Stress menyebabkan menurunkan pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab yang besar
terhadap keberhasilan belajar anak didiknya. Keberhasilan belajar bukan hanya
ditandai dengan penguasaan materi belajar belaka, melainkan lebih dari itu
diharapkan terwujudnya manusia yang memiliki kemampuan untuk
mengembangkan keterampilan dan sikap. Untuk mewujudkan hal ini tentunya
diperlukan suatu peraturan atau tata tertib. Secara teoritis keberadaan tata tertib
sekolah memegang peranan penting yaitu sebagai alat untuk mengatur perilaku
atau sikap siswa di sekolah. Selain itu tata tertib juga berfungsi sebagai
“pengendali” larangan terhadap siswa tentang suatu perbuatan dan juga
mengandung sanksi bagi siswa yang melanggarnya. Tata tertib yang
direalisasikan dengan tepat dan jelas serta konsekuen dan diawasi dengan
sungguh-sungguh maka akan memberikan dampak terciptanya suasana
masyarakat belajar yang tertib, damai, tenang dan tentram di sekolah.
Di sekolah yang berdisiplin tinggi dan tertib akan selalu menciptakan
suasana proses belajar mengajar yang baik, begitu pula sebaliknya pada sekolah
yang kurang mengedepankan kedisiplinan dan ketertiban kondisinya tentunya
akan jauh berbeda. Pelanggaran yang terjadi sudah dianggap suatu hal yang
biasa, dan tentunnya untuk mengembalikan dan meluruskan keadaan yang

demikian tentu tidaklah mudah. Butuh kerja keras dari berbagai pihak untuk
mengubahnya, sehingga berbagai jenis pelanggaran terhadap kedisiplinan dan
tata tertib sekolah tersebut bisa di cegah dan di minimalisir.
Keberagaman latar belakang dan potensi yang dimiliki siswa akan
berpengaruh terhadap tingkat ketaatan siswa dalam mematuhi tata tertib, oleh
karena itu tidak mengherankan jika ada siswa yang tidak mampu menyesuaikan
diri dengan aturan yang ada menyebabkan siswa tersebut melakukan
1

pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran yang biasa dilakukan siswa di sekolah
cukup beragam, diantaranya kesiangan, membolos, keluar kelas pada waktu jam
pelajaran, tidak suka memakai atribut sekolah, tidak mengikuti upacara bendera
serta masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran lainnya. Timbulnya kesadaran
siswa akan kewajibannya untuk mematuhi tata tertib sekolah diharapkan tertanam
pada perilaku atau moral siswa. Sehingga siswa dapat berperilaku sesuai dengan
norma atau aturan yang berlaku, salah satunya adalah perilaku disiplin.
Penerapan tata tertib sekolah yang disertai hukuman atau sanksi dibutuhkan
sebagai usaha dalam membantu meningkatkan kedisiplinan siswa. Dengan
adanya hukuman dan sanksi diharapkan akan membuat siswa jera dan tidak
mengulangi perbuatan yang melanggar peraturan yang pada akhirnya dapat

dirasakan pengaruhnya bagi siswa dalam membentuk kepribadian yang utuh atau
kepribadian yang bermoral dan berdisiplin.
Perlu diketahui bahwa cara meraih kesuksesan selain dengan semangat dan
belajar yang rajin, kedisiplinan juga sangat mempengaruhi. Namun pada
kenyataanya sekarang ini banyak siswa yang tidak disiplin mentaati peraturan
tata tertib sekolah. Dan ketika kita menyimak dan menyaksikan pemberitaan di
media massa dan elektronik selalu ada salah satu beritanya adalah pelanggaran
yang terkait dengan tata tertib sekolah tentunya hal ini sebagai gambaran dan
bukti bahwa tingkat kesadaran akan kedisiplinan siswa pada umumnya masih
sangat memprihatinkan. Dari waktu ke waktu volume peningkatan pelanggaran
siswa sekolah semakin meningkat dan yang sangat disayangkan hal ini banyak
dijumpai di berbagai sekolah setiap harinya, mulai dari membolos, tidak ikut
pelajaran, terlambat, berkelahi, malas belajar, tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, membuat gaduh, merokok dan lain sebagainnya. Disadari atau tidak
bahwa peningkatan volume pelanggaran yang dilakukan siswa tentunnya akan
berdampak besar terhadap kualitas dan kemajuan sekolah dan sangat
menghambat proses dan prestasi belajar pada siswa itu sendiri. Kondisi tersebut
merupakan masalah yang sangat serius yang harus segera mendapatkan
2


penanganan karena jika masalah ini tetap dibiarkan maka akan banyak yang
dirugikan, mulai dari diri sendiri, teman, sekolah, orang tua dan masyarakat.
Tata tertib sekolah merupakan usaha sekolah untuk memelihara perilaku
siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku
sesuai dengan norma dan aturan aturan yang telah ditetapkan disekolah sehingga
nantinnya akan terwujud suasana sekolah yang nyaman dan tertib. Karena jika
suasana tersebut dapat terwujud dengan baik maka secara otomatis akan
terbentuk pula suasana belajar yang menyenangkan yang tidak hanya dirasakan
oleh para siswa saja tapi dapat pula dirasakan oleh guru dan semua komponen di
dalamnya.
Dalam kenyataanya di SMA Dwijendra Denpasar masih terdapat
banyaknya pelanggaran tata tertib dan kedisiplinan yang dilakukan oleh siswa,
adapun jenis pelanggaran yang sangat menonjol dan yang paling sering dilakukan
adalah terlambat datang ke sekolah dan pemakaian atribut sekolah yang kurang
lengkap atau tidak sesuai dengan aturan yang telah ada, tidak mengerjakan
pekerjaan rumah, Membolos atau tidak masuk sekolah tanpa keterangan,
membuat gaduh dan mengganggu proses belajar baik di dalam kelas mapun di
kelas lain. Berdasarkan kondisi tersebut di atas dan dalam rangka mengatasi
berbagai jenis pelanggaran siswa, maka penulis melaksanakan penelitian
tindakan kelas.

Dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan maka aktifitas
siswa di sekolah perlu diatur dalam suatu aturan yang disebut tata tertib, maka
bentuk tindakan yang diambil ketika melanggar tata tertib tersebut adalah dengan
dikenakan sanksi. Untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
siswa tersebut pihak sekolah melakukan penanganan standar saja, yaitu dengan
cara memberikan hukuman, misalnya siswa disuruh membersihkan halaman
sekolah, disuruh hormat bendera, tidak boleh mengikuti jam pelajaran. Kemudian
untuk pelanggaran yang dirasa agak berat, pihak sekolah memanggil orang tua
atau bahkan pihak sekolah akan mengeluarkan siswa tersebut dari sekolah.
3

Upaya-upaya penanganan pelanggaran tersebut memang baik, namun lebih baik
lagi apabila pihak sekolah melakukan antisipasi agar tidak terjadi pelanggaran
tata tertib, misalnya dengan melakukan bimbingan pada siswa.
Hal tersebut dapat menimbulkan stresss dikalangan pelajar, karena pelajar
merasa tertekan oleh tuntutan tata tertib yang harus di laksanakan tetapi dia tidak
mampu melaksanakannya karena faktor tertentu. Contohnya seorang pelajar yang
kurang mampu harus membantu keluarganya dalam hal ekonomi dan harus
membagi waktunya antara bekerja dan belajar. Sepulang sekolah ia harus
membantu orang tuanya bekerja sampai larut malam sehingga sepulangnya ia

bekerja , ia pun merasa lelah. Oleh sebab itu, ia tidak bisa belajar dan
mengerjakan PR untuk persiapan sekolah nya besok. Hal ini dapat menimbulkan
stress pada dirinya. Dan banyak lagi contoh yang lainnya tentang stress
dikalangan pelajar. Stres pada remaja mempengaruhi prestasi sekolah, remaja
mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, fungsi sosial dan kesulitan dalam
penyesuaian diri (dalam Nevid, Rathus & Greene, 2005; Lubis, 2009). Weissman
(dalam Nevid, Rathus & Greene, 2005) menyatakan stres pada remaja
menyebabkan risiko terjadinya stres berat, bahkan percobaan bunuh diri di masa
dewasa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa faktor penyebab pelanggaran tata tertib yang dilakukan siswa SMA
Dwijendra Denpasar?
2. Mengapa stress sebagai penyebab pelanggaran Tata Tertib?
3. Bagaimana penanganan yang dilakukan SMA Dwijendra Denpasar dalam
mengatasi pelanggaran tata tertib di SMA Dwijendra Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

4


1. Agar pembaca dapat mengetahui faktor penyebab pelanggaran tata tertib yang
dilakukan siswa SMA Dwijendra Denpasar
2. Agar pembaca dapat mengetahui mengapa stress sebagai penyebab
pelanggaran Tata Tertib
3. Agar pembaca dapat mengetahui bagaimana penanganan yang dilakukan
SMA Dwijendra Denpasar dalam mengatasi pelanggaran tata tertib di SMA
Dwijendra Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui jumlah siswa di SMA Dwijendra Denpasar yang
melanggar Tata Tertib sekolah yang mengakibatkan stress pada dirinya.

5

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Tata Tertib Sekolah
Tata tertib merupakan peraturan atau aturan yang dibuat oleh suatu
organisasi atau lembaga yang tujuannya untuk mengatur atau mengarahkan
semua komponen dalam organisasi untuk melaksanakan dan mematuhi apa yang
telah ditetapkan. Menurut (Mulyono, 2000:14) tata tertib adalah kumpulan

aturan- aturan yang dibuat secara tertulis dan mengikat anggota masyarakat.
(Dekdikbud, 1989:37) tata tertib sekolah adalah aturan atau peraturan yang baik
dan merupakan hasil pelaksanaan yang konsisten (tatap azas) dari peraturan
yang ada. Aturan – aturan ketertiban dalam keteraturan terhadap tata tertib
sekolah, meliputi kewajiban, keharusan dan larangan – larangan. Tata tertib
sekolah merupakan patokan atau standar untuk hal – hal tertentu. Sesuai dengan
keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor
158/C/Kep/T.81 Tanggal 24 September 1981 (Tim Dosen Jurusan Administrasi
Pendidikan FIP IKIP Malang, 1989:145) ketertiban berarti kondisi dinamis yang
menimbulkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam tata hidup
bersama makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ketertiban sekolah tersebut dituangkan
dalam sebuah tata tertib sekolah. (Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan
FIP IKIP Malang, 1989:146) mengartikan tata tertib sekolah: sebagai kesediaan
mematuhi ketentuan berupa peraturan – peraturan tentang kehidupan sekolah
sehari – hari. Tata tertib sekolah disusun secara operasional guna mengatur
tingkah laku dan sikap hidup siswa, Guru dan karyawan administrasi.
Secara umum tata tertib sekolah dapat diartikan sebagai ikatan atau aturan
yang harus dipatuhi setiap warga sekolah tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar. Pelaksanaan tata tertib sekolah akan dapat berjalan dengan baik jika
guru, aparat sekolah dan siswa telah saling mendukung terhadap tata tertib

sekolah itu sendiri, kurangnya dukungan dari siswa akan mengakibatkan kurang
berartinya tata tertib sekolah yang diterapkan di sekolah. Peraturan sekolah yang
6

berupa tata tertib sekolah merupakan kumpulan aturan-aturan yang dibuat secara
tertulis dan mengikat di lingkungan sekolah. Dengan adanya peraturan tata tertib
tersebut diharapkan dapat dijadikan rambu-rambu dalam berperilaku bagi semua
individu dalam kegiatan proses pendidikan di sekolah, misalnya bagaimana
siswa berperilaku terhadap sesama teman, guru, kepala sekolah dan semua
komponen yang ada di dalamnya.

2.2 Tujuan Tata Tertib Sekolah
Tujuan Tata Tertib Sekolah Secara umum dibuatnya tata tertib sekolah
mempunyai tujuan utama agar semua warga sekolah mengetahui apa tugas, hak
dan kewajiban serta melaksanakan dengan baik sehingga kegiatan sekolah dapat
berjalan dengan lancar. Prinsip tata tertib sekolah adalah diharuskan, dianjurkan
dan ada yang tidak boleh dilakukan dalam pergaulan di lingkungan sekolah. Tata
tertib sekolah harus ada sanksi atau hukuman bagi yang melanggarnya.

7


2.3 Peran dan Fungsi Tata Tertib Sekolah
Keberadaan tata tertib sekolah memegang peranan penting, yaitu sebagai
alat untuk mengatur perilaku atau sikap siswa di sekolah. Soelaeman (1985: 82),
berpendapat bahwa: “peraturan tata tertib itu merupakan alat guna mencapai
ketertiban”. Dengan adanya tata tertib itu adalah untuk menjamin kehidupan
yang tertib, tenang, sehingga kelangsungan hidup sosial dapat dicapai. Tata tertib
yang direalisasikan dengan tepat dan jelas serta konsekuen dan diawasi dengan
sungguh-sungguh maka akan memberikan dampak terciptanya suasana
masyarakat belajar yang tertib, damai, tenang dan tentram di sekolah. Peraturan
dan tata tertib yang berlaku di manapun akan tampak dengan baik apabila
keberadaannya diawasi dan dilaksanakan dengan baik, hal ini sesuai yang
dikemukakan oleh Durkheim (1990: 107-108) bahwa: Hanya dengan
menghormati aturan-aturan sekolahlah si anak belajar menghormati aturan-aturan
umum lainnya, belajar mengembangkankebiasaan, mengekang dan
mengendalikan diri semata-mata karena ia harus mengekang dan mengendalikan
diri. Dengan adanya pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa sekolah
merupakan ajang pendidikan yang akan membawa siswa ke kehidupan yang
lebih luas yaitu lingkungan masyarakat, dimana sebelum anak (siswa) terjun ke
masyarakat maka perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk mengekang

dan mengendalikan diri. Sehingga mereka diharapkan mampu menciptakan
lingkungan masyarakat yang tertib, tenang, aman, dan damai.
Tata tertib sekolah berperan sebagai pedoman perilaku siswa, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 76), bahwa : “peraturan berfungsi
sebagai pedoman perilaku anak dan sebagai sumber motivasi untuk bertindak
sebagai harapan sosial…”. Di samping itu, peraturan juga merupakan salah satu
unsur disiplin untuk berperilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Hurlock (1990: 84) yaitu: Bila disiplin diharapkan mampu
mendidik anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan
kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur pokok, apapun cara
8

mendisiplinkan yang digunakan, yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku,
konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk
mengajak dan memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan dan
penghargaan untuk perilaku yang sejalan dengan perilaku yang berlaku.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat di ketahui bahwa dalam menerapkan disiplin
perlu adanya peraturan dan konsistensi dalam pelaksanaannya.
2.4 Sikap Kepatuhan Siswa Terhadap Tata Tertib Sekolah
Rumusan-rumusan mengenai sikap pada dasarnya memiliki persamaan

unsur, yaitu adanya kesediaan untuk berespon terhadap suatu situasi (Slameto,
2010: 188). Menurut Slameto (2010:188) mengemukakan bahwa “sikap
mengandung gnitif,unsur ti komponen afektif, dan komponen tingkah laku”.
sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Orang
mempunyai sikap positif terhadap suatu objek yang bernilai dalam pandangannya
dan ia akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai dan
atau juga merugikan. Sikap ini kemudian mendasari dan mendorong ke arah
sejumlah perbuatan yang satu sama lainnya berhubungan. Hal yang menjadi
objek sikap dapat bermacam-macam. Sekalipun demikian, orang hanya dapat
mempunyai sikap terhadap hal-hal yang diketahuinya. Jadi harus ada sekadar
informasi pada seseorang untuk dapat bersikap terhadap suatu objek. Informasi
merupakan kondisi pertama untuk suatu sikap.

9

2.5 Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pelanggaran Tata Tertib Sekolah
2.5.1 Stress
Stress telah dikenalpasti sebagai punca kepada hampir semua
masalah psikologi. Stress sering dikaitkan dengan pembelajaran. Stress
yang sederhana boleh menjadi suatu bentuk dorongan yang kuat. Ia dapat
menolong tubuh kita untuk bekerja dengan baik dan menyumbang kepada
kesehatan mental. Cara kita menangani stress yang dihadapi amat penting
dalam menentukan kesihatan mental dan fiscal.
Stress dapat terjadi pada semua usia termasuk remaja. Gangguan
stress ini dapat menimbulkan penderitaan yang berat. Stress menjadi
masalah dalam kesehatan masyarakat. Biaya pengobatannya sangat besar
dan bila tidak diobati dapat terjadi hal yang sangat buruk karena dapat
menimbulkan gangguan serius dalam fungsi sosial, kualitas hidup
penderita, hingga kematian karena bunuh diri.
Remaja berusaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan
maksud untuk menemukan jati dirinya. Mö nks, Knoers dan Haditono
(1992) menyebut proses tersebut sebagai proses mencari identitas diri.
Selain itu, Djati (2008) menyebutkan masa pertumbuhan remaja, jarang
dapat berlangsung dengan lancar. Banyak masalah yang terjadi semakin
serius hingga menyebabkan stress yang berkepanjangan. Interaksi dengan
lingkungan sosial juga merupakan hal yang rentan bagi remaja dalam
melepaskan emosi-emosinya baik secara positif maupun negatif.
Mardiya (2013) menyatakan remaja yang mengalami stress akan
menunjukkan gejala seperti merasa putus asa, gairah belajar berkurang,
tidak ada inisiatif, hipo atau hiperaktif. Anak remaja dengan gejala-gejala
stress akan memperlihatkan kreativitas, inisiatif dan motivasi belajar yang
menurun, sehingga akan menimbulkan kesulitan belajar dan membuat
prestasi belajar anak menurun dari hari ke hari. Stress pada anak atau
10

remaja sering sekali menimbulkan berbagai keluhan somatik, seperti sakit
kepala atau sakit perut (Davison, Neale & Kring, 2010).
Neiger (dalam Fitrian & Hidayah, 2012) menyatakan bahwa usia
muda, yaitu 15-24 tahun, sangat rentan untuk mengalami gangguan stress.
Survei yang dilakukan oleh Avenoli dan Steinberg (dalam Steinberg,
2012) kira-kira 25% remaja merasakan munculnya stress dan 3% masuk
kategori stress klinis. Petersen Sarigiani, dan Kennedy, (dalam Santrock,
2003) mengadakan penelitian pada sampel non klinis, ditemukan 7%
remaja mengalami stress klinis, sedangkan penelitian dengan sampel klinis
ditemukan 45% remaja yang mengalami stress klinis.
Stress pada remaja mempengaruhi prestasi sekolah, remaja
mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, fungsi sosial dan kesulitan
dalam penyesuaian diri (dalam Nevid, Rathus & Greene, 2005; Lubis,
2009). Weissman (dalam Nevid, Rathus & Greene, 2005) menyatakan
stress pada remaja menyebabkan risiko terjadinya stress berat, bahkan
percobaan bunuh diri di masa dewasa.
Gambaran kasus stress, peneliti temukan pada beberapa siswa di
SMA Dwijendra Denpasar. Wawancara telah dilakukan dengan guru
bimbingan konseling (BK), guru wali kelas dan dua siswa disertai dengan
observasi pukul 07.00-10.00 WIB disekolah tersebut. Hasil wawancara
dengan beberapa siswa menunjukkan bahwa adanya siswa yang merasa
takut pergi ke sekolah atau bolos disebabkan. Berikut ungkapan siswa
yang beinisial S dengan teman- temannya.
“saya malu karena saya tidak mampu melengkapi perlengkapan sekolah
seperti buku pelajaran, seragam dan alat belajar, tidak mampu
mengerjakan dan mengumpulkan pekerjaan rumah, takut dengan salah
seorang guru dan kakak senior yang sering melakukan tindakan bullying

11

seperti memeras dan pemaksaan. takut berangkat ke sekolah karena tidak
menyukai bidang pelajaran olahraga yang melelahkan tubuh, tidak
menyukai diskusi kelompok dengan kelompok teman yang bukan teman
akrab, gugup ketika disuruh maju di depan kelas, takut untuk disuruh
maju di depan kelas melakukan pidato atau presentasi tugas sekolah.”
Wawancara dengan wali kelas di SMA Dwijendra Denpasar menunjukkan
bahwa terdapat siswa yang minder dengan teman sebaya.
“karena mengalami kesulitan membayar SPP, kesulitan ekonomi tersebut
menyebabkan siswa tersebut terancam putus sekolah, terdapat siswa yang
turun prestasinya seperti gagal dalam beberapa kali remedial atau
ulangan di sekolah, terdapat siswa yang merasa bodoh, kurang populer
dan tidak disukai teman sekolah, kurang percaya diri karena bentuk tubuh
yang tidak proposional yaitu ada yang terlalu gemuk dan ada yang terlalu
kurus sehingga menjadi bahan olok-olokan di kelas.”
Hasil wawancara dengan dua siswa lain rujukan guru BK di sekolah
tersebut, mereka mengakui ketika memiliki masalah timbul perasaan
tertekan. Berikut ungkapan yang berinisial R dan L.
“siswa jurusan IPS Saya tidak sanggup mengerjakan persoalan yang
bersifat matematis atau perhitungan, seperti matematika, kimia, dan
fisika. Sehingga saya sering merasa bodoh diantara teman – teman
lainnya. siswa jurusan IPA saya tidak sanggup melakukan tugas yang
bersifat hafalan, sering timbul fikiran untuk meniadikan suatu mata
pelajaran yang dianggap sulit dan tidak menyenangkan, menakuti
beberapa bidang pelajaran khusus yang menuntut pada kemampuan
individual seperti olahraga, pidato, melukis/menyanyi/menari, mudah
peka terhadap kritikan guru yang ditujukan pada saya secara langsung di
dalam kelas.”

12

Hasil observasi berdasarkan saran guru BK dan wali kelas terhadap 3
siswa kurangnya kosentrasi dan semangat belajar disekolah. Berikut
ungkapan siswa yang berinisial N dan teman- temanya.
“saya sering ditinggalkan orangtua bekerja di luar negeri, adanya
perceraian antara ibu dan bapak saya, kurangnya biaya sekolah,
menghidupi dan menggantikan peran orangtua, jarang berkumpul dengan
keluarga, jarang menikmati makanan pavorit dan tidak mampu
mengenakan pakaian yang bagus seperti teman-teman lainnya, jarang
diajak pergi melancong/refreshing bersama keluarga dan teman, selalu
ditinggalkan di rumah sendirian dan kurang suasana humor di rumah.
Remaja saat ini sepuluh kali lebih mungkin menderita stress parah
daripada kakek neneknya, dan stress menyebabkan banyak korban di
antara wanita dan orang muda (Seligman, 2008). Menurut Harber &
Runyon (dalam Siswanto, 2007) perasaan stress merupakan pengalaman
yang cukup umum di kalangan remaja. Mengutip hasil penelitian Beck &
Young (dalam Qonitatin, Widyawati, & Asih, 2011), tiga perempat dari
seluruh mahasiswa merasa stress pada beberapa waktu selama sekolah.
Menurut Harber & Runyon (dalam Siswanto, 2007) gangguan stress selain
perasaan stressf juga disertai dengan pendapat rendah terhadap diri sendiri.
Davison, Neale & Kring, (2012) menyebutkan stress merupakan kondisi
emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang teramat sangat,
perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang lain; tidak
dapat tidur, kehilangan selera makan dan minat serta kesenangan dalam
aktivitas yang biasa dilakukan. Seligman (2008) mengatakan bahwa stress
terjadi karena meluasnya perasaan tidak berdaya, yang disebabkan karena
meningkatnya penekanan pada diri sendiri, kemandirian, dan
individualisme, serta menurunnya penekanan pada hubungan dengan orang

13

lain, keluarga, dan agama.
Stress yang dialami remaja terkait dengan meningkatnya kehidupan
penuh stress dan perubahan keadaan kognitif yang cenderung kurang
introspektif dan berpikir terlalu mendalam yang disertai pula suasana hati
yang tidak menyenangkan akan segala sesuatu (Steinberg, 2002). Melihat
berbagai hal tersebut di atas yang menjadi faktor bagi meningkatnya gejala
stress pada remaja, tidak dipungkiri bahwa remaja sangat berisiko terkena
dampak stress. Tidak tertanganinya masalah stress pada masa remaja
tentunya akan membawa konsekuensi yang lebih besar yang menjadi
faktor utama penyebab bunuh diri. Angka kejadian ancaman atau tindakan
bunuh diri terkait stress pada remaja yang cukup tinggi ini memerlukan
tindakan pencegahan sebagai tindakan awal untuk meminimalisasi
kejadian bunuh diri. Stress cenderung disebabkan oleh stress dan berpikir
pesimis yang menyebabkan remaja bereaksi buruk terhadap kekalahankekalahan kecil dalam hidupnya. Cara menafsirkan hidup secara
pesimistik nampaknya memperbesar rasa tidak berdaya dan putus asa pada
stress yang di alami oleh remaja (Goleman, 1997).
Pikiran-pikiran negatif dapat menimbulkan perasaan stress
seseorang. Individu akan cenderung menyalahkan diri, orang lain, dan
lingkungan (Saam & Wahyuni, 2012). Seligman (2008) menyebutkan
stress secara umum dipandang sebagai masalah psikologi, dan penyebab
dari sebagian besar stress bersifat psikologi. Salah satu faktor yang
berhubungan dengan stress adalah optimisme. Optimisme adalah
bagaimana seseorang bersikap positif terhadap suatu keadaan. Optimisme
lebih ditujukan pada bagaimana seseorang menjelaskan mengenai sebab
terjadinya suatu keadaan baik atau buruk (Seligman, dalam Waruwu &
Sukardi, 2006).

14

Seligman (2008) mengatakan bahwa optimisme berpengaruh
terhadap kesuksesan di dalam pekerjaan, sekolah, kesehatan, dan relasi
sosial. Dalam studinya, Seligman membuktikan bahwa sikap optimis
bermanfaat untuk memotivasi seseorang di segala bidang kehidupan.
Dalam penelitiannya selama dua puluh tahun, yang meliputi lebih dari
seribu penelitian, dan melibatkan lebih dari lima ratus ribu orang dewasa
dan anak-anak, didapatkan hasil bahwa orang pesimis memiliki prestasi
yang rendah atau kurang di sekolah maupun di pekerjaan, daripada orang
optimis. Menurut Seligman, Reivich, Jaycox, dan Gillham (dalam Waruwu
& Sukardi, 2006), remaja yang optimis memiliki cara berpikir yang
bertolak belakang dengan remaja yang pesimis. Remaja optimis berpikir
bahwa keadaan buruk atau kegagalan yang dialaminya tidak terjadi secara
menetap, tidak menyeluruh, dan penyebabnya adalah lingkungan di luar
dirinya. Cara berpikir yang demikian, maka remaja yang optimis memiliki
usaha agar kegagalan yang terjadi pada dirinya dapat diubah, ia akan
memacu dirinya untuk mengatasi kegagalan yang berasal dari lingkungan
di luar dirinya, serta memperbaiki kegagalan tersebut agar tidak
berlangsung secara menetap.
2.5.2 Faktor Penyebab Terjadinya Stress di Kalangan Pelajar
Hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa seorang anak
berusia 10 tahun harus menghadapi stres dalam kadar yang sama dengan
yang dialami oleh orang-orang berusia 25 tahun pada tahun 1950.
Kebanyakan stres ini adalah akibat les pelajaran, ujian sekolah, dan
kegiatan lainnya yang orang tua harapkan dapat membantu anak-anak
mereka memiliki masa depan yang lebih baik. Stres pada anak sering kali
bisa terlihat melalui tubuhnya. Misalnya munculnya jerawat, problem
pencernaan, insomnia, kelelahan, sakit kepala, dan masalah sewaktu buang
15

air, maupun reaksi psikosomatik lainnya mungkin merupakan tanda-tanda
bahwa ada tekanan pada diri anak.
Beberapa stres yang dialami seorang pelajar sekolah antara lain:
1. Tekanan Orang Tua
Orang tua ingin yang terbaik dengan masa depan anaknya. Untuk
mencapai nilai terbaik, maka orang tua membebani anak-anaknya
dengan berbagai kursus pelajaran yang dapat secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi kesehatan anak dan istirahatnya dalam
sehari, dan perkembangannya. Banyak orang tua tidak menyadari
bahwa membantu si anak merasa relaks justru akan menyegarkan
pikiran dan membantunya belajar dengan lebih baik. Sebaliknya para
orang tua terus membebani anak-anak mereka untuk mendapatkan
prestasi terbaik dan lulus ujian dengan memuaskan.
2. Tekanan Guru
Sama seperti orang tua, banyak guru ingin siswanya mendapat nilai
terbaik. Guru selalu mendorong muridnya untuk unggul dalam
pelajaran, terutama jika muridnya berprestasi. Mengapa guru juga ikut
menekan murid-muridnya mendapat nilai terbaik? Karena reputasi guru
dan sekolah dipertaruhkan saat ujian sekolah khususnya Ujian Nasional.
3. Tekanan dari Sesama Siswa
Semangat kompetisi akan semakin memanas menjelang ujian sekolah.
Setiap siswa berlomba-lomba untuk menunjukkan prestasi terbaik.
Bahkan segala cara dilakukan untuk meraih nilai tertinggi termasuk
menyontek maupun mencari bocoran soal.
16

4. Tekanan dari Diri Sendiri
Siswa berprestasi cenderung menjadi perfeksionis. Sehingga jika suatu
kemunduran atau kegagalan terjadi, entah itu nyata atau masih belum
terjadi, dapat membuat stres dan depresi.
Cara Menghadapi Stres di Sekolah
Stres itu seperti suatu beban. Menghadapi stres seperti mengangkat suatu
beban. Seorang atlet angkat beban akan berlatih dengan sebaiknya
mengangkat beban yang sesuai kemampuannya. Jika diangkat
sembarangan, maka hasilnya adalah kerusakan otot dan bisa jadi patah
tulang. Demikian juga dengan stres. Beban karena stres tidak bisa
dihilangkan begitu saja. Cara terbaik adalah dengan mengelola stres secara
efektif.
1. Kenali penyebabnya
Jika Anda mulai stres di sekolah, misalnya saat menghadapi ujian
sekolah, cobalah mencari tahu penyebab stres tersebut. Apakah
disebabkan karena tekanan dari diri sendiri, dari orang tua, dari guru,
atau dari sesama siswa? Cari penyebab stres yang paling menyebabkan
beban tertinggi.
2. Rencanakan tanggapan
Lulus ujian dengan nilai terbaik memang impian setiap siswa.
Jika sejak awal Anda sudah mempersiapkan tanggapan yang akan Anda
berikan jika terjadi kegagalan, beban Anda akan semakin berkurang.
Anda sudah siap jika terjadi kegagalan. Misalnya Anda sudah

17

mempersiapkan jawaban kepada orang tua Anda atau guru Anda jika
kegagalan Anda dipermasalahkan kemudian hari.
3. Segera selesaikan masalah
Masalah tidak akan hilang dengan sendirinya. Bahkan suatu masalah
akan bertambah parah jika sedang stres. Cobalah segera selesaikan
masalah sejak awal. Misalnya jika Anda mengalami kesulitan belajar,
coba untuk berlatih jauh-jauh hari sebelum masa ujian sekolah. Hal ini
akan membantu mempersiapkan diri Anda.
4. Bantuan orang lain
Jika beban bertambah berat dan Anda tidak sanggup menghadapinya,
jangan pikul sendirian. Coba berbagi dan berkomunikasi dengan orang
lain khususnya orang tua. Diskusikan dengan mereka cara mengatasinya.
Ini merupakan cara terbaik untuk mengelola stres saat situasi sudah
begitu berat.

18

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara yang ditempuh untuk mencapai suatu
tujuan dan gambaran secara umum tentang proses penelitian yang
dilaksanakan.metode artinya “cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.sedangkan
penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan
menganalisis sampai menyusun laporan.” (Cholid Narbuko.,H. Abu Achmadi,
2001:1).suatu penelitian dapat berhasil dengan baik apabila menggunakan metode
yang tepat. Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Djamarah,1991:1).metode dalam hubungan dengan penelitian
adalah “merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran
yang diharapkan bagi penggunanya ,sehingga dapat dipahami objek sasaran yang
diharapkan bagi penggunanya dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan
masalah. “ (Subagio,1991:1). Sura harsono (1991:58) menjelaskan bahwa metode
adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan dalam suatu proses untuk memperoleh
fakta.
Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian yang harus
ditempuh agar dapat mencapai hasil yang kebenarannya dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah, maka diperlukan metode-metode yang relevan. Metode
adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkahlangkah sistematis (masyhuri dan Zainuddi, 2008:151).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa,yang dimaksud dengan metode
penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk mencatat, merumuskan, dan
menganalisis permasalahan yang terjadi berdasarkan data dan fakta yang telah
dikumpulkan untuk mencapai suatu tujuan pada kegiatan suatu penelitian dan metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang diyakini memiliki

19

keterkaitan erat dan dapat menghantarkan peneliti pada tercapainya hasil yang
diinginkan,serta dapat dipertanggungjawabkan kevaliditasannya.
3.1 Kerangka Konseptual dan Operasional
3.1.1 Kerangka Konseptual
Konsep merupakan sesutau syarat yang harus dilakukan dalam
kegiatan karya ilmiah. Konsep mampu menggambarkan suatu variable
tentang topic yang diteliti. Konsep juga dipakai menjabarkan hasil-hasil
penelitian sebelumnya,sebagai pembanding dengan penelitian yang akan
dilaksanakan ,guna menjawab permasalahan yang akan diteliti.konsep
dalam kegiatan penelitian maupun dalam penulisan suatu karya ilmiah
wajib untuk ditaati,dipatuhi dan dilaksanakan oleh peneliti. Tujuannya agar
variable dalam topic yang akan diteliti tidak menyimpang dari kegiatan
penelitian. Menurut effendi dkk.(1965:33) menyatakan konsep merupakan
istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian,keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial.sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia (1991:520)
konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang
ada diluar bahasa,yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
lain. Dalam penelitian ini penulis membahas konsep tentang Penerapan
Tata Tertib Sekolah sebagai Upaya Penanaman Disiplin pada seluruh siswa
sekolah SMA Dwijendra.
3.1.2 Kerangka Operasional
Dalam penelitian yang dilakukan terdiri dari 2 variabel yaitu
variable bebas dan terikat. Variable Bebas yaitu tata tertib sekolah dan
variable terikatnya adalah penanaman disiplin pada seluruh siswa SMA
Dwijendra denpasar. Adapun indicator tata tertib adalah:

20

1. Tata tertib yang berhubungan dengan kelakuan meliputi:
1) Tidak terlibat perkelahian
2) Menghormati pendapat teman
3) Tidak merusak sarana dan prasarana sekolah
4) Tidak membawa,menggunakan,dan mengedarkan narkoba
5) Hormat terhadap bapak dan ibu guru serta karyawan sekolah
6) Tidak membawa gambar,Hp,VCD yang bersifat porno atau negative
2. Tata tertib yang berhubungan dengan kerajinan, meliputi:
1) Hadir di sekolah tepat waktu.
2) Mengikuti kegiatan belajar dengan baik.
3) Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
4) Melaksanakan piket kebersihan kelas sesuai dengan jadwal.
5) Mengikuti upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar
nasional.
3. Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan pilihan.tata tertib yang
berhubungan dengan kerapian,meliputi:
1) Memakai seragam sekolah sesuai dengan ketentuan
2) Berpakaian yang bersih,rapi serta sopan. Bagi siswa putri memakai
rok yang panjang 10 cm dibawah lutut, bagi siswa putra memakai
celana 10 cm dibawah lutut.
3) Rambut dipotong rapi, tidak menutupi alis mata, telinga dan bagian
belakang tidak sampai menyentuh kerah baju dan tidak dikuncir bagi
pria.
4) Baju dimasukkan ke dalam, berikut pinggang, benar, ujunnya tidak
dilipat.
Dan operasioanal dari disiplin adalah disiplin pribadi, disiplin sosial dan
disiplin nasional. Disiplin pribadi adalah suatu sikap dan perilaku yang
mencerminkan penghargaan seseorang pada dirinya sendiri dengan
memahami kelebihan dan kekurangan dirinya. Oleh karena itu disiplin
pribadi adalah sebagai cerminketaatan, kepatuha, ketertiban, kesetiaan,
ketelitian, seseorang terhadap norma-norma yang berlaku. Dalam disiplin
perlu dikembangkan sifat dan sikap yang terpuji meliputi: kesabaran,

21

ketekunan, kerapian, kesetiaan, dan tanggung jawab. Bertanggung jawab
artinya menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Disiplin sosial adalah
suatu disiplin yang harus dilakukan dan dipertanggungjawabkan kepada
orang lain seperti keluarga, masyarakat dan lingkungan dimana kita berada.
Sedangkan disiplin nasional adalah suatu disiplin yang dilaksanakan
berdasarkan aturan-aturan yang telah dibuat oleh pemerintah yang harus kita
jalankan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian disiplin terbentuk
mulai dari proses belajar, karena itu bisa dilakukan dengan bertahap mulai
dari anak-anak sampai dewasa. Disiplin mulai dari diri sendiri, keluarga,
sekolah, masyarakat dan akhirnya pada Negara.
3.2 Pendekatan dan jenis penelitian
3.2.1 Pendekatan Penelitian
Untuk mencapai tujuan dalam suatu penelitian sanagt ditentukan
oleh data yang diperoleh di lapangan. Data itu diperoleh melalui pendekatan
terhadap objek penelitian yang menjadi sumber data. Dalam mengadakan
pendekatan sebagai upaya mengumpulkan data diperlukan suatu teknik.
Teknik yang dipakai mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik
pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.
Teknik pendekatan “kualitatif berlandaskan pada filsafat post
positivism atau paradigma interpretive, suatu realitas atau objek tidak dapat
dilihat secara persial dan dipecah ke dalam beberapa variabel. Dalam
metode ini hubungan antara penelitidan diteliti sangat interaktif dengan
sumber data 1supaya memperoleh makna” (Sugiyono, 2009:10). Teknik
yang dipakai menganalisis data dalam penelitian ini adalah teknik
pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitia kualitatif adalah
“penekanan pada keaslian, tidak bertolak dari teori secara deduktif
melainkan berangkat dari fakta sebagaimana adanya.” (Ali, 2002:58). Lebih
22

lanjut dinyatakan secara tegas bahwa “penelitian kualitatif tidak
mengunakan lingkungan penelitian yang disusun secara dekat dan kaku
sehingga tidak dapat diubah lagi, melainkan bersifat fleksibel.” (Moleong,
1993:3). Dengan demikian lingkungan dalam penelitian ini bersifat
sementara dan akan diadakan perubahan-perubahan sesuai dengan
kenyataan yang ada di lapangan.
Nawawi dalam Nurjanah dkk, (2000:22) menyatakan bahwa,
“penelitian deskripsi memiliki ciri sebagai berikut :
1. Memusatkan perhatian pada masalah yang ada pada saat penelitian
yang dilakukan saat sekarang atau masalah yang bersifat actual.
2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki
sebagaimana adanya, diiringi interpretasi nasional.
Jadi pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Exfost Facto yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk
mengkaji suatu permasalahan yang telah terjadi untuk diteliti pada masa
sekarang untuk mendapatkan data yang akurat dan jelas sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.

3.2.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan
untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung
makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan
nilai dibalik data yang tampak. Metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti suatu objek yang alamiah,
23

(sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti sebagai instrument kunci.
Sedangkan objek penelitian kualitatif terdiri dari objek yang alamiah
sehingga metode penelitian kualitatif sering disebut dengan metode
naturalistik (Sugiyono, 2009:285).
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan sasaran yang sangat membantu dan
menunjang untuk dapat memberikan informasi yang valid. Lokasi penelitian
merupakan “setting atau tempat dimana peneliti akan mencari data.” (Sugiyono,
2007:224), selanjutnya Margono (1996:76) memberikan batasan terhadap lokasi
penelitian agar tidak menimbulkan kekaburan dan ketidakjelasan daerah atau
wilayah tertentu.
3.4 Sumber Data
Dalam melakukan suatu penelitian, serta mendapatkan hasil yang
diharapkan, perlu adanya pengumpulan data melalui sumber sumber data yang
dapat dipercaya, yang dijadikan sumber kajian. Data adalah “hasil pencatatan
peneliti, baik yang berupa keterangan maupun berupa angka yang dapat
dijadikan bahan untuk menyusun informasi, sedangkan informasi adalah hasil
pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan.” (Arikunto, 2002:96). Data
dapat digolongkan menurut jenisnya, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
Data kualitatif adalah data yang berhubungan dengan katagorisasi, karakteristik
berupa kata-kata, sedangkan data kuantitatif adalah berwujud angka-angka.”
(Ridwan, 2004:106).
Jenis data dalam penelitian yang dilakukan ini adalah data kualitatif,
sedangkan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
data primer dan data sekunder. Data primer berupa informasi dari para informan
dan data sekunder berupa buku-buku penunjang terkait dengan pendapat

24

tersebut.” (Yudistira, 2000:228). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
dibedakan menjadi dua yaitu:
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah “data yang diperoleh langsung dari lapangan.
Data primer adalah data yang dikumpulkan atau diperoleh langsung di
lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan.
Sumber data primer yaitu: kata kata atau tindakan yang diamati atau
diwawancarai” (Arikunto, 2002:122). Data primer ini disebut juga data asli
atau data baru. Sumber data primer diperoleh peneliti melalui wawncara
dengan responden. “Responden orang yang diminta keterangan tentang
suatu fakta atau pendapat, keterangan dapat disampaikan dalam bentuk
tulisan, yaitu ketika mengisi angket, atau lisan ketika menjawab
wawancara” (Arikunto 2002:122). “data yang diperoleh dengan melakukan
observasi atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh peneliti atau yang
bersangkutan yang memerlukannya dengan metode wawancara dan
observasi. Data primer ini, disebut juga data asli.” (Hasan 2002:82).
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah “data yang diperoleh oleh objek secara tidak
langsung atau dari sumber lain yang telah ada, seperti buku-buku sebagai
penunjang yang isiny berkaitan dengan topic penelitian” (Sedarmayanti dan
Syarifudin, 2002:179). Hasan (2002:82) menyatakan bahwa data sekunder
adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah
ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau lapora penelitian
terdahulu. Data sekunder disebut juga data yang telah tersedia. Data
sekunder selain dari data perpustakaan juga bisa diperoleh dari sumbersumber lain seperti buku-buku, referensi, majalah dan media masa. Apabila
peneliti menggunakan wawancara dalam mengumpulkan datanya, maka
25

sumber data disebut responden yaitu orang yang merespon atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Setiap penelitian ilmiah dibutuhkandata yang benar-benar valid, kredibel,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu diperlukan pengumpulan data yang
tepat dan merupakan langkah awal dari penyusunan karya ilmiah. Prsedur
pengumpulan data merupakan “kegiatan pencatatan suatu peritiwa-peristiwa,
keterangan-keterangan maupun karakteristik sebagian atau seluruh elemen atau
populasi yang akan mendukung penelitian” (Iqbal, 2002:80).
Nawawi (2001:94) menyatakan bahwa, “teknik dan alat pengumpulan data
yang tepat dalam penelitian akan memungkinkan tercapainya pemecahan
masalah secara valid dan reliabel yang akhirnya akan memungkinkan
dirumuskannya hasil yang objektif. Data dalam kaitannya dengan penelitian
adalah “hasil pencatatan penelitin, baik berupa angka maupun kualitas.”
(Arikunto, 1997:9).
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prosedur
pengumpulan data merupakan hasil pencatatan peneliti baik berupa angka
maupun kualitas dengan menggunakan alat yang tepat untuk memungkinkan
tercapainya data yang valid guna merumuskan generalisasi yang positif. Bertitik
tolak dari hal tersebut di atas, maka metode yang peneliti gunakan untuk
memperoleh data dalam penelitian ini adalah:
1. Metode wawancara (interview)
2. Metode observasi
3. Metode Studi Kepustakaan.

26

Peneliti menggunakan keempat metode ersebut karena penelitian ini
bersifat deskriptif, kualitatif, serta untuk mendapatkan hasil penelitian yang
akurat, dalat dipertanggungjawabkan sesuai dengan tujuan penelitian yang
dilakukan. Dalam proses penelitian ini, data memegang peranan yang sangat
penting karena dengan data tersebut dapat menerangkan berbagai hal yang akan
diteliti dan dapat mendeskripsikan suatu peristiwa atau kegiatan lainnya.
Sebagaimana telah disampaikan diatas, bahwa sumber data dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu data primer dan data sekunder. Marsuki
(1987:55) menyebutkan bahwa “ data primer adalah data yang langsung
diperoleh dari lokasi penelitian dan berkaitan erat dengan masalah penelitian.
Sedangkan data sekunder adalah data yang bersumber dari literature, jurnal dan
referensi-referensi lain. Prosedur pengumpulan data merupakan “kegiatan
pencatatan suatu peristiwa-peristiwa, keterangan-keterangan maupun
karakteristik sebagian atau seluruh elemen atau populasi yang akan mendukung
penelitian.” (Iqbal 2002:80).
Prosedur pengumpulan data adalah golongan data yang khusus digunakan
sebagai alat untuk mencari data. Untuk memperoleh data yang valid, objektif
dan reabel penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:

3.5.1 Metode Wawancara
Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi semacam Tanya
jawab secara langsung antara penyelidik dengan subjek berupa percakapan
yang bertujuan untuk meperoleh iformasi. Wawancara dalam penelitian ini
digunakan untuk memperoleh data yang tidak didapat melalu metode
pencatatan dokumen. Wawancara adalah “percakapan langsung dengan

27

tatap muka dua orang dengan tujuan tertentu. Teknik wawacara sering
disebut dengn interview atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dari informan” (Iqbal
2002:85). Interview adalah “suatu cara pengumpulan data dengan jalan
mengajukan pertanyaan secara lisan kepada sumber data, dan sumber data
juga memberikan jawaban secara lisan pula.” (Nurkencana, 1993:61).
Salam buku Metodologi Penelitian disebutkan bahwa, “wawancara
adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan
dalam mana dua atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung
informasi-informasi tau keterangan –keterangan.” (Cholid Narbuko, H. Abu
Achmadi, 2001:83).
Sedangkan dalam Buku Metodelogi Penelitian Kuantitatif
dikemukakan bahwa, “ Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interview) yang memberikan jawaban atau pertanyaan itu , “(lexy
J.Moleong, 2000:135).
Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu wawancara
tak berstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara
intensif, wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka. Sedangkan
wawancara berstruktur sering juga disebut wawancara baku yang sasaran
pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (Mulyono, 2001:180). Dalam
penelitian ini digunakan teknik wawancara tak berstruktur atau wawancara
mendalam. Pelaksanaan wawancara bersifat luwes, susunan pertanyaan
dapat diubah, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pada saat
wawancara. Pemilihan sampel dari informan yang digunakan adalah dengan
menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik yang digunakan

28

dalam memilih sampel secara khusus berdasarkan atas tujuan penelitian
yaitu mendapatkan data yang valid, kredibel dan akurat.
Yang dimaksud metode wawancara dalam penelitian ini adalah
suatu cara untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan cara
mengadakan wawancara secara langsung kepada pimpinan sekolah untuk
memperoleh data dan gambaran secara umum yang berhubungan dengan
tata tertib sekolah SMA Dwijendra Denpasar.
3.5.2 Observasi
Metode observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan
mengamati secara langsung ke tempat penelitian dan mencatat secara
sistematis fenomena – fenomena yang diselidiki. “Observasi biasa diartikan
sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematika terhadap fenomena
– fenomena yang diselidiki, dalam arti yang luas observasi sebenarnya tidak
terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung maupun
tidak langsung.” (Sutrisna 2000:136)
Observasi adalah “suatu pengamatan yang khusus dan pencatatan
yang sistematis ditujukan pada suatu atau beberapa fase masalah dalam
rangka penelitian, dengan maksud untuk mendapatkan data yang diperlukan
untuk pemecahan persoalan yang dihadapi.” (Asyari 1981:82) Sumber lain
menyebutkan bahwa metode observasi adalah “suatu usaha sadar untuk
mengumpulkan data secara sisematis prosedur yang standar.” (Arkunto,
1989:176) Sedangkan Mardalis (1989:63), menjelaskan observasi atau
pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu
penelitian merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian
untuk menyadari adanya suatu rangsangan tertentu yang diinginkan atau
suatu study yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena –
fenomena sosial yang gejala – gejala psikis, gejala mengamati dan
29

mencatat. Moleong (1993:126), mengatakan bahwa pengamatan dapat
dibagi menjadi dua yaitu pengamatan berperan serta dan pengamatan tidak
berperan serta. Dalam penelitian ini dilakukan participant observation
(pengamatan peserta) atau sering pula disamakan dengan pengamatan
terlibat. Konsep pengamatan terlibat adalah mengumpulkan data dengan
melibatkan diri dalam lingkungan subjek secara sistematis dan tidak
mencolok sehingga tercipta suatu interaksi sosial yang intensif antara
peneliti dengan yang diteliti.
3.5.3 Studi Kepustakaan
Kepustakaan merupakan “Suatu metode bahan kajian pustaka
berupa sumber – sumber bacaan, referensi hasil penelitian yang memiliki
keterkaitan dengan permasalahan yang diangkat “(Iqbal, 2002:80) setelah
data data yang terkumpul, dibandingkan dan dicatat secara sistematis.
Dengan demikian metode “Kepustakaan ini diartikan sebagai suatu cara
mendapat data, dengan jalan mengumpulkan sumber tertulis, mengadakan
pencatatan secara sistematis.” (Anwar, 2003:125)
Teknik kepustakaan adalah teknik yang digunakan untuk
memperoleh data yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan segala
macam data serta mengadakan pencatatan secara sistematis. Dengan teknik
ini data yang diperoleh dengan cara atau jalan membaca buku – buku
tentang teori tulisan – tulisan yang berkaitan dengan permasalahan yang
sedang diteliti kemudian dibantu dengan teknik pencatatan secara
sistematis.” (Nawawi, 1993:133) Teknik ini dipergunakan untuk
penelusuran berbagai literatur dan menelaah yang ada kaitannya dengan
tema penelitian ini. Manfaat penelusuran literatur tersebut adalah untuk
menggali teori – teori serta konsep – konsep yang telah ditemukan oleh para
ahli yang terdahulu, selalu mengikuti perkembangan selanjutnya.

30

Berdasarkan tenik kepustakaan, maka peneliti berusaha membaca buku –
buku yang relevan dengan peneliitian ini, sehingga memperoleh data
penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku – buku atau aturan
– aturan yang bersifat tertulis yang berkaitan dengan penelitian ini seperti :
aturan tata tertib sekolah yang telah diputuskan oleh kepala sekolah dan
diterapkan oleh seluruh warga sekolah yaitu para siswa, guru, pegawai, dan
kepala sekolah dalam proses pelaksanaan pembelajaran pada SMA
Dwijendra Denpasar.
3.6 Analisis Data
Data yang telah terkumpulkan melalui metode pengumpulan data berupa
sederetan angka – angka atau dengan kata lain masih berupa data mentah (raw
material), sehingga tidak dapat ditarik suatu simpulan untuk mendapatkan
simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka perlu dilakukan
pengolahan data lebih lanjut. Analisis data adalah proses mengatur urutan data
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.
Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak ada gunanya jika tidak
dianalisis.
Metode analisis data adalah “suatu cara menganalisis data yang dilakukan
dengan jalan mengadakan suatu thesa atau simpulan. Setelah data terkumpul,
selanjutnya data dianalisis dengan metode yang telah ditentukan, sehingga
diperoleh suatu kesimpulan umum.” (Marzuki, 1992:17) Dalam