaurus). Tetapi evolusionis tidak menyatakan hubungan evolusi atau kekerabatan di antara keempat kelompok hewan ini.

  Contoh mencolok lainnya adalah kemiripan yang menakjubkan pada struktur mata berbagai jenis makhluk. Misalnya, walaupun gurita dan manusia adalah dua spesies yang jauh berbeda, struktur dan fungsi keduanya sangat mirip. Namun, evolusionis tidak menyatakan bahwa mereka mempu nyai nenek moyang yang sama karena kemiripan mata. Contoh-contoh ini dan banyak lagi lainnya memastikan organ-organ homolog membuktikan spesies makhluk hidup bahwa pernyataan “ berevolusi dari satu nenek moyang yang sama” tidak memiliki landasan ilmiah.

  c. Ketidakabsahan Pernyataan Homolog Molekuler Pengajuan homologi sebagai bukti evolusi tidak saja gagal pada tingkat organ, tetapi juga pada tingkat molekuler. Evolusionis mengatakan bahwa ada kemiripan antara kode-kode DNA atau struktur-struktur protein pada spesies-spesies yang berbeda dan kemiripan ini membuktikan bahwa makhluk-makhluk hidup ini telah berevolusi dari nenek moyang yang sama atau dari satu sama lain. Sebagai contoh, media evolusionisme senantiasa menyatakan bahwa “ ada kemiripan besar antara DNA manusia dan DNA kera”. Kemiripan ini dikemukakan sebagai bukti hubungan evolusi antara manusia dan kera.

  Contoh paling berlebihan dari argumen ini mengacu pada terdapatnya 46 kromosom pada manusia dan beberapa jenis kera seperti simpanse. Evolusionis menganggap kedekatan jumlah kromosom antara spesies berbeda merupakan bukti evolusi. Namun, jika hal ini benar, manusia memiliki kerabat lebih dekat dengan kentang, dibandingkan dengan kera atau simpanse, karena kentang memiliki jumlah kromosom lebih dekat dibanding dengan jumlah kromosom manusia, yaitu 46. Dengan kata lain, manusia dan kentang memiliki jumlah kromosom yang sama. Contoh nyata tetapi menggelikan ini menunjukkan bahwa kemiripan DNA tidak lagi dijadikan sebagai bukti hubungan evolusi.

  Di sisi lain, terdapat perbedaan molekuler yang sangat besar di antara makhluk-makhluk yang tampaknya mirip dan berkerabat. Sebagai contoh, struktur- C, salah satu protein penting bagi pernapasan, sangat berbeda pada makhluk- makhluk hidup dalam kelas yang sama.

  4. Implikasi Teori Evolusi dalam Masyarakat Beberapa implikasi teori evolusi yang terjadi dalam masyarakat adalah sebagai berikut.

  a. Prof. Dr Sangkat Marzuki seorang peneliti di Indonesia mengadakan penelitian tentang asal-usul manusia Indonesia. Hasilnya adalah nenek moyang manusia Indonesia berasal dari Afrika.

  b. Di beberapa wilayah di Indonesia, misalnya di Bali terdapat tempat penangkaran hewan-hewan tentang seperti buaya, kura-kura, dan penyu, badak cula satu di Ujung Kulon dan di Bengkulu dilakukan pula usaha pelestarian bunga Rafflesia arnoldi dan bunga bangkai. Semua usaha ini dilakukan untuk menghindari kepunahan jenis hewan dan tumbuhan sebagai akibat dari seleksi alam.

  c. Beberapa usaha mendapatkan bibit unggul tanaman dilakukan melalui proses seleksi dan hibridisasi. Usaha ini dilakukan dengan cara mengkaji hubungan antara evolusi, genetika, dan lingkungan. Tumbuhan hasil seleksi tersebut akan memiliki nilai ekonomis karena hasilnya yang menguntungkan dan dapat menunjang kebutuhan manusia. Kita dapat mengambil manfaat dari hal ini, yaitu melakukan budidaya tanaman, misalnya suatu tanaman jenis mustrad alami yang diseleksi untuk menghasilkan tanaman brokoli, kubis, kembang kol, dan lain-lain.