Perbandingan Kadar High Sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) Pada Perokok Aktif Berat, Perokok Aktif Ringan, dan Nonperokok.
ABSTRAK
PERBANDINGAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-CRP) PADA PEROKOK AKTIF BERAT, PEROKOK AKTIF
RINGAN, DAN NONPEROKOK
Anggitha Raharjanti, 2014. Pembimbing I: Adrian Suhendra,dr.,Sp.PK.,M.Kes. Pembimbing II : Christine Sugiarto,dr.,Sp.PK.
Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO pada tahun 2012, konsumsi rokok terus meningkat setiap tahunnya. Kandungan zat dalam rokok disertai pajanan dalam tubuh yang berulang-ulang dapat merangsang proses inflamasi yang mengakibatkan keluarnya
mediator inflamasi seperti C-Reactive Protein (CRP). Pada inflamasi kronik, kadar CRP mengalami penurunan sehingga dilakukan pemeriksaan lain yaitu
high sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) untuk memeriksa kadar CRP yang
sangat rendah. Pemeriksaan kadar hsCRP penting sebagai prediktor dari penyakit kardiovaskuler. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa
merokok dapat meningkatkan kadar hsCRP.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional analitik secara
cross sectional, dengan subjek laki-laki sebanhyak 60 orang yang memenuhi
kriteria inklusi berdasarkan Indeks Brinkman, yaitu perokok berat (IB ≥ 400), perokok ringan (IB < 400), dan non perokok (IB = 0). Analisis data dengan menggunakaN uji non parametrik Kruskal-Wallis dan jika terdapat perbedaan bermakna akan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan α = 0,05.
Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat perbedaan sangat bermakna antarkelompok perokok aktif berat (0,857), perokok aktif ringan (2,293), dan non perokok (2,7955) dengan p < 0,001.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kadar hsCRP pada non perokok, perokok aktif ringan, dan perokok aktif berat, dengan urutan dari
yang paling tinggi sampai ke paling rendah adalah perokok aktif berat, perokok aktif ringan, dan non perokok.
(2)
ABSTRACT
THE COMPARISON OF HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-CRP) LEVELS IN ACTIVE HEAVY SMOKERS, ACTIVE LIGHT SMOKERS,
AND NONSMOKERS
Anggitha Raharjanti, 2014 1st Advisor: Adrian Suhendra, dr., Sp.PK., M.Kes. 2nd Advisor: Christine Sugiharto, dr., Sp.PK.
Currently, cigarette smoking had become a lifestyle in all parts of the world. According to the World Health Organization, cigarette consumption rise constantly each year. Substances within cigarettes, accompanied by chronic exposure to the body cause an inflammatory process marked by an increase in inflammatory mediators, particularly C-Reactive Protein (CRP). In chronic inflammation, CRP levels decrease, which calls for high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) testing to assess extremely low levels of CRP. High sensitivity CRP testing is an important predictor for cardiovascular diseases.
This study aims to prove that smoking could increase hs-CRP levels.
This study is a cross-sectional, analytical study with an observational design. The subject of this study are sixty male subjects, which fulfilled the inclusion criterion according to the Brinkman Index, namely heavy smokers (Brinkman
Index ≥ 400), light smokers (Brinkman Index ≤ 400), and nonsmokers (Brinkman
Index = 0). Data analysis is performed with nonparametric Kruskal-Wallis test, followed by Mann-Whitney test with α=0.05.
The results of this study showed that there is a highly significant intergroup difference between active heavy smokers (0.857), active light smokers (2.293), and nonsmokers (2.7955) with p < 0.01.
This study concludes that there is a difference between hs-CRP levels in nonsmokers, active light smokers, and active heavy smokers. Respectively, the highest to lowest hs-CRP levels are found in heavy smokers, light smokers, and nonsmokers.
(3)
DAFTAR ISI
halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 3
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
1.5. Kerangka Pemikiran ... 4
1.6. Hipotesis Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Histologi Pembuluh Darah ... 6
2.2. Rokok ... 9
2.2.1. Kebiasaan Merokok ... 9
2.2.2. Bahan Kimia yang Terkandung dalam Rokok... 10
2.2.3. Merokok dan Kesehatan ... 11
2.3. Aterosklerosis ... 13
2.4. Hubungan Merokok dan Aterosklerosis ... 18
(4)
2.5.1. Sejarah C-Reactive Protein ... 21
2.5.2. Struktur C-Reactive Protein ... 22
2.5.3. Sintesis C-Reactive Protein ... 23
2.5.4. Perbedaan C-Reactive Protein dan High Sensitivity C-Reactive Protein ... 24
2.5.5. Metode Pemeriksaan C-Reactive Protein ... 25
2.5.6. Metode Pemeriksaan High Sensitivity C-Reactive Protein dengan Imunonefelometri ... 25
2.5.7. Faktor Interferensi Pemeriksaan High Sensitivity C-Reactive Protein dengan Imunonefelometri .... 26
2.6. C-Reactive Protein dan Aterosklerosis ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1. Bahan, Alat dan Subjek Penelitian ... 28
3.1.1. Bahan Penelitian ... 28
3.1.2. Alat Penelitian ... 28
3.1.3. Subjek Penelitian ... 28
3.2. Metode Penelitian ... 29
3.2.1. Desain Penelitian ... 29
3.2.2. Variabel Penelitian... 29
3.2.2.1. Definisi Konsepsional Variabel ... 29
3.2.2.2. Definisi Operasional Variabel ... 29
3.2.3. Besar Sampel ... 30
3.3. Prosedur Kerja ... 31
3.3.1. Cara Pemeriksaan ... 31
3.4 Metode Analisis ... 32
3.5 Hipotesis Statistik ... 32
3.6. Aspek Etik Penelitian ... 33
(5)
BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN UJI HIPOTESIS .. 34
4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 34
4.2. Uji Hipotesis ... 36
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 39
5.1. Simpulan ... 39
5.2. Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 41
LAMPIRAN ... 44
(6)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel karakteristik Pembuluh Darah Arteri ... 7
Tabel 2.2 Tabel karakteristik Pembuluh Darah Vena ... 8
Tabel 4.1 Rerata Kadar high sensitive C-Reactive Protein Serum pada nonperokok, perokok aktif ringan, dan perokok aktif berat ... 34
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Varians ... 34
Tabel 4.3 Tabel Hasil Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis ... 34
(7)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kandungan Zat dalam Rokok ... 11 Gambar 2.2 Atherosklerosis ... 14 Gambar 2.3 Struktur C-Reactive Protein (CRP) ... 23
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pernyataan Persetujuan Untuk Ikut Serta Dalam Penelitian
(Informed Consent) ... 44 Lampiran 2. Data Hasil Penelitian ... 45 Lampiran 3. Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian ... 46
(9)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh
dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus menerus meningkat setiap tahunnya. Jumlah rokok yang dikonsumsi telah mencapai 5.328 miliar batang pada tahun 1999, lalu meningkat menjadi 5.711 miliar batang pada tahun 2000 dan jumlahnya semakin meningkat menjadi 5.884 miliar batang pada tahun 2009 (Eriksen, Mackay, & Ross, 2012).
Banyak hal yang menjadi alasan seseorang untuk terus merokok, seperti faktor lingkungan, kecanduan, dan rokok pun dianggap dapat membuat seseorang
lebih waspada dan tenang terutama saat cemas, padahal sebagian besar perokok sudah mengetahui tentang bahaya dari merokok itu sendiri. Jumlah perokok sebanyak 2,3 miliar orang di seluruh dunia (World Health Organization, 2013). Hasil penelitian WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah perokok laki-laki 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perokok perempuan. Data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2011 juga menyebutkan bahwa di Indonesia, laki-laki yang menjadi perokok sebanyak 67% dan perempuan yang menjadi perokok sebanyak 2,7%. Prevalensi perokok laki-laki dan perempuan di Indonesia terus meningkat. Menurut WHO, Indonesia berada diposisi ke-4 dengan jumlah perokok terbanyak (World Health Organization, 2013).
Rokok menyebabkan kematian pada hampir setengah dari penggunanya. Di seluruh dunia, sudah tercatat hampir 6 juta kasus kematian setiap tahunnya dan
angka ini diprediksi akan meningkat hingga 8 juta orang pada tahun 2030 (World Health Organization, 2013). Menurut laporan WHO, di seluruh dunia
telah terjadi 16% kematian pada perokok laki-laki, dan 7% kematian pada
perokok perempuan. Kasus kematian telah terjadi sebanyak 450.000 kasus di Amerika setiap tahunnya (Goldman & Schafer, 2012) dan terjadi 200.000 kasus
(10)
2
kematian juga di Indonesia setiap tahunnya (Barber, Adioetomo, Ahsan, & Setyonaluri, 2008).
Perokok memiliki risiko terkena penyakit jantung koroner dan stroke hingga 2 sampai 4 kali lipat. Pada perokok laki-laki risiko terkena kanker paru meningkat 23 kali lipat dan pada perokok perempuan risiko terkena kanker paru meningkat
13 kali lipat (Centers for Disease Control and Prevention, 2014). Proses patologis akibat merokok berhubungan erat dengan jumlah rokok yang
dikonsumsi tiap harinya. Semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi setiap harinya dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kronik. American Cancer
Society (1959-1979) yang melakukan percobaan pada 1.078.894 orang dewasa
selama 20 tahun melaporkan bahwa pada perokok ringan (konsumsi <10 batang/hari) terdapat peningkatan risiko kanker paru sebanyak
2 sampai 4 kali lebih besar, lalu pada perokok sedang (konsumsi 10-20 batang/hari) terdapat peningkatan risiko 8 kali lebih besar dan
pada perokok berat (konsumsi >20 batang/hari) risikonya meningkat hingga 14 kali lebih besar, masing-masing kelompoknya dibandingkan dengan nonperokok (Hoepodio, 1981). Menurut data RISKESDAS tahun 2010, jumlah
perokok di Indonesia berdasarkan kategorinya yaitu perokok ringan sebanyak 52,3%, perokok sedang sebanyak 41%, perokok berat sebanyak 4,7%,
dan perokok sangat berat (konsumsi >30 batang/hari) sebanyak 2,7% (Survey Kesehatan Rumah Tangga, 2008).
Rokok mengandung lebih dari 7000 bahan kimia berbahaya yang beberapa diantaranya merupakan bahan iritan dan terdapat 69 zat yang bersifat karsinogenik. Paparan kandungan zat pada rokok terhadap tubuh secara berulang-ulang dapat merangsang proses inflamasi.
Pada proses inflamasi akut dihasilkan beberapa mediator seperti
C-Reactive Protein (CRP) yang disekresi oleh hati. Pemeriksaan kadar CRP
serum merupakan prosedur yang sering dilakukan sebagai penanda proses inflamasi akut. Pada kasus inflamasi kronik kadar CRP serum mengalami penurunan, sehingga dilakukan pemeriksaan lain, yaitu high sensitivity C-Reactive
(11)
3
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang perbandingan kadar hsCRP serum antara perokok aktif berat, perokok aktif ringan, dan non perokok.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah penelitian ini adalah:
Apakah kadar hsCRP serum pada perokok aktif berat lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok
Apakah kadar hsCRP serum perokok aktif ringan lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok
Apakah kadar hsCRP serum perokok aktif berat lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif ringan
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mengetahui kadar hsCRP serum pada perokok aktif berat, perokok aktif ringan, dan
nonperokok.
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk membuktikan bahwa merokok dapat meningkatkan kadar hsCRP.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat ilmiah (akademis) adalah hasil penelitian ini dapat memberikan informasi klinis tentang pemeriksaan kadar hsCRP darah untuk digunakan sebagai penanda inflamasi kronik pada perokok aktif.
Manfaat praktis (klinis) adalah informasi yang didapat dari hasil percobaan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran para perokok aktif tentang pentingnya pemeriksaan dini kadar hsCRP darah untuk mengurangi risiko penyakit yang berhubungan dengan rokok.
(12)
4
1.5 Kerangka Pemikiran
C-Reactive Protein (CRP) merupakan protein fase akut yang nonspesifik. C-Reactive Protein termasuk golongan pentraxin yang termasuk dalam
calcium-dependent ligand yang terikat dalam protein plasma, terdiri dari lima
subunit nonglicosylated polypeptide yang masing-masing berisi 206 residu asam amino (Peppys & Hirschfield, 2003). Kadar CRP meningkat pada saat terjadi inflamasi dan dapat menurun oleh pengaruh beberapa obat seperti statin, kortikosteroid, niasin, dan fibrat. C-Reactive protein memiliki waktu paruh sekitar 19 jam dan disintesis terutama di hati, namun dapat juga berasal dari plak aterosklerosis, monosit, limfosit, neuron, dan tumor. Produksi CRP dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai macam faktor misalnya Interleukin-1 (IL-1),
Interleukin 6 (IL-6), dan Tumor Necrotizing Factor (TNF) (Pepys & Hirschfield, 2003).
Rokok berhubungan dengan peningkatan faktor risiko penyakit-penyakit kronik seperti penyakit kardiovaskuler. Bahan kimia yang terdapat dalam rokok, seperti nikotin dan nitrit oksida, terus-menerus terakumulasi dalam darah akan menyebabkan cedera endotel kronik yang kemudian merangsang respon cedera berupa perlekatan dari monosit dan trombosit pada endotel, selanjutnya akan terjadi migrasi dari sel monosit dan sel otot polos yang berasal dari tunika media ke dalam tunika intima. Lalu terjadi proliferasi dari sel otot polos, pengendapan kolagen dan lemak ekstrasel pada tunika intima yang akhirnya membentuk suatu plak aterosklerosis (Robbins & Cotran, 2005).
Plak aterosklerosis akan merangsang proses inflamasi yang dapat memberikan sinyal ke hati untuk sekresikan CRP. Pada keadaan seperti ini pemeriksaan kadar CRP dapat dilakukan sebagai penanda respon inflamasi akut. Inflamasi yang terjadi terus menerus akan menjadi kronik, sehingga kadar CRP tidak akan meningkat lagi. Dalam keadaan CRP yang rendah dalam darah, pemeriksaan kadar CRP konvensional kurang dapat membantu dan digantikan oleh pemeriksaan kadar hsCRP (Rifai, 2006).
(13)
5
1.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
Kadar hsCRP serum perokok aktif berat lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok
Kadar hsCRP serum perokok aktif ringan lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok
Kadar hsCRP serum perokok aktif berat lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif ringan
(14)
39
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan dari penelitian ini :
Kadar hsCRP serum pada perokok aktif berat lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok
Kadar hsCRP serum pada perokok aktif ringan lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok
Kadar hsCRP serum pada perokok aktif berat lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif ringan
5.2 Saran
Pemeriksaan kadar hsCRP serum sebaiknya dilakukan sebagai prediktor penyakit kardiovaskuler terutama dengan faktor risiko merokok.
Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pada perokok pasif, mantan perokok, perokok berjenis kelamin wanita, dan jenis rokok yang
(15)
46
RIWAYAT HIDUP
Nama : Anggitha Raharjanti
Nomor Pokok Mahasiswa : 1110092
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 6 Agustus 1993
Alamat : Jalan Pesantren Komp. Budi Asri 19 Cimahi
Riwayat Pendidikan : - TK Widya Iswara Bandung, 1999 - SD Negeri Dr. Cipto Bandung, 2005 - SMP Negeri 2 Bandung, 2008 - SMA Negeri 3 Bandung, 2011
- Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung
(16)
PERBANDINGAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-CRP) PADA PEROKOK AKTIF BERAT, PEROKOK AKTIF RINGAN,
DAN NONPEROKOK
THE COMPARISON OF HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (hs-CRP) LEVELS IN ACTIVE HEAVY SMOKERS, ACTIVE LIGHT SMOKERS,
AND NONSMOKERS
Adrian Suhendra1, Christine Sugiarto1,Anggitha Raharjanti2
1Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, 2Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha
Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
ABSTRAK
Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO pada tahun 2012, konsumsi rokok terus meningkat setiap tahunnya. Kandungan zat dalam rokok disertai pajanan dalam tubuh yang berulang-ulang dapat merangsang proses inflamasi yang mengakibatkan keluarnya mediator inflamasi seperti C-Reactive Protein (CRP). Pada inflamasi kronik, kadar CRP mengalami penurunan sehingga dilakukan pemeriksaan lain yaitu high sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) untuk memeriksa kadar CRP yang sangat rendah. Pemeriksaan kadar hsCRP penting sebagai prediktor dari penyakit kardiovaskuler. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa merokok dapat meningkatkan kadar hsCRP. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional analitik secara cross sectional, dengan subjek laki-laki sebanhyak 60 orang yang memenuhi kriteria inklusi berdasarkan Indeks Brinkman, yaitu perokok berat (IB ≥ 400), perokok ringan (IB < 400), dan non perokok (IB = 0). Analisis data dengan menggunakaN uji non parametrik Kruskal-Wallis
dan jika terdapat perbedaan bermakna akan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan α =
0,05.
Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat perbedaan sangat bermakna antarkelompok perokok aktif berat (0,857), perokok aktif ringan (2,293), dan non perokok (2,7955) dengan p < 0,001.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kadar hsCRP pada non perokok, perokok aktif ringan, dan perokok aktif berat, dengan urutan dari yang paling tinggi sampai ke paling rendah adalah perokok aktif berat, perokok aktif ringan, dan non perokok.
(17)
ABSTRACT
Currently, cigarette smoking had become a lifestyle in all parts of the world. According to the World Health Organization, cigarette consumption rise constantly each year. Substances within cigarettes, accompanied by chronic exposure to the body cause an inflammatory process marked by an increase in inflammatory mediators, particularly C-Reactive Protein (CRP). In chronic inflammation, CRP levels decrease, which calls for high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) testing to assess extremely low levels of CRP. High sensitivity CRP testing is an important predictor for cardiovascular diseases.
This study aims to prove that smoking could increase hs-CRP levels.
This study is a cross-sectional, analytical study with an observational design. The subject of this study are sixty male subjects, which fulfilled the inclusion criterion according to the
Brinkman Index, namely heavy smokers (Brinkman Index ≥ 400), light smokers (Brinkman Index ≤ 400), and nonsmokers (Brinkman Index = 0). Data analysis is performed with nonparametric Kruskal-Wallis test, followed by Mann-Whitney test with α=0.05.
The results of this study showed that there is a highly significant intergroup difference between active heavy smokers (0.857), active light smokers (2.293), and nonsmokers (2.7955) with p < 0.01.
This study concludes that there is a difference between hs-CRP levels in nonsmokers, active light smokers, and active heavy smokers. Respectively, the highest to lowest hs-CRP levels are found in heavy smokers, light smokers, and nonsmokers.
Keywords: high sensitivity C-reactive Protein, active smokers, nonsmokers PENDAHULUAN
Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun2012, konsumsi rokok terus menerus meningkat setiap tahunnya. Jumlah rokok yang dikonsumsi telah mencapai 5.328 miliar batang pada tahun 1999, lalu meningkat menjadi 5.711 miliar batang pada tahun 2000 dan jumlahnya semakin meningkat menjadi 5.884 miliar batang pada tahun 2009.1
Banyak hal yang menjadi alasan seseorang untuk terus merokok, seperti faktor lingkungan, kecanduan, dan rokok pun dianggap dapat membuat seseorang lebih waspada dan tenang terutama saat cemas, padahal sebagian besar perokok sudah mengetahui tentang bahaya dari merokok itu sendiri. Jumlah perokok sebanyak 2,3 miliar orang di seluruh dunia.2
Hasil penelitian WHO yang ditulis
dalam Tobacco Atlas tahun 2010
menunjukkan bahwa jumlah perokok laki-laki 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perokok perempuan. Data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2011 juga menyebutkan bahwa di Indonesia, laki-laki yang menjadi perokok sebanyak 67% dan perempuan yang menjadi perokok sebanyak 2,7%. Prevalensi perokok laki-laki dan perempuan di Indonesia terus meningkat. Menurut WHO, Indonesia berada diposisi ke-4 dengan jumlah perokok terbanyak.2
Rokok menyebabkan kematian pada hampir setengah dari penggunanya. Di seluruh dunia, sudah tercatat hampir 6 juta kasus kematian setiap tahunnya dan angka ini diprediksi akan meningkat hingga 8 juta orang pada tahun 2030.2 Menurut
laporan WHO, di seluruh dunia telah terjadi 16% kematian pada perokok laki-laki, dan 7% kematian pada perokok perempuan. Kasus kematian telah terjadi
(18)
sebanyak 450.000 kasus di Amerika setiap tahunnya dan terjadi 200.000 kasus kematian juga di Indonesia setiap tahunnya.3,4
Perokok memiliki risiko terkena penyakit jantung koroner dan stroke hingga 2 sampai 4 kali lipat. Pada perokok laki-laki risiko terkena kanker paru meningkat 23 kali lipat dan pada perokok perempuan risiko terkena kanker paru meningkat 13 kali lipat.5 Proses patologis
akibat merokok berhubungan erat dengan jumlah rokok yang dikonsumsi tiap harinya. Semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi setiap harinya dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kronik. American Cancer Society (1959-1979) yang melakukan percobaan pada 1.078.894 orang dewasa selama 20 tahun melaporkan bahwa pada perokok ringan (konsumsi <10 batang/hari) terdapat peningkatan risiko kanker paru sebanyak 2 sampai 4 kali lebih besar, lalu pada
perokok sedang (konsumsi 10-20
batang/hari) terdapat peningkatan risiko 8 kali lebih besar dan pada perokok berat (konsumsi >20 batang/hari) risikonya meningkat hingga 14 kali lebih besar,
masing-masing kelompoknya
dibandingkan dengan nonperokok.6
Menurut data RISKESDAS tahun 2010, jumlah perokok di Indonesia berdasarkan kategorinya yaitu perokok ringan sebanyak 52,3%, perokok sedang sebanyak 41%, perokok berat sebanyak 4,7%, dan perokok sangat berat (konsumsi >30 batang/hari) sebanyak 2,7%.7
Rokok mengandung lebih dari 7000 bahan kimia berbahaya yang beberapa diantaranya merupakan bahan iritan dan terdapat 69 zat yang bersifat karsinogenik. Paparan kandungan zat pada rokok terhadap tubuh secara berulang-ulang dapat merangsang proses inflamasi.
Pada proses inflamasi akut dihasilkan beberapa mediator seperti C-Reactive Protein (CRP) yang disekresi oleh hati.
Pemeriksaan kadar CRP serum merupakan prosedur yang sering dilakukan sebagai penanda proses inflamasi akut. Pada kasus inflamasi kronik kadar CRP serum mengalami penurunan, sehingga dilakukan pemeriksaan lain, yaitu high sensitivity
C-Reactive Protein (hsCRP) untuk
memeriksa kadar CRP yang sangat rendah.8
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini menggunakan darah yang diambil dari pembuluh darah vena di lengan atas subjek penelitian, kemudian disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit, serum diambil dan dimasukkan ke dalam Cobas c111 untuk diperiksa kadar hs-CRP serumnya. Hasil yang keluar dari Cobas c111 dicatat sebagai kadar hs-CRP serum subjek penelitian tersebut.
ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji non parameterik
Kruskal-Wallis. Bila terdapat perbedaan bermakna maka dilanjutkan dengan uji
Mann Whitney dengan α = 0,05. Bila p <
0,05, maka perbedaan disebut bermakna. Tetepi jika p ≥ 0,05 maka hasil yang didapatkan adalah tidak bermakna.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Didapatkan rerata kadar hsCRP serum non perorkok adaalah 0,857, rerata kadar hsCRP serum perokok aktif ringan adalah 2,293, dan rerata kadar hsCRP serum perokok aktif berat adalah 2,7955. Uji homogenitas varian dapat dilihat di tabel 4.1, Hasil dari uji homogenitas varian didapatkan nilai p = 0,001 sehingga data variabel kadar hsCRP tidak memunyai varians yang sama atau tidak homogen (p <0,05).
(19)
Tabel 4.1 Hasil Uji Homogenitas Varians
Levene Statistic Sig.
7,753 0,001
Uji non parameterik Kruskal-Wallis dapat dilihat di tabel 4.2. Uji non parameterik Kruskal-Wallis dilakukan untuk melihat adanya perbedaan secara
statistik dan didapatkan hasil p = 0,000. Hal ini berarti terdapat perbedaan sangat bermakna (p < 0,01) antarkelompok.
Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis
hsCRP
Chi-Square 50,764
Df 2
P 0,000
Uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dengan hasil diuraikan di Tabel 4.3. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan kelompok non perokok (0,857 mg/L) dibandingkan dengan perokok aktif ringan
(2,293 mg/L) berbeda sangat bermakna dengan p = 0,000. Hal ini berarti perokok aktif ringan (2,293 mg/L) memunyai kadar hsCRP serum lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok (0,857 mg/L).
Tabel 4.3 Tabel Hasil Uji Mann-Whitney Antarkelompok Perlakuan
Perlakuan p
Non Perokok (0,857 mg/L) Perokok Aktif Ringan (2,293 mg/L) 0,000
Non Perokok (0,857 mg/L) Perokok Aktif Berat (2,795 mg/L) 0,000
Perokok Aktif Ringan (2,293 mg/L) Perokok Aktif Berat (2,795 mg/L) 0,000
Non perokok (0,857 mg/L)
dibandingkan dengan perokok aktif berat (2,795 mg/L) berbeda sangat bermakna dengan p = 0,000. Hal ini berarti perokok aktif berat (2,795 mg/L) memunyai kadar hsCRP serum lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok (0,857 mg/L).
Perokok aktif ringan (2,293 mg/L) dibandingkan dengan perokok aktif berat (2,795 mg/L) berbeda sangat bermakna dengan p = 0,000. Hal ini berarti perokok aktif berat (2,795 mg/L) memunyai kadar hsCRP serum lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif ringan (2,293mg/L). Jadi urutan kadar hsCRP serum dari yang paling tinggi sampai ke paling rendah adalah perokok aktif berat, perokok aktif ringan, dan non perokok. Hal ini disebabkan karena jumlah konsumsi rokok
dan lama merokok memengaruhi
peningkatan kadar hsCRP serum.
Pada penelitian ini terjadi peningkatan kadar hsCRP serum perokok aktif ringan dan perokok aktif berat. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa paparan rokok secara terus-menerus dapat menyebabkan aterosklerosis sehingga merangsang proses inflamasi kronis yang dapat meningkatkan kadar hsCRP serum.8
Metabolit asap rokok dalam darah dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan
endotel. Sitokin peradangan seperti TNF dapat merangsang ekspresi gen-gen endotel sehingga mendorong terjadinya aterosklerosis.9 Selain itu merokok juga
dapat mengganggu produksi NO dari endothelium, sehingga dapat menjadi
(20)
aterosklerosi.10 Pada awal aterogenesis sel
endotel mengekspresikan VCAM-1
sehingga mengikat leukosit, monosit dan limfosit T. Monosit akan bermigrasi ke tunika intima dan berdiferensiasi menjadi
makrofag yang selanjutnya akan
memfagosit LDL teroksidasi. Makrofag
tersebut juga akan menghasilkan
Interleukin-1 (IL-1) dan TNF.9 Proses
stimulasi IL-1, IL-6 dan TNF ini akan menyebabkan hepatosit menerima sinyal untuk kemudian memulai transkripsi kode DNA untuk sintesis CRP.11 Inflamasi yang
terjadi terus menerus selanjutnya akan menjadi kronik sehingga kadar CRP dalam darah pun tidak mengalami peningkatan lagi. Dalam keadaan CRP yang rendah dalam darah, pemeriksaan kadar CRP konvensional kurang dapat membantu dan digantikan oleh pemeriksaan kadar hsCRP.8
Penelitian yang dilakukan oleh
Wannamethee dkk menunjukan bahwa
kadar CRP serum pada perokok aktif lebih tinggi dibandingkan dengan mantan perokok dan kadar CRP serum mantan perokok lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok. Penelitian selanjutnya
dilakukan oleh Lowe dkk yang
membandingkan kadar CRP serum
perokok aktif dengan konsumsi rokok ≤ 14 batang per hari lebih rendah dibandingkan dengan perokok aktif dengan konsumsi > 15 batang per hari, dan kadar CRP serum pada mantan perokok yang sudah berhenti > 10 tahun lebih rendah dibandingkan dengan mantan perokok yang sudah berhenti merokok < 1 tahun.12
SIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kadar hsCRP serum pada perokok aktif berat lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok, kadar hsCRP serum pada perokok aktif ringan lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok, dan kadar hsCRP serum pada perokok aktif
berat lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif ringan
DAFTAR PUSTAKA
1. Eriksen, M., Mackay, J., & Ross, H. 2012. TheTobacco Atlas, Fourth Edition. Atlanta: the American Cancer Society. 2. World Health Organization. 2013.
Tobacco. World Health Organization. 3. Goldman, L., & Schafer, A. I. 2012.
Goldman's Cecil Medicine 24th ed. New York: Elsevier Inc.
4. Barber, S., Adioetomo, S., Ahsan, A., & Setyonaluri, D. 2008. Tobacco Economics in Indonesia. Paris:
International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease.
5. Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Health Effects of Cigarette Smoking. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. 6. Hoepodio, R. 1981. Menanggulangi
Masalah Rokok.
7. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). 2008. Jakarta: balitbangkes. 8. Rifai, N. 2006. hsCRP Guidance No
Term of Endearment. College of American Pathologist.
9. Robbins, S. L., & Cotran, R. S. 2005. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. New York: Elsevier Inc. 10. Powell, J. T. 1998. Vascular Damage
from Smoking: Disease Mechanisms at The Arterial Wall. Vascular Medicine Journal, 3: 21.
11. Black, S., Kushner, L., & Samols, D. 2004. C-Reactive Protein. The Journal Biological Chemistry, 19:279-90. 12. Tonstad, S., Cowan, J. L. 2009.
C-Reactive Protein as A Predictor of Disease in Smokers and Former Smokers: A Review. International Journal of Clinical Practice, 1634-1641.
(21)
40
DAFTAR PUSTAKA
Barber, S., Adioetomo, S., Ahsan, A., & Setyonaluri, D. 2008. Tobacco
Economics in Indonesia. Paris: International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease.
Black, S., Kushner, L., & Samols, D. 2004. C-Reactive Protein. The Journal
Biological Chemistry, 19:279-90.
Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Health Effects of Cigarette
Smoking. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention.
Daniel, J., Larson, D., Abston, S., & Ritzmann, S. 2000. Serum Protein Profiles in Thermal Burns II Protease Inhibitors, Complement Factor, and C-Reactive Protein. Journal Trauma, 14:153-62.
Eda, S., Kauffman, J., Molwitz, M., & Vorberg, E. 1999. A New Method of Measuring C-Reactive Protein, with a Low Limit of Detection Suitable for Coronary Heart Disease. Scand Journal Clin Lab Invest, 230:23-5.
Food and Drug Administration. 2005. Guidance for Industry - Review Criteria for
Assessment of C Reactive Protein (CRP), High Sensitive C-Reactive Protein (hsCRP) and Cardiac C-Reactive Protein (cCRP) Assays.
www.fda.gov/MedicalDevices/DeviceRegulationandGuidance/GuidanceD ocuments/ucm077167.htm, August 19th, 2014.
Eriksen, M., Mackay, J., & Ross, H. 2012. The Tobacco Atlas, Fourth Edition. Atlanta: the American Cancer Society.
Goldman, L., & Schafer, A. I. 2012. Goldman's Cecil Medicine 24th ed. New York: Elsevier Inc.
Harris, R., Stone, P., Hudson, A., & Stuart, J. 1984. C-Reactive Protein Rapid Assay Techniques for Monitoring Resolution of Infection in Immunosuppressed Patients. Journal Clinical Pathology, 37:821-5.
Hengst, Joan M. 2011. C-Reactive Protein in Infants with Suspected Sepsis: Laboratory Methods to Measure CRP. Adv Neonatal Care.
(22)
41
Koolman, J., & Rohm, K.-H. 2001. Colour Atlas of Biochemistery. Stuttgart: Georg Thieme Verlag.
Mangku, S. 1997. Usaha Mencegah Budaya Merokok. Jakarta: Gramedia.
Padmaningrum, R. T. 2007. Rokok Mengandung Zat Adiktif yang Berbahaya bagi Kesehatan. Jurnal Pendidikan Kimia FMIPA UNY, 1-7.
Pagana, K., & Pagana, T. 2010. Mosby's Manual of Diagnostic and Laboratory
Test Edisi ke-4. St.Louis-Missouri: Mosby Elsevier.
Peppys, M. B., & Hirschfield, G. M. 2003. C-Reactive Protein: A Critical Update.
Journal of Clinical Investigation, 1805-1812.
Powell, J. T. 1998. Vascular Damage from Smoking: Disease Mechanisms at The Arterial Wall. Vascular Medicine Journal, 3: 21.
Ridker, P. M. 2003. C-Reactive Protein, A Simple Test to Help Predict Risk of Heart Attack and Stroke. Journal American Heart Association
Rifai, N. 2006. hsCRP Guidance No Term of Endearment. College of American
Pathologist.
Robbins, S. L., & Cotran, R. S. 2005. Robbins & Cotran Pathologic Basis of
Disease. New York: Elsevier Inc.
Ross, M. H., & Pawlina, W. 2011. Histology: A Text and Atlas: with Corralated
Cell and Molecular Biology Sixth Edition. China: Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business.
Silalahi, T. N. 2013. Penilaian Kadar High Sensitivity C-Reactive Protein pada
Subjek Sindrom Metabolik dan Obesitas. Repository USU: repository.usu.ac.id/handle/123456789/38793, September 9th, 2014. Situmeang, S., Jusuf, A., Arief, N., & dkk. 2002. Hubungan Merokok Kretek
dengan Kanker Paru, Jurnal Respirologi Indonesia. Official Journal of the
Indonesian Association of Pulmonologist.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). 2008. Jakarta: balitbangkes.
Tonstad, S., Cowan, J. L. 2009. C-Reactive Protein as A Predictor of Disease in Smokers and Former Smokers: A Review. International Journal of
(23)
42
World Health Organization. 2013. One third of world's population benefits from
effective . Panama: World Health Organization.
World Health Organization. 2013. Tobacco. World Health Organization.
(1)
sebanyak 450.000 kasus di Amerika setiap tahunnya dan terjadi 200.000 kasus kematian juga di Indonesia setiap tahunnya.3,4
Perokok memiliki risiko terkena penyakit jantung koroner dan stroke hingga 2 sampai 4 kali lipat. Pada perokok laki-laki risiko terkena kanker paru meningkat 23 kali lipat dan pada perokok perempuan risiko terkena kanker paru meningkat 13 kali lipat.5 Proses patologis
akibat merokok berhubungan erat dengan jumlah rokok yang dikonsumsi tiap harinya. Semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi setiap harinya dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kronik. American Cancer Society (1959-1979) yang melakukan percobaan pada 1.078.894 orang dewasa selama 20 tahun melaporkan bahwa pada perokok ringan (konsumsi <10 batang/hari) terdapat peningkatan risiko kanker paru sebanyak 2 sampai 4 kali lebih besar, lalu pada perokok sedang (konsumsi 10-20 batang/hari) terdapat peningkatan risiko 8 kali lebih besar dan pada perokok berat (konsumsi >20 batang/hari) risikonya meningkat hingga 14 kali lebih besar,
masing-masing kelompoknya
dibandingkan dengan nonperokok.6
Menurut data RISKESDAS tahun 2010, jumlah perokok di Indonesia berdasarkan kategorinya yaitu perokok ringan sebanyak 52,3%, perokok sedang sebanyak 41%, perokok berat sebanyak 4,7%, dan perokok sangat berat (konsumsi >30 batang/hari) sebanyak 2,7%.7
Rokok mengandung lebih dari 7000 bahan kimia berbahaya yang beberapa diantaranya merupakan bahan iritan dan terdapat 69 zat yang bersifat karsinogenik. Paparan kandungan zat pada rokok terhadap tubuh secara berulang-ulang dapat merangsang proses inflamasi.
Pada proses inflamasi akut dihasilkan beberapa mediator seperti C-Reactive Protein (CRP) yang disekresi oleh hati.
Pemeriksaan kadar CRP serum merupakan prosedur yang sering dilakukan sebagai penanda proses inflamasi akut. Pada kasus inflamasi kronik kadar CRP serum mengalami penurunan, sehingga dilakukan pemeriksaan lain, yaitu high sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) untuk memeriksa kadar CRP yang sangat rendah.8
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini menggunakan darah yang diambil dari pembuluh darah vena di lengan atas subjek penelitian, kemudian disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit, serum diambil dan dimasukkan ke dalam
Cobas c111 untuk diperiksa kadar hs-CRP serumnya. Hasil yang keluar dari Cobas c111 dicatat sebagai kadar hs-CRP serum subjek penelitian tersebut.
ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji non parameterik Kruskal-Wallis. Bila terdapat perbedaan bermakna maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan α = 0,05. Bila p < 0,05, maka perbedaan disebut bermakna. Tetepi jika p ≥ 0,05 maka hasil yang
didapatkan adalah tidak bermakna. HASIL DAN PEMBAHASAN
Didapatkan rerata kadar hsCRP serum non perorkok adaalah 0,857, rerata kadar hsCRP serum perokok aktif ringan adalah 2,293, dan rerata kadar hsCRP serum perokok aktif berat adalah 2,7955. Uji homogenitas varian dapat dilihat di tabel 4.1, Hasil dari uji homogenitas varian didapatkan nilai p = 0,001 sehingga data variabel kadar hsCRP tidak memunyai varians yang sama atau tidak homogen (p
(2)
Tabel 4.1 Hasil Uji Homogenitas Varians
Levene Statistic Sig.
7,753 0,001
Uji non parameterik Kruskal-Wallis dapat dilihat di tabel 4.2. Uji non parameterik Kruskal-Wallis dilakukan untuk melihat adanya perbedaan secara
statistik dan didapatkan hasil p = 0,000. Hal ini berarti terdapat perbedaan sangat bermakna (p < 0,01) antarkelompok.
Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis
hsCRP
Chi-Square 50,764
Df 2
P 0,000
Uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dengan hasil diuraikan di Tabel 4.3. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan kelompok non perokok (0,857 mg/L) dibandingkan dengan perokok aktif ringan
(2,293 mg/L) berbeda sangat bermakna dengan p = 0,000. Hal ini berarti perokok aktif ringan (2,293 mg/L) memunyai kadar hsCRP serum lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok (0,857 mg/L).
Tabel 4.3 Tabel Hasil Uji Mann-Whitney Antarkelompok Perlakuan
Perlakuan p
Non Perokok (0,857 mg/L) Perokok Aktif Ringan (2,293 mg/L) 0,000 Non Perokok (0,857 mg/L) Perokok Aktif Berat (2,795 mg/L) 0,000 Perokok Aktif Ringan (2,293 mg/L) Perokok Aktif Berat (2,795 mg/L) 0,000 Non perokok (0,857 mg/L)
dibandingkan dengan perokok aktif berat (2,795 mg/L) berbeda sangat bermakna dengan p = 0,000. Hal ini berarti perokok aktif berat (2,795 mg/L) memunyai kadar hsCRP serum lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok (0,857 mg/L).
Perokok aktif ringan (2,293 mg/L) dibandingkan dengan perokok aktif berat (2,795 mg/L) berbeda sangat bermakna dengan p = 0,000. Hal ini berarti perokok aktif berat (2,795 mg/L) memunyai kadar hsCRP serum lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif ringan (2,293mg/L). Jadi urutan kadar hsCRP serum dari yang paling tinggi sampai ke paling rendah adalah perokok aktif berat, perokok aktif ringan, dan non perokok. Hal ini disebabkan karena jumlah konsumsi rokok
dan lama merokok memengaruhi peningkatan kadar hsCRP serum.
Pada penelitian ini terjadi peningkatan kadar hsCRP serum perokok aktif ringan dan perokok aktif berat. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa paparan rokok secara terus-menerus dapat menyebabkan aterosklerosis sehingga merangsang proses inflamasi kronis yang dapat meningkatkan kadar hsCRP serum.8
Metabolit asap rokok dalam darah dapat menyebabkan terjadinya kerusakan endotel. Sitokin peradangan seperti TNF dapat merangsang ekspresi gen-gen endotel sehingga mendorong terjadinya aterosklerosis.9 Selain itu merokok juga
dapat mengganggu produksi NO dari endothelium, sehingga dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
(3)
aterosklerosi.10 Pada awal aterogenesis sel
endotel mengekspresikan VCAM-1 sehingga mengikat leukosit, monosit dan limfosit T. Monosit akan bermigrasi ke tunika intima dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang selanjutnya akan memfagosit LDL teroksidasi. Makrofag tersebut juga akan menghasilkan
Interleukin-1 (IL-1) dan TNF.9 Proses
stimulasi IL-1, IL-6 dan TNF ini akan menyebabkan hepatosit menerima sinyal untuk kemudian memulai transkripsi kode DNA untuk sintesis CRP.11 Inflamasi yang
terjadi terus menerus selanjutnya akan menjadi kronik sehingga kadar CRP dalam darah pun tidak mengalami peningkatan lagi. Dalam keadaan CRP yang rendah dalam darah, pemeriksaan kadar CRP konvensional kurang dapat membantu dan digantikan oleh pemeriksaan kadar hsCRP.8
Penelitian yang dilakukan oleh
Wannamethee dkk menunjukan bahwa kadar CRP serum pada perokok aktif lebih tinggi dibandingkan dengan mantan perokok dan kadar CRP serum mantan perokok lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Lowe dkk yang membandingkan kadar CRP serum perokok aktif dengan konsumsi rokok ≤ 14 batang per hari lebih rendah dibandingkan dengan perokok aktif dengan konsumsi > 15 batang per hari, dan kadar CRP serum pada mantan perokok yang sudah berhenti > 10 tahun lebih rendah dibandingkan dengan mantan perokok yang sudah berhenti merokok < 1 tahun.12
SIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kadar hsCRP serum pada perokok aktif berat lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok, kadar hsCRP serum pada perokok aktif ringan lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok, dan kadar hsCRP serum pada perokok aktif
berat lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif ringan
DAFTAR PUSTAKA
1. Eriksen, M., Mackay, J., & Ross, H. 2012.
TheTobacco Atlas, Fourth Edition.
Atlanta: the American Cancer Society. 2. World Health Organization. 2013.
Tobacco. World Health Organization. 3. Goldman, L., & Schafer, A. I. 2012.
Goldman's Cecil Medicine 24th ed.
New York: Elsevier Inc.
4. Barber, S., Adioetomo, S., Ahsan, A., & Setyonaluri, D. 2008. Tobacco Economics in Indonesia. Paris: International Union Against Tuberculosis and Lung Disease.
5. Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Health Effects of Cigarette Smoking. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. 6. Hoepodio, R. 1981. Menanggulangi
Masalah Rokok.
7. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). 2008. Jakarta: balitbangkes. 8. Rifai, N. 2006. hsCRP Guidance No
Term of Endearment. College of American Pathologist.
9. Robbins, S. L., & Cotran, R. S. 2005.
Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. New York: Elsevier Inc. 10. Powell, J. T. 1998. Vascular Damage
from Smoking: Disease Mechanisms at The Arterial Wall. Vascular Medicine Journal, 3: 21.
11. Black, S., Kushner, L., & Samols, D. 2004. C-Reactive Protein. The Journal Biological Chemistry, 19:279-90. 12. Tonstad, S., Cowan, J. L. 2009.
C-Reactive Protein as A Predictor of Disease in Smokers and Former Smokers: A Review. International Journal of Clinical Practice, 1634-1641.
(4)
40
DAFTAR PUSTAKA
Barber, S., Adioetomo, S., Ahsan, A., & Setyonaluri, D. 2008. Tobacco
Economics in Indonesia. Paris: International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease.
Black, S., Kushner, L., & Samols, D. 2004. C-Reactive Protein. The Journal
Biological Chemistry, 19:279-90.
Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Health Effects of Cigarette
Smoking. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention.
Daniel, J., Larson, D., Abston, S., & Ritzmann, S. 2000. Serum Protein Profiles in
Thermal Burns II Protease Inhibitors, Complement Factor, and C-Reactive
Protein. Journal Trauma, 14:153-62.
Eda, S., Kauffman, J., Molwitz, M., & Vorberg, E. 1999. A New Method of
Measuring C-Reactive Protein, with a Low Limit of Detection Suitable for
Coronary Heart Disease. Scand Journal Clin Lab Invest, 230:23-5.
Food and Drug Administration. 2005. Guidance for Industry - Review Criteria for
Assessment of C Reactive Protein (CRP), High Sensitive C-Reactive
Protein (hsCRP) and Cardiac C-Reactive Protein (cCRP) Assays.
www.fda.gov/MedicalDevices/DeviceRegulationandGuidance/GuidanceD
ocuments/ucm077167.htm, August 19th, 2014.
Eriksen, M., Mackay, J., & Ross, H. 2012. The Tobacco Atlas, Fourth Edition.
Atlanta: the American Cancer Society.
Goldman, L., & Schafer, A. I. 2012. Goldman's Cecil Medicine 24th ed. New
York: Elsevier Inc.
Harris, R., Stone, P., Hudson, A., & Stuart, J. 1984. C-Reactive Protein Rapid
Assay Techniques for Monitoring Resolution of Infection in
Immunosuppressed Patients. Journal Clinical Pathology, 37:821-5.
Hengst, Joan M. 2011. C-Reactive Protein in Infants with Suspected Sepsis:
Laboratory Methods to Measure CRP. Adv Neonatal Care.
(5)
41
Koolman, J., & Rohm, K.-H. 2001. Colour Atlas of Biochemistery. Stuttgart:
Georg Thieme Verlag.
Mangku, S. 1997. Usaha Mencegah Budaya Merokok. Jakarta: Gramedia.
Padmaningrum, R. T. 2007. Rokok Mengandung Zat Adiktif yang Berbahaya bagi
Kesehatan. Jurnal Pendidikan Kimia FMIPA UNY, 1-7.
Pagana, K., & Pagana, T. 2010. Mosby's Manual of Diagnostic and Laboratory
Test Edisi ke-4. St.Louis-Missouri: Mosby Elsevier.
Peppys, M. B., & Hirschfield, G. M. 2003. C-Reactive Protein: A Critical Update.
Journal of Clinical Investigation, 1805-1812.
Powell, J. T. 1998. Vascular Damage from Smoking: Disease Mechanisms at The
Arterial Wall. Vascular Medicine Journal, 3: 21.
Ridker, P. M. 2003. C-Reactive Protein, A Simple Test to Help Predict Risk of
Heart Attack and Stroke. Journal American Heart Association
Rifai, N. 2006. hsCRP Guidance No Term of Endearment. College of American
Pathologist.
Robbins, S. L., & Cotran, R. S. 2005. Robbins & Cotran Pathologic Basis of
Disease. New York: Elsevier Inc.
Ross, M. H., & Pawlina, W. 2011. Histology: A Text and Atlas: with Corralated
Cell and Molecular Biology Sixth Edition. China: Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business.
Silalahi, T. N. 2013. Penilaian Kadar High Sensitivity C-Reactive Protein pada
Subjek
Sindrom
Metabolik
dan
Obesitas.
Repository
USU:
repository.usu.ac.id/handle/123456789/38793, September 9th, 2014.
Situmeang, S., Jusuf, A., Arief, N., & dkk. 2002. Hubungan Merokok Kretek
dengan Kanker Paru, Jurnal Respirologi Indonesia. Official Journal of the
Indonesian Association of Pulmonologist.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). 2008. Jakarta: balitbangkes.
Tonstad, S., Cowan, J. L. 2009. C-Reactive Protein as A Predictor of Disease in
Smokers and Former Smokers: A Review. International Journal of
(6)