KEPATUHAN PAJAK: PENGETAHUAN TAX AMNESTY BERULANG DAN NORMA SOSIAL

DAN NORMA SOSIAL HALAMAN JUDUL

Oleh: Fara Alicia Dienswari 232014083

TUGAS AKHIR Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan - persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : AKUNTANSI PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS KERTAS KERJA

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN MOTO

“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat

dan didikan.” (Amsal 1:7) “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka,

sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan

engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” (Ulangan 31:6) “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13) “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,

demikianah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

(Yeremia 29:11)

KATA PENGANTAR

Sumber pendapatan negara terbesar saat ini bersumber dari penerimaan pajak. Wajib pajak memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pendapatan negara. Namun, ternyata tidak semua wajib pajak mau memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Banyak faktor yang dapat menjadi pemicu alasan wajib pajak menghindari membayar pajak, salah satunya adalah faktor psikologis; norma sosial. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah mengeluarkan strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan kebijakan berupa pengampunan pajak (tax amnesty). Pemerintah menilai kebijakan pengampunan pajak ini sangat efektif untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, sehingga muncul isu-isu mengenai pengulangan tax amnesty.

Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis dampak dari pengulangan tax amnesty, serta menganalisis seberapa berpengaruhnya lingkungan sosial terhadap kepatuhan perpajakan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, penulis lain, maupun pihak-pihak yang terkait untuk meningkatkan sesuatu menjadi lebih baik.

Penulis menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Akhir kata, penulis mengharapkan segenap saran dan kritik yang akan menyempurnakan karya ini dan akan berguna untuk penelitian selanjutnya.

Salatiga, 19 April 2018

Penulis

ABSTRACT

The purposes of this research are (1) to examine the differences of taxpayer's compliance according to the taxpayers' knowledge of the re-application of tax amnesty (2) to examine the differences of taxpayer's compliance to the regulation based on the social norms' influence on taxpayer compliance decision, and (3) to examine the difference of taxpayer’s compliance according to the taxpayers' knowledge of the re-application of amnesty taxes and the social norms' influence on taxpayer compliance decisions. This study uses a 2 x 2 inter- subject factorial experimental research design with 119 subjects from the tax management class. The results shows that both the taxpayers' knowledge of the re-application of tax amnesty and the social norms' influence on taxpayer compliance decisions may affect the intention of taxpayers to comply. In addition, there is an interaction between taxpayers' knowledge of the re-application of tax amnesty and the social norms' influence on taxpayer compliance decisions in which if a taxpayer is not aware of the tax amnesty's re-application but the taxpayers have a compliant social environment, the level of compliance is the highest, compared to the subjects that are in the opposite situations.

Keywords: repeated tax amnesty, the social norms', tax compliance.

SARIPATI

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menguji perbedaan kepatuhan wajib pajak berdasarkan pengetahuan wajib pajak terhadap penerapan ulang tax amnesty (2) menguji perbedaan kepatuhan wajib pajak berdasarkan pengaruh norma sosial terhadap keputusan kepatuhan wajib pajak, serta (3) menguji perbedaan kepatuhan wajib pajak berdasarkan pengetahuan wajib pajak terhadap penerapan ulang tax amnesty dan pengaruh norma sosial terhadap keputusan kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen faktorial 2 x 2 antarsubyek dengan menggunakan 119 partisipan dari mahasiswa kelas manajemen pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pengetahuan wajib pajak terhadap penerapan ulang tax amnesty maupun pengaruh norma sosial terhadap keputusan kepatuhan wajib pajak dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Disamping itu juga, terdapat interaksi antara pengetahuan wajib pajak terhadap penerapan ulang tax amnesty maupun pengaruh norma sosial terhadap keputusan kepatuhan wajib pajak dimana jika wajib pajak berada dalam kondisi tidak tahu adanya penerapan tax amnesty berulang maka wajib pajak yang juga memiliki lingkungan sosial yang patuh akan menunjukkan derajat kepatuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan subyek yang berada pada situasi lainnya.

Kata kunci: pengampunan pajak berulang, norma sosial, kepatuhan pajak.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan kasih yang berlimpah dalam setiap detik sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik guna memperoleh gelar Sarjana Akuntansi di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Penulis menyadari bahwa sepanjang masa studi dan penulisan kertas kerja, penulis mendapatkan dukungan, inspirasi serata motivasi dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini dengan tulus, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Keluarga terkasih, Bapak Budi Sugiyarto, (Almh) Ibu Endang Suwandari, Mbak Hanna, terimakasih atas semua doa, motivasi, inspirasi, nasihat, dukungan, serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis sampai saat ini.

2. Ibu Dr. Theresia Woro Damayanti, SE., M.Si., Akt., CA, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga serta pikiran untuk selalu memberikan saran, kritikan dan arahan serta semangat kepada penulis mulai dari rancangan tugas akhir hingga penyelesaian penulisan tugas akhir .

3. Ibu Gustin Tanggulungan, SE., M.Ak., CA., BKP, selaku wali studi, terima kasih atas pengarahan dan sarannya selama menempuh studi di FEB UKSW.

4. Bapak Yefta Andi Kus Noegroho, SE.,M.Si.,Akt.,CMA, selaku wali studi pengganti, terima kasih atas pengarahan dan sarannya selama menempuh studi di FEB UKSW.

5. Bapak Yefta Andi Kus Noegroho, SE.,M.Si.,Akt.,CMA dan Bapak Ari Budi Kristanto SE., MM., selaku penguji rancangan tugas akhir, terimakasih atas saran dan kritikan sehingga tugas akhir ini dapat menjadi karya tulis yang lebih baik.

6. Seluruh pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, ide, dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.

7. Seluruh mahasiswa yang mengambil kelas Manajemen Pajak yang telah bersedia menjadi subjek manipulasi sehingga penulis dapat memperoleh data untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Mas Dea, Ade Lisa, Adonia terimakasih untuk dukungan dan bantuannya dalam proses menyelesaikan tugas akhir.

9. Raden Ario Ginurta terimakasih untuk doa, tenaga, waktu, dukungan, kasih dan cinta yang selalu ada untuk penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

10. Teman-teman Kelompok Studi Akuntansi (KSA); Yulius, Dinda, Eviniar, Go Andy, Jery, Astri, Salma, Livia, Ica, Intan, Savira, Tiwi, Yessa, Amalia, Dally, Daniel, Dewa, Kak Belqis, Mas Eky, Kak Ipit, Mas Tyar, dan Kak Widya, terimakasih untuk pengalaman berorganisasi yang berharga dan yang terbaik untuk penulis.

11. GG Family; Helga, Jery, Astri, Theo, Titi, dan Vinska yang sudah seperti keluarga, selalu mendukung, menemani, dan berjuang bersama penulis selama menuntut ilmu di Salatiga.

12. Arnas, Aden, Gupita, Elfara, Gracety, Surya, Deasy, Vicky selaku teman satu bimbingan yang telah berjuang bersama dan saling mendukung selama proses rancangan dan penulisan tugas akhir.

13. Teman-teman kuliah dan kepanitiaan terimakasih telah memberi pengalaman yang berharga selama penulis menuntut ilmu di FEB UKSW .

Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya pada penulis.

Semoga Tuhan selalu melimpahkan kasih-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

Salatiga, 19 April 2018

Penulis

PENDAHULUAN

Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sampai saat ini, sumber pendapatan negara terbesar berasal dari penerimaan pajak. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara tidak dapat dilaksanakan (Direktorat Jendral Pajak 2013).

Dominasi pajak dalam penerimaan negara harus disambut baik, karena melalui pajak kemandirian negara dalam membiayai pembangunan dan pemerintahannya diharapkan dapat tercapai (Puspareni, Purnamawati dan Wahyuni, 2017). Hal ini dibuktikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2017. Jika dibandingkan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan hibah, penerimaan perpajakan sangat mendominasi pendapatan APBN. Dari total pendapatan negara sebesar 1.750,3 triliun rupiah, penerimaan pajak menyumbang 1.498,9 triliun rupiah atau sebesar 85,6%, sedangkan PNPB 250 triliun tupiah atau sebesar 14,3% dan hibah menghasilkan 1,4 triliun rupiah atau sebesar 0,1% dari APBN (Kementerian Keuangan 2017).

Walaupun sumber pendapatan negara terbesar berasal dari penerimaan pajak, ternyata pertumbuhan penerimaan pajak tidak diikuti dengan kenaikan tax ratio. Penerimaan pajak di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Menurut data OECD (Organisation on Economic Cooperation and Development), rasio penerimaan perpajakan (tax ratio) Indonesia saat ini berada di kisaran 11%, masih berada di bawah standar negara- negara ASEAN dan OECD dengan target yang diharapkan sebesar 13-14% (Kementerian Keuangan 2016).

Rendahnya tax ratio di Indonesia disebabkan karena masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari rendahnya tingkat kepatuhan mereka dalam melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Data wajib pajak secara nasional, pada tahun 2011 yang menyerahkan SPT hanya 8,5 juta wajib pajak dari 110 juta orang aktif bekerja, dengan jumlah penduduk yang menjadi pembayar pajak aktif diharapkan penyerahan SPT bisa mencapai 50%, sedangkan di Indonesia rasio SPT terhadap kelompok pekerja aktif hanya 7,73%, (Kompas 2011).

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak, pemerintah mengeluarkan strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan kebijakan berupa pengampunan pajak (tax amnesty). Yustiari (2016), kebijakan tax amnesty dipandang sebagai kebijakan perpajakan yang paling strategis yang juga akan berfungsi untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaa kewajiban perpajakan. Tax amnesty merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, yaitu dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam undang-undang (Kementerian Keuangan 2017). Amnesti pajak berlaku sejak disahkan hingga 31 Maret 2017, dan terbagi kedalam tiga periode, yaitu periode pertama dari tanggal diundangkan sampai 30 September 2016, periode kedua dari tanggal 1 Oktober 2016 sampai 31 Desember 2016, dan periode ketiga dari tanggal 1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017 (Direktorat Jenderal Pajak 2016). Indonesia telah menyelenggarakan tax amnesty berulang kali, namun pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh (Ragimun 2015).

Tax amnesty masih memiliki beberapa kekurangan. Bagaimanapun, amnesti mungkin memberi arti kepada pembayar pajak bahwa tindakan pemerintah untuk menangkap pelaku pajak yang menunggak masih lemah, penghindaran pajak hanya merupakan kesalahan kecil dan bahwa orang lain yang tidak mematuhi undang-undang perpajakan mempertanyakan norma sosial yang mengatur kepatuhan pajak. Ketika pembayar pajak mengharapkan amnesti berkelanjutan, maka hal tersebut dapat menurunkan kepatuhan pajak mereka. Pembayar pajak yang taat akan beranggapan jika tidak adil ketika pelaku pajak yang menunggak diberikan keringanan untuk melarikan diri tanpa hukuman (Rechberger, et al. 2010).

Ketidakadilan lain yang terjadi pada pengampunan pajak saat ini adalah wajib pajak didorong untuk mengikuti tahun pembinaan wajib pajak dengan janji pada tahun 2016 akan dilaksanakan tahun penegakan hukum pajak namun pada kenyataannya yang dilakukan adalah penerapan tax amnesty. Bahkan wajib pajak yang telah ikut tahun pembinaan juga harus mengikuti tax amnesty. Hal tersebut tentu saja dapat menimbulkan rasa tidak adil bagi wajib pajak yang telah mengikuti tahun pembinaan wajib pajak. Belum lagi, tarif pajak yang dikenakan pada saat tax amnesty justru lebih rendah daripada tarif yang dikenakan pada tahun pembinaan wajib pajak (Nastiti 2017).

Agar kebijakan tax amnesty efektif, pelaksanaanya harus dilakukan sekali saja, karena amnesti pajak yang berulang memiliki efek mengurangi penerimaan pendapatan dan tingkat Agar kebijakan tax amnesty efektif, pelaksanaanya harus dilakukan sekali saja, karena amnesti pajak yang berulang memiliki efek mengurangi penerimaan pendapatan dan tingkat

Aspek psikologi juga dapat menjadi salah satu faktor pengaruh masyarakat mematuhi pajak. Dalam suatu negara yang menganut sistem demokratis, aspek psikologis dapat dilihat dari hubungan antara pembayar pajak atau wajib pajak dengan otoritas pajak. Keberhasilan pemungutan pajak bergantung pada seberapa besar pembayar pajak dan otoritas pajak saling percaya, otoritas pajak menganggap bahwa pembayar pajak dengan jujur melaporkan pendapatan mereka yang sebenarnya. Di sisi lain, pembayar pajak berharap diperlakukan dengan hormat, seolah-olah mereka jujur melaporkan pendapatan mereka yang sebenarnya (Feld dan Frey, 2002).

Kebijakan yang efektif untuk menekan masyarakat agar mau membayar pajak tidak hanya menitikberatkan pada aspek ekonomi (seperti ancaman pemberian sanksi atau denda), namun juga perlu melihat aspek keperilakuan. Salah satu kajian psikologi mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pembayaran pajak adalah norma sosial. Menurut Ajzen (1991), perilaku seseorang untuk tidak patuh terhadap sistem perpajakan dapat dipengaruhi oleh keyakinan individu terhadap harapan normatif orang lain yang menjadi rujukannya, seperti keluarga, teman, konsultan pajak, dan motivasi untuk mencapai harapan tersebut. Harapan normatif ini membentuk variabel norma subjektif (subjective norm ) atas suatu perilaku. Jadi, kepatuhan seseorang dalam membayar pajak juga dipengaruhi oleh norma sosial di tempatnya tinggal, jika orang-orang terdekatnya merasa membayar pajak bukan hal yang harus dilakukan, maka perilaku seseorang untuk tidak patuh terhadap sistem perpajakan akan timbul.

Fenomena tax amnesty 2016 ini banyak dibicarakan, bahkan beberapa penelitian sudah berupaya melakukan pengujian empiris atas tax amnesty (Yustiari, 2016; Ragimun, 2015; Rechberger, et al., 2010; Ahmed, 2016). Namun demikian, penelitan Ajie dan Damayanti (2017) menunjukkan bahwa keikutsertaan wajib pajak dalam tax amnesty juga disebabkan oleh herding atau pengaruh norma sosial. Oleh sebab itu, perlu dilakukan interaksi atas keduanya dalam pengujian empiris.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menguji perbedaan kepatuhan wajib pajak berdasarkan pengetahuan wajib pajak terhadap penerapan ulang tax amnesty (2) menguji perbedaan kepatuhan wajib pajak berdasarkan pengaruh norma sosial terhadap keputusan Penelitian ini bertujuan untuk (1) menguji perbedaan kepatuhan wajib pajak berdasarkan pengetahuan wajib pajak terhadap penerapan ulang tax amnesty (2) menguji perbedaan kepatuhan wajib pajak berdasarkan pengaruh norma sosial terhadap keputusan

Dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi pemerintah untuk melihat sisi psikologi dalam konteks norma sosial yang bertumbuh masyarakat, sehingga pemerintah dapat mempertimbangkan cara-cara yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia setelah berakhirnya tax amnesty dan menjadikan pertimbangan mengenai perlu atau tidaknya melaksanakan tax amnesty berulang.

TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Tax Amnesty

Tax amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana. Ini biasanya berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan pajak masa lalu. Dalam beberapa kasus, undang- undang amnesti yang memperpanjang juga membebankan hukuman yang lebih berat pada mereka yang memenuhi syarat untuk amnesti tetapi tidak mengambilnya (Ragimun 2015).

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak mengatakan bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan pengampunan pajak. Oleh karena itu, pengampunan pajak diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Norma Sosial

Menurut Cialdini dan Trost (1998), norma atau nilai hidup yang diyakini wajib pajak berkaitan dengan norma sosial yang merupakan aturan dan standar yang dipahami oleh anggota kelompok dan yang mengarahkan bahkan membatasi perilaku sosial meski tanpa adanya paksaan oleh hukum. Norma sosial akan menjadi pemandu bagi wajib pajak untuk berperilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Terdapat 4 (empat) kategori dari pengaruh norma sosial yaitu norma injungtif, norma subjektif, norma personal, norma Menurut Cialdini dan Trost (1998), norma atau nilai hidup yang diyakini wajib pajak berkaitan dengan norma sosial yang merupakan aturan dan standar yang dipahami oleh anggota kelompok dan yang mengarahkan bahkan membatasi perilaku sosial meski tanpa adanya paksaan oleh hukum. Norma sosial akan menjadi pemandu bagi wajib pajak untuk berperilaku patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Terdapat 4 (empat) kategori dari pengaruh norma sosial yaitu norma injungtif, norma subjektif, norma personal, norma

dengan berbagai pendekatan, termasuk pendekatan yang bergantung pada kebiasaan sosial, hati nurani, atau pada perasaan individual, keadilan, moralitas, rasa bersalah, keterasingan. Pembayar pajak tidak hanya tertarik pada kesejahteraan mereka sendiri tetapi juga prihatin dengan kesejahteraan umum, sehingga keputusan mereka untuk menghindari dibatasi oleh pengetahuan bahwa keputusan penghindaran mereka akan mengurangi jumlah sumber daya yang tersedia untuk kesejahteraan sosial. Pentingnya norma sosial terhadap perilaku kepatuhan pajak memiliki daya tarik tersendiri. Norma sosial cenderung memiliki pengaruh terhadap keputusan kepatuhan dari seorang wajib pajak (Alm 1998).

Kepatuhan Pajak

Kepatuhan perpajakan menurut Nurmantu (2005) adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan. Supadmi (2009), mengemukakan prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut.

Terdapat dua perspektif dasar kepatuhan pada hukum, yaitu instrumental dan normatif. Perspektif instrumental berarti individu dengan kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahan yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif normatif berhubungan dengan moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi. Seseorang lebih cenderung patuh pada hukum yang dianggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal berarti patuh pada hukum karena hukum dianggap suatu keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi berarti patuh pada peraturan karena otoritas penyusun hukum yang memiliki hak untuk mendikte perilaku (Saleh 2004)

Menurut Nurmantu (2005), dijelaskan bahwa terdapat dua macam kepatuhan, yang pertama kepatuhan formal. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang Perpajakan. Dalam hal ini kepatuhan formal meliputi wajib pajak membayar pajak dengan tepat waktu, wajib pajak membayar pajak dengan tepat jumlah, wajib pajak tidak memiliki tanggungan Pajak Bumi dan Bangunan. Serta yang kedua yaitu kepatuhan material.

Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara subtansi atau hakekat memenuhi semua ketentuan perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan.

Pengembangan Hipotesis

Munculnya fenomena tax amnesty yang dilakukan berulang kali membuat wajib pajak yang tidak mengetahui adanya tax amnesty berulang akan memiliki sikap patuh yang tinggi karena mereka takut akan dikenai denda dan sanksi jika lalai membayar pajak, sedangkan wajib pajak yang mengetahui adanya tax amnesty berulang akan memiliki sikap yang tidak patuh, karena mereka akan mengungkap harta mereka yang belum dilaporkan ketika tax amnesty dilaksanakan guna menghindari denda dan sanksi karena lalai melaporkan harta mereka. Hal tersebut tentu saja akan membuat wajib pajak yang patuh merasa kebijakan ini tidak adil, karena disaat mereka membayar kewajiban mereka dengan patuh, wajib pajak yang tidak patuh diberikan keringanan untuk membayar sejumlah uang yang dibebankan tanpa dikenai denda ataupun sanksi karena keterlambatan pengungkapan (Rechberger, et al. 2010). Pengenalan amnesti pajak juga dapat mempengaruhi norma kepatuhan sosial. Amnesti pajak dapat mengurangi kepatuhan jika pembayar pajak yang jujur membenci pengampunan pajak yang diberikan pada penipuan pajak (dan jika orang percaya amnesti dapat diulang kembali) (Alm 1998).

Apabila amnesti pajak diterapkan terus menerus sebagai institusi daripada mendapatkan penghasilan, dalam jangka panjang tax amnesty dapat mengurangi penerimaan pajak. Pembayar pajak tidak lagi percaya bahwa amnesti pajak akan menjadi kesempatan terakhir mereka untuk membayar uang tebusan atas harta mereka tanpa dikenai denda, karena pada akhirnya negara akan melaksanakan amnesti pajak lagi di tahun-tahun yang akan datang. Sebelum negara menerapkan amnesti pajak, mereka harus membuat pe ngendalian pajak dan denda yang efektif. Agar tidak menyinggung pembayar pajak yang jujur dengan perasaan telah ditipu oleh amnesti pajak dan oleh pemerintah, wajib pajak yang akan menggunakan amnesti pajak harus diberi sanksi ketat sebelum mereka dapat memperoleh manfaat dari amnesti ini (Gerger 2012).

Rasa keadilan yang dirasakan oleh wajib pajak terhadap sistem perpajakan menjadi faktor penting dalam menentukan perilaku kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sehingga hipotesis pertama yang diusulkan adalah:

H 1 : Wajib pajak yang tidak mengetahui pelaksanaan tax amnesty berulang akan memiliki kepatuhan pajak yang tinggi.

Alm dan Torgler (2012) berpendapat bahwa, norma sosial merupakan pola perilaku yang dinilai serupa oleh orang lain dan karenanya didukung oleh persetujuan atau ketidaksetujuan sosial. Akibatnya, jika orang lain berperilaku sesuai dengan beberapa perilaku yang diterima secara sosial, maka individu tersebut akan berperilaku sesuai. Jika orang lain tidak bersikap demikian, maka individu tersebut akan merespon dengan baik.

Seringkali keputusan kepatuhan seorang individu dipengaruhi oleh sebuah kelompok sosial tertentu yang dapat mengubah pola pikir individu untuk bersikap patuh atau tidak patuh terhadap sistem pajak. Apabila kelompok sosial tersebut enggan untuk melakukan penghindaran pajak, maka kepatuhan akan meningkat (Alm, Schulze dan McClelland, 1999). Lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi sikap wajib pajak dan perilaku wajib pajak. Lingkungan sosial adalah tindakan kelompok sosial tertentu yang mempengaruhi seorang individu untuk berperilaku. Berdasarkan dari beberapa penegertian mengenai lingkungan sosial dapat disimpulkan lingkungan sosial terdiri dari keluarga, teman, jaringan sosial dan lainnya yang mempengaruhi seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung (Mintarto, Utami dan Yaningwati, 2015).

Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013), seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya jika hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Lingkungan wajib pajak berada secara parsial berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, karena apabila masyarakat di tempat lingkungan wajib pajak berada patuh, maka wajib pajak pun ikut patuh. Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut:

H 2 : Wajib pajak yang merasa bahwa lingkungan sosialnya memiliki sikap patuh akan menghasilkan tingkat kepatuhan yang tinggi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Menurut Prawagis, A dan Mayowan (2016), salah satu faktor kepatuhan yaitu norma sosial. Dalam hal ini yang dimaksudkan dalam norma sosial yaitu adanya dorongan dari pihak lain untuk menciptakan kepatuhan, seorang individu bisa terpengaruh atau tidak terpengaruh oleh tekanan sosial. Berkaitan dengan studi ini, norma sosial adalah keyakinan wajib pajak tentang kekuatan pengaruh orang-orang atau faktor lain di lingkungannya yang memotivasi seseorang untuk melakukan kepatuhan pajak atau tidak melakukan kepatuhan Menurut Prawagis, A dan Mayowan (2016), salah satu faktor kepatuhan yaitu norma sosial. Dalam hal ini yang dimaksudkan dalam norma sosial yaitu adanya dorongan dari pihak lain untuk menciptakan kepatuhan, seorang individu bisa terpengaruh atau tidak terpengaruh oleh tekanan sosial. Berkaitan dengan studi ini, norma sosial adalah keyakinan wajib pajak tentang kekuatan pengaruh orang-orang atau faktor lain di lingkungannya yang memotivasi seseorang untuk melakukan kepatuhan pajak atau tidak melakukan kepatuhan

Pengenalan amnesti pajak juga dapat mempengaruhi norma kepatuhan sosial. Amnesti pajak dapat mengurangi kepatuhan jika pembayar pajak yang jujur membenci pengampunan pajak yang diberikan pada penipu pajak (dan jika orang percaya amnesti dapat diulang kembali) (Alm 1998). Selain pengetahuan wajib pajak tentang dampak pengulangan tax amnesty , untuk mencegah ketidakpatuhan wajib pajak sangat dibutuhkan pemahaman mengenai norma sosial yang terbentuk didalam masyarakat. Dengan tidak adanya pengulangan program tax amnesty akan menghilangkan adanya ketidakadilan yang dirasakan wajib pajak. Rasa keadilan yang dirasakan oleh wajib pajak terhadap sistem perpajakan dan norma sosial menjadi faktor penting dalam menentukan perilaku kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sehingga hipotesis ketiga yang diusulkan adalah:

H 3 : Wajib pajak yang tidak mengetahui pelaksanaan tax amnesty berulang dan merasa bahwa lingkungan sosialnya memiliki sikap patuh akan menghasilkan tingkat kepatuhan yang paling tinggi.

METODE PENELITIAN Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer yang diperoleh secara langsung dari subyek penelitian. Mahasiswa Strata-1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana yang sedang mengambil matakuliah manajemen pajak yang menjadi subyek penelitian. Mahasiswa yang sedang mengambil matakuliah manajemen pajak diasumsikan telah memahami atau sedang dalam proses mempelajari amnesti pajak dan aturan-aturan perpajakan yang berlaku. Dalam proses memperoleh data primer ini, mahasiswa akan diberi materi mengenai isu tax amnesty dan akan diminta untuk berperan sebagai seorang wajib pajak.

Desain Penelitian

Pada penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental, karena metode eksperimental menguji keterkaitan antara variabel dependen dan variabel Pada penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental, karena metode eksperimental menguji keterkaitan antara variabel dependen dan variabel

Tabel 1. Matriks Eksperimen

Pengaruh norma sosial Lingkungan sosial

Lingkungan sosial

tidak patuh Pengetahuan terhadap

patuh

Sel 2 tax amnesty berulang

Tahu

Sel 1

Tidak tahu

Sel 3

Sel 4

Keterangan: Sel 1 : Mengetahui adanya tax amnesty berulang dan lingkungan sosial memiliki sikap patuh Sel 2 : Mengetahui adanya tax amnesty berulang dan lingkungan sosial memiliki sikap tidak patuh Sel 3 : Tidak mengetahui adanya tax amnesty berulang dan lingkungan sosial memiliki sikap patuh Sel 4 : Tidak mengetahui adanya tax amnesty berulang dan lingkungan sosial memiliki sikap tidak patuh

Instrumen Penelitian

Dalam jangka panjang, amnesti pajak mengurangi kemauan wajib pajak untuk mematuhi kewajiban mereka. Dengan mengikuti program amnesti pajak, pembayar pajak yang jujur dapat memiliki perasaan tidak adil, karena sikap pemerintah dapat dilihat seperti ketidakadilan. Oleh karena itu, kemauan wajib pajak untuk bersikap patuh akan menurun (Saracoglu dan Caskurlu, 2011). Menurut Darussalam (2016) ketika wajib pajak mengetahui adanya tax amnesty berulang akan menimbulkan harapan wajib pajak bahwa masih akan ada orang lain (norma deskriptif). Oleh karena itu, definisi dari norma sosial mencakup tidak hanya pengaruh sosial luar, tetapi juga keyakinan moral (atau etis) pribadi pada individu.

Supadmi (2009), mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan sebagai “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam bentuk usaha wajib pajak untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, mengisi formulir pajak (SPT) dengan lengkap dan jelas dan membayar seluruh pajak yang Supadmi (2009), mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan sebagai “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam bentuk usaha wajib pajak untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, mengisi formulir pajak (SPT) dengan lengkap dan jelas dan membayar seluruh pajak yang

Tabel 2. Indikator Penelitian

Variabel

Sub Variabel

Indikator

Pengetahuan terhadap tax amnesty berulang Mengetahui yang dimaksud dengan program tax amnesty. Mengetahui adanya program tax amnesty yang akan

dilakukan berulang.

Norma Sosial

Norma injungtif

Perilaku sesuai dengan aturan kelompok.

Norma subjektif

Harapan atau ekspektasi wajib pajak.

Norma personal

Aturan yang berasal dari diri sendiri.

Norma deskriptif

Aturan yang didasarkan pada pengamatan perilaku orang lain.

Kepatuhan wajib pajak Menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan lengkap. Tepat waktu dalam membayar pajak sebelum jatuh tempo Membayar seluruh pajak yang seharusnya dibayar.

Penulis sudah melakukan pilot tes atas modul di kelas Hukum Pajak, dengan jumlah partisipan sebanyak 56 mahasiswa. Hasil pilot tes menunjukkan manipulasi berhasil dilakukan, yang terbukti dari nilai rata-rata atas hasil evaluasi kemungkinan terjadi tax amnesty sebesar 63 untuk partisipan yang dimanipulasi sebagai wajib pajak yang tahu pelaksanaan ulang tax amnesty. Sementara yang tidak tahu pelaksanaan ulang tax amnesty menghasilkan rata-rata sebesar 53.

Nilai rata-rata atas hasil evaluasi pengaruh norma sosial sebesar 87 untuk partisipan yang dimanipulasi sebagai wajib pajak yang memiliki lingkungan sosial yang patuh terhadap sistem perpajakan. Sedangkan wajib pajak yang memiliki lingkungan sosial yang tidak patuh menghasilkan rata-rata sebesar 58.

Tatanan Eksperimen

Pilot tes perlu dilakukan untuk mengawali suatu eksperimen, hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa instrumen dalam penelitian ini dapat digunakan dalam eksperimen yang sesungguhnya. Sebelum melakukan eksperimen, subyek akan menerima materi mengenai tax amnesty dan norma sosial yang berkembang di masyarakat. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan media kertas dan pena.

Langkah Pengisian Modul Eksperimen :

1. Subyek akan diminta untuk mengisi empat modul yang akan dibagikan secara random. Pembagian dilakukan dengan membagikan keempat modul berurutan mulai dari modul satu hingga modul empat kepada subjek sehingga subjek akan memperoleh satu modul. Modul yang dibagikan berisi tentang wajib pajak mengetahui mengenai adanya tax amnesty yang berulang dan memiliki lingkungan sosialnya memiliki sikap yang patuh terhadap peraturan pajak; wajib pajak mengetahui mengenai adanya tax amnesty yang berulang namun lingkungan sosialnya tidak memiliki sikap yang patuh terhadap peraturan pajak; wajib pajak tidak mengetahui mengenai adanya tax amnesty yang berulang namun lingkungan sosialnya memiliki sikap yang patuh terhadap peraturan pajak serta wajib pajak tidak mengetahui mengenai adanya tax amnesty yang berulang dan memiliki lingkungan sosialnya tidak memiliki sikap yang patuh terhadap peraturan pajak.

2. Subyek akan diminta untuk mengisi identitas, seperti usia, jenis kelamin dan indeks prestasi kumulatif.

3. Subjek diberikan informasi tentang peran dan kondisi yang dihadapinya dan diminta untuk menjawab pertanyaan pengecekan manipulasi terhadap peran dan kondisi yang diperhadapkan pada subjek.

4. Subyek penelitian akan diberi manipulasi situasi dimana wajib pajak memiliki pengetahuan tentang ada atau tidaknya tax amnesty berkelanjutan. Kemudian, manipulasi situasi yang diberikan kepada subyek akan dicek. Subyek akan mengisi skor mulai dengan rentang nilai dari 10 sampai 100 untuk menilai pengetahuan tentang tax amnesty berkelanjutan. Semakin tinggi skor yang diberikan menunjukkan wajib pajak akan semakin tahu tentang adanya tax amnesty berkelanjutan.

5. Subyek akan dimanipulasi atas pengaruh norma sosial terhadap wajib pajak diberikan melalui cuplikan fenomena-fenomena yang sering terjadi di lingkungan sekitar wajib pajak yang dapat menentukan sikap kepatuhannya. Subyek akan diminta untuk menjawab pertanyaan pengecekan manipulasi pengaruh norma sosial. Rentang skor yang diberikan mulai dari 10 yang berarti pengaruh lingkungannya sangat tidak patuh, hingga skor 100 yang berarti pengaruh lingkungannya sangat patuh. Terkait dengan kepatuhan wajib pajak, subjek diminta untuk memberikan skor dari 10 hingga 100 atas lima pernyataan yang berkaitan dengan indikator kepatuhan wajib pajak.

6. Subyek akan diminta kembali untuk mengisi skor mulai dengan rentang nilai dari 10 sampai 100 untuk menilai keputusan tingkat kepatuhan pada periode selanjutnya dengan mempertimbangkan pengetahuan mengenai tax amnesty dan pengaruh norma sosial. Semakin tinggi skor yang diberikan menunjukkan wajib pajak akan semakin patuh pada periode selanjutnya.

7. Diakhir eksperimen akan dilakukan penjelasan kepada subjek terkait maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini.

Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data dalam penelitian ini, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyajikan analisis statistik deskriptif yang diperoleh dari data subyek penelitian.

2. Melakukan uji efektivitas randomisasi menggunakan one-way anova dengan variabel dependen tingkat kepatuhan dan variabel independen : jenis kelamin, usia, dan indeks prestasi mahasiswa.

3. Melakukan pengecekan manipulasi. Pengecekan manipulasi dilakukan dengan menentukan skor jawaban subyek atas pertanyaan yang diberikan, jika subyek menjawab dua pertanyaan pada bagian uji presetasi dengan benar maka subyek dinyatakan lolos pengecekan manipulasi.

4. Melakukan uji hipotesis dengan uji beda rata-rata (independent t-test) untuk hipotesis pertama dan kedua, serta two-way anova untuk hipotesis ketiga.

5. Analisis tambahan dari hasil pengujian two-way anova dengan melihat mean skor tingkat kepatuhan masing-masing sel dan membandingkan nilai signifikansi pada matriks hasil interaksi antara pengetahuan wajib pajak tentang tax amnesty berulang dan pengaruh norma sosial untuk melihat konsistensi matriks eksperimen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik demografi partisipan yang meliputi usia, jenis kelamin dan indeks prestasi kumulatif dapat dilihat dari tabel 3. Melalui tabel tersebut diketahui jika karakteristik demografi partisipan dalam penelitian ini cukup bervariasi. Rentang usia partisipan antara 18 hingga 23 tahun dengan partisipan paling banyak berusia 20 tahun. Sebanyak 73,1% partisipan berjenis kelamin perempuan dan mayoritas partisipan memiliki indeks prestasi diatas 3,00.

Tabel 3. Karakteristik Partisipan

Karakteristik Demografi

Jumlah Partisipan

Jenis Kelamin

Indeks Prestasi Kumulatif

Partisipan dalam penelitian ini terdiri atas 119 mahasiswa yang terbagi ke dalam 4 sel. Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah partisipan untuk semua sel hampir sama. Melalui tabel tersebut juga dapat diketahui hasil dari pengecekan manipulasi yang dilakukan melalui uji pemahaman atas peran dan situasi yang dihadapi oleh subyek penelitian. Subyek dinyatakan lolos manipulasi jika dapat menjawab minimal dua dari tiga pertanyaan yang disajikan dengan benar. Dengan demikian, 100% subyek dalam masing-masing sel yang mengikuti eksperimen dinyatakan lolos manipulasi.

Tabel 4. Sebaran Subyek Penelitian dan Pengecekan Manipulasi

Sel Kemungkinan adanya

Jumlah partisipan tax amnesty berulang

Pengaruh norma sosial

Jumlah

terhadap wajib pajak

partisipan

lolos manipulasi

1 2 3 4 1 Tahu

29 100 2 Tahu

Lingkungan Patuh

30 100 3 Tidak Tahu

Lingkungan Tidak Patuh

29 100 4 Tidak Tahu

Lingkungan Patuh

Lingkungan Tidak Patuh

Total Jumlah Partisipan

Dalam penelitian eksperimen, hal pertama yang perlu dipastikan adalah kefektifan randomisasinya. Oleh sebab itu, guna memastikan kefektifan randomisasi, masih perlu adanya pengujian statistik yang lebih lanjut. Suatu randomisasi dianggap efektif jika tidak ada pengaruh karakteristik demografi terhadap variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak. Pengujian statistik guna melihat hasil dilakukan dengan One Way ANOVA dan hasil pengujian tersebut disajikan pada tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Hasil Pengujian Randomisasi Karakteristik Demografi Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel Independen

Jenis Kelamin

Indeks Prestasi Kumulatif

Berdasarkan hasil pengujian One Way ANOVA dalam tabel 5, diketahui jika tidak terdapat pengaruh karakteristik demografi baik dari sisi usia, jenis kelamin dan indeks prestasi kumulatif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal tersebut terlihat dari tingkat signifikansi dari semua variabel karakteristik demografi yang berada diatas 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian antar sel penelitian nantinya benar-benar dikarenakan oleh adanya manipulasi yang diberikan pada masing-masing sel dan bukan akibat dari perbedaan karakteristik demografi subyek penelitian. Dengan kata lain, variabel yang berpotensi mengganggu hubungan antara variabel independen (pengetahuan tax amnesty berulang dan pengaruh norma sosial terhadap wajib pajak) dengan variabel dependen (kepatuhan pajak) sudah dapat dikontrol.

Pengujian manipulasi lebih lanjut perlu dilakukan untuk memastikan bahwa partisipan sudah menerima manipulasi dengan baik. Melalui pengujian independent sample t-test, dapat diketahui keberhasilan manipulasi pengetahuan wajib pajak mengenai kemungkinan adanya tax amnesty di periode yang akan datang dan pengaruh norma sosial terhadap keputusan kepatuhan wajib pajak. Skor pengetahuan tax amnesty berulang dari sel 1 dan 2 (tahu adanya tax amnesty ) akan dibandingkan dengan sel 3 dan 4 (tidak tahu adanya tax amnesty), sedangkan skor pengaruh norma sosial terhadap kepatuhan wajib pajak dari sel 1 dan 3 (pengaruh lingkungan patuh) dibandingkan dengan sel 2 dan 4 (pengaruh lingkungan tidak patuh). Hasil statistik pengujian manipulasi terlihat dalam tabel 6 berikut.

Tabel 6. Hasil Pengujian Manipulasi Pengetahuan Kemungkinan Tax Amnesty dan Pengaruh Norma Sosial

Varibel Rerata Sig

Pengetahuan Kemungkinan Tax Tahu 74,23 Amnesty berulang

46,16 Pengaruh Norma Sosial

Tidak Tahu

Lingkungan Patuh

56,06 Keterangan: * signifikan pada α 5%

Lingkungan Tidak Patuh

Tampak pada tabel 6 perbedaan skor antar kelompok eksperimen berdasarkan pengetahuan kemungkinan adanya tax amnesty di periode kedepan dan pengaruh norma sosial terhadap keputusan kepatuhan. Skor kelompok yang tahu adanya tax amnesty di Tampak pada tabel 6 perbedaan skor antar kelompok eksperimen berdasarkan pengetahuan kemungkinan adanya tax amnesty di periode kedepan dan pengaruh norma sosial terhadap keputusan kepatuhan. Skor kelompok yang tahu adanya tax amnesty di

Analisis Data

Efek utama dalam penelitian eksperimen ini dapat dilihat dari pengetahuan kemungkinan adanya tax amnesty (H1 dan H2). Perbedaan kepatuhan pengetahuan penerapan tax amnesty dapat diketahui dengan membandingkan skor kepatuhan yang tahu adanya tax amnesty (sel 1 dan sel 2) dengan yang tidak tahu adanya tax amnesty berulang (sel 3 dan sel 4). Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada tabel 7 diketahui jika terdapat perbedaan rata-rata skor kepatuhan antara wajib pajak yang tahu dan yang tidak tahu adanya penerapan tax amnesty berulang. Rata-rata skor kepatuhan wajib pajak yang tidak tahu adanya tax amnesty adalah 70,91 dimana nilai tersebut lebih tinggi daripada wajib pajak yang tahu adanya tax amnesty berulang dengan rata-rata skor kepatuhan hanya bernilai 56,23. Dengan nilai signifikasi 0,000 yang berada dibawah 0,05 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak yang tidak tahu dengan yang tahu atas penerapan tax amnesty berulang, maka hipotesis pertama dapat diterima. Dengan demikian dapat dikatakan jika wajib pajak yang tidak tahu penerapan tax amnesty berulang akan menghasilkan kepatuhan yang secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan wajib pajak yang tahu.

Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis

Hipote Rerata Tingkat sis

Variabel

Kepatuhan Sig

Pengetahuan Adanya Tax Tahu 56,23 1

0,000* Amnesty Berulang

Tidak Tahu

70,20 2 Pengaruh Norma Sosial

Lingkungan Patuh

57,39 Interaksi

Lingkungan Tidak Patuh

61,72 3 Adanya

Pengetahuan Tahu-Lingkungan Patuh

50,93 Berulang dan Pengaruh Tidak Tahu-Lingkungan Patuh

Tax Amnesty Tahu-Lingkungan Tidak Patuh

78,68 0,000* Norma Sosial

Tidak Tahu-Lingkungan Tidak Patuh

Keterangan: * signifikan pada α 5%

Sementara itu, guna mengetahui efek utama pengaruh norma sosial maka dilakukan pembandingan skor kepatuhan wajib pajak yang memiliki pengaruh lingkungan patuh (sel 1 dan 3) dengan yang berpengaruh lingkungan tidak patuh (sel 2 dan 4). Hipotesis kedua menyatakan jika lingkungan sosialnya memiliki sikap patuh akan menghasilkan tingkat kepatuhan yang tinggi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hasil pengujian menggunakan independent sample t-test pada tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata skor kepatuhan wajib pajak yang memiliki lingkungan sosial yang patuh yaitu 70,20 yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor kepatuhan wajib pajak yang memiliki lingkungan sosial yang tidak patuh yakni hanya 57,39. Dengan nilai signifikasi 0,001, berarti hipotesis kedua dapat diterima pada signifikansi α =5%, sehingga wajib pajak yang memiliki pengaruh lingkungan patuh akan menghasilkan kepatuhan yang lebih tinggi daripada wajib pajak yang memiliki lingkungan yang tidak patuh dan perbedaan kepatuhan wajib pajak untuk patuh berdasarkan lingkungan tersebut signifikan.

Berdasarkan hasil pengujian diatas juga dapat diketahui hasil interaksi antara variabel pengetahuan terhadap tax amnesty berulang dan pengaruh norma sosial terhadap kepatuhan wajib pajak. Dalam kondisi wajib pajak yang tidak tahu adanya penerapan tax amnesty berulang, wajib pajak yang memiliki pengaruh lingkungan yang patuh diharapkan akan memiliki kepatuhan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kelompok wajib pajak lainnya. Rata-rata skor kepatuhan pada wajib pajak yang tidak tahu adanya penerapan tax amnesty berulang dan wajib pajak yang memiliki pengaruh lingkungan yang patuh menghasilkan nilai yang paling tinggi yakni 78,68, sementara wajib pajak yang tahu adanya tax amnesty berulang dan wajib pajak yang memiliki pengaruh lingkungan yang tidak patuh memiliki skor kepatuhan yang paling rendah yaitu 50,93. Melalui pengujian interaksi menggunakan two way anova diperolah tingkat signifikansi 0,000 sehingga hipotesis ketiga dalam penelitian ini dapat diterima pada signifikansi α =5%. Rerata skor kepatuhan wajib pajak yang berada dalam sel 3 (tidak tahu adanya tax amnesty berulang dan memiliki pengaruh lingkungan yang patuh terhadap sistim pajak) paling tinggi dibandingkan sel-sel lainnya.

Tabel 8. Hasil Pengujian Perbedaan Kepatuhan Antar Sel

Interaksi Pengetahuan Tax Amnesty-Lingkungan Sosial Koefisien Sig Sel 1 Tahu-Lingkungan

0,139 Patuh

Sel 2 Tahu-Lingkungan Tidak Patuh

Sel 3 Tidak Tahu-Lingkungan Patuh

0,980 Sel 2 Tahu-Lingkungan

Sel 4 Tidak Tahu-Lingkungan Tidak Patuh

-10,79 0,139 Tidak Patuh

Sel 1 Tahu-Lingkungan Patuh

Sel 3 Tidak Tahu-Lingkungan Patuh

-12,71 0,052** Sel 3 Tidak Tahu-

Sel 4 Tidak Tahu-Lingkungan Tidak Patuh

0,005* Lingkungan Patuh

Sel 1 Tahu-Lingkungan Patuh

Sel 2 Tahu-Lingkungan Tidak Patuh

0,015* Sel 4 Tidak Tahu-

Sel 4 Tidak Tahu-Lingkungan Tidak Patuh

0,980 Lingkungan Tidak

Sel 1 Tahu-Lingkungan Patuh

0,052** Patuh

Sel 2 Tahu-Lingkungan Tidak Patuh

-15,04 0,015* Ket : *signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10%

Sel 3 Tidak Tahu-Lingkungan Patuh

Signifikansi perbedaan kepatuhan antar sel dalam eksperimen ini terlihat pada tabel 8 diatas. Berdasarkan tabel tersebut terlihat jika kepatuhan antara sel 3 dan sel-sel lainnya (sel

1, 2 dan 4) berbeda secara signifikan. Artinya, kepatuhan wajib pajak yang berada dalam kondisi tidak tahu penerapan tax amnesty berulang dan memiliki pengaruh lingkungan yang patuh pajak berbeda dengan kepatuhan wajib pajak yang berada dalam kondisi lainnya. Menurut rata-rata skor kepatuhan (tabel 8) terlihat bahwa wajib pajak yang tidak tahu penerapan tax amnesty berulang dan memiliki pengaruh lingkungan yang patuh pajak ternyata menghasilkan derajat patuh yang paling tinggi.

Disisi lain, ternyata tidak ada perbedaan kepatuhan yang signfikan bagi wajib pajak yang tahu adanya tax amnesty berulang dan memiliki pengaruh lingkungan yang patuh (sel 1) dengan wajib pajak pada sel 4 yang tidak tahu adanya tax amnesty berulang dan memiliki pengaruh lingkungan yang tidak patuh (sig 0,980 > 0,05). Kepatuhan wajib pajak yang berada pada sel 2 yakni wajib pajak yang tahu adanya tax amnesty berulang dan memiliki pengaruh lingkungan yang tidak patuh juga ternyata berbeda dengan kepatuhan wajib pajak yang berada pada sel lainnya. Menurut rata-rata skor kepatuhan wajib pajak dalam penelitian ini yang dapat dilihat pada tabel 8, kepatuhan wajib pajak yang tahu dan berpengaruh lingkungan tidak patuh memiliki derajat yang paling rendah.

Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama diketahui bahwa wajib pajak yang

tidak mengetahui pelaksanaan tax amnesty berulang memiliki sikap patuh yang tinggi terhadap pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian (Alm 1998) yang mengatakan bahwa amnesti pajak dapat mengurangi kepatuhan jika pembayar pajak yang jujur membenci tidak mengetahui pelaksanaan tax amnesty berulang memiliki sikap patuh yang tinggi terhadap pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian (Alm 1998) yang mengatakan bahwa amnesti pajak dapat mengurangi kepatuhan jika pembayar pajak yang jujur membenci

Meskipun beberapa penelitian membuktikan bahwa adanya pengampunan pajak akan berimplikasi pada meningkatnya kepatuhan wajib pajak (Ngadiman dan Huslin, 2015; Puspareni, Purnamawati dan Wahyuni, 2017) namun jika penerapan pengampunan pajak dilakukan berulang maka akan menimbulkan ketidakpatuhan. Amnesti pajak yang dilakukan sekali saja dan didukung oleh mekanisme sanksi yang lebih ketat dapat memfasilitasi kemauan membayar pajak. Gerger (2012) berpendapat bahwa amnesti mengurangi kepatuhan pajak pasca amnesti, karena pengenalan terhadap amnesti meningkatkan ekspektasi wajib pajak pada amnesti berulang. Alasan terpenting dalam menentang tax amnesty berulang adalah karena hal itu bertentangan dengan prinsip keadilan.

Ketika otoritas pemerintah membahas pengenalan amnesti pajak, mereka harus secara khusus menekankan bahwa bukan tujuan mereka untuk membiarkan orang melarikan diri tanpa sanksi yang pantas. Sebagai gantinya, mereka harus mengkomunikasikan bahwa wajib pajak yang menggunakan fasilitas amnesti pajak harus membayar sebagian hutang mereka dan menunjukkan kemauan untuk membayar semua pajak mereka dengan jujur di masa mendatang. Melalui amnesti pajak orang-orang yang sebelumnya menghindari pajak diberi kesempatan untuk kembali patuh, yang pada akhirnya menguntungkan semua pembayar pajak (Rechberger, et al. 2010).