STUDI KASUS EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI L

STUDI KASUS EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI
LAPANGAN DAERAH LHOKSEUMAWE SERTA
IMPLIKASINYA DALAM MENCIPTAKAN PEREKONOMIAN
YANG SUSTAINABLE

Alexander Gilang, Faisal Ridha, Kurniawan Setya Istiadi, Gandes Aulia, dan
Kemala Oktaviani
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

I. PENDAHULUAN
Kota Lhokseumawe, Aceh, dikenal sebagai “Kota Petrodolar” pada masa jaya
perusahaan gas PT Arun Natural Gas Liquefaction Co. periode 1980-1990. Sayang,
jejak kejayaan itu tak bersisa pasca perusahaan itu berhenti produksi pada tahun 2014.
Hal itu berimbas pada sektor perekonomian, ditandai dengan turunnya daya beli
masyarakat.
Kota Lhokseumawe ditetapkan pemerintah pusat sebagai kota dengan jumlah
penduduk 180.000 jiwa pada 21 Juni 2001. Kota seluas 181 km persegi itu menyimpan
kekayaan alam berlimpah, antara lain gas dan minyak bumi. Pemerintah bekerja sama
dengan swasta menemukan gas dalam jumlah besar, sekitar 17,1 TSFC di kawasan
Arun pada tahun 1970. Penemuan itu memicu berdirinya PT Arun Natural Gas
Liquefaction pada 16 Maret 1974.

PT Arun NGL adalah penghasil LNG (gas alam cair) terbesar di dunia pada
medio 1990-an. LNG yang dihasilkan diekspor ke sejumlah negara, terutama Jepang.
Gas dari perusahaan itu menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Lhokseumawe dan
Indonesia pada tahun 1980-1990. Penemuan gas dalam jumlah besar dan berdirinya PT
Arun NGL memberikan perubahan positif bagi Lhokseumawe. Kondisi ini memicu
berdirinya sejumlah industri yang bergantung pada gas, seperti perusahaan penghasil
pupuk urea dan amoniak PT Pupuk Iskandar Muda. Selanjutnya, perekonomian

masyarakat tumbuh pesat di Lhokseumawe karena kehadiran perusahaan itu.
Lhokseumawe disebut “Kota Petrodolar” karena daya beli warganya yang sangat
tinggi. Perekonomian tumbuh dan banyak orang luar bekerja di Lhokseumawe.
Namun, semua itu berubah ketika produksi PT Arun NGL turun drastis pada
tahun 2000-an dan berhenti produksi pada Oktober 2014. Kondisi itu membuat
perusahaan yang bergantung pada gas tutup bertahap sejak awal tahun 2000. Situasi itu
berdampak negatif terhadap perekonomian masyarakat Lhokseumawe sejak tahun
2000-an. Kondisi itu semakin turun, setelah Aceh dilanda bencana tsunami pada tahun
2004. Keadaan Lhokseumawe kian sulit kala mayoritas pendatang meninggalkan kota
itu ketika konflik di Aceh semakin meluas. perusahaan penghasil kertas kantong semen
PT Kertas Kraf Aceh di Kabupaten Aceh Utara, pabrik penghasil pupuk urea PT Asean
Aceh Fertilizer di Lhokseumawe, dan sejumlah perusahaan tambang minyak di Aceh

Utara.

II. KONDISI GEOLOGI
Cekungan Sumatera Utara terbentuk selama Tersier (Oligosen Awal), pada
lempeng Eurasia atau Paparan Sunda yang merupakan bagian dari Back-arc Basin
lempeng Sunda yang meliputi jalur yang terbentang dari Medan sampai Banda Aceh.
Proses tektonik cekungan membentuk stratigrafi regional Cekungan Sumatera Utara
dengan urutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
1.

Formasi Parapat
Formasi Parapat dengan komposisi batupasir berbutir kasar dan konglomerat di

bagian bawah, serta sisipan serpih yang diendapkan secara tidak selaras. Secara
regional, bagian bawah Formasi Parapat diendapkan dalam lingkungan laut dangkal
dengan dijumpai fosil Nummulites di Aceh. Formasi ini diperkirakan berumur
Oligosen.
2.

Formasi Bampo

Formasi Bampo dengan komposisi utama adalah serpih hitam dan tidak

berlapis, dan umumnya berasosiasi dengan pirit dan gamping. Lapisan tipis
batugamping, ataupun batulempung berkarbonatan dan mikaan sering pula dijumpai.

Formasi ini miskin akan fosil, sesuai dengan lingkungan pengendapannya yang tertutup
atau dalam kondisi reduksi (euxinic). Berdasarkan beberapa kumpulan fosil bentonik
dan planktonik yang ditemukan, diperkirakan formasi ini berumur Oligosen atas
sampai Miosen bawah. Ketebalan formasi amat berbeda dan berkisar antara 100 – 2400
meter.
3.

Formasi Belumai
Pada sisi timur cekungan berkembang Formasi Belumai yang identik dengan

formasi Peutu yang hanya berkembang di cekungan bagian barat dan tengah. Terdiri
dari batupasir glaukonit berselang – seling dengan serpih dan batugamping. Di daerah
Formasi Arun bagian atas berkembang lapisan batupasir kalkarenit dan kalsilutit
dengan selingan serpih. Formasi Belumai terdapat diatas Formasi Bampo, ketebalan
diperkirakan antara 200 – 700 meter. Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut

dangkal sampai neritik yang berumur Miosen awal.
4.

Formasi Baong
Formasi Baong terdiri atas batulempung abu-abu kehijauan, napalan, lanauan,

pasiran. Umumnya kaya fosil Orbulina sp, dan diselingi suatu lapisan tipis pasir halus
serpihan. Di daerah Langkat Aru beberapa selingan batupasir glaukonitan serta
batugampingan yang terdapat pada bagian tengah. Formasi ini dinamakan Besitang
River Sand dan Sembilan sand, yang keduanya merupakan reservoir yang produktif
dengan berumur Miosen Tengah hingga Atas.
5.

Formasi Keutapang
Formasi Keutapang tersusun selang-seling antara serpih, batulempung,

beberapa sisipan batugampingan dan batupasir berlapis tebal terdiri atas kuarsa pyrite,
sedikit mika, dan karbonan terdapat pada bagian atas dijumpai hidrokarbon. Ketebalan
formasi ini berkisar antara 404 – 1534 meter. Formasi Keutapang merupakan awal
siklus regresi dari sedimen dalam Cekungan Sumatera Utara yang terendapkan dalam

lingkungan delta sampai laut dalam sampai Miosen akhir.
6.

Formasi Seurula
Formasi ini agak susah dipisahkan dari Formasi Keutapang dibawahnya.

Formasi Seurula merupakan kelanjutan facies regresi, dengan lithologinya terdiri dari

batupasir, serpih dan dominan batulempung. Dibandingkan dengan Formasi
Keutapang, Formasi Seurula berbutir lebih kasar banyak ditemukan pecahan cangkang
moluska dan kandungan fornifera plangtonik lebih banyak. Ketebalan Formasi ini
diperkirakan antara 397 – 720 meter. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan
bersifat laut selama awal Pliosen.
7.

Formasi Julu Rayeu
Formasi Julu Rayeu merupakan formasi teratas dari siklus endapan laut

diCekungan Sumatera Utara. Dengan lithologinya terdiri atas batupasir halus sampai
kasar, batulempung dengan mengandung mika, dan pecahan cangkang moluska.

Ketebalannya mencapai 1400 meter, lingkungan pengendapan laut dangkal pada akhir
Pliosen sampai Plistosen.
8.

Vulkanik Toba
Vulkanik Toba merupakan tufa hasil kegiatan vukanisme toba yang

berlangsung pada Plio-Plistosen. Lithologinya berupa tufa dan endapan-endapan
kontinen seperti kerakal, pasir dan lempung. Tufa toba diendapkan tidak selaras diatas
formasi Julu Rayeu. Ketebalan lapisan ini diperkirakan antara 150 – 200 meter berumur
Plistosen.
9.

Alluvial

Satuan alluvial ini terdiri dari endapan sungai ( pasir, kerikil, batugamping dan
batulempung ) dan endapan pantai yaitu, pasir sampai lumpur. Ketebalan satuan
alluvial diperkirakan mencapai 20 meter.

Berikut litostratigrafi Cekungan Sumatera Utara :


Gambar 1. Kolom litostratigrafi Cekungan Sumatera Utara

Pengendapan Tersier Bawah ditandai dengan adanya ketidakselarasan antara
sedimen dengan batuan dasar yang berumur Pra-tersier, merupakan hasil trangressi,
membentuk endapan berbutir kasar – halus, batu lempung hitam, napal, batulempung
gampingan dan serpih.
Transgressi mencapai puncaknya pada Miosen Awal, kemudian berhenti dan
lingkungan berubah menjadi tenang ditandai dengan adanya endapan napal yang kaya
akan fosil foraminifora planktonik dari formasi Peutu. Di bagian timur cekungan ini
diendapkan formasi Belumai yang berkembang menjadi 2 facies yaitu klastik dan
karbonat. Kondisi tenang terus berlangsung sampai Miosen tengah dengan
pengendapan serpih dari formasi Baong. Setelah pengendapan laut mencapai

maksimum, kemudian terjadi proses regresi yang mengendapkan sedimen klastik
(formasi Keutapang, Seurula dan Julu Rayeuk) secara selaras diendapkan diatas
Formasi Baong, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan Tufa Toba
Alluvial.

II. 1. Petroleum Sistem Cekungan Sumatera Utara

Berdasarkan data stratigrafi dan data geokimia yang ada, Cekungan Sumatera
Utara dapat ditentukan petroleum sistemnya, yaitu :
1. Batuan Induk (Source Rock)
Formasi yang berpotensi sebagai batuan induk adalah Formasi Baong bagian
bawah. Hal ini didasarkan pada litologi berupa batulempung yang kaya akan material
organik. Selain itu, Formasi Bampo dengan litologinya berupa serpih juga berpotensi
sebagai batuan induk.

2. Jalur Migrasi (Migration Route)
Pemodelan cekungan mengindikasikan bahwa hampir seluruh Cekungan
Sumatera Utara membentuk gas secara termal dari kitchen saat syn-rift.

Gambar 2. Distribusi batuan induk dan jalur migrasi potensi

Berdasarkan Reeves dan Sulaeman (1995), migrasi hidrokarbon di Cekungan Sumatera
Utara berasal dari tiga kitchen utama, seperti Tamiang Deep, Pase Deep dan Lhok
Sukon Deep. Dimana jalur migrasi utamanya dari Formasi Baong sebagai source rock
menuju reservoir batugamping Arun Formasi Peutu di bawahnya melalui struktur yang
ada.


3. Batuan Reservoir (Reservoir Rock)
Reservoir yang mengakumulasi hidrokarbon pada Cekungan Sumatera Utara
adalah batugamping Arun/Malacca pada Formasi Peutu yang berasal dari serpih
Formasi Baong. Selain itu batupasir Sembilan dan Sungai Besitang pada Formasi
Baong juga produktif sebagai reservoir.

4. Perangkap (Trap)
Perangkap hidrokarbon pada Cekungan Sumatera Utara terdiri dari perangkap
struktur, perangkap stratigrafi dan kombinasi keduanya. Di Paparan Malaka dan di
kemiringan cekungan, perangkap terumbu build up terbentuk sangat baik di karbonat
Peutu.

5. Batuan Tudung (Seal Rock)
Formasi yang cocok sebagai batuan tudung adalah serpih Baong bawah yang
menutup batugamping Arun sebagai reservoir, serpih Baong atas yang menutup
reservoir MBS, dan serpih Keutapang yang yang menutup batupasir Sembilan dan
Sungai Besitang pada Formasi Baong.

III. IDENTIFIKASI KEMUNGKINAN KEBERADAAN UPSIDE POTENTIAL
III. 1. Konvensional

Keberadaan upside potential pada hidrokarbon konvensional di lapangan Arun,
Lhokseumawe, Sumatera Utara berdasarkan data yang tersedia kemungkinan berada
pada Formasi Arun sebagai reservoir yang mempunyai litologi batugamping. Hal ini

disebabkan pertumbuhan reef (reef build up) membentuk closure yang mengakumulasi
hidrokarbon.
Formasi Baong berperan sebagai source rock yang kaya material organic dari
indikasi TOC nya, sekaligus sebagai seal dari reservoir Formasi Arun. Migrasi dari
source rock (Formasi Baong) menuju Formasi Arun ditunjukkan oleh peta jalur
migrasinya. Kemungkinan migrasi disebabkan oleh sesar yang berkembang dalam
skala regional.

Gambar 3. Peta tektonik regional Cekungan Sumatera Utara

III. 2. Non-Konvensional
Keberadaan upside potential pada hidrokarbon non-konvesional di lapangan
Arun, Lhokseumawe, Sumatera Utara merupakan salah satu bagian yang penting dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah ini. Pemaanfaatannya bertujuan
untuk kesejahteraan dan kebutuhan gas yang terus meningkat serta tantangan untuk
mengurangi ketergantungan pada pemakaian minyak bumi untuk mengganti minyak

bumi yang semakin berkurang atau bahkan akan habis dalam waktu dekat ini harus

mulai mengembangkan eksplorasi dan pengembangan sumber daya non-konvensional
sebagai inovasi untuk menyikapi minyak bumi yang akan habis.
Berdasarkan data yang tersedia, kemungkinan tersedianya reservoir gas nonkonvensional yang terpendam di bawah permukaan bumi didaerah ini terdapat di
formasi baong yang memiliki litologi shale, karena dilihat dari struktur geologi,
stratigrafi, dan data yg lain memungkinkan adanya shale gas reservoir yang dapat di
produksi, namun harus dilakukan usaha lagi untuk menemukan cadangan gas dari shale
gas reservoir tersebut supaya perlahan dapat mulai menggantikan migas konvensional.
Dalam menentukan permasalahan eksplorasi dan pengembangan gas non-konvensional
harus dilakukan penelitian dan pengkajian. Karena gas yg terperangkap dalam shale
tidak bisa migrasi ke dalam perangkap geologi dan jumlah banyak. Gas yang diperoleh
dari shale tempat terbentuknya gas bumi dan terdapat dicekungan hidrokarbon. Shale
gas disini terdapat di on shore atau daratan.
Shale gas adalah gas alam yg dihasilkan dan terperangkap dari serpih biasanya
berfungsi ganda sebagai reservoir dan sumber untuk gas alam atau gas bumi, serpihnya
mengandung mineral getas dominan. Interpretasinya berdasarkan data yg ada adalah
nilai ro >1.1%, toc >2%, kaya akan material organic dan kematangan termal tinggi
serta kedalamannya setara dengan terbentuk dan tersimpannya shale gas tersebut
antara 1000-4500m. Kandungan hydrogen rendah hi