PENEGAKAN HUKUM PENCATUTAN NAMA PRESIDEN PERKARA FREEPORT INDONESIA

   PERKARA FREEPORT INDONESIA (Jurnal) Oleh Teuku Alfon Adam

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  

PENEGAKAN HUKUM PENCATUTAN PRESIDEN

PERKARA FREEPORT INDONESIA

Oleh

Teuku Alfon Adam, Diah Gustiniati, Tri Andrisman.

Email : [email protected]

  Penegakan Hukum Pencatutan Nama Presiden dalam Perkara Freeport Indonesia, adalah upaya yang penulis lakukan untuk menjelaskan sejauh mana penegakan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus pencatutan nama Presiden yang di lakukan oleh Setya Novanto yang pada saat itu sebagai Ketua DPR RI. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Normatif Empiris. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan imforman. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di simpulkan bahwa: penegakan hukum pencatutan nama presiden dalam perkara Freeport Indonesia tidak dapat berjalan, karena barang bukti yang digunakan dalam perkara tersebut tidak memiliki kekuatan hukum karena diperoleh dengan cara ilegal, tanpa sesizin dari pengadilan sehingga kasus tersebut hanya dapat diproses secara etik melalui Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI. Sehingga penulis menyaranan melalui penelitian ini agar para pejabat negara disegala bidang dapat menjaga etika yang baik dalam sistem pemerintahan agar kasus pencatutan nama presiden seperti yang dibahas dalam skripsi ini tidak terulang dikemudian hari.

  Kata Kunci: Pencatutan, Nama, Presiden

THE LAW ENFORCEMENT OF PROFITEERING PRESIDENT'S NAME

  

IN THE CASE OF FREEPORT INDONESIA

By

Teuku Alfon Adam, Diah Gustiniati, Tri Andrisman.

  

Email : [email protected]

Phone: 081274117426

  The implementation of law enforcement against profiteering president's name in the case of Freeport Indonesia, is an effort the author tried to explain how far the enforcement done by the law enforcers in the law enforcement on profiteering President's name committed by Setya Novanto as a Chairman of House of Representative Council (DPR) of Republic Indonesia at that time. This research used empirical normative approach. The data sources consisted of primary and secondary data. The primary data were obtained from field study of interviews with some informans. While the secondary data were collected from literature study. Based on the result and discussion of the research, it can be concluded that: the law enforcement of president's name in the case of Freeport Indonesia could not be implemented, because the evidence used in that case did not have a legal force since it was obtained illegally without the court's permits, so the case could merely be processed ethically through the Honorary Court of the House of Representatives Council. The author suggested that the state officials in all fields can maintain good ethics in the government system in order to avoid such case of profiteering president's name in the future. Keywords: Profiteering, Name, President

  Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang- Indonesia Tahun 1945 menetapkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sesuai dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

  his own)

  Suatu Pengantar , Yogyakarta: Liberty, 1999, hlm. 37. 5 Ibid., hlm. 39.

  Indonesia dapat diidentifikasi dari tunduknya penguasa dan rakyat Indonesia terhadap hukum Indonesia. Dalam keadaan demikian hukum harus 3 Ibid. hlm 184. 4 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum:

  Keadilan meliputi dua hal, yaitu yang menyangkut hakekat keadilan dan isi atau norma untuk berbuat secara konkrit dalam keadaan tertentu. 4 Hakekat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandangan subyektif (subyektif untuk kepentingan kelompoknya, golongannya dan sebagainya) melebihi norma-norma lain. 5 Hakikat terdalam dari negara hukum

  27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan segala warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

  Setiap orang berhak atas adanya pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, untuk merealisasikan keadilan bagi semua warga negara berdasarkan Pasal

  . Disini bukan kesamaan yang dituntut melainkan perimbangan. 3 Di sini ialah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya. Diharapkan dengan adanya asas ini tidak terjadi suatu diskriminasi dalam supremasi hukum di Indonesia dimana ada suatu pembeda antara penguasa dengan rakyatnya.

  jatahnya: suum cuique tribuere (to each

I. PENDAHULUAN

  before the law

  mengatur ketertiban di masyarakat melalui kekuasaan yang ada di tengah masyarakat itu. Dalam bahasa Bellefroid, stelling recht is een ordening van het maatschappelijk leven, die voor een bepaalde gemeenschap geldt en op haar gezag is vastgesteid (Hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat itu). Lihat dalam Penelitian Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Perkembangan Pengujian Perundang- Undangan Di Mahkamah Konstitusi tahun 2010, hlm. 41. 2 E Winda Wijayanti, Eksistensi Undang-Undang Sebagai Produk Hukum dalam Pemenuhan Keadilan Bagi Rakyat (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-X/2012) , Jurnal Konstitusi, Volume 10, Nomor 1, Maret

  menuntut bahwa setiap orang mendapatkan yang menjadi hak atau 1 Sedangkan bagi Bellefroid hukum bertujuan

  justitia distributiva (distributive justice, verdelende atau begevende gerechtigheid) dan justitia commutativa (remedial justice, vergeldende atau ruilgerechtigheid). Justitia distributiva

  persamaan kedudukan berarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu 2 :

  . 1 Tujuan utama adanya Equality before the law adalah menegakkan keadilan dimana

  ). Sejatinya, asas persamaan di hadapan hukum bergerak dalam payung hukum yang berlaku umum (general) dan tunggal

  menjadi dasar pijakan dalam segala bidang kehidupan perorangan, masyarakat, bangsa dan negara. Bila faktor penegak hukum memiliki peranan penting apabila cita-cita hukum yakni “keadilan” betul-betul ingin diwujudkan dan dirasakan.

  Usaha untuk memperkuat prinsip-prinsip negara hukum, diperlukannya norma- norma hukum dan peraturan perundang- undangan, serta aparatur pengemban dan penegak hukum yang profesional, berintegrasi dan disiplin yang didukung oleh sarana dan prasarana hukum serta prilaku hukum masyarakat. Oleh karena itu, idealnya setiap negara hukum termasuk Indonesia harus memiliki aparat penegak hukum yang berkualitas. Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia adalah Kejaksaan Republik Indonesia. 6 Sebagai salah satu penegak hukum, kejaksaan memiliki tugas dan wewenang yakni kejaksaan melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Kejaksaan sendiri terdari beberapa susunan. Susunan kejaksaan terdiri dari kejakasaan agung, kejaksaan tinggi, kejaksaan negeri, 7 dan masing-masing tingkatan kejaksaan mempunyai wilayah hukum. Tugas pokok Kejaksaan Republik Indonesia adalah melakasanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan serta 6 Lihat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

  Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67. 7 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

  turut menyelenggarakan sebagian tugas pemerintah dan pembangunan di bidang hukum. Tugas dan peran Kejaksaan di Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia.

  Perkembangan jaman di iringi lahirnya bentuk kejahatan-kejahatan yang semakin tak terkendal termasuk kejahatan yang pencatutan nama. Pencatutan berasal dari kata dasar “catut” memiliki beberapa arti, antara lain: Mencari keuntungan dengan jalan tidak sah. Misal dengan cara-cara menipu (tipu muslihat) dan/atau mengakali, menyalahgunakan, antara lain kekuasaan, nama orang, jabatan dan sebagainya untuk mencari keuntungan diri sendiri/orang lain/ kelompok dalam praktik pencatutan (nama, jabatan dan lain-lain) terdapat unsur penipuan. 8 Sehingga pencatutan nama dikategorikan dalam KUHP Pasal 378 tentang penipuan (Buku II Bab XXV tentang kejahatan). Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai berbagai tugas dan wewenang, salah satunya adalah melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang. Berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi yustisial yang mempunyai fungsi penegakan hukum, berkembangnya kejahatan dengan mengguankaan nama orang disebut dengan pencatutan, yang kian hari semakin meningkat, bahkan bukan hanya pejabat atau direktur perusahaan saja yang dicatut tetapi sampai mencatut nama Presiden RI yang merupakan perbuatan pelanggaran hukum. Kasus pencatutan nama Presiden 8 Abdul Syani, Kejahatan Dan Penyimpangan Republik Indenesia, yang secara langsung meyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan diri sendiri dan Melihat apa yang dilakukan oleh Setya Novanto yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan meminta saham sebesar 49% sebagai imbalan jika Freeport mulus perpanjangan kontraknya jelas sudah ada unsur korupsinya, Tak hanya unsur korupsi semata tapi upaya makar pun unsurnya sudah terpenuhi. 9 Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut penegakan hukum tindak kejahatan dan penyimpangan yang terjadi di masyarakat terkait dengan pencatutan nama Presiden agar tidak terjadi penyimpangan penggunaan nama orang lain untuk kepentingan pribadi yang menyebabkan kerugian orang banyak termasuk negara. Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka dari aspek hukum pidana perlu diadakan penelitian dengan judul:

  “Penegakan Hukum Pencatutan Nama Presiden Perkara Freeport Indonesia”.

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagaimanakah penegakan hukum dalam kasus pencatutan nama Presiden dalam perkara Freeport Indonesia? 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam kasus pencatutan nama Presiden dalam perkara Freeport Indonesia? 9

  

  II. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah

  menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah. Dan pendekatan normatif atau pendekatan kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. 10 Sumber dan jenis data, jenis data dilihat dari sudut sumbernya, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakatdan dari bahan kepustakaan. 11 Data Primer yaitu data secara langsung dari sumber pertama. 12 Dengan demikian data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian. Data Sekunder bersumber dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip. dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen dokumen, kamus, literatur, berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Setelah data terkumpul dan diolah, kegiatan selanjutnya adalah analisa data. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dengan cara mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk penjelasan dan uraian-uraian kalimat. Dan dapat ditarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir dari hal-hal yang bersifat umum lalu diambil kesimpulan secara khusus. Dari kesimpulan- 10 Soerjono, Soekanto, Penelitian Hukum

  Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hlm.13-14. 11 Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press,2007, hlm.11. 12 Soerjono, Soekanto,Op.cit, hlm.12. kesimpulan yang telah diambil kemudian disampaikan saran-saran.

  A. Gambaran Umum Kasus Pencatutan Nama Presiden

  Dalam pertemuan ketiga yang berlangsung Senin, 8 Juni 2015, pukul 14.00-16.00 WIB, di sebuah hotel di kawasan SCBD, Jakarta Pusat, anggota DPR itu menjanjikan cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PTFI dan meminta PTFI memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Keterangan ini saya dapat karena saya meminta pimpinan PTFI selalu melaporkan interaksi dengan pemangku kepentingan utama guna menjaga keputusan yang diambil secara transparan," berdasarkan pernyataan dari Menteri Sudirman. Anggota DPR ini menjanjikan sebuah cara penyelesaian kepada pihak yang sedang bernegosiasi dengan RI sembari meminta saham perusahaan dan saham proyek pembangkit listrik. 13

  "Sebagai Menteri ESDM, menurut beliau mandat diberi langsung oleh Presiden untuk melakukan penataan sektor energi dan SDM. Sehingga ia menjelaskan sangat berkepentingan utnuk membersihkan praktek pemburu rente yang menggunakan kekuasaan dan kepentingan pribadi.

  Sudirman tidak mau mengungkapkan nama anggota DPR ini dengan menyatakan telah menyerahkan sepenuhnya kepada MKD untuk memproses serta mengumumkan tindakan selanjutnya. Selanjutnya kita beri kesempatan MKD untuk bersama- sama menjaga serta menjalankan tugasnya. Perkembangan terbaru dari 13 Ibid., sidang di Mahkamah Kehormatan

  Dewan (MKD) DPR RI perihal pencatutan nama Presiden Joko "Jokowi" Freeport Indonesia (PT FI) oleh Ketua DPR RI Setya .Novant Sidang MKD hari ini akan memutuskan nasib Ketua DPR Setya Novanto. Setya Novanto mengundurkan diri sebagai ketua DPR terlebih dahulu. "Keputusan rapat MKD, laporan atas Setya Novanto dinyatakan ditutup setelah surat pengunduran diri," berdasarkan pernyataan Ketua MKD Surahman Hidayat di DPR, 16 Desember 2015. 14 B.

   Analisis Kasus Setya Novanto Persfektif MKD DPR RI

  Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menyimpulkan laporan Menteri Sudirman Said terkait dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden oleh Ketua DPR, Setya Novanto, "kurang laik" dan perlu ditinjau kembali " karena masih memerlukan opini pakar hukum terlebih dahulu, terkait legal standing," Legal standing yang dimaksud, terkait dua hal, Pertama, aduan pelanggaran etika anggota dewan, menurut MKD hanya bisa disampaikan oleh masyarakat secara perorangan, anggota dan pimpinan DPR, atau pimpinan alat kelengkapan dewan. Tetapi pak Sudirman (Said) datang ke MKD, bukan sebagai individu-perorangan. Tetapi sebagai menteri ESDM, dengan surat kop menteri, Sehingga dipertanyakan, apakah pengaduan itu bisa diterima. Kedua, laporan dugaan upaya Setya Novanto untuk memuluskan perpanjangan kontrak PT Freeport tersebut, belum bisa dibahas di MKD

   karena data yang disampaikan Sudirman "belum bisa diverifikasi". 15 Lanjutkan Persidangan Kasus Setya Novanto Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan untuk melanjutkan laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Keputusan itu diambil setelah MKD mendengar pendapat Ahli Bahasa terkait legal standing Sudirman dalam membuat laporan. "Hasil rapat pleno tadi diputuskan untuk dilanjutkan ke dalam proses persidangan,", Syarifudin Sudding, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/11/2015). 16 Menurut pendapat pak Sudding, tidak ada perdebatan berarti selama rapat pleno berlangsung. Karena, ahli bahasa telah memberikan penafsiran pada kata "dapat" dalam Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang tata beracara MKD. MKD akan menggelar rapat pleno kembali pada Senin (30/11/2015). Dalam rapat tersebut, MKD akan menyusun jadwal sidang termasuk siapa saja pihak-pihak yang akan dipanggil untuk di dalami keterangannya. Dalam Kasus diatas, penulis menemukan beragam kasus yang melibatkan Setya Novanto. Kasus dugaan korupsi, pelanggaran etika, dan terakhir pencatutan nama presiden dan wakil presiden RI. 17 Untuk memperkuat hasil pembahasan dalam penelitian ini, penulis juga mewawancarai beberapa akademisi unila yang menurut penulis berkompeten

   16 17

  untuk mampu memberikan penjelasan lebih dalam berkenaan dengan pokok bahasan dalam tugas akhir ini, lakukan yaitu dengan Edy Rifai, dalam melihat kasus pencatutan nama presiden dalam keterkaitan dengan perpanjangan kontrak PT. Frefort Indonesia yang dilakukan ole Ketua DPR RI, Setya Novanto adalah merupakan kasus yang menyita perhatian oleh publik secara nasional, sehingga perlu kehati-hatian khusus dalam menganalisis kasus tersebut, dalam hal ini beliau menyoroti dalam point penting mengenai barang bukti yang digunakan oleh Sudirman Said saat melaporkan kasus tersebut, bukti elektronik yang di gunakan yaitu rekaman pembicaraan dalam perkara pencatutan nama tersebut, di peroleh dengan cara Ilegal, sehingga barang bukti tersebut tidak memiliki kekuatan hukum apabila di hadapkan ke meja hijau (Pengadilan), hal tersebut sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi berkenaan bukti Elektronik yang di peroleh dengan cara ilegal, baik itu penyadapan pembicaraan ataupun hasil dari rekaman CCTV dan lainya, tidak dapat di jadikan Alat Bukti di hadapan hukum apabila di peroleh tanpa seizin pengadilan.

  Sehingga sulit untuk dapat memperoses kasus tersebut secara hukum, apalagi sampai menjatuhkan hukuman pidana terhadap Setya Novanto, sehingga upaya yang dilakukan adalah melaporkannya ke MKD, Mahkamah Kehormatan Dewan untuk di peroses secara Kode Etik internal DPR RI, lembaga inilah yang berhak memproses tindakan yang dilakukan oleh Ketua DPR RI tersebut. Kasus tersebut tidak bisa di katakan sebagai tindak pidana korupsi apalagi, suatu tindakan makar, terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Begitu banyaknya tendensi- tendensi atau tekanan dari berbagai kepentingan, khususnya tekanan politik dari berbagai pihak khususnya lawan- 18 Dalam hal ini penulis sependapat narasumber diatas dengan argumentasi yang disampaikan oleh Edy Rifai. Sedangkan pendapat lain penulis dapatkan dalam wawancara yang berbeda yaitu wawancara dengan Maroni, selaku akademisi FH Unila, menurutnya apabila perbuatan setya novanto tersebut memenuhi unsur-unsur yang dikatakan melakukan tindak pidana, tentunya apabila kasus ini berkaitan dengan pejabat, secara sosiologi penegakan hukumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Karna penegakan hukum antara pejabat dan bukan pejabat, itu memiliki cara yang berbeda dalam penegakan hukumnya meskipun secara normatif setiap orang sama dihadapan hukum. Perbuatan tersebut belum terpenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi, tetapi bisa jadi perbuatan tersebut termasuk tindak pidana perusakan nama baik, karena seakan-akan presiden melakukan hal yang tidak baik. Dan bisa dijerat dengan unsur pencemaran nama baik presiden. Tetapi penegakan hukumnya tergantung pada siapa penegak hukumnya, yang dalam hal ini yang berhak melakukan penegakan hukum adalah Kepolisian. Dan yang paling dominan yang mempengaruhi penegakan hukumnya adalah faktor politik, karena beliau merupakan pejabat tinggi negara yang berpartai politik.

   Penegakan Hukum Kasus Pencatutan Nama Presiden dalam Perkara Freeport Indonesia

  penyelidikan yang melibatkan Setya Novanto, lanjut dia, patut diawasi. Kejaksaan Agung jangan sampai mengulangi proses penegakan hukum yang penuh tanda tanya sebagaimana yang pernah terjadi pada penyidikan kasus cessie Bank Bali. Pengusutan kasus ini harus dilakukan secara serius, tuntas, dan bebas dari intervensi. KPK juga tidak sepantasnya berdiam diri. KPK dapat menjalankan kewenangannya dalam supervisi dan koordinasi sebagaimana diamanatkan UU KPK terhadap proses penyelidikan oleh Kejaksaan Agung. Bahkan dalam beberapa kondisi tertentu dan apabila sudah masuk tahap penyidikan, KPK diberi kewenangan mengambil alih penanganan kasus tersebut. "Kepolisian juga seharusnya sudah memulai pengusutan terhadap dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Dugaan pencatutan nama dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan yang tidak mensyaratkan adanya aduan atau laporan.

  Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menjelaskan penyidik sudah mulai mendalami kemungkinan adanya permufakatan jahat yang dilakukan sejumlah pihak untuk melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi. "Kami saat ini baru pada tahap akan melakukan lidik (penyelidikan, Red).

  Saat ini juga sedang melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut,”

  19

  19

18 Berdasarkan Wawancara dengan Akademisi C.

  Dalam Pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan jelas mengatur percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 5.

20 Dijelaskan, dalam tindak pidana korupsi,

  percobaan korupsi itu bobotnya sama dengan melakukan korupsi itu sendiri. Dirinya pun memastikan tuntaskan kesimpulan awal, apakah apakah kasus tersebut untuk layak masuk ke penyidikan atau tidak. Saat ini, penyidik akan memverifikasi rekaman percakapan antara Setya

  Novanto, pengusaha Muhammad Reza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

  Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) selaku pihak yang namanya dicatut terkait permintaan sejumlah saham kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) mengaku menyerahkan kepada proses hukum. Apalagi, Kejagung mulai menyelidiki rekaman yang berisi pencatutan nama presiden dan wapres tersebut. "Polisi, lewat Pak Kapolri pernah menyatakan itu, yaitu bahwa ini sudah memenuhi kriteria tindakan kriminal. Terserah mereka karena namanya peugas hukum," kata JK.

  Menurut JK, Kejaksaan pasti mengetahui penanganan yang tepat untuk kasus pencatutan nama tersebut. Namun, JK enggan dikatakan mendukung langkah hukum yang tengah diupayakan Kejaksaan. Sebaliknya, menegaskan bahwa penegak hukum salah jika mengetahui ada masalah tetapi mendiamkannya.

  21 20 21 Ibid.,

  Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Bogor senin (23/11), Presiden Widodo meminta kepada para menteri agar tidak publik. Meski tidak dijelaskan secara detail maksud perkataannya ini, namun seperti dijelaskan Pramono Anung, ucapan Presiden ini diarahkan dalam kasus pencatutan nama Presiden dalam masalah perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia."Saya tegaskan. Hindari tabrakan antar lembaga antar kementerian. Tidak ada lagi yang namanya polemik di publik. Yang menggambarkan perbedaan hanyalah (boleh ada) di ruangan-ruangan di forum-forum kabinet," tegas Jokowi. 22 Ringkasan Analisis Penulis Proses hukum dalam dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden terkait saham Freeport bisa terus berjalan.

  Proses hukum tidak bergantung dari proses di MKD yang sedang berjalan. “Proses MKD dan proses hukum tidak saling bergantung. Keduannya berjalan sendiri-sendiri Dalam perkara ini, penyelenggara negara lebih mengedepankan kepentingan keluarga atau kroni dibandingkan kepentingan bangsa dan negara. Selai itu, pada Pasal 23 UU itu yang mengatur tindak pidana kolusi juga bisa dijadikan dasar yang dilakukan seorang penyelenggara dengan pengusaha.

  Jeratan pidana yang lain melalui Pasal

  15 UU Nomor 31 Tahun 1999 mengenai „permufakatan jahat‟. Pasal ini yang juga digunakan oleh Kejaksaan Agung dalam menyelidiki kasus ini. impelementasi

  pasal ini tidak bisa dilakukan tanpa adanya tindak pidana korupsi asalnya.

  22 news.detik.com/pencatutan-nama-presiden-

  Menurutnya, tindak pidana korupsi asal bisa dengan menggunakan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999. Sehingga, Pasal kan dengan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999. Tidak bisa berdiri sendiri. dia harus di juncto kan dengan pasal korupsinya. Karakteristik Pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999, berbeda dengan „percobaan penipuan‟ dalam KUHP. Tindakan permufakatan jahat tanpa perlu diikuti dengan kejahatan sudah bisa masuk dan terpenuhi unsur-unsurnya. Tapi harus dibuktikan bahwa mereka harus bermufakat untuk melakukan kejahatan. dasar hukum lainnya yang bisa dikaitkan dengan tindakan yang dilakukan oleh Setya berdasarkan rekaman serta transkrip yang selama ini beredar. Menurutnya, tentang Tindak Pidana Suap bisa digunakan sebagai dasar acuan. Undang-undang tersebut secara umum mengatur tentang suap terhadap sesuatu yang menyangkut kepentingan umum.

  Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :

  1. Hukumnya sendiri. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.

  2. Penegak hukum. Penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan” 3.

  Sarana dan fasilitas. Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan.

  Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum dalam Kasus Pencatutan Nama Presiden Perkara Freeport Indonesia

  4. Masyarakat. Sikap masyarakat yang kurang menyadari tugas polisi, tidak mendukung, dan malahan kebanyakan bersikap apatis serta menganggap tugas penegakan hukum semata-mata urusan polisi, serta keengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam penegakan hukum.

  5. Kebudayaan Dalam kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

  Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.

  Kelima faktor yang dikemukakan diatas faktor yang paling dominan mempengaruhi proses penegakan hukum kasus yang penulis teliti adalah faktor pertama yaitu faktor hukumnya sendiri, di mana belum ada ketentuan khusus yang mengatur tentang tindak pidana pencatutan nama Presiden hal tersebut menyebabkan terhambatnya proses penegakan hukumnya.

  Hakikat terdalam dari negara hukum Indonesia dapat diidentifikasi dari tunduknya penguasa dan rakyat Indonesia terhadap hukum Indonesia. Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan.

  Berdasarkan hasil penelitian peneliti yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  Penegakan hukum kasus pencatutan nama Presiden tersebut sebenarnya bisa dijerat dengan pasal penipuan 378 dalam tahap formulasi dengan segala unsur didalamnya, namun dalam aplikasinya terhadap perkara Freeport Indonesia tidak bisa dilaksanakan karena barang bukti yang digunakan didapat secara ilegal dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga pencatutan itu tidak dapat diproses sebagaimana mestinya.

  2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi proses penegakan kasus pencatutan nama Presiden dalam kasus yang penulis teliti diantaranya adalah, faktor aturan hukum, kekuasaan, politik dan aparat penegak hukum, dimana faktor yang paling dominan berpengaruh adalah faktor politik karena kasus tersebut menyangkut ketua umum partai sekaligus ketua DPR RI.

  B. Saran

  Sesuai dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang dihadapan hukum (equality before the law). Sejatinya, asas persamaan dihadapan hukum bergerak dalam payung hukum yang berlaku umum (general) dan tunggal tanpa perbedaan. Penulis memberikan saran untuk kedepannya para aparat penegak hukum untuk dapat bertindak tanpa pandang bulu terhadap para pelaku pelanggaran ataupun kejahatan baik dari golongan pejabata atau pun rakya biasa semua harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Serta dapat membuat aturan

III. PENUTUP A. Simpulan

  hukum tentang pencatutan nama Presiden berupa Undang-Undang. suatu saat kasus tersebut terulang kembali yang dilakukan oleh oknum DPR, jangan di serahkan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan, karena sifat kerjanya hanya memberikan informasi untuk penyidikan. Semoga kasus-kasus diatas tidak terulang dikemudian hari, agar dapat menciptakan iklim pemerintahan yang baik, dengan akhlak para pejabat negara yang mulia.

  Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67. Diakses Pada 11Januari 2017 Pukul, 21.06 WIB.

  29.00 WIB. Diakses Pada Tanggal 27 Februari Pukul 13. 50 WIB. news.detik.com/pencatutan-nama- presiden-dan-wapres-jk. Diakses

   diakses tanggal 22 Maret 2016, pukul

DAFTAR PUSTAKA

  Jakarta, UI- Press. __________. 2009. Penelitian Hukum

  Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

  Syani, Abdul. 2016. Kejahatan Dan Penyimpangan Suatu Prespektif Kriminologi, Makalah.

  Wijayanti, E Winda. 2013. Eksistensi

  Undang-Undang Sebagai Produk Hukum dalam Pemenuhan Keadilan Bagi Rakyat (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-X/2012) , Jurnal

  Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal

  Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

  Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, lembaran Negara

  Penelitian Hukum,

  Soekanto, Soerjono. 2007. Pengantar

  Hukum: Suatu Pengantar , Yogyakarta: Liberty.

  Pada 13 Maret 2017 Pukul 20.35 WIB.

  Diakses Pada 11 Januari 2017, Pukul 20.50 WIB. Diakses Pada 27 Februari 2017 Pukul 13.45 WIB. Dikases Pada 23

  Januari 2017 Pukul 10.30 WIB.

  Dikases Pada 23 Januari 2017 Pukul 09. 30 WIB. No. HP : 089612142876

  Konstitusi, Volume 10, Nomor 1, Maret 2013.