2.1.1.2. Jenis-jenis Perangkat Pembelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Materi Energi Panas dan Bunyi dengan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pad

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori 2.1.1. Perangkat Pembelajaran 2.1.1.1. Pengertian Perangkat pembelajan

  Suhadi, (2007:24) mengemukakan bahwa “Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.” Dari uraian tersebut dapatlah dikemukakan bahwa perangkat pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas, serangkaian perangkat pembelajaran yang harus dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran di kelas, berikut dalam tulisan ini kami membatasi perangkat pembelajaran hanya pada: Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). (anrusmath.wordpress.com) 2.1.1.2.

   Jenis-jenis Perangkat Pembelajaran

  Berikut adalah beberapa jenis dari perangkat pembelajaran yang harus diperhatikan oleh guru.

  1. Silabus Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat: a. Identitas mata pelajaran (khusus SMP/Mts/SMPLB/Paket B dan

  SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/Paket C kejuruan)

  b. Identutas sekolah meliputi satuan pendidikan dan kelas

  c. Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuksuatu jenjang sekolah.

  d. Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencangkup sikap pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran f. Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang releven, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indicator pencapaian kompetensi.

  g. Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

  h. Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. i. Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun, dan j. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetakdan elektronik. Alam sekitar atau sumber belajar lain yang releven.

  Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.

  2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RRP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.

  Komponen RPP terdiri atas: a. identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan. d. materi pokok;

  e. alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai.

  f. Tujuan pembelajara yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

  g. Kompetensi dasar dan indicator pencapaian kompetensi.

  h. Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi. i. Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai

  KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai. j. Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran. k. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan. l. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapa pendahuluan, inti, dan penutup, dan m.

  Penilaian hasil pembelajara. Prinsip Penyusunan RPP

  Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

  a. Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan c. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.

  d. Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancana untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

  e. Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

  f. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.

  g. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

  h. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. Pelaksanaan Pembelajaran

  Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan inti dan penutup.

  1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

  a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti prose pembelajaran.

  b. Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional.

  c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai, dan e. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

  2. Kegiatan Inti Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atauinkuir dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikandengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.

  a. Sikap Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternative yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong siswa untuk melakuan aktivitas tersebut.

  b. Pengetahuan Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta.

  Karakteritik aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajardalam domain keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya

  Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topi dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong siswa untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquirylearning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).

  3. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara individual maupun kelompok melakukan refleks untuk mengevaluasi: a. Seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung.

  b. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

  c. Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tuga individual maupun kelompok, dan d. Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya. (permendikbus 2013)

  4. Lembar Kerja Siswa (LKS) Perangkat pembelajaran menjadi pendukung buku dalam pencapaian kompetensi dasar siswa adalah lembar kegiatan siswa (LKS). Dalam pedoman umum pengembangan bahan ajar (Diknas, 2004), LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh pesert didik.

  Lembar Kerja Siswa biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaiakan suatu tugas dan tugas tersebut haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai. Sementara menurut padangan lain LKS adalah

  Dalam LKS, peserta didik akan mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.

  Dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk- petunjik pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai. Lembar ini diperlukan guna mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan serta sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.

  Untuk menyusun perangkat pembelajaran berupa LKS menguraikan rambu-rambunya, bahwa LKS akan memuat paling tidak: judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penyelesaian peralatan/ bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan. (Andi Prastowo: 2011)

  Langkah-langkah persiapan LKS dijelaskan dalam Andi Prastowo (2011:212-215) sebagai berikut:

  a. Analisis kurikulum. Untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS yaitu dengan melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan.

  b. Menyusun peta kebutuhan LKS. Peta kebutuhan LKS berguna untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat urutan LKS.

  c. Menentukan judul-judul LKS. Judul LKS harus sesuai dengan KD, materi pokok dan pengalaman belajar.

  d. Penulisan LKS. Langkah-langkahnya: (1) perumusan KD yang harus dikuasai, (2) menentukan alat penilaian, (3) penyusunan materi dari berbagai sumber, (4) memperhatikan struktur LKS, yang meliputi: (a) judul, (b) petunjuk belajar, (c) kompetensi yang akan dicapai, (d) informasi pendukung, (e) tugas dan langkah-langkah kerja, dan (f)

  Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila Kompetensi Dasar (KD)-nya dapat dicapai.

  Untuk mengetahui tercapai tidaknya KD, guru perlu mengadakan tes setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Fungsi penilaian ini adalah memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program berikutnya bagi siswa belum berhasil.

  Tes hasil belajar menurut Trianto (2007a:76) adalah: Butir tes yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, tes ini dibuat mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai, dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan kisi-kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya serta lembar observasi penilaian psikomotor kinerja siswa.

  Sejalan pendapat di atas, Hudoyo (1988:144) mengemukakan bahwa: Cara menilai hasil belajar matematika biasanya menggunakan tes. Maksud tes yang utama adalah mengukur hasil belajar yang dicapai oleh seseorang yang belajar matematika. Di samping itu tes juga dipergunakan untuk menentukan seberapa jauh pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari.

  Untuk mengukur hasil belajar digunakan tes hasil belajar, Subino, (1987) mengatakan bahwa:

  Idealnnya sebelum tes dipergunakan maka tes tersebut harus memenuhi syarat-syarat tes yang baik memenuhi kriteria validitas dan reliabel. Validitas adalah ketepatan tes dalam mengukur apa yang harus diukur, seberapa baikkah tes tersebut dapat melaksanakan tugas yang diembannya, sedangkan realiabilitas adalah Kekonsistenan alat ukur Buku sebagai rangkaian dari perangkat pembelajaran tentunya haru memberikan manfaat bagi guru khususnya siswa. Depdiknas (2008a:12) menjelaskan bahwa “Buku adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan buah pikiran dari pengarangnya.” Lebih lanjut dijelaskan dari sumber yang sama (Depdiknas, 2008a:12), bahwa:

  Buku sebagai bahan tertulis merupakan buku yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis. Sedangkan buku yang baik adalah buku yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya, isi buku juga menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide penulisnya. Selain penjelasan tersebut, dalam bagian yang sama, dijelaskan bahwa

  “Buku pelajaran berisi ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar ….” (Depdiknas, 2008a:12).

  Sumber lain tentang buku adalah Permendiknas RI No. 2 tahun 2008. Tentang buku panduan pendidik dijelaskan dalam bab I, pasal 1, butir 4, bahwa “Buku panduan pendidik adalah buku yang memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh para pendid ik.” (Depdiknas, 2008b:2).

  Beberapa batasan buku di atas menjelaskan bahwa buku sebagai salah satu bahan ajar jenis bahan cetak merupakan buku yang substansinya adalah pengetahuan, yang disusun berdasarkan analisis kurikulum, disusun untuk memudahkan guru dalam pembelajaran dan siswa belajar mencapai kompetensi yang ditetapkan kurikulum, dengan memperhatikan kebahasaan, kemenarikan, dan mencerminkan ide penulisnya. Buku yang memudahkan belajar siswa disebut buku siswa, dan buku yang memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran disebut sebagai buku panduan guru/pendidik, masing-masing memiliki struktur dan komponen yang khas.

  Penyusunan bahan ajar cetak, khususnya buku, dijelaskan dalam Depdiknas (2008a:19) bahwa:

  Sebuah buku akan dimulai dari latar belakang penulisan, aturan yang dibahas, contoh-contoh yang diperlukan, hasil penelitian, data dan inter petasinya, berbagai argumen yang sesuai disajikan. Lebih lanjut diuraikan langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam menulis buku sebagai pelengkap perangkat pembelajaran adalah: (1) menganalisis kurikulum, (2) menentukan judul buku yang akan ditulis, (3) merancang outline buku agar memenuhi aspek kecukupan, (4) mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan, (5) menulis buku dengan memperhatikan kebahasaan yang sesuai dengan pembacanya, (6) mengedit dan merevisi hasil tulisan, (7) memperbaiki tulisan, (8) menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan (Depdiknas, 2008a:20).

  (anrusmath.wordpress.com) 2.1.1.3.

   Pentingnya Perangkat Pembelajaran

  Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa perangkat pembelajaran begitu penting bagi seorang guru.

  1. Perangkat pembelajaran sebagai panduan /perangkat pembelajaran benar-benar memberi arah bagi seorang guru. hal ini penting mengingat proses pembelajaran adalah sesuatu yang sistematis dan terpola. tak sedikit guru yang hilang arah atau bingung ditengah- tengah proses pembelajaran hanya karena tidak memiliki perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran memberi panduan apa yang harus dilakukan seorang guru didalam kelas.memberi panduan dalam mengembangkan teknik mengajar dan memberi panduan untuk merancang perangkat yang lebih baik.

  2. Perangkat pembelajaran sebagai Tolak ukur/seorang guru yang profesional tentu mengevaluasi setiap hasil mengajarnya. begitu pula dengan perangkat pembelajaran. Guru dapat mengevaluasi diri nya sendiri sejauh mana perangkat pembelajaran yang telah dirancang teraplikasi di dalam kelas. hal ini penting untuk terus meningkatkan profesionalime seorang guru. hal ini bisa dimulai dengan bahkan langkah pembelajaran dengan data yang ada di perangkat pembelajaran.

  3. Perangkat Pembelajaran sebagai Peningkatan Profesionalisme/ Profesionalisme seorang guru dapat ditingkatkan dengan Perangkat pembelajaran. artinya Perangkat pembelajaran tidak hanya sebagai kelengkapan administrasi saja. tetapi lebih sebagai Media peningkatan profesionalisme. seorang guru harus benar-benar menggunakan dan mengembangkan Perangkat pembelajarannya. Memperbaiki segala yang terkait dengan proses pembelajaran lewat perangkatnya. jika tidak, maka kemampuan sang guru akan stagnant bahkan mungkin menurun.

  4. Mempermudah/Memiliki perangkat pembelajaran sangat mempermudah seorang guru dalam membantu proses fasilitasi pembelajaran. dengan perangkat pembelajaran, seorang guru bisa dengan mudah menyampaikan materi hanya dengan melihat perangkatnya tanpa harus banyak berpikir dan mengingat. Masih banyak alasan kenapa perangkat pembelajaran begitu penting bagi seorang guru. Semangat seorang guru dalam mengajar ternyata banyak ditentukan oleh pengaruh perangkat nya. layaknya sebuah senjata tentu saja antara semangat pemiliknya dan kehebatan senjata nya merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak dapat dipisahkan untuk mencapai kemenangan. (falahterhottss.blogspot.com) 2.1.2.

   Pendekatan Saintifik 2.1.2.1. Pengertian Pendekatan Saintifik

  Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode.

  Pendekatan ilmiah merupakan pendekatan yang merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, pendekatan ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis

  Pembelajar an saintifik merupakan pembelajaran уаnɡ mengadopsi langkah- langkah saintis d

  аƖаm membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Develop pembelajaran уаnɡ diperlukan аԁаƖаh уаnɡ memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “implication οf investigation” ԁаn kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989). ( Asal Usil, Pengertian Pembelajaran Saintifik. 2014).

  Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan scientific adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui kegiatan ilmiah dengan langkah-langkah yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba, mengasosiasikan/ menalar, mengkomunikasikan.

  a) Kelebihan pendekatan scientific yaitu :

  1. Siswa harus aktif dan kreatif. Tak seperti kurikulum sebelumya materi di kurikulum terbaru ini lebih ke pemecahan masalah.

  Jadi siswa untuk aktif mencari informasi agar tidak ketinggalan materi pembelajar.

  2. Penilaian di dapat dari semua aspek.

  Pengambilan nilai siswa bukan hanya di dapat dari nilai ujianya saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain lain.

  b) Kekurangan pendekatan scientific yaitu : Guru jarang menjelaskan -

  Guru banyak yang beranggapan bahwa dengan kurikulum terbaru ini guru tidak perlu menjelaskan materinya. Padahal kita tahu bahwa belajar matematika, fisika, dll tidak cukup hanya membaca saja.

2.1.2.2. Prinsip-prinsip Pendekatan Saintifik

  Dalam buku Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 adapun prinsip-prinsip pendekatan saintifik adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran berpusat pada siswa

b. Pembelajaran membentuk students’ self concept.

  c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.

  d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa

2.1.2.3. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik

  Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik

  “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific

  

appoach ) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati,

  menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai- nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.

  Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah ini memerlukan langkah- langkah pokok sebagai berikut : 1. (mengamati)

  Observing

  Objek matematika yang dipelajari dalam matematika adalah buah pikiran manusia, sehingga bersifat abstrak. Mengamati objek matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam kegiatan yang masing-masing mempunyai ciri berbeda, yaitu: a.

  Mengamati fenomena lingkungan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik matematika tertentu. Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindera dan dapat dijelaskan serta dinilai secara ilmiah. Melakukan pengamatan terhadap fenomena dalam lingkungan kehidupan sehari-hari tepat dilakukan ketika siswa belajar hal-hal yang terkait dengan topik-topik matematika yang pembahasannya dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari secara langsung. Fenomena yang diamati akan menghasilkan pernyataan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pernyataan tersebut dituangkan dalam bahasa matematika atau menjadi pembuka dari pembahasan objek matematika yang abstrak.

  b.

  Mengamati objek matematika yang abstrak.

  Kegiatan mengamati objek matematika yang abstrak sangat cocok untuk siswa yang mulai menerima kebenaran logis. Siswa tidak mempermasalahkan kebenaran pengetahuan yang diperoleh, walaupun tidak diawali dengan pengamatan terhadap fenomena. Kegiatan mengamati seperti ini lebih tepat dikatakan sebagai kegiatan mengumpulkan dan memahami kebenaran objek matematika yang abstrak. Hasil pengamatan dapat berupa definisi, aksioma, postulat, teorema, sifat, grafik dan lain sebagainya. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak. Menurut Bell (1978), objek kajian matematika yang dipelajari siswa selama belajar di sekolah dapat berupa fakta (matematika), konsep (pengertian pangkal, definisi), prinsip (teorema, rumus, sifat), dan skill (algoritma/prosedur). Fakta, konsep, prinsip, skill tersebut adalah buah fikiran manusia, sehingga bersifat abstrak. Dalam mempelajari konsep atau prinsip matematika yang tergolong sebagai pengetahuan, sebagaimana disampaikan oleh Piaget (Wadsworth, 1984) sangat perlu dipertimbangkan bahwa tingkat berpikir siswa. Proses pembelajaran untuk memahami konsep dan prinsip matematika perlu dikelola dengan langkah-langkah pedagogis yang tepat dan difasilitasi media tertentu agar buah pikiran yang abstrak tersebut dapat dengan mudah dipahami siswa. Langkah pedagogis dan penggunaan media tersebut menuntut siswa dan guru terlibat dalam pertanyaan-pertanyaan yang menggiring pemikiran siswa secara bertahap, dari yang mudah (konkret) menuju ke yang lebih kompleks (abstrak) sehingga akhirnya pengetahuan diperoleh oleh siswa sendiri dengan bimbingan guru.

  Dalam hal mempelajari keterampilan berprosedur matematika, kecenderungan yang ada sekarang adalah siswa gagal menyelesaikan suatu masalah matematika jika konteksnya berbeda, walaupun hanya sedikit perbedaannya. Ini terjadi karena siswa cenderung menghafal algoritma atau prosedur tertentu. Pada diri siswa tidak terbangun kreativitas dalam berprosedur. Kreativitas berprosedur dapat dibangkitkan dari pemberian pertanyaan yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan didesain agar siswa dapat berpikir tentang alternatif-alternatif jawaban atau alternatif- alternatif cara berprosedur. Dalam hal ini guru diharapkan agar menahan diri untuk tidak memberi tahu jawaban pertanyaan. Apabila terjadi kendala dalam proses menjawab pertanyaan,atau diprediksi terjadi kendala dalam menjawab pertanyaan, guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan secara bertahap yang mengarah pada diperolehnya jawaban pertanyaan oleh siswa sendiri. Di sinilah peran guru dalam memberikan scaffolding atau „pengungkit‟ untuk memaksimalkan ZPD (Zone

  Proximal Development) yang ada pada siswa (Chambers, 2007).

  3. Associating (menalar) simpulan berupa pengetahuan. Dalam proses pembelajaran matematika, pada umumnya proses menalar terjadi secara simultan dengan proses mengolah atau menganalisis kemudian diikuti dengan proses menyajikan atau mengkomunikasikan hasil penalaran sampai diperoleh suatu simpulan. Bentuk penyajian pengetahuan atau ketrampilan matematika sebagai hasil penalaran dapat berupa konjektur atau dugaan sementara atau hipotesis.

  Ada dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.

  

Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena

  khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada hasil pengamatan inderawi atau pengalaman empirik.

  

Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari

  pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus (Sudarwan, 2013). Penalaran yang paling dikenal dalam matematika terkait penarikan kesimpulan adalah modus ponen, modus tolen dan silogisme.

  Sesuai dengan tingkat berpikirnya, siswa SD/MI dan SMP/MTs yang umumnya dalam tingkat berpikir operasional konkret dan peralihan ke tingkat operasional formal, sehingga cara memperoleh pengetahuan matematika pada diri siswa SD/MI dan SMP/MTs banyak dilakukan dengan penalaran induktif, sedangkan untuk siswa SMA/MA sudah mulai banyak dilakukan dengan penalaran deduktif.

  4. Experimenting (mencoba) Berdasarkan hasil penalaran yang diperoleh pada tahap sebelumnya yakni berupa konjektur atau dugaan sementara sampai diperoleh kesimpulan, maka selanjutnya perlu dilakukan kegiatan „mencoba‟. Kegiatan mencoba dalam proses pembelajaran matematika di sekolah dimaknai sebagai menerapkan pengetahuan atau keterampilan hasil penalaran ke dalam suatu situasi atau bahasan yang masih satu lingkup, kemudian diperluas ke dalam situasi atau bahasan yang berbeda lingkup.

  Tahap mencoba ini menjadi wahana bagi siswa untuk membiasakan diri

  „mencoba‟ ini siswa diharapkan tidak terkendala dalam memecahkan permasalahan matematika yang merupakan salah satu tujuan penting dan mendasar dalam belajar matematika. Pengalaman

  „mencoba‟ akan melatih siswa yang memuat latihan mengasah pola pikir, sikap dan kebiasaan memecahkan masalah itulah yang akan banyak memberi sumbangan bagi siswa dalam menuju kesuksesan mengarungi kehidupan sehari-harinya.

  5. Networking (membentuk jejaring) Membentuk jejaring dimaknai sebagai menciptakan pembelajaran yang kolaboratif antara guru dan siswa atau antar siswa. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar melaksanakan suatu teknik pembelajaran di kelas. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja sedemikian rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama (Kemdikbud, 2013). Dalam kegiatan pembelajaran kolaboratif, fungsi guru lebih sebagai manajer belajar dan siswa aktif melaksanakan proses belajar. Dalam situasi pembelajaran kolaboratif antara guru dan siswa atau antar siswa, diharapkan terjadi siswa berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing, sehingga pada diri siswa akan tumbuh rasa aman, yang selanjutnya akan memungkinkan siswa menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.

  Membentuk jejaring dapat dilaksanakan dengan memberi penugasan- penugasan belajar secara kolaboratif. Penugasan kolaboratif dapat dilaksanakan pada proses mengamati, menanya, menalar atau mencoba. Selain belajar mengasah sikap empati, saling menghargai dan menghormati perbedaan, berbagi, dengan diterapkannya pembelajaran kolaboratif maka bahan belajar matematika yang abstrak diharapkan akan menjadi lebih mudah dipahami siswa.

  Kegiatan membentuk jejaring adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar / sketsa, diagram, atau grafik. keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan atau unjuk karya.

2.1.3. Model Discovery Learning

  2.1.3.1. Hakikat Model Discovery Learning

  Model pembelajaran Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk sinyalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place

  

when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is

required to organiza it him self

  ” (Letfancois dalam Emetembun dalam Kemendikbud 2014:30). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih dalam Kemendikbud, (2014:30 ). Discovery terjadi jika individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut

  

cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah mental process of

assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik,

  2011:219).

  2.1.3.2. Kelebihan dan Kelemahan Discovery Learning 2.1.3.2.1. Kelebihan Penerapan Discovery Learning a.

  Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan- keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

  b.

  Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

  c.

  Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan e.

  Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

  f.

  Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

  g.

  Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu 2.1.2.3.2.

   Kelemahan Penerapan Discovery Learning a.

  Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.

  Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

  b.

  Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

  c.

  Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan d. dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

  d.

  Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

2.1.3.3. Langkah-langkah Model Discovery Learning

  1) Langkah Persiapan

  Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:

   Menentukan tujuan pembelajaran

   Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)

   Memilih materi pelajaran.

   Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)

   Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,

   Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik

   Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa 2)

  Pelaksanaan

  a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

  b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) c. Data collection (Pengumpulan Data).

  Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, d. Data Processing (Pengolahan Data.

  Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu e. Verification (Pembuktian)

  Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

  f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

2.1.4. Pendekatan Saintifik Melalui Discovery Learning

  Pendekatan saintifik dan model discovery learning merupakan pendekatan dan model atau strategi pembelajaran aktif, yaitu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik agar peserta didik berusaha menemukan sendiri beragam informasi yang dibutuhkan. Dalam pembelajaran tidak hanya guru yang aktif atau menjelaskan Pendekatan saintifik ini disebut juga pendekatan 5M, yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan menyajikan (mempublikasikan). Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran) dan tematik (dalam satu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyikapan/ penelitian (discovery/ inquiry learning).

  Maka penulis menggunakan model Discovery Learning (penemuan) untuk memperkuat pendekatan saintifik. Peneliti mewujudkannya dalam bentuk RPP melalui langkah-langkah pembelajarannya. Jadi dalam langkah-langkah pembelajaran tersebut, langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik dan tahap-tahap model discovery learning di cari kecocokannya dan dikolaborasikan, untuk lebih jelasnya akan dipaparkan sebagai berikut:

  Langkah-langkah penekatan saintifik bermodel discovery learning: a. Mengamati melalui problem statement.

  Dalam langkah mengamati peserta didik mencari informasi dengan cara melihat, membaca, mencermati, dan menyimak. Sedangkan model discovery learning pada tahap problem stetement peserta didik diminta untuk mengidentifikasi suatu problem yang ada. Maka langkah mengamati dapat melalui problem stetement, karena langkah- langkahnya atau tahapannya hampir sama yaitu dengan cara mencari informasi.

  b. Menanya melalui stimulasi Dalam langkah menanya ini guru menstimulus peserta didik untuk dapat bertanya kepada guru, jadi tidak hanya guru yang bertanya tetapi peserta didik juga aktif bertanya. Maka langkah menanya disini dapat melalaui stimulus, karena untuk mengajak peserta didik aktif dalam menanya, guru menstimulus peserta didik terlebih dahulu.

  c. Mengumpulkan data melalui data colection Tindak lanjut dari bertanya yaitu menggali dan mengumpulkan inormasi atau data dari berbagai sumber malalui berbagai cara. Mengumpulkan data ini dapat diskusi, jadi peserta didik dapat mencari informasi bersama kelompok belajarnya untuk berdiskusi dan mendapatkan berbagai informasi yang relevan.

  d. Mengasosiasi melalaui Data prosessing dan Generalization.

  Dari informasi atau data-data yang telah didapat peserta didik mengolah data melalui data prosessing. Semua data diolah, diacak, diklarifikasi atau dengan cara tertentu untuk menyajikan data dan informasi yang didapat. kemudian peserta didik belajar menarik kesimpulkan tertentu. Maka langkah mengasosiasi ini dapat melalaui data prosessing dan generalizatio atau menyimpulkan.

  e. Mengkomunikasikan melalui Verifikasi Untuk mengecek berhasil atau tidaknya hasil penemuan tersebut dibutuhkan pembuktian/ verifikasi, maka disini peserta didik dapat mengkomunikasikannya atau mempresentasikan hasil tersebut di depan kelas. Pada saat mengkomunikasikan hasil tersebut, maka peserta didik yang lain dapat mencermati apakah hasil diskusi/ penemuan tersebut sesuai atau tidak. (Rani Sintawati:2014)

2.1.5. Pembelajaran IPA

2.1.5.1. Hakikat Pembelajaran IPA

  Kata “IPA” merupakan singkatan kata “Ilmu Pengetahuan Alam” kata Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata- kata Bahasa Inggris ” Natural Science ” secara singkat sering disebut “ Science”. Natural artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa- peristiwa yang terjadi di alam. Menurut Hendro Darmojo (dalam Samatowa 2010:2) menyatakan bahwa “IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya”.

  IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. yang sisematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama satau konsisten. Selanjutnya Winaputra (1992:123) mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berfikir, dan cara memecahan masalah.(dalam Samatowa 2010:3)

  Berdasarkan pendapat ahli yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan salah ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta, baik ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta dengan jalan mengamati berbagai jenis dan perangkat lingkungan alam serta lingkungan alam buatan. IPA merupakan ilmu yang mencari tahu tentang alam yang dilakukan secara sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip- prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan kegiatan-kegiatan belajar yang memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Pendidikan

  IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga siswa dapat memperoleh pemahamannya mengenai alam di sekitarnya dengan lebih mendalam.

2.1.5.2. Pembelajaran IPA di SD

  Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antar siswa dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini akan mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajara mengajar. Sehingga pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpsat pada siswa guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru mewajibkan untuk meningkatkan pengalaman pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajran IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Metode Evaluasi Index Card Match dengan Pendekatan Scientific Siswa Kelas 4 SDN Semowo 01 Pabelan Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Metode Evaluasi Index Card Match dengan Pendekatan Scientific Siswa Kelas 4 SDN Semowo 01 Pabelan Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Metode Evaluasi Index Card Match dengan Pendekatan Scientific Siswa Kelas 4 SDN Semowo 01 Pabelan Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Metode Evaluasi Index Card Match dengan Pendekatan Scientific Siswa Kelas 4 SDN Semowo 01 Pabelan Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Metode Evaluasi Index Card Match dengan Pendekatan Scientific Siswa Kelas 4 SDN Semowo 01 Pabelan Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 91

2.1.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Menjer Keca

0 0 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) ter

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Menjer Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo Sem

0 0 15

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 5 SD NEGERI MENJER KECAMATAN GARUNG KABUPATEN WONOSOBO SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Menjer Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo Sem

0 0 94