TERJADINYA PERANG KOREA 1950 1953 DAN HU

TERJADINYA PERANG KOREA (1950—1953) DAN HUBUNGAN KOREA
UTARA DAN KOREA SELATAN HINGGA 2013
Latar Belakang Perang Korea
Setelah berakhirnya Perang Dunia II muncul persaingan-persaingan baru antara Blok
Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet) yang lebih dikenal dengan sebutan
“Perang Dingin”. Adapun negara-negara yang telah menjadi korban akibat dari Perang Dingin
diantaranya:
1. Vietnam, yang terpecah menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan
2. Jerman, terpecah menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur
3. Korea, terpecah menjadi Korea Selatan dan Korea Utara
Dalam perjanjian Yalta pada tahun 1945 disebutkan bahwa, Uni Soviet akan
mengumumkan perang kepada Jepang setelah Perang di Eropa selesai. Dimana pasukan Uni
Soviet akan menyerang Jepang melalui Semenanjung Korea. Pada tanggal 8 Agustus 1945, Uni
Soviet melancarkan serangannya terhadap pasukan Jepang lewat Semenanjung Korea hingga
mencapai garis batas 38º LU. Selama enam hari peperangan Uni Soviet keluar sebagai
pemenang, tepatnya pada tanggal 14 Agustus 1945 pasukan Jepang menyerah kepada sekutu
dengan ketentuan pasukan Jepang yang berada disebelah Utara garis 38º LU menyerah kepada
Uni Soviet, sedangkan pasukan Jepang yang berada disebelah Selatan garis 38º LS menyerah
kepada Amerika Serikat. Hal inilah yang menjadi dasar pembagian Korea, sehingga garis batas
38º Lintang Utara (LU), menjadi garis batas demarkasi antara Korea Utara dan Korea selatan.
Sebab-sebab Umum

a. Adanya persaingan ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Salah satu dampak Perang Dunia II adalah adanya Perang Dingin, yakni pertentangan
antara Blok Barat dibawah komandan Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni
Soviet. Pihak Korea Selatan yang berada dibawah pengaruh Amerika Serikat mengembangkan
paham liberal-kapitalis, sedangkan Korea Utara dibawah pengaruh Uni Soviet mengembangkan
paham sosialis-komunis.
b. Pembagian wilayah korea menjadi dua bagian
Setelah Perang Dunia II berakhir, Korea menjadi daerah yang dipersengketakan. Dimana
beberapa hari sebelum Jepang menyerah pada tanggal 10 Agustus 1945, Amerika Serikat dan

Uni Soviet akan menerima tawanan-tawanan perang Jepang yang berada didaerah Korea.
Keputusan ini didasarkan pada Perjanjian Potsdam 1945, yaitu membagi Korea menjadi dua
bagian dengan batas wilayah 38º Lintang Utara, menyerah kepada Amerika Seikat dibawah
pimpinan Letnal Jenderal John R. Hogde. Sedangkan pasukan Jepang yang berada disebelah
Utara garis 38º Lintang Utara, menyerah kepada Uni Soviet dibawah pimpinan kolonel Jenderal
Ivan M. Christyalov.
Pihak Amerika Serikat dan Uni Soviet sebenarnya tidak menjadikan garis tersebut
sebagai garis demarkasi antara Korea Utara dan Korea Selatan, melainkan garis tersebut hanya
merupakan batas wilayah untuk menerima tawanan-tawanan Jepang pasca Perang Pasifik.
Namun, pada akhirnya garis tersebut berubah fungsi menjadi garis demarkasi antara pertahanan

Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dengan demikian, pembagian wilayah Korea enjadi dua bagian
ini menjadi suatu garis pertikaian antara dua kekuatan. Dilain pihak, secara tidak langsung hal ini
mengahalangi cita-cita bangsa Korea untuk menjadi bangsa yang merdeka dan bersatu.
c. Tidak adanya kesepakatan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet tentang pembentukan Korea
Utara.
Pada bulan Desember 1945 diadakan konferensi para menteri luar negeri di Moskow,
konferensi ini diadakan sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Potsdam. Dalam konferensi tersebut
memperoleh atau menghasilkan kesepakatan antara Amerka Serikat, Uni Soviet dan Inggris yang
menyatakan akan membentuk pemerintahan Korea yang demokratis. Pemerintahan ini
merupakan pemerintahan perwakilan Internasional yang akan berlangsung selama lima tahun,
dimana dalam pemerintahan perwakilan tersebut pasukan-pasukan Amerika Serikat maupun Uni
Soviet ikut serta didalamnya (joint Commission).
Pelaksanaan pemerintahan perwakilan Internasional ternyata tidak dapat diwujudkan,
karena tidak adanya kesepakatan antara amerika serikat dan uni soviet. Masalah korea kemudian
dibawa ke sidang sidang umum PBB. Pada tanggal 14 November 1947, sidang umum PBB
memutuskan untuk membentuk komisi yang disebut “United Nations Temporary Commission on
Korea” (komisi Sementara PBB untuk Korea). Dari hasil sidang tersebut menyarankan agar
selambat-lambatnya pada tanggal 13 Maret 1948, di Korea diadakan pemilihan umum untuk
memilih wakil-wakil rakyat Korea. Tugas dari komisi Sementara PBB untuk korea antara lain:
1) Mengadakan pengawasan keberlangsungan pemilihan umum


2) Mengadakan pembicaraan dengan para wakil rakyat hasil pemilihan umum untuk merundingkan
umum untuk merundingkan masalah kemerdekaan Korea.
Kemudian setelah wakil Korea terpilih, maka PBB kemudian mengajukan rencana antara
lain:
1) Membentuk dewan Nasional
2) Mendirikan pemerintahan Korea yang merdeka.
Sesudah pemerintahan Korea terbentuk maka tentara pendudukan akan ditarik mundur.
Korea selatan dan Amerika Serikat dapat menjalankan rencana tersebut, sebab rencana itu pada
dasarnya merupakan siasat dari Amerika Serikat sendiri yang mendominasi dalam PBB. Akan
tetapi, Uni Soviet menolak hal tersebut dan mengusulkan, bahwa tentara pendudukan akan
ditarik mundur terlebih dahulu, dan baru kemudian mendirikan pemerintahan Korea merdeka.
Dengan demikian, korea menjadi ajang pencaturan politik dan militer antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet. Selanjutnya masing-masing pihak akhirnyamembentuk pemerintahan baru di
Korea, yaitu:
1) Pada tanggal 15 Agustus 1948 Amerika Serikat membentuk Republik Korea (Korea Selatan)
beribu kota di Seoul, dengan Syngman Rhee sebagai Presiden pertama.
2) Pada tanggal 9 September 1948 Uni Soviet membentuk Republik Demokrasi Rakyat Korea
(Korea Utara) beribu kota di Pyongyang, dengan Kim II sung sebagai Presiden pertamanya
(Agung Leo S, 2012:134)

Sebab-sebab Khusus
Pada bulan desember 1948, sidang umum PBB mengesahkan laporan tentang hasil-hasil
pemilihan di Korea Selatan. Sidang menyatakan bahwa pemerintahan Korea Selatan adalah satusatunya pemerintahan yang sah. Selain itu juga diputuskan terbentuknya komisi baru Korea
yakni Commission on Korea (Komisi tentang Korea), tugas dari komisi ini antara lain:
1) Mengambil alih komisi sementara PBB di Korea
2) Mencoba mengadakan penyatuan Korea
3) Mengadakan penyelidikan penarikan pasukan pendudukan di Korea.
Dengan adanya keputusan tersebut, Korea Utara semakin membenci Korea Selatan dan
Amerika Serikat. Korea Utara merasa hak-haknya tidak diakui PBB. Dengan demikian, Uni
Soviet terus mendukung Korea Utara untuk mendapatkan hak-haknya dan mendapatkan wilayah
Korea seluruhnya dengan jalan kekerasan atau peperangan (Agung, 2012: 135).

Jalannya Perang Korea
Perang Korea dari tanggal 25 Juni 1950—27 Juli 1953, adalah sebuah konflik antara
Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga disebut “Perang yang dimandatkan” (bahsa
Inggris proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat
Tiongkok dan Uni Soviet (juga anggota PBB) (Hendarsah, 2007: 96) dan (Iqbal, 2010: 81).
Berbagai cara telah diupayakan oleh Korea Utara hingga akhirnya mengambil keputusan
dengan cara kekerasan atau peperangan. Pengumuman perang disiarkan ke sluruh kota melalui
radio Pyongyang. Pada hari minggu pukul 4, 25 Juni 1950, Korea Utara menyerang Korea

Selatan (Montefiore, 2011: 751). Serangan tersebut sangat mengejutkan Korea Selatan sehingga
terlihat Korea Utaralah yang memenangkannya. Serangan ditujukan ke Ibukota Seoul, namun
karena cuaca buruk, yang berhasil diduduki hanya Kota Chuchon, Ongjin dan Kaesong yang
merupakan kota penting di Korea Selatan.
Kota Seoul baru dapat diduduki oleh pasukan Korea Utara setelah tiga hari perang
berlangsung yaitu pada tanggal 28 Juni 1950 (lihat gambar 2.1). Dengan direbutnya Seoul,
berarti pihak Utara telah berhasil menguasai 50-80 mil2 wilayah teritorial Korea Selatan, 12 kota
dan 5 ribu desa dalam jangka waktu empat hati (Agung, 2012: 135). Karena hal tersebut,
Presiden Syngnam Rhee beserta staf pemerintahannya meninggalkan Seoul dan memindah
pemerintahan ke Taejon.
Perang Korea tidak hanya sebatas perang antara Korea Utara dan Korea Selatan. Namun,
dibelakang negara tersebut ada sekutu masing-masing yang membantu jalannya Perang. Amerika
Serikat mengetahui jika di belakang Korea Utara ada Uni Soviet, sehingga AS memutuskan
untuk membantu Korea Selatan. Dengan posisi Amerika dalam Dewan Keamanan PBB,
Amerika mengusulkan kepada DK PBB untuk bersidang membicarakan Korea. PBB
mengadakan sidang dan menghasilkan resolusi PBB yang antara lain berisi sebagai berikut.
1) Mendesak Korea Utara agar segera menghentikan perang dan menarik mundur pasukanpasukannya sampai garis batas 38° Lintang Utara.
2) Memberikan sanksi kepada Korea Utara apabila pihak Korea Utara tidak memperdulikan
desakan tersebut, maka PBB dengan para anggotanya akan membantu Korea Selatan.
Pada 27 Juni, Presiden Truman memerintahkan kepada Angkatan Udara dan Angkatan

Laut Amerika Serikat untuk memberi perlindungan kepada pasukan Korea Selatan. Amerika

Serikat berkosentrasi di Semenanjung Jepang Pulau Jepang. Strategi militer yang dilakukan oleh
Presiden Truman membuat bendungan dengan pasukan-pasukan yang cukup kuat. Presiden
Truman mengerahkan pasukan-pasukan Amerika Serikat yang berada di Timur Jauh yaitu di
Jepang, di bawah komando Douglas MacArthur diperintahkan untuk mengadakan blokade di
seluruh pantai Korea. Pemerintah Cina di Taiwan diminta menghentikan operasinya di daratan
Cina, serta bantuan-bantuan militer kepada pemerintah Filipina dan Angkatan Perang Perancis di
Indocina ditingkatkan.
Menurut Agung (2012: 137), menyatakan bahwa hingga bulan Agustus 1950, pihak
Korea masih tetap unggul, karena hal berikut.
1) Korea Utara dan Uni Soviet mampu membuat rakyat Korea Selatan bersimpati.
2) Logistik pihak Korea Utara terpencar, sehingga sulit dihancurkan dan lebih lama dapat bertahan.
3) Pihak Korea Utara mengadakan penyusupan dan penyamaran yang sangat rapi untuk
melemahkan pihak Selatan.

Gambar 2.1 Ekspansi Korea Utara ke Korea Selatan Juni-Agustus 1950
Sumber: (http://dwikisetiyawan.wordpress.com/tag/ saemaul-undong/)
Selama tiga bulan (Juni, Juli, Agustus) pihak Selatan mengalami kekalahan, maka untuk
menghindari agar Semenanjung Korea tidak jatuh ke pihak Utara, pihak Selatan membuat

strategi baru yang disebut “Pertahanan PBB”. Pertahanan tersebut dipusatkan di Pusan, dan
dikenal dengan nama “Pusat Parameter”. Daerah penting lain selain Pusan adalah Taegu.
Mulai september 1950, keunggulan menjadi milik Korea Selatan dengan berhasil
direbutnya Seoul pada 26 September 1950 di bawah pimpinan Jenderal MacArthur. Keberhasilan
tersebut menjadi dorongan moral bagi pihak Selatan sehingga dapat melampaui garis batas 38°
Lintang Utara. Kekalahan pihak Utara tersebut juga merupakan kekalahan Uni Soviet dan

membuat RRC yang merupakan sekutu Uni Soviet membantu pihak Utara sebagai tetangga
baiknya dari serangan imperialis. Setelah memukul balik tentara Korea Utara dari garis lintang
38 derajat, tentara koalisi Amerika di bawah payung PBB mendekati Sungai Yalu yang
berbatasan dengan Tiongkok. Mac Arthur menjanjikan kepada pasukan koalisi untuk merayakan
Natal dengan keluarga masing-masing karena perang akan berakhir dan Korea akan bersatu dan
demokratis (Widyatmadja, 2005: 169).
Namun, bukan Natal yang mereka rayakan, tetapi usungan peti jenazah mendatangi
keluarga tentara Amerika karena Korea Utara kembali melakukan perlawanan. Dengan bantuan
RRC, Korea Utara kembali meraih kemenangan. RRC punya persiapan yang matang karena telah
terlebih dahulu mempelajari peta perang korea sehingga dapat mengusir pasukan PBB dari
Pyongyang untuk kembali ke Selatan. Karena perang Korea juga merupakan perang antara
Amerika dan Uni Soviet, maka Amerika pun tidak tinggal diam dengan ikut campurnya RRC.
Sehingga menurut Suko dalam Agung (2012: 139) menyatakan bahwa Jenderal MacArthur

memberikan wewenang kepada Jenderal Matthew B.Ridgway untuk melancarkan operasioperasi di Korea.
Jenderal Mattew juga diserahi menggunakan personel tentara VIII dan Korps X yang
berarti meliputi kekuatan darat PBB seluruhnya. Pasukan PBB terdiri dari 15 negara, yakni
Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia, Selandia Baru, Swedia, Thailand, Belanda, Belgia,
Kanada, Turki, Yunani, Afrika Selatan, India dan Filiphina. Situasi perang yang tidak
memungkinkan mendorong diadakannya perundingan dan gencatan senjata. Perang Korea pada
akhirnya membunuh 1 juta warga Korea, seperempat warga Cina, dan tiga puluh empat ribu
warga Amerika (Chang, 2009: 220). Menurut Iqbal (2010: 85) bahwa Amerika kehilangan
36.914 tentaranya, sementara Korea Selatan 415.005. Korea Utara menurut Departemen
Pertahanan AS, kehilangan 2 juta serdadunya. Ini adalah jumlah yang sangat besar untuk perang
tiga tahun.
Upaya Penyelesaian Perang Korea
Terjadi perang Korea (1950 - 1953) sebab Korea Utara menyerbu Korea Selatan dibantu
US dan RRC. PBB membentuk pasukan Internasional dan berhasil mengusir perang kembali ke
perbatasan 38o LU (Soepratignyo : 1999, 51). Maka selanjutnya diadakan sesbuah perundungan
untuk mencegah meluasnya perang. Pada 23 Juni 1951 Jacob Malik selaku wakil tetap Uni

Soviet di PBB, menyatakan bahwa bersedia mengadakan perundingan serta akan segera
mengirimkan wakil – wakilnya :
a) Perundingan Kaesong (10 Juni – 22 Agustus 1951)

Perundingan di Kaesong disetujui oleh pihak Korea utara maupun Korea selatan karena
disebabkan oleh kedua belah pihak memiliki masing – masing pendapat mengapa tempat
Kaesong disetujui sebagai tempat perundingan :
1. Pihak Korea Utara mempertimbangkan bahwa Kaesong terletak 20 mil di dalam garis
pertahanan mereka
2. Bagi pihak Korea Selatan dapat menimbulkan kesan bahwa mereka bersedia melaksanakan
perundingan.
Perundingan di Kaesong merupakan strategi bagi RRC untuk menghambat gerakan PBB
di Kaesong. Kaesong merupakan wilayah yang strategis dalam menentukan kemenangan melalui
garis Lintang 38o, namun perundingan yang berlangsung selama tiga bulan ini mengalami
kegagalan, disebabkan kedua belah pihak tidak dapat saling menghormati satu sama lain bahkan
saling menuduh satu sama lainnya. Kegagalan ini disebabkan tidak adanya kesepakatan tentang
garis demokrasi.
b) Perundingan di Panmunyom (25 Oktober – 27 Juni 1953)
Perundingan ini merupakan perungingan yang bersambung pada perundingan di Kaesong.
Dalam perundingan ini masalah garis demokrasi dibahas dan menjadi hangat. Pihak utara
mengusulkan garis demokrasi selebar 2 mil, selanjutnya daerah ini dijadikan daerah bebas
militer. Tentu saja dengan persetujuan pihak Korea Selatan. Artinya permasalahan pada
perundingan sebelumnya yaitu perundingan Kaesong sudah teratasu dan terselesaikan.
Perundingan selanjutnya adalah perundingan genjatan senjata.

c) Gencatan senjata
Pada tanggal 27 Juli 1953 diberlakukan genjatan senjata. Sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati sebelumnya, garis demakrasi militer yang memisahkan kedua belah pihak yang
telah ditentukan yaitu memanjang dari muara sungai Han. Dengan demikian, perang Korea
berakhir untuk sementara (sejak 1953 sampai sekarang) dalam situasi perang tanpa letusan
senjata. Dan keadaan kedua Negara dipecah menjadi dua yaitu Korea selatan dan Korea utara
dengan terpisahkan garis LU 38o.

Perang Korea yang berlangsung hingga 27 Juli 1953 memakan korban hampir tiga juta
orang tewas. Pada tanggal 8 Agustus 1953, pakta pertahanan bersama antara Korea Selatan dan
AS ditandatangani di Seoul oleh John Foster Dolies (Menlu AS) dan Syngman Rhee (Presiden
Republik Korea Selatan). Perjanjian ini memberikan perlindungan atas Korea Selatan oleh AS
apabila ada serangan dari luar (Songo, --:--)
Dampak dari Perang Korea Terhadap Kedua Negara dan Dunia
Perang Korea ternyata menimbulkan dampak yang cukup luas di dunia internasional. Hal
ini dikarenakan oleh berbagai sebab, antara lain:
1. Korea bekas daerah jajahan Jepang. Jepang merupakan negara fasis terbesar di Asia yang
menjadi kekuatan super dan mampu menjadi saingan bagi negara-negara imperialis Barat, seperti
Inggris, Amerika Serikat dan Uni Soviet Jepang yang berhasil menganeksasi Korea sejak 1910
menjadi sorotan dunia, karena Jepang dikategorikan penjahat perang setelah Jerman. Kekuata

Jepang di Korea merupakan suatu hal penting yang perlu diperhitungkan oleh negara-negara
besar di dunia.
2. Pasca perang dunia II yang ditandai dengan kekalahan Jepang, Korea telah jatuh ke tangan
Amerika Serikat, Uni Soviet dan RRC. Ketiga negara tersebut adalah negara kuat yang
mempunyai pengaruh dan peranan yang cukup besar di dunia, karena negara-negara di dunia
pada saat itu mempunyai ketergantungan pada mereka, khususnya kekuatan militer.
3. Keikutsertaan PBB, telah melibatkan anggotanya untuk menyelesaikan masalah Korea. Ini
berarti, Perang Korea telah pula menyeret negara-negara di dunia. Dengan demikian, Perang
Korea juga membawa dampak bagi dunia internasional (Agung, 2012: 142).
Dampak Perang Korea bagi dunia internasional, antara lain sebagai berikut:
1. Muncunya dua Negara adidaya, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet
Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah Negara besar yang rnendominasi dunia pasca
Perang Dunia II. Dengan kedudukannya di Korea telah mendapatkan tempat yang strategis di
Asia dalam upaya mencari dukungan di Asia dalam perluasan pengaruhnya.
2. Munculnya RRC sebagai kekuatan baru
Dalam perkembangan intnternasiona sedang mengalami polarisasi kekuatan Barat di
bawah komando Amerika Serikat dan kekuatan Timur di bawah pimpinan Uni Soviet, ternyata
lebih cenderung untuk menggabungkan diri pada kekuatan Timur. Dalam Perang Korea dengan

jelas RRC menyokong Korea Utara dan mengakibatkan perubahan fundamental politik di
kawasan Asia Pasifik.
Perang Korea telah menunjukkan kekuatan RRC yang dapat menyaingi kekuatan militer
Amerika Serikat. Apabila Uni Soviet tidak mendapat bantuan militer dari RRC, Uni Soviet akan
mengalami kekalahan. Dengan adanya partner politik RRC-Uni Soviet sejak Perang Korea,
menambah kokohnya pertahanan komunis khususnya di Asia. Sebaliknya, dekatnya hubungan
Uni Soviet dan RRC, mengakibatkan putusnya hubungan diplomatik Amerika Serikat-RRC.
RRC muncul sebagai kekuatan baru di Asia, menggantikan kedudukan Jepang yang telah
hancur. Didukung oleh jumlah penduduk yang besar, perkembangan industri dan pertanian; RRC
berhasil mengembangkan militernya. Keunggulannya dibanding dengan Negara-negara lain di
kawasan Asia dan peranannya yang besar dalam Perang Korea, inilah yang mengubah RRC
menjadi kekuatan baru di Asia.
Melihat partnership RRC-Uni Soviet, Presiden Truman memutuskan untuk menerapkan
politik pembendungan komunis. Selain itu, Amerika Serikat mengadakan perubahan secara
fundamental terhadap Jepang yang dapat digunakan Sebagai benteng utamanya di Asia. Bahkan
Jepang diizinkan untuk membentuk pasukan bela diri, dimaksudkan agar dapat menangkal
meluasnya pengaruh komunis.
Perkembangan komunis di Asia terutama ditujukan pada RRC bukannya Uni Soviet,
karera RRC adalah negara yang berada di kawasan Asia, sehingga lebih banyak memahami
seluk-beluk Negara-negara di sekitarnya. Dengan demkian, posisi RRC di Asia lebih berbahaya
dibandingkan Uni Soviet di Eropa.
3. Munculnya pertahanan bersama
Untuk menjaga keamanan dan pertahanan seteteh Perang Korea, dan untuk membendung
perkembangan komunis secara intensif, menyadarkan negara-negara di dunia membentuk
pertahanan bersama dengan kepentingan yang berbeda. Secara kongkret pertahanan bersama
yang muncul setelah Parang Korea adalah South East Asia Treaty Organization (SEATO) yang
didirikan pada 1954 dengan anggota Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, Selandia Baru,
Filipina, Thailand, Pakistan dan Korea Selatan. Pertahanan bersama ini merupakan satah satu
upaya pembendungan komunisme di Asia .
Dari uraian di atas, ternyata Perang Korea baik langsung maupun tidak langsung telah
membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah menyadarkan seluruh negara di

kawasan Asia-Afrika untuk mewujudkan menjadi suatu negara yang merdeka lepas dari campur
tangan asing. Sedangkan dampak negatifnya, Perang Korea telah memecah bangsa menjadi dua
negara yang berbeda dengan paham yang berbeda pula. Di samping itu, Perang Korea telah
memperuncing persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur (Agung, 2012: 142-144).
Secara signifikan, dampak adanya Perang Korea ini dapat dibagi ke dalam 3 bagian,
yaitu:
1. Dampak Ekonomi kedua belah pihak (Utara dan Selatan)
Perang antar kedua pihak ini mengakibatkan hancurnya infrastruktur dan ekonomi
negara. Pada tahun 1970 ekonomi kedua belah pihak sempat seimbang, namun orientasi ekonomi
Korea Utara lebih memprioritaskan pada kepentingan militer dibanding dengan kebutuhan
rakyatnya sendiri. Korea Utara seringkali mengalami kekurangan makanan dan menyebabkan
tingginya tingkat kematian penduduk akibat kelaparan. Korea Utara seringkali meminta bantuan
dari luar negeri, tak terkecuali dari pihak Korea Selatan.
Berbeda halnya dengan Korea Selatan, mereka lebih menekankan pertumbuhan ekonomi
dengan liberalisasi pasar dan perdagangan, sehingga perindustrian dan kemajuan ekonomi Korea
Selatan maju dengan pesat dan menjadi salah satu Macan Asia.
2. Dampak Politik
Korea Selatan mengadopsi sistem politik yang demokratis, berbeda dengan sistem politik
di Korea Utara yang komunis-sentralistik. Dengan sistem demokrasi, maka pihak militer
meninggalkan perannya dari arena politik, sedangkan pihak Korea Utara lebih menekankan nilai
hierarki struktur keluarga sebagai pemimpin berikutnya.
3. Dampak Militer dan Keamanan
Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas sebelumnya, Korea Utara lebih menekankan
ekonomi dalam upayanya meningkatkan kapasitas militer dan nuklirnya. Dengan adanya sikap
dan pengaruh dari kepemilikan senjata nuklir ini, maka secara tidak langsung menyebabkan
instabilitas kawasan Asia Pasifik, terlebih dengan beberapa percobaan peluncuran nuklir Korea
Utara yang menurut data intelijen mampu menjangkau sebagian wilayah Amerika Serikat.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Perang Korea pada 25 Juni 1950-27 Juli
1953 ini adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga disebut
dengan "perang yang dimandatkan" antara Amerika- Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis
Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Perang ini dapat dikatakan sebagai

Perang saudara, meskipun banyak pihak yang terlibat secara tidak langsung di dalamnya. Korea
Utara, yang berbasis komunis, berusaha untuk menyatukan semenanjung Korea ke dalam satu
pemerintahan tunggal, yang telah terpisah semenjak 1948. Korea Utara didukung oleh Uni
Soviet, sementara Korea Selatan didukung oleh Amerika Serikat dan sekutunya (Kanada,
Australia, dan Britania Raya), meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah
bendera PBB.
Upaya-upaya rakyat Korea untuk mendirikan pemerintahan independen tidak terlaksana
karena pasukan Amerika serikat menduduki bagian selatan Semenanjung Korea, sedangkan
pasukan Uni soviet menguasai bagian Utara. Pada bulan november 1947, Majelis Umum
perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menyepakati sebuah revolusi yang meminta diadakannya
pemilihan umum di Korea di bawah pengawasan sebuah komisi PBB. Akan tetapi Uni soviet
menolak untuk mematuhi revolusi tersebut dan menolak masuknya komisi PBB ke bagian paruh
utara Korea. Majelis umum PBB kemudian membuat resolusi lain yang menunutut diadakannya
pemilihan umum di wilayah-wilayah yang bisa dimasuki oleh Komisi PBB. Pemilihan umum
pertama dilaksanakan pada tanggal 10 mei 1948, di wilayah-wilayah di sebelah garis lintang 38’.
Hasil dari Pemilu ini ialah Syng Man Rhee dipilih menjadi Presiden pertama Korea Utara.
Sementara itu disebelah utara garis lintang 38’ Kim il Sung dipiliah menjadi Presiden Korea
Utara. Garis 38’ inilah yang mambagi semenanjung Korea menjadi Korea Selatan dan Korea
Utara. (Jaro, 2008: 60). Kemudian Korea Selatan membentuk negara Republik Korea Selatan.
Sementara Korea Utara membentuk pemerintahan komunis Korea Utara. Perang Korea sendiri
merupakan konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang berlangsung mulai tanggal 25
juni 1950 sampai 27 juli 1953. Perang Korea (1950-1953) terjadi karena Korea Utara menyerbu
Korea Selatan dibantu US dan RRC (Soepratignyo, 1999: 51).
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, dan
Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman
Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata
tersebut. Namun demikian, ketegangan di semenanjung Korea masih terus membekas. Kerugian
besar diderita kedua belah pihak ketika perang dihentikan, 27 Juli 1953. Amerika kehilangan
36.914 tentaranya, sementara Korea Selatan 415.005. Korea Utara menurut Departemen
Pertahanan AS, kehilangan 2 juta serdadunya jumlah yang sangat besar untuk perang tiga tahun.

Hubungan Korea Utara dan Korea Selatan Hingga 2013
Konflik di semenanjung Korea berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat,
Republik Rakyat Tiongkok dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata.
Presiden Korea Selatan, Seungman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji
menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut ( Hendarsah, 2007: 100). Namun secara
resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini. Pihak Selatan selalu curiga terhadap
mereka di utara paralel 38°. Dan pihak Utara selalu menatap ke selatan dan berkeinginan
menyatukan rakyat Korea untuk menghadapi bersama musuh besar dari luar.
Setelah 1953, Korea Utara dan Korea Selatan dalam keadaan gencatan senjata. Pada
tahun-tahun setelahnya, bukan berarti tidak ada masalah, namun masih banyak konflik-konflik
kecil antar kedua belah pihak. Pada tahun 1994, Kim Jong-Il menggantikan ayahnya, Kim IlSung sebagai pemimpin baru Korea Utara. Pada tahun yang sama, Korea Utara setuju
menghentikan program nuklirnya dan memulai beberapa hubungan kerja sama dengan Amerika
Serikat. Ketika Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung, mulai berkuasa pada tahun 1998 ia
mengumumkan “Sunshine Policy” atau kebijakan sinar matahari, yaitu sebuah kebijakan yang
bertujuan meningkatkan interaksi antara kedua negara.
Pelunakan hubungan kedua negara terlihat pada tanggal 13—15 Juni tahun 2000, ketika
pertemuan tingkat tinggi antar Korea diadakan untuk pertama kalinya. “Sunshine Policy”
mendapatkan ujian pertama pada bulan Oktober 2002 ketika AS mengumumkan Korea Utara
telah memulai program rahasia senjata nuklir. Hal tersebut menyulut ketegangan antara AS dan
Korea Selatan denga Korea Utara.
Presiden Korea Selatan Roh Moo Hyun, dalam pidatonya tanggal 25 Februari 2003
berjanji akan membangun Korea Seatan menjadi “ pusat Asia Timur Laut” untuk meningkatkan
hubungan antar Korea dan memimpin Korea Selatan menuju era perdamaian dan kemakmuran
(Tanpa nama (Online), 2013). Pada tanggal 2—4 Oktober 2007 di Pyongyang, kembali diadakan
pertemuan tingkat tinggi antar Korea. Kedua kepala negara mendiskusikan tentang kemajuan
hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan, perdamaian di Semenanjung Korea dan
kesejahteraan rakyat Korea dan penyatuan Korea.
Pada 26 Maret 2010, Kapal Korea Selatan tenggelam, Korsel menaruh curiga pada Korut
hingga hubungan kedua negara memanas. Korea Utara menyatakan akan memutuskan semua
hubungan diplomatik dengan Korea Selatan. Hal itu dilakukan oleh Korea Utara sebagai

tindakan balasan atas sanksi yang diberikan terkait dengan tenggelamnya kapal angkatan laut
Korea Selatan (Pemita (Online), 2010). Selain itu Korea Utara juga akan menutup semua kantor
kerjasama Korea Utara-Selatan di pusat industrri, di kota perbatasan Kaesong. Langkah yang
selanjutanya akan diambil oleh Korea Utara adalah mendeportasi semua warga Korea Selatan
yang sedang bekerja di Korea Utara. Lebih jauh lagi, Korea Utara juga melarang kapal dan
pesawat Korea Selatan melintasi perairan daerah teritori Korea Utara.
Menyusul ketegangan yang terus terjadi antara dua negara karena Korea Utara terus
melakukan uji coba nuklir, dan peluncuran artileri dari Korea Utara yang menyebabkan kematian
dua warga sipil dan dua anggota militer Korea Selatan, pada November 2010, Kementrian
Penyatuan Korea Selatan secara resmi menyatakan bahwa ‘Sunshine Policy’ gagal, dan
membawa kepada berakhirnya kebijakan tersebut. Tanggal 1 Januari 2013, Kim Jong-Un
(menggantikan ayahnya yang meninggal, Kim Jong-Il) menyampaikan pesan tahun baru melalui
siaran televisi, menyerukan untuk membina hubungan lebih baik dengan Korea Selatan. Tapi
pada bulan Februari 2013, Korea Utara melakukan uji coba nuklir ke-3, yang dikatakan dua kali
lebih besar dibandingkan uji coba pada tahun 2009.
Pada tahun 2013, hubungan Korea Utara dan Korea Selatan kembali memanas karena
Kim Jong-Un memulai konflik dengan memprovokasi negara tetangga tersebut. Provokasi yang
dilakukan merupakan serangan altileri ke Korea Selatan yang pada akhirnya membuat suasana di
kawasan tersebut kembali tegang secara mendadak. Artileri Korea Utara pun berhasil
melumpuhkan sumber tenaga listrik di Pulau Yeonpyeong serta dua warga dilaporkan terluka.
Pihak militer Korea Selatan langsung menyatakan status siaga tinggi. Pemerintah Korea Selatan
langsung menggelar rapat mendadak. Mereka mengatakan akan mengambil tindakan tegas jika
Korea Utara melanjutkan provokasi. Di sisi lain, Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak,
menyerukan upaya untuk meredam aksi saling tembak. Militer Korea Selatan mengumumkan
satu tentara tewas, 13 luka-luka termasuk tiga orang luka berat.
Kesimpulan
Perang Korea disebabkan oleh adanya persaingan ideologi antara AS dan Uni Soviet,
pembagian wilayah menjadi dua bagian, dan tidak adanya kesepakatan antara AS dan Uni Soviet
tentang pembentukan Korea Utara. Sebab khususnya adalah adanya yang mengesahkan laporan
pemilihan di Korea Selatan. Korea Utara merasa hak-haknya tidak diakui PBB. Perang Korea

berlangsung antara tanggal 25 Juni 1950—27 Juli 1953. Perang tersebut bukan sekedar perang
antara Korea Utara dan Korea Selatan. Tetapi di balik Korea Utara ada Uni Soviet dan RRC,
sedangkan di balik Korea Selatan ada Amerika Serikat dan sekutu-sekutu PBB-nya. Korea Utara
sempat menguasai Seoul dan wilayah-wilayah Korea Selatan, namun Korea Selatan sempat
bangkit dan unggul. Pada akhirnya Korea Utara berhasil memukul mundur pasukan PBB ke
Selatan. Namun pada perang ini tidak ada pihak yang menang atau kalah, kedua negara samasama mengalami kerugian dan menewaskan banyak korban.
Perundingan-perundingan dilaksanakan sepanjang Perang Korea, namun tidak berhasil
meredam konflik tersebut. Hingga pada Juli 1953 terjadi kesepakatan gencatan senjata. Namun
konflik sebenarnya belum berakhir hingga saat ini. Hubungan kedua negara tetap memanas
dipicu provokasi dari pihak Utara.

jarah perang korea terjadi akibat pengaruh dari dua negara yang kuat pada saat itu, yakni
AS dan Uni Soviet yang masing-masing memiliki aliansi dan ingin menyebarkan paham mereka
masing. Salah satunya Korea Selatan dipengaruhi oleh paham liberalisme negara Amerikan,
Britania Raya, Kanada dan Australia sedangkan Korea Utara dipengaruhi oleh Uni Soviet dan
Republik Rakyat Cina yang perpaham Komunis.
Perang Korea ini sering disebut dengan banyak sebutan salah satunya adalah Perang
diamandatkan (Proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan negara-negara
Komunis Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina yang juga anggota PBB. Sekutu Korea Utara,
seperti Republik Rakyat Tiongkok, menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang
menyediakan penasihat perang dan pilot pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan
Tiongkok dan Korea Utara. Di Amerika Serikat konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisional di
bawah bendera PBB daripada sebuah perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan
kongres mengumumkan perang.
Di Amerika Serikat, perang ini secara resmi dideskripsikan sebagai aksi polisional karena
tidak adanya deklarasi perang resmi dari Kongres AS. Dalam bahasa sehari-hari, perang ini juga
sering disebut Perang yang Terlupakan dan Perang yang Tidak Diketahui karena dianggap
sebagai urusan PBB, berakhir dengan kebuntuan (stalemate), sedikitnya korban dari pihak AS,

dan kurang jelasnya isu-isu menjadi penyebab perang ini, bila dibandingkan dengan Perang
Vietnam dan Perang Dunia II.
Di Korea Selatan, perang ini biasa disebut sebagai Perang 6-2-5 (yuk-i-o jeonjaeng) yang
mencerminkan tanggal dimulainya perang pada 25 Juni. Sementara itu, di Korea Utara, perang
ini secara resmi disebut Choguk haebang chǒnjaeng ("perang pembebasan tanah air"). Perang
Korea juga disebut Chosǒn chǒnjaeng ("Perang Joseo", Joseon adalah sebutan Korea Utara untuk
tanah Korea).
Perang Korea secara resmi disebut Chao Xian Zhan Zheng (Perang Korea) di Republik
Rakyat Cina. Kata "Chao Xian" merujuk ke Korea pada umumnya, dan secara resmi Korea
Utara.Istilah Perang Korea juga dapat menyatakan pertempuran sebelum invasi maupun setelah
gencatan senjata dilakukan.

BAB II
PEMBAHASAN
1. SEJARAH KORE
Sejarah awal Korea berkisar di sekitar kerajaan kuno Choson yang muncul sekitar 2.300
tahun sebelum Masehi. Pada sekitar abad ke 2 sebelum Masehi, bangsa Cina mendirikan koloni
di daerah kerajaan tersebut. Namun, lima abad kemudian, bangsa Korea mengusir mereka keluar.
Sejak itu, muncul sebuah kerajaan, yaitu kerajaan Silla. Kerajaan Silla (668 – 935) membawa
puncak ilmu pengetahuan dan budaya yang besar. Akibat adanya kerusuhan yang terjadi di
dalam negeri pada abad ke 10, dinasti Silla jatuh dan digantikan oleh dinasti Koryo. Selama
periode kepemimpinan dinasti Koryo (935 – 1392, Korea mengalami banyak serbuan. Tentara
Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan menyerbu dan akhirnya menguasa Korea sehingga
Korea menjadi bagian kekaisaran Mongol.
Setelah runtuhnya Mongol pada akhir abad ke 14, berbagai golongan bangsawan dan
militer berusaha memegang kekuasaan di Korea . Akhirnya, seorang jenderal yang bernama Yi
Sung-Gy menghilangkan pemerintahan yang korup dan mendirikan dinasti Yi (1392 – 1910).
Kongfucuisme diperkenalkan sebagai agama resmi. Reformasi politik dan social dimulai. Ibu
kota negara dipindahkan dari Kaesong ke Seoul . Namun , Korea masih tetap terancam oleh Cina

dan Jepang. Kedua negara tersebut ingin menguasai Korea untuk memperluas wilayah mereka.
Setelah serangan yang gagal dari kepang pada tahun 1592 – 1598, Korea jatuh di bawah
kekuasaan Manchu dari utara. Beberapa abad berikutnya, Korea menutup diri dari pergaulan
dunia menjadi negara pertapa. Pada tahun 1800-an, Rusia, Jepang, dan Cina bersaing untuk
menguasai Korea . Setelah perang Rusia – Jepang pada tahun 1904 - 1905, Jepang bergerak ke
semenanjung Korea dan mendudukinya pada tahun 1910. Pada tahun 1919, penduduk Korea
mengadakan demonstrasi secara damai karena menginginkan kemerdekaan. Akan tetapi, polisi
Jepang membubarkannya, malah ada yang dibunuh dalam aksi tersebut.
Pada tahun 1945, di akhir perang dunia II, tentara Uni Soviet menduduki bagian utara
Korea sedangkan tentara Amerika di bagian selatan. Setelah membuat suatu perjanjian, Korea
dibagi sejajar dengan garis lintang 38˚. Pada bagian selatan berdirilah Republik Korea ,
sedangkan di daerah utara didirikan Republik Demokratik Rakyat Komunis. Pada tanggal 25
Juni 1950, tentara Korea Utara menyerang Korea Selatan dalam upaya menyatukan Korea
dibawah kekuasaan komunis. Korea Utara yang memakai persenjataan yang disediakan oleh Uni
Soviet menang atas Korea Selatan. Akan tetapi, atas bantuan PBB, Korea Selatan diselamatkan
atas kekalahan dan pertempuran pun diakhiri dengan gencatan senjata pada bulan Juli 1953.
Sejak saat itu, berbagai perundingan yang dilakukan untuk menyatukan Korea selalu gagal.
2. PEMISAHAN KOREA
Pada Konferensi Potsdam (Juli—Agustus 1945), Sekutu secara sepihak memutuskan
untuk membagi Korea tanpa melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini tidak
sesuai dengan Konferensi Kairo (November 1943), ketika Churchill, Chiang Kai-shek, dan
Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas dan merdeka.
Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (Februari 1945) mengizinkan Stalin membangun "zona
penyangga" Eropa — negara satelit yang berada di bawah Moskwa, sebagai balasan karena telah
membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan Jepang.
Pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea,
sebagaimana yang telah disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di paralel utara ke-38
selama 3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan Amerika Serikat di Selatan. Pada hari itu
pula, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi Jepang (15 Agustus), Amerika Serikat ragu Uni
Soviet akan mengakui peran mereka dalam "komisi bersama", perjanjian pendudukan Korea
yang disponsori Amerika Serikat. Sebulan sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan politik-

militer Amerika Serikat, Kolonel Dean Rusk dan Charles Bonesteel III membagi semenanjung
Korea menjadi dua di garis lintang 38 derajat setelah dengan terburu-buru (tiga puluh menit)
memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua pelabuhan.
Untuk menjelaskan mengapa zona demarkasi (paralel ke-38) terlalu selatan, Rusk
mengatakan, "bahkan meskipun perbatasan itu lebih ke utara daripada yang dapat secara realistis
dicapai oleh pasukan Amerika, dalam hal terjadi perselisihan Soviet... kami merasa penting
untuk menyertakan ibu kota Korea sebagai tanggung jawab pasukan Amerika," terutama ketika
"dihadapkan dengan kurangnya jumlah pasukan AS yang tersedia, juga faktor ruang dan waktu,
yang mengakibatkan sulitnya pasukan mencapai lebih jauh ke utara sebelum pasukan Soviet
sampai terlebih dahulu.” Pasukan Soviet setuju dengan demarkasi itu.
Dengan berkuasanya pemerintahan militer, Jenderal John R. Hodge secara langsung
mengontrol Korea Selatan (USAMGIK 1945–48). Ia memperkuat kontrolnya dengan cara:
pertama, mengembalikan kekuasaan administrator-administrator kunci kolonial Jepang dan juga
polisi kolabolatornya; kedua menolak pengakuan USAMGIK terhadap Republik Rakyat Korea
(Agustus–September 1945)—pemerintahan sementara Korea yang mulai berkuasa di
semenanjung Korea—karena dianggap sebagai komunis. Kebijakan AS, yang menolak
pemerintahan populer di Korea, menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan mengakibatkan
munculnya Perang Saudara Korea. Pada 3 September 1945, Letnan Jendral Yoshio Kozuki,
komandan, Tentara Wilayah ke-17 Jepang, menghubungi Hodge, mengatakan bahwa tentara
Soviet mulai bergerak ke arah selatan lintang 38 derajat di Kaesong. Hodge mempercayai
keakuratan informasi itu.
Pada Desember 1945, Korea di bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui
Konferensi Menteri Luar Negeri Moskwa (Oktober 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak
Korea. Komisi tersebut memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima tahun di
bawah kepemimpinan dewan perwalian. Rakyat Korea marah dan memulai revolusi di Selatan,
beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat senjata untuk menahannya, USAMGIK
melarang demonstrasi (8 Desember 1945) dan mencabut perlindungan hukum terhadap
Pemerintahan Revolusioner dan Komite Rakyat Republik Rakyat Korea pada 12 Desember 1945.
Penindasan kedaulatan ini mengakibatkan 8.000 pekerja kereta api berunjuk rasa pada 23
September 1946 di Pusan, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Korea yang dikuasai
AS; USAMGIK pun kehilangan kekuasaannya. Pada 1 Oktober 1946, polisi Korea membunuh

tiga mahasiswa dalam "Pemberontakan Daegu"; rakyat menyerang balik dan membunuh 38
polisi. Demikian pula pada tanggal 3 Oktober, sekitar 10.000 orang menyerang kantor polisi
Yeongcheon, membunuh tiga anggota polisi dan melukai 40 orang lainnya; di tempat lain, massa
membunuh 20 tuan tanah dan pejabat Korea Selatan yang pro-Jepang. USAMGIK
mendeklarasikan hukum perang untuk mengontrol Korea Selatan.
Kelompok sayap-kanan Representative Democratic Council, yang dipimpin oleh
nasionalis Syngman Rhee, menentang perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa
setelah tiga puluh lima tahun (1910–45) dikuasai pemerintah kolonial Jepang (pemerintah asing),
rakyat Korea menolak dipimpin pemerintahan asing lainnya, termasuk AS dan Soviet. Untuk
mendapatkan keuntungan dari memanasnya suhu perpolitikan, AS keluar dari Persetujuan
Moskwa—dan membentuk pemerintahan sipil anti-komunis di Korea Selatan. AS juga
melakukan pemilu yang kemudian ditentang, dan diboikot oleh Uni Soviet untuk memaksa AS
mematuhi Persetujuan Moskwa.
Resultan pemerintah anti-komunis Korea Selatan yang mengumumkan secara resmi
konstitusi politik nasional (17 July 1948) memilih Syngman Rhee (20 July 1948) sebagai
presiden dan mendirikan Republik Korea Selatan pada 15 Agustus 1948. Demikian juga di Zona
Pendudukan Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea Utara yang dipimpin
oleh Kim Il-sung. Presiden Korea Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan anggota
kelompok sayap kiri dari panggung perpolitikan nasional. Merasa dicabut haknya, mereka pergi
ke daerah perbukitan dan bersiap melakukan perang gerilya melawan pemerintahan Republik
Korea yang disokong oleh Amerika Serikat.
Para nasionalis, baik Syngman Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan Korea,
namun di bawah sistem politik yang dianut masing-masing pihak. Dengan persenjataan yang
lebih baik, Korea Utara berhasil meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian
menyerang setelah sebelumnya melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan
bantuan terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal masa Perang
Dingin itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa apapun adalah anggota blok
Komunis yang dikontrol atau setidaknya mendapat pengaruh dari pemerintahan Moskwa;
akibatnya AS mengaggap perang sipil di Korea sebagai manuver hegemoni dari Uni Soviet.

Tentara AS mundur dari Korea tahun 1949, meninggalkan tentara Korea Selatan dengan
sedikit persenjataan. Di lain pihak, Uni Soviet memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah
banyak ke tentara Korea Utara dan mendukung rencana invasi Kim Il-Sung.
3. TERJADINYA PERANG
Pada masa PD II Korea adalah milik Jepang, setelah Jepang menyerah pada 1945, seperti
halnya yang terjadi pada Jerman, daerah-daerah rampasan perang dibagi dua oleh tarik ulur
kekuatan2 pemenang perang, yaitu AS dan sekutunya (liberalis) dan Soviet (komunis). Jadilah
daerah utara yang lebih dekat ke RRC berpaham komunis, dan selatan mendapat dukungan AS.
Kepentingan AS tentu penguasaan semenanjung Korea dalam menghadapi perang dingin
melawan USSR dan RRC, di kemudian hari. Masing-masing kepala 'boneka' baik di utara (Kim
Il Sung) maupun selatan (Syngman Rhee)berusaha mempersatukan semenanjung Korea menurut
garis politik masing-masing. Kim memutuskan untuk memulai penyerangan ke selatan, dan pada
pertengahan 1950 Stalin menyetujuinya. Pada Juni 1950, 135.000 prajurit Korut menyerbu
melintas perbatasan (38th parallel). Mereka meligitimasi serangan dengan menyatakan bahwa
tentara Korsel telah lebih dulu melanggar perbatasan. Perang dimulai.
Seoul jatuh ke tangan Korut (akhir juni 1950), Presiden Truman kemudian
memerintahkan Mc Arthur yang mengepalai US Army di Jepang untuk membantu Korea,
Truman terbang ke PBB meminta dukungan dan pada 27 Juni beberapa negara barat siap tandang
ke Korea, perang pertama antara tentara AS vs Korut dimulai pada 5 juli,Mc Arthur mengadakan
operasi Incheon untuk menusuk pasukan Korut dari belakang (September 1950), Pyongyang
jatuh ke tangan sekutu (Oktober 1950), RRC ikut memasuki medan pertempuran atas perintah
PM Zhou Enlai dengan 270.000 tentara pada 25 Oktober, tentara AS mundur pada akhir
November 1950, kembali Seoul jatuh ke tangan Korut pada Januari 1951, Truman memecat Mc
Arthur dari posisi komandan tentara AS (April 1951) karena beberapa faktor antara lain karena
keinginannya untuk membom atom RRC, diadakan negosiasi damai di Kaesong korea selatan
(Juli 1951), Presiden baru AS Eisenhower mencoba menghentikan konflik dan datang ke Korea
pada November 1952, Selanjutnya dibangun DMZ (Demilitarized Zone) pada Juli 1953, hingga
hari ini penyelesaian damai belum memperoleh kejelasan secara final.
Lebih dari 2 juta orang tewas termasuk tentara AS dan RRC, 85% dari sekitar 1 juta
orang Korsel yang tewas adalah warga sipil, hampir setengah juta tentara AS tewas, dan lebih
dari 700.000 tentara RRC serta beberapa ratus pilot Soviet jadi korban. Yang lebih traumatis,

lebih dari 7 juta orang terpaksa harus kehilangan/terpisah dari sanak familinya. Perang Korea
benar2 merupakan 'proxy war' antara Soviet vs AS. Dan tak cuma Korea yang jadi kebrutalan
pertentangan politik 2 kutub itu, sebut saja Vietnam dan (mungkin) juga Indonesia.
Perang Korea memberi arti dalam perkembangan seni perang udara jarak dekat. Masa
transisi dari pesawat bermesin propeller ke jet membuka cakrawala baru itu. Jet sangat berbeda
dengan propeller. Kecepatan dan teknologinya tinggi. Sepintas terlihat ia lebih unggul dibanding
pesawat bermesin propeller. Tapi yang terjadi beberapa di antara jet tempur itu ada yang berhasil
dijatuhkan lawan yang hanya menggunakan pesawat bermesin propeller.
Sebelum perang, rencana menyatukan Semenanjung Korea menjadi satu negara komunis
terlihat enteng. Kekuatan udara Korea Selatan (ROKAF-Republic of Korean Air Force) hanya
terdiri 16 pesawat latih tak bersenjata dan pesawat intai. Tak seberapa dibandingkan dengan AU
Korea Utara (NKAF-North Korean Air Force) yang kala itu memiliki 70 Yak-9 dan La-11.
Belum lagi ditambah dengan 62 Il-10 yang mampu mencapai garis depan dengan cepat. Campur
tangan Soviet atas kekuatan AU Korea Utara memang cukup kuat. Tanpa berat hati Soviet
merelakan pesawat-pesawat buatannya memperkuat NKAF. Amerika, seteru Soviet, tampak
kehabisan energi setelah membabat Jepang di front Asia selama PD II. Akibatnya, mengawali
konflik, Amerika hanya menyertakan beberapa gelintir pemburu jarak pendeknya, F-80 Shooting
Star dan 'si kembar' F-82 Twin Mustang yang berpangkalan di Jepang.
Namun dengan kekuatan terbatas itu, Amerika dan sekutunya masih mampu menjatuhkan
lawan-lawannya, seperti yang terjadi tanggal 27 Juni 1950 di mana Shooting Star berhasil
merontokkan Ilyushin Il-10 NKAF, tepat sehari sebelum Bandara Kimpo jatuh ke tangan
pasukan merah. Peristiwanya sendiri terjadi ketika satu flight F-80 C Shooting Star yang terdiri
dari empat pesawat asal Skadron Pembom-tempur 35 USAF bertugas memberi perlindungan
udara upaya evakuasi warga Amerika dari Kimpo. Berdasar data intel, diketahui pada hari itu
akan terjadi serangan dari NKAF. Shooting Star bertugas melakukan pencegatan antara garis
pararel 38 (perbatasan-Red) di Utara dan Suwon di Selatan. Tim pencegat terdiri dari Komandan
flight Kapten Raymond Schilleref, pemegang ace Mustang zaman PD II, diperkuat dengan tiga
pesawat lain yang diawaki Letnan Robert E. Wayne sebagai ujung tombak. Letnan Ralph G.
"Smiley" Hall di posisi nomor dua (wingman). Terakhir adalah Letnan Robert H. Dewald di
posisi nomor empat. Setibanya di lokasi pesawatpun berpencar, tapi dua diantaranya selalu
heading ke utara.

Seharusnya konflik di Semenanjung Korea sudah bisa diakhiri pada bulan November
1950, dengan catatan pasukan Amerika dan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dibawah
komando Jenderal Mc Arthur tak ngotot merengsek ke wilayah Korut. Arthur sendiri
menganggap langkahnya penting oleh karena adanya laporan yang menyebutkan tanda-tanda
peningkatan kekuatan militer Cina di garis belakang Korut. Pembom B-29 Superfotress versi
intai yang berpangkalan di Jepang mengintip hal yang sama, seperti adanya peningkatan aktivitas
pemburu MiG-15 Fagot di sebelah Utara Sungai Yalu. Bila tak ditangani, cepat atau lambat
pesawat jet pencegat bersayap tekuk asal Rusia ini akan berhadapan dengan pencegat-pencegat
PBB.
Akibat serbuan PBB, 19 Oktober 1950 Pyongyang jatuh ke tangan Amerika dan
konconya. Oleh Cina kejatuhan Pyongyang dianggap sebagai ancaman atas kedaulatannya. Cina
pernah mengingatkan Amerika dan Sekutu agar tidak melangkah melewati perbatasan yang lebih
dikenal dengan Garis Pararel 38. Dan kini Amerika melanggarnya. Cina semakin siaga, terlebih
setelah memboyong pemerintahan Kim Il Sung ke Negeri Tirai Bambu enam hari sebelumnya.
Apa boleh buat Militer Cina harus turun tangan, termasuk dengan kekuatan udaranya.
Tak tanggung-tanggung pada tanggal 3 November 1950, 50 divisi tentara merah dengan
kekuatan setengah juta orang langsung menyeberangi Sungai Yalu yang merupakan perbatasan
Cina dengan Semenanjung Korea. Serbuan ini menandakan babak baru pada Konflik Korea.
Kimpo, 17 Desember. Cuaca cerah menyelimuti bandara yang sekarang menjadi
pangkalan aju (pangkalan terdepan) Wing ke-4. Setelah sehari sebelumnya hujan salju turun
cukup deras membuat Sabre-Sabre yang ada tak berkutik. Ketika jarum jam menunjukkan angka
14.00 waktu setempat, empat buah F-86 A menggelegar menembus angkasa. Tiap pesawat
dicanteli bahan bakar cadangan sebanyak 1.000 liter. Cukup untuk mencapai sasaran dan
'bermain' sebentar di udara. Sementara keenam senapan mesin kaliber 12,7 milimeter sudah terisi
penuh dengan 2.000 biji peluru berdaya ledak tinggi (HEI-High Explosive Incendiary).
Tujuannya adalah Sinuiju yang letaknya berbatasan langsung dengan Cina dekat muara Sungai
Yalu.
Letnan Kolonel Bruce Hinton, komandan pangkalan aju, berada di pesawat yang
terdepan. Sesampainya di Sinuiju, Bruce mengurangi kecepatan hingga menyamai kecepatan F80. Ia cuma ingin mengelabui radar Cina dan memancing keluar MiG-nya. Lima mil sebelah

Selatan Sinuiju, keempat Sabre berbelok ke kanan dan menyusuri Sungai Yalu. Mereka terbang
berjauhan pada ketinggian 20.000 kaki.
Benar saja, rekan Hinton berteriak melalui radionya. "Bogies! (sebutan musuh di udara),
musuh di arah jam sembilan di bawah, crossing!" Terlihat empat pesawat swept wing berwarna
keperak-perakan bergerak cepat, memotong jalur terbang Sabre sejauh satu mil didepan.
"Lepas bahan bakar cadangan!" perintah Hinton. Perintah itu tak di