PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE SHARED DAN WEBBED PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK SMP.

(1)

MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE SHARED DAN WEBBED PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN

PROSES SAINS PESERTA DIDIK SMP

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA

oleh

MUHAMMAD YUSUF NIM 1308066

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015


(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE SHARED

DAN WEBBED PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN

PROSES SAINS PESERTA DIDIK SMP

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing

Dr. Ana Ratna Wulan, M.Pd. NIP. 19740417 199903 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan IPA

Dr. Phil. H. Ari Widodo, M.Ed. NIP. 19670527 199203 1 001


(3)

MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE SHARED DAN WEBBED PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN

PROSES SAINS PESERTA DIDIK SMP

Oleh

MUHAMMAD YUSUF

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.)

pada Program Studi Pendidikan IPA

©Muhammad Yusuf 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan cetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(4)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains (KPS) peserta didik melalui penerapan model pembelajaran discovery learning dengan menggunakan pembelajaran keterpaduan tipe shared dan webbed pada materi Pemanasan Global. Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Experiment dengan desain The Matching-Only Pretest-Posttest Control Group Design yang dilaksanakan di salah satu SMP negeri di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, kelas VII tahun pelajaran 2014/2015. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes penguasaan konsep dan tes KPS berbentuk tes tertulis jenis pilihan ganda, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran bagi guru dan peserta didik, lembar keterlaksanaan KPS bagi peserta didik, serta angket tanggapan guru dan peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran discovery learning tipe keterpaduan shared dengan tipe keterpaduan webbed untuk meningkatkan penguasaan konsep peserta didik berdasarkan nilai thitung= -2,965 yang berada di luar daerah penerimaan ttabel = ± 2,014 dengan

nilai signifikansi 0,005. Rerata N-Gain penguasaan konsep peserta didik kelas keterpaduan shared 0,58 dengan kriteria sedang dan kelas keterpaduan webbed 0,39 dengan kriteria sedang. Hasil lainnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran discovery learning tipe keterpaduan shared dengan tipe keterpaduan webbed untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik berdasarkan nilai thitung= -1,537 yang berada pada daerah

penerimaan ttabel = ±2,014 dengan nilai signifikansi 0,131. Rerata N-Gain keterampilan proses sains

peserta didik kelas keterpaduan shared 0,55 dengan kriteria sedang dan kelas keterpaduan webbed 0,47 dengan kriteria sedang. Hasil angket tanggapan guru dan peserta didik memberikan tanggapan baik terhadap model pembelajaran.

Kata Kunci: Discovery Learning, Penguasaan Konsep, Keterampilan Proses Sains, Keterpaduan Shared, Keterpaduan Webbed.


(5)

The research aims to analyze the improvement of students’ concept mastery and science process skills through the implementation of discovery learning using integrated instruction of shared and webbed types on the topic of Global Warming. The method adopted was quasi experiment with the matching-only pretest-posttest control group design, conducted in one of the state junior high schools in Bulungan Regency, North Kalimantan, more specifically in the seventh-grade class for the school year of 2014/2015. The research instruments employed consisted of written tests of concept mastery and science process skills in the forms of multiple choice questions, observation sheets of the implementation of instruction for teachers and students, observation sheets for the implementation of science process skills for students, and response questionnaires for teachers and students. Research results show that there was significant difference between the use of discovery learning model of shared and webbed types in improving students’ concept mastery based on the value of tcount = -2.965, outside the acceptable range listed in

ttable = ±2.014, with a significance value of 0.005. The mean N-Gain scores for students’

concept mastery in the shared-integrated and webbed-integrated classes were 0.58 and 0.39, respectively, which were both categorized as moderate. Further results demonstrate that there was no significant difference in the use of discovery learning of shared-integrated and webbed-shared-integrated types in improving students’ science process skills, based on tcount = -1.537, outside the acceptable range listed in ttable = ±2.014, with a

significance value of 0.131. The mean N-Gain scores for students’ science process skills in shared-integrated and webbed-integrated classes were 0.55 and 0.47, respectively, which were both categorized as moderate. In addition, results of teachers’ and students’ response questionnaires reveal good responses to the learning model.

Keywords: Discovery Learning, Concept Mastery, Science Process Skills, Shared- Integrated, Webbed-Integrated.


(6)

ABSTRAK ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 9

1.3Tujuan Penelitian ... 10

1.4Manfaat Penelitian ... 10

1.5Asumsi Penelitian ... 11

1.6Hipotesis Penelitian ... 11

1.7Definisi Operasional ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1Model Pembelajaran Discovery Learning... 14

2.2Pembelajaran IPA Terpadu ... 18

2.3Pembelajaran Tipe Shared dan Webbed ... 21

2.2.1 Pembelajaran Tipe Shared ... 21

2.2.2 Pembelajaran Tipe Webbed ... 23

2.4Keterampilan Proses Sains (KPS) ... 25

2.5Penguasaan Konsep ... 29

2.6Analisis Materi Pembelajaran Pemanasan Global ... 35

2.6.1 Definisi Pemanasan Global ... 39

2.6.2 Penyebab dan Mekanisme Pemanasan Global ... 40

2.6.3 Gas Rumah Kaca ... 40

2.6.4 Dampak Pemanasan Global ... 42

2.6.5 Langkah-langkah Mengurangi Pemanasan Global ... 47


(7)

3.1Metode dan Desain Penelitian ... 51

3.2Populasi dan Sampel ... 53

3.3Instrumen Penelitian ... 53

3.3.1 Jenis Instrumen ... 53

3.3.1.1 Tes Penguasaan Konsep ... 54

3.3.1.2 Tes Keterampilan Proses Sains ... 54

3.3.1.3 Angket Tanggapan Peserta Didik ... 55

3.3.1.4 Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 55

3.3.1.5 Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik ... 55

3.3.1.6 Keterlaksanaan Keterampilan Proses Sains ... 56

3.3.1.3 Pedoman Wawancara ... 56

3.3.2 Uji Coba Instrumen ... 56

3.3.2.1 Uji Validitas Butir Soal ... 57

3.3.2.2 Reliabilitas Tes ... 57

3.3.2.3 Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 58

3.3.2.4 Daya Pembeda Butir Soal ... 59

3.4Prosedur Penelitian ... 59

3.5Uji Statistik Untuk Mengetahui Signifikansi Antara Dua Kelas Perlakuan 60 3.6Analisis Uji Coba Instrumen ... 62

3.6.1 Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep ... 62

3.5.2 Uji Coba Instrumen KPS ... 65

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 68

4.1Temuan ... 68

4.1.1 Implementasi Aktivitas Peserta Didik dan Guru selama Pembelajaran ... 68

4.1.2 Keterlaksanaan KPS pada Model Pembelajaran Discovery learning Tipe Shared dan Webbed ... 71

4.1.3 Penguasaan Konsep ... 74

4.1.3.1 Peningkatan Penguasaan Konsep Peserta Didik... 74

4.1.3.2 Pengujian Statistik Penguasaan Konsep Peserta Didik pada Tes Awal (Pretest) ... 77

4.1.3.3 Peningkatan Penguasaan Konsep Peserta didik pada Setiap Subkonsep ... 78

4.1.3.4 Pengujian Statistik Penguasaan Konsep Peserta Didik ... 79


(8)

4.1.4.2 Pengujian Statistik Keterampilan Proses Sains Peserta Didik

pada Tes Awal (Pretest) ... 82

4.1.4.3 Peningkatan Keterampilan Proses Sains Peserta Didik pada Setiap Indikator ... 83

4.1.4.4 Pengujian Statistik Keterampilan Proses Sains Peserta Didik 85 4.1.5 Tanggapan Guru Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Tipe Shared dan Webbed ... 86

4.1.6 Tanggapan Peserta Didik Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Discovery learning Tipe Shared dan Webbed ... 89

4.2Pembahasan ... 93

4.2.1 Aktivitas Peserta Didik dan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning Tipe Shared dan Webbed ... 93

4.2.2 Keterlaksanaan KPS pada Model Pembelajaran Discovery Learning Tipe Shared dan Webbed ... 94

4.2.3 Peningkatan Penguasaan Konsep Pemanasan Global ... 98

4.2.4 Peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 100

4.2.5 Tanggapan Guru dan Peserta Didik Terhadap Model Pembelajaran Discovery Learning Tipe Shared dan Webbed ... 103

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 106

5.1 Simpulan ... 106

5.2 Rekomendasi ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...


(9)

Tabel 2.1 Tahapan Model Pembelajaran Discovery Learning ... 17

Tabel 2.2 Tipe Shared ... 22

Tabel 2.3 Tipe Webbed ... 24

Tabel 2.4 Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya ... 27

Tabel 2.5 Tahapan Discovery Learning dan Indikator KPS dalam Tindakan Pembelajaran ... 28

Tabel 2.6 Klasifikasi Dimensi Pengetahuan ... 32

Tabel 2.7 Tahapan Discovery Learning dan Dimensi Pengetahuan Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran ... 32

Tabel 2.8 Dimensi Proses Kognitif ... 33

Tabel 2.9 Ikhtisar Gas-gas Rumah Kaca di Atmosfer ... 41

Tabel 3.1 The Matching-Only Pretestt-Posttest Control Group Design ... 51

Tabel 3.2 Jenis Instrumen Penelitian ... 53

Tabel 3.3 Kategori Validitas Butir Soal ... 57

Tabel 3.4 Kategori Reliabilitas Tes ... 58

Tabel 3.5 Kategori Tingkat Kesukaran ... 58

Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda ... 59

Tabel 3.7 Distribusi Hasil Uji Coba Validitas Butir Soal Penguasaan Konsep ... 62

Tabel 3.8 Distribusi Tingkat Kesukaran Butir Soal Penguasaan Konsep ... 63

Tabel 3.9 Distribusi Daya Pembeda Soal Penguasaan Konsep ... 63

Tabel 3.10 Nilai Reliabilitas Tes Uji Coba Penguasaan Konsep ... 63

Tabel 3.11 Hasil Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep ... 64

Tabel 3.12 Distribusi Hasil Uji Coba Validitas Butir Soal KPS ... 65

Tabel 3.13 Distribusi Tingkat Kesukaran Butir Soal KPS... 65

Tabel 3.14 Distribusi Daya Pembeda Soal KPS ... 66

Tabel 3.15 Nilai Reliabilitas Tes Uji Coba KPS ... 66

Tabel 3.16 Hasil Uji Coba Keterampilan Proses Sains ... 66

Tabel 4.1 Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning Tipe Webbed dan Kelas Shared oleh Peserta Didik ... 70


(10)

Tabel 4.3 Persentase Hasil Rerata Skor Peningkatan Penguasaan Konsep

Pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 74 Tabel 4.4 Peningkatan Penguasaan Konsep pada Aspek Dimensi Pengetahuan ... 76 Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Penguasaan Konsep Peserta didik

Pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 77 Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Penguasaan Konsep Pada

Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 77 Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Penguasaan Konsep Peserta didik

Pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 79 Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Varians Penguasaan Konsep Pada

Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 79 Tabel 4.9 Persentase Hasil Rerata Skor Peningkatan Keterampilan Proses Sains

Pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 81 Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Keterampilan Proses Sains (KPS)

Peserta didik pada Kelas Webbed dan Kelas Shared... 82 Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Varians Keterampilan Proses Sains

pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 83 Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Keterampilan Proses Sains (KPS)

Peserta Didik pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 85 Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Varians Keterampilan Proses Sains

pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 86 Tabel 4.14 Rekapitulasi Tanggapan Guru Terhadap Model Pembelajaran


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Matriks Hubungan Antara Dimensi Pengetahuan dan

Proses Kognitif ... 29

Gambar 2.2 Keterpaduan Konsep Tipe Shared ... 38

Gambar 2.3 Keterpaduan Konsep Tipe Webbed ... 39

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 52

Gambar 4.1 Keterlaksanaan Indikator-indikator Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran... 73

Gambar 4.2 Perbandingan Persentase Skor Rata-rata Tes Awal, Tes Akhir dan N-Gain Penguasaan Konsep Kelas Shared dan Kelas Webbed ... 75

Gambar 4.3 Perbandingan N-Gain Penguasaan Konsep untuk Setiap Subkonsep antara Kelas Shared dan Kelas Webbed ... 78

Gambar 4.4 Perbandingan Rerata Skor Pretest, Skor Posttest dan N-Gain KPS Peserta didik pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 81

Gambar 4.5 Perbandingan N-Gain Setiap Indikator Keterampilan Proses Sains Peserta didik Pada Kelas Webbed dan Kelas Shared ... 84

Gambar 4.6 Persentase Angket Tanggapan Peserta didik Terhadap Model Pembelajaran Discovery learning Pada Aspek Tanggapan Terhadap Materi... 89

Gambar 4.7 Persentase Angket Tanggapan Peserta didik Terhadap Model Pembelajaran Discovery learning Pada Aspek Tanggapan Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran ... 90

Gambar 4.8 Persentase Angket Tanggapan Peserta didik Terhadap Model Pembelajaran Discovery learning Pada Aspek Tanggapan Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran... 91

Gambar 4.9 Persentase Angket Tanggapan Peserta Didik Terhadap Bahan Ajar dan Tanggapan Terhadap Tes ... 92


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Webbed A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Shared A.3 Hand Out Kelas Webbed

A.4 Hand Out Kelas Shared

A.5 Lembar Kerja Siswa Kelas Webbed A.6 Lembar Kerja Siswa Kelas Shared

Lampiran B B.1 Kisi-kisi dan Instrumen Tes Penguasaan Konsep B.2 Kisi-kisi dan Instrumen Tes KPS

B.3 Instrumen Lembar Keterlaksanan Pembelajaran oleh Guru dan Rubrik Penskoran

B.4 Instrumen Lembar Keterlaksanan Pembelajaran oleh Siswa dan Rubrik Penskoran

B.5 Angket Tanggapan Peserta Didik

B.6 Instrumen Wawancara Terstruktur Respon Guru

B.7 Lembar Observasi Keterlaksanaan KPS dan Rubrik Penskoran Lampiran C C.1 Lembar Judgement Tes Penguasaan Konsep

C.2 Lembar Judgement Tes KPS

Lampiran D D.1 Hasil Analisis Uji Coba Tes Penguasaan Konsep D.2 Hasil Analisis Uji Coba Tes KPS

Lampiran E E.1 Data Pretest-Posttest Penguasaan Konsep E.2 Data Pretest-Posttest KPS

E.3 N-Gain Penguasaan Konsep E.4 N-Gain KPS

E.5 Tabulasi Keterlaksanaan KPS

E.6 Tabulasi Angket Tanggapan Peserta Didik Lampiran F F.1 SK Pengangkatan Pembimbing Penulisan Tesis

F.2 Surat Izin Penelitian

F.3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian F.4 Dokumentasi Penelitian


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA diartikan bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sesuai pernyataan Cain dan Evans (Rustaman, 2005) bahwa pembelajaran IPA mengandung empat hal, yaitu konten atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi. Berdasarkan pandangan IPA sebagai suatu proses dalam pembelajaran, peserta didik perlu dilatih dengan aktivitas-aktivitas ilmiah yang terkait dengan sains sebagaimana yang biasa digunakan oleh para ilmuwan ketika mengerjakan aktivitas-aktivitas sains. Proses pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik untuk merasakan bahwa IPA sebagai suatu proses, produk, sikap dan teknologi. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan proses pembelajaran yang interaktif, kreatif dan dapat menciptakan sikap positif peserta didik. Hal ini sejalan dengan tujuan kurikulum di dalam Kemdikbud (2013) yang menyatakan bahwa tujuan Kurikulum 2013 yaitu untuk mempersiapkan insan Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.

Menurut Subiantoro (2009), sedikitnya kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan, kemampuan berpikir tingkat tinggi, kurangnya berinteraksi dengan objek pembelajaran, serta guru yang berfokus pada penyelesaian materi sesuai dengan target kurikulum menjadikan pencapaian hasil belajar peserta didik menjadi terbatas. Pencapaian hanya diperoleh pada ranah pengetahuan (kognitif) saja, belum banyak mengalami peningkatan dan perkembangan aspek sensori-motori, afektif dan nilai-nilai (value) serta proses dalam melakukan aktivitas pembelajaran IPA terabaikan.


(14)

Proses dalam melakukan aktivitas yang terkait dengan sains ini disebut keterampilan proses sains (science process skills). Keterampilan proses sains (KPS) dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber pada kemampuan-kemampuan yang mendasar yang pada prinsipnya ada di dalam diri peserta didik. Kurniati (Tawil, 2014), mengungkapkan bahwa keterampilan proses sains adalah pendekatan yang memberi kesempatan kepada peserta didik agar dapat menemukan fakta, membangun konsep-konsep, melalui kegiatan dan atau pengalaman-pengalaman seperti ilmuwan.

Piaget (Tawil, 2014) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir anak akan berkembang bila materi pembelajaran dikomunikasikan secara jelas dan cermat yang dapat disajikan melalui grafik, diagram, tabel, gambar atau bahasa isyarat lainnya. Karamustafaoglu (2011), menyatakan bahwa banyak kemampuan peserta didik yang terkait keterampilan proses sains tidak dapat berkembang dengan baik karena peserta didik tersebut kesulitan menghubungkan hal-hal yang dipelajari dengan persoalan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Brunner (Tawil, 2014) mengemukakan bahwa dalam pengajaran dengan KPS anak akan melakukan operasi mental berupa pengukuran, prediksi, pengamatan, inferensi, dan pengelompokkan. Operasi mental tersebut dapat mengembangkan kemampuan anak dalam membentuk pengetahuan. Anak akan mengetahui lingkungan dengan bekal konsep atau pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah ada. Lebih lanjut, Brunner menyatakan jika seorang individu belajar dan mengembangkan pikirannya, maka sebenarnya ia telah menggunakan potensi intelektual untuk berpikir dan melalui sarana keterampilan-keterampilan proses sains inilah anak akan dapat didorong secara internal untuk membentuk intelektual secara benar. Ausubel (Dahar, 1989) berpendapat jika anak belajar dengan perolehan informasi melalui penemuan, belajar ini menjadi belajar yang bermakna. Hal ini termasuk apabila informasi yang diperoleh dapat berkaitan dengan konsep yang sudah ada padanya.

Proses pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 dimana guru diharapkan menjadi seorang fasilitator dan motivator yang dapat menyampaikan


(15)

ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, guru dapat menerapkan berbagai metode supaya pengetahuan tersebut dapat sampai kepada peserta didik dengan baik. Salah satu hal yang dapat dimanfaatkan adalah mengkreasikan model-model pembelajaran dengan memaksimalkan fungsi dan jumlah sarana-prasarana yang dimiliki oleh sekolah, misalnya kegiatan praktikum di laboratorium IPA.

Kegiatan praktikum merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari pembelajaran IPA, melalui kegiatan praktikum dapat memberikan penguatan terhadap kemampuan penguasaan konsep dan teori yang disampaikan dalam pembelajaran. Menurut Rustaman et al. (2005), terdapat beberapa alasan untuk dilakukannya kegiatan praktikum, yaitu: pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar sains. Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melaksanakan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat, praktikum menunjang pemahaman materi pelajaran. Untuk mengembangkan kegiatan praktikum yang dapat menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik dengan mengembangkan berbagai macam model pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang memiliki karakteristik pendekatan saintifik berbasis penemuan dan digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik diantaranya yaitu model discovery learning. Dalam Permendikbud No 65 tahun 2013 disebutkan bahwa untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penelitian satu diantaranya adalah discovery learning (Kemdikbud, 2013). Hasil penelitian Schlenker (Muslim, 2008) menunjukkan bahwa latihan penemuan dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif, dan peserta didik menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi. Selanjutnya, menurut Brunner salah satu tujuan pembelajaran discovery

learning adalah melatih keterampilan-keterampilan peserta didik untuk

menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta peserta didik untuk belajar menganalisis dan memanipulasi informasi. Pratiwi


(16)

(2014) menyatakan bahwa pembelajaran menggunakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik memberikan pengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa. Pembelajaran dengan menggunakan discovery

learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik, misalnya

pada tahap stimulation, problem statement, dan observation peserta didik diajak untuk mengamati dan berhipotesis. Pada tahap data collection peserta didik diajak untuk mengamati dan merencanakan percobaan. Pada tahap data processing, peserta didik diajak untuk melakukan interpretasi, komunikasi dan prediksi dan pada tahap terakhir, verification, peserta didik diajak untuk mampu mengomunikasikannya. Balim (2009), menyatakan bahwa pembelajaran melalui penyelidikan akan mampu meningkatkan prestasi akademik, retensi belajar, dan keterampilan belajar penyelidikan, baik pada ranah kognitif maupun afektif peserta didik. Jadi, model discovery learning dianggap cocok untuk menggali dan melatih keterampilan-keterampilan proses sains peserta didik agar dapat bekerja ilmiah sebagaimana cara kerja para ilmuwan. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari yang dekat dengan peserta didik sehingga memudahkan pemahaman konsep serta memperbaiki dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik (Puskur, 2006).

Di sisi lain, Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran IPA dibelajarkan secara terpadu di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). IPA hendaknya diajarkan secara utuh atau terpadu, tidak terpisah-pisah antara Biologi, Fisika, dan Kimia. Kurikulum tersebut memperkuat kewajiban mengelola pembelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pembelajaran IPA dikembangkan sebagai mata pelajaran integrated science bukan sebagai disiplin ilmu (Kemdikbud, 2013). Hal ini diperlukan untuk dapat membangun keterampilan peserta didik dalam memecahkan suatu masalah dan peduli terhadap lingkungannya, maksudnya adalah dengan diterapkannya pembelajaran IPA secara terpadu peserta didik dapat bersikap dan berkarakter sebagai manusia yang bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dapat memanfaatkan alam semesta dengan baik.

Adapun yang terjadi di lapangan, pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu belum sepenuhnya terlaksana dengan baik sesuai dengan tuntutan kurikulum. IPA


(17)

tidak hanya dibelajarkan fokus terhadap konsep tetapi juga diupayakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melakukan tindakan keterampilan-keterampilan dalam proses belajar sains. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan, ditemukan bahwa nilai kriteria ketuntasan yang ditetapkan oleh guru IPA masih jauh di bawah nilai kriteria ketuntasan standar nasional. Hal ini memberikan penjelasan bahwa penguasaan konsep peserta didik terhadap konsep-konsep IPA masih jauh di bawah standar yang seharusnya. Sejalan dengan kondisi tersebut, keterampilan proses peserta didik dalam melakukan aktivitas-aktivitas sains pun masih rendah. Banyak ditemukan peserta didik yang belum memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sains seperti kemampuan mengobservasi, menginterpretasi, berkomunikasi, memprediksi. Kondisi riil ditemukan ketika pelaksanaan ujian praktik menjelang akhir studi, peserta didik kesulitan untuk menggunakan alat-alat praktikum, kesulitan dalam membaca alat, kesulitan untuk mencatat dan mengaitkan data pengamatan apalagi ketika dituntut untuk mampu menerapkannya. Hal ini pula memberikan penjelasan bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan selama ini masih jauh daripada tujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam meningkatkan keterampilan melakukan proses-proses kegiatan sains. Dua kondisi di atas ini pula menjelaskan bahwa pembelajaran IPA saat ini hanya mempelajari IPA dengan mengingat konsep, teori, dan hukum yang tentu saja empat unsur utama IPA tidak tersentuh dalam pembelajaran. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Banyak peserta didik yang cenderung malas berfikir secara mandiri karena cara berpikir yang dikembangkan belum menyentuh domain afektif dan psikomotor (Puskur, 2006). Penyebab lainnya, meskipun sudah menjadi IPA terpadu namun kenyataan dalam pelaksanaannya pembelajaran masih dilakukan secara terpisah. Salah satu penyebabnya menurut Subiantoro (2009), keterbatasan alokasi waktu persiapan pembelajaran, sarana, lingkungan belajar dan jumlah peserta didik di tiap kelas yang terlalu banyak. Berdasarkan hasil observasi di lapangan,guru IPA yang mengajar di SMP/MTs adalah guru lulusan pendidikan fisika, biologi, kimia yang terpisah sehingga dengan penguasaan materi guru yang terbatas hanya pada satu disiplin ilmu saja, dalam praktiknya untuk memadukan


(18)

pembelajaran IPA di sekolah menemui banyak kendala. Akibat dari semua kondisi ini maka, peserta didik tidak mempunyai kebulatan dan keutuhan pengetahuan terhadap suatu konsep yang mereka pelajari. Kondisi lain, peserta didik merasa kesulitan untuk menghubungkan konsep yang telah berada dalam struktur kognitif mereka terhadap keterampilan proses untuk menemukan dan mencari solusi permasalahan kehidupan terkait konsep tersebut sehingga pengetahuan yang dimiliki hanyalah sebatas teori konsep tanpa mampu menjawab penyelesaian permasalahan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 3 Bunyu Bulungan diperoleh keterangan bahwa pelajaran IPA belum diajarkan secara terpadu. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di SMP Negeri 3 Bunyu Bulungan mengajarkan IPA masih terpisah-pisah. Seperti guru fisika hanya mengajar fisika, guru biologi hanya mengajar biologi dan kimia. Jika guru fisika dan biologi ini diminta untuk mengajarkan konsep IPA secara terpadu, mereka merasa kurang menguasai bidang kajian IPA yang lainnya sehingga mengalami sedikit kesulitan untuk memahami konsep-konsep IPA secara utuh. Selain itu guru juga kesulitan untuk menyusun perangkat pembelajaran yang dikemas secara terpadu.

Pembelajaran IPA yang dilaksanakan secara terpadu akan membuat peserta didik akan memperoleh pengalaman secara langsung. Karena pembelajaran ini bertujuan pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sehingga dapat menambah kekuatan untuk mencari, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya (Kemdikbud, 2013). Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Jika IPA di SMP/MTs tidak diberikan secara utuh dan terpadu, maka konsep-konsep IPA yang dipelajari peserta didik hanya menjadi kumpulan konsep-konsep Biologi ditambah dengan Fisika, dan Kimia tanpa


(19)

memberi makna kepada peserta didik dalam memahami alam di sekitarnya. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari yang dekat dengan peserta didik, sehingga memudahkan pemahaman konsep serta memperbaiki dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik (Puskur, 2006).

Menurut Fogarty (1991), pembelajaran terpadu meliputi pembelajaran terpadu dalam satu disiplin ilmu, terpadu antarmata pelajaran, serta terpadu dalam dan lintas peserta didik. Berdasarkan pendapat tersebut, maka harapan pendidikan beberapa tahun ke depan yaitu, penerapan model pembelajaran terpadu dapat diterapkan secara serentak di seluruh Indonesia dengan menghubungkan antar disiplin ilmu yang saling terkait tanpa terkecuali, baik lintas semester maupun lintas kelas, dengan harapan proses pembelajaran akan berjalan lebih efektif dan efisien. Model pembelajaran terpadu ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik dan unit tematis atau terpadunya menjadi sepuluh tipe atau model. Dari sejumlah tipe atau model pembelajaran yang dikemukakan, terdapat beberapa model yang potensial untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA Terpadu yang memiliki konsep-konsep dalam KD serta memiliki karakteristik yang berbeda-beda, yaitu connected, webbed, shared dan integrated (Kemdikbud, 2013). Untuk materi yang saling tumpang tindih dan menyebabkan pemahaman yang tidak utuh bila dipisahkan, maka sesuai apabila menggunakan model terintegrasi (integrated), untuk materi yang konsep-konsepnya saling bertautan dapat dikembangkan menggunakan model terhubung (connected), untuk materi yang saling beririsan dan memiliki bagian yang sama dapat dikembangkan dengan menggunakan model terbagi (shared) sedangkan untuk materi yang tidak beririsan akan tetapi bila dipadukan ke dalam satu tema dapat memberikan pemahaman yang lebih utuh dapat menggunakan model jaring laba-laba (webbed).

Resmini (2004) mengungkapkan bahwa suatu pengalaman belajar yang dilakukan oleh peserta didik sehingga mampu menemukan kaitan unsur-unsur konseptual baik di dalam maupun antarmata pelajaran (secara terpadu), maka akan mendukung bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan lebih bermakna/meaningful learning. Lebih lanjut, Sa’ud et al. (2006) menyatakan


(20)

bahwa aktivitas-aktivitas dalam pembelajaran terpadu menawarkan model-model pembelajaran yang menjadikan aktivitas pembelajaran itu relevan dan penuh makna bagi peserta didik, baik aktivitas informal maupun formal, meliputi pembelajaran inkuiri secara aktif sampai dengan penyerapan pengetahuan dan fakta secara pasif dengan memberdayakan pengetahuan dan pengalaman anak untuk membantu anak mengerti dan memahami dunia mereka.

IPA pada umumnya dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit, abstrak, selalu terkait dengan rumus dan angka sehingga banyak peserta didik yang kehilangan motivasi dan semangat untuk mengikuti pembelajaran IPA. Dalam hal peserta didik kehilangan kesiapan untuk berpikir, motivasi dan semangat untuk mengikuti pembelajaran maka sulit untuk memperoleh proses dan hasil pembelajaran yang bermakna. Penelitian yang pernah dilakukan Sakti (2014) menyatakan bahwa melalui pembelajaran terpadu tipe shared akan mampu meningkatkan motivasi dalam belajar sehingga di sisi lain mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Temuan lainnya, Windarti (2007) mengungkapkan bahwa melalui pembelajaran terpadu model webbed akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik, meningkatkan ketuntasan hasil belajar baik secara individu maupun klasikal, meningkatkan kualitas dan aktivitas pembelajaran terutama pada saat melakukan percobaan atau eksperimen dan pengamatan. Agar pembelajaran dapat berlangsung efektif, pemilihan model pembelajaran harus tepat dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Berdasarkan temuan-temuan yang telah diungkapkan di atas maka dalam penelitian ini, tipe keterpaduan yang digunakan difokuskan pada tipe shared dan

webbed yang dipadukan dalam model pembelajaran discovery learning.

Pembelajaran IPA terpadu tipe webbed ini adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Berdasarkan analisis Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran IPA, karakteristik materi pemanasan global merupakan materi yang memerlukan kajian lintas disiplin mata pelajaran (antarmata pelajaran). Selanjutnya dari hasil analisis, materi pemanasan global juga berkaitan erat dengan pembahasan materi lainnya. Berdasarkan analisis, materi pemanasan


(21)

global terkait erat pada tema dengan materi 1) suhu, pemuaian dan kalor; 2) interaksi mahluk hidup dan lingkungannya; 3) dampak pencemaran bagi kehidupan. Berdasarkan beberapa materi yang berhubungan terhadap materi pemanasan global, maka diperlukan satu tipe keterpaduan bahan ajar agar peserta didik memperoleh pengetahuan yang utuh terhadap kajian materi tersebut. Salah satu cara untuk memadukan beberapa konsep agar menjadi satu konsep menjadi utuh yaitu dengan memadukan secara tematik (webbed). Hal ini sejalan dengan pernyataan Losaries (2013) bahwa salah satu keunggulan dari model pembelajaran terpadu tipe webbed bagi peserta didik adalah diperolehnya suatu pandangan hubungan yang utuh tentang konsep dan kegiatan dari ilmu-ilmu yang berbeda. Konsep-konsep dibuat menjadi beberapa tema yang biasa terdengar oleh peserta didik.

Pembelajaran IPA terpadu tipe shared adalah model pembelajaran terpadu yang mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau subpokok bahasan yang dikaitkan dengan konsep, keterampilan atau kemampuan pada pokok bahasan atau subpokok bahasan lain. Penggabungan antara konsep pelajaran, keterampilan dan sikap yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dipayungi dalam satu tema (Fogarty, 1991). Berdasarkan analisis Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran IPA, karakteristik materi pemanasan global merupakan materi yang memerlukan kajian lintas disiplin mata pelajaran (antarmata pelajaran). Konsep-konsep suhu, pemuaian dan kalor, interaksi mahluk hidup dan lingkungannya dan dampak pencemaran bagi kehidupan merupakan beberapa konsep yang saling tumpang tindih terhadap materi pemanasan global. Oleh karena itu, tipe keterpaduan shared juga dapat digunakan dalam membelajarkan materi pemanasan global agar peserta didik dapat memahami pengetahuan yang utuh dan menyeluruh (Fogarty, 1991).

Berdasarkan permasalahan, fakta-fakta dan teori-teori di atas, penelitian berjudul penerapan model pembelajaran discovery learning menggunakan pembelajaran IPA terpadu tipe shared dan webbed pada materi pemanasan global


(22)

untuk meningkatkan penguasaan konsep dan KPS peserta didik smp perlu dilakukan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah penerapan model pembelajaran discovery learning menggunakan pembelajaran tipe shared dan

webbed dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains

peserta didik”.

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih terarah, maka rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimanakah implementasi pembelajaran discovery learning pada kelas yang menggunakan tipe pembelajaran shared dengan webbed?

2) Bagaimanakah kemampuan penguasaan konsep peserta didik sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran discovery learning pada kelas yang menggunakan tipe pembelajaran shared dengan webbed?

3) Bagaimanakah keterampilan proses sains sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran discovery learning pada kelas yang menggunakan tipe pembelajaran shared dengan webbed?

4) Bagaimanakah tanggapan peserta didik dan guru terhadap pelaksanaan pembelajaran discovery learning pada kelas yang menggunakan tipe pembelajaran shared dengan webbed?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Memperoleh gambaran efektivitas model pembelajaran discovery learning yang menggunakan tipe keterpaduan pembelajaran shared dan webbed terhadap peningkatan penguasaan konsep peserta didik.


(23)

2) Menggali informasi efektivitas model pembelajaran discovery learning yang menggunakan tipe keterpaduan pembelajaran shared dan webbed terhadap peningkatan keterampilan proses sains peserta didik.

3) Memebandingkan hasil peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery learning tipe keterpaduan pembelajaran shared dan webbed.

4) Mengidentifikasi keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran dan tanggapan peserta didik dan guru terhadap pembelajaran.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif dalam upaya meningkatkan pembelajaran, antara lain:

1) Penelitian melalui proses pembelajaran berbasis penemuan dengan materi bahan ajar IPA yang terintegrasi ini diharapkan bermanfaat bagi peserta didik untuk meningkatkan penguasaan konsep secara utuh dan keterampilan proses sains agar mampu menemukan dan mencari solusi atas permasalahan dalam kehidupan sehari-hari,

2) Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan dan membangkitkan kreativitas dan semangat guru untuk melakukan inovasi terhadap tipe-tipe pembelajaran dalam membelajarkan IPA secara terpadu serta dapat mengefektif dan mengefisienkan waktu pembelajaran, dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang penerapan tipe-tipe pembelajaran IPA secara terpadu,

3) Bagi peneliti lain, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk penelitian sejenis dengan menggunakan model, tipe dan konsep pembelajaran yang berbeda.

1.5Asumsi Penelitian

Asumsi yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah:

1) Pembelajaran terpadu dapat memberikan pengalaman yang bermakna karena peserta didik akan memahami konsep-konsep yang dipelajari secara utuh dan


(24)

menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang sudah dipahami yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Fogarty, 1991).

2) Pembelajaran dengan memperoleh informasi melalui penemuan akan meningkatkan penguasaan konsep secara lebih bermakna (Ausubel dalam

Dahar, 1989).

3) Model pembelajaran berbasis penyelidikan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat secara mental maupun fisik dalam kerja ilmiah (Lawson dan Piaget, 1988).

1.6Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ha1: Terdapat perbedaan yang signifikan dalam penguasaan konsep antara peserta didik yang diberikan model pembelajaran discovery learning tipe shared dan tipe webbed (Ha1: µ µ

Ha2: Terdapat perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains antara peserta didik yang diberikan model pembelajaran

discovery learning tipe shared dan tipe webbed (Ha2: µ µ 1.7Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan definisi tentang istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu:

1) Pembelajaran Model discovery learning

Pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tahapan pembelajaran yang menggunakan model discovery learning pada materi pemanasan global dengan langkah-langkah stimulasi, identifikasi masalah, observasi, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi. Proses pembelajaran tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik mengorganisasi sendiri pengalaman belajarnya yang dilakukan dengan menggunakan pengembangan bahan ajar pemanasan global dengan dua tipe pembelajaran berbeda, yaitu dengan menggunakan tipe


(25)

shared dan tipe webbed. Pada tahapan stimulasi dan identifikasi masalah,

peserta didik diberikan rangsangan dan penyampaian terkait materi yang akan mereka pelajari. Pada tahap pengumpulan dan pengolahan data, peserta didik menggunakan kit pemodelan pemanasan global untuk menemukan konsep mekanisme terjadinya pemanasan global dan akibat pemanasan global bagi ekosistem dan mencatatnya dalam lembar kerja yang tersedia. Tahapan Verifikasi dan generalisasi, peserta didik diberikan kesempatan untuk memverifikasi hasil data yang diperoleh dengan konsep yang ada di dalam bahan ajar sehingga peserta didik mampu memahami keterkaitan konsep dengan pengalaman mereka sehari-hari dan mampu menerapkan pengetahuan konsep tersebut dalam situasi baru.

2) Pembelajaran Terpadu Tipe Shared

Pembelajaran terpadu tipe shared dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menjadikan tema pokok yaitu tema pemanasan global menjadi materi pembelajaran inti sedangkan konsep-konsep suhu, pemuaian dan kalor, interaksi mahluk hidup dan lingkungannya dan dampak pencemaran bagi kehidupan yang saling tumpang tindih berfungsi untuk memperkaya tema inti. Keterkaitan konsep yang dipadukan dalam pembelajaran berkaitan dengan konsep mata pelajaran Fisika dan Biologi.

3) Pembelajaran terpadu Tipe Webbed

Pembelajaran terpadu tipe webbed dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menjadikan tema pokok yaitu tema pemanasan global dalam mata pelajaran IPA diapdukan dari mata pelajaran Fisika dan Biologi. Tema pemanasan global menjadi materi pembelajaran inti sedangkan materi tata surya; suhu, pemuaian dan kalor; interaksi mahluk hidup dan lingkungannya; dampak pencemaran bagi kehidupan yang berhubungan dan terkait dengan tema juga dipadukan secara tematik (jejaring).

4) Penguasaan Konsep

Penguasaan konsep merupakan skor tes peserta didik dalam menguasai konsep materi pembelajaran tema pemanasan global yang dilakukan dengan pembelajaran tipe shared dan webbed menggunakan tes penguasaan konsep


(26)

dalam ranah kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom revisi dalam penelitian ini mencakup dimensi proses kognitif C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (mengaplikasikan) dan C4 (menganalisis) dan pada dimensi pengetahuan faktual dan konseptual. Data dikumpulkan melalui tes penguasaan konsep berbentuk pilihan ganda.

5) Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor keterampilan proses sains peserta didik yang diukur secara keseluruhan dan secara spesifik untuk jenis KPS tertentu pada tema pemanasan global. KPS yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada keterampilan proses sains yang paling dasar, yaitu mengamati (mengobservasi), merencanakan percobaan, berhipotesis, menafsirkan pengamatan (interpretasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi dan menerapakan konsep. Enam dari tujuh indikator yang diukur, dijaring dengan menggunakan tes pilihan ganda sedangkan indikator mengamati (mengobservasi) dijaring melalui lembar keterlaksanaan KPS.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen (quasi experiment) dimana sampel yang digunakan tidak dipilih secara acak murni melainkan secara acak kelas (random class). Hal ini dilakukan karena dalam penelitian pendidikan tidak memungkinkan terjadinya pemilihan untuk setiap individu dan dimasukkan ke dalam suatu kelompok lain karena dalam pendidikan, peserta didik telah diatur sedemikian rupa ke dalam kelas-kelas (Fraenkel et al., 2006). Selanjutnya penelitian ini disebut dengan penelitian eksperimen karena adanya perlakuan yang diberikan kepada kelompok-kelompok eksperimen berupa penerapan model pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium dimana satu kelompok diajarkan secara terpadu tipe shared dan kelompok lain diajarkan secara terpadu tipe

webbed.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Matching-Only

Pretest-Posttest Control Group Design¸ yaitu desain penelitian pretest-posttest

yang melibatkan dua kelompok yang diasumsikan memiliki kemampuan yang setara sehingga apabila terjadi perbedaan hasil dapat diketahui bahwa perbedaan tersebut terjadi akibat adanya perlakuan terhadap kedua kelompok (Fraenkel et

al., 2006). Desain penelitian ini digambarkan pada Tabel 3.1. berikut.

Tabel 3.1. The Matching-Only Pretest-Posttest Control Group Design

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

M1 O1 X1 O2

M2 O1 X2 O2

Keterangan:

M1 =Kelas ke-1 (tipe webbed) M2 = Kelas ke-2 (tipe shared) O1 = Pretest Kelas 1 dan 2 O2 = Posttest Kelas 1 dan 2

X1 = Discovery Learning tipe shared X2 = Discovery Learning tipe webbed


(28)

Adapun langkah-langkah dalam mewujudkan desain penelitian tersebut ditunjukkan dalam alur penelitian pada gambar 3.

Studi Pendahuluan

Tahap Persiapan

Analisis Buku Ajar dan Materi Pembelajaran

Pengambilan Data Pretest Penguasaan Konsep dan KPS

Wawancara

Analisis Standar Isi Perumusan Masalah

Keterampilan Proses Sains Studi Pustaka

Penguasaan Konsep

Analisis Indikator KPS Analisis Indikator P. Konsep

Penyusunan RPP, LKS dan Instrumen

Judgement dan Uji

coba

Revisi

Validasi Instrumen

Proses Pembelajaran DL tipe Shared Proses Pembelajaran DL tipe Webbed

Pengambilan Data Posttest Penguasaan Konsep dan KPS


(29)

Gambar 3.1. Alur Penelitian 3.2Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Bunyu di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII di SMP Negeri 3 Bunyu. Penentuan sampel tidak dilakukan dengan acak kelas (random class) karena di sekolah hanya terdapat dua kelas paralel dalam satu tingkat sehingga penentuannya berdasarkan purposive sampling atau sampling pertimbangan. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII sebanyak 2 kelas, yaitu VIIA dan VIIB.

Jumlah peserta didik yang terdapat pada masing-masing kelas adalah 24 peserta didik. Satu kelas diberikan model discovery learning dengan keterpaduan bahan ajar tipe shared sedangkan satu kelas yang lain model discovery learning dengan keterpaduan bahan ajar tipe webbed.

3.3Instrumen Penelitian 3.3.1 Jenis Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dirancang untuk menganalisis pembelajaran discovery learning dengan keterpaduan bahan ajar tipe shared dan

webbed berpengaruh terhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sains

peserta didik serta tanggapan peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Menurut Arikunto (2010), alat evaluasi (instrumen) yang digunakan dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu instrument tes dan instrument non-tes. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan instrumen dalam tabel 3.2. berikut.

Tabel 3.2. Jenis Instrumen Penelitian

No. Jenis Instrumen Kegunaan Waktu Sumber Data 1. Tes Kemampuan

Penguasaan

Untuk mengukur kemampuan penguasaan

Awal dan akhir pembelajaran


(30)

No. Jenis Instrumen Kegunaan Waktu Sumber Data Konsep konsep peserta didik pada

masing-masing pada indikatornya

2. Tes Keterampilan Proses Sains

Untuk mengukur KPS peserta didik pada masing-masing indikatornya

Awal dan akhir pembelajaran

Peserta didik

3. Angket Tanggapan Peserta didik

Untuk mengetahui tanggapan/respon peserta didik mengenai

pembelajaran yang telah dilakukan Akhir pembelajaran atau setelah posttestt Peserta didik

4. Lembar Observasi Aktivitas Guru

Untuk mencatat keterlaksanaan proses pembelajaran yang telah dirancang

Selama proses pembelajaran berlangsung

Observer

5. Lembar Observasi Aktivitas Peserta didik

Untuk mencatatkan aktivitas peserta didik selama pembelajaran

Selama proses pembelajaran berlangsung

Observer

6. Lembar Keterlaksanaan Keterampilan Proses Sains

Untuk mencatatkan aktivitas KPS peserta didik selama pembelajaran Selama proses pembelajaran berlangsung Observer

7. Pedoman Wawancara

Untuk menggali kelemahan maupun keunggulan dari

pembelajaran yang telah dilakukan

Setelah proses pembelajaran berlangsung

Guru IPA di sekolah

3.3.1.1Tes Penguasaan Konsep

Instrumen kemampuan penguasaan konsep digunakan untuk mengetahui pehamaman konsep peserta didik mengenai materi pemanasan global. Pertanyaan tes berupa pilihan ganda dengan empat option yang berhubungan dengan penguasaan konsep pada setiap subkonsep dan dimensi proses kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom revisi yang dibatasi pada dimensi proses kognitif dari C1 sampai C4 pada jenjang pengetahuan faktual dan konseptual yang diperjelas dengan indikator-indikator pembelajaran.


(31)

Tes keterampilan proses sains digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains peserta didik pada saat sebelum dan setelah melalui proses pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya oleh peneliti. Soal yang dibuat berdasarkan indikator-indikator keterampilan proses sains yang ingin diukur yaitu berhipotesis, merencanakan percobaan, menafsirkan pengamatan (interpretasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, dan menerapkan konsep kecuali untuk indikator pengamatan (observasi) tidak dijaring dalam bentuk soal, akan tetapi indikator ini dijaring dengan mengamati peserta didik dalam kegiatan praktikum di kelas.

Soal keterampilan proses sains ini dibuat dalam bentuk pilihan ganda dengan empat jumlah pilihan. Satu jenis keterampilan proses sains dijaring dalam beberapa pertanyaan berdasarkan pada indikator yang dipilih.

3.3.1.3Angket Tanggapan Peserta didik

Angket tanggapan peserta didik terhadap penerapan model pembelajaran

discovery learning dalam bentuk angket pertanyaan tertutup. Angket ini bertujuan

untuk mengungkap persepsi peserta didik tentang pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning pada materi pemanasan global. Pertanyaan yang dibuat adalah dalam bentuk pertanyaan diferensiasi semantik untuk mengungkap fakta yang sebenarnya dari peserta didik. Pemberian angket dilakukan setelah proses pembahasan materi selesai dilaksanakan.

3.3.1.4Lembar Observasi Aktivitas Guru

Lembar observasi aktivitas guru juga dimaksudkan untuk mencatat aktivitas-aktivitas guru yang berlangsung selama proses pembelajaran. Pada lembar ini yang dicatatkan adalah keterlaksanaan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru. Penyusunan lembar observasi guru disesuaikan dengan tahapan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery learning yang diajarkan dengan tipe pembelajaran shared dan webbed. Lembar observasi ini membantu guru untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang telah berlangsung sehingga apabila terdapat tahapan yang terlewatkan atau terdapat hal yang tidak tersampaikan kepada peserta didik maka dapat diperbaiki atau disampaikan pertemuan berikutnya. Pengisian lembar observasi guru dilakukan oleh observer yang salah satunya adalah guru IPA di sekolah tersebut dimana


(32)

observer tersebut telah mendapatkan penjelasan mengenai tahapan-tahapan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

3.3.1.5Lembar Observasi Aktivitas Peserta didik

Lembar observasi aktivitas peserta didik ini digunakan untuk mencatatkan kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPA. Lembar observasi ini berisi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik dengan panduan dari guru yang telah disesuaikan dengan indikator kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains yang akan dilatihkan pada peserta didik melalui proses pembelajaran. Lembar observasi diisi oleh guru atau observer. Observer berjumlah dua orang, satu orang guru IPA dan satu orang lainnya adalah guru Matematika yang merupakan wakil kepala sekolah urusan kurikulum. Pencatatan berupa penulisan jumlah peserta didik yang melaksanakan atau tidak melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran maupun pelaksanaan tiap indikator pembelajaran. Penyusunan lembar observasi ini dilakukan dengan terlebih dahulu memperhatikan indikator kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains peserta didik yang sesuai dengan sintak pembelajaran pada model discovery learning untuk selanjutnya divalidasikan.

3.3.1.6 Lembar Keterlaksanaan Keterampilan Proses Sains

Lembar keterlaksanaan keterampilan proses sains peserta didik ini digunakan untuk mencatatkan keterlaksanaan proses sains yang dilakukan oleh peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Lembar keterlaksanaan ini dibuat dengan mengamati aktivitas tiap peserta didik dalam kelompoknya. Di dalam pelaksanaannya, observer memperhatikan aktivitas peserta didik dan memberikan skor untuk tiap aktivitas sesuai dengan indikator-indikator yang dicocokkan dengan lembar kriteria penskoran.

3.3.1.7Pedoman Wawancara

Tanggapan guru terhadap model pembelajaran discovery learning yang diajarkan dengan tipe shared dan webbed dilakukan melalui wawancara dengan terlebih dahulu menyusun pedoman wawancara. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai tanggapan dan sikap guru terhadap model


(33)

pembelajaran discovery learning yang diajarkan dengan tipe shared dan webbed mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi atau asesmen pembelajaran.

3.3.2 Uji Coba Instrumen

Sebelum digunakan untuk mengambil data dalam penelitian, instrumen diuji coba dan dianalisis kelayakannya melalui uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda (distraktor) sehingga instrumen layak digunakan dalam penelitian. Berikut uraian uji coba instrumen yang digunakan dalam penelitian:

3.3.2.1Uji Validitas Butir Soal

Instrumen yang baik harus memiliki keshahihan atau validitas yang baik. Data dapat dikatakan valid bila sesuai kenyataan yaitu mampu menjaring data yang menggambarkan keadaan sebenarnya, mengukur apa yang ingin diukur dan memberikan hasil yang tetap sama setiap kali dipakai (Arikunto, 2010). Untuk menghitung validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi Product Moment

Pearson yaitu sebagai berikut.

rxy = √

… (3.1) Keterangan:

rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X : skor tiap butir soal Y : skor total tiap butir soal N : jumlah peserta didik

Untuk mengklasifikasi koefisien korelasi dapat digunakan pedoman kategori seperti pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal Batasan Kategori 0,80 < rxy < 1,00 Sangat Tinggi

0,60 < rxy < 0,80 Tinggi

0,40 < rxy < 0,60 Cukup

0,20 < rxy < 0,40 Rendah

0,00 < rxy < 0,20 Sangat Rendah

(Sumber : Arikunto, 2011) 3.3.2.2Reliabilitas Tes


(34)

Reliabilitas suatu hasil tes dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama setiap kali dipakai (Arikunto, 2010). Hasil pengukuran harus memberikan hasil konsisten jika pengkurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda. Hasil pengukuran tidak terpengaruh pada pelaku/peneliti, situasi maupun kondisi. Perhtungan koefisien reliabilitas tes dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua, dengan persamaan sebagai berikut:

r11 =

⁄ ⁄ ⁄ ⁄

(3.2) Keterangan:

r11 : koefisien reliabilitas

r ½ ½ : koefisien antara skor-skor setiap belahan tes

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas, digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P Guilford, seperti pada Tabel 3.4. berikut.

Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes Batasan Kategori r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah

0, 20 < r11≤ 0,40 Rendah

0,40 < r11 ≤ 0,60 Cukup

0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi

0,80 < r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

(Sumber: Arikunto, 2011)

3.3.2.3Tingkat Kesukaran Butir Soal

Untuk menghitung tingkat kesukaran butir soal maka harus dihitung indeks kesukaran butir soal. Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran soal antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesuakaran menunjukkan tingkat kesukaran soal. Tingkat kesukaran (P) butir soal digunakan dengan persamaan:

P =

(3.3) Keterangan:

P : indeks kesukaran


(35)

JS : jumlah seluruh peserta didik peserta tes

Untuk menentukan kriteria kesukaran soal, maka digunakan kriteria kategori tingkat kesukaran pada Tabel 3.5. berikut.

Tabel 3.5. Kategori Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran Kategori Soal

0,00 ≤ P < 0,30 Sukar

0,30 ≤ P < 0,70 Sedang

0,70 ≤ P < 1,00 Mudah

(Sumber: Arikunto, 2011) 3.3.2.4Daya Pembeda Butir Soal

Angka yang menujukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk menghitung indeks diskriminasi (D) suatu tes dapat digunakan dengan persamaan:

D =

(3.4) Keterangan:

J : jumlah peserta tes

: banyaknya peserta tes kelompok atas : banyaknya peserta tes kelompok bawah

: banyaknya kelompok atas yang menjawab benar : banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar : proporsi kelompok atas yang menjawab benar : proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Untuk mengklarifikasi indeks daya pembeda dapat digunakan pedoman kategori daya pembeda seperti pada Tabel 3.6. berikut.

Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda Indeks Daya Pembeda Kategori

D ≤ 0,20 Kurang

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup

0,40 < D ≤ 0,70 Baik

0,70 < D ≤ 1,00 Baik Sekali

(Sumber : Arikunto, 2011) Soal yang paling baik adalah soal yang memiliki indeks daya pembeda 0,70 <

D ≤ 1,00.


(36)

Prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Adapun rincian mengenai ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut.

1) Tahap Persiapan

a. Membuat proposal penelitian yang dilanjutkan dengan seminar proposal. b. Melakukan perbaikan (revisi) proposal penelitian pada bagian yang harus

diperbaiki.

c. Perizinan penelitian

d. Menentukan populasi dan sampel penelitian.

e. Menyusun bahan ajar dan instrumen tes penguasaan konsep dan keterampilan proses sains

f. Melakukan judgement ahli terhadap instrumen tes g. Melakukan uji coba instrumen tes.

h. Menghitung kualitas instrument tes dilanjutkan dengan merevisi. 2) Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan Pretest

b. Melaksanakan strategi pembelajaran pada dua kelas eksperimen c. Melakukan observasi

d. Memberikan isian angket wawancara guru

e. Memberikan isian angket wawancara peserta didik f. Melakukan Posttest

3) Tahap Akhir

a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif dari kedua kelas b. Mengolah dan menganalisis hasil yang diperoleh

c. Membuat kesimpulan

3.5 Uji Statistik Untuk Mengetahui Signifikansi Antara Dua Kelas Perlakuan

Tahap-tahap analisis untuk menguji statistik skor pretestt dan posttest adalah sebagai berikut:

1) Perhitungan skor pretest, skor pretest dianalisis untuk menguji normalitas, homogenitas dan independent sample t-test. Langkah pada tahapan ini sama


(37)

dengan pada tahapan uji hipotesis. Tahapan analisis ini dilakukan untuk mendapatkan informasi bahwa kedua kelas memiliki sifat normal, berasal dari varian yang homogen dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelas sebelum diberikan pembelajaran.

2) Perhitungan skor gain dan N-gain, skor gain dihitung untuk melihat perbedaan antara skor pretest dan posttest sehingga dapat dilihat peningkatan pembelajarannya atau dengan kata lain dapat melihat perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran. Perhitungan skor gain diperoleh dengan cara mengurangi nilai pretest oleh posttest. Skor gain yang diperoleh selanjutnya dilanjutkan dengan menghitung skor gain yang telah dinormalisasi (N-gain). Skor ini juga yang akan dipergunakan untuk uji perbandingan jika data skor pretest tidak berbeda secara signifikan. N-gain dapat melihat peningkatan yang cukup berarti dibandingkan dengan gain aktual, karena dengan N-gain peningkatan antara peserta didik yang cerdas dan kurang cerdas dapat dilihat dengan jelas. N-gain dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Hake dan Meltzer (2003), yaitu:

g =

(3.5) Keterangan:

Skor post = skor posttest Skor pre = skor pretestt Skor max = skor maksimum

Nilai normalitas g (N-Gain) yang diperoleh diinterpretasikan berdasarkan kriteria berikut.

g ≥ 0,7 : tinggi

0,3 ≤ g > 0,7 : sedang g < 0,3 : rendah

3) Uji Normalitas, dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 22.0 for

Windows dengan penafsiran sebagai berikut: jika nilai signifikansi pada kolom asymp. Sig (2-tailed) atau probabilitas > 0,05 maka data terdistribusi normal.

4) Uji Homogenitas (F), dilakukan dengan menggunakan uji Levene pada program SPSS versi 22.0 for Windows dengan penafsiran sebagai berikut: jika


(38)

nilai signifikansi pada kolom asymp. Sig (2-tailed) atau probabilitas > 0,05 maka data homogen.

5) Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan mengolah data menggunakan independent sample t-test pada program SPSS versi 22.0 for

Windows dengan penafsiran sebagai berikut: jika nilai signifikansi sig (2-tailed) > 0,05 maka Ho diterima dan dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest dan posttest pada dua kelas perlakuan. Jika nilai signifikansi sig (2-tailed) < 0,05 maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest dan posttest pada dua kelas perlakuan (Santoso, 2014). 6) Jika data tidak terdistribusi normal, maka dilakukan uji statistik

non-parametrik berupa Uji Mann Whitney menggunakan program SPSS versi 22.0 for Windows dengan penafsiran sebagai berikut: jika nilai signifikansi sig (2-tailed) > 0,05 maka Ho diterima dan dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest dan posttest pada dua kelas perlakuan. Jika nilai signifikansi sig (2-tailed) < 0,05 maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest dan posttest pada dua kelas perlakuan.

3.6 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen penguasaan konsep dan keterampilan proses sains dilakukan pada peserta didik kelas VIII di salah satu SMP negeri di Kecamatan Bunyu. Analisis instrumen dilakukan dengan menggunakan program Anates V4 untuk menguji validitas butir soal, reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Analisis selengkapnya hasil uji coba instrumen dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep

Soal tes penguasaan konsep yang digunakan adalah 34 butir soal dalam bentuk pilihan ganda.


(39)

Setelah dilakukan uji coba instrumen, maka didapatkan hasil tes. Distribusi hasil uji coba instrumen validitas butir soal tes penguasaan konsep ditunjukkan oleh Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7. Distribusi Hasil Uji Coba Validitas Butir Soal Penguasaan Konsep No. Validitas No. Soal Jumlah Soal

1 Sangat Signifikan 2, 13,14,16, 21, 23, 24, 25, 27, 29, 30, 34 12

2 Signifikan 1, 5, 9, 10,11, 17, 28, 31, 33 9

3 Tidak Signifikan 3, 4, 6, 7, 8, 12, 15, 18, 19, 20, 22, 26, 32 13

Jumlah 34

b. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Berdasarkan analisis tingkat kesukaran untuk tiap butir soal penguasaan konsep, diperoleh distribusi rekapitulasi yang ditunjukkan pada Tabel 3.8. berikut.

Tabel 3.8. Distribusi Tingkat Kesukaran Butir Soal Penguasaan Konsep

No. Kategori Tingkat

Kesukaran Nomor Soal

Jumlah Soal

1 Mudah 2, 6, 9, 14, 28, 29, 31 7

2

Sedang 1, 3, 4, 8, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 23, 25,

27, 30, 32, 33, 34 17

3 Sukar 5, 7, 10, 18, 19, 24 6

4 Sangat Sukar 11, 12, 22, 26 4

Jumlah 34

c. Daya Pembeda Soal

Analisis daya pembeda bertujuan untuk mengetahui kemampuan butir soal membedakan antara kelas atas dan kelas bawah dalam suatu kelompok. Distribusi analisis pembeda untuk tiap butir soal pengetahuan konsep ditunjukkan pada Tabel 3.9 berikut.

Tabel 3.9 Distribusi Daya Pembeda Soal Penguasaan Konsep

No. Kategori Daya

Pembeda Nomor Soal

Jumlah Soal

1. Baik Sekali 13, 16, 21, 27, 34 5

2. Baik 1, 14, 18, 24, 25, 29, 30, 7

3. Cukup 2, 5, 17, 23, 31, 33 6


(40)

28, 32

Jumlah 34

d. Reliabilitas Tes

Untuk mengukur tingkat reliabilitas instrumen tes, digunakan perangkat yang sama yaitu software anates V4. Berdasarkan pengolahan data, nilai reliabilitas tes dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut.

Tabel 3.10 Nilai Reliabilitas Tes Uji Coba Penguasaan Konsep

No. Variabel Skor Kategori

1. Penguasaan Konsep 0,70 Tinggi

Berdasarkan Tabel 3.10. di atas, dapat disimpulkan bahwa perangkat instrumen tes pengetahuan konsep yang di uji coba memiliki keajegan yang baik. Secara lengkap rekapitulasi hasil uji coba tes penguasaan konsep dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11 Hasil Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep

No. Soal

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran Validitas Reliabilitas

Ket. ID

(%) Kategori P

(%) Kategori rxy Kategori Nilai Kategori 1 42,86 Baik 42,31 Sedang 0,380 Sgn

0,70 Tinggi

Dipakai

2 28,57 Cukup 76,92 Mudah 0,400 Sgt sgn Dipakai

3 14,29 Kurang 53,85 Sedang 0,256 - Dipakai*

4 14,29 Kurang 46,15 Sedang 0,164 - Dipakai*

5 28,57 Cukup 23,08 Sukar 0,327 Sgn Dipakai

6 -28,57 Kurang 73,08 Mudah -0,017 - Tdk Dipakai

7 14,29 Kurang 19,23 Sukar 0,189 - Dipakai*

8 0,00 Kurang 34,62 Sedang 0,044 - Tdk Dipakai

9 14,29 Kurang 84,62 Mudah 0,349 Sgn Dipakai*

10 14,29 Kurang 26,92 Sukar 0,326 Sgn Dipakai*

11 28,57 Kurang 11,54 SgtSukar 0,367 Sgn Tdk Dipakai

12 0,00 Kurang 7,69 SgtSukar -0,100 - Tdk Dipakai

13 85,71 Baik Skli 53,85 Sedang 0,548 Sgt sgn Dipakai

14 57,14 Baik 73,08 Mudah 0,474 Sgt sgn Dipakai

15 0,00 Kurang 53,85 Sedang 0,208 - Dipakai*

16 71,43 Baik Skli 50,00 Sedang 0,500 Sgt sgn Dipakai

17 28,57 Cukup 61,54 Sedang 0,324 Sgn Dipakai

18 42,86 Baik 23,08 Sukar 0,269 - Dipakai

19 14,29 Kurang 19,23 Sukar 0,230 - Dipakai*


(41)

No. Soal

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran Validitas Reliabilitas Ket. ID

(%) Kategori P

(%) Kategori rxy Kategori Nilai Kategori

21 85,71 Baik Skli 53,85 Sedang 0,596 Sgt sgn Dipakai

22 -14,29 Kurang 7,69 SgtSukar -0,130 - Tdk Dipakai

23 28,57 Cukup 53,85 Sedang 0,402 Sgt sgn Dipakai

24 42,86 Baik 26,92 Sukar 0,435 Sgt sgn Dipakai

25 57,14 Baik 69,23 Sedang 0,493 Sgt sgn Dipakai

26 -14,29 Kurang 11,54 SgtSukar -0,062 - Tdk Dipakai

27 85,71 Baik Skli 53,85 Sedang 0,612 Sgt sgn Dipakai

28 14,29 Kurang 76,92 Mudah 0,324 Sgn Dipakai*

29 57,14 Baik 76,92 Mudah 0,496 Sgt sgn Dipakai

30 57,14 Baik 65,38 Sedang 0,515 Sgt sgn Dipakai

31 28,57 Cukup 80,77 Mudah 0,343 Sgn Dipakai

32 14,29 Kurang 42,31 Sedang 0,136 - Dipakai*

33 28,57 Cukup 61,54 Sedang 0,324 Sgn Dipakai

34 100,0 Baik Skli 50,00 Sedang 0,565 Sgt sgn Dipakai

Berdasarkan Tabel 3.11 di atas, dari 34 butir soal yang diuji cobakan, diperoleh 28 butir soal penguasaan konsep yang dinyatakan valid sedangkan 6 butir soal dinyatakan tidak valid. Sehingga dari 34 butir soal tersebut, hanya 28 butir soal yang digunakan dalam pengumpulan data penguasaan konsep peserta didik pada tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) setelah sebelumnya 10 diantaranya direvisi terlebih dahulu. Soal yang dipakai mewakili seluruh subkonsep yang ada dengan jenjang pengetahuan C1 –C4 pada jenis pengetahuan faktual dan konseptual.

2) Uji Coba Instrumen Keterampilan Proses Sains

Soal tes keterampilan proses sains berjumlah 25 butir soal dalam bentuk pilihan ganda.

a. Validitas Tes

Distribusi hasil uji coba instrumen validitas butir soal tes keterampilan proses sains ditunjukkan oleh Tabel 3.12 berikut.

Tabel 3.12 Distribusi Hasil Uji Coba Validitas Butir Soal KPS No. Validitas No. Soal Jumlah Soal

1 Sangat Signifikan 1, 4, 7, 13, 16, 18, 21, 23, 24 9


(42)

3 Tidak Signifikan 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 19, 20, 22, 25 13

Jumlah 25

b. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Rekapitulasi analisis tingkat kesukaran butir soal keterampilan proses sains ditunjukkan pada Tabel 3.13 berikut.

Tabel 3.13 Distribusi Tingkat Kesukaran Butir Soal KPS

No. Kategori Tingkat

Kesukaran Nomor Soal

Jumlah Soal

1 Mudah 1, 3, 13 3

2 Sedang 2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 23, 24,

25 17

3 Sukar 8, 14, 17, 22 4

4 Sangat Sukar 12 1

Jumlah 25

Berdasarkan rekapitulasi tersebut, dapat dikatakan pada umumnya tingkat kesukaran butir soal cukup baik, karena sebagian besar soal berada pada kategori sedang.

c. Daya Pembeda Soal

Rekapitulasi analisis daya pembeda untuk tiap butir soal keterampilan proses sains ditunjukkan pada Tabel 3.14 berikut.

Tabel 3.14 Distribusi Daya Pembeda Soal KPS

No. Kategori Daya

Pembeda Nomor Soal

Jumlah Soal

1. Baik Sekali 4, 7, 13, 24 4

2. Baik 2, 3, 14, 15, 16, 18, 20, 21, 23 9

3. Cukup 1, 5, 10, 11 4

4. Kurang 6, 8, 9, 12, 17, 19, 22, 25 8

Jumlah 25

d. Reliabilitas Tes

Berdasarkan pengolahan data, nilai reliabilitas tes keterampilan proses sains dapat dilihat pada Tabel 3.15 berikut.


(43)

No. Variabel Skor Kategori

1. Keterampilan Proses Sains 0,81 Sangat Tinggi

Berdasarkan Tabel 3.15. di atas, dapat disimpulkan bahwa perangkat instrumen tes keterampilan proses sains yang di uji coba memiliki keajegan yang sangat baik. Hasil uji coba instrumen keterampilan proses sains selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.16 berikut.

Tabel 3.16 Hasil Uji Coba Keterampilan Proses Sains

No. Soal

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran Validitas Reliabilitas Ket. ID

(%) Kategori P

(%) Kategori rxy Kategori Nilai Kategori

1 28,57 Cukup 84,00 Mudah 0,404 Sgn

0,81 Sangat Tinggi

Dipakai

2 57,14 Baik 40,00 Sedang 0,416 Sgn Dipakai

3 57,14 Baik 76,00 Mudah 0,532 Sgt sgn Dipakai

4 71,43 Baik skl 36,00 Sedang 0,653 Sgt sgn Dipakai

5 28,57 Cukup 52,00 Sedang 0,170 - Dipakai

6 14,29 Kurang 68,00 Sedang 0,122 - Dipakai*

7 85,71 Baik skl 68,00 Sedang 0,550 Sgt sgn Dipakai

8 14,29 Kurang 24,00 Sukar 0,029 - Dipakai*

9 14,29 Kurang 52,00 Sedang 0,090 - Dipakai*

10 28,57 Cukup 68,00 Sedang 0,314 - Dipakai

11 28,57 Cukup 40,00 Sedang 0,273 - Dipakai

12 0,00 Kurang 12,00 Sgt Skr 0,219 - Tdk Dipakai

13 71,43 Baik skl 72,00 Mudah 0,617 Sgt sgn Dipakai

14 42,86 Baik 20,00 Sukar 0,504 Sgt sgn Dipakai

15 42,86 Baik 40,00 Sedang 0,232 - Dipakai

16 57,14 Baik 52,00 Sedang 0,570 Sgt sgn Dipakai

17 14,29 Kurang 28,00 Sukar 0,184 - Dipakai*

18 57,14 Baik 64,00 Sedang 0,513 Sgt sgn Dipakai

19 0,00 Kurang 36,00 Sedang 0,195 - Tdk Dipakai

20 57,14 Baik 52,00 Sedang 0,350 - Dipakai

21 42,86 Baik 64,00 Sedang 0,429 Sgn Dipakai

22 -28,57 Kurang 16,00 Sukar -0,186 - Tdk Dipakai

23 57,14 Baik 48,00 Sedang 0,529 Sgt sgn Dipakai

24 100,0 Baik skl 44,00 Sedang 0,753 Sgt sgn Dipakai

25 14,29 Kurang 40,00 Sedang 0,110 - Dipakai*

Berdasarkan Tabel 3.16 di atas, dari 25 butir soal yang diujicobakan, diperoleh 22 butir soal penguasaan konsep yang dinyatakan valid sedangkan 3 butir soal dinyatakan tidak valid. Sehingga hanya 22 butir soal yang digunakan dalam pengumpulan data keterampilan proses sains peserta didik pada tes awal


(44)

(pretest) dan tes akhir (posttest) setelah sebelumnya 5 soal direvisi sebelum digunakan. Rekapitulasi hasil uji coba selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.


(1)

111

MUHAMMAD YUSUF, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE SHARED DAN WEBBED PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL UNTUK

MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Poerwadarminta, W.J.S. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Purba, H. (2015). Perubahan Iklim Global. (online). Tersedia di: http://herypurba-fst.web.unair.ac.id/artikel_detail-umum perubahan%20iklim%20global. html (Diakses 30 Juni 2015)

Pusat Kurikulum, Balitbang. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA

Terpadu SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas.

Raha, S. (2014). Makalah Pemanasan Global. (online). Tersedia di: http://www.academia.edu/6194383/Makalah_Pemanasan_Global (Diakses 02 November 2014)

Resmini, N. (2004). Model-Model Pembelajaran IPA Terpadu. Bandung ; UPI

Resosoedarmo, S., Kartawinata, K. & Soegiarto, A. (1984). Pengantar Ekologi. Bandung: Remaja Karya CV. Bandung.

Rustaman, N., Dirdjosoemarto,S., Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., Nurjhani, M.K. (2005). Strategi Belajar-Mengajar

Biologi. Malang: UM Press.

Rustaman, N. (2007). Keterampilan Proses Sains. Bandung : UPI

Sakti, A.P. (2014). Implementasi Pembelajaran Terpadu Tipe Shared untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Motivasi Belajar Peserta Didik SMK Pada Topik Limbah di Lingkungan Kerja. (Tesis SPs UPI

Bandung, 2015, Tidak diterbitkan)

Santoso, S. (2014). Statistik Parametrik: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Sa’ud, S.U., Rukmana, A. & Resmini, N. (2006). Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press

Semiawan, C., Tangyong, AF., Matahelemual, Y & Suseloardjo, W. (1986).

Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : PT Gramedia

Simsek, P. & Kabapinar, F. (2010). The Effects of Inquiry-Based Learning on

Elementary Students’ Conceptual Understanding of Matter, Scientific Process Skills and Science Attitudes. Procedia Social and Behavioral


(2)

112

Sriyati, S. (2008). Integrated Approach. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

Subiantoro, A.W. (2009). Pentingnya Praktikum dalam Pembelajaran IPA. (online). Tersedia di: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/ PPM_PENTINGNYA%2520PRAKTIKUM.pdf. (Diakses 02 November 2014)

Susilowati. (2013). Integrated Science Worksheet Pembelajaran IPA dalam

Kurikulum 2013: Makalah Diklat Pengembangan Student Worksheet Integrated Science bagi guru SMP/MTs di Sleman. 24 agustus 2013

Tawil, M. & Liliasari. (2014). Keterampilan-Keterampilan Sains dan

Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit

UNM.

Tjasyono HK, B. (2004). Klimatologi. Bandung: Penerbit ITB.

Trefill, J & Hazen, R. (2010). The Sciences: an Integrated Approach. New York: John Willey & Sons, Inc.

Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Surabaya: PT. Prestasi Pustaka.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Windarti. (2007). Model Webbed dalam Pembelajaran IPA Terpadu di

Madrasyah Tsanawiyah. (online). Tesis Program Pascasarjana Universitas

Negeri Semarang. Tersedia di: http://repository.upi.edu/6494/ (Diakses 29 Juni 2015)

Wulan, A.I.R. (2013). PPT Pembelajaran Terpadu Model Webbed. (online). Tersedia di:http://www.slideshare.net/rizkapratiwijaya/ppt-pembelajaran-terpadumodel -webbed (Diakses 02 November 2014).

Wulan, A.R. (2013). PPT Bahan Ajar Mata Kuliah Asesmen Alternatif:


(3)

MUHAMMAD YUSUF, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE SHARED DAN WEBBED PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LEMBAR KERJA SISWA (LKS) II

TIPE SHARED

Tujuan:

a. Keterampilan Proses Sains

1.Menginterpretasi gambar dampak pemanasan global

2.Mengkomunikasikan gambar dampak pemanasan

global

3.Memprediksi hal yang terjadi akibat pemanasan global

4.Menerapkan konsep yang dipelajari dalam situasi baru

b. Penguasaan Konsep

1. Menjelaskan proses terjadinya pemanasan global 2. Menjelaskan penyebab pemanasan global

3. Menjelaskan dampak pemanasan global

4. Menerapkan usaha untuk mengatasi pemanasan global

1. Perhatikan gambar di bawah ini, jawablah pertanyaan berikut berdasarkan gambar!

a. Bagaimana cahaya dari matahari dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global? (Konsep- 1 & KPS 1)

……… ……… ………

Kelompok : …….

Nama : 1. ………

2. ………

3. ………

4. ………


(4)

b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pemanasan global? (Konsep- 2 & KPS-1)

……… ……… ………

2. Berdasarkan fakta berikut, menurut anda :

a. Berbagai aktivitas manusia yang menggunakan bahan bakar fosil menghasilkan emisi karbon dunia, ubahlah persentase emisi karbon tersebut ke dalam diagram batang ! (KPS-2)

b. Apa hubungan terhadap peningkatan emisi karbon dunia jika dikaitkan dengan semakin parahnya kerusakan hutan di Indonesia yang dikatakan sebagai Paru-paru dunia? (Konsep- 3 & KPS-2 & 3)

Emisi (%)


(5)

MUHAMMAD YUSUF, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE SHARED DAN WEBBED PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

……… ……… ………

c. Jelaskan dampak pemanasan global terhadap ekosistem hutan! (Konsep- 3 dan KPS 1 & 3)

……… ……… ………

d. Menurut pendapatmu, apa yang dapat di upayakan pemerintah untuk mengatasi pemanasan global? (Konsep- 4 & KPS-4)

……… ……… ………

3. Pemanasan global telah menjadi permasalahan dunia, sehingga saat ini sudah popular istilah “ Go Green and

Save Green” dengan langkah-langkah 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Rebuy). Terhadap langkah 4R tersebut,

menurut kamu langkah nyata apa yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi laju pemanasan global? (Konsep- 4 & KPS-4)

……… ……… ………


(6)

Kebakaran hutan dan lahan gambut di Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara sudah menjadi kado tahunan yang rutin terjadi. Pembukaan lahan dengan pembakaran secara besar-besaran untuk kebutuhan hutan tanaman industri, dan program perkebunan sawit sejuta hektar menjadi penyebab utama tak terkendalinya kebakaran hutan di Kalimantan Timur. Jelaskan dampak jangka panjang dari kondisi tersebut terhadap peningkatan suhu lingkungan global (Konsep- 3)

……… ……… ………


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP

11 78 199

PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE WEBBED TEMA TEKANAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMP.

0 2 57

PENERAPAN BRAIN BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE WEBBED DAN CONNECTED UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP MATERI PEMANASAN GLOBAL.

0 0 49

PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA TIPE WEBBED DAN SHARED PADA TEMA PEMANFAATAN SAMPAH DENGAN PENDEKAKATAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN PENGUASAAN KONSEP.

0 0 16

PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA TOPIK TEKANAN.

0 2 50

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMP PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA.

0 5 48

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

1 6 266

PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA TIPE WEBBED DAN SHARED PADA TEMA PEMANFAATAN SAMPAH DENGAN PENDEKAKATAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN PENGUASAAN KONSEP - repository UPI T IPA 1308067 Title

0 0 3

PENGGUNAAN ASESMEN AUTENTIK DALAM DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL - repository UPI T IPA 1308060 Title

0 0 2

PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA TOPIK TEKANAN - repository UPI S IPA 1302997 Title

0 0 3