25 Pembinaan bagi Anak yang Melakukan Ti
LAPORAN PENELITIAN INDIVIDUAL LA PEMBINAAN BAGI ANAK YANG MEL ELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABU BULAN DI LEMBAGA A PEMASYARAKATAN ANAK (LPA) KE KELAS II A KUTOARJO
DISUSUN OLEH AHMAD BAHIEJ, S.H. M.HUM. NIP. 19750615 200003 1 001
LEMBAGA PE PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYA YARAKAT UNIVERS RSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJA JAGA YOGYAKARTA 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw. Alhamdulillah, penelitian yang berjudul Pembinaan bagi Anak yang Melakukan Tindak Pidana Pencabulan di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kelas II A Kutoarjo ini telah selesai. Penelitian ini dibiayai oleh BOPTN di UIN Sunan Kalijaga tahun 2013.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. H. Musa Asy’arie selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga dan Dr. Zamzam Afandi, M.Ag. selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UIN Sunan Kalijaga atas kepercayaan dan fasilitas pembiayaan penelitian ini, serta Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Akhmad Nurul Hakam dan Gilang Kresnanda, dua mahasiswa penulis yang dengan rela dan susah payah ikut serta dalam penelitian ini.
Tak ada gading yang tidak retak. Sangat mungkin penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan walaupun para peneliti telah melakukannya dengan usaha maksimal. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun akan kami terima dengan lapang dada demi tercapaianya penelitian yang baik.
Yogyakarta, 15 November 2013 Peneliti,
Ahmad Bahiej, S.H. M.Hum.
NIP. 19750615 200003 1 001
ABSTRAK
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo merupakan lembaga pemasyarakatan anak untuk wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam bulan September 2013 ditemukan data bahwa anak binaan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo berjumlah 74 anak. Dalam data itu terungkap bahwa 56 anak binaan (54,9 %) merupakan pelaku tindak pidana pencabulan yang melanggar Pasal 81 dan 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sementara anak binaan yang melanggar tindak pidana kesusilaan (Pasal 281-297 KUHP) berjumlah 8 orang (7,8 %). Dengan adanya adata demikian, penelis tertarik untuk mengelaborasi lebih lanjut tentang model pembinaan (treatment) yang diberikan pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo kepada pelaku tindak pidana seksual.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris sosiologis yaitu penelitian terhadap masalah dengan melihat dan memperhatikan undang-undang yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada dari permasalahan yang ditemui dalam penelitian. Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan studi dokumen di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo.
Dari hasil penelitian dihasilkan kesimpulan bahwa proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kutoarjo dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu (a) tahap awal, (b) penelitian kemasyarakatan, dan (c) tahap pelaksanaan pembinaan. Adapun kegiatan pembinaan dikelompokkan menjadi beberapa kegiatan, yaitu (a) pembinaan keagamaan dan budi pekerti/kepribadian, (b) kesadaran berbangsa dan bernegara, (c) kesegaran jasmanai dan kesenian, (d) pelayanan kesehatan dan perawatan, (e) latihan ketrampilan/kemandirian, (f) kunjungan keluarga dan kunjungan badan sosial.
Terkait dengan pembinaan bagi pelaku yang melakukan tindak pidana pencabulan, Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kutoarjo belum melakukan pembinaan secara khusus dengan beberapa alasan dan kendala, yaitu (a) belum tersedianya sumber daya manusia yang memahami secara psikologis tentang perilaku menyimpang secara seksual bagi anak, dan (b) alasan khusus terkait motif anak melakukan tindak pidana pencabulan.
Kata kunci: Pembinaan narapidana, tindak pidana seksual, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Kutoarjo
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan serta mendapat hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, 1 sehingga perlu dilakukan perlindungan hukum bagi anak oleh keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitar.
Indonesia adalah negara yang menganut hukum Eropa kontinental atau Civil Law dalam melaksanakan aturan hukum harus ada undang-undang terlebih dahulu mengenai
aturan hukum yang berlaku, seperti Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Yang paling baru dan merupakan langkah maju, adalah ditetapkannya Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak akan tetapi Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan
undang-undang baru. 2 Yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
1 Ketentuan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 ( 2) 2 Konsideran Undang-Undang 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menimbang (d. bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara
Peradilan Pidana Anak, oleh karenanya Negara Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi anak tanpa terkecuali, salah satunya adalah perlindungan terhadap anak pada saat anak berhadapan dengan sidang pengadilan untuk selanjutnya dijatuhkan pidana bagi yang terbukti melakukan tindak pidana merupakan upaya represif.
Anak yang dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana adalah anak yang sedang berhadapan dengan kasus hukum tertentu. Meskipun masih tergolong dalam kategori anak, hukum tetap wajib menjamin perlindungan terhadap anak yang sedang dalam proses hukum demi mendapat pembinaan /perlindungan secara khusus oleh Negara dan Undang-Undang untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Untuk melaksanakan pembinaan dan pemberian perlindungan tersebut diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai karena dalam dirinya terdapat hak-hak asasi manusia yang telah di junjung tinggi dalam Undang-Undang Dasar 1945 berupa hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 3 Penjatuhan pidana bukan semata- mata sebagai pembalasan dendam. Yang
paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman, dari masyarakat kepada terpidana sendiri supaya insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang
baik. 4 Sebab Indonesia dengan berbagai macam permasalahan yang ada, yang
komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru.
3 Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Kedua Pasal 28 B (2) 4 Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1 3 Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Kedua Pasal 28 B (2) 4 Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1
Karena berbagai tekanan hidup, mereka terjebak melakukan hal-hal yang melanggar norma hukum yang hidup dalam masyarakat. Anak yang kurang atau tidak mendapat perhatian secara fisik, mental maupun sosial sering berperilaku dan bertindak antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat. Sehingga tidak sedikit anak- anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Anak- anak yang melanggar norma yang hidup dalam masyarakat dan melakukan tindak pidana dikatakan sebagai anak nakal. Bagi anak-anak nakal tersebut bisa dijatuhkan hukuman atau sanksi berupa tindakan atau pidana apabila terbukti melanggar perundang-undangan hukum pidana, dan dijatuhi pidana untuk ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak, salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kutoarjo.
Dari penelitian mahasiswa Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Sunan Kalijaga ditemukan data sebagai berikut.
No Tindak Pidana
Pasal
Jumlah %
1 Terhadap ketertiban
159-181KUHP
281-297 KUHP
Psl 81-82/23/02
56 orang %
5 Pembunuhan
338-340 KUHP
5 orang
6 Pencurian
362-364 KUHP
9 Penipuan/penggelapan
372-378 KUHP
3 orang
Psl.127 UU No.35 TH
Data Primer LPA Kutoarjo. 5
Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh anak Pidana paling banyak adalah melakukan tindak pidana pencabulan sehingga penyusun tertarik untuk menulis dan menyusun lebih lanjut dengan judul penelitian Pembinaan bagi Anak yang Melakukan Tindak
Pidana Pencabulan di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kelas II A
Kutoarjo
B. Pokok Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan dalam penulisan ini bahwa Anak yang telah mendapatkan putusan hakim yang Inkracht harus menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Dalam lembaga Pemasyarakatan Anak,
5 Akmad Nurul Khakam, “Perlindungan Hukum bagi Anak dalam Sistem Pemasyarakatan Anak (Kajian Tentang Pemenuhan Hak Anak dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A
Kutoarjo)”, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013.
narapidana anak mendapatkan pembinaan berupa pendidikan, dan sebagainya. Adapun permasalahan yang akan dikaji adalah:
1. Bagaimanakah pembinaan narapidana anak yang melakukan tindak pidana pencabulan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo?
2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo dalam pelaksanaan pembinaan narapidana anak yang melakukan tindak pidana pencabulan ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan umum hususnya di bidang ilmu hukum agar dapat ditemukan suatu rumusan perlindungan oleh Lembaga Pemasyarakatan Anak yang melakukan tindak pidana pencabulan.
2. Mengetahui metode pembinaan bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak berdasarkan perundang-undangan hususnya terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan.
3. Mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II Kutoarjo. Adapun Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan gambaran tentang pengkajian peraturan undang- undangan dalam mengembangkan teori-teori hukum yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak serta 1. Untuk memberikan gambaran tentang pengkajian peraturan undang- undangan dalam mengembangkan teori-teori hukum yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak serta
2. Sebagai bahan pertimbangan aparatur hukum terhadap perlindungan hukum bagi anak dalam lembaga pemasyarakatan yang melakukan tindak pidana pencabulan agar tercapai pemenuhan sebagaimana mestinya dan menjadi bahan refrensi kepada dosen, peneliti dan peminat kajian tentang anak.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya maka penyusun melakukan analisis terhadap penelitian–penelitian yang telah penyusun temukan di antaranya sebagai berikut:
Pertama skripsi dengan judul perlindungan hukum bagi anak dalam sistem pemasyarakatan anak (kajian tentang pemenuhan hak anak dalam lembaga
pemasyarakatan anak Kelas II A Kutoarjo) 2013 6 anak yang telah melakukan tindak pidana atau melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang untuk anak
sehingga perlu dibina dibimbing atau diberikan pembinaan yang baik. Dalam melaksanakan pembinaan melalui LPA, negara memberikan hak-hak anak didik pemasyarakatan sebagai berikut: melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang, menerima kunjungan
6 Ibid Akmad Nurul Khakam,SH hal 85-86
keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya, mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) husus anak pidana yang menjalani masa pidana, mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat dan mendapatkan cuti menjelang bebas. Hak ini diberikan kepada anak pidana dan anak negara dalam LPA. Pada saat menjalani pembinaan, anak didik pemasyarakatan mempunyai hak-hak yang melekat pada dirinya, adapun pelaksanaan pemenuhan hak anak dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sebagian besar sudah terlaksana, seperti hak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang, menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya, mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) husus anak pidana yang menjalani masa pidana, mendapatkan pembebasan bersyarat dan mendapatkan cuti menjelang bebas. Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sendiri sudah berusaha untuk menjalankan Pasal
22 ayat (1) Undang-Undang No.12 tahun 1995 Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 1995, PP No.32 Tahun 1999 dan Pasal 4 (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2012 kecuali Hak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. Memang belum pernah diberikan kepada anak didik pemasyarakatan
Kedua hasil penelitian yang berjudul Aspek Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Pengadilan Anak 2004. 7 Dalam penelitian ini proses penyidikan
yang diatur dalam undang-undang pengadilan anak masih terjadi stereotyping yang memposisikan anak sebagai pelaku kriminal dan belum memahami anak secara proposeional guna pembangunan hukum untuk menjembatani keadilan restoratif antara pelaku dan korban. Perbedaan dalam penelitian yang akan penyusun teliti adalah tentang pemenuhan hak anak dalam sistem pemasyarakatan, tidak hanya dalam konteks hak asasi manusia dalam undang- undang pengadilan anak saja. Tetapi lebih ke aspek pemenuhan hak anak dalam LPA karena LPA/penjara merupakan hasil ahir dalam sistem peradilan pidana anak.
Ketiga Skripsi dengan judul Perlindungan Hak-Hak Anak (Studi Komparasi Antara Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak) 2005. 8 Skripsi ini membahas hak anak dengan menggunakan perbandingan hukum antara hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dengan kesimpulan hak anak baik dalam hukum islam maupun Undang-Undang No. 23 tahun 2002 bertujuan untuk kebaikan bagi anak agar tercapai kemaslahatan demi tercapainya keadilan sosial. Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis teliti adalah aspek pemenuhan hak anak yang sudah dijamin oleh aparatur penegak hukum, khususnya hak-hak anak dalam lembaga
7 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Aspek Hak Asasi Manusia Dalam Undang- Undang Pengadilan Anak (Jakarta: Departemen Hukum Dan HAM RI, 2004). 8 Insiyah Abdul Bakir, “Perlindungan Hak-hak Anak (Studi Komparasi antara Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak)”, Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2005.
pemasyarakatan sebagai ahir dari proses sistem peradilan pidana anak apakah sudah berjalan sebagaimana mestinya
Keempat karya ilmiah yang berjudul Pelaksanaan Pembinaan Anak Nakal di Lembaga Pemasyarakatan Anak dalam Perspektif Model Pembinaan Anak Perorangan (Individual Treatment Model) (Studi Pelaksanaan Pembinaan Anak Di
LPA Tangerang Dan LPA Kutoarjo) 2009. 9 Pelaksanaan individual treatment model atau model pembinaan anak individual atau perorangan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak, baik di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Kutoarjo dan Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Pria Tangerang telah dikenal bentuk dari pembinaan anak secara individual adalah pembinaan secara keagamaan dan konseling. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, pembinaan anak yang dilakukan dengan model pembinaan anak perorangan di kedua Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) tidak dapat diterapkan dengan baik. Pembinaan yang seharusnya ditujukan untuk anak didik secara perorangan dalam prakteknya dilakukan oleh anak didik secara berkelompok. Perbedaan yang akan penyusun teliti adalah hak anak dalam LPA yang terdiri dari hak beribadah, hak perawatan jasmani maupun rohani, hak pendidikan, hak pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, serta hak lainya yang terdapat pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
9 Irma Cahyaningtyas, ”Pelaksanaan Pembinaan Anak Nakal di Lembaga Pemasyarakatan Anak dalam Perspektif Model Pembinaan Anak Perorangan (Individual Treatment Model) (Studi
Pelaksanaan Pembinaan Anak di LPA Tangerang dan LPA Kutoarjo”, Tesis Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang 2009.
BAB II METODE PENELITIAN
E. Pendekatan dan Landasan Teori
Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibanya. Adapun perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. 10 Sedangkan tujuan perlindungan anak yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
Anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. 11 Definisi tentang teori diberikan oleh Snellbecker yang mengartikan teori
sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara simbolis dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati, sedangkan Kerlinger mendefinisikan teori sebagai : “A theory is a set of interrelated connstructs (concepts), definitions, and
propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena
10 Ketentuan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat (2). 11 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 3.
(Sebuah teori adalah satu set saling terikat (konsep), definisi, dan proposisi yang menyajikan pandangan sistematis dari fenomena dengan menentukan hubungan
antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena)”. 12
Sebuah Undang-undang dapat dikaji dari aspek normatif maupun aspek Empiris, secara garis besar ilmu hukum dapat dikaji melalui studi law in books
dan study law in action. 13 Bertolak dari hal tersebut, untuk mengkaji suatu permasalahan hukum secara lebih mendalam, diperlukan teori yang berupa
serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar
konsep . 14 Sebelum seorang peneliti sampai pada usaha penemuan hukum in concreto
atau sampai pada usaha menemukan asas dan doktrinnya, atau sampai pula pada usaha menemukan teori-teori tentang law in proses dan law in action, maka mereka harus mengetahui terlebih dahulu apa saja yang termasuk hukum positif
yang tengah berlaku. 15 Suatu teori pada hakekatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau
lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh
12 Nasution Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal. 140. 13 Amiruddin dan Zaenal Asikin, 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum ,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.196 14 Burhan Ashshofa, Metoda Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.19. 15 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 81.
sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya. 16
Menurut pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, terdapat batasan pengertian mengenai anak didik pemasyarakatan, adalah :
1. Anak Pidana Anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LPA Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun
2. Anak Negara Anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LPA Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun
3. Anak Sipil Anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LPA Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Terdapat berbagai pengertian tentang anak di Indonesia, dimana dalam berbagai perangkat hukum berlaku penentuan batas anak yang berbeda-beda pula. Beberapa pengertian Anak yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang- undangan di Indonesia antara lain adalah :
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330
16 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 30.
Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali dalam kedudukan belum dewasa.
2. Menurut Undang-Undang Nomer 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2
Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin
3. Menurut Undang-Undang Nomer 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1 : Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
4. Menurut Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 5 : Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan
belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya
5. Menurut Undang-Undang Nomer 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
6. Menurut Undang-Undang Nomer 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 ayat (3) :
Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
7. Anak menurut hukum adat Ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi dari ukuran yang dipakai adalah: dapat bekerja sendiri cakap melakukan yang diisyaratkan dalam
kehidupan masyarakat dapat mengurus kekayaan sendiri. 17 Hal penting yang perlu diperhatikan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak
adalah konsekuensi penerapannya dikaitkan dengan berbagai faktor seperti kondisi ekonomi, sosial politik, dan budaya masyarakat.
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak memberikan definisi mengenai anak nakal dalam Pasal 1 ayat(2) yang berbunyi : Anak nakal adalah :
1. Anak yang melakukan tindak pidana; atau
2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Bentuk pidana anak berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, menyebutkan:
1. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan.
2. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah:
17 Irma Setyowati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara,
1990), hlm. 19.
a. Pidana penjara
b. Pidana kurungan
c. Pidana denda atau
d. Pidana pengawasan.
3. Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi
Adapun Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal menurut Pasal
24 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 ialah:
1. Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh;
2. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau
3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
Hak anak dalam lembaga pemasyarakatan menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat dalam Pasal 4 (1) Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:
1. Mendapat pengurangan masa pidana;
2. Memperoleh asimilasi;
3. Memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
4. Memperoleh pembebasan bersyarat;
5. Memperoleh cuti menjelang bebas;
6. Memperoleh cuti bersyarat; dan
7. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 71(1) mengenai pidana pokok bagi anak terdiri atas:
1. Pidana peringatan
2. Pidana dengan syarat
a. Pembinaan di luar lembaga.
b. Pelayanan masyarakat, atau
c. Pengawasan.
3. Pelatihan kerja.
4. Pembinaan dalam lembaga dan
5. Penjara. Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak, yang dimaksud dengan anak nakal adalah :
a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia, jelas terkandung makna bahwa suatu perbuatan pidana (kejahatan) harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut.
a. adanya perbuatan manusia
b. perbuatan tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum b. perbuatan tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum
d. 18 orang yang berbuat harus dapat dipertanggung jawabkan Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan
dengan hukum, yaitu :
1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah ;
2. Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum. Namun terlalu ekstrim apabila tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak disebut dengan kejahatan, karena pada dasarnya anak-anak memiliki kondisi kejiwaan yang labil, proses kemantapan psikis menghasilkan sikap kritis, agresif dan menunjukkan tingkah laku yang cenderung bertindak mengganggu ketertiban umum. Hal ini belum dapat dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan yang ditimbulkan akibat dari kondisi psikologis yang tidak seimbang dan si pelaku belum sadar dan mengerti atas tindakan yang telah dilakukannya.
Ada beberapa faktor penyebab yang paling mempengaruhi timbulnya kejahatan anak, yaitu :
1. Faktor lingkungan
2. Faktor ekonomi/ social
3. 19 Faktor psikologis.
18 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama Bandung), hal.12. 19 A. Syamsudin Meliala dan E.Sumaryono, Kejahatan Anak Suatu Tinjauan dari
Psikologis dan Hukum , (Yogyakarta: Liberty, 1985), hal. 31.
Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditegaskan bahwa seseorang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya karena adanya kesadaran diri dari yang bersangkutan dan ia juga telah mengerti bahwa perbuatan itu terlarang menurut hukum yang berlaku. Tindakan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak merupakan manifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud merugikan orang lain seperti yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan kejahatan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dimana pelaku harus menyadari akibat dari perbuatannya itu serta pelaku mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya tersebut.
Pada dasarnya ada 3 teori tentang tujuan pemidanaan pada umumnya yang
dikemukakan oleh beberapa sarjana yaitu 20 :
1. Teori Absolut (Vergeldingstheorie) Pokok dari ajaran teori ini adalah bahwa yang dianggap sebagai dasar daripada pidana adalah sifat pembalasan (‘vergelding’ atau ‘vergeltung’). Para sarjana yang berpendapat demikian ini alam pikirannya diliputi oleh pendapat bahwa pidana adalah suatu pembalasan. Pemberian pidana dapat dibenarkan, karena telah terjadi suatu kejahatan, kejahatan dimana telah menggoncangkan masyarakat. Apabila seseorang telah melakukan kejahatan, maka karena perbuatannya itu akan menimbulkan suatu penderitaan terhadap anggota masyarakat yang lain. Untuk mengembalikan keadaan semula sebagaimana sebelum terjadi kejahatan, maka penderitaan harus dibalas dengan suatu penderitaan pula, yaitu yang terdiri dari suatu pidana (nestapa), dan pidana ini
20 Hermien Hadiati Koeswadji, Perkembangan Macam-Macam Pidana dalam Rangka
Pembangunan Hukum Pidana , (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 7-13.
harus dirasakan sebagai suatu nestapa (‘leed’). Ajaran ini dianut oleh para Sarjana Hukum pada masa awal berkembangnya hukum pidana yang masih berpendapat bahwa pemberian pidana sebagai balasan atas perbuatan pelaku tindak pidana.
2. Teori Tujuan atau Relevansi Teori ini bertujuan :
a. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat (de handhaving van de maatschappelijke)
b. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai akibat daripada terjadinya kejahatan (het herstel van het door de misdaad ontstane maatschappelijke nadeel)
c. Untuk memperbaiki si penjahat (verbetering van de dader)
d. Untuk membinasakan si penjahat (onschadelijk maken van de misdadiger);
e. Untuk mencegah kejahatan (ter verkoming van de misdaad) Dalam kepustakaan ditegaskan bahwa teori berkembang setelah teori absolut mulai banyak ditinggalkan alasannya karena tujuan pemidanaan relevansi ini yang didasarkan pada teori absout tidak membuat para pelaku tindak pidana berkurang tetapi justru semakin bertambah. Pelaku disini diperlakukan tidak manusiawi. Mengenai pencegahan kejahatan yang dimaksud dalam huruf e dapat diperinci dalam dua aliran yang berkembang yaitu :
1. Algemene atau generale preventie (pencegahan umum) yaitu pencegahan yang ditujukan kepada masyarakat, sehingga sifat pencegahannya bersifat umum. Cara yang dilakukan oleh sarjana-sarjana yang menganut Algemene atau generale preventive ialah dengan menakut-nakuti masyarakat dengan 1. Algemene atau generale preventie (pencegahan umum) yaitu pencegahan yang ditujukan kepada masyarakat, sehingga sifat pencegahannya bersifat umum. Cara yang dilakukan oleh sarjana-sarjana yang menganut Algemene atau generale preventive ialah dengan menakut-nakuti masyarakat dengan
2. Bijzondere atau Speciale Preventie (pencegahan khusus), yaitu pencegahan yang ditujukan kepada si penjahat itu sendiri. Para sarjana yang menganut special preventie lebih mengedepankan pendidikan dan memasyarakatkan lagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Cara-cara yang mereka lakukan bisa dengan memberikan pendidikan kepada para narapidana, memberikan mereka keterampilan kerja sehingga diharapkan mereka tidak mengulangi perbuatan pidana lagi.
3. Teori Gabungan atau Campuran (Verenigings atau Gemengde Theorien) Pemikiran dari teori ini beranjak dari kelemahan-kelemahan dari teori-teori absolute dan relatif. Kelebihan-kelebihan dari teori absolut dan relatif menjadi kekuatan dari teori ini. Diharapkan kelemahan-kelemahan dari teori absolut dan relatif menjadi hilang.
Adapun kelemahan-kelemahan dari teori absolut ialah :
a. Dapat menimbulkan ketidakadilan. Misalnya pada pembunuhan, tidak semua pelaku pembunuhan dijatuhi pidana mati, melainkan harus dipertimbangkan berdasarkan alat-alat bukti yang ada.
b. Apabila yang menjadi dasar daripada teori ini adalah untuk pembalasan, maka mengapa hanya negara saja yang memberikan pidana.
Sedangkan kelemahan kelemahan teori tujuan adalah:
1. Dapat menimbulkan ketidakadilan pula. Misalnya apabila tujuan untuk mencegah kejahatan itu dengan jalan menakut-nakuti, maka mungkin pelaku 1. Dapat menimbulkan ketidakadilan pula. Misalnya apabila tujuan untuk mencegah kejahatan itu dengan jalan menakut-nakuti, maka mungkin pelaku
2. Kepuasan masyarakat diabaikan. Misalnya jika tujuan itu semata-mata adalah untuk memperbaiki si penjahat, masyarakat yang membutuhkan kepuasan dengan demikian diabaikan.
3. Sulit untuk dilaksanakan dalam praktek. Bahwa tujuan mencegah kejahatan dengan jalan menakut-nakuti itu dalam praktek sulit dilaksanakan. Misalnya terhadap recidivis.
F. Hipotesis
Secara legal formal, jaminan perlindungan anak secara umum memang telah tertuang dalam beberapa perundangan. Demikian halnya mengenai pidana anak, sudah tersedia payung hukumnya secara spesifik, meskipun hingga kini masih
dinilai problematik. 21 Bahkan, Surat keputusan bersama “Ramah Anak” yang ditandatangani enam kementerian terkait penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum sudah dikeluarkan sejak 2009. Namun demikian, bukan berarti persoalan Anak yang berhadapan dengan hukum terlebih anak yang menjalani masa pidana sebagai pertanggung jawaban pidananya sudah tertangani secara tuntas. Dalam level implementasi, jaminan perlindungan anak, khususnya dalam
21 Payung hukum untuk ABH kini masih menggunakan UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Banyak pihak menilai undang-undang ini memiliki sejumlah kelemahan
sehingga perlu direvisi.Sejak 2006 telah dilakukan upaya revisi undang-undang ini dan saat ini draft RUU Pengadilan Anak telah diserahkan pemerintah ke DPR, diharapkan pada 2011 RUU Pengadilan Anak akan diundangkan sebagai revisi terhadap UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
konteks persoalan Anak yang berhadapan dengan hukum kini masih menjadi suatu hal yang belum mendapatkan jawaban atau dengan kata lain pertanggung jawaban pelaksanaan perlindungan anak belum terealisasi baik dari segi sumber daya manusia maupun lembaga pemasyarakatan anak yang belum siap.
Berbagai pelanggaran dan pengabaian hak anak, terutama dalam kaitannya dengan penanganan pembinaan anak yang tersandung kasus tindak pidana pencabulan masih minim perlindungannya terlebih lagi dalam level daerah, dimana para pihak seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lapas, Bapas, hususnya Lembaga Pemasyarakatan Anak dan para pihak lainnya yang semestinya proaktif mengupayakan pendekatan restoratif namun tidak berupaya secara optimal. Fenomena ini tercermin dalam lembaga Pemasyarakatan anak Kelas IIA kutoarjo yang belum memberikan penanganan secara husus terhadap anak-anak yang melakukan tindak pidana pencabulan.
Sejumlah fenomena itu setidaknya telah dapat memperjelas pada hipotesis penelitian ini. Pertama, minimnya pemahaman mengenai sistem pemidanaan edukatif terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di indonesia pada saat ini. Kedua, masih kurangnya sosialisasi dan lemahnya koordinasi kelembagaan terkait model pelaksanaan pembinaan anak didik pemasyarakatan. Ketiga, perlunya dukungan publik yang luas untuk mendorong upaya-upaya restorative dalam penanganan persoalan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) penelitian langsung di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo sebagai satu-satunya Lembaga Pemasyarakatan Anak untuk wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah bersifat yuridis empiris sosiologis yaitu penelitian terhadap masalah dengan melihat dan memperhatikan undang-undang yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada dari permasalahan yang ditemui dalam penelitian
2. Sifat Penelitian Tipe penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang orientasi/arah perlindungan anak dalam lembaga pemasyarakatan Anak dan memberikan data yang seteliti mungkin tentang permasalahan yang ada dalam lapangan.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data memiliki peran yang sangat penting pada penelitian. Baik tidaknya penelitian dipengaruhi pada teknik pengumpulan data, adapun pengumpulan data yang penulis gunakan sebagai berikut :
a. Wawancara Agar data yang diperoleh lebih konkrit, maka penulis melakukan wawancara terhadap responden di Lembaga Pemasyarkatan Anak Kutoarjo dengan dua cara a. Wawancara Agar data yang diperoleh lebih konkrit, maka penulis melakukan wawancara terhadap responden di Lembaga Pemasyarkatan Anak Kutoarjo dengan dua cara
b. Studi Dokumen Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan content analysis dengan cara menganalisis dokumen-dokumen yang penulis dapatkan di lapangan yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.
c. Studi pustaka Untuk memperoleh data secara teoritis, maka penulis mengumpulkan bahan dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dengan membaca dan menganalisa terutama yang berkaitan dengan judul yang penulis ajukan dalam penelitian ini.
4. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secata sistematis yang diperoleh dari temuan lapangan berupa wawancara, keadaan subyek maupun obyek penelitian dan bahan-bahan lain yang menjadi pendukung penelitian berupa hasil wawancara serta hasil kuesioner sehingga dapat mudah di pahami. Analisa data yang penyusun gunakan adalah analisis deskriptif-kualitatif.
H. Tahapan Penelitian
Sebagai upaya untuk menjaga keutuhan pembahasan dalam skripsi ini agar terarah secara metodis penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab pertama terdiri dari uraian mengenai latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta tinjauan pustaka.
Bab kedua tentang metodologi penelitian, yang berisi pendekatan dan landasan teori, hipotesis, dan tahapan penelitian. Bab ketiga tentang deskripsi obyek penelitian yang berisi gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo, letak geografis dan keadaan fisik, visi misi LPA Kelas II A Kutoarjo, struktur pegawai lembaga pemasyarakatan, data warga binaan pemasyarakatan, golongan jenis kejahatan, golongan umur warga binaan pemasyarakatan, dan golongan pendidikan warga binaan.
Bab keempat merupakan inti dari penelitian yaitu menganalisis tentang model pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Permasyarakatan Anak Kutoarjo terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan dan kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pembinaan anak di pemasyarakatan. Namun demikian, dalam bab ini dideskripsikan terlebih dahulu dasar pembinaan anak didik pemasyarakatan, sasaran pembinaan pembimbingan dan program strategis, dan proses pembinaan anak didik LPA Kutoarjo.
Bab kelima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan kontribusi dari hasil penelitian secara keseluruhan dan diakhiri dengan daftar pustaka serta lampiran-lampiran.
BAB III DISKRIPSI OBYEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo
1. Letak Geografis dan Keadaan Fisik
Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo merupakan lembaga pemasyarakatan di wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kantor wilayah Jawa Tengah. Memiliki fungsi dan tugas untuk menampung, merawat dan membina anak didik pemasyarakatan dari seluruh wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, letak geografis Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo berada di Jalan Pangeran Diponegoro No 36 A Kutoarjo, Purworejo Jawa Tengah 54212 telp: (0275) 641011 Fax: (0275) 641054 e-mail: [email protected]
LPA Kutoarjo mempunyai luas tanah: 6.843 m² luas bangunan: 1.289 m² sedangkan untuk keadaan fisik lembaga pemasyarakatan anak Kutoarjo, terdiri 1 (satu) komplek bangunan terdiri dari :
a. 1 (satu) gedung bertingkat digunakan untuk perkantoran,
b. 1 (satu) gedung bertingkat dipergunakan sebagai ruang serbaguna antara lain untuk mushola, ruang pertemuan dan olahraga, ruang kunjungan (bezuk), dan ruang perawatan kesehatan
c. 3 (tiga) gedung untuk tempat hunian anak didik pemasyarakatan, terdiri dari blok A, blok B, dan blok C c. 3 (tiga) gedung untuk tempat hunian anak didik pemasyarakatan, terdiri dari blok A, blok B, dan blok C
e. Berikutnya 1 (satu) komplek bangunan di luar LPA terdiri: 1 (satu) unit rumah dinas kepala 7 (tujuh) unit Rumah untuk pejabat struktural 1 (satu) unit garasi.
2. Sejarah Terbentuknya Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo
Tahun 1880, gedung Lembaga Pemasyarakatan Anak didirikan/dibangun oleh pemerintah Belanda. Selanjutnya tahun 1917, gedung digunakan sebagai rumah tahanan perang. Setelah Indonesia merdeka pada Tahun 1945, menjadi
milik pemerintah republik Indonesia dalam keadaan kosong hingga tahun 1948. 22 Tahun 1948, sebagai tangsi tentara Indonesia, dalam tahun ini juga dikembalikan kepada jawatan kepenjaraan untuk digunakan sebagai rumah penjara sampai tahun 1960. Tahun 1962 sampai tahun 1964, sebagai rumah penjara Jompo. Tahun 1964 berubah menjadi lembaga pemasyarakatan kelas III. Kemudian berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 8 Juni 1979 Nomor : JS.4/5/16 Tahun 1979 tentang Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Anak Negara di Kutoarjo ( LP AN ) selanjutnya berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 5 Februari 1991, Nomor : M.01.PR.07.03 tentang pemindahan tempat kedudukan lembaga pemasyarakatan anak Jawa Tengah dari Ambarawa ke Kutoarjo dan
22 Data Tertulis Profil sejarah terbentuknya LPA Kutoarjo.
penghapusan cabang Rutan Purworejo di Kutoarjo. Baru pada Tahun 1993 berfungsi penuh sebagai Lembaga Pemasyarakatan Anak di Kutoarjo hingga sekarang. Berdasarkan surat keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 16 Desember 1983 Nomor: M.03-UM.01.06, tentang penetapan lembaga pemasyarakatan tertentu sebagai rumah tahanan, dalam hal ini LP AN Kutoarjo
beralih status menjadi cabang rumah tahanan Purworejo di Kutoarjo. 23
3. Visi, Misi dan Tujuan Visi Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa (membangun manusia mandiri).
Misi Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan.
Tujuan Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif
23 Data Tertulis Profil sejarah terbentuknya LPA Kutoarjo.
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan, narapidana dan warga binaan pemasyarakatan dalam rangka memperlancar proses pembinaan dan pembimbingan.
4. Struktur Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Anak
Jumlah pegawai/karyawan/personil Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo saat ini berjumlah 66 orang pegawai berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut.
Tabel I Daftar Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin
Sumber: http://smslap.ditjenpas.go.id Akses 05 Oktober 2013
Tabel II Tingkat Pendidikan Pegawai Pemasyarakatan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah
1 SD/SMP
1 Orang
2 SMA/SMK
35 Orang
3 Akademi ( D-IV )
5 Orang
4 Sarjana ( S-1 )
100 % Sumber: http://smslap.ditjenpas.go.id Akses 05 Oktober 2013
Jumlah
56 Orang
KEPALA Drs.Husni Setya Budi, Bc.Ip
KA.KPLP
Taufik Nugroho.S.Pd
KA.SUB.BAG.TATA USAHA
Paiman S.Ip
KA.UR UMUM
KA.UR KEPEG&KEU
Suprayitno S.Ip
Rumiyati
KA.SIE.BIMPAS
KA.SIE KEGIATAN KERJA
KA.SIE ADM KAMTIB
Sri Lestari.BC.IP
Partono
Sapto Isnugroho BC.IP
KA.SUB SIE KA.SUB SIE
KA.SUB SIE
KA.SUB SIE
KA.SUB SIE KA.SUB SIE
REGISTRASI BIMKESWAT
SARANA KERJA
BIMKER
KEAMANAN PELAPORAN
Wagiman S.Ip Bambang T.S
Dra.Suminah
Mulyono S.H
AgusWinartoS.Ip Oscar S.Pd
REGU
PENGAMAN
5. Data Warga Binaan Pemasyarakatan Anak Kutoarjo
Tabel III
Data Warga Binaan Pemasyarakatan
No Golongan pidana
Jumlah
1 BI 50 Orang
2 BII a
4 Orang
5 Anak Negara
Sumber: Data Primer LPA Kutoarjo, 19 September 2013 Adapun klasifikasi yang dimaksud adalah :
a. Golongan B-I adalah untuk narapidana yang dijatuhi pidana diatas 1 tahun.
b. Golongan B-IIa adalah untuk narapidana yang dijatuhi pidana antara 4 sampai
12 bulan.
c. Golongan B-IIa adalah untuk narapidana yang dijatuhi pidana antara 1 hari sampai 3 bulan.
d. Golongan B-III adalah untuk narapidana yang dipindahkan kurungan pengganti pidana denda yang lama pidananya maksimal 1 bulan.
6. Golongan Jenis Kejahatan
Tabel IV
Jenis Kejahatan
No Tindak Pidana
Pasal
Jumlah %
1 Terhadap Ketertiban
159-181KUHP
1 orang 1,3 %
2 Kesusilaan
281-297 KUHP
Psl 81-82 UU 23/02
40 orang
5 Pembunuhan
338-340 KUHP
2 orang 2,7 %
6 Pencurian
362-364 KUHP
9 Penipuan/penggelapan
372-378 KUHP
1 orang 1,3 %
10 Narkotika
Psl.127 UU No.35 TH
Psl.310 UULAJ
1 orang 1,3 %
12 Traficking
Psl.2 UU 21 Th.2007
Sumber: Data Primer LPA Kutoarjo, 19 September 2013
Tabel V Umur Warga Binaan Pemasyarakatan
No Umur
Jumlah
1 12-15 tahun
15 orang
2 Umur 16-18 tahun
Sumber: Data Primer LPA Kutoarjo, 19 September 2013
Tabel VI Tingkat Pendidikan Warga Binaan Pemasyarakatan
No Pendidikan
Jumlah
1 Sekolah Dasar
20 orang
Sekolah lanjutan tingkat
3 Sekolah lanjutan tingkat atas
4 Buta Huruf
Sumber: Data Primer LPA Kutoarjo, 19 September 2013
7. Instansi, Lembaga dan Badan Sosial yang Bekerja Sama dengan LPA
Anak Kutoarjo
a. Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo.
b. Departemen Agama Purworejo.
c. Kepolisian Resort Purworejo.
d. Dinas Sosial Kabupaten Purworejo.
e. Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo.
f. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purworejo.
g. Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia Yogyakarta.
h. Yayasan SETARA Semarang. 24
24 Data tertulis LPA Kutoarjo