PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

(1)

i

PENERAPAN METODE PROJECT BASED

LEARNING BERBASIS

CHEMOENTREPRENEURSHIP PADA MATERI

KOLOID UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI

Skripsi

disusunsebagaisalahsatusyarat untukmemperolehgelarSarjanaPendidikan

Program StudiPendidikan Kimia

oleh Kiki Setyandari

4301411005

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q.S Al-Baqoroh: 286)

“ Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah” (Lessing)

Skripsi ini untuk :

Bapak Legimin dan Ibu Pujiati atas segala pengorbanan, doa, dan kasih saying untuk mencapai cita dan cinta


(5)

v

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan inayah-Nya yang selalu tercurah sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Penerapan Metode

Project Based Learning Berbasis Chemoentrepreneurship pada Materi Koloid untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai berkat bantuan, petunjuk, saran, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin peneltitian.

3. Dr. Sri Susilogati S., M.Si, dosen pembimbing 1 yang selalu mengarahkan, memotivasi dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Dr. Sri Haryani, M. Si, dosen pembimbing 2 memberikan pengarahan dan

saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Sri Nurhayati, M. Pd, dosen penguji utama yang telah memberikan pengarahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kepala SMA N 1 Bergas yang telah memberikan izin penelitian.

7. Wahyu Puji Astuti, S.Pd, guru kimia kelas XI SMA N 1 Bergas yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.


(6)

vi

Akhirnya penulis berharap, semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan perkembangan pendidikan Indonesia pada umumnya.

Semarang, 11 September 2015


(7)

vii

ABSTRAK

Setyandari, Kiki. 2015. Penerapan Metode Project Based Learning Berbasis Chemoentrepreneurship pada Materi Koloid untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Sri Susilogati S., M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dr. Sri Haryani, M.Si.

Kata Kunci:. Metode Project Based Learning; Keterampilan proses sains; Penerapan Mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit dipahami oleh siswa. Dibutuhkan pembelajaran yang inovatif yang dapat mengkaitkan materi dengan objek nyata yang menghasilkan proyek dalam pembelajran kimia, salah satunya penggunaan metode Project Based Learning. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian apakah metode Project Based Learning dapat meningkatakan keterampilan proses sains siswa pada materi koloid? Tujuan dari penelitian meningkatkan keterampilan proses sains siswa melalui penggunaan metode Project Based Learning pada materi koloid. Populasi penelitian siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bergas tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 95siswa yang terbagi dalam 3 kelas. Sampel penelitian siswa kelas XI-1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI-2 sebagai kelas eksperimen. Sampel diperoleh setelah homogenitas populasi dihitung hasilnya 0,86 lebih kecil disbanding = 5, 99. Variabel bebas penelitian ini metode

Project Based Learning, sedangkan variable terikat keterampilan proses sains. Desain penelitian ini pretest-posttest control group desaign. Teknik pemilihan sampel dilakukan dengan cluster random sampling. Instrumen penelitian soal keterampilan proses sains, lembar keterampilan laboratorium, serta angket. Berdasarkan hasil perhitungan, uji Chi-kuadrat kelas control diperoleh 6,95, sedangkan kelas eksperimen 6,62 dengan = 7,81 sehingga populasi dinyatakan berdistribusi normal. Dari data hasil penelitian diperoleh rata-rata nilai soal tes keterampilan proses sains kelas kontrol 80,32, sedangkan kelas eksperimen 80,45. Hasil analisis menunjukkan metode Project Based Learning meningktakan keterampilan proses sains. Hal ini ditunjukkan dengan uji t diperoleh Thitung= 3,606 lebih besar dari Ttabel = 1,99. Begitu pula dengan nilai N-gain kelas kontrol 0,57, sedangkan kelas eksperimen 0,71. Hal ini menunjukkan metode Project Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains. Untuk rata-rata soal keterampilan proses sains posttest

kelas kontrol 75,96, sedangkan kelas eksperimen 83,7. Keterampilan laboratorium kelas kontrol 67% sedangkan kelas eksperimen 71%. Simpulan dari penelitian metode Project Based Learning berbasis chemoentrepreneurship meningkatkan keterampilan proses sains materi koloid siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bergas tahun pelajaran 2014/2015. Saran yang diberikan penulis adalah perlu ada penelitian lebih lanjut untuk kondisi siswa atau sekolah yang berbeda.


(8)

viii

ABSTRACT

Setyandari, Kiki. 2015. Application of Project Based Learning method Chemoentrepreneursip Based on Colloidal Materials for Improving Science Process Skills student class XI. Thesis, Department of Chemistry Facultyof Mathematics and Natural Sciences, state University of Semarang. Main Supervisor Dr. Sri Susilogati S., M.Sc and Supervisor companion Dr. Sri Haryani, M.Sc.

Keywords:.The Project Based Learning method; Science process skills; Application Chemical subjects are that are considered difficult to understand by students. It takes innovative learning and can link the material with real objects that produce project in chemistry, one of them using Project Based Learning method. Issues examined in the study whether the method can increase the Project Based Learning science process skills of students through the use of Project Based Learning in colloidal material.Population studies class XI student of SMA N 1 Bergas 2014/2015 school year as many as 95 students were divided into three classes. The research sample class XI-1 as a control class and class XI-2 as the experimental class. Samples were obtained after the homogeneity of the population is calculated result of 0.86 was smaller than x2table =5,99. The independent variable of this research method Project Based Learning, while the dependent variable science prosess skills. The study design was pretest-posttest control group desaign. Engineering sample selection is done by cluster random sampling. The research instrument about science process skills, laboratory skills sheet, as well as questionnaires.Based on calculations, chi-square test was obtained control class 6.95, while the experimental class whit a 6.62 x2table = 7.81 so the table is expressed normally distributed population. From the research date obtained by the average value of science process skills test item control class 80.32, while the experimental class 80.45. The analysis showed the method Project Based Learning Enhancing science process skills. This is indicated by test was obtained T arithematic = 3.606 greater than T table = 1.99. Similarly, the value of N-gain control class 0.57, while the experimental class 0.71. It shows a method Project Based Learning can improve the science process skills. For the average about science process skills posttest control class 75.96, while the experimental group 83.7. Skills class laboratory controls 67% while the experimental group 71%. The conclusions of the research method of Project Based Learning based chemoentrepreneurship improve colloidal materials science process skills class XI student of SMA N 1 Bergas school year 2014/2015. Advice given writer is there needs to further research to student or school conditions were different.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

PERNYATAAN………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN………... iv

PRAKATA………... v

ABSTRAK………... viii

ABSTRACT ……….... ix

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR TABEL………... xii

DAFTAR GAMBAR………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiv

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangMasalah………... 1

1.2 Rumusan Masalah………. 4

1.3 Tujuan Penelitian……….. 4

1.4 Manfaat Penelitian……… 1.5 Penegasan Istilah……….. 5 5 Bab 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Project Based Learning....……… 8

2.2 Chemoentrepreneurship... 19

2.3 Keterampilan Proses Sains……… 21

2.4 Koloid………... 26

2.4 Penelitian yang Relevan………...…………. 33

2.5 KerangkaBerpikir………. 34


(10)

x Bab 3 METODE PENELITIAN

3.1 Penentuan Subjek Penelitian………. 37

3.2 Variabel Penelitian……… 38

3.3 Metode Pengumpulan Data………... 39

3.4 Prosedur Penelitian ……….. 40

3.5 Desain Penelitian………... 41

3.6 Instrumen Penelitian………. 41

3.7 MetodeAnalisis Data……….... 48

Bab 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian………. 57

4.2 Pembahasan……….. 71

Bab 5 PENUTUP 5.1 Simpulan………... 85

5.2 Saran………... 85

DAFTAR PUSTAKA………. 87


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ragam Jenis Keterampilan Proses Sains………. 24

Tabel 2.2 Keterampilan Proses Sains dan Indikator……… 25

Tabel 2.3 Perbedaan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi….………. 27

Tabel 2.4 Perbandingan Sistem Koloid.………... 28

Tabel 2.5 Perbandingan Sifat Sol Hidrofil dengan Sol Hidrofob..……….. 31

Tabel 3.1 Jumlah Siswa Kelas XI SMA N 1 Bergas... 37

Tabel 3.2 Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design….… 41 Tabel 3.3 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Objektif……….. 46

Tabel 3.4 Kriteria Rata-rata Nilai Sikap dan Keterampilan Laboratorium………. 53

Tabel 4.1 Data Awal Populasi Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Bergas……. 58

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Populasi…….……… 59

Tabel 4.3 Data Nilai Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen………. 61

Tabe l4.4 Hasil Uji Normalitas………….………... 61

Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Pretest dan Data Posttes………... 62

Tabel 4.6 Hasil Uji t Posttest………... 63

Tabel 4.7 Uji Average Normalized Gain (G)……….. 63

Tabel 4.8 Data Penilaian Sikap Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen… 65 Tabel 4.9 Data Rata-rata Hasil Keterampilan Laboratorium……….. 66

Tabel 4.10 Rata-rata Proyek Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas Eksperimen……….. 68

Tabel 4.11 Hasil Angket Tanggapan Siswa……….. 69

Tabel 4.12 Rincian Kegiatan Pembelajaran Kelas Kontrol……….. 77


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir……… 36

Gambar 4.1 Hasil Uji N-Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen……. 64 Gambar 4.2 Hasil Aspek Sikap Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen…... 65 Gambar 4.3 Persentase Hasil Analisis Tanggapan Siswa Terhadap


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus………... 91

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen… 94 Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol…….. 108

Lampiran 4 Kisi-kisi Soal Keterampilan Proses Sains………. 119

Lampiran 5 LKS……… 140

Lampiran 6 Penilaian Keterampilan Laboratorium……….. 150

Lampiran 7 Panduan Observasi Aspek Sikap Siswa……….. 164

Lampiran 8 Angket Respon Siswa Terhadap Model Project Based Learning……… 167

Lampiran 9 Soal Tes……….. 169

Lampiran 10 Analisis Butir Soal………. 175

Lampiran 11 Daftar Nilai Ulangan Tengah Semester Genap Tahun 2013-2014………... 183

Lampiran 12 Uji Normalitas Data Hasil Ulangan Tengah Semester Genap Kelas XI IPA 1……… 184

Lampiran 13 Uji Normalitas Data HasilUlangan Tengah Semester Genap Kelas XI IPA 2……… 185

Lampiran 14 Uji Normalitas Data Hasil Ulangan Tengah Semester Genap Kelas XI IPA 3……… 186

Lampiran 15 Uji Homogenitas Populasi……….. 187

Lampiran 16 Uji Kesamaan Keadaan Awal Populasi ( UjiAnava)…… 188

Lampiran 17 Daftar Nilai Ulangan Pre-test………. 190

Lampiran 18 Uji Normalitas Data Pretest Kelas Eksperimen XI IPA 2……… 191

Lampiran 19 Uji Normalitas Data Pretest Kelas Eksperimen XI IPA 1………. 192

Lampiran 20 Uji Kesamaan Dua Varians Data Nilai Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol………. 193

Lampiran 21 Uji Perbedaan Dua Rata-rata Nilai Pre-test Kelas Eksperimen dan Kontrol………. 195

Lampiran 22 Daftar Nilai Ulangan Post-Test……….. 197

Lampiran 23 Uji Normalitas Data Posttest Kelas Kontrol……….. 199


(14)

xiv

Lampiran 25 Uji Kesamaan Dua Varians Posttest……….. 201 Lampiran 26 Uji t Nilai Post-Test……… 202 Lampiran 27 N-Gain Hasil Kognitif antara Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol………. 203

Lampiran 28 Skor Rata-rata Aspek Sikap Kelas Kontrol dan Kelas

Eksperimen………... 206 Lampiran 29 Nilai Rata-rata Aspek Keterampilan Laboratorium Kelas

Kontrol dan Kelas Eksperimen………. 213 Lampiran 30 Nilai Rata-rata Angket Tanggapan Siswa Kelas

Eksperimen………. 221 Lampiran 31 Foto-foto Penelitian……… 228 Lampiran 32 Surat Keterangan Penelitian………... 230


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyiapan SDM yang berkualitas menjadi sebuah kebutuhan mutlak bagi suatu Negara dan pendidikan merupakan senjata jitu untuk menciptakan SDM yang berkualitas (Mulyasa, 2004). Namun saat ini, masalah utama yang dihadapi dunia pendidikan adalah menyangkut mutu pendidikan, terutama kualitas keterampilan proses sains yang masih sangat rendah (Nurhadi & Senduk, 2004).

Keterampilan Proses Sains merupakan keterampilan dalam menemukan fakta, prinsip, konsep-konsep dasar melalui suatu kegiatan ilmiah (Rustaman, 2004), atau dijelaskan pula keterampilan-keterampilan proses adalah suatu pendekatan ilmu pengetahuan alam didasarkan atas pengamatan terhadap apa yang dilakukan oleh seorang ilmuwan (Rusmianti & Yulianto, 2009).

Penelitian menurut (Widyaningrum, dkk, 2014) disebutkan juga bahwa keterampilan proses sains siswa dapat dilakukan pada ranah kognitif dan psikomotorik peserta didik, karena keterampilan proses sains siswa merupakan keterampilan dasar untuk meningkatkan nilai sikap serta keterampilan siswa.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada bulan Januari di SMA Negeri 1 Bergas diketahui bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran kimia pada kelas XI IPA khususnya pada materi koloid. Separuh lebih dari siswa di tiap kelas memiliki nilai dibawah dengan Kriteria


(16)

Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 75. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, masalah ini terjadi disebabkan beberapa faktor, diantaranya pembelajaran yang digunakan masih berpusat kepada guru, sehingga dominasi guru dalam proses pembelajaran masih jelas terlihat sementara siswa cenderung pasif mendengarkan. Guru hanya mengajarkan konsep-konsep dan teori yang kadang susah dijangkau oleh pemikiran siswa. Selain itu guru juga jarang menggunkan metode yang berkaitan dengan laboratorium sehingga keterampilan proses sains siswa kurang. Hal inilah yang membuat siswa merasa bosan dan kurang tertarik dengan pelajaran kimia khususnya materi koloid.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut yaitu melalui metode

Project Based Learning berbasis Chemoentrepreneurship. Metode ini cukup menantang dan dianggap sebagai suatu alat yang efektif karena mereka didorong untuk tidak bergantung sepenuhnya pada guru, tetapi diarahkan untuk dapat belajar lebih mandiri. Metode pembelajaran Project Based Learning adalah metode yang menyelenggarakan pembelajaran di sekitar proyek. Menurut definisi yang ditemukan di buku pegangan Project Based Learning untuk guru, proyek adalah tugas-tugas kompleks, berdasarkan pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang melibatkan siswa dalam desain, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau investigasi kegiatan. Memberikan siswa kesempatan untuk bekerja terstruktur, terjadwal, dan berujung pada produk yang realistis atau presentasi.

Menurut Lasonen, sebagaimana dikutip oleh (Rais, 2010) Project Based Learning dapat membantu membekali peserta didik untuk persiapan memasuki dunia


(17)

kerja, karena peserta didik belajar bukan hanya secara teori melainkan praktik di lapangan. Metode Project Based Learning juga memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna. Selain itu

Project Based Learning juga memfasilitasi peserta didik untuk berinvestigasi, memecahkan masalah, bersifat students centered, dan menghasilkan produk nyata berupa hasil proyek. Peserta didik akan masuk ke dalam sebuah kompetensi bersama kelompoknya, dan masing-masing kelompok bersaing untuk menjadi yang paling unggul diantara yang lain. Pada saat yang bersamaan, peserta didik merasa senang dalam melakukan proyek, mencoba sesuatu yang berbeda dan membuat mereka merasa memiliki pengetahuan dan dihargai (Bas, 2011).

Chemoentrepreneurship itu sendiri merupakan suatu pendekatan pembelajaran kimia yang kontekstual, yaitu pendekatan kimia yang mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan objek nyata. Selain memperoleh materi pelajaran siswa juga memiliki kesempatan untuk mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi suatu produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan menumbuhkan semangat berwirausaha. Melalui pendekatan Chemoentrepreneurship

ini diharapkan siswa lebih kreatif sehingga dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari (Supartono, dkk., 2009).

Menurut (Supartono, 2006) disebutkan Chemoentrepreneurship pembelajaran kimia akan lebih menyenangkan dan memberikan kesempatan peserta didik untuk mengoptimalkan potensialnya agar menghasilkan suatu produk. Peserta didik yang


(18)

sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang demikian, tidak menutup kemungkinan akan memotivasi peserta didik untuk berwirausaha.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian

dengan judul “Penerapan Metode Project Based Learning Berbasis

Chemoentrepreneurship pada Materi Koloid untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah metode Project Based Learning Berbasis Chemoentrepreneurship dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi koloid? 2. Bagaimana tanggapan siswa mengenai pembelajaran menggunakan metode

Project Based Learning?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Meningkatkan keterampilan proses sains siswa melalui penggunaan metode

Project Based Learning pada materi koloid.

2. Mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode Project Based Learning pada materi koloid.

1.4

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat mempunyai manfaat antara lain:

1. Bagi siswa dapat meningkatkan serta memberikan semangat untuk berwirausaha.


(19)

2. Bagi guru, sebagai bahan petimbangan dan informasi dalam memilih model pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan keterampilan proses sains bagi para siswa.

3. Bagi sekolah, memberikan perbaikan kondisi pembelajaran, sehingga dapat membantu menciptakan panduan pembelajaran bagi mata pelajaran lain dan bahan pertimbangan dalam membuat keputusan metode pembelajaran yang akan diterapkan untuk perbaikan.

4. Meningkatkan kualitas lulusan yang tidak hanya unggul dalam prestasi melainkan juga mampu berwirausaha.

1.5

Penegasan Istilah

Berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian istilah yang berkaitan yaitu:

1.5.1 Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan produk sains (Anitah, 2007). Adapun lingkup keterampilan berpikir proses sains (Dahar, 2003), yaitu mengamati, mengelompokkan/klasifikasi, menafsirkan, meramalkan, mengajukan pertanyaan, merumusakan hipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, dan berkomunikasi.


(20)

Keterampilan proses sains yang akan dinilai yaitu mengamati, merencanakan percobaan, klasifikasi, menafsirkan, menggunakan alat/bahan, dan berkomunikasi.

1.5.2 Project Based Learning

Project based learning dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang bertujuan untuk mendorong peserta didik membangun pengetahuan dan ketrampilan siswa secara mandiri, mendorong siswa untuk memecahkan masalah. Project based learning adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan kegiatan yang kompleks (Cord, 2001).

Project based learning disini siswa diberi proyek dimulai dari menentukan jadwal, merancang percobaan, melakukan percobaan, dan mempersentasikannya. Proyek yang dihasilkan yaitu es krim dan VCO.

1.5.3 Chemoentrepreneurship

Chemoentrepreneurship adalah pendekatan pembelajaran kimia yang dikembangkan dengan mengkaitkan langsung pada objek nyata atau fenomena di sekitar kehidupan manusia sebagai peserta didik, sehingga selain mendidik selain pembelajaran Chemoentrepreneurship ini memungkinkan peserta didik dapat mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan memotivasi peserta didik untuk berwirausaha. Dengan pendekatan Chemoentrepreneurship, pembelajaran kimia akan lebih menarik, menyenangkan dan lebih bermakna (Supartono, 2009).


(21)

Chemoentrepreneurship yang akan dilakukan membuat makanan sehat. Makanan sehat disini yang akan dibuat yaitu es krim dan VCO. Di akhir pertemuan siswa akan mendiskusikan berapa keuntungan dan harga untuk produk makanan tersebut.

1.5.4 Koloid

Koloid adalah campuran yang berada antara larutan sejati dan suspensi. Misalnya adalah susu segar, yang terdiri dari butir-butir halus dari lemak mentega yang terdispersi dalam fase air yang juga mengandung kasein (suatu protein) dan beberapa zat lainnya. Dalam koloid seperti susu, partikel solutnya lebih besar dari pada partikel larutan tetapi lebih kecil dari partikel yang mengandung pada suspensi.

Koloid yang akan di pelajari dalam penelitian ini yaitu sistem koloid, macam-macam koloid, sifat-sifat koloid, pembuatan koloid, dan kegunaan koloid.


(22)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Project Based Learning

2.1.1 Efinisi Project Based Learning

Project based learning merupakan model pembelajaran yang berusaha menumbuhkan motivasi dari dalam intrinsic peserta didik (Borich, 2007). Motivasi intrinsik ini diharapkan dapat tumbuh secara alami dalam suasana pembelajaran kelas. Proyek diberikan dalam bentuk tugas terstruktur untuk menghasilkan dan meyelesaikan suatu produk yang menarik menurut minat peserta didik. Lebih lanjut, Borich menjelaskan dua komponen penting dalam Project Based Learning yaitu: 1) Peserta didik akan terpusat pada permasalahan pokok yang memungkinkan

terbentuknya suasana kelas yang dinamis.

2) Peserta didik akan berusaha menghasilkan produk atau out come dalam rangka menyelesaikan permasalahan dengan sukses.

Sejalan dengan pendapat di atas, (Sherman & Sherman, 2004) menyatakan bahwa proyek di dalam Project Based Learning menitik beratkan pada tugas kolaborasi sehingga aktivitas berpusat pada peserta didik Learner-centered activities. Penelitian yang dilakukan oleh (Schneider et al., 2002) telah mendapatkan hasil bahwa penggunaan Project Based Learning berhasil meningkatkan kinerja peserta didik selama pembelajaran.


(23)

Pada Project Based Learning, pengajaran berperan sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penuntun. Sedangkan pada

kelas “konvensional” pengajar dianggap sebagai seseorang yang paling menguasai

materi dan karenanya semua informasi diberikan secara langsung kepada peserta didik. Pada kelas Project Based Learning, peserta didik dibiasakan bekerja secara kolaborasi, penilaian dilakukan secara autentik, dan sumber belajar bisa sangat

berkembang. Hal ini berbeda dengan kelas “konvensioanal” yang terbiasa dengan situasi kelas individual, penilaian lebih dominan pada aspek hasil daripada proses, dan sumber belajar cenderung stagnan.

Model proyek ini adalah gabungan dari berbagai model pembelajaran seperti belajar bersama, dan lain-lain. Pembelajaran model proyek ini bersifat kontruktivis, yaitu peserta didik juga bersifat multiple intelligence, karena peserta didik menggunakan berbagai intelegensi dalam melakukan proyek yang dilakukan seperti intelegensi matematis-logis, ruang-visual, kinestetik, interpersonal, linguistik, lingkungan, dan lain-lain.

Model ini biasanya menarik untuk peserta didik karena biasanya dilakukan diluar kelas bahkan di luar sekolah, dan berlaku untuk beberapa waktu; bukan terbatas pada satu jam sekolah. Banyak hal dapat didapat dari proyek ini antara lain : 1) Mengerti prinsip kimia lebih mendalam karena malakukan sesuatu

2) Kerjasama dengan teman lebih baik karena melakukan bersama


(24)

Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang didukung oleh atau berpijak pada teori belajar konstruktivistik. Strategi pembelajaran yang menonjol dalam pembelajaran konstruktivistik antara lain adalah strategi belajar kolaboratif, mengutamakan aktivitas peserta didik daripada aktivitas guru, mengenai kegiatan laboratorium, pengalaman lapangan, studi kasus, pemecahan masalah, panel diskusi, diskusi, brainstorming, dan simulasi.

Model pendekatan proyek merupakan salah satu dari model-model pembelajaran yang membantu peserta didik menggali informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan cara-cara mengekspresikan diri sendiri dengan melihat proyek-proyek yang telah disediakan oleh guru. Selain itu guru juga mengajari bagaimana cara menemukan ide-ide yang berkaitan dengan proyek yang tersedia. Salah satu strategi mengajar yang menekankan keaktifan peserta didik adalah metode pendekatan proyek. Menurut teori belajar ini, peserta didik di dalam proses belajar membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi atas apa yang sudah dimiliki dengan lingkungannya pada situasi baru. Model pembelajaran pendekatan proyek member kesempatan kepada peserta didik untuk menguji gagasannya, mengemukakan pendapat berdasarkan pengetahuan awal yang sudah dimiliki sebelumnya dan pengetahuan yang di dapat selama proses belajar berlangsung.

Karakteristik pembelajaran berbasis proyek didukung teori-teori belajar konstruktivistik. Dalam konteks pembaruan di bidang teknologi pembelajaran, pemebelajaran berbasis proyek dapat dipandang sebagai pendekatan penciptaan dan


(25)

keterampilan melalui pengalaman langsung. Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek dibangun berdasarkan ide-ide pebelajar sebagai bentuk alternatif pemecahan masalah riil tertentu, dan pebelajar mengalami proses belajar pemecahan masalah itu secara langsung (Waraskamdi, 2014).

2.1.2 Landasan Teori Pembelajaran Project Based Learning

Pembelajaran berbasis proyek dilandaskan pada teori yang dipaparkan oleh beberapa ahli, yaitu :

1) John Dewey dan kelas demokratis

Metode proyek berasal dari gagasan John Dewwey tentang konsep “Learning by

doing” yakni proses perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya, terutama proses penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu tujuan. Pada John Dewwey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan di mana sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Dewwey menganjurkan guru untuk mendorong peserta didik terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Dewwey dan kill Patrick mengemukakan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat daripada dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik dan pilihan mereka sendiri.


(26)

2) Peaget, Vygotsky dan Kontruktivisme

Jean Piaget dan Lev Vygotsky adalah tokoh dalam pengembangan konsep kontruktivisme. Pada konsep inilah dasar pijak pembelajaran berbasis proyek diletakkan. Piaget mengemukakan bahwa peserta didik dalam segala usia secara aktif terlibat dalam perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat peserta didik menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka. Vygotsky, seperti halnya Piaget percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang, ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman tersebut. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengaitkan pengetahuan baru. Namun berbeda dengan Piaget tentang perkembangan intelektual setiap individu yang tanpa memandang latar konteks sosial. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembanyan intelektual peserta didik.

2.1.3 Pelaksanaan Pembelajaran Project Based Learning

Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek, dijalankan dengan melalui beberapa tahap pembelajaran atau langkah-langkah kerja. Belum ada ketetapan baku untuk menjalankan tahap-tahap pembelajaran berbasis proyek, namun pada umumnya didasarkan dan mencontoh pada tahap pembelajaran konstruktivisme.


(27)

Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Learning sebagaimana yang dikembangakan oleh The George Lucas Educational Foundation (2005) terdiri dari:

1) Star With the Essential Question

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat member penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topic yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topic yang diangkat relefan untuk para peserta didik (The George Lucas Educational Foundation : 2005)

2) Design a Plan for the Project

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.

Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek

tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek (The George Lucas Educational Foundation: 2005).

3) Create a Schedule

Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:

(1) membuat time line untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang


(28)

baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alas an) tentang pemilihan suatu cara (The George Lucas Educational Foundation: 2005).

4) Monitor the Student and the Progress of the Project

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubric yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting (The George Lucas Educational Foundation: 2005).

5) Assess the Outcome

Penilaian dilakukan untuk membantuk pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya (The George Lucas Educational Foundation: 2005).

6) Evaluate the Experience

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama


(29)

menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran (The George Lucas Educational Foundational: 2005).

Tahapan pembelajaran yang dikemukakan di atas menunjukkan kerja sama anatara guru dan peserta didik, yang saling memberikan kontribusi dalam proses pembelajaran. Tahapan dalam model pembelajaran berbasis proyek memang belum ada bentuk bakunya. Tahapan pembelajaran berbasis proyek juga didasarkan pada tahap pembelajaran berbasis masalah, namun peserta didik lebih difokuskan untuk merumuskan solusi dan mengimplementasikannya terhadap konsep lain. Tahapan yang digunakan oleh peneliti adalah tahapan secara umum, yang digunakan dan dicontohkan juga oleh Carbonaro dalam proses pembelajaran proyek lingkungan, yaitu :

1) Engage, tahap awal untuk menstimulus peserta didik dalam mengetahui konsep yang sudah dipahami dan tahap ketika guru memberikan pertanyaan essensial yang memacu peserta didik untuk berfikir.

2) Explore, kegiatan untuk mencari materi dan sumber informasi sebagai referensi dalam menyelesaikan masalah dan membuat jadwal kerja.

3) Investigate, membandingkan dan memfokuskan solusi yang akan digunakan dalam memecahkan masalah.


(30)

4) Create, tahap pembuatan atau pengimplementasian solusi dan tahap dalam menghasilkan suatu produk atau karya.

5) Share, tahap presentasi produk atau karya.

6) Evaluation, tahap evaluasi atau penilaian proses dan hasil belajar (Carbonaro, 2005).

Tahap pembelajaran yang terdiri dari engage, explore, investigate, create,

share, dan evaluation menekankan proses belajar pada aktivitas peserta didik. Dalam tiap tahap pelaksanaannya peserta didik harus lebih aktif dalam proses belajar. Peserta didik merumuskan informasi dan solusi serta harus dapat menyelesaikan hasil akhir, bisa dalam bentuk produk, presentasi, dan lainnya.

2.1.4 Kelebihan Model Pembelajaran Project Based Learning

Penggunaan model pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan keuntungan bagi peserta didik, guru, dan perkembangan kualitas sekolah, seperti yang disebutkan dibawah ini :

1) Mempersiapkan peserta didik menghadapi dan berkembang sesuai dengan dunia nyata.

2) Meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar, dan mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting.

3) Menghubungkan pembelajaran di sekolah dengan dunia nyata. Dengan melaksanakan proyek peserta didik tidak hanya menghafal fakta, namun menghubungkan dan berpikir bagaimana mengaplikasikan ilmu yang dimiliki ke dalam dunia nyata.


(31)

4) Membentuk sikap kerja peserta didik. Dalam mengerjakan proyek peserta didik diajak untuk saling mendengarkan pendapat dan bernegosiasi untuk mencari solusi.

5) Meningkatkan kemampuan-kemampuan komunikasi dan sosial. 6) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

7) Meningkatkan keterampilan peserta didik untuk menggunakan informasi dengan beberapa disiplin ilmu yang dimiliki.

8) Meningkatkan kepercayaan diri peserta didik.

9) Meningkatkan kemampuan peserta didik menggunakan teknologi dalam belajar. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek. Guru di Whasington State menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dalam kelas matematika dan sains melaporkan bahwa muridnya lebih memiliki semangat belajar ketika mengerjakan proyek. Namun, masih ada kelemahan dan kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek, seperti waktu dan biaya yang lebih banyak dibutuhkan. Bahkan untuk mencapai proses pembelajaran yang maksimal dalam mengimplementasikan

Project Based Learning, diperlukan desain khusus untuk kelas atau sekolah yang menggunakannya. Tahap pembelajaran dalam model pembelajaran proyek ini selalu mengikutsertakan presentasi atau performance, maka dibutuhkan disain sekolah dan kelas yang lebih efektif dan dinamis.

Penerapan pembelajaran berbasis proyek dapat diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi yang ada pada kelas atau sekolah. Desain khusus untuk sekolah dapat


(32)

diwujudkan jika keadaan memang ideal. Namun, jika sekolah sekolah belum bisa mewujudkan desain kelas atau sekolah yang sesuai dengan karakter pembelajaran berbasis proyek, maka guru atau staf sekolah yang lain dapat memaksimalkan fasilitas yang ada ataupun menyesuaikan dengan kemampuan sekolah dan kemampuan murid. Peran guru sangat penting dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek, walaupun keadaan terbatas, guru dapat memotivasi peserta didik dan bermotivasi agar pembelajaran yang bermakna dapat terwujud.

2.1.5 Keuntungan Pembelajaran Project Based Learning

Menurut Foundation for the rood ahead, keuntungan menggunakan pembelajaran proyek adalah :

1) Meningkatkan motivasi. Sebelum menggunakan pembelajaran proyek kebanyakan sisa menolak menggunakan banyak waktu dan sulit untuk dimintai pertisipasinya untuk melakukan proyek.

2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian untuk meningkatkan keterampilan kognitif peserta didik amat dibutuhkan dalam tugas-tugas yang memerlukan pemecahan masalah dan instruksional yang spesifik tentang bagaimana memecahkan masalah.

3) Meningkatkan keterampilan penelitian kepustakaan. Kebanyakan proyek yang dikerjakan peserta didik membutuhkan sejumlah sumber informasi seperti buku-buku teks, dan kamus-kamus. Informasi teknologi termasuk sumber informasi utama yaitu computer, cd rom, dan internet.


(33)

4) Meningkatkan kemampuan kolaborasi. Dalam bekerja yang dibutuhkan sebuah kelompok bagi peserta didik adalah keterampilan dan berkomunikasi.

5) Meningkatkan sumber keterampilan manajemen. Bagian yang menjadikan pembelajaran bebas adalah dalam mengambil tanggung jawab untuk melengkapi tugas-tugas yang kompleks. Pelaksanaan pembelajaran proyek yang baik memberikan kegiatan instruksi peserta didik dalam mengatur proyek mereka, dan mengalokasi waktu dan sumber-sumber lainnya seperti perlengkapan untuk melengkapi tugas-tugas yang sudah terjadwal.

Agar proyek sungguh menarik peserta didik untuk melakukan dan dapat menambah kedalaman dari pengetahuan mereka, maka beberapa sifat proyek perlu diperhatikan dalam memilih.

1) Proyek harus menantang peserta didik untuk melakukan dan menyelesaikan. 2) Hasilnya memang sungguh ada gunanya baik untuk masyarakat dan untuk peserta

didik sendiri.

3) Proyek itu tidak terlalu mudah sehingga menantang, tetapi tidak terlalu sulit sehingga dapat diselesaikan.

4) Proyek itu ada unsurnya membuat sesuatu atau mneliti sesuatu yang belum biasa dilakukan.

5) Dalam proyek sendiri dimungkinkan beberapa peserta didik bekerja sama secara intensif.

6) Tentu proyek mengandung prinsip atau nilai kimia, diutamakan membutuhkan beberapa atau banyak pendekatan.


(34)

7) Sebaiknya proyeknya bersifat multidisiplin, interdisipliner, sehingga lebih kaya dan peserta didik dapat mengerti persoalannya secara menyeluruh.

2.2.

Chemoentrepreneurship

Konsep pendekatan Chemoentrepreneurship merupakan suatu pendekatan pembelajaran kimia yang kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran kimia dikaitkan dengan objek nyata sehingga selain mendidik, dengan pendekatan

Chemoentrepreneurship ini memungkinkan peserta didik dapat mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan menimbulkan semangat berwirausaha. Pendekatan Chemoentrepreneurship ini pengajaran kimia akan lebih mmenyenangkan dan memberi kesempatan peserta didik untuk mengoptimalkan potensialnya agar menghasilkan suatu produk (Supartono, 2006). Peserta didik yang sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang demikian, tidak menutup kemungkinan akan memotivasi peserta didik untuk berwirausaha.

Berdasarkan pemikiran tersebut, pendekatan Chemoentrepreneurship menuntut potensi peserta didik untuk belajar secara maksimal sehingga mampu menampilkan kompetensi tertentu. Orientasi Proses belajar peserta didik tidak lagi berorientasi kepada banyaknya materi pelajaran kimianya subject matter oriented, tetapi lebih berorientasi kepada kecakapan yang dapat ditampilkan oleh peserta didik life-skill oriented. Pendekatan pembelajaran yang demikian menjadikan sejumlah kompetensi dapat dicapai, proses belajar-mengajar menjadi lebih menarik, peserta didik terfokus


(35)

perhatiannya dan termotivasi untuk mengetahui lebih jauh serta hasil belajarnya menjadi lebih bermakna (Supartono, 2006).

Pendekatan pembelajaran kimia Chemoentrepreneurship juga memberi peluang kepada peserta didik untuk dapat mengatakan dan melakukan sesuatu. Pendekatan pembelajaran Chemoentrepreneurship diaplikasikan, maka peserta didik dapat mengolah suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Pembuatan produk akan memotivasi minat belajar peserta didik sehingga peserta didik bisa mengingat lebih banyak konsep atau proses kimia yang dipelajari. Dampak dari penerapan Chemoentrepreneurship ini menjadikan belajar kimia bermakna, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

2.3

Keterampilan Proses Sains

2.3.1 Pengertian Keterampilan Proses Sains

Keterampilan bebrarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Sedangkan proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses juga merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian ( Devi, 2011).

Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses peserta didik menggunakan pikirannya.


(36)

Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah. Pembelajaran dengan keterampilan proses memberikan kesempatan kepada peserta didik agar terlibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga dengan adanya interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan fakta, konsep, serta prinsip ilmu pengetahuan, akan mengembangkan sikap dan nilai ilmuwan pada diri peserta didik.

2.3.2 Perlunya Pembelajaran Keterampilan Proses Sains

Pembelajaran keterampilan proses sains sangat dibutuhkan oleh peserta didik diantanya yaitu:

1) Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga para guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep kepada anak didiknya. 2) Peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika

disertai dengan contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan cara mempraktekan sendiri.


(37)

3) Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak namun penemuannya bersifat relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak setelah orang mendapatkan data baru yang mampu membuktikan kekeliruan teori yang dianut. Muncul lagi teori baru, yang prinsipnya mengandung kebenaran relatif.

4) Proses pembelajaran seharusnya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dari anak didik (Conny, 1992).

Memaknai keempat alasan yang dikemukakan diatas mendorong seorang pendidik dalam proses pembelajarannya untuk menerapkan suatu pembelajaran yang bersifat Children Oriented, yang memungkinkan peserta didik untuk bersifat aktif dalam belajar dan menerapkan cara-cara seperti menerapkan cara-cara seperti yang dilakukan deorang ilmuwan dalam memahami ilmu pengetahuan.

Penerapan keterampilan proses sains dalam kegiatan belajar mengajar menurut Anwar Holil ada dua alas an yang melandasinya yaitu :

1) Bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka laju pertumbuhan produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pesat, sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada peserta didik. Maka dari itu peserta didik perlu dibekali dengan keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi dari berbagai sumber, dan tidak semata-mata dari guru.

2) Sains itu dipandnag dari dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Dengan alas an ini betapa pentingnya keterampilan proses bagi peserta didik untuk mendapatkan ilmu yang akan berguna bagi peserta didik di masa yang akan


(38)

dating, sehingga bangsa kita akan dapat sejajar dengan bangsa yang maju lainnya (Holil, 2008).

2.3.3 Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains

Jenis-jenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya terdiri atas sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing keterampilan proses tersebut.

Menurut (Ango, 2002) keterampilan proses sains terdiri dari sebelas ketarmapilan yaitu, observing (observasi), classifying (klasifikasi), inferring

(menafsirkan), predicting (prediksi), communicating (komunikasi), interpreting data

(interpretasi data), making operational definitions (menerapkan konsep), posing questions (mengajukan pertanyaan), hypothesizing (hipotesis), experimenting

(bereksperimen), and formulating models (membuat eksperimen).

Sedangkan menurut Yew Mei bahwa keterampilan dasar dalam keterampilan proses merupakan dasar dari keterampilan terintegrasi yang pada umumnya lebih kompleks dalam memecahkan suatu permasalahan dalam suatu eksperimen (Mei, 2007).


(39)

Tabel 2.1 Ragam Jenis Keterampilan Proses Sains

No.

Ragam jenis KPS menurut para ahli

Menurut Jenis KPS

1. Nuryani Y. Rustaman Observasi, menafsirkan, klasifikasi, meramalkan, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan. 2. Conny Semiawan Observasi, berhipotesis, merencanakan

penelitian, mengendalikan variable, menafsirkan, menyusun kesimpulan, meramalkan, menerapkan konsep, berkomunikasi.

3. Wynne Harlen Observasi, berhipotesis, prediksi, investigasi, interpretasi data, menyusun kesimpulan, berkomunikasi.

Berdasarkan yang telah diuraikan oleh para ahli diatas, maka penulis menggabungakan ketiga pendapat yaitu memilih investigasi (merencanakan percobaan), observasi, klasifikasi, prediksi, interpretasi, dan komunikasi.

2.3.4 Indikator Keterampilan Proses Sains

Indikator keterampilan proses disajikan dalam bentuk tabel, dapat dilihat pada Tabel 2.2


(40)

Tabel 2.2 Keterampilan Proses Sains dan Indikator

Keterampilan Proses Sains Indikator

Investigasi/merencanakan percobaan

1) Menyiapkan alat dan bahan 2) Membuat tabel hasil pengamatan

Observasi 1) Mengamati perbedaan larutan,

suspensi, dan koloid

2) Mengamati sifat-sifat koloid effek Tyndall dan adsobsi

3) Mengamati pencampuran bahan 4) Mengamati saat pengadukan

santan dan minyak terpisah Klasifikasi 1) Mencatat setiap pengamatan ke

dalam tabel

Prediksi 1) Memperkirakan bentuk

campuran (homogen atau heterogen)

Interpretasi 1) Menganalisis data

2) Membuat kesimpulan sesuai dengan hasil pengamatan

Komunikasi 1) Mempresentasikan hasil

pengamatan

2) Menyimak pendapat/gambaran yang disampaikan tiap kelompok 3) Menjawab/menanggapi

pertanyaan

2.3.5 Manfaat Keterampilan Proses Sains

Beberapa alasan keterampilan proses sains diperlukan dalam pendidikan dasar dan menengah ialah:

1) Memiliki manfaat dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan. 2) Memberi bekal peserta didik untuk membentuk konsep sendiri dan cara bagaimana

mempelajari sesuatu.


(41)

4) Sangat membantu peserta didik yang masih berada pada taraf perkembangan berpikir konkret.

5) Mengembangkan kreativitas peserta didik.

2.3.6 Keunggulan dan Kelemahan Keterampilan Proses Sains

Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa keterampilan proses sains memiliki keunggulan diantaranya :

1) Memberi bekal cara memperoleh pengetahuan.

2) Keterampilan proses merupakan hal yang sangat penting untuk pengembangan pengetahuan masa depan.

3) Keterampilan proses bersifat kreatif, peserta didik aktif, dapat meningkatkan keterampilan berpikir dan cara memperoleh pengetahuan.

Sedangkan kelemahan dari pendekatan keterampilan proses diantaranya : 1) Memerlukan banyak waktu sehingga sulit unuk dapat menyelesaikan bahan

pengajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.

2) Memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua sekolah dapat menyediakan.

3) Merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancang suatu percobaan untuk memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan sulit, tidak setiap peserta didik mampu melaksankannya.


(42)

2.4

Koloid

2.4.1 Pengertian Koloid

Koloid adalah sistem dispersi. Sistem dispersi atau sistem sebaran adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa suatu zat terbagi halus dalam zat lain. Zat yang terbagi atau zat yang terdispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan zat yang digunakan untuk mendispersikan disebut fase pendispersi. Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang didispersikan, sistem dispersi dibedakan atas dispersi kasar atau suspensi, dispersi halus atau koloid, dan dispersi molekuler atau larutan (Sumardjo, 2009). Perbedaan antara larutan, koloid dan suspensi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Perbedaan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi

Larutan Koloid Suspensi

Contoh : larutan gula Contoh : campuran susu dengan air

Contoh : Campuran air dengan pasir Homogen, tak dapat

dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra.

Secara makroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra

Heterogen

Semua partikelnya berdimensi (panjang, lebar, atau tebal) kurang dari 1 nm.

Partikelnya berdimensi antara 1 nm sampai 100 nm.

Salah satu atau semua dimensi partikelnya lebih besar dari 100 nm.

Satu fase Dua fase Dua fase

Stabil Pada umumnya stabil Tidak stabil

Tidak dapat disaring Tidak dapat disaring kecuali penyaring ultra

Dapat disaring

Menurut (Purba, 2006), kita dapat menemukan campuran yang tergolong larutan, koloid, atau suspensi dalam kehidupan sehari-hari.


(43)

Contoh larutan : larutan gula, larutan garam, alkohol 70%, dan air laut. Contoh koloid : susu cair, santan, jelli, selai, mentega, dan mayonaise.

Contoh suspensi : air sungai yamg keruh, campuran air dengan pasir, dan campuran kopi dengan air.

2.4.2 Jenis-jenis koloid

Menurut (Purba, 2006) jenis-jenis koloid terdiri dari : 1) Koloid yang fase terdispersinya padat disebut sol.

Ada tiga jenis sol yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat dalam gas).

2) Koloid yang fase teridpersinya cair disebut emulsi.

Ada tiga jenis emulsi yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas).

3) Koloid yang fase terdispersinya gas disebut buih.

Hanya ada dua jenis buih yaitu buih padat dan buih cair. Campuran antara gas dengan gas selalu bersifat homogen, jadi merupakan larutan, bukan koloid, dengan demikian ada 8 jenis koloid, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Perbandingan Sistem Koloid No Fase

Terdispersi

Fase Pendispersi

Nama Contoh

1. Padat Gas Aerosol Asap, debu di

udara

2. Padat Cair Sol Sol emas, tinta,


(44)

3. Padat Padat Sol padat Intan hitam, gelas berwarna

4. Cair Gas Aerosol Kabut dan awan

5. Cair Cair Emulsi Susu, santan,

minyak ikan 6. Cair Padat Emulsi padat Jelli, mutiara

7. Gas Cair Buih Buih sabun, krim

kocok

8. Gas Padat Buih padat Karet busa, batu apung, stirofoam

(Purba, 2006)

2.4.3 Sifat-sifat Koloid

Adapun sifat-sifat koloid menurut (Chang, 2005) adalah sebagai berikut: 1) Efek Tyndall

Efek Tyndall yaitu penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Contohnya sorot lampu mobil pada udara yang berkabut.

2) Gerak Brown

Gerakan zig-zag dari partikel koloid dalam medium pendispersi disebut dengan gerak brown.

3) Muatan Koloid, meliputi elektroforesis dan adsorpsi.

Elektroforesis, yaitu pergerakan partikel koloid di bawah pengaruh medan listrik. Partikel koloid yang bermuatan positif akan menuju katoda, dan sebaliknya. Sedangkan adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu molekul atau ion pada permukaan zat. Sifat adsorpsi dari Sistem koloid dapat kita manfaatkan antara lain,


(45)

pada proses penyembuhan sakit perut (diare) oleh serbuk karbon (norit) dan proses pemutihan gula pasir.

4) Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid membentuk endapan. Apabila koagulasi terjadi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, dan pencampuran koloid yang berbeda muatan.

5) Koloid Pelindung

Koloid pelindung adalah koloid yang dapat melindungi koloid lain dari proses koagulasi atau penggumpalan. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi mengelompok.

6) Dialisis

Dialisis adalah pemisahan koloid dari ion-ion terlarut. Koloid dimasukkan ke dalam kantong yang terbuat dari selaput semi permiabel yaitu selaput yang dapat dilewati molekul atau ion tetapi tidak dapat dilewati partikel koloid.

7) Koloid liofil dan koloid liofob menurut (Purba, 2006), dijelaskan sebagai berikut: Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob


(46)

berarti tidak suka cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob. Contoh koloid hidrofil yaitu : sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin. Sedangkan contoh dari koloid hidrofob yaitu : sol belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-sol logam. Perbandingan sifat dari sol hidrofil dengan sol hidrofob dapat dilihat pada Tabel 2.5 (Purba, 2006).

Tabel 2.5 Perbandingan Sifat Sol Hidrofil dengan Sol Hidrofob

Sol Hidrofil Sol Hidrofob

Mengadsorpsi mediumnya Tidak mengadsorpsi mediumnya Dapat dibuat dengan konsentrasi yang

relatif besar

Hanya stabil pada konsentrasi kecil Tidak mudah digumpalkan dengan

penambahan elektrolit

Mudah menggumpal pada penambahan elektrolit Viskositas lebih besar daripada

mediumnya

Viskositas hampir sama dengan mediumnya

Bersifat reversible Tidak reversible

Efek Tyndall lemah Efek Tyndall lebih jelas

2.4.4 Peranan Koloid dalam Industri Kosmetik, Makanan, dan Farmasi

Menurut (Hanata, 2009), peranan koloid dalam industri kosmetik, makanan, dan farmasi yaitu:

1) Dalam Industri Kosmetik

Bagi kalian para wanita, mungkin tak ada yang asing dengan kosmetik. Bahkan, saat ini kosmetik tidak hanya digunakan oleh kaum wanita saja, akan tetapi kaum pria pun mulai menggunakannya. Hal ini ditunjukkan dengan beragamnya


(47)

kosmetik yang diperuntukkan khusus pria maupun khusus wanita. Contoh koloid dalam bidang kosmetik yaitu kita sering menggunakan koloid dalam pelarut tertentu seperti pembersih muka, pewangi badan berbentuk spray, semprot rambut, jell untuk rambut, dan produk kosmetik lainnya

2) Dalam Bidang Makanan

Makanan yang kita konsumsi sehari-hari ada yang berbentuk padatan ataupun cairan tetapi terkadang beberapa makanan yang berbentuk padatan sulit untuk dicerna, sehingga oleh pabrik, produk-produk makanan dibuat dalam bentuk koloid. Produk

produk makanan yang menggunakan sistem koloid antara lain kecap, saus, keju, mentega, dan krim.

3) Dalam Bidang Farmasi

Sama halnya makanan, obat pun ada yang berwujud padatan (tablet) sehingga anak-anak sulit untuk menelannya. Solusi untuk mengatasinya yaitu, obat tersebut dikemas dalam bentuk koloid sehingga mudah diminum. Contohnya obat batuk yang berbentuk sirup.

2.4.5 Pembuatan Koloid

Penjelasan mengenai pembuatan koloid sesuai yang tercantum dalam (Supardi & Luhbandjono, 2008), dijelaskan sebagai berikut:

Koloid dibuat dengan dua cara, yakni cara dispersi dan kondensasi. Cara dispersi adalah pembuatan koloid dengan memperkecil zat terdispersi menjadi partikel-partikel koloid dengan cara:


(48)

1) Dispersi mekanik

Pada cara ini partikel besar digerus menjadi partikel koloid dengan penggilingan. 2) Dispersi elektrolit

Pada cara ini dua elektroda logam (platina, emas atau perak) dimasukkan ke dalam air dengan dialiri listrik berpotensial tinggi. Logam akan menguap dan mengkondensasi sebagai partikel koloid.

3) Peptisasi

Pada cara ini partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid dengan cara

menambah air atau zat peptisasi lain. Contoh: serbuk AgCl + air suling → koloid,

endapan Al(OH)3 + HCl encer → koloid, larutan FeCl3 + H2O → koloid Fe(OH)3. Sedangkan cara kondensasi pada dasarnya adalah cara pembuatan koloid melalui reaksi kimia lebih dahulu. Terdapat 4 reaksi yang menghasilkan koloid :

1) Cara reduksi

Contoh: 2AuCl3 + SnCl2→ 2Au + 2SnCl4 2) Cara oksidasi

Contoh: 2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S(koloid) 3) Cara hidrolisis

Contoh: FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq) 4) Cara dekomposisi rangkap


(49)

2.5 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang mengkaji tentang metode Project Based Learning berbasis

chemoentrepreneurship untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik.

Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang efektif diterapkan dalam pembelajaran.

Penelitian (Wiyarsi & Partana, 2009) menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis proyek cukup efektif dalam meningkatkan aspek kemandirian, aspek kerja sama kelompok, dan aspek penguasaan psikomotorik.

Penelitian menurut (Widyaningrum, dkk, 2014) bahwa keterampilan proses sains siswa dapat dilakukan pada ranah kognitif dan psikomotorik peserta didik.

Karena keterampilan proses sains siswa merupakan keterampilan dasar untuk meningkatkan nilai sikap serta keterampilan siswa.

Penelitian (Siw, dkk, 2013) menyebutkan bahwa ada pengaruh pembelajaran berbasis proyek dengan keterampilan proses sains ditijau dari gaya kognitif siswa.

2.6

Kerangka Berpikir

Ide pokok dibalik Project Based Learning adalah untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik sehingga dapat menimbulkan sikap yang kreatif dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan.

Tahap operasional ini, anak seusia mereka memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Peserta didik lebih tertarik untuk mengamati hal yang menarik baginya. Dalam hal ini, pembelajaran yang berorientasi chemoentrepreneurship sangat membantu


(50)

mengarahkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran yang langsung dikaitkan dengan produk nyata.

Metode Project Based Learning merupakan salah satu dari metode-metode pembelajaran yang membantu peserta didik menggali informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan cara-cara mengekspresikan diri sendiri dengan melihat proyek-proyek yang telah disediakan oleh guru. Selain itu guru juga mengajari bagaimana cara menemukan ide-ide yang berkaitan dengan proyek yang tersedia. Salah satu strategi mengajar yang menekankan keaktifan peserta didik dan meningkatkan keterampilan proses sains. Menurut teori ini, peserta didik di dalam proses belajar membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi atas apa yang sudah dimiliki dengan lingkungannya pada situasi baru. Metode pembelajaran Project Based Learning memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menguji gagasannya, mengemukakan pendapat berdasarkan pengetahuan awal yang sudah dimiliki sebelumnya dan pengetahuan yang di dapat selama proses belajar berlangsung.

Diharapkan juga peserta didik akan lebih bersemangat dalam belajar karena menggunakan metode yang berbeda dari yang biasanya hanya berupa metode ceramah saja. Koloid merupakan materi yang bersifat teori dan hafalan. Namun sesungguhnya sangat dekat dengan kehidupan peserta didik. Materi koloid merupakan materi yang nyata dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bidang farmasi, makanan, kosmetik. Oleh karena itu alangkah baiknya jika kita mengajak peserta didik untuk lebih menyenangi materi ini dengan


(51)

memberikan pendekatan pembelajaran yang menarik bagi peserta didik dan mengajak peserta didik untuk mengerjakan tantangan dengan dunia nyata dimana melakukan dan mengalaminya sendiri sehingga kreatifitasnya dapat berkembang. Demikian, penggunaan model pembelajaran Project Base Learning yang berbasis

chemoentrepreneurship akan dapat meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik ke arah yang lebih baik pada materi ajar sistem koloid. Kerangka berpikir pada penelitian ini lebih dijelaskan pada Gambar 2.1.

10

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Pembelajaran berpusat pada peserta didik dan pendekatan secara KPS

Pembelajaran berpusat pada guru keterampilan proses sains (KPS) kurang berkembang Indikator KPS 1) Investigasi 2) Observasi 3) Klasifikasi 4) Interpretasi 5) Prediksi 6) Komunikasi Inovasi Pembelajaran PjBL Langkah PjBL

1) Star with the Essential Question 2) Design a Plan

for the Project 3) Creat a

schedule 4) Monitor the

student and the progress of the project 5) Assess the

boutcome 6) Evaluate the

experience

Metode PjBL yang di gunakan dapat meningkatkan KPS


(52)

2.7 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti mengajukan hipotesis metode

Project Based Learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik pada materi koloid.


(53)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Penentuan Subjek Penelitian

3.1.1 Populasi

Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajarai sifat-sifatnya (Sudjana, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA N 1 BERGAS Kabupaten Semarang tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari 3 kelas yaitu kelas XI IPA1 sampai XI IPA 3. Banyaknya siswa dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jumlah Siswa Kelas XI SMA N 1 Bergas

Kelas Jumlah Siswa

XI IPA 1 31

XI IPA 2 32

XI IPA 3 32

(sumber: Administrasi kesiswaan SMA N 1 Bergas Tahun ajaran 2014/2015) 3.1.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling. Pengambilan sampel penelitian di dalam populasi berupa kelompok yang dilakukan secara acak, dimana kelas-kelas


(54)

tersebut yang berdistribusi normal dan memiliki homogenitas yang sama. Salah satu kelas bertindak sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas lainnya sebagai kelas kontrol.

3.2

Variabel Penelitian

3.2.1 Variabel bebas

Variabel bebas atau variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2012). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen yaitu metode Project Based Learning berbasis Chemoentrepreneurship, sedangkan pada kelas kontrol tanpa menggunakan metode metode Project Based Learning berbasis

Chemoentrepreneurship. 3.2.2 Variabel terikat

Variabel terikat atau variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012).Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains siswa SMA Negeri 1 Bergas.

3.2.3 Variabel kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh


(55)

faktor luar yang tidak diteliti (Sugiyono, 2012).Variabel kontrol dalam penelitian ini antara lain kurikulum KTSP, RPP, guru, materi, dan jumlah jam pelajaran.

3.3

Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi dilakukan dengan mengambil dokumen atau data-data yang mendukung penelitian. Hal ini mengenai nama-nama siswa anggota populasi dan data nilai ujian semester ganjil mata pelajaran kimia. Data yang dikumpulkan ini digunakan untuk análisis tahap awal.

3.3.2 Metode Tes

Metode tes digunakan untuk mendapatkan data tentang keterampilan proses sains siswa yang diajar menggunakan pembelajaran Project Based Learning maupun siswa yang tidak diajar dengan menggunakan pembelajaran Project Based Learning

untuk materi kimia koloid. Perangkat tes yang digunakan adalah soal keterampilan proses sains berupa pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban.

3.3.3 Metode Observasi

Metode observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung terutama pada sikap dan keterampilan labolatorium siswa. Metode observasi ini digunakan untuk mengetahui pencapaian keterampilan proses sains siswa pada ranah sikap dan keterampilan laboratorium siswa. Pengamatan sikap dan keterampilan laboratorium kedua kelas dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan oleh guru pengampu dan observer.


(56)

3.3.4 Angket

Angket berguna untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran

Project Based Learning berbasis Chemoentreprenurship yang telah diberikan pada siswa di akhir seluruh pertemuan kegiatan pembelajaran.

3.4

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 3.4.1 Tahap Persiapan

1) Menyusun skenario pembelajaran yang sesuai dan menyusun perangkat pembelajaran seperti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan lembar kegiatan siswa (LKS).

2) Menyusun instrumen penelitian berupa soal tes obyektif, lembar observasi dan lembar angket kepada kelas yang telah ditentukan.

3) Melakukan konsultasi instrumen. 3.4.2 Tahap Pelaksanaan

1) Pemberian pretest kepada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

2) Pemberian perlakuan kepada kelompok eksperimen yaitu menerapkan metode pembelajaran Project Based Learning dengan bantuan LKS.

3) Pemberian perlakuan kepada kelompok kontrol yaitu tanpa menggunakan metode

Project Based Learning.

4) Pemberian postest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 5) Tahap pengukuran hasil eksperimen.


(57)

Pada tahap ini, pengukuran atau penilaian pada sikap siswa dilakukan pada saat proses pembelajaran. Penilaian untuk soal keterampilan proses sains dilakukan setelah memperoleh pembelajaran, sedangkan untuk keterampilan laboratorium dilakukan saat proses pembelajaran. Penilaian pada siakap siswa menggunakan angket, untuk keterampilan laboratorium dengan menggunakan lembar observasi, sedangkan penilaian pada soal keterampilan proses sains dengan menggunakan tes obyektif.

3.5

Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest–Posttest Control Group Design yaitu desain eksperimen dengan melihat perbedaan pretest maupun

posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Desain Penelitian “Pretest – Posttest Control Group Design

Kelompok Awal Perlakuan Akhir

Eksperimen Kontrol

Y1 Y1

X1 X2

Y2 Y2

Keterangan : Y1 = pretes Y2 = postes

X1 = pembelajaran menggunakan metode pembelajaran PjBL X2 = pembelajaran menggunakan metode ceramah (Sukardi, 2008).


(58)

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Kualitas instrumen menentukan kualitas data yang terkumpul (Suharsimi, 2008). Instrumen yang dibuat untuk penelitian yaitu: silabus, rencana pembelajaran, LKS, angket, lembar observasi keterampilan labolatorium, serta soal keterampilan proses sains pretest dan posttest. Sebelum alat pengumpulan data yang berupa tes obyektif digunakan untuk pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan uji coba. Hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui apakah memenuhi syarat sebagai alat pengambil data atau tidak. Instrumen yang diuji cobakan dalam penelitian ini yaitu : soal keterampilan proses sains untuk pretest dan posttest.

3.6.1 Materi

Materi pokok dalam penelitian ini yaitu materi pelajaran kimia kelas XI semester genap materi koloid dengan merujuk pada silabus dan kurikulum KTSP. 3.6.2 Metode Penyusunan Instrumen

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk memperoleh data adalah: 1) Lembar observasi sikap, keterampilan labolatorium.

2) Angket tanggapan siswa tentang pembelajaran menggunakan metodel Project Based Learning.


(59)

Sebelum mengadakan pembelajaran harus dipersiapkan perangkat pembelajaran yang dituangkan dalam silabus dan RPP. Berbagai rancangan pembelajaran yang disusun peneliti disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu diuji cobakan pada siswa di luar sampel. Uji coba soal dilakukan pada siswa kelas yang sudah mendapat materi koloid. Tujuan uji coba adalah untuk memperoleh butir tes yang mempunyai kategori baik dan bisa dipakai untuk penelitian. Analisis perangkat tes adalah analisis untuk mengetahui validitas,daya pembeda soal, tingkat kesukaran soal dan reliabilitas. a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (suharsimi, 2008)

Validitas tes dalam penelitian ini ada dua macam yaitu validitas isi soal dan validitas butir soal.

1) Validitas Isi Soal

Untuk memenuhi validitas isi soal, sebelum instrumen disusun, peneliti menyusun kisi-kisi soal terlebih dahulu berdasarkan kurikulum yang berlaku, selanjutnya dikonsultasikan dengan guru pengampu dan dosen pembimbing.

2) Validitas Butir Soal

Pengukuran validitas butir soal dalam penelitian ini digunakan rumus koefisien korelasi poin biseral yaitu:


(60)

rpbis

Keterangan:

rpbis = koefisien korelasi point biseral

Mp = rerata skor siswa yang menjawab benar Mt = rerata skor siswa total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar q = proporsi siswa yang menjawab salah q= 1 – p

Hasil perhitungan rpbis dikoreksi ke dalam thit untuk mencari signifikasi dengan rumus:

thit

√ √

Keterangan:

t = t (hitung)atau nilai t yang diperoleh melalui perhitungan

γbi= koefisien korelasi point biserial n = jumlah siswa

Kriteria: Jika tTabel > thit dengan dk = (n–2) maka butir soal tersebut valid. (Suharsimi, 2008)

Berdasarkan analisis uji coba menunjukkan bahwa terdapat 20 butir soal uji coba yang valid dari 30 soal objektif, yaitu nomor 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,


(61)

15, 18, 22, 23, 24, 25, dan 27. Soal-soal valid tersebut belum tentu dapat dipakai sebagai soal post test, karena selain valid, soal yang dijadikan sebagai soal pos test

juga harus memenuhi kriteria daya pembeda, indeks kesukaran, dan reliabilitas. b. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah (Suharsimi, 2008). Adapun yang menunjukan besarnya daya beda disebut indeks diskriminasi dan disingkat D. Langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung besarnya daya beda soal sebagai berikut:

1) Seluruh siswa tes dibagi dua yaitu kelas atas dan kelas bawah

2) Mengurutkan skor hasil tes uji coba mulai dari skor teratas sampai skor terbawah 3) Menghitung indeks diskriminasi soal dengan rumus :

(Suharsimi, 2008) Keterangan:

D = Daya beda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar


(62)

Klasifikasi daya pembeda sebagai berikut: 0,0 < D 0,2 daya pembeda jelek (poor)

0,2< D 0,4 daya pembeda cukup (satisfactory) 0,4< D  0,7 daya pembeda baik (good)

0,7< D ≤ 1,0 daya pembeda baik sekali (excellent)

Bila D negatif, semua jenjang tidak baik. Sehingga butir soal yang mempunyai D negatif, sebaiknya dibuang. (Suharsimi, 2008)

Bila D negatif, semua jenjang tidak baik. Sehingga butir soal yang mempunyai D negatif, sebaiknya dibuang. (Suharsimi, 2008). Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda soal maka diperoleh hasil pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Objektif Kriteria Baik sekali Baik Cukup Jelek Butir soal 6, 8, 9, 10, 11,

14, 18, 24, 27

1, 2, 4, 5, 7, 12, 13, 15, 22, 23, 25

3, 16, 17, 19, 20, 21, 26, 28, 29,30

Jumlah 0 9 11 10

c. Analisis Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah (tingkat kesukaran seimbang). Soal yang baik akan benar-benar dapat mengukur kemampuan siswa yang diteliti. Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran yang besarnya antara 0,00 – 1,00 diambil dari buku (Sudjana, 2005). Tingkat kesukaran soal bisa dihitung dengan menggunakan rumus:


(63)

IK

Keterangan:

IK = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Klasifikasi taraf kesukaran sebagai berikut: soal dengan 0,00 < IK < 0,30 adalah soal sukar; soal dengan 0,31 < IK < 0,70 adalah soal sedang; soal dengan 0,71 < IK < 1,00 adalah soal mudah

Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal diperoleh soal yang termasuk kategori

“mudah” yaitu soal nomor 16, 17, 21, 28, 29, 30. Soal yang termasuk kategori

“sedang” yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27. Soal yang termasuk kategori “sukar” yaitu nomor 5.

d. Uji Reliabilitas Soal

Reliabilitas soal adalah ketepatan suatu tes apabila diteskan pada objek yang sama (Suharsimi, 2008). Seperangkat tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat memberikan hasil tes yang tetap, artinya apabila tes tersebut dikenakan pada sejumlah subyek yang sama pada waktu lain, maka hasilnya akan tetap sama atau relatif sama. Untuk mengetahui reliabilitas soal untuk soal obyektif, maka digunakan rumus sebagai berikut :


(64)

Jika r11> rTabel maka tes tersebut dikatakan reliabel Keterangan :

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan n = banyaknya butir soal

p = proporsi subjek yang menjawab benar pada sesuatu butir soal q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 - p) S2 = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

Harga r11 yang dihasilkan jika r11 > 0,7 maka instrumen tersebut reliabel (Suharsimi,

2008). Berdasarkan hasil perhitungan, maka diperoleh r11 sebesar 0,94 sehingga soal objektif dinyatakan reliabel.

3.7

Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap awal yang merupakan tahap pemadanan sampel dan tahap akhir yang merupakan tahap analisis data untuk menguji hipotesis penelitian.

3.7.1Analisis Data Awal

3.7.1.1Uji Normalitas

Uji ini berfungsi untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Hal ini juga menentukan uji statistik selanjutnya. Jika data terdistribusi normal, uji statistiknya adalah uji parametrik sedangkan jika data terdistribusi tidak normal uji statistiknya adalah uji non parametrik.

Langkah-langkah uji normslitas adalah sebagai berikut:


(65)

2) Menentukan rata-rata data interval dengan rumus

̅

=

∑ ∑

3) Menentukan simpangan baku data interval dengan persamaan

S =

∑ ∑

4) Menentukan batas-batas interval

5) Menentukan angka standar dengan rumus

Z = ̅

6) Menentukan luas daerah

7) Menentukan frekuensi harapan yang merupakan hasil kali luas daerah dengan jumlah peserta

8) Menentukan chi kuadrat dengan rumus

Keterangan:

2

= chi kuadrat

Oi = frekuensi pengamatan Ei = frekuensi yang diharapkan k = banyak kelas interval


(1)

235

31 E-31 2 4 3 3 4 3 3 3 3 3

32 E-32 3 3 4 3 3 2 3 3 3 2

93 99 104 104 112 98 101 97 94 93

RATA-RATA = 2.90625 3.09375 3.25 3.25 3.5 3.0625 3.15625 3.03125 2.9375 2.90625 KRTERIA

= CUKUP SEDANG TINGGI TINGGI TINGGI SEDANG TINGGI SEDANG CUKUP CUKUP SS = 25.00% 28.13% 28.13% 25.00% 53.13% 25.00% 21.88% 15.63% 13% 12.50% S = 43.75% 53.13% 65.63% 75.00% 43.75% 59.38% 71.88% 71.88% 71.88% 62.50% KS = 28% 18.75% 6.25% 0.00% 0.00% 15.63% 6.25% 12.50% 15.63% 25.00%


(2)

236

No Kodesiswa

11 12 13 14 15 16 17 18 19

3 3 4 4 4 4 4 2 3

1 E-01

3 3 3 4 4 3 3 4 3

2 e-02

3 4 3 3 3 4 3 3 4

3 e-03

4 3 4 4 3 3 3 3 3

4 E-04

3 3 3 3 3 3 4 4 3

5 E-05

4 4 3 3 3 3 3 3 3

6 E-06

3 3 2 2 3 2 3 3 3

7 E-07

3 3 3 3 3 3 3 3 3

8 E-08

3 4 4 4 4 4 3 3 3

9 E-09

2 3 3 3 3 2 3 3 2

10 E-10

3 3 3 3 3 4 4 3 4

11 E-11

4 3 3 3 3 3 3 3 3

12 E-12

4 3 3 3 3 3 4 3 3

13 E-13

3 3 3 3 3 3 3 3 3

14 E-14


(3)

237

15 E-15

4 3 3 3 3 3 3 4 4

16 E-16

3 3 3 3 3 2 2 3 2

17 E-17

3 3 3 3 4 3 3 4 3

18 E-18

3 3 3 3 3 3 2 3 4

19 E-19

3 3 2 3 3 3 3 3 3

20 E-20

4 4 3 4 4 3 3 4 4

21 E-21

4 3 3 3 4 3 3 4 4

22 E-22

3 3 3 3 3 4 3 2 3

23 E-23

3 3 3 3 3 3 4 3 2

24 E-24

4 3 3 3 3 3 3 3 2

25 E-25

3 3 3 3 4 4 4 4 4

26 E-26

3 3 2 3 3 3 3 3 3

27 E-27

3 3 3 3 3 4 3 2 3

28 E-28

4 3 3 3 3 3 3 3 3

29 E-29

3 3 3 3 3 3 2 3 2

30 E-30


(4)

238

31 E-31

4 3 4 3 3 3 4 4 3

32 E-32

106 101 98 101 104 100 100 101 98

3.3125 3.15625 3.0625 3.15625 3.25 3.125 3.125 3.15625 3.0625

RATA-RATA =

TINGGI TINGGI SEDANG TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI

KRTERIA =

34.38% 15.63% 15.63% 21.88% 25.00% 21.88% 25.00% 25.00% 25.00%

SS =

59.38% 84.38% 75.00% 71.87% 75.00% 68.75% 62.50% 65.63% 56.25%

S =

6.25% 0.00% 9% 6.25% 0.00% 9.38% 12.50% 9.38% 18.75%

KS =

0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

TS =

Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju


(5)

239

Realiabilitas Lembar Observasi Lembar Angket Tanggapan Siswa

r11

=

1163.688

-

145.433

1163.688

+

581.7319

Reliabilitas = 0,7

Karena r11

0,7, makalembarpsikomotorikreliabel

Varians

JK

db

MK

X

JKT

40539

95

9470.99

Jkreters

31522

2

454.1458

JKs

36074

31

1163.688172


(6)

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP

11 78 199

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN PEMAHAMAN Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Dan Pemahaman Konsep Matematika (PTK Pada Siswa Kel

0 2 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN PEMAHAMAN Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Dan Pemahaman Konsep Matematika (PTK Pada Siswa Kela

0 1 13

PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA TOPIK TEKANAN.

0 2 50

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMP PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA.

0 5 48

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM MELALUI INKUIRI TERBIMBING DAN VERIFIKASI PADA KONSEP FOTOSINTESIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

1 4 53

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA SUBKONSEP DIFUSI OSMOSIS.

3 13 47

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI PADA MATERI CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP.

0 0 50

PENERAPAN ASESMEN KINERJA PADA PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP MATERI CAHAYA SISWA SMP.

5 9 32

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Pratikum Pada Topik Pengukuran Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP

0 0 11