POLITIK DAN PERDAGANGAN KOLONIAL BELANDA DI PONTIANAK POLITICS AND TRADE DUTCH COLONIAL IN PONTIANAK

POLITIK DAN PERDAGANGAN KOLONIAL BELANDA DI PONTIANAK

POLITICS AND TRADE DUTCH COLONIAL IN PONTIANAK

Hasanuddin

Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado Jalan Katamso, Bumi Beringin Lingkungan V Manado e-mail: anwar_hasanuddin@yahoo.com

Naskah Diterima: 7 Maret 2016

Naskah Direvisi:5 April 2016

Naskah Disetujui:3 Mei 2016

Abstrak

Pontianak mendapat perhatian kolonial Belanda setelah Inggris melakukan perdagangan di Kalimantan Barat. Persaingan dagang antara Belanda dan Inggris membawa pengaruh bagi perdagangan di Pontianak. Kemajuan perdagangan menarik perhatian kolonial Belanda untuk menguasai Pontianak. Kolonial Belanda membatasi kekuasaan Sultan Pontianak melalui perjanjian-perjanjian membawa dampak sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Eksploitasi kolonial Belanda melahirkan perubahan-perubahan baru dalam hubungan kekuasaan kongsi-kongsi Cina dan monopoli perdagangan di Pontianak. Kolonial Belanda semakin mempertegas kekuasaannya di Pontianak setelah Inggris mengesahkan James Brooke sebagai wakil pemerintahannya di Kalimantan Utara. Terdapat interelasi yang dinamis antara perubahan struktur politik dan ekonomi terhadap perubahan sosial masyarakat di Pontianak. Hubungan komunikasi melalui jaringan perdagangan antarpulau telah mendorong para pedagang sebagai komunitas baru membentuk dan mendirikan perkampungan suku bangsa di Pontianak. Hubungan yang dinamis antara Pontianak dengan daerah-daerah di Kalimantan Barat terutama Sambas, Mempawah, Landak, Sanggau, Sintang, Matan, dan Sukadana telah membawa kemajuan politik dan ekonomi Pontianak sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan Residen Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yaitu studi pustaka dengan mengumpulkan data-data sejarah, dengan menguraikan suatu peristiwa ke dalam bagian-bagiannya dalam rangka memahami kebijakan politik dan perdagangan kolonial Belanda di Pontianak.

Kata Kunci: Pontianak, politik, perdagangan, kolonial Belanda.

Abstract

Pontianak had an attention of Dutch colonial after British trade in West Kalimantan. Trade competition between the Netherlands and the United Kingdom had an impact on trade in Pontianak. The pprogress attract the attention of Dutch colonial to master Pontianak. The Dutch Colonial control the power of the Sultan of Pontianak through agreements and bring the impact in the social, political, economic, and cultural. Dutch colonial exploitation brought changes in the power relations of chinesse allied and the monopoly of trade in Pontianak. The Dutch colonial emphasized rule in Pontianak after United Kingdom endorses James Brooke as a representative government in North Kalimantan.There is a dynamic interrelation changes in political and economic that brought change social structures in Pontianak. The communication links through a network of inter-island trade has prompted traders as new communities formed and founded the settlement of ethnic groups in Pontianak. The dynamic relationship between Pontianak and West Kalimantan areas such as Sambas, Mempawah, Landak, Sanggau, Sintang, Matan, and Sukadana has brought political and economic progress.And declared Pontianak as a center of commerce and government Resident West Kalimantan. This study uses the history of the literature by collecting historical data, describing an event into its parts in order to understand the political and trade policies of the colonial Dutch in Pontianak.

Keywords: Pontianak, trade, Dutch Colonial.

204 Patanjala Vol. 8 No. 2 Juni 2016: 203 - 218

A. PENDAHULUAN

West. Letak Pontianak diperkuat oleh Pontianak

merupakan sebuah pendapat Charles M. Cooley bahwa dalam wilayah kerajaan tradisional di Kalimantan hubungan lalu lintas perdagangan, pusat Barat yang relatif sukses menyerap kerajaan yang terletak di muara atau di berbagai bentuk perjumpaan budaya dan pertemuan sungai mengalami kemajuan di kuasa dengan kawasan sekitarnya di bidang perdagangannya (Poesponegoro Nusantara. Dalam dinamika sejarah dan Notosusanto, 1984: 213). Nusantara, Pontianak tampaknya tidak

Setelah Pemerintah Hindia Belanda pernah sepenuhnya mengalami proses menanamkan pengaruh politik dan peminggiran yang membuatnya kehilangan ekonominya di Pontianak dan kemudian peran dan identitas ketika nation-state mengikat Sultan Pontianak dalam hubung- Indonesia dibentuk oleh gelombang an perjanjian tahun 1819, 1822 dan 1823 gerakan nasionalisme. Namun, sebagai- untuk menguasai Pontianak (Kartodirdjo et mana juga telah dialami oleh banyak al. , 1973: 209-215). Pemerintah Hindia lokalitas di Nusantara bahwa masa VOC Belanda menempatkan Pontianak sebagai (Vereenigde Oost-lndische Compagnie) vasal dengan mendapat keuntungan dan Pemerintah Hindia Belanda telah melalui bea, cukai dan monopoli membawa pengaruh dalam formasi sosial, perdagangan, serta hak politik untuk politik, ekonomi, dan budaya.

mengatur kekuasaan Pontianak. Kalimantan Barat menjadi perhatian

perdagangan maritim utama bagi Inggris untuk menguasai mengalami problem ketika munculnya perdagangannya pada abad ke-17. Faktor kegiatan para bajak laut atau perompak ini menarik perhatian VOC melakukan dari orang-orang Melayu dan Bugis yang perdagangan

Kegiatan

di Kalimantan Barat. telah bermukim di Pontianak (Kartodirdjo Pontianak mendapat perhatian khusus et al. , 1971: 134). Bajak laut disebut VOC pada akhir abad ke-18, kemudian sebagai orang yang melakukan berbagai melakukan ekspansi melalui perjanjian tindakan kekerasan di laut, tanpa mendapat atau kontrak dengan Pontianak pada wewenang

pemerintah untuk tanggal 5 Juli 1779 (Veth, 1854: 260-262).

dari

melakukan tindakan perompakan (Lapian, Pontianak mengalami kemajuan 2011: 163). perdagangan setelah para pedagang Bugis,

Kemajuan perdagangan di Pontianak Melayu, Cina, Sanggau, Sukadana, menjadikan persaingan dagang antara Mempawah, dan Sambas ke Pontianak Inggris dan kolonial Belanda. Ketika (Veth, 1854: 254-255). Letak Pontianak masuknya pengaruh Inggris tahun 1811 di yang strategis berada di muara Sungai Pontianak, kemudian James Brooke Kapuas dan Sungai Landak sebagai pintu menduduki Serawak tahun 1841, menye- gerbang ke daerah-daerah pedalaman di babkan Pemerintah Hindia Belanda Kalimantan Barat. Selain itu, berada di mengambil

langkah-langkah untuk antara jalur perdagangan Selat Malaka dan memperkuat kekuasaannya di Pontianak merupakan daerah transit perdagangan (Lapian, 2012: 20-21). baik dari timur maupun barat Nusantara,

Pontianak dan hubungannya dengan terutama

pusat kolonial Belanda merupakan suatu perdagangan setelah jatuhnya Malaka.

Singapura

sebagai

rekonstruksi atau penggambaran bagai- Hubungan antara kota dan daerah- mana keterkaitan institusi politik kolonial daerah sekitar (city periphery) bagi Belanda dengan perdagangan di Pontianak Pontianak dengan Sambas, Sukadana, yang mengalami perkembangan melalui Sanggau, Mempawah, Landak dan daerah- proses sejarah. daerah di Kalimantan Barat menempatkan

Penulisan ini mencoba menjawab Pontianak sebagai pusat perdagangan dan permasalahan bagaimana hubungan politik pusat pemerintahan Keresidenan Borneo Pontianak dengan kolonial Belanda, dan

Poltik dan Perdagangan Kolonial Belanda di Pontianak (Hasanuddin) 205 bagaimana kebijakan politik kolonial Belanda maka sumber primer berupa arsip-

Belanda khususnya perdagangan di arsip dari Arsip Nasional Republik Indonesia Pontianak.

(ANRI) seperti arsip Koloniaal Verslag Kajian ini fokus pada periode masa (KV), perjanjian atau kontrak dengan kolonial Belanda, karena merupakan suatu kolonial Belanda, serta surat kabar. Adapun masa penting dalam sejarah Indonesia. sumber sekunder berupa buku-buku hasil Proses ini menyebabkan terjadinya kajian tentang pelayaran dan perdagangan benturan di satu pihak antara lokalisme, Pontianak didapatkan di perpustakaan. regionalisme, dan nasionalisme, serta

Sumber-sumber primer yang telah kolonialisme di pihak lain. Konteks inilah dikumpulkan harus dikoreksi ulang, sebab yang melandasi untuk menggambarkan titik tolak semua karya sejarah adalah kembali sejarah Pontianak pada masa mengenal penggunaan sumber primer kekuasaan kolonial Belanda. Beberapa maupun sekunder (Gottshalk, 1986: 35- sejarawan seperti Sartono Kartodirdjo 40). Selain itu, landasan utama metode (1984) menyatakan bahwa pada masa sejarah adalah bagaimana menangani bukti- kolonial Belanda dan khususnya abad ke- bukti sejarah yang sesuai dengan pokok

19 merupakan periode pergolakan sosial, permasalahan yang akan ditulis. Sumber itu hal ini dapat dilihat pada disertasinya The dapat berupa arsip dan surat-surat pribadi.

dipelajari kemudian (Pemberontakan Petani Banten tahun dipertimbangkan, mana yang sesuai dengan 1888). Selain itu, A.B. Lapian (2011) pokok masalah (Frederick dan Soeroto, dalam disertasinya tentang kawasan laut 1984: 13-14). Langkah ini dilaksanakan Sulawesi abad ke-19 berjudul Orang Laut- mengingat bahwa setiap keterangan tidak Bajak Laut-Raja Laut: Sejarah Kawasan luput dari arti subjektif. Selanjutnya Laut Sulawesi Abad XIX , menyatakan dilakukan kritik sumber baik otentitas atau bahwa dalam periode tersebut sangat erat keabsahan sumber sebagai kritik ekstern kaitannya dengan keadaan sekarang. Hal maupun kredibilitas sumber tersebut sebagai itu

Peasants Revolt Banten in 1888 Bukti-bukti

ini

disebabkan perluasan wilayah kritik intern (Kuntowijoyo, 1995: 100). kekuasaan Hindia Belanda erat kaitannya Kemudian dilakukan interpretasi dengan dengan kondisi sekarang yang meliputi merangkai, menghubungkan, dan menerang- wilayah Negara Kesatuan Republik kan data-data yang ada kaitannya dengan Indonesia dengan bentuk otonominya permasalahan yang dikaji dapat menjadi sendiri. Demikian pula, Edward L. sebuah historiografi (Kartodirdjo, 2014: 1- Poelinggomang (2002) dalam disertasinya 2). Makassar Abad XIX, Studi tentang Kebijakan

Perdagangan

Maritim ,

C. HASIL DAN BAHASAN menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan 1. Hubungan Pontianak dengan VOC

Pemerintah Hindia Belanda dalam menata

dan EIC

perdagangan lebih berdasarkan prinsip- Inggris mulai menaruh perhatian prinsip merkantilisme ketimbang ekonomi terhadap perdagangan di Kalimantan Barat, liberal.

setelah pedagang Inggris memberitakan tentang potensi ekonomi di wilayah tersebut.

B. METODE PENELITIAN Pada tahun 1611, Inggris membuka kantor Penelitian ini dilakukan dengan dagangnya

Sukadana. Kegiatan menggunakan metode sejarah yaitu melalui perdagangan Inggris mendorong VOC beberapa

di

adalah terlibat dalam perdagangan di Kalimantan mengumpulkan data-data sejarah (heuristik), Barat. VOC mengadakan perdagangan lada dilakukan dengan proses menemukan dan intan di Landak. Pontianak menjadi sumber-sumber sejarah. Oleh karena periode perhatian VOC setelah pedagang Bugis, penelitian ini mencakup masa kolonial Melayu, dan Cina melakukan perdagangan.

tahap,

pertama

206 Patanjala Vol. 8 No. 2 Juni 2016: 203 - 218 Setiap tahunnya pedagang Cina dengan disebabkan Mempawah dianggap sebagai

menggunakan jung menyinggahi Pontianak. salah satu faktor penghalang kemajuan Jung-jung Cina memuat kain, dan ketika perdagangan di Pontianak. Begitu pula mengangkut barang dagangan, utamanya konflik antara Pontianak dengan Sukadana emas (Heidhues, 2008: 37).

yang disebabkan mengalirnya komoditas Posisi perdagangan yang dikuasai perdagangan dari daerah hulu Sungai Sultan Pontianak, Syarif Abdurrahman Kapuas ke Sukadana, sehingga pemasukan membawa perkembangan politik dan bea dan cukai semakin berkurang di ekonomi bagi Pontianak. Bea dan cukai

Pontianak (Kartodirdjo, 1993: 284-285). yang dipungut Pangeran Laksamana

Sultan Pontianak sebagai syahbandar merupakan pendapatan kemudian disetujui Residen Pontianak J.J (revenuen) yang besar, sehingga secara Klagman. Langkah pertama adalah menye- ekonomis membawa kemajuan Pontianak.

Permintaaan

rang Sukadana. Kepentingan VOC ikut Kemajuan perdagangan Pontianak menyerang Sukadana, karena Sultan mendorong Sultan Syarif Abdurrahman Sukadana tidak mengakui supremasi VOC, melakukan ekspansi terutama menguasai dan juga adanya intervensi VOC untuk Sanggau. Pada 26 Maret 1778, atas bantuan menguasai perdagangan Sukadana dari VOC, Pontianak berhasil menguasai kekuasaan Inggris. VOC kemudian Sanggau. Hubungan Pontianak dengan VOC mengirim armadanya bersama pasukan semakin kuat setelah Gubernur Jenderal Pontianak dipimpin Syarif Kasim (putra VOC, Reinier de Klerk mengutus Willem sulung Sultan Pontianak) menyerang Adrian Palm untuk melakukan hubungan Sukadana. Pada tahun 1786, Pontianak perdagangan dan keamanan dengan Sultan bersama VOC berhasil menaklukkan Pontianak, sekaligus Palm diangkat sebagai Sukadana. Sultan Sukadana, Ahmad perwakilan VOC di Pontianak. (Veth, Kaharudin bersama kerabat kerajaan dan 1854:260).

para pengikutnya berhasil melarikan diri, Pada 5 Juli 1779, VOC mengajukan sehingga Sukadana jatuh dalam kekuasaan kontrak pertama kali kepada Sultan Syarif Pontianak (Veth, 1854: 273-274). Sultan Abdurrahman. Kontrak memuat kepen- dan kerabat Kerajaan Sukadana mengungsi tingan VOC dengan mengatur dan meng- ke daerah Kayung Matan (Kartodirdjo, ikat kerajaan melalui setiap pengangkatan 1993: 286). sultan dan pembesar kerajaan lainnya harus

jatuhnya kekuasaan sepengetahuannya. Sultan tidak diharuskan Sukadana, mendorong kembali Sultan lagi menarik pajak, baik ekspor maupun Pontianak menaklukkan Mempawah. Pada impor, hak monopoli atas harga-harga tahun 1787, pasukan Pontianak dipimpin komoditas perdagangan ditentukan oleh Syarif Kasim dan dukungan tiga armada VOC, serta para pedagang Pontianak dan laut VOC dari Batavia menyerang Sanggau harus memiliki pas atau surat izin Mempawah dan berhasil ditaklukkan. berdagang. Begitu pula para pendatang Syarif Kasim kemudian diangkat sebagai Jawa, Melayu, Bali, Bugis, dan Cina yang Panembahan Mempawah dengan daerah ingin menetap di Pontianak dan Sanggau bawahan VOC (Veth, 1854: 274-277). harus sepengetahuan VOC (Borneo-West

Setelah

VOC mulai menegaskan pengaruh- 16/26, 5 Juli 1779; Veth, 1854: 260-262). nya terhadap Pontianak karena jaringan Campur tangan VOC dalam urusan perdagangan yang telah dilakukan Sultan intern kerajaan membawa Pontianak Pontianak. Pontianak menjadi tempat terlibat dalam pertikaian politik dan persinggahan pedagang untuk mengangkut ekonomi antarkerajaan. Pada tahun 1784, emas, lada, dan intan. Beberapa pedagang Sultan Pontianak, Syarif Abdurrahman di antaranya dari Bugis, Melayu, dan Cina berusaha menaklukkan Mempawah dan telah bermukim di Pontianak. Mereka meminta bantuan kepada VOC. Hal ini menetap di daerah pesisir pantai dan muara

Poltik dan Perdagangan Kolonial Belanda di Pontianak (Hasanuddin) 207 sungai. Sebagian besar pedagang bermu-

Pada tahun 1816, terjadi pergolakan kim di sepanjang Sungai Kapuas, Sungai kongsi-kongsi Cina yang menguasai Landak, dan daerah pesisir pantai sebagai tambang-tambang emas

di wilayah kawasan perdagangan (Veth, 1854: xxxi).

Pontianak. Kongsi-kongsi Cina menolak Hubungan Pontianak dengan VOC diterapkannya penarikan bea dan cukai telah membawa keuntungan bagi VOC, ekspor terutama emas. Hal ini disebabkan secara perlahan menggeser otoritas Sultan produksi tambang-tambang emas yang Pontianak dengan memeroleh kekuasaan dikuasainya mulai menurun (Ricklefs, politik dan penghasilan dari upeti serta 2009: 306). Dalam menghadapi perma- laba perdagangan. Pada tahun 1799, VOC salahan kongsi Cina, terjadi pula peralihan mengalami kebangkrutan akibat korupsi kekuasaan antara E I C kepada Pemerintah yang berdampak pada krisis keuangannya. Hindia Belanda di Batavia. Pada tahun 1811, East India Company

(EIC) atau Kompeni Dagang Inggris 2. Kebijakan Politik dan Perdagangan

menggantikan VOC di Pontianak.

Kolonial Belanda

Sebelumnya, pada tahun 1808, J. Setelah kolonial Hindia Belanda Burn seorang kapten kapal dan pedagang kembali berkuasa di Nusantara, langkah- Inggris menetap di Pontianak. Burn langkah

diterapkan adalah menjelaskan lebih lengkap tentang keadaan merekstrukturisasi hubungannya dengan Pontianak dan daerah sekitarnya. Wilayah- penguasa lokal. Di Pontianak, pada 21 Juli nya penuh dengan kekayaan alam, dan 1818 berlangsung periode baru dalam semuanya terdapat emas. Sejumlah besar hubungan Pontianak dengan kolonial emas dikelola oleh koloni orang Cina, dan Belanda. Kolonial Belanda mulai mendiri- setiap tahunnya diekspor sekitar setengah kan kantor dan tangsi permanen, kemudian juta sterling. Laporan J. Burn menarik menyatakan kekuasaannya di Pontianak Thomas Stamford Raffles menguasai (Heidhues, 2008: 35). Pontianak. Kemudian Raffles mengirim

yang

Awal abad ke-19, Pontianak menjadi surat kepada Sultan Pontianak, Syarif pintu gerbang bagi para pedagang pribumi, Kasim untuk memberikan informasi Eropa dan Cina. Aktivitas pedagang Cina mengenai keadaan di Borneo Barat berhubungan dengan usaha kongsi-kongsi (Heidhues, 2008:36).

Cina di Mandor dan Monterado. Setiap Munculnya bajak laut dipimpin tahunnya lebih dari 15 jung Cina ke Pangeran Anom dan Ilanun Abdul Rasyid Pontianak. Jung Cina umumnya mengang- menyebabkan perdagangan mengalami kut buruh-buruh pertambangan yang penurunan di Pontianak. Mereka sering ditempatkan pada kongsi Lanfang di merompak kapal-kapal yang masuk ke Mandor. Mereka juga membawa berbagai Pontianak. Pada 14 Februari 1811, Sultan komoditas barang dari Cina. Jung-jung Syarif Kasim menyurati Raffles dan Cina setelah berlabuh beberapa bulan di meminta bantuan untuk mengatasi bajak Pontianak, kembali berlayar ke Cina laut tersebut. Raffles mengirim armada dengan memuat sejumlah besar emas. lautnya ke Pontianak dan berhasil Selain dari Cina, terdapat dari Siam menumpas para bajak laut. Setelah itu dengan jumlah yang kecil (Heidhues, Pontianak mulai aman dan perdagangan 2008: 61). kembali

Peraturan cukai bagi orang Cina membantu

stabil. Tindakan

Raffles

Sultan Pontianak untuk bersama jung yang masuk ke pelabuhan menanamkan pengaruhnya dan kepen- Pontianak membayar pajak imigrasi tingan perdagangan. Selain itu mengaman- sebesar satu gulden per orang, sedangkan kan pedagang Inggris yang sering orang Cina yang kembali ke Negeri Cina mengalami perompakan di Pontianak harus membayar pajak keluar sebesar lima (Gallop et al., 1991: 132-134).

belas gulden (Heidhues, 2008: 62).

208 Patanjala Vol. 8 No. 2 Juni 2016: 203 - 218 Usaha

sebagai Kerajaan Pontianak dan orang-orang Cina, penghasil emas dan lada mendorong serta monopoli perdagangan garam dan kolonial Belanda untuk menguasainya. candu di Pontianak. Kolonial Belanda memerintahkan kepada

kongsi

Cina

Pada tahun 1819, Pangeran Syarif kongsi-kongsi Cina untuk mengakui Usman

dinobatkan menjadi Sultan kekuasaannya. Namun, kongsi-kongsi Cina Pontianak. Peralihan kekuasaan kerajaan menolak dan tidak mengakui kekuasaan merupakan jalan bagi kolonial Belanda kolonial Belanda di Pontianak (Kartodirdjo untuk memperkecil kekuasaan Sultan et al. , 1971: 134).

Pontianak. Pada 16 Agustus 1819, kolonial Penangkapan orang-orang Cina Belanda kembali mengajukan perjanjian akibat penyelundupan candu menimbulkan dengan Sultan Pontianak. Perjanjian kemarahan kongsi Langfang di Mandor. memuat bahwa kolonial Belanda berhak Pada akhir tahun 1819, kongsi Lanfang di menentukan calon sultan dan para pem- Mandor menyerang tangsi militer kolonial besar kerajaan (Pasal 1). Pemasukan dari Belanda di Pontianak. Namun, penye- penyewa tanah, pajak, pajak perorangan, rangan kongsi Lanfang kemudian berhasil emas, intan, cukai barang ekspor, ditumpas oleh militer kolonial Belanda penjualan candu, pegadaian, dan monopoli (Veth, 1856: 80-81; Alqadrie, dkk., 1984: garam dikuasai oleh kolonial Belanda 71-72). Peristiwa penyerangan kongsi (Pasal 6, 7). Pada pasal 12, Sultan Lanfang membawa dampak bagi perda- Pontianak

menyerahkan kewenangan gangan karena hanya sedikit kapal dagang orang-orang Cina dan Eropa kepada berlabuh di Pontianak (Veth, 1856: 428).

kolonial Belanda (Kartodirdjo et al., 1973: Dampak pemberontakan kongsi 209-213).

Lanfan g di Mandor menyebabkan kolonial Belanda mengambil kebijakan untuk membubarkan perkongsian Langfang, serta menempatkan seluruh wilayahnya di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Setelah dihapuskannya kongsi Cina mengakibatkan orang-orang Cina kehilangan tempat berpijak. Mereka memilih migrasi ke

Pontianak untuk membuka perdagangan (Vleming, 1926: 257).

Pada 12 Januari 1819, Pemerintah

Gambar 1. Sultan Pontianak bersama Residen dan

Hindia Assiten Residen Pontianak menghadiri perayaan Belanda diwakili Komisaris

ulang tahun Kerajaan Pontianak.

Nahuys mengajukan perjanjian kepada Sumber: “Nomor Soeltan Pontianak”, Panji Pustaka, Sultan Pontianak, di antaranya kekuasaan

No. 15 Tahun IV, 23 Februari 1926.

atas kerajaan dilaksanakan oleh Sultan

Pontianak bersama kolonial Belanda; dan Kekuasaan Sultan Pontianak sema- semua penghasilan dari Pontianak dibagi kin dibatasi, dan berlakunya peraturan

rata antara Sultan Pontianak dengan pajak (belasting) yang dibebankan pendu- kolonial Belanda. Penghasilan pajak duk dan penyerahan wajib (verplichte ekspor-impor penjualan candu, monopoli leveranties ) pajak per kepala menyebabkan perdagangan garam, dan pajak orang Cina kehidupan penduduk semakin terbebani. dikuasai oleh kolonial Belanda (Kartodirdjo Sultan Pontianak tidak pernah menarik et al. , 1973: 209; Alqadrie et al., 1984: 37- pajak kepada penduduk, namun adanya 39).

perjanjian tersebut mengakibatkan pendu- Kesepakatan

bagi duk harus menyetor pajaknya kepada kolonial Belanda dianggap sebagai petugas pajak (collector) bagi penduduk legitimasi politiknya untuk mengatur disebutnya “tukang cukai”.

perjanjian

Poltik dan Perdagangan Kolonial Belanda di Pontianak (Hasanuddin) 209 Walaupun orang-orang Cina berada di tunjangan f 42.000 setiap tahunnya (Pasal

bawah kekuasaan kolonial Belanda, tetapi 1). Pada pasal 4, Sultan Pontianak pedagang Cina menguasai perdagangan diharuskan memerintahkan penduduk emas. Pada tahun 1822, produksi tambang untuk menanam kopi, lada, kapas, dan emas hampir semuanya diangkut ke Negeri produksi komoditas perdagangan lainnya Cina. Sisanya dalam jumlah terbatas (Kartodirdjo et al., 1973: 213-214). dibawa para pedagang Inggris melalui

Perjanjian tersebut menggambarkan barter dengan candu, tekstil, dan besi. kolonial Belanda hanya perhatian pada Produksi emas juga diangkut ke Jawa pemasukan pajak, bea, dan cukai. melalui pengangkutan perahu Bugis dan Kewenangan Sultan Pontianak bersama dijual tunai atau ditukarkan dengan minyak, kolonial Belanda atas pemasukan pajak tembakau, dan pakaian (Heidhues, 2008: dan bea dan cukai dibagi sama rata, 35).

kemudian diganti oleh kolonial Belanda Monopoli

perdagangan yang yang hanya membayar kesetiaan Sultan diterapkan kolonial Belanda disebabkan Pontianak dengan pembayaran yang persaingan dagangnya dengan Inggris. memadai

hasil pajak yang Kebijakan kolonial Belanda membawa dikumpulkan dari orang-orang Cina. dampak bagi perdagangan Inggris yang Sebagai imbalannya Sultan Pontianak mengalami penurunan, terutama melalui mendapat penghasilan sebesar f 42.000 publikasi 14 Februari 1824 tentang setiap tahunnya. Pemerintah Hindia pelabuhan bebas. Kebijakan kolonial Belanda telah memeroleh kekuasaan untuk Belanda bertujuan untuk mengimbangi memungut cukai atas ekspor-impor, kekuatan

dari

menguasai memberlakukan pajak kepala bagi orang Singapura dan berkembang sebagai pela- Cina, menguasai hak-hak monopoli buhan bebas tahun 1819 (Polinggomang, penjualan (pacht), terutama candu dan 2002: 60-61).

Inggris

yang

monopoli garam (Heidhues, 2008: 68). Pontianak sebagai pusat kegiatan

Suasana perdagangan di Pontianak perdagangan terutama keluar masuknya mengalami kemerosotan akibat penutupan barang dagangan dilengkapi fasilitas kongsi Lanfang, dan pergolakan antara perdagangan, di antaranya terdapat gudang- kongsi-kongsi Cina, sehingga pelabuhan gudang berfungsi tempat penyimpanan Pontianak

banyak mendapat barang (pakhuis). Dalam laporan keuangan pemasukan bea dan cukai dari kapal Sultan Pontianak, 10 Juni 1820 tercantum dagang. Pada tahun 1823, kapal-kapal bahwa Pangeran Bendahara Syarif Ahmad, yang berlabuh di Pontianak mulai kembali telah menerima tarif pajak sebanyak 60 normal (Veth, 1856: 428). gudang dan setiap gudangnya dipungut 50

tidak

Demikian pula usaha Sultan ringgit. Jumlah penghasilan pajak sewa Pontianak untuk meningkatkan kembali gudang sebesar 3.000 ringgit diserahkan perdagangan di Pontianak dilakukan kepada Sultan Pontianak atas perintah dengan mengirim surat tanggal 17 Januari Pemerintah Hindia Belanda (Besluit 18 1826 kepada Gubernur Jenderal, Baron van Nopember 1820, No.19). Kebijakan Capellen di Batavia. Sultan Pontianak tersebut diambil Pemerintah Hindia melaporkan masalah orang-orang Cina di Belanda agar Pontianak dapat bersaing Mandor, dan meminta bantuan van Capellen dengan Singapura.

untuk membuka kembali kongsi-kongsi Pada 16 Desember 1822, Pemerintah Cina di Mandor (Gallop et al., 1991:134). Hindia Belanda kembali mengikat Sultan Tujuan Sultan Pontianak agar kongsi-kongsi Pontianak melalui perjanjian antara lain Cina dapat kembali menghasilkan emas dan Sultan Pontianak tidak lagi mendapatkan lada, sehingga komoditas tersebut dapat sebagian dari penghasilan pajak dan bea mengalir ke Pontianak. cukai di pelabuhan, tetapi hanya diberikan

210 Patanjala Vol. 8 No. 2 Juni 2016: 203 - 218 Pada tahun 1828, penjualan temba- pikul gambir pajak 1 ropijen, 1 pikul

kau Jawa dan Cina menghasilkan kapas/lumut laut pajak ½ ropijen, 100 keuntungan f 3.384 melalui pemungutan potong rotan hutan pajak 1 ropijen, 1 cukai f 1 per keranjang tembakau Jawa, f 5 kati sarang burung putih jenis terbaik per pikul tembakau Cina yang dibuat di pajak 2 ropijen, 1 pikul sarang burung Jawa, dan f 8 per pikul tembakau Cina hitam pajak 20 ropijen, 1 pikul jenis kayu murni. Selama tahun 1828 sekitar f gaharu pajak 30 ropijen, 1 pikul gula putih 9.098,98 disetorkan kepada kas kolonial pajak 1 ropijen, dan 1 pikul gula jawa ½ Belanda (Veth, 1871: 15-16).

ropijen . Untuk komoditas cengkeh, pala, Hasil cukai ekspor-impor selama bunga pala, dan kayu manis dipungut 6 tahun 1828 berjumlah f 42.333,41. Jumlah pet , kain Jawa dan benang kain Jawa 4 ini mengalami penurunan dari tahun-tahun pet , sedangkan semua komoditas Eropa sebelumnya. Faktor ini disebabkan adanya tanpa membedakan jenis barang 6 pet, dan larangan bagi pengangkutan candu di mana jenis komoditas yang tidak disebutkan di setiap petinya dapat menghasilkan pema- atas dipungut 6 pet. Komoditas yang sukan cukai bagi kolonial Belanda (Veth, dibebaskan pajaknya adalah garam, intan, 1871:17).

emas, dan perak. Penghasilan keseluruhan Pada tahun 1833, Pemerintah Hindia tarif impor dari pedagang setiap tahunnya Belanda mengalami krisis keuangan, akibat dibagi antara Sultan Pontianak dan penghasilan yang diterima di Kalimantan Pemerintah Hindia Belanda (Veth, 1856: Barat tidak seimbang dengan biaya yang 43). dikeluarkan. Pemerintah Hindia Belanda

Kegiatan pedagang Inggris telah melalui Komisaris Kalimantan, Francis lama melakukan hubungan dagang dengan mengambil kebijakan untuk menyelesaikan Pontianak. Komoditas wol dan kain yang krisis keuangannya dengan mengeluarkan dipasarkan pedagang Inggris sangat Resolusi 18 Februari 1833 No. 39. Resolusi diminati di pasaran Pontianak. Kolonial ini memuat 6 pasal yang tujuannya agar Belanda mengambil tindakan untuk membatasi pengeluaran anggaran belanja. membatasi produk Inggris dari Singapura Mulai 1 Juni 1834, Pemerintah Hindia masuk ke Pontianak. Kemudian dikeluar- Belanda hanya menempatkan pos-pos kan kebijakan Resolusi 18 Februari 1833 militernya di Pontianak dan Sambas, di luar tentang tarif ekspor-impor tinggi bagi dari kedua kota tersebut cukup didirikan komoditas wol, dan jenis kain lainnya. pos-pos kecil (Veth, 1856: 135-136).

Setelah diberlakukannya Resolusi terse- Pemerintah Hindia Belanda juga but, para pedagang Inggris mulai jarang mengeluarkan peraturan tentang kebijakan berdagang di Pontianak. Hasilnya barang tarif ekspor-impor pedagang pribumi dan dagang wol dan kain mulai langka di asing di Pontianak.

Setiap kapal Pontianak, kondisi ini juga dialami hampir wankang Cina dari Kanton berkapasitas di seluruh Nusantara. Dalam usaha muatan besar dipungut pajak 2.070 mengatasi kelangkaan wol dan kain, ropijen . Kapal jung Cina berkapasitas Gubernur Jenderal Joan Chretian Baud muatan kecil dipungut 1.270 ropijen, dan mengeluarkan Resolusi 14 Nopember 1834 kapal jung dari Siam dipungut 800 tentang pembangunan pabrik tekstil di ropijen . Selain itu, untuk barang Batavia, Semarang, dan Surabaya. komoditas

Pada tahun 1850, terjadi perang pedagang pribumi ke Pontianak dikenai kongsi-kongsi Cina di Monterado. Perang pajak impor berdasarkan nilai barang. kongsi ini membawa dampak penuh Barang candu setiap 1 peti berisi 40 kesengsaraan bagi orang-orang Cina. (bentuknya sebesar bola) dipungut pajak Sebagian besar orang-orang Cina mengungsi 100 ropijen, 1 pikul timah/besi pajak 2 ke Pontianak, sehingga sejak saat itu ropijen , 1 pikul lada pajak 4 ropijen, 1 penduduk Pontianak mulai menaruh

dari Nusantara

dibawa

Poltik dan Perdagangan Kolonial Belanda di Pontianak (Hasanuddin) 211 perhatian terhadap orang Cina dan adat

istiadatnya. Kemudian kolonial Belanda mengambil kebijakan dengan membubarkan seluruh perkongsian Cina, serta menempat- kan seluruh wilayahnya di bawah kekuasaan kolonial Belanda (Heidhues, 2008: 83-88).

Sebelum terjadi perang kongsi Cina, jalur perdagangan Pontianak – Sambas – Singapura merupakan jalur yang paling banyak diminati pedagang. Sebagian besar para pedagang mengangkut komoditas emas dan lada dipasarkan ke Singapura dan

Gambar 2. Perkampungan pedagang, 1935

Sumber: KITLV-174776. Batavia. Setelah penutupan kongsi-kongsi

Cina oleh kolonial Belanda membawa Sultan Pontianak menetapkan wilayah dampak menurunnya perdagangan di tersendiri bagi para pedagang untuk Pontianak,

permukiman. Sebagaimana (Heidhues, 2008: 37). dijelaskan Veth (1854: 17) bahwa para Penutupan kongsi-kongsi Cina juga pedagang mendirikan permukiman di sekitar membawa dampak bagi para imigran dari Sungai Kapuas dan sepanjang Sungai Kapuas

Sambas,

dan

Singapura mendirikan

Negeri Cina dilarang masuk ke wilayah Kecil yang letaknya paralel sebelah timur Kalimantan Barat. Tahun 1856, kebijakan Keraton Kadriah sebagai pusat kerajaan. baru

Tidak mengherankan di Pontianak banyak mengizinkan masuknya imigran Cina dalam dijumpai perkampungan pedagang yang jumlah terbatas. Kolonial Belanda mulai sesuai nama daerah asalnya, seperti menyadari bahwa para imigran Cina Kampung Bugis, Tambelan, Banjar, Serasan,

mempunyai pengaruh positif bukan saja

Bangka, Belitung, Kuantan, kepada orang Dayak mengajarkan sistem Kamboja, Saigon, dan Bansir. pertanian yang baik, tetapi juga orang Cina

Sampit,

Dampak dari berbagai perkampungan berdagang secara lebih adil, daripada yang pedagang telah memberi nuansa berkem- dilakukan oleh para pedagang Melayu, Bugis, bangnya kehidupan sosial yang lebih multi- dan Arab. Pada awal tahun 1856 dan Maret kultur. Sebagai gambaran, penduduk 1857, terdapat imigran Cina yang datang ke Pontianak berjumlah 20.989 jiwa, di Pontianak sejumlah 169 jiwa. Tahun 1858, antaranya 233 orang Eropa, 7.085 adalah yang datang 123 imigran Cina, dan hampir orang Cina, dan 212 adalah orang Arab semuanya memilih bermukim di Pontianak (Cabaton, 2015: 362). Begitu pula tahun (Heidhues, 2008: 135).

1826, banyak orang Bugis datang bermukim Pada akhir abad ke-19, kegiatan untuk berdagang. Mereka menunjukkan perdagangan Pontianak mengalami kemajuan sikap yang patuh terhadap pungutan pajak- setelah berbagai komoditas perdagangan pajak. Mereka tidak peduli dan mengang-

seperti emas, intan, kopra, karet, lada, dan gapnya sebagai uang muka yang dapat sarang burung didatangkan dari daerah- mereka peroleh dari keuntungan perda- daerah pedalaman atau hulu. Dinamisnya gangannya dengan orang-orang Cina dan

perdagangan Pontianak menarik para penduduk pedalaman (Veth, 1871: 18-19). pedagang bukan hanya singgah di pelabuhan, Komposisi penduduk Pontianak tetapi juga menetap dan mengembangkannya yang heterogen kemudian menjadi dinamis

menjadi perkampungan. dalam kemajuan dan perluasan Pontianak.

Demikian pula jaringan perdagangan

Pontianak dengan daerah-daerah sekitar-

nya di Kalimantan Barat, seperti Sambas,

Mempawah, Landak, Sanggau, Kubu,

212 Patanjala Vol. 8 No. 2 Juni 2016: 203 - 218 Sintang Matan, dan Sukadana telah semakin memperkuat kekuasaannya di

menempatkan Pontianak sebagai pusat Pontianak agar dapat mencegah masuknya perdagangan dan pemerintahan Residen pengaruh Eropa di Pontianak (Kartodirdjo et Kalimantan Barat.

al. , 1973: 162-165).

Pada tahun 1849, kolonial Belanda

3. Kebijakan Pelayaran Niaga mengganti sebutan Keresidenan Pantai Barat Peraturan

perdagangan sangat Borneo dengan ibu kota Pontianak menjadi menentukan kebijakan Pemerintah Hindia Keresidenan Borneo Barat (wester-afdeeling Belanda, dalam usahanya untuk menyukses- van Borneo ) untuk menunjukkan bahwa kan eksploitasi, persaingan dagang dengan kekuasaan kolonial Belanda tidak terbatas pada Inggris, dan kemajuan perdagangan dan wilayah pantai saja, walaupun pejabat kolonial pelabuhan Singapura.

Belanda sangat jarang masuk ke daerah

Pemerintah Hindia Belanda menyadari pedalaman Pontianak (Lapian, 2012: 21). Singapura dapat mengancam stabilitas politik

Setelah tiga belas tahun kebijakan dan ekonomi kekuasaannya. Pemerintah pelabuhan bebas diberlakukan, Pemerintah Hindia Belanda membuka beberapa pelabuhan Hindia

mengeluarkan Surat untuk perdagangan internasional dan pela- Keputusan Gubernur Jenderal No. 32 tanggal buhan bebas. Pelabuhan Pontianak mulai

Belanda

27 April 1847 tentang peraturan pelaksanaan dibangun pada tahun 1825, untuk mencegah pendataan kapal dan perahu yang berlabuh dan mengalirnya komoditas perdagangan yang bertolak di pelabuhan, batas wilayah diangkut ke Singapura.

pelabuhan, kegiatan ekspor-impor, dan Kesuksesan Singapura tidak hanya pelayaran niaga (Poelinggomang, 2002: 79). memicu Pemerintah Hindia Belanda membuka

Pemerintah Hindia Belanda mengeluar- pelayaran internasional, tapi juga pelabuhan kan kebijakan bagi jenis kapal atau perahu bebas. Pada 1 Januari 1834, Pemerintah Hindia layar pedagang pribumi diwajibkan untuk Belanda membuka pelabuhan bebas bagi memiliki dokumen surat izin berlayar tahunan Pontianak untuk dapat bersaing dengan (jaarpas). Kebijakan ini bertujuan untuk Singapura (Dick, 1988: 406-407). Perdagangan mengontrol pelayaran pribumi dan mencegah di pelabuhan tidak dikenakan bea cukai, tindakan perompakan terhadap kapal-kapal kecuali bea pelabuhan (Kartodirdjo et al., Belanda dan Eropa (Sulistiyono, 2012: 103). 1971: 38).

Wangkang-wangkang Cina menjadi Pelabuhan

Pontianak kembali pasar yang menguntungkan atas barang-barang dikunjungi para pedagang, namun setelah yang dibawa dan kembali mengangkut muatan kolonial Belanda menerapkan peraturan penuh, wankang menjadi dasar perdagangan di pelayaran niaga yang ketat, serta pajak ekspor Pontianak. Perdagangan mengalami kemajuan dan impor yang tinggi mengakibatkan setelah perahu-perahu dari Brunei kembali pelabuhan Pontianak hanya sekadar sebagai mengangkut kamper, sarang burung, dan pos-pos depan saja. Kebijakan pelabuhan barang-barang lain yang disukai oleh orang bebas tidak bertujuan untuk menjadikan Cina (Veth, 1871: 19). Pontianak sebagai pesaing Singapura,

Dibukanya Pontianak sebagai pela- melainkan upaya untuk menyelamatkan buhan bebas menarik para pedagang pribumi kepentingan politiknya.

dan asing keluar masuk pelabuhan Pontianak. Setelah Inggris memperluas pengaruh Hubungan perdagangan antara Pontianak dan politiknya di Brunei dan Serawak, James

Sambas, pada tahun 1843 tercatat 32 kapal Brooke diangkat menjadi Gubernur Serawak yang masuk dari Sambas dengan muatan 592 oleh Sultan Brunei pada tahun 1841.

ton, dan keluar menuju Sambas tercatat 47 Kemudian tahun 1845, Pemerintah Inggris di kapal dengan muatan 530 ton. Tahun 1847 Singapura mengesahkan James Brooke sebagai terjadi peningkatan sebanyak 39 kapal dengan wakil pemerintahannya di Kalimantan Utara. muatan 364 ton yang masuk, dan keluar Kondisi ini menyebabkan kolonial Belanda tercatat 33 kapal dengan muatan 386 ton.

Poltik dan Perdagangan Kolonial Belanda di Pontianak (Hasanuddin) 213 Tahun 1850 terjadi peningkatan kapal masuk pemungutan pajak ekspor-impor. Kegiatan

dan muatan dengan jumlah 69 kapal dan perdagangan menjadi lebih terbuka setelah memuat 925 ton, dan keluar sebanyak 59 kapal tahun 1850 dikeluarkan Undang-Undang Tarif dan memuat 485 ton (Veth, 1854: 30).

merevisi perbedaan pajak impor. Penarikan Demikian pula kapal dari Sukadana pajak bagi pedagang Belanda dibebankan yang berlabuh di Pontianak tahun 1843 tercatat cukai 6%, sedangkan Inggris dan pedagang

9 kapal dengan muatan 31 ton, dan keluar asing lainnya ditarik cukai 12% (Veth, 1856: menuju Sukadana tercatat 8 kapal dengan 543-544). muatan 21 ton. Tahun 1847 terjadi peningkatan

Pada tahun 1857, pelayaran niaga berjumlah 25 kapal dengan muatan 139 ton, Pontianak mendapat perhatian kolonial keluar sebanyak 18 kapal dengan muatan 103 Belanda dengan menambah jalur pelayaran ton. Tahun 1850 terjadi peningkatan dengan sekali sebulan yaitu jalur Batavia – Pontianak – jumlah 31 kapal dan memuat 92 ton, dan Sambas (Polinggomang, 2002: 164-165). keluar berjumlah 15 kapal dan memuat 28 ton Penambahan jalur pelayaran baru disebabkan barang (Veth, 1854: 94).

meningkatnya perhatian pedagang Inggris di Kapal asing yang berlabuh di pelabuhan Kalimantan Barat. Pontianak tahun 1843 tercatat 16 kapal dengan

Pada tahun 1860, Pemerintah Hindia muatan 1.561,5 ton, dan keluar tercatat 19 Belanda melalui Cores de Vries atau kapal dengan muatan 1.888,5 ton. Tahun 1847 Stoompaketvaart membuka jalur pelayaran terjadi peningkatan dengan 24 kapal memuat Makassar – Banjarmasin – Pontianak – 2.125 ton, dan keluar tercatat 20 kapal memuat Sambas setelah mendapat subsidi. Pada tahun 2.038,5 ton. Tahun 1850 tercatat 16 kapal dan 1860-1865 Cores de Vries membuka jalur memuat 1. 580 ton dan keluar tercatat 18 kapal barat Singapura – Batavia – Pontianak – dan memuat 1.624 ton (Veth, 1854: 20).

Sambas, sedangkan jalur timur melalui Banda Keluar masuknya kapal pedagang – Makassar – Banjarmasin – Surabaya – pribumi dan asing memberi kontribusi bagi Semarang – Batavia – Pontianak – Sambas pemasukan pajak ekspor-impor melalui tarif (Polinggomang, 2002: 113,126). barang dan tarif pajak mengalami pasang surut.

Kegiatan perdagangan mengalami Tahun 1843 jumlah pajak ekspor-impor kemajuan setelah Inggris juga mendirikan sebesar f 1.118.568, tahun 1844 mengalami perusahaan pelayaran berbendera Belanda, peningkatan sebesar f 1.279.820, tahun 1845 yaitu

Nederlandsch-Indische Stoomboot mengalami penurunan sebesar f 1.148.086,

Maatschappij (NISM). Perusahaan NISM dan mengalami peningkatan tahun 1846 disewa Pemerintah Hindia sejak tahun 1865 sebesar f 1.669.730, dan tahun 1847 sebesar f sampai 1890. 2.041.046 (Veth, 1854: 20-21).

Jalur pelayaran Pontianak mengikuti jalur yang telah dilakukan Cores de Vries (Polinggomang, 2002: 114-117). Kemudian Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan tanggal 15 Juli 1888 tentang pembentukan sebuah perusahaan angkutan negara. Pada 4 September 1888 dibuka perusahaan

Koninklijke Paketvaart Maatschappij disingkat KPM (Polinggomang, 2002: 121). Jalur pelayaran KPM tahun 1889-

Gambar 3. Bongkar muat barang

1894 masih mengikuti jalur pelayaran Cores de

di pelabuhan Pontianak, 1915.

Vries dan NISM di Pontianak. Jalur pelayaran

paling menarik perhatian KPM adalah Hegemoni politik Pemerintah Hindia pesatnya pelayaran Singapura dan Pontianak Belanda menjadi dasar yang kokoh dalam melalui pelayaran pribumi. mempertahankan monopoli perdagangan.

Sumber: KITLV-75665.

Keuntungan perdagangan dihasilkan melalui

214 Patanjala Vol. 8 No. 2 Juni 2016: 203 - 218 Faktor

KPM hubungan dagang dengan kolonial Belanda mengambilalih jalur pelayaran tersebut. dan pedagang Cina di Singapura. Paling utama Kemudian dituangkan dalam kontrak tahun adalah tersedianya berbagai komoditas yang 1889, dan berlaku 1 Januari 1891. Jalur dibutuhkan pasar domestik dan internasional pelayaran Pontianak terdapat pada jalur No. 6 mendorong terciptanya jaringan perdagangan untuk pelayaran rute Batavia – Belitung – yang lebih luas di Pontianak. Pontianak dengan waktu pelayaran empat

ini

mendorong

Kemajuan perdagangan di Pontianak minggu sekali. Pada tanggal 17 Januari 1891 didukung oleh faktor komoditas perdagangan jalur tersebut baru diberlakukan dengan biaya f yang menarik para pedagang untuk

8 (Campo, 1992: 74). Perluasan jalur pelayaran memasarkannya ke Singapura dan Jawa. ke Singapura dibuka dengan rute pelayaran Beberapa komoditas adalah emas dan intan, Batavia – Pontianak – Sambas – Singapura. serta komoditas hutan dan pertanian yang Dibukanya jalur baru Singapura telah memberi diproduksi dari hulu, seperti lada (Piper nigrum potensi bagi kemajuan KPM yang bertujuan L ), kopra, kelapa (Cocos nucifera), rotan (sp. mempersempit gerak pelayaran pribumi dan Daemonorops Draco ), tengkawang (Shorea swasta di Pontianak. Pontianak menjadi spp ), sarang burung, gambir (Uncaria gambir pelabuhan singgah bagi kapal-kapal dari Roxb. ), pinang (Areca catechu), lilin, getah Makassar,

Surabaya, Banjarmasin ke perca, dan sagu (Metroxylon sago Rottb). Singapura. Pontianak juga menjadi salah satu

Selain komoditas perdagangan dari bandar bagi komoditas kayu besi, lada, intan, Pontianak, terdapat juga komoditas dari luar dan emas (Campo, 1992: 645).

dipasarkan di Pontianak utamanya sutera dan KPM kemudian mendapat keistime- guci dari Cina. Komoditas lainnya dari Cina waan dari Pemerintah Hindia Belanda, seperti adalah manik-manik, besi, dan panci-panci dari memonopoli pengiriman barang-barang milik tembaga. Kesemuanya termasuk barang Pemerintah Hindia Belanda, pengiriman surat, mewah dan salah satunya adalah guci warna dan perjalanan pegawai Pemerintah Hindia hijau dengan tinggi 18 inchi dan mempunyai Belanda. Sejak itu KPM telah mendominasi hiasan-hiasan naga Cina bernilai f 400 (Purcell, pelayaran dengan menyinggahi 225 pelabuhan 1865: 21). di Nusantara.

Komoditas perdagangan yang terdapat Meski KPM memiliki monopoli di Pontianak selain emas, intan dari Landak pelayaran di Nusantara, tetapi pelayaran yang menjadi komoditas utama bagi pedagang asing dikuasai pedagang Bugis tetap menjadi saingan dan pribumi ke Pontianak. Produksi intan KPM. Beberapa kapal Bugis yang semula sebagian besar dipasarkan ke Singapura, Jawa menguasai pelayaran niaga, secara perlahan dan Madura. Pada tahun 1836-1848 produksi mengangkut kopra secara estafet. Monopoli intan mengalami pasang surut. Salah satu pengangkutan antarpulau yang dilakukan faktor turunnya penghasilan intan adalah pedagang Bugis semakin kuat setelah pergolakan kongsi-kongsi Cina, dan konflik munculnya perdagangan kopra (Asba, 2007: antara orang-orang Cina dengan Melayu dan 134-135). Data ini menunjukkan bahwa Dayak. Tahun 1836, jumlah ekspor intan armada pelayaran pedagang Bugis, masih sebesar 5.473 karat dengan nilai ekspor sebesar

bertahan bahkan mengalami perkembangan f 110.601. Tahun 1840 mengalami penurunan selama masuknya KPM. Kapal layar dapat sebesar 3.484 karat dengan nilai ekspor f beroperasi baik di jalur pelayaran KPM 92.552. Tahun 1844 mengalami penurunan maupun di pelabuhan kecil yang sulit sebesar 3.980 karat dengan nilai ekspor f dijangkau KPM.

80.875. Tahun 1848 dengan nilai ekspor f 67.200 (Veth, 1856: 75).

4. Perkembangan Komoditas

Komoditas gula sebagai bahan baku

dari tanaman tebu juga diminati pedagang. Perdagangan semakin dinamis setelah Tingginya permintaan gula menarik perhatian terlibatnya para pedagang Cina yang memiliki kolonial Belanda membangun pabrik-pabrik

Perdagangan

Poltik dan Perdagangan Kolonial Belanda di Pontianak (Hasanuddin) 215 gula. Pada 6 Juni 1837, terdapat kerja sama

Ekspor kopra tahun 1900 berjumlah pembangunan pabrik gula antara kolonial 4.339 ton, dan meningkat tajam tahun 1910 Belanda dengan Sultan Pontianak diwakili sebesar 23.125 ton. Pada tahun 1920 Pangeran Bendahara melalui Notaris Crouse. mengalami peningkatan sebesar 31.464 Pabrik gula dinamakan "Pengharapan" dan ton, dan tahun 1930 terjadi peningkatan letaknya berada di tepian Sungai Kapuas. ekspor cukup signifikan sebesar 71.726 Pengelolaan bahan baku dari tebu di bawah ton. Peningkatan ekspor kopra disebabkan pengawasan Residen Pontianak dan Pangeran penduduk mulai membuka lahan baru Bendahara. (Veth, 1856: 555). Pembangunan untuk pengembangan usaha perkebunan pabrik gula membawa dampak positif bagi kelapa. Ekspor kopra mencapai puncaknya terciptanya kesempatan kerja bagi penduduk pada tahun 1939 sebesar 90.610 ton. seperti pengangkutan, penebangan tebu, dan Tingginya produksi kopra menarik berbagai pekerjaan pabrik.

pedagang Cina dan Melayu mendirikan Kelapa (Cocos nucifera) adalah salah industri minyak kelapa (Bohn, 1986: 57). satu komoditas ekspor utama Pontianak. Pada

Pedagang Cina menaruh perhatian tahun 1850, kelapa pertama kali diperkenalkan terhadap komoditas kelapa

setelah orang-orang Bugis di daerah pesisir Pontianak, membeli kebun-kebun kecil milik orang khususnya di sekitar Sungai Kakap, Sungai Bugis. Perkebunan kelapa orang Cina Rengas, Jungkat sampai Peniti. Orang Bugis terbesar di Pontianak, Siantan, dan pesisir banyak mendapat keuntungan dari usaha pantai Pontianak. Kemudian dikembang- kelapa. Selain orang Bugis, perkebunan kelapa kan dan menjadi produsen terbesar di juga dikelola oleh orang Arab dan Melayu. daerah pesisir utara Pontianak. Tahun Kelapa diolah menjadi minyak kelapa dan di 1915, orang Cina berhasil mengambil alih ekspor ke Jawa. Tahun 1870, orang Cina mulai posisi orang Bugis sebagai penghasil menaruh perhatian dan saingan bagi orang kelapa terbesar di seluruh Kalimantan Bugis sebagai pedagang eceran. Pada tahun Barat (Heidhues, 2008: 160). Pemasaran 1873, minyak kelapa diekspor ke Singapura, kopra dijual secara bebas, namun untuk dan tahun 1876 Singapura menjadi tujuan ekspor ditangani oleh Coprafonds agar utama pemasaran. Beberapa tahun kemudian dapat memenuhi kepentingan penghasil minyak bumi menggantikan minyak kelapa kopra dalam pemasaran ke luar Pontianak yang dipergunakan untuk lampu, sehingga (Harmsen, 1947: 28). kelapa diekspor dalam bentuk kopra dan

Komoditas lada (Piper nigrum L) diproses menjadi minyak kelapa di Singapura. merupakan komoditas utama bagi petani Pada tahun 1889, proses kopra ke minyak Cina.