TUGAS HUKUM UAS DAN PAJAK

TUGAS UAS HUKUM PAJAK
Nama: Dimas bayu suprapto
Nbi

: 1311401592

ANALISIS PMK NO.70/PMK NO.03 TAHUN 2017

Dalam peraturan menteri keuangan (pmk) nomor 70 tahun 2017 tentang petunjuk teknis
mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan,sebeleumnya
ditetapkan batas saldo untuk rekening perbankan paling sedikit Rp 200 juta bagi orang
pribadi sekarang diganti menjadi 1 miliar
Hal tersebut tertera dalam keterangan tertulis kementrian keuangan yamg diterima
detik finance kamis (8/6/17)
Awalnya di PMK kan Rp 200 juta. Tiba-tiba dengan hitungan hari berubah menjadi Rp 1
miliar. Nah, artinya apa dari sisi ini saja, menimbulkan pertanyaan, berarti apa yang
menjadi benchmark dan dasar pemerintah dalam tetapkan batas minimal ini," kata
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, di
Kantornya, Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia bahkan
mengetahui rencana awalnya adalah Rp 1 miliar. Namun diubah menjadi Rp 500 juta
sebelum disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Akan tetapi lahir dalam

regulasi menjadi Rp 200 juta.
"Saya juga bingung kenapa jadinya Rp 200 juta, padahal awalnya itu memang Rp 1
miliar," kata Lana kepada detikFinance.
Meski demikian Lana sepakat dengan batas saldo Rp 1 miliar. Pasalnya, jumlah nasabah
yang harus dipantau tidak akan disanggupi oleh kapasitas DItjen Pajak sekarang. Bisa
jadi potensi penerimaan yang diharapkan tidak tercapai.
Revisi ini berawal dari masukan dari masyarakat dan pemangku kebijakan tersebut lebih
mencerminkan rasa keadilan menunjukkan keberpihakan bagi para pelaku usaha mikro
kecil dan menengah dan memeperhatikan aspek kemudahan administrasi bagi lembaga
keuangan untuk melaksanakannya.
Disamping itu juga mempertimbangkan data rekening perbankan , data perpajakan
termasuk dalam program tax amnesty serta data pelaku usaha, sehingga pemerintah
memutuskan untuk meningkatkan batas minimum saldo rekening keuangan yang wajib
dilaporkan dari semula Rp200 juta menjadi Rp1 miliar.
Bahwa dengan adanya peraturan ini maka, akan sangat beresiko sekali terhadap
terjadinya Rush Money, atau penarikan uang secara masif. Khususnya bagi Pemilik
Rekening yang jumlah saldo uangnya di atas Rp 1 miliar,
Dengan perubahan batasan minimum menjadi Rp1miiar tersebut,maka jumlah rekening
yang wajib dilaporkan adalah sekitar 496 ribu rekening atau 0,25% dari keseluruhan
rekening yang ada di perbankan saat ini, jumlah tersebut turun dari yang semula 2,3 juta

atau 1,14% denagn saldo minimum Rp200 juta.

Akan tetapi kalau dilihat dari jumlah pemilik rekening yang mempunyai saldo di atas Rp 1
miliar di perbankan tersebut, apabila mereka melakukan Rush Money atau pengambilan
uang secara masif demi terhindar dari masalah perpajakan, maka akan berdampak fatal
dan akan berpotensi terjadi Tsunami Ekonomi terhadap Stabilitas Perekonomian Nasional
Sebenarnya Tujuan pelaporan informasi keuangan ini adalah untuk mendapatkan
informasi yang lebih lengkap sesuai standart internasional, sehingga indonesia dapat
berpartisipasi dalam pertukaran informasi keuangan dengan negara lain.
Pemerintah juga menjamin kerahasiaan data masyarakat yang disampaikan lembaga
keuangan kepada ditjen pajak.
RUMUSAN MASALAH
1. Kenapa batas minimum saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan yang
semula ditetapkan Rp 200 juta diganti menjadi Rp 1 miliar ?
SARAN
1. seharusnya ada kajian yang komprehensif, apalagi menyangkut angka sehingga
tidak terkesan pemerintah tidak memiliki dasar dan pertimbangan yang kuat
dalam menetapkan suatu kebijakan.Kami berharap ke depan pemerintah dalam
membuat suatu kebijakan jangan hanya dilihat dari perspektif birokrasi atau
pemerintah, akan tetap bagaimana mampu mengakomodasi aspirasi dan

masukan dari masyarakat maupun pelaku usaha.
Sebelum ditetapkan alangkah baiknya mengajak pelaku usaha seperti Kadin dan
organisasi lainnya untuk berkonsultasi memberikan masukan, saran, dan
pandangan sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak memiliki resistensi yang
tinggi. Di mana pemerintah juga perlu menjelaskan dengan detail bagaimana
seharusnya aturan ini dapat berjalan.
Karena Peraturan ini bukan dalam rangka mengejar target pajak. Yang harus kita
garis bawahi, Peraturan ini untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat untuk
lebih patuh dalam bayar pajak dan sebenarnya aturan tentang keterbukaan pajak
ini kurang tepat dilakukan, karena lebih banyak menyasar masyarakat dalam
negeri.
Padahal seharusnya diterapkan antar negara. Dirinya juga melihat kalau Perppu
ini lebih bertujuan untuk menekan pendapatan pajak, dibanding meningkatkan
kepatuhan wajib pajak itu sendiri.
Kita juga mengetahui bahwa yang diminta internasional kan hanyalah WNA yang
ada di Indonesia buka rekening di sini dan negara yang bersangkutan Namun
dalam aturan itu arahnya adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak kalau
menurut saya. Namun tidak diakui bahwa itu untuk target pajak Padahal kalau
dilihat dari menimbangnya, poin tentang repatriasi, asing buka di sini harus


diketahui negaranya dan kita kalau buka di luar negeri juga harus tahu, itu poin
sekian.
Dan berdasarkan Pasal 31, 32, dan 33 PMK No. 70 Tahun 2017, akan diberikan SANKSI
seandainya kewajiban untuk menyampaikan laporan dan kewajiban memberikan
informasi atau bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau Pasal 17 tidak dipenuhi.

"Oleh karena itu, sudah sepatutnya Menteri Keuangan agar merevisi kembali PMK No. 70
Tahun 2017 tersebut. Demi menghindari resiko terjadinya Rush Money yang akan
menyebabkan Tsunami Ekonomi terhadap stabilitas perekonomian nasional, dengan tidak
mengurangi komitmen dalam mengimplementasikan keterbukaan data perbankan untuk
kepentingan perpajakan di tingkat internasional yaitu Automatic Exchange of Information
(AEol) yang telah diikuti beberapa negara

ANALISIS UU NOMOR 13 TAHUN 1985 DENGAN PP NOMOR 24 TAHUN 2000

Akibat perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin maju & kompleks,
pemerintah kemudian mengatur lebih jauh mengenai tarif Bea Materai. Hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 13 Tahun 1985. Berdasarkan pasal tersebut, maka
lahirlah Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun1995 Tentang Perubahan tarif Bea Materai,
yang mana PP tersebut diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 Tentang

Perubahan Bea Materai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan
Bea Matera, yang masih berlaku sampai sekarang.

OBJEK BEA MATERAI
Objek dari Bea Materai adalah Dokumen, yaitu kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Dokumen yang dikenakan Bea Materai
Pada umumnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen yang
menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan
dokumen yang digunakan di muka pengadilan. Berdasarkan Pasal 2 UU No. 13 Tahun
1985
Dokumen yang tidak dikenakan Bea Materai
Pada umumnya dokumen yang tidak dikenakan Bea Materai adalah dokumen yang
berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak
dan dokumen Negara. Berdasarkan pasal 4 UU No. 13 Tahun 1985
TARIF BEA MATERAI
Tarif Bea Materai Rp. 6000 untuk dokumen :
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau

keadaan yang bersifat perdata.
2. Akta-akta notaries termasuk salinannya.
3. Surat berharga seperti wesel, promes, cek.
4. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan,
yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang
semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk
tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.

SUBJEK BEA MATERAI

Subjek Bea Materai adalah pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat
dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
SANKSI
1. Sanksi dendaPelunasan Bea Materai terhadap konsumen yang besarnya Bea
Materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda
administrasi sebesar 200% dari Bea Materai yang tidak atau kurang dibayar, yang
harus dilunasi oleh pemegang dokumen dengan cara pemateraian kemudian.
2. Sanksi administrasi Sanksi administrasi dikenakan kepada Pejabat Pemerintah,
Hakim, Panitera, Jurusita, Notaris, dan pejabat umum lainnya, masing-masing
dalam tugas atau jabatannya melakukan hal-hal:

a. Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Materainya
tidak atau kurang dibayar.
b. Melekatkan dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dibayar sesuai
dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan.
c. Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang Bea
Materainya tidak atau kurang dibayar.
d. Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang
dibayar sesuai dengan tarif Bea Materainya.
3. Sanksi pidana
a. Berdasarkan Pasal 14 UU No. 13 Tahun 1985, bahwa Barangsiapa dengan
sengaja melakukan pelunasan Bea Materai tanpa izin menteri keuangan, yang
akan menimbulkan keuntungan bagi pemilik atau yang menggunakannya, dan
sebaliknya akan menimbulkan kerugian bagi Negara, dapat dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya 7 tahun.
b. Pada Pasal 13 UU No. 13 Tahun 1985 juga mengatur bahwa sanksi pidana
dapat diterapkan apabila terdapat pelanggaran yang memenuhi ketentuan
pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana




Rumusan masalah

Seberapa Kuat Surat Penyataan Bermeterai, mempunyai kekuatan hukum ?



Saran

Di dalam KUHPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867 sampai Pasal
1880.
Surat sebagai alat pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam Akta dan Surat bukan
akta, dan Akta dapat dibedakan dalam Akta Otentik dan Akta Di bawah tangan. Sesuatu
surat untuk dapat dikatakan sebagai akta harus ditandatangani, harus dibuat dengan
sengaja dan harus untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu
dibuat.
Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara
pembuatan atau terjadinya akta tersebut. Apabila akta otentik cara pembuatan atau
terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum
(seperti Notaris, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta di bawah tangan cara
pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai

umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta otentik
adalah akta notaris, putusan hakim (vonis), berita acara sidang, surat perkawinan, akta
kelahiran, akta kematian, dan sebagainya; sedangkan akta di bawah tangan contohnya
adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, dan surat perjanjian jual beli.

Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik
merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya
serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta
tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari halhal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut
dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat
membuktikan sebaliknya.
Menurut Pasal 1857 KUHPerdata, jika akta dibawah tangan tanda
tangan diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut
dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang
menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak
darinya.
Berkaitan dengan meterai atau bea meterai menurut Pasal 2 Undang-undang No. 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan suratsurat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan
atas dokumen tersebut bea meterai.

Dengan demikian maka tiadanya meterai dalam suatu surat perjanjian (misalnya
perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa) maka tidak berarti perbuatan hukumnya
(perjanjian tersebut) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai
alat pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena tidak adanya
perjanjian itu bukan ada tidaknya meterai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata,
yaitu:
Syarat-syarat Terjadinya Suatu Persetujuan yang Sah
Pasal 1320
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.