PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM PLURALIS SEBA
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Copyright © 2015 FTK Ar-Raniry Press
All rights reserved
Printed in the Indonesia
PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM PLURALIS
SEBAGAI SOLUSI INTEGRASI BANGSA
(Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia)
Musradinur1 dan Tabrani. ZA2
1STAI
2Fakultas
Al-Wasliyah Banda Aceh dan Pemerhati Pendidikan Aceh
Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Abstract
Pada prinsipnya, Islam secara normatif-teoritik sangat menjunjung tinggi pluralism. Hal itu merupakan suatu
modal penting bagi kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik, seperti Indonesia di mana Islam merupakan
agama mayoritas. Meski demikian, dalam konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep normatif-teoritik
yang dimiliki Islam tersebut harus pula dilihat secara realistis dari sisi aplikatifnya ditengah masyarakat.
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki peranan penting dalam memberi kontribusi bagi integrasi bangsa di
masa depan. Mengingat persoalan integrasi bangsa berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan
berbangsa, maka perhatian penting pada kuantitas, kualitas, dan berbagai persoalan ‘kegagalan’ pendidikan
Islam pada masa lalu perlu menjadi perhatian. Dalam hal ini, konsep normatif-teoritik pendidikan Islam yang
peduli pada pluralisme akan bermakna positif bila tergambar kuat pada realitas-aktual kehidupan bangsa
Indonesia yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat
signifikan dalam menentukan masa depan bangsa ini. Umat Islam semestinya memberikan suri tauladan
dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi sebagaimana diajarkan ajaran Islam.
Keywords: Paradigma,Pluralis, Integrasi, Pendidikan, Indonesia.
1. Pendahuluan
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
majemuk yang memiliki keragaman budaya,
agama dan suku bangsa. Keberadaan bangsa
Indonesia
sebagai
bangsa
yang
plural
merupakan ‘berkah’ dan ‘kekayaan’ yang patut
disyukuri.
Pluralisme
merupakan
satu
pandangan hidup atau sikap kemasyarakatan
yang mengutamakan sifat kemajemukan atau
keanekaragaman dalam kehidupan manusia.
Dengan mengambil kenyataan bahwa dalam
kehidupan terdapat berbagai perbedaan, mereka
yang berpaham pluralisme menganggap bahwa
setiap perbedaan itu harus mendapat pengakuan
sebagai entitas yang otonom dan memperoleh
penilaian yang sama. Buat bangsa Indonesia
pluralisme bukan barang baru. Sudah sejak
permulaan abad ke 20 ketika terjadi kebangkitan
nasional, kemajemukan menjadi isu yang menonjol.
Tidak sedikit pakar ilmu sosial Barat mengatakan
bahwa Indonesia adalah hal yang artifisial. Mereka
beranggapan bahwa yang ada secara nyata adalah
entitas-entitas etnik dengan budayanya masingmasing yang berbeda. Yang menamakan diri
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|77
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Indonesia hakikatnya kemajemukan berupa banyak
entitas budaya yang berbeda satu sama lain.
Ditambah dengan kemajemukan yang disebabkan
oleh perbedaan agama yang cukup banyak. Sebab
itu para pakar itu tidak percaya Indonesia akan
terus ada dan hanya ada karena ada niat
melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Begitu
penjajahan Belanda berakhir, apa yang menamakan
diri Indonesia akan “ambyar” seperti pasir kering,
kata mereka. Adalah memang kenyataan bahwa di
bumi Indonesia hidup berbagai satuan etnik
dengan budayanya masing-masing yang berbeda
satu sama lain. Namun terbukti bahwa perjuangan
kebangsaan bangsa Indonesia berhasil mewujudkan
entitas Indonesia berupa Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang menunjukkan vitalitasnya dengan
usianya yang lebih dari 60 tahun. Dengan begitu
menolak pendapat para pakar Barat itu. Sekalipun
ada pihak-pihak yang menginginkan Indonesia
berakhir eksistensinya, pertama penjajah Belanda
dengan dukungan berbagai pihak luar negeri dan
banyak orang Indonesia, namun terbukti RI yang
merdeka tetap survive dan tidak ada indikasi akan
berakhir eksistensinya.
Indonesia terdiri dari banyak entitas
dengan budayanya masing-masing, yaitu
Indonesia
merupakan
kesatuan
dalam
kemajemukan. Perjuangan kebangsaan telah
berhasil karena didukung semboyan Bhinneka
Tunggal Ika atau Kesatuan dalam Perbedaan yang
dicanangkan semua pihak yang ingin Indonesia
menjadi negara dan bangsa yang merdeka.
Hal ini menunjukkan bahwa Pluralisme
Bhinneka Tunggal Ika. Tanpa didampingi paham
Kebersamaan Pluralisme dapat menimbulkan niat,
gerak dan usaha yang aneka ragam arahnya dan
tujuannya. Hal itu telah dimanfaatkan penjajah
Belanda ketika membentuk berbagai negara untuk
setiap satuan etnik, seperti Negara Indonesia Timur,
Negara Sumatra Timur, Negara Pasundan, dan
lainnya. Usaha Belanda itu bermaksud merangsang
ambisi setiap etnik, sehingga tidak terbentuk usaha
kebersamaan. Sekali gus hal itu digunakan untuk
merongrong Semangat Kebangsaan yang digelorakan
para pejuang yang berhasil membentuk Republik
Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945.
Namun, di sisi lain, perlu disadari bahwa
aspek pluralitas tersebut menjadikan bangsa ini juga
rentan terhadap ancaman disintegrasi bangsa.
Berbagai bentuk gejala dan fenomena disintegrasi
sosial dan disintegrasi bangsa semakin tampak di
permukaan.
pluralitas
Apakah
tersebut
sesungguhnya
beserta
implikasi
hakikat
yang
menyertainya? Tulisan ini mengkaji pandangan
Islam tentang pluralism dan kontribusi pendidikan
Islam dalam memperkokoh integrasi bangsa.
2. Islam dan Pluralisme
Kata “pluralisme” berasal dari bahasa Inggris,
pluralism. Kata ini diduga berasal dari bahasa Latin,
plures, yang berarti beberapa dengan implikasi
perbedaan. Dari asal-usul kata ini diketahui bahwa
pluralisme agama tidak menghendaki keseragaman
bentuk agama. Sebab, ketika keseragaman sudah
mengandung kebenaran bagi bangsa Indonesia.
terjadi, maka tidak ada lagi pluralitas agama
Akan tetapi Pluralisme tidak dapat dan tidak boleh
(religious plurality). Keseragaman itu sesuatu yang
berdiri sendiri kalau Indonesia hendak hidup
mustahil. Allah menjelaskan bahwa sekiranya
sepanjang zaman. Di samping Pluralisme harus
Tuhanmu
selalu ada paham Kebersamaan. Keberhasilan
dijadikan dalam satu umat. Pluralisme agama tidak
meruntuhkan penjajahan Belanda menunjukkan
identik dengan model beragama secara eklektik,
sikap Kebersamaan dari semua unsur bangsa yang
yaitu mengambil bagian-bagian tertentu dalam
majemuk sebagai implementasi dari semboyan
suatu agama dan membuang sebagiannya untuk
78|
berkehendak
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
niscaya
kalian
akan
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
kemudian mengambil bagian yang lain dalam
memandang pluralitas agama sebagai kemungkaran
agama lain dan membuang bagian yang tak relevan
yang harus dibasmi. Dinyatakan secara optimis,
dari agama yang lain itu.
karena kemajemukan agama itu sesungguhnya
Pluralisme agama tidak hendak menyatakan
bahwa semua agama adalah sama. Frans Magnis-
sebuah potensi agar setiap umat terus berlomba
menciptakan kebaikan di bumi.
Dalam
Suseno (2010) berpendapat bahwa menghormati
hubungannya
agama,
ucapan bahwa semua agama adalah sama. Agama-
menghormati dan saling mengakui eksistensi
agama jelas berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan-
masing-masing.(Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006)
perbedaan syariat yang menyertai agama-agama
Ketika kita membicarakan toleransi dan pluralisme
menunjukkan bahwa agama tidaklah sama. Setiap
dalam Islam, ada satu rujukan tradisi Islam klasik
agama memiliki konteks partikularitasnya sendiri
yang patut kita jadikan studi. Yaitu yang kita kenal
sehingga tak mungkin semua agama menjadi
dengan Piagam Madinah, meskipun dalam bentuk
sebangun dan sama persis. Yang dikehendaki dari
yang sederhana, tetapi piagam tersebut telah
gagasan
adanya
menjamin sebuah kebebasan kepada pemeluk
pengakuan secara aktif terhadap agama lain. Agama
agama berbeda untuk menjalankan keyakinannya
lain ada sebagaimana keberadaan agama yang
sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing (M.
dipeluk diri yang bersangkutan. Setiap agama punya
Imdadun Rahmat: 2003).
agama
adalah
menetapkan
pluralitas
agama orang lain tidak ada hubungannya dengan
pluralisme
Islam
dengan
prinsip
saling
Untuk menuju Indonesia masa depan dengan
hak hidup.
Nurcholish Madjid menegaskan, pluralisme
semakin kompleksnya pluralitas dalam berbagai
tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia
aspek
mengakui hak kelompok agama lain untuk ada,
dikembangkan sebagai agama rahmatan lil ‘alamin
melainkan juga mengandung makna kesediaan
(yang mendatangkan rahmat bagi alam semesta).
berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar
Melalui kehadirannya sebagai rahmatan lil ‘alamin,
perdamaian
Allah
pluralitas agama dapat dikembangkan menjadi
berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk
bagian dari proses pengayaan spiritual dan
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
penguatan moralitas universal. Tanpa kesediaan
yang tidak memerangi dalam urusan agama dan
umat Islam untuk menerima pluralitas keagamaan,
tidak
konflik
pula
dan
saling
mengusir
menghormati.
kamu
dari
negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
kehidupan
dan
berbangsa,
pertentangan
Islam
internal
perlu
maupun
eksternal sangat mudah muncul.
berlaku adil”.(QS. al-Mumtahanah [60]: ayat 8).
Paparan di atas menyampaikan pada suatu
pengertian sederhana bahwa pluralisme agama
3. Pluralitas Agama di Indonesia
Keanekaragaman (pluralitas) agama yang
memandang
hidup di Indonesia, termasuk di dalamnya
keberagaman atau kemajemukan agama secara positif
keanekaragaman paham keagamaan yang ada di
sekaligus optimis dengan menerimanya sebagai
dalam tubuh intern umat beragama adalah
kenyataan (sunnatullâh) dan berupaya untuk berbuat
merupakan
sebaik
itu.
disangkal oleh siapa pun. Proses munculnya
Dikatakan secara positif, agar umat beragama tidak
pluralitas agama di Indonesia dapat diamati
adalah
suatu
sistem
mungkin
nilai
yang
berdasarkan
kenyataan
kenyataan
yang
tidak
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
dapat
|79
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
secara empiris historis. Secara kronologis dapat
perjalanan sejarah yang dialami bangsa Indonesia
disebutkan bahwa dalam wilayah kepulauan
terutama dalam pembinaan moral bangsa, perlu
nusantara, hanya agama Hindu dan Budha yang
dilakukan deteksi budaya Islam yang ikut
dahulu dipeluk oleh masyarakat, terutama di
membina moral bangsa Indonesia. Seperti halnya
pulau Jawa. Candi Prambanan dan candi
bangsa Mikronesia, Polenesia, dan Melanesia yang
Borobudur adalah saksi sejarah yang paling
pada awal pertama pertumbuhannya memeluk
otentik. Kenyataan demikian tidak menepikan
agama
tumbuh berkembangnya budaya animisme dan
politheisme, bangsa Indonesia merupakan contoh
dinamisme, baik di pulau Jawa maupun di luar
evolusi budaya yang patut digali secara cermat
Jawa. Ketika penyebaran agama
Islam lewat
karena Indonesia pernah mengalami zaman
kepulauan
Hindu-Budha yang kemudian diisi dengan Islam
Nusantara, maka proses perubahan pemelukan
serta dilanda dengan arus missie dan zondig di
(conversi) agama secara bertahap berlangsung.
zaman penjajahan. Yang menarik, unsur-unsur
Proses penyebaran dan pemelukan agama Islam
budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai
di kepulauan Nusantara yang berlangsung
kepatutan
secara massif dan dengan jalan damai tersebut
sedangkan yang baik yang mengandung unsur-
sempat dicatat oleh Marshall Hudgson sebagai
unsur kepatutan dan kepantasan, hidup secara
prestasi sejarah dan budaya yang amat sangat
berdampingan yaitu, hidup secara unity in
mengagumkan (M. Amin Abdullah: 2004).
diversity (M. Abdul Karim: 2007).
jalan
perdagangan
sampai
di
veteisme,
animisme,
tersingkir
dan
dinamisme,
dengan
sendirinya,
Islam bukannya agama terakhir yang
Hal di atas didasarkan pada pandangan
masuk di wilayah kepulauan Nusantara. Ketika
bahwa Islam merupakan agama universal dan
kepulauan Nusantara memasuki era penjajahan
fitrah
Eropa, terutama penjajahan Belanda, sekitar
Mengenai pluralisme kebenaran, Zuly Qodir (2006)
abad 16, agama Kristen Protestan dan agama
mengutip pendapat Madjid, berpendapat bahwa
Kristen Katolik juga ikut menyebar secara luas.
cita-cita keislaman di Indonesia adalah sama
Semula penyebaran itu berpusat di wilayah
dengan
nusantara di luar pulau Jawa, dan baru abad ke
keseluruhan. Hal ini sangat sesuai dengan cita-cita
18 mulai ke wilayah pulau Jawa secara lebih
universal Islam. Sebab itu, sistem politik yang
luas. Dalam sensus Nasional, tercatat hanya ada
sebaiknya diterapkan di Indonesia adalah sistem
lima agama besar dunia, yaitu agama Hindu,
yang tidak mengabaikan umat di luar Islam, tetapi
Budha, Islam, Kristen Protestan dan Kristen
harus memberikan kebaikan bagi seluruh rakyat
katolik, yang tumbuh subur berkembang di
Indonesia. Sikap memberikan kebaikan kepada
Indonesia (M. Amin Abdullah: 2004).
semua orang merupakan watak inklusif Islam.
Indonesia sebagai
yang
memuliakan
cita-cita
manusia
seluruh
Indonesia
manusia.
secara
Negara bekas jajahan
Kenyataan bahwa sebagian besar bangsa
Belanda selama (secara bervariasi) 350 tahun, tetap
Indonesia beragama Islam merupakan suatu
dapat mempertahankan budaya tanpa sedikit pun
dukungan, karena Islam adalah agama yang
kehilangan identitas, meskipun ada unsur-unsur
pengalamannya dalam melaksanakan toleransi
budaya Barat yang ikut memperkaya. Dalam
dan pluralisme adalah unik dalam sejarah
80|
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
agama-agama. Sampai sekarang bukti hal ini
tampak
jelas
masyarakat
dan
dunia;
nyata
di
dalam
mana
berbagai
agama Islam
merupakan anutan mayoritas, agama-agama lain
tidak
mengalami
kesulitan
berarti;
(fairness). Prinsip-prinsip itu tampak jelas pada
sikap dasar sebagian besar umat Islam sampai
sekarang, namun lebih-lebih lagi sangat
fenomenal pada generasi kaum muslim klasik.
namun
Pandangan Madjid tentang pluralisme agama
sebaliknya jika dalam sebuah negeri, di mana
dan toleransi, sangat jelas disandarkan pada
umat Islam menjadi minoritas, maka umat Islam
kebenaran ajaran kitab suci dan pengalaman-
senantiasa mengalami yang tidak kecil, kecuali
pengalaman generasi klasik Islam. Adanya kaum
Negara-negara demokratis Barat. Di sana umat
minoritas dalam sebuah negeri yang mayoritas
Islam sejauh ini masih memperoleh kebebasan
Islam dan mereka bebas beribadah, bebas memeluk
beragama yang menjadi hak mereka.
agamanya, adalah wujud dari toleransi yang ada
Sebagai agama yang berwatak inklusif,
dalam Islam dan harus dihadirkan oleh umat Islam
Islam pada asalnya merupakan umat penengah,
sebagai mediator, sebagai umat penengah dan
sehingga sebagai mayoritas Islam menghargai
terbuka, sesuai prinsip teologi inklusif. Kebebasan
umat
ditunjukkan
beragama dalam pandangan Madjid merupakan
dalam kitab suci tentang penghormatannya pada
kebebasan paling fundamental dalam urusan sosio-
minoritas,
sebagaimana
Yahudi dan Nasrani. Cirri-ciri inklusivitas dalam
teologi Islam ditunjukkan dengan adanya ajaran
Islam yang bersifat terbuka (open religious).
Dengan prinsip ini sebenarnya Islam menolak
ekslusivisme dan absolutism, sehingga sangat jelas
memberikan apresiasi yang tinggi terhadap
pluralisme (Zuly Qodir: 2006).
Dengan memegang prinsip teologi inklusif,
sesungguhnya yang hendak disuguhkan kepada kita
politik kehidupan umat manusia. Ajaran agama
sesungguhnya adalah ajaran yang paling benar,
namun dalam hal ini mungkin tidak dapat
dipaksakan kepada seseorang. Nabi Muhammad
Saw sendiri selalu diingatkan bahwa tugasnya
hanyalah menyampaikan pesan-pesan Allah SWT
dan tidak berhak memaksa seseorang untuk
beriman dan mengikutinya.
Kerukunan
umat
beragama
di
Negara
Indonesia yang selama sedang berjalan dan dinikmati
adalah sikap toleransi dari Islam kepada agama-
oleh masyarakat Indonesia, sedang menjadi kajian
agama di luar Islam. Islam sangat menghormati
serta telaah, bahkan kekaguman, bagi para pengamat
adanya kebebasan beragama. Hal ini ditunjukkan
dari mancanegara dan belahan dunia lainnya.
dalam doktrin kitab suci tentang adanya larangan
Sehingga apa yang telah kita capai saat ini perlu terus
pemaksaan dalam beragama. Dalam hal toleransi
dijaga dengan sebaik mungkin sehingga pluralitas
agama yang ditunjukkan Islam, Zuly Qodir (2006)
agama di Indonesia tetap berjalan seperti yang
mengutip pendapat Madjid, berpendapat:
diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia dari
Tanpa mengurangi keyakinan seorang muslim
akan kebenaran agamanya (hal yang dengan
sendirinya menjadi tuntutan dan kemestian
seorang pemeluk agama suatu sistem keyakinan),
sikap-sikap unik Islam dalam hubungan antaragama itu adalah toleransi, kebebasan,
keterbukaan, kewajaran, keadilan, dan kejujuran
Sabang sampai Merauke. Pada akhirnya umat
beragama tidak memandang pluralitas agama sebagai
kemungkaran
yang
harus
dibasmi,
karena
kemajemukan agama itu sesungguhnya sebuah
potensi agar setiap umat terus berlomba menciptakan
kebaikan di bumi.
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|81
1st Annual International Seminar on Education 2015
SEMINAR PROCEEDINGS
Ada tiga ukhuwah yang patut kita cermati
kenyataan fundamental perihal keberagaman di era
dalam hal pluralitas agama dan integrasi Bangsa.
global, yang kemudian menjadi melatari hubungan
Pertama, ukhuwah ‘ubudiah yaitu persaudaraan
baru antara doktrin keagamaan dan doktrin
internal umat Islam. Kedua, ukhuwah basyariah atau
nasionalisme. Masalah tersebut semakin mengkristal
insaniah, yaitu persaudaraan antar-sesama manusia.
ketika dikaitkan dengan fenomena meletusnya
Ketiga, ukhuwah wathaniah yaitu ukhuwah yang
berbagai kerusuhan bernuansa suku, agama, ras dan
berlandaskan kebangsaan. Ketiga macam ukhuwah
antar golongan (SARA) dalam beberapa tahun
ini tidak bisa dipertentangkan antara yang satu dan
semenjak 1996. Padahal, nasionalisme dipandang
yang lain, karena ketiga-tiganya harus mengiringi
sebagai pemersatu pluralitas latar belakang kultural
kehidupan dalam berbangsa.
dan agama agar terbentuk suatu mozaik yang indah.
Mencermati hubungan internal umat Islam, ada
konsep yang harus diperhatikan, yaitu konsep
Keberagamaan yang ada tampak sudah menjadi
realitas yang tidak dapat ditolak.
syahadat. Umat Islam yang benar-benar meyakini
kalimat syahadat dan kalimat tauhid “La Ilaha Illallah”
harus yakin bahwa hanya satu hakikat Yang Mutlak,
Yang Maha Benar, Yang Maha Bijak, dan Yang Maha
Tinggi, yaitu Allah Ta’ala. Akan tetapi, konsep
Syahadat harus mempunyai implikasi sosial. Artinya
bahwa selain Allah SWT tidak ada kebenaran Mutlak.
Dengan demikian, orang lain pun punya potensi
untuk benar, dan punya cara tertentu untuk
memperoleh kebenaran. Artinya bahwa hakikat
keimanan seseorang juga harus diejawantahkan
dalam kehidupan sosial. Dalam beragama yang kita
perlukan adalah kesadaran beragama bukan hanya
dari orang tua saja atau pun pemaksaan, tetapi kita
sadar
betul
bahwa
ada
sebuah
cara
untuk
mengekspresikan ajaran kita. Kalau memang kita
meyakini Islam ini memang benar, mari kita jalankan
Islam ini secara Kaffah. Seyogyanya umat Islam harus
memahami konsep syahadah atau konsep tauhid,
Salah satu cara untuk menopang kelestarian
nasionalisme
adalah
perlunya
pengembangan
budaya inklusivisme dalam berbagai agama. Melalui
paham itu, di satu sisi , seseorang diharapkan dapat
meyakini bahwa agama yang dianutnya yang paling
benar, dan disisi lain, secara bersamaan dapat
bersikap toleran dan bersahabat dengan pemeluk
agama lain. Melalui pemeliharaan nasionalisme
bangsa yang demikian itu, integrasi bangsa dapat
dipertahankan (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006).
Integrasi bangsa adalah hal yang berbeda
dari integrasi sosial. Integrasi bangsa menunjuk
pada
keutuhan
bangsa
dalam
konteks
hubungannya dengan bangsa atau Negara lain;
sedangkan integrasi sosial merupakan keutuhan
internal masyarakat dalam suatu Negara. Meskipun
demikian, kedua corak integrasi tersebut saling
terkait dan tidak dapat dipisahkan. Integrasi bangsa
jangan hanya beriman kepada Allah SWT, tetapi
hanya aka nada bila integrasi sosial telah tercipta
mengesampingkan persoalan-persoalan sosial.
lebih dahulu. Berbagai peristiwa sosial politik yang
dialami bangsa Indonesia pada dekade terakhir
4. Pendidikan Islam dan Integrasi Bangsa
Tidak dapat dipungkiri bahwa nasionalisme
dan agama di masyarakat kita masih termasuk dalam
abad ke-20 dan awal abad ke-21 merupakan
permasalahan keduanya, yakni masalah integrasi
bangsa dan integrasi sosial.
agenda kegiatan kegiatan nasional yang menyita
Praktik Pendidikan Islam di tanah air pada
banyak energi. Agenda tersebut memang menjadi
dasarnya memiliki andil besar dalam penguatan
82|
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS
integrasi
bangsa.
Untuk
memahami
1st Annual International Seminar on Education 2015
peran
Ketiga,
kegagalan
pendidikan
dalam
pendidikan Islam di Indonesia dalam memperkokoh
menghasilkan warga Negara yang berakhlak.
integrasi bangsa di masa depan, perlu kiranya
Keempat, kegagalan untuk mendorong tingkat
melihat
masa
partisipasi pendidikan, dan yang kelima, kegagalan
sebelumnya. Adalah suatu sikap arif bahwa selain
menekan secara signifikan tingkat pengangguran,
melihat sisi kelebihan dan keberhasilan, perlu pula
termasuk di dalamnya pengangguran terdidik,
diungkapkan kelemahan dan kegagalan pendidikan
muncul sebagai dampak krisis ekonomi yang
nasional maupun pendidikan Islam (Abdullah Idi &
melemahkan kurs rupiah terhadap dollar AS.
Toto Suharto: 2006). Ada sejumlah kegagalan yang
Akibatnya banyak perusahaan dan pabrik yang
‘prestasi’
dan
kondisi
pada
dialami pendidikan nasional maupun pendidikan
Islam, yakni sebagai berikut:
Pertama, Kegagalan dalam menciptakan SDM
(Sumber Daya Manusia) yang berkualitas. Dalam
laporan UNDP mengenai Human Development Index
(HDI) 1998 dan 1999, Indonesia berada pada urutan
ke- 109, sedangkan pada periode sebelumnya
Indonesia berada pada urutan ke- 105. Rangking
HDI Indonesia tersebut diperkirakan tidak akan
tutup dan bank-bank yang dilikuidasi.
Bertolak dari realitas sosial sebagai indikasi
kegagalan pendidikan nasional dan pendidikan Islam
di atas, maka prioritas yang harus dilakukan ke depan
adalah perlunya lebih memfokuskan pengelolaan
pendidikan
nasional
–tanpa
mengesampingkan
sektor-sektor lainnya- secara terencana, terprogram,
dan profesional. Di samping itu, pendidikan Islam
perlu menyiapkan diri dan proaktif merespons gejala
banyak mengalami perubahan mengingat hingga
perkembangan zaman agar dapat memberikan
saat ini Indonesia belum keluar dari krisis. Padahal
output berkualitas yang memiliki pengetahuan,
tanpa tersedianya SDM yang berkualitas, maka
teknologi, dan sains agama, serta mampu berkompetisi
suatu bangsa akan mengalami kesulitan untuk
dengan bangsa lain dalam era perdagangan bebas
mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu
(Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006).
Upaya untuk memperkokoh integrasi bangsa
banyaknya di bumi Pertiwi ini demi kemakmuran
melalui sumbangan pendidikan Islam perlu dimulai
masyarakatnya.
dalam
dari pemahaman konteks normatif-teoritis maupun
bangsa.
aplikatif-realistis. Maksudnya, konsep normative
Kerusuhan sosial SARA telah terjadi di berbagai
pendidikan Islam yang sangat menjunjung tinggi
daerah, seperti Aceh, Maluku, Poso dan masih
pluralism harus diwujudkan dalam konteks praktis,
banyak lagi. Jika dikaji lebih seksama, kasus-kasus
aplikatif, dan realistis. Atau setidaknya, kesenjangan
tersebut sebenarnya dapat dipandang sebagai
antara tataran konseptual (normatif-teoritis) dan
kegagalan pendidikan untuk mengaplikasikan
tataran
tujuan filosofisnya ke dalam realitas masyarakat
signifikan. Pasalnya, jika realitas kehidupan di
plural. Hasil-hasil penelitian menyebutkan bahwa
masyarakat kurang kondusif, maka integrasi bangsa
penyebab utama dari konflik atau kerusuhan sosial
yang diharapkan muskil untuk diwujudkan. Oleh
tersebut terkait erat dengan kesenjangan sosial,
karena itu, dengan berpijak pada kondisi realitas
ekonomi, dan politik di tengah masyarakat. Hal itu
masyarakat Indonesia yang hingga kini belum keluar
sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari
dari
pembagian kekuasaan yang timpang antara Jakarta
pendidikan nasional maupun pendidikan Islam perlu
dan luar Jakarta, antara Jawa dan luar Jawa.
menjadi prioritas (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006).
Kedua,
menghindari
kegagalan
ancaman
pendidikan
disintegrasi
aplikatif-praktis
multi-krisis,
maka
jangan
sampai
upaya
terlalu
pembenahan
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|83
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Memiliki suatu keyakinan dan harapan
rendahnya anggaran pendidikan nasional sudah
untuk dapat keluar dari kemelut multi-krisis
barang tentu menyebabkan rendahnya kualitas
merupakan suatu keharusan. Ali bin Abi Thalib
pendidikan nasional. Oleh karena itu, pada tahun-
RA
tahun mendatang, anggaran pendidikan nasional
(sahabat
Rasulullah)
memiliki
suatu
himbauan: “didiklah anak-anak kalian tidak
seperti yang dididikkan kepada kalian sendiri,
sebab mereka adalah generasi yang hidup pada
zaman yang berbeda dengan zaman kalian”.
Implikasi penting dari uraian itu adalah, ketika
hendak menggagas masa depan pendidikan Islam
maka setidaknya ada dua hal yang mesti menjadi
kepedulian. Pertama, menyangkut permasalahan
substantif-filosofis pendidikan Islam, yakni tujuan
dilaksanakannya pendidikan Islam. Tujuan filosofis
dari pendidikan nasional adalah untuk menciptakan
manusia seutuhnya, yakni manusia yang beriman
diharapkan dapat terus ditingkatkan, seiring dengan
pembenahan aspek-aspek lain yang berkaitan
dengannya, sehingga pendidikan nasional kita bisa
bersaing dengan Negara-negara di Asia maupun
dunia Internasional.
5. Penutup
Pada prinsipnya, Islam secara normatifteoritik sangat menjunjung tinggi pluralism. Hal
itu merupakan suatu modal penting bagi
kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik,
dan bertakwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur,
seperti Indonesia di mana Islam merupakan
memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat
agama
jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan
konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep
mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab
normatif-teoritik yang dimiliki Islam tersebut
kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan seperti itu
harus pula dilihat secara realistis dari sisi
memiliki relevansi yang sangat erat dan memiliki
aplikatifnya di tengah masyarakat.
mayoritas.
Meski
demikian,
dalam
sejumlah persamaan dengan tujuan pendidikan
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki
Islam, yakni menciptakan manusia seutuhnya, (alinsan al-kamil).
peranan penting dalam memberi kontribusi bagi
Tujuan pendidikan Islam memiliki dimensi
integrasi bangsa berhubungan erat dengan berbagai
yang luas dan tidak bersifat dikotomis terhadap
pendidikan umum. Sains atau pengetahuan yang
dimiliki
umat
manusia,
selagi
membawa
kemaslahatan bersama, dapat dikatakan sebagai
tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam
yang universal dalam tataran aplikatif pada suatu
integrasi bangsa di masa depan. Mengingat persoalan
aspek kehidupan berbangsa, maka perhatian penting
pada kuantitas, kualitas, dan berbagai persoalan
‘kegagalan’ pendidikan Islam pada masa lalu perlu
menjadi perhatian. Dalam hal ini, konsep normatifteoritik
pendidikan
Islam
yang
peduli
pada
kerangka kebijakan dan strategi yang jelas guna
pluralisme akan bermakna positif bila tergambar kuat
membentuk al-insan al-kamil.
pada realitas-aktual kehidupan bangsa Indonesia
Kedua, perlunya peningkatan anggaran. jika
yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah
pendidikan
terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat
terhadap total anggaran Negara, sangat beralasan
signifikan dalam menentukan masa depan bangsa ini.
jika tingkat SDM bangsa Indonesia masih tergolong
Umat Islam semestinya memberikan suri tauladan
rendah dibandingkan dengan SDM (Sumber Daya
dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi
Manusia) Negara-negara tetangga. Di sisi lain,
sebagaimana diajarkan ajaran Islam.
dilihat
84|
dari
persentase
anggaran
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Daftar Pustaka
Abdullah, M. Amin (2004). Studi Agama
Normativitas dan Historisitas. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Idi,
Abdullah dan Suharto, Toto (2006).
Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Karim,M. Abdul. Islam Nusantara. Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher. 2007
Qodir, Zuly (2006). Pembaharuan Pemikiran Islam
Wacana dan Aksi Islam di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahmat, M. Imdadun et. al. (2003), Islam Pribumi
Mendialogkan Agama Membaca Realitas,
Jakarta: Erlangga.
Tabrani, Z. A. (2014). Islamic Studies dalam
Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian
Gradual
Menuju
Paradigma
Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 127144.
Tabrani. ZA & Hayati. (2013). Buku Ajar Ulumul
Qur`an (1). Yogyakarta: Darussalam Publishing,
kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah,
Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2011). Dynamics of Political System of
Education Indonesia. International Journal of
Democracy, 17(2), 99-113
Tabrani. ZA. (2011). Nalar Agama dan Negara
dalam Perspektif Pendidikan Islam.
(Suatu Telaah Sosio-Politik Pendidikan
Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama, 10(2),
395-410
Tabrani. ZA. (2011). Pendidikan Sepanjang Abad
(Membangun Sistem Pendidikan Islam di
Indonesia Yang Bermartabat). Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional 1 Abad
KH. Wahid Hasyim. Yogyakarta: MSI UII,
April 2011.
Tabrani. ZA. (2012). Future Life of Islamic Education
in Indonesia. International Journal of
Democracy, 18(2), 271-284
Tabrani. ZA. (2013). Kebijakan Pemerintah
dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan
Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap
Implementasi
Manajemen
Berbasis
Sekolah), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi,
1(2), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Modernisasi Pendidikan
Islam (Suatu Telaah Epistemologi
Pendidikan), Jurnal Ilmiah Serambi
Tarbawi, 1(1), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi Islam.
Banda Aceh: SCAD Independent
Tabrani. ZA. (2013). Urgensi Pendidikan Islam dalam
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Sintesa,
13(1), 91-106
Tabrani. ZA. (2014). Buku Ajar Filsafat Umum.
Yogyakarta: Darussalam Publishing, kerjasama dengan
Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2014). Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Darussalam
Publishing
Tabrani. ZA. (2014). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan
Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 13(2), 250270
Tabrani. ZA. (2014). Menelusuri Metode
Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan
Pendekatan Tafsir Maudhu`i. Jurnal Ilmiah
Serambi Tarbawi, 2(1), 19-34
Tabrani. ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi
Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani. ZA. (2015). Keterkaitan Antara Ilmu
Pengetahuan dan Filsafat (Studi Analisis
atas QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal
Sintesa, 14(2), 1-14
Tabrani. ZA. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic
Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi
Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak
Undang-undang Nomor: 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1992
Tabrani. ZA. (2012). Hak Azazi Manusia dan Syariat
Islam di Aceh. Makalah disampaikan pada
International Conference Islam and Human
Right, MSI UII April 2012, 281-300
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|85
1st Annual International Seminar on Education 2015
86|
SEMINAR PROCEEDINGS
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
1st Annual International Seminar on Education 2015
Copyright © 2015 FTK Ar-Raniry Press
All rights reserved
Printed in the Indonesia
PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM PLURALIS
SEBAGAI SOLUSI INTEGRASI BANGSA
(Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia)
Musradinur1 dan Tabrani. ZA2
1STAI
2Fakultas
Al-Wasliyah Banda Aceh dan Pemerhati Pendidikan Aceh
Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Aceh, Indonesia
Abstract
Pada prinsipnya, Islam secara normatif-teoritik sangat menjunjung tinggi pluralism. Hal itu merupakan suatu
modal penting bagi kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik, seperti Indonesia di mana Islam merupakan
agama mayoritas. Meski demikian, dalam konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep normatif-teoritik
yang dimiliki Islam tersebut harus pula dilihat secara realistis dari sisi aplikatifnya ditengah masyarakat.
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki peranan penting dalam memberi kontribusi bagi integrasi bangsa di
masa depan. Mengingat persoalan integrasi bangsa berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan
berbangsa, maka perhatian penting pada kuantitas, kualitas, dan berbagai persoalan ‘kegagalan’ pendidikan
Islam pada masa lalu perlu menjadi perhatian. Dalam hal ini, konsep normatif-teoritik pendidikan Islam yang
peduli pada pluralisme akan bermakna positif bila tergambar kuat pada realitas-aktual kehidupan bangsa
Indonesia yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat
signifikan dalam menentukan masa depan bangsa ini. Umat Islam semestinya memberikan suri tauladan
dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi sebagaimana diajarkan ajaran Islam.
Keywords: Paradigma,Pluralis, Integrasi, Pendidikan, Indonesia.
1. Pendahuluan
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
majemuk yang memiliki keragaman budaya,
agama dan suku bangsa. Keberadaan bangsa
Indonesia
sebagai
bangsa
yang
plural
merupakan ‘berkah’ dan ‘kekayaan’ yang patut
disyukuri.
Pluralisme
merupakan
satu
pandangan hidup atau sikap kemasyarakatan
yang mengutamakan sifat kemajemukan atau
keanekaragaman dalam kehidupan manusia.
Dengan mengambil kenyataan bahwa dalam
kehidupan terdapat berbagai perbedaan, mereka
yang berpaham pluralisme menganggap bahwa
setiap perbedaan itu harus mendapat pengakuan
sebagai entitas yang otonom dan memperoleh
penilaian yang sama. Buat bangsa Indonesia
pluralisme bukan barang baru. Sudah sejak
permulaan abad ke 20 ketika terjadi kebangkitan
nasional, kemajemukan menjadi isu yang menonjol.
Tidak sedikit pakar ilmu sosial Barat mengatakan
bahwa Indonesia adalah hal yang artifisial. Mereka
beranggapan bahwa yang ada secara nyata adalah
entitas-entitas etnik dengan budayanya masingmasing yang berbeda. Yang menamakan diri
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|77
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Indonesia hakikatnya kemajemukan berupa banyak
entitas budaya yang berbeda satu sama lain.
Ditambah dengan kemajemukan yang disebabkan
oleh perbedaan agama yang cukup banyak. Sebab
itu para pakar itu tidak percaya Indonesia akan
terus ada dan hanya ada karena ada niat
melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Begitu
penjajahan Belanda berakhir, apa yang menamakan
diri Indonesia akan “ambyar” seperti pasir kering,
kata mereka. Adalah memang kenyataan bahwa di
bumi Indonesia hidup berbagai satuan etnik
dengan budayanya masing-masing yang berbeda
satu sama lain. Namun terbukti bahwa perjuangan
kebangsaan bangsa Indonesia berhasil mewujudkan
entitas Indonesia berupa Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang menunjukkan vitalitasnya dengan
usianya yang lebih dari 60 tahun. Dengan begitu
menolak pendapat para pakar Barat itu. Sekalipun
ada pihak-pihak yang menginginkan Indonesia
berakhir eksistensinya, pertama penjajah Belanda
dengan dukungan berbagai pihak luar negeri dan
banyak orang Indonesia, namun terbukti RI yang
merdeka tetap survive dan tidak ada indikasi akan
berakhir eksistensinya.
Indonesia terdiri dari banyak entitas
dengan budayanya masing-masing, yaitu
Indonesia
merupakan
kesatuan
dalam
kemajemukan. Perjuangan kebangsaan telah
berhasil karena didukung semboyan Bhinneka
Tunggal Ika atau Kesatuan dalam Perbedaan yang
dicanangkan semua pihak yang ingin Indonesia
menjadi negara dan bangsa yang merdeka.
Hal ini menunjukkan bahwa Pluralisme
Bhinneka Tunggal Ika. Tanpa didampingi paham
Kebersamaan Pluralisme dapat menimbulkan niat,
gerak dan usaha yang aneka ragam arahnya dan
tujuannya. Hal itu telah dimanfaatkan penjajah
Belanda ketika membentuk berbagai negara untuk
setiap satuan etnik, seperti Negara Indonesia Timur,
Negara Sumatra Timur, Negara Pasundan, dan
lainnya. Usaha Belanda itu bermaksud merangsang
ambisi setiap etnik, sehingga tidak terbentuk usaha
kebersamaan. Sekali gus hal itu digunakan untuk
merongrong Semangat Kebangsaan yang digelorakan
para pejuang yang berhasil membentuk Republik
Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945.
Namun, di sisi lain, perlu disadari bahwa
aspek pluralitas tersebut menjadikan bangsa ini juga
rentan terhadap ancaman disintegrasi bangsa.
Berbagai bentuk gejala dan fenomena disintegrasi
sosial dan disintegrasi bangsa semakin tampak di
permukaan.
pluralitas
Apakah
tersebut
sesungguhnya
beserta
implikasi
hakikat
yang
menyertainya? Tulisan ini mengkaji pandangan
Islam tentang pluralism dan kontribusi pendidikan
Islam dalam memperkokoh integrasi bangsa.
2. Islam dan Pluralisme
Kata “pluralisme” berasal dari bahasa Inggris,
pluralism. Kata ini diduga berasal dari bahasa Latin,
plures, yang berarti beberapa dengan implikasi
perbedaan. Dari asal-usul kata ini diketahui bahwa
pluralisme agama tidak menghendaki keseragaman
bentuk agama. Sebab, ketika keseragaman sudah
mengandung kebenaran bagi bangsa Indonesia.
terjadi, maka tidak ada lagi pluralitas agama
Akan tetapi Pluralisme tidak dapat dan tidak boleh
(religious plurality). Keseragaman itu sesuatu yang
berdiri sendiri kalau Indonesia hendak hidup
mustahil. Allah menjelaskan bahwa sekiranya
sepanjang zaman. Di samping Pluralisme harus
Tuhanmu
selalu ada paham Kebersamaan. Keberhasilan
dijadikan dalam satu umat. Pluralisme agama tidak
meruntuhkan penjajahan Belanda menunjukkan
identik dengan model beragama secara eklektik,
sikap Kebersamaan dari semua unsur bangsa yang
yaitu mengambil bagian-bagian tertentu dalam
majemuk sebagai implementasi dari semboyan
suatu agama dan membuang sebagiannya untuk
78|
berkehendak
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
niscaya
kalian
akan
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
kemudian mengambil bagian yang lain dalam
memandang pluralitas agama sebagai kemungkaran
agama lain dan membuang bagian yang tak relevan
yang harus dibasmi. Dinyatakan secara optimis,
dari agama yang lain itu.
karena kemajemukan agama itu sesungguhnya
Pluralisme agama tidak hendak menyatakan
bahwa semua agama adalah sama. Frans Magnis-
sebuah potensi agar setiap umat terus berlomba
menciptakan kebaikan di bumi.
Dalam
Suseno (2010) berpendapat bahwa menghormati
hubungannya
agama,
ucapan bahwa semua agama adalah sama. Agama-
menghormati dan saling mengakui eksistensi
agama jelas berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan-
masing-masing.(Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006)
perbedaan syariat yang menyertai agama-agama
Ketika kita membicarakan toleransi dan pluralisme
menunjukkan bahwa agama tidaklah sama. Setiap
dalam Islam, ada satu rujukan tradisi Islam klasik
agama memiliki konteks partikularitasnya sendiri
yang patut kita jadikan studi. Yaitu yang kita kenal
sehingga tak mungkin semua agama menjadi
dengan Piagam Madinah, meskipun dalam bentuk
sebangun dan sama persis. Yang dikehendaki dari
yang sederhana, tetapi piagam tersebut telah
gagasan
adanya
menjamin sebuah kebebasan kepada pemeluk
pengakuan secara aktif terhadap agama lain. Agama
agama berbeda untuk menjalankan keyakinannya
lain ada sebagaimana keberadaan agama yang
sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing (M.
dipeluk diri yang bersangkutan. Setiap agama punya
Imdadun Rahmat: 2003).
agama
adalah
menetapkan
pluralitas
agama orang lain tidak ada hubungannya dengan
pluralisme
Islam
dengan
prinsip
saling
Untuk menuju Indonesia masa depan dengan
hak hidup.
Nurcholish Madjid menegaskan, pluralisme
semakin kompleksnya pluralitas dalam berbagai
tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia
aspek
mengakui hak kelompok agama lain untuk ada,
dikembangkan sebagai agama rahmatan lil ‘alamin
melainkan juga mengandung makna kesediaan
(yang mendatangkan rahmat bagi alam semesta).
berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar
Melalui kehadirannya sebagai rahmatan lil ‘alamin,
perdamaian
Allah
pluralitas agama dapat dikembangkan menjadi
berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk
bagian dari proses pengayaan spiritual dan
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
penguatan moralitas universal. Tanpa kesediaan
yang tidak memerangi dalam urusan agama dan
umat Islam untuk menerima pluralitas keagamaan,
tidak
konflik
pula
dan
saling
mengusir
menghormati.
kamu
dari
negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
kehidupan
dan
berbangsa,
pertentangan
Islam
internal
perlu
maupun
eksternal sangat mudah muncul.
berlaku adil”.(QS. al-Mumtahanah [60]: ayat 8).
Paparan di atas menyampaikan pada suatu
pengertian sederhana bahwa pluralisme agama
3. Pluralitas Agama di Indonesia
Keanekaragaman (pluralitas) agama yang
memandang
hidup di Indonesia, termasuk di dalamnya
keberagaman atau kemajemukan agama secara positif
keanekaragaman paham keagamaan yang ada di
sekaligus optimis dengan menerimanya sebagai
dalam tubuh intern umat beragama adalah
kenyataan (sunnatullâh) dan berupaya untuk berbuat
merupakan
sebaik
itu.
disangkal oleh siapa pun. Proses munculnya
Dikatakan secara positif, agar umat beragama tidak
pluralitas agama di Indonesia dapat diamati
adalah
suatu
sistem
mungkin
nilai
yang
berdasarkan
kenyataan
kenyataan
yang
tidak
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
dapat
|79
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
secara empiris historis. Secara kronologis dapat
perjalanan sejarah yang dialami bangsa Indonesia
disebutkan bahwa dalam wilayah kepulauan
terutama dalam pembinaan moral bangsa, perlu
nusantara, hanya agama Hindu dan Budha yang
dilakukan deteksi budaya Islam yang ikut
dahulu dipeluk oleh masyarakat, terutama di
membina moral bangsa Indonesia. Seperti halnya
pulau Jawa. Candi Prambanan dan candi
bangsa Mikronesia, Polenesia, dan Melanesia yang
Borobudur adalah saksi sejarah yang paling
pada awal pertama pertumbuhannya memeluk
otentik. Kenyataan demikian tidak menepikan
agama
tumbuh berkembangnya budaya animisme dan
politheisme, bangsa Indonesia merupakan contoh
dinamisme, baik di pulau Jawa maupun di luar
evolusi budaya yang patut digali secara cermat
Jawa. Ketika penyebaran agama
Islam lewat
karena Indonesia pernah mengalami zaman
kepulauan
Hindu-Budha yang kemudian diisi dengan Islam
Nusantara, maka proses perubahan pemelukan
serta dilanda dengan arus missie dan zondig di
(conversi) agama secara bertahap berlangsung.
zaman penjajahan. Yang menarik, unsur-unsur
Proses penyebaran dan pemelukan agama Islam
budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai
di kepulauan Nusantara yang berlangsung
kepatutan
secara massif dan dengan jalan damai tersebut
sedangkan yang baik yang mengandung unsur-
sempat dicatat oleh Marshall Hudgson sebagai
unsur kepatutan dan kepantasan, hidup secara
prestasi sejarah dan budaya yang amat sangat
berdampingan yaitu, hidup secara unity in
mengagumkan (M. Amin Abdullah: 2004).
diversity (M. Abdul Karim: 2007).
jalan
perdagangan
sampai
di
veteisme,
animisme,
tersingkir
dan
dinamisme,
dengan
sendirinya,
Islam bukannya agama terakhir yang
Hal di atas didasarkan pada pandangan
masuk di wilayah kepulauan Nusantara. Ketika
bahwa Islam merupakan agama universal dan
kepulauan Nusantara memasuki era penjajahan
fitrah
Eropa, terutama penjajahan Belanda, sekitar
Mengenai pluralisme kebenaran, Zuly Qodir (2006)
abad 16, agama Kristen Protestan dan agama
mengutip pendapat Madjid, berpendapat bahwa
Kristen Katolik juga ikut menyebar secara luas.
cita-cita keislaman di Indonesia adalah sama
Semula penyebaran itu berpusat di wilayah
dengan
nusantara di luar pulau Jawa, dan baru abad ke
keseluruhan. Hal ini sangat sesuai dengan cita-cita
18 mulai ke wilayah pulau Jawa secara lebih
universal Islam. Sebab itu, sistem politik yang
luas. Dalam sensus Nasional, tercatat hanya ada
sebaiknya diterapkan di Indonesia adalah sistem
lima agama besar dunia, yaitu agama Hindu,
yang tidak mengabaikan umat di luar Islam, tetapi
Budha, Islam, Kristen Protestan dan Kristen
harus memberikan kebaikan bagi seluruh rakyat
katolik, yang tumbuh subur berkembang di
Indonesia. Sikap memberikan kebaikan kepada
Indonesia (M. Amin Abdullah: 2004).
semua orang merupakan watak inklusif Islam.
Indonesia sebagai
yang
memuliakan
cita-cita
manusia
seluruh
Indonesia
manusia.
secara
Negara bekas jajahan
Kenyataan bahwa sebagian besar bangsa
Belanda selama (secara bervariasi) 350 tahun, tetap
Indonesia beragama Islam merupakan suatu
dapat mempertahankan budaya tanpa sedikit pun
dukungan, karena Islam adalah agama yang
kehilangan identitas, meskipun ada unsur-unsur
pengalamannya dalam melaksanakan toleransi
budaya Barat yang ikut memperkaya. Dalam
dan pluralisme adalah unik dalam sejarah
80|
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
agama-agama. Sampai sekarang bukti hal ini
tampak
jelas
masyarakat
dan
dunia;
nyata
di
dalam
mana
berbagai
agama Islam
merupakan anutan mayoritas, agama-agama lain
tidak
mengalami
kesulitan
berarti;
(fairness). Prinsip-prinsip itu tampak jelas pada
sikap dasar sebagian besar umat Islam sampai
sekarang, namun lebih-lebih lagi sangat
fenomenal pada generasi kaum muslim klasik.
namun
Pandangan Madjid tentang pluralisme agama
sebaliknya jika dalam sebuah negeri, di mana
dan toleransi, sangat jelas disandarkan pada
umat Islam menjadi minoritas, maka umat Islam
kebenaran ajaran kitab suci dan pengalaman-
senantiasa mengalami yang tidak kecil, kecuali
pengalaman generasi klasik Islam. Adanya kaum
Negara-negara demokratis Barat. Di sana umat
minoritas dalam sebuah negeri yang mayoritas
Islam sejauh ini masih memperoleh kebebasan
Islam dan mereka bebas beribadah, bebas memeluk
beragama yang menjadi hak mereka.
agamanya, adalah wujud dari toleransi yang ada
Sebagai agama yang berwatak inklusif,
dalam Islam dan harus dihadirkan oleh umat Islam
Islam pada asalnya merupakan umat penengah,
sebagai mediator, sebagai umat penengah dan
sehingga sebagai mayoritas Islam menghargai
terbuka, sesuai prinsip teologi inklusif. Kebebasan
umat
ditunjukkan
beragama dalam pandangan Madjid merupakan
dalam kitab suci tentang penghormatannya pada
kebebasan paling fundamental dalam urusan sosio-
minoritas,
sebagaimana
Yahudi dan Nasrani. Cirri-ciri inklusivitas dalam
teologi Islam ditunjukkan dengan adanya ajaran
Islam yang bersifat terbuka (open religious).
Dengan prinsip ini sebenarnya Islam menolak
ekslusivisme dan absolutism, sehingga sangat jelas
memberikan apresiasi yang tinggi terhadap
pluralisme (Zuly Qodir: 2006).
Dengan memegang prinsip teologi inklusif,
sesungguhnya yang hendak disuguhkan kepada kita
politik kehidupan umat manusia. Ajaran agama
sesungguhnya adalah ajaran yang paling benar,
namun dalam hal ini mungkin tidak dapat
dipaksakan kepada seseorang. Nabi Muhammad
Saw sendiri selalu diingatkan bahwa tugasnya
hanyalah menyampaikan pesan-pesan Allah SWT
dan tidak berhak memaksa seseorang untuk
beriman dan mengikutinya.
Kerukunan
umat
beragama
di
Negara
Indonesia yang selama sedang berjalan dan dinikmati
adalah sikap toleransi dari Islam kepada agama-
oleh masyarakat Indonesia, sedang menjadi kajian
agama di luar Islam. Islam sangat menghormati
serta telaah, bahkan kekaguman, bagi para pengamat
adanya kebebasan beragama. Hal ini ditunjukkan
dari mancanegara dan belahan dunia lainnya.
dalam doktrin kitab suci tentang adanya larangan
Sehingga apa yang telah kita capai saat ini perlu terus
pemaksaan dalam beragama. Dalam hal toleransi
dijaga dengan sebaik mungkin sehingga pluralitas
agama yang ditunjukkan Islam, Zuly Qodir (2006)
agama di Indonesia tetap berjalan seperti yang
mengutip pendapat Madjid, berpendapat:
diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia dari
Tanpa mengurangi keyakinan seorang muslim
akan kebenaran agamanya (hal yang dengan
sendirinya menjadi tuntutan dan kemestian
seorang pemeluk agama suatu sistem keyakinan),
sikap-sikap unik Islam dalam hubungan antaragama itu adalah toleransi, kebebasan,
keterbukaan, kewajaran, keadilan, dan kejujuran
Sabang sampai Merauke. Pada akhirnya umat
beragama tidak memandang pluralitas agama sebagai
kemungkaran
yang
harus
dibasmi,
karena
kemajemukan agama itu sesungguhnya sebuah
potensi agar setiap umat terus berlomba menciptakan
kebaikan di bumi.
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|81
1st Annual International Seminar on Education 2015
SEMINAR PROCEEDINGS
Ada tiga ukhuwah yang patut kita cermati
kenyataan fundamental perihal keberagaman di era
dalam hal pluralitas agama dan integrasi Bangsa.
global, yang kemudian menjadi melatari hubungan
Pertama, ukhuwah ‘ubudiah yaitu persaudaraan
baru antara doktrin keagamaan dan doktrin
internal umat Islam. Kedua, ukhuwah basyariah atau
nasionalisme. Masalah tersebut semakin mengkristal
insaniah, yaitu persaudaraan antar-sesama manusia.
ketika dikaitkan dengan fenomena meletusnya
Ketiga, ukhuwah wathaniah yaitu ukhuwah yang
berbagai kerusuhan bernuansa suku, agama, ras dan
berlandaskan kebangsaan. Ketiga macam ukhuwah
antar golongan (SARA) dalam beberapa tahun
ini tidak bisa dipertentangkan antara yang satu dan
semenjak 1996. Padahal, nasionalisme dipandang
yang lain, karena ketiga-tiganya harus mengiringi
sebagai pemersatu pluralitas latar belakang kultural
kehidupan dalam berbangsa.
dan agama agar terbentuk suatu mozaik yang indah.
Mencermati hubungan internal umat Islam, ada
konsep yang harus diperhatikan, yaitu konsep
Keberagamaan yang ada tampak sudah menjadi
realitas yang tidak dapat ditolak.
syahadat. Umat Islam yang benar-benar meyakini
kalimat syahadat dan kalimat tauhid “La Ilaha Illallah”
harus yakin bahwa hanya satu hakikat Yang Mutlak,
Yang Maha Benar, Yang Maha Bijak, dan Yang Maha
Tinggi, yaitu Allah Ta’ala. Akan tetapi, konsep
Syahadat harus mempunyai implikasi sosial. Artinya
bahwa selain Allah SWT tidak ada kebenaran Mutlak.
Dengan demikian, orang lain pun punya potensi
untuk benar, dan punya cara tertentu untuk
memperoleh kebenaran. Artinya bahwa hakikat
keimanan seseorang juga harus diejawantahkan
dalam kehidupan sosial. Dalam beragama yang kita
perlukan adalah kesadaran beragama bukan hanya
dari orang tua saja atau pun pemaksaan, tetapi kita
sadar
betul
bahwa
ada
sebuah
cara
untuk
mengekspresikan ajaran kita. Kalau memang kita
meyakini Islam ini memang benar, mari kita jalankan
Islam ini secara Kaffah. Seyogyanya umat Islam harus
memahami konsep syahadah atau konsep tauhid,
Salah satu cara untuk menopang kelestarian
nasionalisme
adalah
perlunya
pengembangan
budaya inklusivisme dalam berbagai agama. Melalui
paham itu, di satu sisi , seseorang diharapkan dapat
meyakini bahwa agama yang dianutnya yang paling
benar, dan disisi lain, secara bersamaan dapat
bersikap toleran dan bersahabat dengan pemeluk
agama lain. Melalui pemeliharaan nasionalisme
bangsa yang demikian itu, integrasi bangsa dapat
dipertahankan (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006).
Integrasi bangsa adalah hal yang berbeda
dari integrasi sosial. Integrasi bangsa menunjuk
pada
keutuhan
bangsa
dalam
konteks
hubungannya dengan bangsa atau Negara lain;
sedangkan integrasi sosial merupakan keutuhan
internal masyarakat dalam suatu Negara. Meskipun
demikian, kedua corak integrasi tersebut saling
terkait dan tidak dapat dipisahkan. Integrasi bangsa
jangan hanya beriman kepada Allah SWT, tetapi
hanya aka nada bila integrasi sosial telah tercipta
mengesampingkan persoalan-persoalan sosial.
lebih dahulu. Berbagai peristiwa sosial politik yang
dialami bangsa Indonesia pada dekade terakhir
4. Pendidikan Islam dan Integrasi Bangsa
Tidak dapat dipungkiri bahwa nasionalisme
dan agama di masyarakat kita masih termasuk dalam
abad ke-20 dan awal abad ke-21 merupakan
permasalahan keduanya, yakni masalah integrasi
bangsa dan integrasi sosial.
agenda kegiatan kegiatan nasional yang menyita
Praktik Pendidikan Islam di tanah air pada
banyak energi. Agenda tersebut memang menjadi
dasarnya memiliki andil besar dalam penguatan
82|
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS
integrasi
bangsa.
Untuk
memahami
1st Annual International Seminar on Education 2015
peran
Ketiga,
kegagalan
pendidikan
dalam
pendidikan Islam di Indonesia dalam memperkokoh
menghasilkan warga Negara yang berakhlak.
integrasi bangsa di masa depan, perlu kiranya
Keempat, kegagalan untuk mendorong tingkat
melihat
masa
partisipasi pendidikan, dan yang kelima, kegagalan
sebelumnya. Adalah suatu sikap arif bahwa selain
menekan secara signifikan tingkat pengangguran,
melihat sisi kelebihan dan keberhasilan, perlu pula
termasuk di dalamnya pengangguran terdidik,
diungkapkan kelemahan dan kegagalan pendidikan
muncul sebagai dampak krisis ekonomi yang
nasional maupun pendidikan Islam (Abdullah Idi &
melemahkan kurs rupiah terhadap dollar AS.
Toto Suharto: 2006). Ada sejumlah kegagalan yang
Akibatnya banyak perusahaan dan pabrik yang
‘prestasi’
dan
kondisi
pada
dialami pendidikan nasional maupun pendidikan
Islam, yakni sebagai berikut:
Pertama, Kegagalan dalam menciptakan SDM
(Sumber Daya Manusia) yang berkualitas. Dalam
laporan UNDP mengenai Human Development Index
(HDI) 1998 dan 1999, Indonesia berada pada urutan
ke- 109, sedangkan pada periode sebelumnya
Indonesia berada pada urutan ke- 105. Rangking
HDI Indonesia tersebut diperkirakan tidak akan
tutup dan bank-bank yang dilikuidasi.
Bertolak dari realitas sosial sebagai indikasi
kegagalan pendidikan nasional dan pendidikan Islam
di atas, maka prioritas yang harus dilakukan ke depan
adalah perlunya lebih memfokuskan pengelolaan
pendidikan
nasional
–tanpa
mengesampingkan
sektor-sektor lainnya- secara terencana, terprogram,
dan profesional. Di samping itu, pendidikan Islam
perlu menyiapkan diri dan proaktif merespons gejala
banyak mengalami perubahan mengingat hingga
perkembangan zaman agar dapat memberikan
saat ini Indonesia belum keluar dari krisis. Padahal
output berkualitas yang memiliki pengetahuan,
tanpa tersedianya SDM yang berkualitas, maka
teknologi, dan sains agama, serta mampu berkompetisi
suatu bangsa akan mengalami kesulitan untuk
dengan bangsa lain dalam era perdagangan bebas
mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu
(Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006).
Upaya untuk memperkokoh integrasi bangsa
banyaknya di bumi Pertiwi ini demi kemakmuran
melalui sumbangan pendidikan Islam perlu dimulai
masyarakatnya.
dalam
dari pemahaman konteks normatif-teoritis maupun
bangsa.
aplikatif-realistis. Maksudnya, konsep normative
Kerusuhan sosial SARA telah terjadi di berbagai
pendidikan Islam yang sangat menjunjung tinggi
daerah, seperti Aceh, Maluku, Poso dan masih
pluralism harus diwujudkan dalam konteks praktis,
banyak lagi. Jika dikaji lebih seksama, kasus-kasus
aplikatif, dan realistis. Atau setidaknya, kesenjangan
tersebut sebenarnya dapat dipandang sebagai
antara tataran konseptual (normatif-teoritis) dan
kegagalan pendidikan untuk mengaplikasikan
tataran
tujuan filosofisnya ke dalam realitas masyarakat
signifikan. Pasalnya, jika realitas kehidupan di
plural. Hasil-hasil penelitian menyebutkan bahwa
masyarakat kurang kondusif, maka integrasi bangsa
penyebab utama dari konflik atau kerusuhan sosial
yang diharapkan muskil untuk diwujudkan. Oleh
tersebut terkait erat dengan kesenjangan sosial,
karena itu, dengan berpijak pada kondisi realitas
ekonomi, dan politik di tengah masyarakat. Hal itu
masyarakat Indonesia yang hingga kini belum keluar
sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari
dari
pembagian kekuasaan yang timpang antara Jakarta
pendidikan nasional maupun pendidikan Islam perlu
dan luar Jakarta, antara Jawa dan luar Jawa.
menjadi prioritas (Abdullah Idi & Toto Suharto: 2006).
Kedua,
menghindari
kegagalan
ancaman
pendidikan
disintegrasi
aplikatif-praktis
multi-krisis,
maka
jangan
sampai
upaya
terlalu
pembenahan
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|83
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Memiliki suatu keyakinan dan harapan
rendahnya anggaran pendidikan nasional sudah
untuk dapat keluar dari kemelut multi-krisis
barang tentu menyebabkan rendahnya kualitas
merupakan suatu keharusan. Ali bin Abi Thalib
pendidikan nasional. Oleh karena itu, pada tahun-
RA
tahun mendatang, anggaran pendidikan nasional
(sahabat
Rasulullah)
memiliki
suatu
himbauan: “didiklah anak-anak kalian tidak
seperti yang dididikkan kepada kalian sendiri,
sebab mereka adalah generasi yang hidup pada
zaman yang berbeda dengan zaman kalian”.
Implikasi penting dari uraian itu adalah, ketika
hendak menggagas masa depan pendidikan Islam
maka setidaknya ada dua hal yang mesti menjadi
kepedulian. Pertama, menyangkut permasalahan
substantif-filosofis pendidikan Islam, yakni tujuan
dilaksanakannya pendidikan Islam. Tujuan filosofis
dari pendidikan nasional adalah untuk menciptakan
manusia seutuhnya, yakni manusia yang beriman
diharapkan dapat terus ditingkatkan, seiring dengan
pembenahan aspek-aspek lain yang berkaitan
dengannya, sehingga pendidikan nasional kita bisa
bersaing dengan Negara-negara di Asia maupun
dunia Internasional.
5. Penutup
Pada prinsipnya, Islam secara normatifteoritik sangat menjunjung tinggi pluralism. Hal
itu merupakan suatu modal penting bagi
kehidupan bernegara dalam bangsa pluralistik,
dan bertakwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur,
seperti Indonesia di mana Islam merupakan
memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat
agama
jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan
konteks memperkokoh integrasi bangsa, konsep
mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab
normatif-teoritik yang dimiliki Islam tersebut
kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan seperti itu
harus pula dilihat secara realistis dari sisi
memiliki relevansi yang sangat erat dan memiliki
aplikatifnya di tengah masyarakat.
mayoritas.
Meski
demikian,
dalam
sejumlah persamaan dengan tujuan pendidikan
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki
Islam, yakni menciptakan manusia seutuhnya, (alinsan al-kamil).
peranan penting dalam memberi kontribusi bagi
Tujuan pendidikan Islam memiliki dimensi
integrasi bangsa berhubungan erat dengan berbagai
yang luas dan tidak bersifat dikotomis terhadap
pendidikan umum. Sains atau pengetahuan yang
dimiliki
umat
manusia,
selagi
membawa
kemaslahatan bersama, dapat dikatakan sebagai
tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam
yang universal dalam tataran aplikatif pada suatu
integrasi bangsa di masa depan. Mengingat persoalan
aspek kehidupan berbangsa, maka perhatian penting
pada kuantitas, kualitas, dan berbagai persoalan
‘kegagalan’ pendidikan Islam pada masa lalu perlu
menjadi perhatian. Dalam hal ini, konsep normatifteoritik
pendidikan
Islam
yang
peduli
pada
kerangka kebijakan dan strategi yang jelas guna
pluralisme akan bermakna positif bila tergambar kuat
membentuk al-insan al-kamil.
pada realitas-aktual kehidupan bangsa Indonesia
Kedua, perlunya peningkatan anggaran. jika
yang pluralistik. Sebagai umat dengan jumlah
pendidikan
terbesar di Indonesia, maka peran umat Islam sangat
terhadap total anggaran Negara, sangat beralasan
signifikan dalam menentukan masa depan bangsa ini.
jika tingkat SDM bangsa Indonesia masih tergolong
Umat Islam semestinya memberikan suri tauladan
rendah dibandingkan dengan SDM (Sumber Daya
dalam sikap dan tindakan atas dasar prinsip toleransi
Manusia) Negara-negara tetangga. Di sisi lain,
sebagaimana diajarkan ajaran Islam.
dilihat
84|
dari
persentase
anggaran
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEMINAR PROCEEDINGS
1st Annual International Seminar on Education 2015
Daftar Pustaka
Abdullah, M. Amin (2004). Studi Agama
Normativitas dan Historisitas. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Idi,
Abdullah dan Suharto, Toto (2006).
Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Karim,M. Abdul. Islam Nusantara. Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher. 2007
Qodir, Zuly (2006). Pembaharuan Pemikiran Islam
Wacana dan Aksi Islam di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahmat, M. Imdadun et. al. (2003), Islam Pribumi
Mendialogkan Agama Membaca Realitas,
Jakarta: Erlangga.
Tabrani, Z. A. (2014). Islamic Studies dalam
Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian
Gradual
Menuju
Paradigma
Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 127144.
Tabrani. ZA & Hayati. (2013). Buku Ajar Ulumul
Qur`an (1). Yogyakarta: Darussalam Publishing,
kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah,
Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2011). Dynamics of Political System of
Education Indonesia. International Journal of
Democracy, 17(2), 99-113
Tabrani. ZA. (2011). Nalar Agama dan Negara
dalam Perspektif Pendidikan Islam.
(Suatu Telaah Sosio-Politik Pendidikan
Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama, 10(2),
395-410
Tabrani. ZA. (2011). Pendidikan Sepanjang Abad
(Membangun Sistem Pendidikan Islam di
Indonesia Yang Bermartabat). Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional 1 Abad
KH. Wahid Hasyim. Yogyakarta: MSI UII,
April 2011.
Tabrani. ZA. (2012). Future Life of Islamic Education
in Indonesia. International Journal of
Democracy, 18(2), 271-284
Tabrani. ZA. (2013). Kebijakan Pemerintah
dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan
Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap
Implementasi
Manajemen
Berbasis
Sekolah), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi,
1(2), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Modernisasi Pendidikan
Islam (Suatu Telaah Epistemologi
Pendidikan), Jurnal Ilmiah Serambi
Tarbawi, 1(1), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi Islam.
Banda Aceh: SCAD Independent
Tabrani. ZA. (2013). Urgensi Pendidikan Islam dalam
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Sintesa,
13(1), 91-106
Tabrani. ZA. (2014). Buku Ajar Filsafat Umum.
Yogyakarta: Darussalam Publishing, kerjasama dengan
Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2014). Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Darussalam
Publishing
Tabrani. ZA. (2014). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan
Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 13(2), 250270
Tabrani. ZA. (2014). Menelusuri Metode
Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan
Pendekatan Tafsir Maudhu`i. Jurnal Ilmiah
Serambi Tarbawi, 2(1), 19-34
Tabrani. ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi
Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani. ZA. (2015). Keterkaitan Antara Ilmu
Pengetahuan dan Filsafat (Studi Analisis
atas QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal
Sintesa, 14(2), 1-14
Tabrani. ZA. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic
Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi
Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak
Undang-undang Nomor: 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1992
Tabrani. ZA. (2012). Hak Azazi Manusia dan Syariat
Islam di Aceh. Makalah disampaikan pada
International Conference Islam and Human
Right, MSI UII April 2012, 281-300
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh
|85
1st Annual International Seminar on Education 2015
86|
SEMINAR PROCEEDINGS
Faculty of Tarbiyah and Teacher`s Training of UIN Ar-Raniry Banda Aceh