KECERAHAN LANGIT MALAM ARAH ZENIT DI OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN ANALISIS AWAL WAKTU SHUBUH DAN ISYA MENGGUNAKAN SKY QUALITY METER.

(1)

KECERAHAN LANGIT MALAM ARAH ZENIT DI OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN ANALISIS AWAL WAKTU SHUBUH DAN ISYA

MENGGUNAKAN SKY QUALITY METER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Jurusan Pendidikan Fisika Program Studi Fisika

Oleh

AHMAD RIDWAN AL-FARUQ 0608958

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

KECERAHAN LANGIT MALAM ARAH ZENIT DI

OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN ANALISIS

AWAL WAKTU SHUBUH DAN ISYA

MENGGUNAKAN SKY QUALITY METER

Oleh

Ahmad Ridwan Al-Faruq

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Program Studi Fisika

© Ahmad Ridwan Al-faruq 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

April 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

AHMAD RIDWAN AL-FARUQ

KECERAHAN LANGIT MALAM ARAH ZENIT DI OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN ANALISIS AWAL WAKTU SHUBUH DAN ISYA

MENGGUNAKAN SKY QUALITY METER

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING : Pembimbing I,

Dr. Dhani Herdiwijaya. NIP. 196302261990011001

Pembimbing II,

Judhistira Aria Utama. M.,Si NIP. 197703312008121001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika


(4)

KECERAHAN LANGIT MALAM ARAH ZENIT DI OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN ANALISIS AWAL WAKTU SHUBUH DAN ISYA

MENGGUNAKAN SKY QUALITY METER

Nama : Ahmad Ridwan Al Faruq

NIM : 0608958

Pembimbing : 1. Dr. Dhani Herdiwijaya 2. Judhistira Aria Utama, M.Si Program Studi : S-1 Fisika FPMIPA UPI

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya studi kecerahan langit, terutama untuk mengetahui awal waktu Shubuh dan Isya bagi umat Muslim serta mengetahui kecerahan langit malam terbaik di langit Observatorium Bosscha menggunakan Sky Quality Meter (SQM). Alat SQM ini memiliki pembacaan yang langsung terkoneksi dengan komputer dengan satuan kecerahan langit magnitudo per satuan detik busur kuadrat (mag/arc sec²). Kondisi langit malam yang gelap adalah suatu keharusan bagi sebuah observatorium, karena sangat penting dalam kegiatan-kegiatan observasi. Langit malam yang kotor akibat polusi cahaya akan menyebabkan sulitnya alat optik untuk menangkap cahaya dari objek yang diteliti. Kecerahan langit malam dihasilkan oleh beberapa faktor diantaranya cahaya kota, air-glow, integrated starlight dan zodiacal light. Kecerahan Langit terbaik di Observatorium Bosscha diperoleh nilai 20,38 mag/arc sec² pada arah z = 00 dengan menggunakan metode studi observasi monitoring selama bulan September-Oktober 2012. Hasil penelitian pada SQM yang mengarah pada sudut z = 45° ke Timur dan sudut z = 45° ke Barat mendapatkan nilai untuk awal waktu salat Shubuh dan Isya untuk daerah Bandung ketika Matahari pada posisi -15º dan -14º pada musim basah dan -16° dan -15° untuk musim kering. Hasil ini berbeda dengan acuan yang dipakai oleh Kementerian Agama RI yang menetapkan -20º dan -18º untuk salat Shubuh dan Isya.

Kata Kunci : Kecerahan Langit, Polusi Cahaya, Twilight, Waktu Shalat Shubuh dan Isya


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

LEMBAR PERNYATAAN ii

KATA PENGANTAR iii

UCAPAN TERIMA KASIH iv

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian 1

1.2 Batasan Masalah 5

1.3 Rumusan Masalah 5

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecerlangan Langit 7

2.2 Formulasi dan Satuan Kecerlangan Langit 8

2.3 Sky Quality Meter 10

2.3.1 Kegunaan Sky Quality Meter 12


(6)

2.3.3 Skala Pembacaan 13

2.4 Waktu Shubuh dan Isya 14

2.4.1 Benang Putih dan Benang Hitam 16

2.4.2 Fajar 17

2.4.3 Fajar dalam Tinjaun Astronomi 20

2.4.4 Penentuan Awal Waktu Shubuh dan Isya 22

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian 26

3.2 Objek Penelitian 26

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 26

3.4 Alur Proses Pengambilan Data 28

3.5 Alat yang Digunakan 28

3.6 Metode Pengukuran Kecerlangan Langit 30

3.7 Metode Penentuan Awal Waktu Salat Shubuh dan Isya 37

3.8 Interpretasi 39

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 40

4.2 Pembahasan

4.2.1 Nilai Kecerlangan Langit 41

4.2.2 Awal Waktu Salat Shubuh 46


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan 56

5.2 Rekomendasi 57

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN-LAMPIRAN 60


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Penelitian mengenai kecerahan langit adalah suatu studi yang penting dalam menjaga tata kehidupan manusia, dan memelihara ekosistem yang hidup di malam hari atau yang disebut mahluk nokturnal. Kecerahan langit dapat diakibatkan oleh sumber alami dan sumber aktivitas manusia. Keberadaan Bulan di langit malam dan cahaya zodiak merupakan contoh sumber alami. Kecerahan langit sangat dipengaruhi oleh pencahayaan yang berlebihan, tidak teratur, boros energi dan tidak tepat sasaran. Pencahayaan seperti ini mengakibatkan polusi cahaya. Efek polusi cahaya diperkuat oleh tingginya polusi udara, karena aerosol akan semakin menghamburkan cahaya yang mengarah ke langit.

Polusi cahaya umumnya diakibatkan oleh desain pencahayaan yang buruk, yang membiarkan cahaya buatan bersinar ke mana-mana, ke arah langit, atau ke tempat di mana cahaya itu tidak dibutuhkan. Manusia sebagai makhluk diurnal (makhluk siang) mencoba merekayasa malam supaya malam menerima diri kita, supaya kita bisa melihat malam sama jelasnya dengan makhluk nokturnal (makhluk malam) di planet ini, tetapi apa yang dilakukan manusia ternyata memiliki efek yang sangat besar terhadap kelangsungan ekosistem yang hidup dengan mengandalkan gelapnya malam.

Polusi cahaya selama ini dianggap tidak membahayakan manusia, ternyata anggapan tersebut salah. Berbagai disiplin ilmu telah banyak mempelajari pengaruh dari polusi cahaya ke dalam beberapa aspek kehidupan. Bahkan sekarang sudah terbentuk beberapa kelompok khusus yang bekerja mengenai akibat dari polusi cahaya, diantaranya Himpunan Astronomi Internasional (IAU-

International Astronomical Union), Asosiasi Langit Gelap Internasional (IDA –


(9)

2

1989), IESNA (Illuminating Engineering Society of North America) dan ILE (The Institution of Lighting Engineers, di Inggris). Semuanya bersepakat untuk membantu menyadarkan masyarakat akan pentingnya langit malam yang gelap karena sangat berpengaruh kepada keseimbangan kehidupan semua mahluk di Bumi.

Dalam ilmu kesehatan, polusi cahaya mengganggu pertumbuhan manusia, tumbuhan, dan hewan. Studi di bidang medis berhasil menunjukkan pula bahwa paparan cahaya buatan pada malam hari, terutama pada rentang 00:00 – 04:00 pagi, dapat mempengaruhi kesehatan sistem endokrin manusia. Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk memengaruhi organ-organ lain.Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Di sisi lain, dalam tubuh manusia terjadi peningkatan kadar hormon melatonin antara pukul 2 hingga 4 pagi. Hormon Melatonin ini berfungsi sebagai peningkat immune dalam tubuh manusia. Meskipun demikian, prosesnya sendiri sudah dimulai sejak awal malam di mana gelap datang dan cahaya buatan banyak dinyalakan. Bahkan cahaya dalam kadar yang kecil sekalipun dapat menekan produksi hormon melatonin yang akan mempengaruhi pola tidur dan perbaikan sistem kekebalan tubuh kita. Sebagai contoh, paparan cahaya sebesar 500 – 1000 lux selama 1 hingga 2 jam sebelum tidur dapat menekan produksi melatonin sebesar 40% sampai 60%.

Dampak dari kebiasaan orang-orang yang tetap bekerja dalam rentang waktu di atas memiliki peluang yang lebih besar untuk terserang kanker payudara. Telah terbukti bahwa melatonin dapat menghentikan pertumbuhan sel kanker payudara dalam laboratorium hewan. Kelompok riset di Amerika Serikat telah memiliki banyak bukti untuk menunjukkan bagaimana aktivitas malam hari di bawah paparan cahaya dapat mempertinggi kemungkinan kanker payudara. Bukti-bukti awal yang menghubungkan pengaruh buruk cahaya dengan kanker payudara


(10)

dimunculkan dalam laporan yang disajikan oleh Robert A. Han dari Center for Disease Control and Prevention di Atalanta, Amerika Serikat.

Selain berbahaya untuk manusia ternyata polusi cahaya berbahaya juga bagi hewan yang mengandalkan cahaya dalam siklus kehidupannya. Misalnya penyu yang mengandalkan cahaya alami di kaki langit untuk merayap kembali ke laut sehabis bertelur, karena adanya cahaya buatan manusia di pinggir pantai menjadikan jalur perjalanan reptil itu terganggu. Disamping itu telah diperkirakan kurang lebih seratus juta burung di Amerika Utara, sebagian besar burung penyanyi yang terbangnya rendah, mati setiap tahun akibat menabrak gedung pencakar langit karena ‘terpikat’ dengan cahaya terangnya. Sementara burung yang terdisorientasi cahaya kota akan terus berputar-putar dan umumnya mati karena kelelahan.

Dalam aspek keamanan dan keselamatan, Painter & Farrington (1999) dan Pease (1999) meneliti keterkaitan antara peningkatan penggunaan cahaya dengan pengurangan kriminalitas. Saat ini ada dua teori utama tentang hal ini, yang

pertama menyatakan peningkatan penggunaan cahaya akan meningkatkan pula penjagaan informal dari kemungkinan penyerangan (dampak dari bertambahnya visibilitas dan jumlah pengguna jalan pada suatu waktu). Sementara menurut teori

kedua, peningkatan penggunaan cahaya berperan dalam mengundang maraknya investasi yang akan memajukan sektor ekonomi wilayah tersebut, menumbuhkan kebanggaan wilayah sekaligus kekerabatan komunitasnya sehingga hadir suatu kontrol sosial. Sayangnya, banyak kita jumpai penerangan untuk tujuan keamanan dengan instalasi yang tidak mempertimbangkan kecocokan dengan tugas yang diembannya dan mengabaikan pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar.

Polusi cahaya akan berakibat langsung pada kegiatan pengamatan astronomi. Sudah menjadi kelaziman bahwa sebuah tempat peneropongan (observatorium) terletak menyepi atau jauh dari perkotaan. Pemilihan lokasi observatorium dilakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi sejumlah kriteria, seperti wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah, tempat yang tinggi agar jumlah aerosol


(11)

4

di atmosfer lapisan atas berada dalam jumlah minimum, banyaknya hari kering dalam satu tahun, rendahnya kelembaban udara, dan tentu saja kondisi langit malam yang gelap (Utama, 2009). Efek pencahayaan yang tidak teratur mengakibatkan cahaya terpantulkan ke arah langit, naik ke atmosfer dan dihamburkan oleh aerosol dan bulir-bulir uap air, sehingga langit menjadi terang dan bintang-bintang yang harusnya terlihat terhalang oleh efek pencahayaan. Hal ini bisa kita rasakan dengan membandingkan langit kota dan daerah terpencil pada malam hari.

Kecerahan langit adalah faktor utama dalam penelitian astronomi, semakin besar nilai kecerahan langit (dalam satuan magnitudo per satuan luas) maka semakin gelap langit dan semakin memudahkan benda-benda langit untuk terlihat. Sebaliknya, semakin kecil nilai kecerahan langit maka semakin terang langit dan semakin sulit benda-benda langit untuk terlihat. Selain polusi cahaya, efek bulan purnama, galaksi bima sakti, dan awan juga mempengaruhi hal ini.

Studi kecerahan langit malam sangatlah diperlukan dalam menentukan kelayakan ilmiah sebuah observatorium. Ada beberapa metode dalam mengukur nilai kecerahan langit malam, yang paling konvensional adalah pengukuran fotometri. Metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama juga peralatan yang tidak murah, tetapi akhir-akhir ini sudah ada alat mengukur kecerahan langit yang lebih modern dan lebih sederhana yaitu Unihedron Sky Quality Meter (SQM). SQM adalah fotometer yang memiliki ukuran saku sehingga sangat mudah dibawa kemana-mana dan memiliki harga yang relatif murah. Hasil pengukurannya sudah dalam satuan kecerahan langit yaitu magnitudo per satuan detik busur kuadrat (MPDB) sehingga akan lebih cepat untuk diteliti.

Penelitian kecerahan langit menggunakan Sky Quality Meter juga bisa dilakukan untuk menguji kadar polusi cahaya, ketepatan waktu salat Shubuh dan Isya, ketepatan waktu Gerhana Bulan atau ketepatan waktu Gerhana Matahari Total, dll. Hal yang kedua ini bisa dianalisis dari hasil bacaan alat SQM selama periode waktu awal fajar dan akhir senja. Kementerian Agama Republik Indonesia


(12)

telah menetapkan acuan waktu salat Shubuh dan Isya, yaitu ketika sudut depresi Matahari untuk salat Shubuh pada 200 dan Isya pada 180 di bawah ufuk, sayangnya ketetapan ini belum didukung oleh fakta ilmiah / hasil observasi. Maka melalui penelitian ini bisa dianalisis dengan lebih akurat mengenai penetapan awal waktu kedua salat tersebut.

1.2 Batasan Masalah

Seperti yang diuraikan pada latar belakang, faktor-faktor yang menjadikan layak tidaknya sebuah observatorium berdiri itu sangatlah banyak. Maka penulis membatasi penelitian ini pada studi kecerahan langit malam menggunakan alat pengukur kecerahan langit SQM (Sky Quality Meter) di arah z = 0° dan z = 45° arah timur, barat, utara, dan selatan di atas Teleskop Surya Observatorium Bosscha. Dampak dari penelitian ini adalah diketahuinya kadar polusi cahaya dan akurasi yang lebih baik dari waktu salat Shubuh dan Isya.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Berapakah ukuran kecerahan langit di arah zenit Observatorium Bosscha dan berapakah sudut depresi matahari untuk awal waktu salat Shubuh dan Isya?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai kecerahan langit malam di arah zenit Observatorium Bosscha, juga untuk mendapatkan awal waktu salat Shubuh dan Isya menggunakan SQM.


(13)

6

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil peneltian ini diharapkan dapat menyumbangkan manfaat untuk semua bidang. Diantaranya penyadaran efisiensi energi, yaitu mengurangi konsumsi energi berlebih suatu tempat yang menimbulkan polusi cahaya terutama di daerah Observatorium Bosscha akibat polusi cahaya yang disumbangkan oleh kota Lembang dan kota Bandung. Manfaat lain adalah penyadaran lingkungan dalam menyelamatkan ekosistem mahluk nokturnal atau mahluk yang hidup di malam hari.

Koreksi mengenai awal waktu salat Shubuh dan Isya yang dikeluarkan oleh pemerintah selama ini berbeda dengan negara-negara lain, serta belum adanya dukungan data ilmiah terhadap acuan yang dipakai. Hasil penelitian ini dapat mengisi kekosongan kajian ilmiah tentang hal tersebut.


(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi observasi monitoring, yaitu dengan melakukan pengamatan dalam interval waktu tertentu dengan mengukur kecerahan langit menggunakan alat SQM jenis LE dan LU. Perbedaan LU dan LE adalah dari jenis keluarannya, LE adalah SQM dengan koneksi Ethernet sedangkan LU dengan koneksi USB.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam skripsi ini adalah kecerahan langit malam di Observatorium Bosscha di arah timur, barat, utara, dan selatan pada sudut z=45°, ditambah arah zenit pada z = 0º, zenit adalah titik hayal di atas kepala pengamat. Penelitian ini pun bertujuan untuk mendapatkan kapan terjadinya fajar sebagai awal waktu salat Shubuh dan waktu salat Isya

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Observatorium Bosscha di atas Teleskop Surya, dengan koordinat 1070 32’ 42.3’’ BT, 60 51’ 22.9’’ LS; dan ketinggian 1330 dpl. Lokasi ini sangat strategis karena merupakan pusat peneropongan utama di Indonesia dan secara letaknya tidak berdempetan dengan daerah urban. SQM yang dipakai berjumlah tiga buah, 1 dipasang ke arah z = 0° dan 2 SQM yang dipasang bergantian ke 4 arah (timur, barat, utara, dan selatan) di z = 45°.


(15)

27

Gambar 3.1 Lokasi penelitian kecerahan langit, alat SQM di pasang di atas atap teleskop surya observatorium bosscha lembang

(sumber: Koleksi Pribadi)

Pengambilan data dimulai dari bulan September 2012 sampai Oktober 2012. Penelitian dilakukan setiap hari dari 17.30 WIB sampai 05.30 WIB hari berikutnya (12 jam pengambilan data). Pengambilan data diambil secara kontinu menggunakan SQM yang terhubung dengan perangkat komputer setiap 3 detik sekali.

Selain dengan pengamatan langsung pada musim basah, penelitian juga didukung dengan data SQM yang sudah ada pada musim kering, yaitu pada selama bulan Juni 2012. Data pada musim kemarau diperlukan agar hasil pada kedua musim bisa dibandingkan, baik untuk kecerahan langit ataupun dalam penetapan awal waktu salat Shubuh dan Isya.


(16)

3.5Alur Proses Pengambilan Data

Secara ringkas alur pengamatan dapat dilihat dalam bagan di bawah ini:

Gambar 3.2 Diagram Alur Pengambilan Data

3.5 Alat yang Digunakan

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 SQM LU yang di pasang ke arah timur-barat dan utara-selatan pada jarak z=45° dan 1 SQM LE yang mengarah ke arah zenit pada z=0°. Kedua jenis ini bisa dilihat dalam gambar 3.3a dan b.

Rajah dalam grafik intensitas terhadap waktu

Analisis

Selesai Mulai

Pengamatan

Data

Pengolahan data menggunakan perangkat lunak (MS. Excel)


(17)

29

Gambar 3.3 a. SQM-LU Gambar 3.3 b. SQM-LE (Sumber: www. Unihedron.com) (Sumber: www. Unihedron.com)

Gambar 3.4 SQM yang dipasang ke arah timur, barat dan zenit (Sumber: Koleksi Pribadi)

Pengukuran untuk mendapatkan nilai kecerahan langit diarahkan ke zenit dengan menggunakan SQM jenis Ethernet (SQM-LE). Sedangkan pengukuran untuk mendapatkan waktu salat Shubuh dan Isya menggunakan 2 SQM jenis USB


(18)

yang diarahkan ke sudut 450 Timur dan sudut 45° Barat. Penggunaan 2 SQM ini sebelum digunakan haruslah melalui proses kalibrasi agar bacaan yang dihasilkan sama.

Proses kalibrasi 2 SQM ini sudah dilakukan oleh Mahasiswa Magister ITB Eka Puspita Armaningtyas yang menggunakan 2 SQM yang sama untuk penelitian Tesis yang dia gunakan untuk daerah ITB, Jombang dan Cimahi melalui pengukuran stabilisasi, pengukuran linearitas, dan pengukuran offset 2 SQM ini.

Dua SQM yang dipakai dalam penelitian memiliki stabilisasi juga memiliki linearitas yang bagus. Pengukuran offset antar 2 alat yang digunakan tidak jauh berbeda hasilnya karena berasal dari pabrik yang sama.

3.6Metode Pengukuran Kecerahan langit

SQM dipasang pada sebuah tiang besi yang sudah dibuat mengarah ke arah zenit dan 45 derajat ke timur dan barat sesuai gambar 3.4. SQM dimasukan ke dalam tabung yang sudah dibuat sedemikian rupa sehingga SQM aman dari gangguan hewan atau cuaca yang tidak diinginkan. Lalu setelah terpasang dengan arah yang diinginkan SQM dihubungkan dengan komputer yang sudah tersedia di ruang teleskop surya.

SQM dijalankan dengan perangkat lunak yaitu SQM Reader. Aplikasi ini dapat membaca nilai kecerahan langit dalam bentuk MPSAS (mag/arcsec²) sampai tiap 5 menit dengan format keluaran berbentuk csv. Penggunaan SQM Reader dimulai dengan memilih dahulu tipe SQM yang digunakan (SQM-LU atau SQM-LE), lalu ditentukan rentang waktu pengambilan data dengan menekan panel sebelah kanan Read Every. Dengan menekan tombol Read Now pada jendela SQM Reader maka data akan otomatis terbaca dan tersimpan secara otomatis dalam komputer dalam bentuk csv. Tampilan SQM Reader bisa dilihat pada gambar 3.5


(19)

31

Gambar 3.5 Jendela SQM Reader dalam memilih jenis SQM

Untuk mendapatkan data yang lebih detail yaitu per detik, maka kita bisa menggunakan aplikasi lain yang disediakan dengan format .tcl

Gambar 3.6 Tampilan sqm-display.tcl

Gambar 3.6 adalah tampilan sqm-display.tcl. Pengaktifan SQM dilakukan dengan terlebih dahulu memilih port selector koneksi SQM-LU / SQM-LE yang bersesuaian. Nomor port selector untuk windows 2007 dapat dilihat di control


(20)

panel/ administrative tools/ computer management/ device manager/. Interval pembacaan ada dua pilihan yaitu manual update atau auto update. Dengan mengaktifkan panel auto update interval dapat dipilih mulai 1-60 detik. Dengan mengaktifkan salah satu panel tersebut bacaan SQM dapat disimpan di komputer, untuk kemudian dapat diolah dengan MS. Excel.

Kelemahan dari perangkat lunak SQM Reader dan sqm-display adalah tidak bisa diatur secara otomatis mematikan dan menghidupkan SQM. Untuk melakukan pengamatan yang berlangsung tiap hari, SQM harus dimatikan di siang hari, yaitu di saat hari menjelang pagi sampai menjelang malam, maka dengan bantuan SQM Reader Pro hal ini dapat diatur dengan menonaktifkan secara otomatis dan menghidupkan kembali secara otomatis.

Data yang dihasilkan akan langsung tersimpan di komputer dalam bentuk .csv atau .tcl. Data tersebut dimasukan ke dalam Ms. Excel dengan format yang sudah ditabelkan, lalu dibuat grafik magnitude/arcsec² terhadap waktu pengamatan.

Mengolah data kecerahan langit yang sudah didapat bisa melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Buka perangkat lunak pengolah data ( Microsoft Excel)

2. Pemilihan data dengan mengklik Open di menu File. Untuk melihat data yang akan diolah diubah terlebih dahulu keluaran data menjadi all files di sebelah kanan bawah, seperti yang ada pada gambar 3.7

3. Setelah memilih data yang akan diolah, maka akan muncul jendela text

import wizard-step 1-3. Pada step pertama maka kita pilih delimited lalu next,

pada step kedua centang tab, space dan comma agar keluaran data sudah dalam bentuk kolom. Terakhir pada step 3 klik general lalu finish. Semuanya bisa dilihat pada gambar 3.8a-c.

4. Setelah itu data akan muncul dalam Excel dengan 10 kolom seperti pada gambar 3.9 Waktu dimulai dari jam 00:00-05:30 am dilanjut 05:30-12:00 pm 5. Untuk memulai memplot grafik, maka urutan waktu harus diubah terlebih

dahulu sesuai penelitian yaitu dari jam 05:30 pm sampai jam 05:30 am. Ini terlihat pada gambar 3.10


(21)

33

6. Delete Kolom serial no, NELM, Protocol, Model, dan Feature, karena tidak akan banyak difungsikan, selain itu akan menambah beban memori dalam komputer, seperti pada gambar 3.11

7. Ubah format waktu menjadi 24 jam, lalu diubah menjadi bentuk desimal dengan bantuan rumus dalam MS. Excel. Seperti terlihat pada gambar 3.12 8. Untuk menghasilkan grafik yang mudah dibaca, maka ubah waktu menjadi 2

bagian, yaitu sebelum jam 12 malam dan sesudahnya, seperti terlihat pada gambar 3.13

9. Plot grafik dengan mengklik menu insert lalu pilih jenis grafik yang akan digunakan dan masukan data x untuk waktu pengamatan dan y untuk nilai kecerahan langit dalam bentuk mag/arcsec² (MPSAS), seperti terihat pada gambar 3.14


(22)

Gambar 3. 8a. Jendela text import wizard 1, pilih Delimited

Gambar 3.8b. Jendela text import wizard 2, centang Tab, Comma, dan Space


(23)

35

Gambar 3.9. Tampilan data dalam MS. Excel

Gambar 3.10. Merubah susuan data sesuai urutan pengamatan


(24)

Gambar 3.12. Merubah format waktu menjadi bentuk desimal

Gambar 3.13. kolom interval time adalah untuk membedakan waktu sebelum tengah malam dan setelah tengah malam


(25)

37

Gambar 3.14. Tampilan grafik sky brightness

3.9 Metode Penentuan Awal Waktu Salat Shubuh dan Isya

Metode pengukuran dan pengolahan data untuk awal waktu salat Shubuh dan Isya hampir sama dengan metode pengolahan data kecerahan langit, tetapi data yang dipakai dimulai saat menjelang fajar sampai matahari terbit untuk salat Shubuh dan pada saat matahari terbenam sampai malam gelap untuk mendapatkan waktu salat Isya.

Fajar Shadiq adalah fajar yang dijadikan awal waktu salat Shubuh, fajar ini bisa diamati dengan mata telanjang. Dengan demikian alat SQM yang memiliki ketidakpastian ± 0,1 MPSAS akan sangat membantu mengamati terjadinya perubahan waktu malam menuju fajar.

Pola perubahan kecerahan langit dari kondisi gelap menuju terang sebagai acuan masuknya waktu fajar Shadiq atau waktu salat Shubuh. Gambar 3.15 adalah hasil grafik fajar yang didapatkan setelah diolah menggunakan MS. Excel. Untuk mendapatkan secara lebih akurat kapan awal waktu Salat? Maka dicari simpangan kecerahan langit pada waktu bacaan SQM masih stabil di akhir malam. Ketika hasil simpangan memiliki nilai minus, maka disanalah awal waktu salat Shubuh, lalu disesuaikan dengan waktu dan depresi Matahari pada waktu tersebut.


(26)

Untuk mendapatkan awal waktu salat Isya, maka data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari mulai sore hari sampai malam, awal waktu salat Isya dimulai saat kondisi bacaan SQM mulai stabil. Data akan diolah dengan bantuan Ms. Excel lalu diplot dalam bentuk grafik akhir senja seperti pada gambar 3.16. Awal waktu Isya dimulai ketika nilai simpangan kecerahan langit mulai memiliki nilai positif.

Setelah mendapatkan awal waktu salat Shubuh dan Isya, hasilnya dianalisis dan dibandingkan dengan acuan yang dipakai Pemerintah menggunakan alat bantu perangkat lunak Accurate Times 5.3.

Gambar 3.15. Grafik tampilan awal fajar

Gambar 3.16. Grafik tampilan akhir senja astronomi 6

11 16 21

3:30 3:44 3:58 4:13 4:27 4:42 4:56 5:10 5:25 5:39

M ag /ar c se Waktu Pengamatan

Awal Fajar

7 9 11 13 15 17 19 21

17:30 17:44 17:58 18:13 18:27 18:42 18:56 19:10

M ag /ar c se Waktu Pengamatan

Akhir Senja


(27)

39

3.7Interpretasi

Pada tahap interpretasi, kecerahan langit malam maksimum di arah Zenit, Barat, Utara, dan Selatan Observatorium Bosscha didapat dari hasil plot grafik kecerahan langit yang stabil dari awal malam sampai awal pagi, nilai maksimum dicari menggunakan MS. Excel dan juga dicari waktu terjadinya nilai tersebut, ketidakteraturan pembacaan harus dianalisis dengan mengamati kondisi dan situasi pada malam pengamatan dan dicari faktor-faktor yang mempengaruhi kecerahan langit baik dari Integrated Starlight, Zodiacal Light, polusi cahaya, adanya awan, pencahayaan Bulan atau gangguan langsung dari aktivitas manusia.

Pada grafik fajar dan senja astronomi yang telah diplot, lalu dicari nilai polinomial dan persamaan garis liniernya, setelah itu dianalisis awal waktu Shubuh dan Isya berdasarkan waktu dan depresi Matahari. Menggunakan statistik untuk dicari simpangan kecerahan langit, simpangan kecerahan langit stabil untuk Isya dan tidak stabil untuk Shubuh.


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa nilai kecerahan langit di Observatorium Bosscha menggunakan SQM mencapai nilai maksimum 20.38 mag/arcsec² pada tanggal 11 oktober 2012 M, hasil ini relatif sama dengan pembacaan pada musim kering yaitu 20,25 mag/arcsec² pada tanggal 16 Juni 2012 M. Nilai tersebut menunjukan angka yang baik untuk sebuah observatorium professional. Hasil penelitian menggunakan SQM memiliki nilai yang lebih baik dibanding penelitian-penelitian sebelumnya dengan metode berbeda.

Nilai kecerahan langit pada hari yang sama pada sudut 450 arah Timur dan Barat akan menghasilkan nilai yang relatif sama, dengan syarat langit dalam kondisi yang cerah serta tidak terdistribusi cahaya Bulan. Hal ini memperlihatkan tingkat polusi cahaya relatif sama pada arah Timur dan Barat Observatorium Bosscha. Tetapi untuk pengamatan di hari yang berbeda nilainya akan terus berubah karena adanya cahaya alami dari Bulan dan benda-benda langit yang terang.

Penelitian kecerahan langit pada waktu fajar dan akhir senja astronomi menghasilkan ukuran awal waktu salat Shubuh dan Isya bagi umat Muslim. Pengamatan pada musim Basah (hujan) menghasilkan sudut depresi Matahari -15° dan -14° untuk awal salat Shubuh dan Isya. Sedangkan pada musim kering (kemarau) menghasilkan sudut depresi matahari -16° dan -15° untuk awal salat Shubuh dan Isya. Hasil ini berbeda dengan acuan yang dipakai oleh Pemerintah yang menetapkan -20° untuk awal waktu Shubuh dan -18° untuk awal waktu salat Isya. Dari Hasil ini berarti acuan Pemerintah untuk salat Shubuh lebih awal sekitar 16-20 menit, dan untuk awal waktu salat Isya lebih lambat 12-16 menit.


(29)

57

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dengan menggunakan data primer yang dilakukan di sepanjang bulan September-Oktober 2012 M ditambah data sekunder sepanjang bulan Juni 2012 M. Maka ada beberapa rekomendasi untuk lebih mendapatkan kepastian dan keyakinan mengenai hasil yang diperoleh. Antara lain:

1. Melakukan penelitian yang sama dengan rentang waktu yang lebih lama (minimal 1 tahun) di tempat yang berbeda-beda di seluruh Indonesia, sehingga bisa didapatkan hasil yang sangat baik untuk menggambarkan nilai kecerahan langit berdasarkan posisi matahari juga untuk mendapatkan variasi nilai awal waktu salat Shubuh dan Isya di setiap bulan.

2. Untuk memperoleh waktu salat yang bisa dipakai secara hukum wilayah (Wilayatul Hukmi) maka perlu dilakukan penelitian yang lebih banyak di beberapa tempat dengan memasang SQM di banyak wilayah, juga dengan metode yang berbeda yang bisa menghasilkan nilai yang tepat untuk mendapatkan awal fajar shadiq dan awal waktu Isya.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Accurate Times 5.3 (2012). http://www.icoproject.org/. Diakses Oktober 2012 Azzahidi, F., Irfan, M., Utama, J.A. (2011). Pengukuran Kecerahan Langit (Sky

Brightness) Observatorium Bosscha Menggunakan Teleskop Portabel dan CCD. Prosiding Seminar HAE. ITB

Birriel, J., Adkins, J.K. (2010). A Simple Portable Apparatus to Measure Night Sky Brightness at Various Zenith Angles. JAAVSO Vol. 38

Birriel, J., Wheatley, J., McMichael, C. (2010). Documenting local Night Sky Brightness Using Sky Quality Meter and Interdisciplinary Collage Capstone Project and a First Step Toward Reducing Light Pollution. JAAVSO Volume 38

Cinzano, P. (2005). Night Sky Photometry with Sky Quality Meter, ISTIL. Internal Report, No. 9, Vol 1.4.www.unihedron.com/project.darksky/2005/

Eka Puspita Arumanintyas. (2009). Studi Kecerlangan Langit Terhadap Visibilitas Hilal. ITB. 38

Farrington, D.P. & Welsh, B.C. (2002). Effects of Improved Street Lighting on Crime: A Systematic Review. Home Office Research – Development and Statistics Directorate

Herdiwijaya, D., Arumatingtyas,E.P. (2012). Pengukuran Kecerlangan Langit Arah Zenith di Bandung dan Cimahi dengan Menggunakan Sky Quality Meter. ITB. Bandung

Ilyas, M.A. (1984). Modern Guide to Astronomical Calculation of Islamic Calendar, Times, and Qibla. Berita Publishing. Kualalumpur, 143-148

Judhistira Aria Utama, Lina Avianty. (2009). Polusi Cahaya: Dampak dan Solusi yang Ditawarkan. Disampaikan dalam seminar Conference of The Indonesian Astronomical Society. HAI 2009

Leinert, Ch.,dkk. (1998). The Reference of Diffuse Night Sky Brightness, Astronomy Astrophysics Supplement Series, vol 127,1 – 99

Lilis Cucu. (2011). Penentuan Awal Fajar Astronomi dan Akhir Senja Astronomi Menggunakan Pengukuran Fotometri. Tugas Akhir, UPI


(31)

Muthoha Arkanudin. (2009). Menentukan Waktu Shalat http://rukyatulhilal.org/waktu-shalat/index.html. Diakses Februari 2012

Nawar, S. (1983). Sky Brightness and Colour during High Solar Activity. M&P, 29,99-106

Nawar, S. dkk (1997). General Transformation Factor from Number of Stars of The Tenth Visual Magnitude of Reyleigh Per Angstrom or nanoLambert for Different Wavelenght. Astrophysics and Space Science 253, issue 1:1-5 Niri, M.A., Zainuddin, M.Z., Man, S., Nawawi, M.A., Wahab, R.A., Ismail, K.,

Zaki, N.H., Ghani, A. Lokman, M.A. (2012). Astronomical Determination for the Beginning Prayer Time of Isha. Midle-East Journal of Scientific Research 12 (1): 101-107

Nor, S.A., Zainuddin, M.Z. (2012). Sky Brightness for Determination of Fajr and Isha Prayer by Using Sky Quality Meter. International Journal of Scientific & Engineering Research. Vol 3.

Riyadi, A. Foto fajar http://pakarfisika.wordpress.com/. Diakses Januari 2012 Rizvi, S.M. Dar-s-salam. (1991). http://www.al-islam.org. Diakses Februari 2012 Shaefer, B.E. (1989). Visibility of The Lunar Crescent. Q.J.R.A.S. 29:511-529 Shaefer, B.E. (1993). Astronomy and The Limits of Vision. Vistas in Astronomy.

36: 311-361

Sharif, N.N., Muhammad, A., Zainuddin, M.Z., Hamidi.Z.S. (2012). The Aplication Of Sky Quality Meter at Twilight for Islamic Prayer Time.

International Journal of Apllied Physics and Mathematics, Vol.2, No.3

Siddique Katiya. (2007). Explanation of Muslim Prayer Timing. Aisha Charitable Support Services Montreal Canada. www.as-sidq.org Diakses Februari 2012 Sriyatin Shodiq. (2010) Terbit Fajar dan Waktu Shubuh (Dalam Nash Syar’I Fiqh

dan Astronomi). Bahan Pengajian Ahad Pagi. Jogjakarta

Susiknan Azhari. (2009). Awal Waktu Shalat Perspektif Syar’I dan Sains.


(1)

Ahmad Ridwan Al Faruq, 2013

Kecerahan Langit Malam Arah Zenit Di Observatorium Bosscha Dan Analisis Awal Waktu Shubuh Dan Isya Menggunakan Sky Quality Meter

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Untuk mendapatkan awal waktu salat Isya, maka data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari mulai sore hari sampai malam, awal waktu salat Isya dimulai saat kondisi bacaan SQM mulai stabil. Data akan diolah dengan bantuan Ms. Excel lalu diplot dalam bentuk grafik akhir senja seperti pada gambar 3.16. Awal waktu Isya dimulai ketika nilai simpangan kecerahan langit mulai memiliki nilai positif.

Setelah mendapatkan awal waktu salat Shubuh dan Isya, hasilnya dianalisis dan dibandingkan dengan acuan yang dipakai Pemerintah menggunakan alat bantu perangkat lunak Accurate Times 5.3.

Gambar 3.15. Grafik tampilan awal fajar

Gambar 3.16. Grafik tampilan akhir senja astronomi

6 11 16 21

3:30 3:44 3:58 4:13 4:27 4:42 4:56 5:10 5:25 5:39

M ag /ar c se Waktu Pengamatan

Awal Fajar

7 9 11 13 15 17 19 21

17:30 17:44 17:58 18:13 18:27 18:42 18:56 19:10

M ag /ar c se Waktu Pengamatan

Akhir Senja


(2)

39

3.7Interpretasi

Pada tahap interpretasi, kecerahan langit malam maksimum di arah Zenit, Barat, Utara, dan Selatan Observatorium Bosscha didapat dari hasil plot grafik kecerahan langit yang stabil dari awal malam sampai awal pagi, nilai maksimum dicari menggunakan MS. Excel dan juga dicari waktu terjadinya nilai tersebut, ketidakteraturan pembacaan harus dianalisis dengan mengamati kondisi dan situasi pada malam pengamatan dan dicari faktor-faktor yang mempengaruhi kecerahan langit baik dari Integrated Starlight, Zodiacal Light, polusi cahaya, adanya awan, pencahayaan Bulan atau gangguan langsung dari aktivitas manusia.

Pada grafik fajar dan senja astronomi yang telah diplot, lalu dicari nilai polinomial dan persamaan garis liniernya, setelah itu dianalisis awal waktu Shubuh dan Isya berdasarkan waktu dan depresi Matahari. Menggunakan statistik untuk dicari simpangan kecerahan langit, simpangan kecerahan langit stabil untuk Isya dan tidak stabil untuk Shubuh.


(3)

Ahmad Ridwan Al Faruq, 2013

Kecerahan Langit Malam Arah Zenit Di Observatorium Bosscha Dan Analisis Awal Waktu Shubuh Dan Isya Menggunakan Sky Quality Meter

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa nilai kecerahan langit di Observatorium Bosscha menggunakan SQM mencapai nilai maksimum 20.38 mag/arcsec² pada tanggal 11 oktober 2012 M, hasil ini relatif sama dengan pembacaan pada musim kering yaitu 20,25 mag/arcsec² pada tanggal 16 Juni 2012 M. Nilai tersebut menunjukan angka yang baik untuk sebuah observatorium professional. Hasil penelitian menggunakan SQM memiliki nilai yang lebih baik dibanding penelitian-penelitian sebelumnya dengan metode berbeda.

Nilai kecerahan langit pada hari yang sama pada sudut 450 arah Timur dan Barat akan menghasilkan nilai yang relatif sama, dengan syarat langit dalam kondisi yang cerah serta tidak terdistribusi cahaya Bulan. Hal ini memperlihatkan tingkat polusi cahaya relatif sama pada arah Timur dan Barat Observatorium Bosscha. Tetapi untuk pengamatan di hari yang berbeda nilainya akan terus berubah karena adanya cahaya alami dari Bulan dan benda-benda langit yang terang.

Penelitian kecerahan langit pada waktu fajar dan akhir senja astronomi menghasilkan ukuran awal waktu salat Shubuh dan Isya bagi umat Muslim. Pengamatan pada musim Basah (hujan) menghasilkan sudut depresi Matahari -15° dan -14° untuk awal salat Shubuh dan Isya. Sedangkan pada musim kering (kemarau) menghasilkan sudut depresi matahari -16° dan -15° untuk awal salat Shubuh dan Isya. Hasil ini berbeda dengan acuan yang dipakai oleh Pemerintah yang menetapkan -20° untuk awal waktu Shubuh dan -18° untuk awal waktu salat Isya. Dari Hasil ini berarti acuan Pemerintah untuk salat Shubuh lebih awal sekitar 16-20 menit, dan untuk awal waktu salat Isya lebih lambat 12-16 menit.


(4)

57

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dengan menggunakan data primer yang dilakukan di sepanjang bulan September-Oktober 2012 M ditambah data sekunder sepanjang bulan Juni 2012 M. Maka ada beberapa rekomendasi untuk lebih mendapatkan kepastian dan keyakinan mengenai hasil yang diperoleh. Antara lain:

1. Melakukan penelitian yang sama dengan rentang waktu yang lebih lama (minimal 1 tahun) di tempat yang berbeda-beda di seluruh Indonesia, sehingga bisa didapatkan hasil yang sangat baik untuk menggambarkan nilai kecerahan langit berdasarkan posisi matahari juga untuk mendapatkan variasi nilai awal waktu salat Shubuh dan Isya di setiap bulan.

2. Untuk memperoleh waktu salat yang bisa dipakai secara hukum wilayah (Wilayatul Hukmi) maka perlu dilakukan penelitian yang lebih banyak di beberapa tempat dengan memasang SQM di banyak wilayah, juga dengan metode yang berbeda yang bisa menghasilkan nilai yang tepat untuk mendapatkan awal fajar shadiq dan awal waktu Isya.


(5)

Ahmad Ridwan Al Faruq, 2013

Kecerahan Langit Malam Arah Zenit Di Observatorium Bosscha Dan Analisis Awal Waktu Shubuh Dan Isya Menggunakan Sky Quality Meter

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Accurate Times 5.3 (2012). http://www.icoproject.org/. Diakses Oktober 2012 Azzahidi, F., Irfan, M., Utama, J.A. (2011). Pengukuran Kecerahan Langit (Sky

Brightness) Observatorium Bosscha Menggunakan Teleskop Portabel dan CCD. Prosiding Seminar HAE. ITB

Birriel, J., Adkins, J.K. (2010). A Simple Portable Apparatus to Measure Night Sky Brightness at Various Zenith Angles. JAAVSO Vol. 38

Birriel, J., Wheatley, J., McMichael, C. (2010). Documenting local Night Sky Brightness Using Sky Quality Meter and Interdisciplinary Collage Capstone Project and a First Step Toward Reducing Light Pollution. JAAVSO Volume 38

Cinzano, P. (2005). Night Sky Photometry with Sky Quality Meter, ISTIL. Internal Report, No. 9, Vol 1.4.www.unihedron.com/project.darksky/2005/

Eka Puspita Arumanintyas. (2009). Studi Kecerlangan Langit Terhadap Visibilitas Hilal. ITB. 38

Farrington, D.P. & Welsh, B.C. (2002). Effects of Improved Street Lighting on Crime: A Systematic Review. Home Office Research – Development and Statistics Directorate

Herdiwijaya, D., Arumatingtyas,E.P. (2012). Pengukuran Kecerlangan Langit Arah Zenith di Bandung dan Cimahi dengan Menggunakan Sky Quality Meter. ITB. Bandung

Ilyas, M.A. (1984). Modern Guide to Astronomical Calculation of Islamic Calendar, Times, and Qibla. Berita Publishing. Kualalumpur, 143-148

Judhistira Aria Utama, Lina Avianty. (2009). Polusi Cahaya: Dampak dan Solusi yang Ditawarkan. Disampaikan dalam seminar Conference of The Indonesian Astronomical Society. HAI 2009

Leinert, Ch.,dkk. (1998). The Reference of Diffuse Night Sky Brightness, Astronomy Astrophysics Supplement Series, vol 127,1 – 99

Lilis Cucu. (2011). Penentuan Awal Fajar Astronomi dan Akhir Senja Astronomi Menggunakan Pengukuran Fotometri. Tugas Akhir, UPI


(6)

Muthoha Arkanudin. (2009). Menentukan Waktu Shalat http://rukyatulhilal.org/waktu-shalat/index.html. Diakses Februari 2012

Nawar, S. (1983). Sky Brightness and Colour during High Solar Activity. M&P, 29,99-106

Nawar, S. dkk (1997). General Transformation Factor from Number of Stars of The Tenth Visual Magnitude of Reyleigh Per Angstrom or nanoLambert for Different Wavelenght. Astrophysics and Space Science 253, issue 1:1-5 Niri, M.A., Zainuddin, M.Z., Man, S., Nawawi, M.A., Wahab, R.A., Ismail, K.,

Zaki, N.H., Ghani, A. Lokman, M.A. (2012). Astronomical Determination for the Beginning Prayer Time of Isha. Midle-East Journal of Scientific Research 12 (1): 101-107

Nor, S.A., Zainuddin, M.Z. (2012). Sky Brightness for Determination of Fajr and Isha Prayer by Using Sky Quality Meter. International Journal of Scientific & Engineering Research. Vol 3.

Riyadi, A. Foto fajar http://pakarfisika.wordpress.com/. Diakses Januari 2012 Rizvi, S.M. Dar-s-salam. (1991). http://www.al-islam.org. Diakses Februari 2012 Shaefer, B.E. (1989). Visibility of The Lunar Crescent. Q.J.R.A.S. 29:511-529 Shaefer, B.E. (1993). Astronomy and The Limits of Vision. Vistas in Astronomy.

36: 311-361

Sharif, N.N., Muhammad, A., Zainuddin, M.Z., Hamidi.Z.S. (2012). The Aplication Of Sky Quality Meter at Twilight for Islamic Prayer Time.

International Journal of Apllied Physics and Mathematics, Vol.2, No.3

Siddique Katiya. (2007). Explanation of Muslim Prayer Timing. Aisha Charitable Support Services Montreal Canada. www.as-sidq.org Diakses Februari 2012 Sriyatin Shodiq. (2010) Terbit Fajar dan Waktu Shubuh (Dalam Nash Syar’I Fiqh

dan Astronomi). Bahan Pengajian Ahad Pagi. Jogjakarta

Susiknan Azhari. (2009). Awal Waktu Shalat Perspektif Syar’I dan Sains.