PENYEMPITAN PERAN DAN FUNGSI MASJID DI A

Penyempitan Peran dan Fungsi Masjid di Abad Modern
(Analisis Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Durkheimian Tentang Agama
Masyarakat Modern)
Oleh : Rifky Riswan Tanjung – 5011111021
Mata Kuliah: Sosiologi Perubahan Sosial

1. LATAR BELAKANG
Perkembangan masyarakat ternyata juga diikuti dengan perubahan sifat agama.
Martono (2011) juga menjelaskan bahwa perubahan dalam masyarakat selain meliputi hal
yang bersifat materil, perubahan lain juga tampak pada perubahan non materil seperti sebuah
ideologi, abstraksi yang tak terlihat. Agama mengalami evolusi seiring perubahan yang
mewarnai kehidupan manusia. Robert Bellah (dalam Sanderson, 1993 dan dalam Martono,
2011) menjelaskan adanya beberapa tahap perkembangan (evolusi) agama. Tahap tersebut
yaitu; tahap primitive, historis, modern awal, dan tahap modern.
Selanjutnya Martono (2011) juga menambahkan bahwa tahap evolusi tersebut
mengindikasikan bahwa agama pada akhirnya kehilangan makna spiritualnya. Ada dua Tesis
mengenai agama di tengah modernisasi. Pertama,agama dipertanyakan eksistensinya dan
dianggap surut dan mengalami disfungsi terhadap kehidupan masyarakat di era modern ini.
Modernisasi berakar pada abad ini terhadap agama kurang bersahabat. Mereka menganggap
agama sebagai suatu yang patut dimusuhi atau harus dicurigai karena dianggap sebagai
produk masa lalu yang dianggap kuno, membelenggu kebebasan manusia dan kini digantikan

oleh akal (empirisme). Tuhan bukanlah sumber kebenaran yang utama. Manusia modern
beralih pada logika, logika atau nalar merupakan sumber kebenaran tertinggi. Manusia mulai
berkiblat pada ilmu pengetahuan.
Kedua, agama dimaknai sebagai ciri yang residual (selalu ada) sebagai ciri yang
lestari dan permanen daripada sistem – sistem sosial budaya. Bagaimanapun juga, meskipun
ilmu pengetahuan berhasil menjelaskan dan mengendalikan dunia empiris, namun ilmu
pengetahuan tetap tidak berkuasa dalam mengahadapi masalah nonempiris.
Masjid adalah institusi yang inheren dengan masyarakat Islam. Keberadaannya dapat
menjadi ciri bahwa disitu tinggal komunitas muslim. Masjid, pada umumnya terlepas dari
keragaman bentuk dan ukuran besar atau kecilnya menjadi kebutuhan yang mutlak bagi umat
Islam sebagai tempat untuk menemukan kembali suasana religius yang menjadi simbol

keterikatan warga muslim tersebut satu sama lainnya.1 Dan secara sosiologis, masjid
merupakan sebuah produk dari dari agama islam yang menjadi tempat ibadah umat islam
Penamaan Masjid itu sendiri sebagai suatu institusi dalam pranata religius Islam
diambil dari bahsa aslinya (Arab) yaitu dari sajada-sujud yang berarti patuh taat serta tunduk
dengan penuh hormat dan takzim. Dan Masjid dimaknai sebagai tempat bersujud. Pemaknaan
ini sejalan dengan fungsi utama Masjid sebagai tempat bersujud (yaitu dalam sholat) yang
dilakukan oleh umat Islam.
Sayangnya dari jumlah yang besar ini, masjid hanya difungsikan sebagai tempat

sujud, tempat ibadah mahdhah saja, seperti shalat, zikir dan itikaf. Kurang berfungsinya
masjid secara maksimal di antaranya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang masjid. Selain itu, perhatian kita masih terfokus pada usaha
pengadaan sarana fisik. Padahal, pemenuhan kebutuhan non-fisik untuk memakmurkan
masjid seperti yang diperintahkan Allah dalam Al Quran, hingga saal ini masih relatif
terabaikan. Mengingat telah bergesernya peran dan fungsi masjid, maka optimalisasi fungsi
masjid harus segera dilakukan. Optimalisasi fungsi masjid, baik pada tingkat Intensifikasi
maupun ekstensifikasi, pada gilirannya dapal bermanfaat bagi pembinaan masyarakat, bukan
saja dalam aspek kegiatan ibadah mual tapi juga bagi pembinaan aspek wawasan sosial,
politik dan ekonomi serta wawasan-wawasan lainnya sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan zaman.
2. FOKUS MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka fokus masalah dalam tulisan ini adalah
tentang penyempitan peran fungsi masjid ketika mengahadapi gejolak derasnya arus
perubahan sosial cenderung kearah pemodernan dunia. Seperti halnya latar belakang diatas,
masjid pada hakikatnya memiliki makan yang suci tempat peribadatan umat muslim yang
mengkomunikasikan batin kepada sang khalik dan seiring perubahan zaman, makan masjid
pun makin dikerucutkan hanya sebagai bangunan tua yang diperbaharui dengan megah tanpa
melihat fungsi aslinya.


1

Firman Nugraha. 2010. Makalah: “Mesjid Dan Perubahan Sosial “ http://firman
augimhm.blogspot.cor/2010/12/resjidndmanpeiubmhmansosiml.htrl. Diakses pada
tanggal 1 November 2013.

3. PEMBAHASAN
3.1.

Durkheim dan Agama Masyarakat Modern

Gagasan Durkheim terkait dengan fokus bahasan masalah dalam tulisan ini terlihat
pada bagaimana gejala perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat modern yang diiringi
dengan kemajuan IPTEK serta berkembangnya sistem kapitalisme modern yang memiliki
pengaruh sangat besar terhadap perubahan pola – pola hidup masyarakat.
Masuknya sistem kapitalis modern telah membawa pola – pola budaya baru yaitu
budaya material yang mempengaruhi aktivitas sosial masyarakat modern. Kehadiran budaya
materil itu ditandai oleh adanya perkembangan industri maju dan pembagian kerja serta
hubungan sosial berdasarkan saling menguntungkan dalam masyarakat dan cenderung
menjadi manusia “pekerja sejati”.

Gagasan masyarakat modern juga lebih terlihat pada masyarakat kota yang menurut
Durkheim lebih bersifat individualis karena mereka hidup dipenuhi dengan bekerja,
memperoleh banyak uang dan hidup mewah, sehingga mereka beranggapan tidak
membutuhkan orang lain lagi. Segala sesuatu dinilai dengan uang. Individualitas inilah yang
kemudian berdampak pada lemahnya ikatan solidaritas mereka. Menurut Durkheim dalam
Ritzer dan Goodman (2007) mengatakan bahwa pembagian kerja dalam masyarakat modern
menimbulkan beberapa patologi serta melahirkan berbagai bentuk kekacauan moral dalam
solidaritas organic atau masyarkat modern. Dan selanjutnya agama bukan lagi diposisikan
sebagai sebuah institusi yang dimaknai sebagai alat untuk memecahkan masalah
keduniawian, namun justru dipisahkan dengan masalah duniawi. Gejala akibat modernisasi
atau perubahan sosial dalam konteksi ini meminjam bahasa Berger dengan nama
sekulerisme.di sisi inilah awal mula titik temu penyempitan fungsi – fungsi masjid di abad
modern.
Emile Durkheim yang percaya bahwa progresivitas sejarah akan berdampak lahirnya
sekularisme modern yang menggantikan agama. Hal ini diyakinkan dari latar belakang
dirinya sebagai seorang sekular. kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan
bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun
demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya - banyak mahasiswa dan rekan
kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya.


3.2.

Analisis Jejek Dinamika Perubahan Fungsi Masjid

Berbagai polemik kehidupan sosial-agama yang dialami oleh manusia telah menuai
cerita baru pada abad millennium sekarang yang ditandai dengan “kepanikan global”.
Banyaknya kasus kerusuhan umat beragama, degradasi moralitas umat manusia, lemahnya
spiritual kemanusiaan ditengah derasnya mileniumisasi dunia dan ini masih merupakan
sebagian kecil permasalahan yang dihadapi umat manusia pada zaman modern.
Masjid dalam perkembangan masyarakat di dunia ini telah mengalami banyak
perubahan, baik dari segi bangunan hingga fungsinya. Tak bisa dipungkiri memasuki abad
millennium terdapat suatu masalah baru yang merupakan efek dari perubahan sosial yang
cepat yaitu penyempitan fungsi masjid. Oleh karena itu, maka dalam hal ini agama sebagai
sistem bertindak dan sebagai pedoman hidup manusia harus menjalankan fungsinya yaitu
agen pengontrol perubahan sosial yang telah berimbas dalam kehidupan sosial
Bayangkan saja ketika muncul fenomena penjualan masjid di kota Batu di Malang
yang dijual seharga 1 juta/M2.. Dan berdasarkan informasi penjualan masjid tersebut hanyalah
sebuah cara untuk memikat masyrakat untuk singgah ke tempat dijualnya masjid dengan alih
– alih oleh panitia untuk meminta sumbangan. Lagi – lagi, mata bangsa ini seakan tertutup
ketika hilangnya rasa kepedulian masyarakat kita terhadap tempat ibadah yang sakral ini.

Sehingga panitia melakukan aksi yang ekstrim dengan cara menjual masjid 1juta/M2.
Hal inilah yang menjadi sebuah permasalahan yang muncul namun kurang kita masih
belum peka terhadap kondisi ini. Padahalnya Masjid juga menjadi salah satu penyangga
sistem sosial Islam, merupakan instrument pembentuk atau yang mengarahkan masyarakat
untuk kembali pada spiritual sejati-agama Islam, yakni dengan kembali “menghidupkan” atau
memakmurkan masjid. Pemakmuran masjid tidak hanya terbatas pada pembangunan secara
fisik dalam keadaan yang serba indah dan semegah mungkin, akan tetapi juga harus didukung
dengan pembangunan pemahaman yang lebih luas mengenai fungsi dan peranan masjid
sebagai pranata sosial Islam.
Jejak historis dari pendirian masjid menurut Shihab dalam bukunya Membumikan AlQur’an juga menjelaskan peran dan fungsi masjid pada zaman Rasulullah SAW masjid
mempunyai peran yang sangat besar dan multi fungsi masjid dan sejarah telah mencatat tidak
kurang dari 10 (sepuluh) peran yang telah diemban oleh masjid seperti masjid Nabawi yakni:
a)Tempat pusat ibadah seperti sholat dan zikir; b)Tempat konsultasi dan komunikasi soal
ekonomi dan sosial budaya; c)Tempat pendidikan; d)Tempat santunan sosial; e)Tempat
latihan militer dan persiapan alat – alatnya;

f)Tempat pengobatan para korban perang;

g)Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa; h)Sebagai aula tempat menerima tamu;
i)Tempat menawan tawanan perang; j)Pusat penerangan/informasi atau pembelaan agama.

Jejak historis masjid ini benar – benar mebuktikan bahwa pada zaman jahiliah dulu
masjid menjalankan fungsinya sebagai pengontrol dan sebagai agen perubahan sosial yang
terjadi pada masa – masa selanjutnya ketika zaman peradaban islam. Tak urung, pada zaman
tersebut kebodohan, dan banyaknya kaum kafir quraisy yang ingin menghancurkan Islam
menjadi masalah yang sangat besar. Akan tetapi dengan bijaknya Rasulullah SAW
melakukan sebuah upaya penetralisiran dengan membangun masjid sebagai agen
pembentukan watak umat, dan sebagai agen penyebaran agama Islam.
Namun menjadi sebuah dilema yang ironi sekali jika dilhiat dari aspek kemunculan
masjid di zaman Rasulullah SAW dan dikaitkan dengan situasi sekarang hampir bisa
dikatakan fungsi masjid sudah mulai kurang maksimal dan mengalami penyempitan dalam
fungsinya, dan kemungkinan terkecuali hanya pada daerah tertentu dan kelompok tertentu. Di
abad ini aktivitas masjid hanyalah sebatas sebagai tempat – tempat ibadah biasa dengan
evolusi bentuk fisik yang megah serba mewah dan bukan berevolusi ke dalam bentuk
fungsionalitas yang rekonstruktif seperti pada zaman Rasulullas SAW dulu. Padahal jika
berkaca pada zaman Rasulullah SAW dulu terhadap masjid, sangat tampak sekali bahwa
masjid menjadi lembaga yang strategis bagi penumbuhkembangan kesalehan individual dan
kesalehan sosial.
3.3.

Optimalisasi Masjid


Sebagaimana yang kita ketahui, sungguh menarik untuk dikaji ketika melihat fakta
yang terjadi di abad ini. Sebuah masalah yang terjadi pada umat manusia modern dalam
konteks kehidupan sosial beragamanya menjadi catatan sejarah baru untuk dunia. Dalam hal
inilah dibutuhkan sebuah dobrakan melalui agama dalam memandang fenomena yang terjadi
dari erosi budaya tersebut. Dan agama pula dapat diyakini mampu menjadi agen transformasi
sosial dan kritik sosial. Karena peran agama dalam kehidupan sosial terkait erat dengan
perkembangan pola pikir manusia, sehingga agama juga memainkan peran yang sangat besar
dalam proses perubahan sosial di masyarakat. Untuk itu, agama juga diposisikan dengan agen
perubahan sosial. Dalam hal ini lah masjid yang merupakan tempat ibadah umat muslim
memainkan perannya dalam menciptakan perubahan sosial. Secara efektif memberantas
penyakit – penyakit sosial, kesenjangan sosial, seperti kemiskinan, kebodahan, dan
sebagainya yang menjadi masalah di sekitar kita saat ini.

Beriringannya masjid dengan perubahan dan dinamika sosial yang terjadi telah
menuntun kita pula untuk merubah apresiasi kita terhadap masjid seiring dengan perubahan
sosial tersebut dengan mendobrak kebekuan pola pikir masyarakat kita. sehingga tecipta
masjid yang transformatif yang dekat dengan umat dan juga mengurusi kesalihan sosial.
Sudah jelas saatnya kita mengoptimalkan peranan masjid secara efisien sebagai pusat ibadah
maupun sebagai sarana pembinaan umat dengan tetap berpedoman pada ajaran – ajaran

Islam. Yang bertujuan menciptakan kemakmuran rakyat dalam menghadapi situasi global ini
yang

penuh

dengan

tantangan

bagi

seluruh

umat

manusia.

Tidak

lupa


pada

pengoptimalisasian fungsi masjid di abad ini juga dibutuhkan perhatian khusus dari
pemerintah yang bekerja sama

dengan masyarakat agar terbentuknya sinergitas dalam

memberdayakan masjid atau meningkatkan fungsionalitas masjid di abad millennium. Ayo
Bergegas !!
4. KESIMPULAN
Perkembangan masyarakat ternyata juga diikuti dengan perubahan sifat agama.
Martono (2011) juga menjelaskan bahwa perubahan dalam masyarakat selain meliputi hal
yang bersifat materil, perubahan lain juga tampak pada perubahan non materil seperti sebuah
ideologi, abstraksi yang tak terlihat. Agama mengalami evolusi seiring perubahan yang
mewarnai kehidupan manusia. Robert Bellah (dalam Sanderson, 1993 dan dalam Martono,
2011) menjelaskan adanya beberapa tahap perkembangan (evolusi) agama. Tahap tersebut
yaitu; tahap primitive, historis, modern awal, dan tahap modern.
Durkheim dalam Ritzer dan Goodman (2007) mengatakan bahwa pembagian kerja
dalam masyarakat modern menimbulkan beberapa patologi serta melahirkan berbagai bentuk

kekacauan moral dalam solidaritas organic atau masyarkat modern. Dan selanjutnya agama
bukan lagi diposisikan sebagai sebuah institusi yang dimaknai sebagai alat untuk
memecahkan masalah keduniawian, namun justru dipisahkan dengan masalah duniawi.
Gejala akibat modernisasi atau perubahan sosial dalam konteksi ini meminjam bahasa Berger
dengan nama sekulerisme.di sisi inilah awal mula titik temu penyempitan fungsi – fungsi
masjid di abad modern.
Sebuah masalah yang terjadi pada umat manusia modern dalam konteks kehidupan
sosial beragamanya menjadi catatan sejarah baru untuk dunia. Dalam hal inilah dibutuhkan
sebuah dobrakan melalui agama dalam memandang fenomena yang terjadi dari erosi budaya
tersebut. Dan agama pula dapat diyakini mampu menjadi agen transformasi sosial dan kritik
sosial. Dalam hal ini lah masjid yang merupakan tempat ibadah umat muslim memainkan

perannya dalam menciptakan perubahan sosial. Secara efektif memberantas penyakit –
penyakit sosial, kesenjangan sosial, seperti kemiskinan, kebodahan, dan sebagainya yang
menjadi masalah di sekitar kita saat ini.
5. DAFTAR PUSTAKA
Firman Nugraha. 2010. Makalah: “Mesjid Dan Perubahan Sosial “. http://firmannugraha.blogspot.com/2010/12/mesjid-dan-perubahan-sosial.html.

Diakses

pada

tanggal 1 November 2013
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial; Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern,
dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.
Ritzer, George. Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern Edisi Ke-6 Cetakan Ke4. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Shihab, Quraish. 1999. Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan.