EVALUASI PENDIDIKAN SISTEM GANDA : Studi di SMK Negeri 1 Metro.

(1)

i

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

LEMBAR PERNYATAAN ... ix

MOTTO ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Batasan Masalah ... 10

E. Definisi Istilah ... 11

F. Kerangka Berpikir ... 12

G. Tujuan Penelitian ... 14

H. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Evaluasi ... 16

1. Pengertian Evaluasi... ... 16

2. Tujuan Evaluasi ... 18

3. Jenis-Jenis Evaluasi ... 19

4. Model-Model Evaluasi ... 20

5. Evaluasi Program ... 23

6. Penelitian Evaluasi ... 25


(2)

ii

2. Tujuan Pendidikan Kejuruan ... 31

3. Model Pendidikan Kejuruan ... 32

4. Jenjang Pendidikan Kejuruan ... 34

5. Karakteristik Pendidikan Kejuruan ... 36

6. Kurikulum Pendidikan Kejuruan ... 37

C. Pendidikan Sistem Ganda ... 46

1. Pengertian Pendidikan Sistem Ganda ... 46

2. Tujuan Pendidikan Sistem Ganda ... 49

3. Manajemen Pendidikan Sistem Ganda ... 49

D. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 63

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 65

C. Teknik Pengumpulan Data ... 66

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 82

1. Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda ... 82

a) Pengelolaan Pendidikan Sistem Ganda ... 83

b) Penerimaan Peserta Didik Baru ... 88

c) Penyusunan Kurikulum ... 90

d) Pembelajaran di Sekolah ... 91

e) Praktik Kerja Industri ... 94

f) Kunjungan Industri ... 101

g) Ujian Kompetensi ... 102

h) Pemasaran Alumni ... 104

2. Kesesuaian Antara Pelaksanaan PSG dengan Standar pelaksanaan PSG yang Ditentukan Sekolah ... .. 107


(3)

iii

c) Penyusunan Kurikulum ... 110

d) Pembelajaran di Sekolah ... 111

e) Praktik Kerja Industri (Prakerin) ... 112

f) Kunjungan Industri ... 114

g) Ujian Kompetensi ... 116

h) Pemasaran Alumni ... 117

3. Faktor Pendukung dan Penghambat PSG ... 118

a) Faktor Pendukung ... 118

b) Faktor Penghambat ... 120

B. Analisis Data ... 122

C. Pembahasan ... 127

1. Pengelolaan PSG ... 127

2. Penerimaan Peserta Didik Baru ... 136

3. Penyusunan Kurikulum ... 138

4. Pembelajaran di Sekolah ... 141

5. Praktek Kerja Industri (Prakerin) ... 142

6. Kunjungan Industri ... 153

7. Ujian Kompetensi ... 157

8. Pemasaran Alumni ... 160

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 161

1. Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda ... 161

2. Kesesuaian Antara Pelaksanaan PSG dengan Standar Pelaksanaan . 164 3. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 165

B. Rekomendasi ... 165

DAFTAR PUSTAKA... 172 LAMPIRAN - LAMPIRAN


(4)

iv

Tabel 4.1. Rekapitulasi Jumlah Guru SMK Negeri 1 Metro ... 93 Tabel 4.2. Alokasi Waktu Pelaksanaan Prakerin TP.2010/2011 ... 94 Tabel 4.3. Hasil Penelusuran Alumni Tamatan Tahun 2010 ... 106


(5)

v

Gambar 1.1. Hubungan mutu dan relevansi dengan sebutan SMK ... 5

Gambar 1.2. Kerangka Berfikir Penelitian ... 13

Gambar 2.1 Komponen-Komponen Kurikulum yang merupakan Sistem. ... 40

Gambar 4.1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian. ... 81

Gambar 4.1 Proses Pembentukan Lulusan dalam PSG. ... 122

Gambar 4.2 Pengembangan Kurikulum Pendidikan Kejuruan. ... 140

Gambar 4.3 Siklus Kegiatan Prakerin. ... 144

Gambar 4.4 PSG Model Block Release. ... 150

Gambar 4.5 PSG Model Day Release. ... 150

Gambar 4.6 Pola Pembagian Waktu PSG Model Day Release. ... 151

Gambar 4.7 PSG Model Hour Release. ... 151

Gambar 4.8 Pola Pembagian Waktu PSG Model Hour Release. ... 152


(6)

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja yang semakin ketat dan kompetitif. Melalui kesepakatan global ini, tenaga kerja dan hasil-hasil produksi dari suatu negara dapat dengan leluasa masuk ke negara lain tanpa adanya pembatasan. Bila peningkatan kualitas tenaga kerja tidak dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan suatu bangsa akan menjadi buruh di negeri sendiri. Oleh karena itu meningkatkan kualitas pendidikan sehingga menghasilkan lulusan yang terampil, professional, serta memiliki daya saing yang tinggi sudah menjadi keniscayaan.

Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang melesat begitu pesat, terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, juga menuntut kita untuk merespon secara tepat. Akselerasi pembangunan Bangsa Indonesia akan semakin jauh tertinggal manakala proses pendidikan tidak didukung dan diiringi oleh IPTEK yang relevan. Begitupula dengan pembangunan pendidikan mesti didukung oleh sarana dan perangkat yang memadai dan dilaksanakan dengan metodologi dan sistem yang inovatif. Untuk mewujudkan lulusan / tenaga kerja yang bermutu, terampil, inovatif, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan terknologi, memiliki daya saing dan daya serap ke dunia kerja, pemerintah mengembangkan kebijakan link and match.


(8)

Kebijakan ini diharapkan akan menjembatani kesenjangan antara harapan dunia usaha terkait dengan kompetensi calon tenaga kerja dengan institusi (sekolah) yang mendidik dan melatih tenaga kerja. Pendidikan bagi calon tenaga kerja yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan institusi pasangan merupakan kunci agar bangsa kita mampu bersaing dalam kancah internasional.

Pendidikan yang berorientasi pada pembentukan tenaga kerja praktis (vocational education) dilaksanakan pada berbagai jalur dan jenjang. Jalur pendidikan kejuruan meliputi pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Jenjang pendidikan vokasional tingkat menengah pada jalur formal yaitu sekolah menengah kejuruan, dilanjutkan pada jenjang pendidikan volasional di perguruan tinggi meliputi pendidikan vokasi yang diselenggarakan di akademi dan politeknik, pendidikan profesi yang diselenggarakan setelah menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana (S1) dan pendidikan spesialis yang diselenggarakan setelah menyelesaikan pendidikan akademik pascasarjana (S2).

Selain melalui pendidikan formal pendidikan vokasional juga dapat ditempuh melalui jalur nonformal yang dilaksanakan melalui lembaga-lembaga kursus dan pelatihan-pelatihan ketrampilan. Pendidikan vokasional pada jalur nonformal juga dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pendidikan ketrampilan yang bersifat teknis, teknis lanjutan sampai dengan pendidikan ketrampilan manajerial.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang


(9)

sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs (UU Nomor 20 tahun 2003). Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah menyiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.

Pendidikan menengah kejuruan berfungsi: (a) meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; (b) meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; (c) membekali peserta didik dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan kejuruan para profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat; (d) meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; (e) menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan (f) meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk hidup mandiri di masyarakat dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Melalui pendidikan kejuruan ini, peserta didik diharapkan memiliki bekal umum untuk menghadapi kehidupan dan secara khusus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk bekerja sesuai dengan bidang keahliannya. Selain disiapkan untuk mengisi formasi pekerjaan di bidang pekerjaan tertentu, lulusan SMK diharapkan dapat mengikuti pendidikan lanjutan ke jenjang yang lebih tinggi dengan baik.

Upaya-upaya untuk merevitalisasi SMK terus dilakukan, namun sampai saat ini konsentrasi pemerintah masih terfokus pada kuantitas. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya berbagai permasalahan yang muncul dalam sistem pendidikan


(10)

kita. Diantaranya adalah: pertama, masih rendahnya kualitas atau mutu pendidikan. Kedua, adalah belum adanya pemerataan dalam memperoleh akses di bidang pendidikan. Ketiga, tidak adanya efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Disamping itu persoalan yang keempat adalah belum adanya demokratisasi pendidikan. Peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan masih sangat terbatas (Nurharjadmo, 2008:1). Khusus untuk sekolah kejuruan, persoalan yang dirasakan sangat penting berkaitan dengan ketidakmampuan lulusan dalam memasuki lapangan kerja. Hal itu disebabkan karena adanya ketidaksesuaian antara "supply" lulusan dengan kecilnya "demand". Selain itu juga kualitas dan relevansi lulusan yang memang jauh dari kehendak pasar.

Salah satu bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mengantisipasi hal itu adalah kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (dual sistem). Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang diselenggarakan pada sekolah menengah kejuruan merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan "link and match" antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Bentuk penyelenggaraan PSG menekankan pada pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sitematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program keahlian yang diperoleh langsung di perusahaan. Sistem ini berusaha mengintegrasikan kepentingan dunia pendidikan dengan dunia industri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas dan relevansi lulusan pendidikan, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), baik pengetahuan, ketrampilan maupun etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja, sehingga siap masuk ke pasaran kerja.


(11)

Melalui pendidikan si relevansi yang dimiliki

Kebijakan link kesesuaiannya denga menyelenggarakan pro Pola penyelenggaraan sudah nyata membuat yang dibutuhkan duni prinsip "keterkaitan da dan relevansi. Mutu m didemonstrasikan ole pelatihan, sedangkan diajarkan oleh SMK d

Korelasi an

sistem ganda ini diharapkan ada kesesuaian a liki lulusan, dengan tuntutan dunia kerja.

nk and match untuk meningkatkan kompeten ngan kebutuhan dunia nyata memaksa proses pendidikan dengan selalu melibatkan duni

an pendidikan secara sepihak oleh sekolah saja uat kompetensi lulusan SMK tidak relevan den unia kerja. Penyelenggaraan diklat pada SMK

dan kesepadanan" yang berorientasi kepada pe u mengacu pada peningkatan kualitas kompeten oleh peserta didik setelah mengikuti proses an relevan berarti adanya kesesuaian antara k

dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh indu

Gambar 1.1

antara mutu dan relevansi pendidikan dengan s (Sumber : http://download./mkdki.net/)

n antara mutu dan

tensi lulusan dan sekolah untuk unia usaha/industri. aja (school center) engan kompetensi K dilandasi oleh peningkatan mutu tensi yang mampu s pendidikan dan kompetensi yang ndustri.


(12)

Dalam rangka menghasilkan lulusan yang relevan, maka keterlibatan sektor industri dalam proses pendidikan merupakan keniscayaan. Oleh karena itu tidak bisa ditangani hanya oleh SMK, tetapi harus melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan dunia kerja, khususnya dunia usaha dan industri, termasuk organisasi-organisasi yang ada di dunia usaha dan asosiasi keahlian. Untuk mencapai keterkaitan dan kesesuaian antara SMK dengan institusi pasangan, maka diselenggarakan pendidikan sistem ganda (PSG). PSG bukanlah kegiatan yang terlepas (mandiri) dari proses pendidikan secara keseluruhan, tetapi merupakan bagian integral dari proses pendidikan di SMK secara keseluruhan mulai dari proses penerimaan peserta didik baru hingga pemasaran lulusan. Oleh karena itu, setiap kegiatan sekolah selalu terintegrasi didalamnya program pendidikan sistem ganda. Untuk dapat melaksanakan pendidikan sistem ganda, setidaknya terdapat tiga lembaga yang harus ada, yaitu sekolah, institusi pasangan selaku institusi pasangan dan majelis sekolah selaku mediator antara keduanya. Antara ketiga lembaga ini harus terjalin kerjasama yang erat agar pelaksanaan pendidikan sistem ganda, agar proses pendidikan di SMK dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Oleh karena itu pihak dunia usaha/industri harus terlibat mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pendidikan. Hal ini juga disarankan oleh Domu (2008:590) bahwa “Link and Match bukan hanya dalam kegiatan praktek siswa, tetapi juga dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi materi pelajaran terkait.” Keterlibatan pihak dunia usaha/industri ini tidak hanya pada kegiatan praktek kerja industri saja tetapi seluruh kegiatan pendidikan, seperti penerimaan peserta didik baru, penyusunan kurikulum,


(13)

penyelenggaraan pembelajaran di sekolah, penyelenggaraan praktek kerja industri (prakerin), ujian kompetensi sampai dengan pemasaran alumni ke dunia kerja. Dengan konsep pendidikan sistem ganda ini diharapkan, lulusan sekolah menengah kejuruan dapat terserap dengan secara maksimal ke dunia kerja, karena dari segi kompetensi lulusannya sudah diakui oleh dunia kerja begitu pula dengan relevansinya terhadap dunia kerja.

Harapan pemerintah terhadap lulusan sekolah kejuruan ternyata belum memenuhi harapan yang diinginkan. Karena dalam kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan, yaitu masih rendahnya jumlah lulusan SMK yang terserap dunia kerja. Dalam laporan BPS sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Arizal Ahnaf (Tribun Jabar, 6 Januari 2009) menyatakan :

“Angka pengangguran pada Agustus 2008 berdasarkan pendidikan didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Data Badan Pusat Statistik atau BPS menyebutkan, lulusan SMK tertinggi yakni 17,26 persen, disusul tamatan SMA (Sekolah Menengah Atas) 14,31 persen, lulusan universitas 12,59 persen, serta Diploma I/II/III 11,21 persen. Tamatan SD ke bawah justru paling sedikit menganggur yakni 4,57 persen dan SMP 9,39 persen.”

Lulusan sekolah menengah kejuruan yang diproyeksikan sejak awal untuk menjadi lulusan yang siap kerja dalam kenyataannya menduduki peringkat pertama dalam menyumbangkan pengangguran. Padahal persentase lulusan SMA jauh lebih banyak daripada lulusan SMK. Dengan memperhatikan persentase pengangguran berdasarkan jenis pendidikan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwasanya lulusan SMK belum menjadi pilihan bagi dunia kerja dalam perekrutan tenaga kerja.

Sekaitan dengan keterserapan SMK di dunia kerja, menurut (Samsudi, 2008:1) dalam pidato Dies Natalis ke-43 Unnes mengatakan,


(14)

“...idealnya secara nasional lulusan SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedang selama ini yang terserap baru 61%. Pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628.285 orang, sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK tahun 2007 hanya 385.986 atau sekitar 61,43%”.

Data yang dikemukan di atas semakin memperjelas bagi kita tentang peran serta SMK dalam menyumbangkan pengangguran setiap tahunnya kepada bangsa Indonesia, yaitu sekitar 39 persen dari lulusan SMK setiap tahunnya.

Dalam perkembangan berikutnyanya, Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan, Joko Sutrisno Selasa (26/1/2010) di Jakarta menyampaikan "Kalau tahun ini daya serap lulusan ke pasar kerja baru 50 persen, maka tiap tahun diharapkan ada kenaikan 5 persen sehingga pada 2014 lulusan SMK bisa terserap 70 persen ke dunia kerja" (http://www.pendidikan-diy.go.id/?view=baca_berita&id_sub=1482).

Sajian data terkait rendahnya daya serap lulusan SMK oleh lapangan kerja ini menunjukkan bahwa lulusan SMK masih belum menjadi primadona bagi dunia kerja. Dengan dasar itulah penulis menaruh minat untuk melakukan penelitian tentang Evaluasi Pendidikan Sistem Ganda (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Metro).

B. Fokus Penelitian

Pendidikan sistem ganda merupakan pendidikan yang dilaksanakan secara sinkron dan sistematis antara SMK dengan institusi pasangan terhadap peserta didik yang diarahkan untuk mencetak peserta didik agar kompeten dalam bidang tertentu. Konsep pendidikan ini merupakan perubahan dari konsep pendidikan kejuruan sebelumnya yang dilaksanakan oleh sekolah saja, sementara institusi


(15)

pasangan/perusahaan mitra hanya bertindak sebagai instansi yang berperan hanya sebagai tempat praktik.

Dengan perubahan sistem ini, diharapkan dapat meningkatkan peran institusi pasangan dari peran sebagai objek menjadi subjek serta menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Namun apakah proses pendidikan sistem ganda sudah sesuai dengan yang telah digariskan secara konseptual oleh pemerintah? Penelitian berusaha mengevaluasi pendidikan sistem ganda dengan berfokus pada keterlibatan / peran institusi pasangan dalam proses pendidikan sistem ganda di SMK.

C. Rumusan Masalah

Tujuan utama pendidikan kejuruan adalah mendidik siswa sehingga mampu untuk siap bekerja pada bidang tertentu dengan adaptasi yang minimal. Indikator keberhasilan sekolah menengah kejuruan adalah sejauhmana lulusan SMK mampu diserap oleh dunia kerja. Untuk menciptakan keselarasan (relevansi) yang maksimal, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah menetapkan sebuah kebijaksanaan kesetaraan dan kesepadanan atau link and match. Untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut pada tataran implementasinya dilaksanakan dengan pendidikan sistem ganda (PSG). PSG adalah suatu bentuk pengelolaan pendidikan yang diselenggarakan secara bersama-sama antara SMK dengan institusi pasangan (perusahaan, institusi, industri) mulai dari proses penerimaan peserta didik baru sampai dengan pemasaran alumni. Dengan model ini diharapkan akan dapat menjembatani kesenjangan antara kompetensi tenaga kerja yang diinginkan oleh institusi


(16)

pasangan dengan kualitas lulusan yang di hasilkan oleh SMK. Dengan asumsi ini diharapkan lulusan SMK dapat diterima oleh institusi pasangan sehingga dapat menurunkan angka pengangguran.

Pada kenyataannya, sampai dengan tahun 2010 keterserapan lulusan SMK masih sangat minim. Berdasarkan data yang dilaporkan Direktur Pembinaan SMK, jumlah lulusan SMK baru 50% setiap tahunnya. Dengan kondisi tersebut penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan PSG dalam aspek pengelolaan, implementasi PSG dalam penerimaan peserta didik baru, implementasi PSG dalam penyusunan kurikulum, implementasi PSG dalam proses pembelajaran di sekolah, implementasi PSG dalam praktek kerja industri, implementasi PSG dalam kunjungan industri, implementasi PSG dalam kegiatan ujian kompetensi dan implementasi PSG dalam pemasaran alumni.

2. Apakah ada kesesuaian antara pelaksanaan PSG dengan standar pelaksanaan PSG yang ditentukan oleh sekolah ?

3. Apasajakah yang menjadi faktor-faktor pendukung dan penghambat keterlibatan peran institusi pasangan dalam implementasi pendidikan sistem ganda?

D. Batasan Masalah

Pendidikan sistem ganda memiliki banyak dimensi dalam pelaksanaannya, seperti manajemen pendidikan sistem ganda, pembiayaan pendidikan sistem ganda, standar pelaksanaan pendidikan sistem ganda, dan lain sebagainya.


(17)

Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti dalam penelitian ini serta agar penelitian ini lebih fokus, maka dalam kegiatan penelitian dibatasi pada keterlibatan institusi pasangan / industri dalam pendidikan sistem ganda. Dari aspek tempat dan waktu penelitian, kegiatan penelitian terbatas pada kegiatan PSG yang berlangsung di SMK Negeri 1 Metro tahun pembelajaran 2010/2011.

E. Definisi Istilah

Untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran, maka perlu dijelaskan beberapa istilah penting yang berkaitan dengan topik dan judul penelitian:

1. Evaluasi

Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan evaluasi adalah upaya yang dilakukan untuk mencari informasi dan mengetahui tentang adanya kesesuaian / ketidaksesuaian konsep pendidikan sistem ganda dan standar sekolah dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda terhadap implementasinya dan untuk mengetahui secara menyeluruh tentang pelaksanaan kegiatan tersebut.

2. Pendidikan Sistem Ganda

Pendidikan Sistem Ganda adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian professional yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional tertentu.

3. Institusi Pasangan

Institusi pasangan adalah perusahaan, industri, instansi baik milik pemerintah maupun swasta dalam skala kecil, menengah atau besar yang menjadi


(18)

mitra sekolah menengah kejuruan dalam menyelenggarakan pendidikan sistem ganda. Dalam beberapa literatur istilah institusi pasangan lazim pula disebut DUDI yang merupakan singkatan dari Dunia Usaha dan Dunia Industri yang menjadi mitra SMK dalam PSG.

4. Praktek Kerja Industri (Prakerin)

Praktik kerja industri adalah kegiatan pembelajaran praktikum siswa yang diselenggarakan secara langsung di institusi pasangan.

5. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Sekolah menengah kejuruan adalah lembaga pendidikan formal milik pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada bidang keahlian tertentu.

6. Majelis Sekolah

Organisasi yang dibentuk secara bersama-sama antara sekolah dengan institusi pasangan untuk melaksanakan koordinasi / mediasi antara sekolah dengan institusi pasangan dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda.

F. Kerangka Berfikir

Penelitian ini berusaha untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan pendidikan sistem ganda. Evaluasi yang dilakukan meliputi komponen proses penyusunan, pelaksanaan program dan penilaian program pendidikan sistem ganda. Kegiatan evaluasi ini berusaha untuk mengetahui apakah yang menjadi standar sekolah dalam kegiatan pendidikan sistem ganda yang diselenggarakannya, implementasi pendidikan sistem ganda yang selama ini


(19)

Dengan diterapkannya Pendidikan Si/tem Ganda di SMK, idealnya

lulu/an SMK dapat diterima di/erap oleh dunia kerja /ecara

mak/imal.

Pada Kenyataanya, Daya /erap dunia kerja terhadap lulu/an SMK belum mak/imal. Sampai dengan tahun 2010 daya /erapnya baru 50%. (Depdikna/,

2010)

Evalua/i Pendidikan Si/tem Ganda

Ke/impulan & Rekomenda/i

Anali/i/ Standar Pelak/anaan Ideal

PSG Di/krip/i Pelak/anaan

Pendidikan Si/tem Ganda di SMK

Anali/i/ Standar Pelak/anaan PSG oleh

Sekolah Pertanyaan Penelitian :

Bagaimanakah Pelak/anaan Pro/e/ Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan dalam mengimplementa/ikan Pendidikan Si/tem Ganda ?

Tujuan :

Menetapkan faktor-faktor dalam pelak/anaan pendidikian /i/tem ganda yang berdampak pada rendahnya daya /erap dunia kerja terhadap lulu/an SMK. dilaksanakannya, serta melakukan evaluasi pelaksanaan pendidikan sistem ganda berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh sekolah dan kriteria baku dalam pendidikan sistem ganda.


(20)

G. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh data tentang proses-proses pendidikan yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda di SMK Negeri 1 Metro ditinjau dari aspek keterlibatan peran institusi pasangan. Berdasarkan hasil temuan dan evaluasi, selain digunakan untuk perbaikan ke dalam, diharapkan juga dapat dijadikan bahan perbaikan pelaksanaan pendidikan sistem ganda pada sekolah-sekolah lainnya yang dipandang memiliki transferabilitas yang layak.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memperoleh data tentang proses-proses pendidikan yang harus diperbaiki tentang keterlibatan peran institusi pasangan dalam pengelolaan pendidikan sistem ganda, penerimaan peserta didik baru, penyusunan kurikulum, proses pembelajaran di sekolah, praktek kerja industri, kunjungan industri, ujian kompetensi, dan dalam pemasaran alumni.

2. Menemukan faktor-faktor pendukung dan penghambat keterlibatan peran institusi pasangan dalam implementasi pendidikan sistem ganda.

H. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan prinsip-prinsip yang terkait dengan prosedur implementasi pendidikan sistem ganda dalam


(21)

mewujudkan lulusan yang trampil, mampu beradaptasi dengan dunia kerja yang berdampak pada daya serap lulusan SMK secara optimal. Hasil temuan juga diharapkan memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan pengelola pendidikan sistem ganda dalam memaksimalkan kegiatan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap upaya peningkatan pendidikan khususnya pada penyelenggaraan pendidikan sistem ganda.

2. Secara Praktis

Setelah penelitian ini selesai, diharapkan dapat memberikan sumbangan konkrit berupa :

a) Masukan bagi guru dalam menerapkan konsep pendidikan sistem ganda yang bersesuaian dengan bidang tugasnya masing-masing.

b) Masukan bagi kepala sekolah, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pembinaan dan menetapkan suatu kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pendidikan sistem ganda.

c) Masukan bagi dinas pendidikan untuk menentukan kebijakan pendidikan sistem ganda di wilayah kerjanya.

d) Sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan sistem ganda.


(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian evaluatif dengan pendekatan kualitatif. Hasan (2008:228) mengatakan bahwa ciri khas dari metode evaluasi kualitatif ini adalah fokus utamanya adalah proses pelaksanaan kurikulum. Sukmadinata (2009: 121) mengatakan bahwa penelitian evaluatif diperlukan untuk merancang, menyempurnakan dan menguji pelaksanaan suatu praktik pendidikan. Dalam merancang suatu program/kegiatan diperlukan data hasil evaluasi tentang program atau kegiatan pendidikan yang lalu, kondisi yang ada serta tuntutan dan kebutuhan bagi program baru. Selanjutnya Sukmadinata (2009: 121) mengatakan bahwa secara lebih rinci tujuan penelitian evaluatif adalah; (1) Membantu perencanaan untuk pelaksanaan program, (2) Membantu dalam penentuan keputusan penyempurnaan atau perubahan program, (3) Membantu dalam penentuan keputusan keberlanjutan atau penghentian program, (4) Menemukan fakta-fakta dukungan dan penolakan terhadap program, dan (5) Memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis, sosial, politik dalam pelaksanaan program serta faktor-faktor yang mempengaruhi program.

Hasan (2008:103) mengatakan bahwa suatu evaluasi formal harus memberikan perhatian terhadap keadaan sebelum suatu kegiatan kelas


(23)

berlangsung dan terhadap keadaan kelas itu sendiri. Hasan (1988: 128) lebih lanjut mengatakan bahwa model ini memberikan perhatian terhadap lingkungan luas dimana suatu inovasi kurikulum dilakukan. Keberhasilan suatu implementasi sebagai kurikulum dalam pengertian proses dapat dipahami dengan memberikan perhatian terhadap lingkungan tersebut. Sedangkan Shaughnessy (2003: 88) mengatakan bahwa “...The goals of naturalistic observation are to describe behavior as it normally occurs and to examine relationships among variables”.

Pendekatan kualitatif mempunyai karakteristik antara lain: (a) data langsung diambil dari setting alami; (b) penentuan sampel dilakukan secara purposive; (c) peneliti sebagai instrumen pokok; (d) lebih menekankan pada proses dari pada hasil, sehinggan bersifat deskriptif analitik; (e) analisis data secara induktif atau interprestasi bersifat idiografik; dan (f) mengutamakan makna di balik data (Nasution, 2003:9). Penelitian kualitatif dalam pendidikan sering disebut inkuiri naturalistik. Inkuiri naturalistik berarti proses pengkajian yang dilakukan pada situasi lapangan yang alami (bukan di laboratorium), menggunakan metode-metode alami (observasi, wawancara, dan lain-lain), dan peniliti berinteraksi secara alami dengan subyek penelitian (Williams, 1988:53). Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti berfungsi sebagai instrumen penelitian dan peneliti mengkonsentrasikan perhatian dalam memahami perilaku, sikap, pendapat, persepsi, dan sebagainya berdasarkan pandangan subyek yang diteliti tersebut. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui kontak langsung dengan subyek yang diteliti dengan cara mendeskripsikan kebijakan dan kegiatan terhadap manajemen program pendidikan sistem ganda di SMK Negeri 1 Metro.


(24)

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di SMK Negeri 1 Metro untuk melihat pengelolaan dan kinerjanya, serta di instansi/perusahaan pasangan untuk melihat kinerja tempat pendidikan sistem ganda. Pertimbangan memilih lokasi penelitian berdasarkan wilayah kerja, waktu, dan biaya. Subjek penelitian sebagai sumber data dalam penelitian ini terdiri dari semua personil yang memberikan informasi untuk kelengkapan data yang diperlukan. Sejalan dengan pendapat Nasution (2003:11) bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan sampel yang acak dan juga tidak menggunakan populasi dan sampel yang banyak. Dalam penelitian kualitatif biasanya menggunakan sampel sedikit dan sampel dipilih menurut tujuan penelitian. Sesuai dengan paradigma, masalah dan tujuan penelitian, subjek penelitian yang ditetapkan adalah dari pihak pengelola program pendidikan sistem ganda, pihak pelaksana program pendidikan sistem ganda di instansi/perusahaan, dan siswa peserta program pendidikan sistem ganda.

Subjek penelitian dari pihak pengelola yaitu Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Metro, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat dan Industri sebagai pengelola program pendidikan sistem ganda, dan guru pembimbing. Dari pihak pelaksana program pendidikan sistem ganda di instansi/perusahaan adalah Kepala/direktur/kepala bagian/manajer instansi dan instruktur di tempat tersebut. Subjek penelitian di atas terus berkembang tergantung pada tujuan dan pertimbangan kelengkapan informasi sesuai dengan data yang diperlukan.


(25)

C. Tehnik Pengumpulan Data

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, partisipan dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling (Lincoln & Guba, 1985:40). Hal ini mengingat keragaman fenomena yang akan diteliti. Pemilihan informasi dicari dari subjek yang benar-benar menguasai permasalahan dan memiliki ciri-ciri spesifik dan terlibat dalam proses pengelolaan pendidikan sistem ganda. Teknik pengumpulan data secara khusus dilaksanakan secara berikut :

1. Wawancara

Peneliti menggunakan wawancara untuk mengumpulkan data. Wawancara mendalam adalah percakapan antara dua orang dengan maksud tertentu, dalam hal ini adalah peneliti dengan informan. Jenis wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur karena jenis wawancara ini mempunyai banyak kelebihan. Wawancara tidak terstruktur dapat dilakukan secara lebih personal sehingga memungkinkan sekali diperolehnya informasi sebanyak-banyaknya meskipun yang sifatnya rahasia dan sensitif sekalipun. Lebih lanjut, memungkinkan sekali dicatatnya semua respon afektif yang tampak selama wawancara berlangsung.

Informasi yang dikumpulkan melalui wawancara ini adalah informasi tentang diskripsi proses dan keterlibatan / peran institusi pasangan dalam : pengelolaan pendidikan sistem ganda, PPDB, penyusunan kurikulum, pembelajaran disekolah, prakerin, kunjungan industri, ujian kompetensi, dan pemasaran alumni.


(26)

Sesuai dengan jenis wawancara yang digunakan, maka dalam setiap wawancara tidak digunakan instrumen yang terstandar. Namun sebelum dilakukan wawancara, terlebih dahulu disusun garis-garis besar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan. Garis-garis besar pertanyaan disusun berdasarkan fokus dan rumusan masalah penelitian. Selanjutnya sementara proses wawancara berlangsung kadang-kadang diselipkan pertanyaan-pertanyaan pendalaman (probing) yang bertujuan untuk menggali lebih dalam lagi tentang hal-hal yang diwawancarakan. Pertanyaan-pertanyaan mendalam tersebut dikembangkan secara spontan sewaktu proses wawancara berlangsung dengan tata urutan berbentuk cerobong (the funnel sequence) dimulai dari hal-hal yang sifatnya umum mengarah pada hal-hal yang sifatnya khusus.

Sebagai informan pertama adalah kepala sekolah karena selaku pimpinan tertinggi disekolahnya tentu memiliki banyak informasi tentang sekolahnya dan mengetahui situasi sekolahnya dengan baik. Selanjutnya kepala sekolah tersebut diminta menunjukkan pihak yang bertanggung jawab/koordinator penyelenggaraan PSG, serta satu, dua, atau lebih guru yang dapat dijadikan informan selanjutnya. Begitu selesai diwawancarai, diantara para guru tersebut juga diminta menunjukkan orang lain yang dapat dijadikan informan berikutnya. Demikian seterusnya sehingga informan penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive atau purposeful sampling strategy (Creswell, 1998:118), yaitu dengan memilih orang-orang yang dianggap tahu tentang fokus masalah secara mendalam dan bisa dipercaya untuk dijadikan sumber data, serta selanjutnya dipadukan dengan teknik snowball sampling, yaitu meminta informan


(27)

sebelumnya untuk menunjukkan orang-orang lain yang dapat dijadikan informan berkutnya (Bogdan dan Biklen, 1982:34). Jadi, penetapan informan disini bukan didasarkan pada pemikiran bahwa para informan harus mewakili populasinya tetapi informan itu harus dapat memberikan informasi yang diperlukan.

2. Observasi

Observasi digunakan dengan cara dimana peneliti memasuki, mengamati, dan sekaligus berpartisipasi di dalam latar atau suasana tertentu. Observasi digunakan untuk semakin melengkapi pengumpulan data dengan wawancara. Suasana-suasana yang dapat dimasuiki dan diamati adalah: situasi sekolah, fasilitas sekolah, proses belajar mengajar yang sedang berlangsung di kelas / laboratorium / unit produksi, juga aktivitas siswa dan guru di luar kelas. Bahkan, melalui observasi berperan serta dapat diperoleh informasi yang mendukung atau menolak informasi yang ditemukan melalui wawancara. Peran yang sering dimainkan peneliti dalam observasi ini adalah hadir secara pasif, berinteraksi secara terbatas, dan aktif tapi terbatas yan dimaksudkan agar proses belajar mengajar tidak terganggu.

3. Studi Dokumentasi

Untuk semakin melengkapi kegiatan mengumpulkan data, maka juga digunakan dokumen-dokumen yang merupakan sumber non insani dengan alasan: (a) tersedia dan murah dilihat dari konsumsi waktu; (b) dokumen dan rekaman merupakan sumber informasi yang stabil, akurat, dan dapat dianalisis kembali; (c) dokumen dan rekaman merupakan sumber informasi yang kaya secara kontekstual, relevan, dan mendasar dalam konteksnya; (d) merupakan pernyataan


(28)

legal yang dapat memenuhi akuntabilitas; serta (e) bersifat non reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.

Selama proses penelitian, ada beberapa dokumen yang telah dikumpulkan dan dianalisis, diantara dokumen-dokumen tersebut ada yang dianalisis untuk memahami kondisi-kondisi sekolah-sekolah yang dijadikan latar penelitian, yaitu: (a) profil sekolah yang mencakup identitas sekolah, daftar guru menurut usia dan latar belakang pendidikannya, daftar jumlah murid menurut kelas, pegawai, rombongan belajar, prestasi sekolah, dan alumni; (b) kurikulum sekolah (c) dokumen-dokumen dan perangkat administrasi yang berkaitan dengan PSG serta (d) dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu.

Di dalam setiap mengumpulkan data, baik melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi digunakan beberapa alat yaitu: buku catatan, alat perekam (tape recorder), juga kamera untuk mendokumentasikan perilaku atau peristiwa penting yang muncul selama observasi. Sementara dalam setiap melakukan studi dokumentasi digunakan format catatan lapangan.

D. Tahap-Tahap Penelitian

Secara garis besar kegiatan penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah pokok sebagai berikut: (1) tahap pra-lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, (3) analisis data, dan (4) tahap pelaporan.

1. Tahap Pra-lapangan.

Pelaksanaan pra-lapangan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas mengenai lokasi/keadaan objek penelitian, gambaran umum responden, arah dan fokus masalah yang akan diteliti, penyesuaian waktu dan


(29)

lain-lain yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahap ini secara umum dilakukan kegiatan-kegiatan meliput: (1) penyusunan rancangan penelitian, terutama dalam mentukan desain dan fokus penelitian; (2) memilih lapangan penelitian yang sesuai dan mendukung kelancaran penelitian ini lebih mempertimbangkan fokus dan tujuan penelitian, dalam hal ini peneliti memilih SMK Negeri 1 Metro sebagai lokasi penelitian dengan alasan: telah menerapkan program pendidikan sistem ganda, akses ke tempat peneliti relatif mudah supaya kegiatan penelitian tidak terhambat oleh jarak dan waktu, sedangkan penelitian kualitatif diperlukan intensitas yang cukup dengan pihak sekolah; (3) mengurus perizinan, dari rektor melalui direktur SPS UPI; (4) menjejaki dan menilai keadaan lingkungan tempat penelitian, dalam kegiatan ini peneliti mengunjungi lokasi penelitian secara formal, menjejaki kemungkinan pelaksanaan penelitian, berdialog dengan kepala sekolah kemungkinan pelaksanaan penelitian; (5) memilih dan memanfaatkan informan; (6) menyiapkan perlengkapan penelitian. 2. Tahap Pekerjaan Lapangan.

Pada tahap pekerjaan penelitian ini terdapat tiga kegiatan utama, yaitu: (1) memahami latar penelitian dan persiapan diri; (2) memasuki lapangan; dan (3) berperan serta sambil mengumpulkan data. Fokus masalah tentang implementasi program pendidikan sistem ganda digali secara mendalam dalam kegiatan ini dengan cara observasi, pengamatan, dan wawancara maupun studi dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan secara langsung terhadap arah dan tujuan penelitian secara purposif, dengan menggunakan pedoman pengamatan wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Keberhasilan penelitian kualitatif ini tergantung


(30)

pada pengumpulan data dan ketelitian serta ketelatenan peneliti, disamping kelengkapan alat bantu yang memadai.

Bogdan dan Biklen (1982: 73-74) mengemukakan bahwa “keberhasilan suatu penelitian naturalistik atau kualitatif sangat tergantung pada ketelitian dan kelengkapan catatan lapangan (field notes) yang disusun peneliti.” Disamping peneliti berusaha untuk mempertajam penelitian, juga melengkapi diri dengan alat bantu catatan lapangan dan alat rekam suara (tape recording), video serta alat bantu lain yang mendukung penelitian. Alat perekam tersebut digunakan untuk merekam data dan informasi verbal dan non verbal serta kejadian nyata di lapangan. Untuk penggunaan media perekam ini, peneliti mengkomfirmasikan sebelumnya kepada responden dan menjaga kerahasiaan responden oleh peneliti. Selama kegiatan pengambilan data di lapangan mengenai data program pendidikan sistem ganda diperoleh, maka peneliti langsung memproses data dan menganalisisnya dengan cara mereduksi data dan informasi yang telah diperoleh. Dengan demikian dimungkinkan merangkum hal-hal penting secara sistematis untuk menemukan fokus masalah serta memudahkan pelacakan kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Selanjutnya hasil rangkuman mengenai pokok-pokok penelitian disajikan dalam bentuk catatan lapangan sebagai deskripsi data atau temuan penelitian dalam bentuk penyajian disebut display data.

Setelah peneliti berada di lapangan dalam jangka waktu tertentu dan data terkumpul hingga pada batas jenuh “point of redundancy” kemudian diolah, dianalisis, dan ditarik kesimpulan secara kualitatif dengan dukungan-dukungan


(31)

berbagai konsep maupun kajian kepustakaan, selanjutnya disajikan sebagai hasil penelitian.

3. Pengolahan Data

Analisis data yang dilakukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian berupa temuan penelitian. Analisis data adalah proses menyusun, mengkategorikan data, mencari pola atau tema untuk ditafsirkan dengan maksud untuk memahami maknanya. Merujuk pada Nasution (2003:129), prosedur analisis data untuk disajikan dalam laporan hasil penelitian dengan langkah-langkah, yaitu: reduksi data, “display data”, mengambil kesimpulan dan verifikasi.

a. Reduksi data.

Langkah awal dalam menganalisis data adalah melakukan reduksi data. Kemudian data yang diperoleh di lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan-laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. Tujuan reduksi data ini untuk memudahkan pemahaman terhadap data yang sudah dikumpulkan. Reduksi data dilakukan dengan cara menyaring data-data yang tidak berkaitan dengan pendidikan sistem ganda, sehingga memudahkan peneliti untuk menganalisis pelaksanaan program pendidikan sistem ganda.

b. Display Data.

Setelah dilakukan reduksi data, kegiatan selanjutnya ialah membuat rangkuman temuan penelitian berdasarkan pada aspek-aspek yang diteliti dan disusun secara singkat dan jelas. Sehingga penyajian data dapat memudahkan


(32)

memahami gambaran keseluruhan dari aspek-aspek yang diteliti. Dengan demikian akan dijadikan dasar untuk menafsirkan dan mengambil kesimpulan hasil penelitian.

c. Uji Keabsahan Temuan Penelitian.

Dasar dari uji keabsahan adalah jawaban atas pertanyaan penelitian, bagaimana peneliti dapat meyakinkan audiens bahwa temuan peneliti memiliki nilai dan kegunaan; argumen apa yang dikemukakan oleh peneliti, kriteria apa yang digunakan peneliti, pertanyaan apa yang akan dijawab melalui penelitian tersebut.

Secara umum, Lincoln & Guba (1985: 290) mengemukakan empat kriteria yang dijadikan dasar dalam menguji keabsahan penelitian kualitatif, yaitu: kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.

1) Kredibilitas

Kredibilitas atau derajat kepercayaan merupakan ukuran kebenaran data yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian. Derajat kepercayaan atau kredibilitas dapat dicapai dengan: (1) peneliti berada cukup lama di lapangan diperkirakan bulan Maret 2011 sampai Juni 2011, (2) melakukan triangulasi (teknik pemeriksaan keabsahan data dengan maksud mengecek atau pembanding data tersebut yang dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu di luar data itu, peneliti melaksanakan observasi terhadap hubungan siswa dengan guru di luar jam pelajaran, wawancara dengan guru lain, dengan kepala sekolah.

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Bila peneliti melakukan


(33)

pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. “Data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber data lain” (Nasution, 2003:10). Tujuan triangulasi adalah membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data.

Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan data dalam penelitian ini perlu diperiksa kredibilitasnya, sehingga data penelitian tersebut dapat dipertanggung-jawabkan dan dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik simpulan. Bogdan dan Biklen (1982) menjelaskan, bahwa dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif, peneliti merupakan instrumen utamanya. Oleh karena itu, maka uji validitas dan realibitas instrumen penelitian bukan dengan cara menguji-cobakan instrumen, melainkan melalui triangulasi.

Nasution (2003:114) menjelaskan, bahwa untuk menghindari terjadinya keterlibatan dalam waktu lama yang melahirkan ‘kebablasan/kemunduran’ (going native) disarankan adanya pengujian kesahihan data yang bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti telah sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam kenyataan dan sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dan yang akan terjadi.

Bungin (2008:254), untuk menghindari terjadinya keraguan terhadap hasil penelitian, maka diperlukan mekanisme sistem pengujian keabsahan hasil penelitian kualitatif, yaitu dengan (1) perpanjangan keikutsertaan; (2) menemukan


(34)

siklus kesamaan data; (3) ketekunan pengamatan; (4) triangulasi; (5) pengecekan melalui diskusi; (6) kajian kasus negatif; (7) pengecekan anggota tim; (8) kecukupan referensi; (9) uraian tugas; dan (10) auditing.

Untuk memperoleh data yang valid, dalam penelitian ini digunakan teknik yang direkomendasikan Guba dan Lincoln (1985); Creswell (1998:202); dan Nasution (2003:115), yaitu: triangulasi (triangulation) sumber data dan metode. Oleh karena itu, untuk mempertinggi peluang mendapatkan temuan yang kredibel peneliti tempuh melalui triangulasi. Sedangkan sebagai pelengkap, maka digunakan juga teknik diskusi teman sejawat (reviewing/peer debriefing) dan pengecekan mengenai ketercukupan referensi (referential adequacy checks).

Triangulasi dilakukan dalam penelitian ini untuk pengecekan keabsahan data dengan memanfaatkan berbagai sumber sebagai bahan perbandingan. Penggunaan triangulasi dalam studi kasus memungkinkan adanya hubungan secara langsung dari ‘situasi data’ (Creswell, 1998:213). Moleong (2007:330) memaparkan, bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Di sisi lain, uji keabsahan hasil penelitian melalui triangulasi dilakukan dengan memanfaatkan kejujuran peneliti, metode, teori, dan sumber data merupakan cara yang paling penting dan mudah (Denzim dalam Bungin, 2008:256).

Pertama, Triangulasi kejujuran peneliti (investigators triangulation). Dilakukan untuk menguji kejujuran, subjektivitas, dan kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan. Artinya, meminta bantuan peneliti lain melakukan


(35)

pengecekan langsung, wawancara ulang, serta merekam data yang sama di lapangan. Seringkali dilakukan pada penelitian berkelompok.

Kedua, Triangulasi dengan sumber data (sources triangulation). Dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara; apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu; keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain; dan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah berupa kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.

Ketiga, Triangulasi dengan metode (methods triangulation). Dilakukan dengan mengecek penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi, dan sebaliknya. Tujuannya adalah mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda.

Keempat, Triangulasi dengan teori (theories triangulation). Dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data yang barangkali mengarahkan pada upaya penemuan penelitian lainnya. Apabila peneliti gagal menemukan informasi yang cukup kuat untuk menjelaskan kembali informasi yang telah diperoleh, justru peneliti telah mendapat bukti bahwa derajat kepercayaan hasil penelitian tinggi.

Secara khusus, penelitian ini menggunakan dua jenis triangulasi. Pertama, triangulasi sumber data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dan data hasil wawancara. Misalnya apakah yang diinformasikan


(36)

oleh kepala sekolah sesuai atau tidak dengan kenyataan yang diamati. Perbandingan-perbandingan di atas dimaksudkan sebagai pencarian benang merah yang mengkaitkan antara pendapat, pandangan, pemikiran, dan ide-ide yang bersifat ideal dengan hasil pengamatan peneliti di lapangan. Dengan demikian, peneliti akan memperoleh kejelasan atas latar alasan terjadinya persamaan dan perbedaan dari benang merah tersebut terutama dalam kaitannya dengan pandangan ideal dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Kedua, triangulasi metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dari beberapa teknik pengumpulan data, misalnya temuan tentang penggunaan buku sumber yang dikeluarkan secara resmi oleh CIE (cambridge international examination) yang akan dicek melalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Mengecek derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama, misalnya cara guru mengajar di kelas akan dilakukan metode wawancara yang bersumber dari guru yang bersangkutan dan dari siswa.

Informasi tentang beban belajar siswa yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dibandingkan dengan yang dikumpulkan melalui teknik dokumentasi, misalnya melihat jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum. Sedangkan triangulasi sumber data dilakukukan dengan cara menanyakan kebenaran data/informasi tertentu yang diperoleh dari seorang kepada informan lainnya.


(37)

2) Transferabilitas.

Suatu temuan penelitian naturalistik berpeluang untuk diterapkan pada konteks lain apabila ada kesamaan karakteristik antara setting penelitian dengan setting penerapan. Lincoln & Guba (1985: 315) menjelaskan:

“The naturalist cannot specity the external validity of an inquiry, he or she can provide only the thick description necessary to enable some one interested in making an transfer to reach a conclusion about whether transfer can be contemplated as apossibility.”

Ini berarti bahwa dalam konteks transferabilitas, permasalahan dalam kemampuan terapan adalah permasalahan bersama antara peneliti dengan pemakai. Dalam hal ini, tugas peneliti adalah mendeskripsikan setting penelitian secara utuh, menyeluruh, lengkap, mendalam dan rinci. Sedangkan tugas pemakai adalah menerapkannya jika terhadap kesamaan antara setting penelitian dengan setting penerapan.

3) Dependabilitas

Dalam penelitian kualitatif, uji dependabilitas dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Lincoln & Guba (1985: 515), menyarankan agar keterhandalan atau dependability dapat diuji dengan menguji proses dan produk. Menguji produk yaitu data, penemuan-penemuan, interpretasi-interpretasi, rekomendasi-rekomendasi, dan membuktikannya bahwa hal itu didukung oleh data. Dalam penelitian ini, peneliti melakukannya dengan menggunakan catatan-catatan pelaksanaan keseluruhan proses dan hasil penelitian.


(38)

4) Konfirmabilitas.

Melakukan uji konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif mirip dengan uji dependabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan, dalam arti bahwa bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas.

Dalam penelitian ini, untuk menjaga objektivitas peneliti dilakukan melalui pengamatan secara tekun, metode pengumpulan data yang bervariasi, serta analisis data sesuai dengan konteksnya. Melalui pengamatan yang tekun, penggunaan metode yang bervariasi dalam pengumpulan data, serta melakukan analisis data secara kritis dengan berbagai persepsi diharapkan dapat ditemukan data yang sesuai dan dapat dipercaya.

d. Mengambil kesimpulan dan verifikasi data

Kegiatan akhir yang dilakukan dalam menganalisis data ialah mengambil kesimpulan yang dibuat dalam bentuk pernyataan singkat dengan mengacu pada permasalahan yang diteliti. Kesimpulan itu mula-mula masih sangat tentatif, belum jelas, diragukan, tetapi dengan bertambahnya data, maka kesimpulan itu lebih “grounded”. Kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Kegiatan verifikasi dilakukan dengan cara mempelajari kembali data-data yang terkumpul dan meminta pertimbangan dari pihak-pihak yang terkait misalnya kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan teman guru yang mempunyai wawasan di sekolah.


(39)

Keempat macam kegiatan analisis data tersebut saling berhubungan dan berlangsung terus selama penelitian dilakukan. Jadi analisis adalah kegiatan yang kontinu dari awal sampai akhir penelitian.

4. Tahap Pelaporan.

Setelah kegiatan pengumpulan dan analisis data dilakukan, maka tahapan selanjutnya menyusun laporan hasil kegiatan penelitian sebagai pertanggungjawaban peneliti. Laporan ini disusun setelah selesai pengolahan dan analisis data dilakukan, karena pada dasarnya penyusunan laporan hasil penelitian yang dimaksud disini menyangkut pada penulisan tesis sebagai karya ilmiah. Prosedur pelaksanaan penelitian secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:


(40)

Gambar 3.1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Pekerjaan Lapangan 2

•Memilih lokasi/lapangan •Mengurus perizinan

•Menjejaki dan menilai lapangan •Memilih dan memanfaatkan informasi •Menyediakan fasilitas penelitian

•Memahami latar penelitian dan persiapan diri

•Memasuki lapangan •Berperan serta sambil

mengumpulkan data

Tahap Pelaporan 3

Analisis data

Kredibilitas :

1) Lama di Lokasi Penelitian 2) Triangulasi

Verifikasi dan pengambilan kesimpulan

Reduksi data Penyajian data

Uji Keabsahan

Konfirmabilitas : 1) Pengamatan secara tekun 2) Metode bervariasi

3) Analisa Data sesuai konteks Transferabilitas

Dependabilitas


(41)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda

Pelaksanaan pendidikan di SMK Negeri 1 Metro telah didukung oleh fasilitas, manajemen pengelolaan dan menerapkan proses yang bermutu, namun penyelarasan standar kompetensi siswa terhadap kebutuhan dunia industri / dunia usaha belum secara maksimal diupayakan.

Dalam pengelolan pendidikan sistem ganda di SMK Negeri 1 Metro, keterlibatan komite sekolah / majelis sekolah belum dapat berperan secara optimal. Hal ini selain disebabkan karena kesibukan dan keterbatasan pengurus komite juga disebabkan karena minimnya anggota komite sekolah yang merupakan berasal dari dunia usaha / industri serta lemahnya koordinasi sekolah dengan komite dalam proses pendidikan. Keterlibatan komite sekolah masih terfokus pada dukungan dalam pembiayaan pendidikan di sekolah. Proses pengelolaan pendidikan sistem ganda masih didominasi oleh sekolah, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi. Begitu pula dengan peran institusi pasangan masih sebatas sebagai tempat lahan praktik bagi siswa


(42)

SMK, sebagaimana diterapkan pada SMK sebelum diberlakukannya kebijakan link and match.

Dalam proses penerimaan peserta didik baru di SMK Negeri 1 Metro belum melibatkan pihak institusi pasangan untuk turut serta menentukan kualifikasi calon peserta didik. Padahal untuk menuju pada relevansi kualitas lulusan SMK harus dimulai dari penerimaan peserta didik ini.

Begitu pula dalam penyusunan kurikulum SMK, unsur dunia usaha / industri belum dilibatkan secara langsung. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam kurikulum disusun oleh guru-guru SMK Negeri 1 Metro dengan difasilitasi oleh pengawas pendidikan setempat. Dengan cara ini, standar kompetensi – standar kompetensi yang berkembang secara praktis dilapangan tidak akan dapat diadopsi oleh sekolah secara maksimal.

Proses pembelajaran disekolah tidak mewajibkan SMK untuk melibatkan institusi pasangan dalam proses pembelajaran, tetapi dapat melibatkan institusi pasangan bila kompetensinya diperlukan. Melibatkan institusi pasangan dalam proses pembelajaran disekolah telah dilaksanakan pada sebagaian program keahlian. Namun frekwensi dan durasi pelaksanaannya masih sangat minimal dan belum secara rutin/konsisten dilaksanakan. Untuk meningkatkan mutu dan relevansi lulusan SMK yang lebih konsentrasi pada penguasaan ketrampilan psikomotorik, sebaiknya keterlibatan institusi pasangan perlu ditingkatkan.

Dalam praktik kerja industri belum ditetapkan persyaratan kompetensi awal yang harus dimiliki siswa untuk dapat mengikuti prakerin. Hal ini berdampak


(43)

pada bervariasinya kemampuan awal peserta didik yang mengikuti prakerin. Siswa yang secara konseptual teori belum menguasai materi pendidikan dan pelatihan kemudian dipaksakan untuk mengikuti prakerin akan berdampak pada lemahnya kemampuan siswa dalam melaksanakan prakerin di institusi pasangan. Dalam jangka panjang, hal ini menyebabkan pimpinan institusi pasangan tidak percaya pada lulusan SMK karena dalam kegiatan prakerin yang selama ini dilaksanakan di perusahaannya siswa tidak mampu menunjukkan kompetensi yang meyakinkan.

Standar / profil kompetensi keahlian yang dituntut dalam pelaksanaan prakerin selama ini hanya ditetapkan oleh pihak sekolah saja. Profil kompetensi ini disusun dengan mengacu pada kurikulum yang ada. Tidak dilibatkannya institusi pasangan dalam perencanaan prakerin ini berdampak pada tidak terakomodasinya kompetensi praktis yang berkembang di perusahaan / industri. Penyusunan profil kompetensi yang tidak memperhatikan masukan dari institusi pasangan ini berdampak pada tidak maksimalnya pencapaian kompetensi keahlian yang dapat dilaksanakan / dikerjakan oleh siswa SMK Negeri 1 Metro di institusi pasangan yang selama ini terjadi.

Kegiatan kunjungan industri yang selama ini berlangsung merupakan kegiatan yang positif. Hal ini sesuai dengan harapan sekolah dalam rangka memperkaya wawasan dan pengalaman siswa. Namun tujuan sekolah untuk menjadikan kunjungan industri sebagai sarana memperluas peluang peserta didik dalam mencari kerja setelah lulus sekolah tidak tercapai secara maksimal. Hal ini disebabkan karena perusahaan dan industri di Yogyakarta dan Solo sebagai daerah


(44)

yang dikunjungi, secara geografis terlalu jauh untuk dijangkau siswa. Dalam praktiknya lulusan SMK Negeri 1 Metro lebih banyak yang bekerja di daerah Lampung, Banten, DKI Jakarta dan sekitarnya.

Dalam pelaksanaan ujian kompetensi, keterlibatan institusi pasangan sudah cukup baik. Institusi pasangan telah secara langsung terlibat dalam ujian kompetensi. Namun rasio asesor eksternal dengan jumlah siswa masih terlalu minim. Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan ujian kompetensi perlu ditambah jumlah asesor eksternal dalam pelaksanaan ujian kompetensi.

Rendahnya keterlibatan majelis sekolah/komite sekolah dan institusi pasangan dalam proses pendidikan di SMK Negeri 1 Metro membuat tujuan ideal pendidikan sistem ganda menuju lulusan SMK yang link and match dengan kebutuhan industri tidak dapat terwujud. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi pendidikan sistem ganda di SMK Negeri 1 Metro belum berjalan secara optimal.

2. Kesesuaian Pelaksanaan PSG dengan Standar Pelaksanaan

Sekolah belum menetapkan standar pelaksanaan PSG secara tertulis, namun dari standar normatif yang disampaikan melalui wawancara masih banyak ketidaksesuaian pelaksanaan yang terjadi. Seperti : tidak aktifnya komite sekolah dalam menjalankan perannya, minimnya peran institusi pasangan dalam kegiatan PSG, tidak seragamnya kompetensi awal peserta didik saat akan prakerin, proses bimbingan yang cenderung bersifat normatif, serta tidak efektifnya lokasi


(45)

kunjungan industri dalam menyerap siswa sebagai tenaga kerja setelah lulus sekolah.

3. Faktor Pendukung dan Penghambat

SMK Negeri 1 Metro sebagai sekolah negeri telah lama menjalankan proses pendidikan memiliki faktor pendukung proses pendidikan antara lain : 1) fasilitas pendidikan yang memadai, 2) SDM yang berkualitas, 3) citra sekolah yang sudah terbangun dengan baik di masyarakat, 4) lokasi yang strategi serta dukungan dari masyarakat dan dunia industri yang sangat baik.

Namun demikian SMK Negeri 1 Metro juga memiliki kelemahan-kelemahan antara lain : 1) lemahnya pemahaman warga sekolah tentang visi, misi sekolah dalam mengimplementasikan model pendidikan sistem ganda, 2) lemahnya motivasi internal guru dan karyawan dalam bekerja, 3) keterbatasan sumber dana penyelenggaraan pendidikan, 4) lemahnya koordinasi antar bagian di sekolah, dan 5) lemahnya penguasaan TIK sebagian guru.

B. Rekomendasi

Dari hasil penelitian dan analisis temuan di lapangan, maka berikut dikemukakan beberapa rekomendasi untuk kepentingan dan kemajuan di masa yang akan datang yaitu:

1. Bagi Guru

Untuk menghasilkan lulusan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja, diperlukan dewan guru yang berkualitas, memiliki motivasi internal dalam bekerja dengan baik, menguasai TIK, dan memahami perkembangan dunia


(46)

usaha secara berkelanjutan. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan kepada dewan guru untuk selalu meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan yang relevan, magang di dunia industri, mengikuti perkembangan TIK serta bekerja dengan dilandasi ketulusan dan kesungguhan.

2. Bagi Kepala Sekolah

Sekolah hendaknya memulai inisiatif untuk mengaktifkan peran majelis sekolah atau komite sekolah dalam membantu memediasi kerjasama yang produktif antara SMK dengan institusi pasangan. Kesenjangan hubungan antara sekolah dengan institusi pasangan yang selama ini terjadi sangat memungkinkan untuk difasilitasi oleh adanya majelis sekolah / komite sekolah yang produktif. Keterlibatan institusi pasangan dalam pendidikan sistem ganda ini tidak hanya terbatas pada praktek kerja industri tetapi juga pada seluruh kegiatan SMK mulai dari penerimaan peserta didik baru sampai dengan pemasaran alumni.

Keterlibatan institusi pasangan dalam proses pendidikan pendidikan sistem ganda bersifat mutlak. Untuk itu, keberadaan majelis sekolah harus ada. Kalaupun majelis sekolah ini diganti istilah dengan Komite Sekolah, hendaknya keterlibatan unsur institusi pasangan / asosiasi industri dan organisasi profesi harus dalam kepengurusan komite sekolah harus lebih dominan. Hal ini bertujuan agar partisipasi dunia industri dalam proses pendidikan akan lebih maksimal.

Pengelolaan PSG di sekolah sebaiknya dikelola oleh kelompok kerja yang bersifat tetap. Hal ini bertujuan agar proses pembenahan dalam pelaksanaan PSG


(47)

dapat dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu pekerjaan PSG merupakan pekerjaan yang tidak terputus sepanjang waktu selama SMK tersebut masih menggunakan pola PSG.

Keterlibatan institusi pasangan dalam proses penerimaan peserta didik baru sangat penting. Hal ini berguna untuk mendapatkan calon peserta didik yang unggul dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Kualitas calon tenaga kerja yang akan dihasilkan sangat ditentukan oleh calon peserta didik yang direkrut oleh SMK.

Dalam penyusunan kurikulum, hendaknya institusi pasangan selalu dilibatkan. Sebagaimana dipahami bersama, bahwa ilmu, ketrampilan kerja, alat-alat kerja dan seni dalam bekerja selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan peradaban manusia. Industri adalah pihak yang seringkali terlebih dahulu merespon perkembangan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen. Sementara itu sekolah seringkali dihadapkan oleh keterbatasan-keterbatasan perlengkapan praktik serta ketertinggalan ilmu dan seni dalam bekerja. Menyikapi hal tersebut, sangat penting untuk melibatkan institusi pasangan dalam proses penyusunan kurikulum, dengan harapan perkembangan yang terdapat disektor industri dapat ditransfer ke sekolah dengan segera.

Proses pembelajaran disekolah, terutama untuk komponen pembelajaran praktik produktif perlu melibatkan unsur institusi pasangan. Praktik produktif akan lebih luwes diajarkan oleh orang yang sehari-harinya melakukan


(48)

pekerjaan-pekerjaan tersebut. Begitu pula adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam praktik produktif akan dengan mudah diidentifikasi oleh orang yang sudah terbiasa dan mahir melakukannya. Proses pelibatan institusi pasangan dalam pembelajaran disekolah dapat sebagai guru tamu atau sebagai anggota tim pendidik dalam suatu mata pelajaran.

Perlu dilakukan seleksi terhadap peserta didik yang dapat mengikuti praktik kerja industri (prakerin). Seleksi ini hendaknya didasarkan oleh kriteria tertentu yang ditetapkan secara bersama-sama antara sekolah dengan institusi pasangan. Kriteria sebaiknya lebih ditekankan pada kemampuan peserta didik dalam menguasai komponen produktif daripada sekedar pada kelas (tingkat) peserta didik. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan hasil dari prakerin tersebut. Peserta didik yang belum menguasai materi pendidikan dan pelatihan sebaiknya tidak dipaksakan untuk mengikuti prakerin walaupun sudah berada pada semester 4.

Dalam menyusun target kompetensi yang harus dicapai oleh siswa dalam prakerin hendak dengan melibatkan unsur institusi pasangan. Hal ini dimaksudkan agar kompetensi ini sesuai / relevan dengan kondisi lapangan.

Guru-guru yang dilibatkan sebagai pembimbing prakerin hendaknya guru yang memiliki kompetensi produktif yang sesuai dengan siswa yang dibimbing. Hal ini penting untuk memantau perkembangan pencapaian kompetensi peserta didik dan mengarahkan siswa secara lebih mendalam.


(49)

Perlu dilakukan standarisasi secara bersama-sama antara SMK dengan institusi pasangan tentang kriteria siswa yang dinyatakan kompeten dalam mengikuti prakerin. Standar kelulusan ini tidak hanya terfokus pada nilai yang bersifat normatif atau administratif belaka tetapi lebih ditekankan pada standar kompetensi siswa setelah mengikuti prakerin. Standar ini disampaikan kepada siswa sebelum pelaksanaan prakerin sehingga siswa memiliki kesungguhan dalam melaksanakan prakerin. Selain itu adanya standar ini juga akan membuat kegiatan prakerin yang dilaksanakan oleh siswa lebih terfokus pada kompetensi yang telah ditetapkan bersama.

Kunjungan industri merupakan kegiatan yang sangat positif dalam menunjang kompetensi peserta didik serta memperluas wawasannya. Kegiatan ini secara nyata dibutuhkan oleh peserta didik. Namun dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pembenahan secara berkelanjutan.Dalam pelaksanaan kunjungan industri, tempat pelaksanaan hendaknya lebih diarahkan pada industri yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi program keahlian yang diselenggarakan oleh SMK. Hal ini dimaksudkan agar dapat memperluas wawasan keahlian peserta didik. Selain itu lokasi kunjungan industri sebaiknya juga yang memungkinkan peserta didik untuk mencari pekerjaan setelah lulus SMK.

Dalam ujian kompetensi hendaknya proses pelaksanaan ujian kompetensi menggunakan situasi yang ideal. Hal ini dapat ditempuh dengan cara menggunakan fasilitas institusi pasangan yang telah standar atau mendekati standar. Untuk memperlancar pelaksanaan ujian kompetensi, sekolah sebaiknya menyiapkan laboratorium yang terstandar.


(50)

Perlu dilakukan peninjauan kembali naskah kerjasama antara SMK dengan institusi pasangan dalam pemasaran alumni. Pihak sekolah melalui BKK harus selalu aktif meminta informasi kepada institusi pasangan terkait adanya rekrutmen pegawai baru di perusahaannya.

Selain itu, sekolah harus lebih terbuka menerima peran serta dari masyarakat terutama dari sektor industri untuk turut serta menentukan arah dan kualitas lulusan SMK kedepan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memfasilitasi dan memfungsikan komite sekolah / majelis sekolah.

3. Bagi Institusi Pasangan

Pendidikan sistem ganda merupakan kerjasama simbiosis mutualisme, artinya kerjasama ini kerjasama yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Bagi institusi pasangan, kegiatan pendidikan sistem ganda akan menguntukan karena perusahaannya akan terbantu dengan adanya peserta didik dari SMK yang sedang praktek. Dalam jangka panjang, adanya lulusan SMK yang berkualitas akan memacu peningkatan produktifitas perusahaan serta mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk melakukan training. Oleh karena institusi pasangan hendaknya selalu meningkatkan peran dan meningkatkan kerjasama dengan pihak SMK.

4. Bagi Kepala Dinas Pendidikan

Kepala dinas pendidikan selaku wakil dari pemerintah kota hendaknya membantu SMK dalam mewujudkan kerjasama antara SMK dengan membuat kebijakan-kebijakan dan sistem regulasi pendidikan yang mendorong terjalinnya


(51)

kerjasama yang produktif antara SMK dengan institusi pasangan. Termasuk didalamnya adalah menekankan institusi pasangan yang berada diwilayah kerjanya untuk merekrut pegawai dari lulusan SMK lokal.

Selain itu dinas pendidikan hendaknya mendorong peran serta masyarakat terutama masyarakat industri untuk berperan secara aktif dalam proses pendidikan dan pelatihan di SMK dalam semua aspek pendidikan.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. dan Jabar, C.S.A (2010). Evaluasi Program Pendidikan (Edisi Kedua), Jakarta : Bumi Aksara

Beckner, W. & Cornett. D.J., The Secondary School Curriculum- Content and Structrure. Intexs Educational Publisher. Scranton-San London.

Bogdan, R.C. & Biklen S.K. (1982). Qualitative Research for Education : An Introduction to Theory and Methode. Boston : Allyn and Bacon, Inc.

Bungin, B. (2008). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Brady Laurie, (1990). Curriculum Development Third Edition Australia: Prentica Hall.

Creswel W. John (1998). Qualitative Inquiry And Research Design. Choosing Among Five Traditions. USA : Sage Publications, Inc.

Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, (2008) Potret Kemajuan Pendidikan Dasar dan Menengah : Dari Mutu Menuju Akses. Jakarta. Digandakan oleh : Bagian Proyek Kegiatan Penyusunan Pengembangan Kurikulum / Bahan Ajar dan Model Pembelajaran Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008.

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. (2004) Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta : Digandakan oleh : Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun Anggaran 2004.

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. (2010) Garis-Garis Besar Program Pembinaan SMK tahun 2010. Tersedia di www.ditmenjur.go.id,


(53)

Djohar, A. (2007) Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. dalam Ali, M., Ibrahim,R. Sukmadinata, NS. Sudjana, D. dan Rasjidin, W (Penyunting). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan : Handbook. Bandung: Pedagogiana Press. (Halaman 1285-1300)

Djoyonegoro, W. 2002. "Link and Match" atau Reformasi Pendidikan yang Berkelanjutan. dalam Syarif, Ikhwanuddin. Murtadlo, Dodo (Editor). Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru 70 tahun Prof. Dr. HAR Tilaar,M.Sc.Ed. Jakarta Grasindo (Halaman 261-279)

Domu, I. (2008) Link and Match sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai ‘Kunci Pas’ atau ‘Kunci Inggris’ terhadap Dunia Kerja. Abdimas, Vol. 1 No.2 Desember 2008.

Fauziah, (2009) Analisis Kualitas Pendidikan Life Skills Lulusan Smk Program Pendidikan Sistim Ganda Dalam Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Aceh Selatan – Provinsi Aceh, Tesis, Medan : Tidak diterbitkan.

Guba, E.G; dan Lincoln, Y.S. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.

Hafid, T. dan Anwar, (2008) Evaluasi Terhadap Pelaksaan Program Pendidikan Sistem Ganda Pada Smk Di Sulawesi Tenggara, [Online] Available at :

http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&channel=s&hl=id&source=hp&q=jurnal%2C+pendidikan+sistem+ganda %2C+evaluasi&meta=&btnG=Penelusuran+Google, December 5, 2010. Hamalik, Oemar. (1990) Pendidikan Tenaga Kerja Nasional : Kejuruan,

Kewiraswastaan dan Manajemen. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,

Hasan,S.H. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung : SPs UPI dan PT Remaja Rosdakarya.

http://download.smkdki.net/index.php?dir=KUMPULAN_MATERI_BIMTEK_P ELATIHAN, [Online] 5 November 2010.

http://www.pendidikan-diy.go.id/?view=baca_berita&id_sub=1482. [Online] 5 November 2010.

Idi, A. (2007). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jogjakarta : Ar Ruzz Media.

Isaac,S., Michael, W.B. (1984). Handbook in research and evaluation. California: Edith Publishers.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. dan Jabar, C.S.A (2010). Evaluasi Program Pendidikan (Edisi Kedua), Jakarta : Bumi Aksara

Beckner, W. & Cornett. D.J., The Secondary School Curriculum- Content and Structrure. Intexs Educational Publisher. Scranton-San London.

Bogdan, R.C. & Biklen S.K. (1982). Qualitative Research for Education : An Introduction to Theory and Methode. Boston : Allyn and Bacon, Inc.

Bungin, B. (2008). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Brady Laurie, (1990). Curriculum Development Third Edition Australia: Prentica Hall.

Creswel W. John (1998). Qualitative Inquiry And Research Design. Choosing Among Five Traditions. USA : Sage Publications, Inc.

Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, (2008) Potret Kemajuan Pendidikan Dasar dan Menengah : Dari Mutu Menuju Akses. Jakarta. Digandakan oleh : Bagian Proyek Kegiatan Penyusunan Pengembangan Kurikulum / Bahan Ajar dan Model Pembelajaran Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008.

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. (2004) Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta : Digandakan oleh : Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun Anggaran 2004.

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. (2010) Garis-Garis Besar Program Pembinaan SMK tahun 2010. Tersedia di www.ditmenjur.go.id,


(2)

Djohar, A. (2007) Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. dalam Ali, M., Ibrahim,R. Sukmadinata, NS. Sudjana, D. dan Rasjidin, W (Penyunting). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan : Handbook. Bandung: Pedagogiana Press. (Halaman 1285-1300)

Djoyonegoro, W. 2002. "Link and Match" atau Reformasi Pendidikan yang Berkelanjutan. dalam Syarif, Ikhwanuddin. Murtadlo, Dodo (Editor). Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru 70 tahun Prof. Dr. HAR Tilaar,M.Sc.Ed. Jakarta Grasindo (Halaman 261-279)

Domu, I. (2008) Link and Match sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai ‘Kunci Pas’ atau ‘Kunci Inggris’ terhadap Dunia Kerja. Abdimas, Vol. 1 No.2 Desember 2008.

Fauziah, (2009) Analisis Kualitas Pendidikan Life Skills Lulusan Smk Program Pendidikan Sistim Ganda Dalam Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Aceh Selatan – Provinsi Aceh, Tesis, Medan : Tidak diterbitkan.

Guba, E.G; dan Lincoln, Y.S. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.

Hafid, T. dan Anwar, (2008) Evaluasi Terhadap Pelaksaan Program Pendidikan Sistem Ganda Pada Smk Di Sulawesi Tenggara, [Online] Available at :

http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&channel=s&hl=id&source=hp&q=jurnal%2C+pendidikan+sistem+ganda %2C+evaluasi&meta=&btnG=Penelusuran+Google, December 5, 2010. Hamalik, Oemar. (1990) Pendidikan Tenaga Kerja Nasional : Kejuruan,

Kewiraswastaan dan Manajemen. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,

Hasan,S.H. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung : SPs UPI dan PT Remaja Rosdakarya.

http://download.smkdki.net/index.php?dir=KUMPULAN_MATERI_BIMTEK_P ELATIHAN, [Online] 5 November 2010.

http://www.pendidikan-diy.go.id/?view=baca_berita&id_sub=1482. [Online] 5 November 2010.

Idi, A. (2007). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jogjakarta : Ar Ruzz Media.

Isaac,S., Michael, W.B. (1984). Handbook in research and evaluation. California: Edith Publishers.


(3)

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UI-Press.

Miller, J.P. and Seller, W. (1985). Curriculum: Perpectives and Practice. New York: Longman.

Moleong, L.J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitattf. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muliati, A. (2008) Evaluasi Program Pendidikan Sistem Ganda (Suatu Penelitian Evaluatif berdasarkan Stake’s Countenance Model Mengenai Program Pendidikan Sistem Ganda pada sebuah SMK di Sulawesi Selatan

2005/2007),[Online] Available at :

http://www.damandiri.or.id/file/muliatyunjbab.pdf, December 5, 2010. Murdiono. (2010). Pendidikan Sistem Ganda(PSG) Sebagai Upaya Peningkatan

Kompetensi Lulusan SMK Ma’arif NU Bobotsari, [Online] Available at :

http://pasca.uns.ac.id/?p=1170, December 5, 2010.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nurharjadmo,W. (2008), Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem

Ganda Di Sekolah Kejuruan, Spirit Publik Volume 4, Nomor 2 Halaman: 215 – 228 ISSN.

Oliva, P.F.(1992). Developing the Curicculum. New York: Harper Collins Publisher.

Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. Australia : Allen & Unwin

Purnomo, E. dan Munadi, S. (2005), Evaluasi Hasil Belajar Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Di Sekolah Menengah Kejuruan, Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

Samidjo, (2008) Sekolah Kejuruan dan Permasalahannya, Wacana Akademika, Volume 3, Nomor 4, Juli 2008 : 305-392.

Samsudi,(2008). “Daya Serap Lulusan SMK Masih Rendah”, Disampaikan pada Pidato Dies Natalis ke-43 Unnes, Republika,Online, 2008. (http://202.155.208./cetak_beritaasp?id=328575&kat_id=23&=Online,) Satori, Dj. dan Komariah, A. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :


(4)

Saylor, J.G; Alexander, W.M; and Lewis, A.J. (1981). Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. Tokyo: Holt-Saunders Japan.

Schippers, Uwe. Patriana, Djadjang Madya. (1994) Pendidikan Kejuruan di Indonesia. Bandung : Angkasa.

Shaughnessy, J. J. et al. (2003). Research Methods in Psychology. New York: McGraw-Hill Higher Education.

Sonhadji KH,.A. (1998) Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di Suatu Sekolah Menengah Kejuruan : Studi Kasus dengan Pendekatan Kualitatif. Forum Penelitian Pendidikan Tahun 10, Desember 1998, hal. 17-34.

Sukmadinata, N.S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2008). Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2006). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip, dan Instrumen). Bandung: Refika Aditama. Sumadi, Ujian Kompetensi pada Pendidikan Sistem Ganda di Jerman, [Online]

Available at :

http://www.smkn1trucuk.sch.id/?pilih=artikel&action=baca&id=16, December 5, 2010.

Sumantri, M. (1988). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumantri, M, Syaodih, N. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Susilana, R. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kutekpen FIP UPI.

Taba, H. (1962). Curriculum Development: Theory and Practice. New York: Harcourt, Brace, and Worl.

Tanuatmadja, D. (2008). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Tantangan Pengangguran dan Entrepreneurship, Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008.

Tribun Jabar, 6 Januari 2009.

Tyler, R.W (1949), Basic Principles in Curriculum and Instruction. Chicago : University of Chicago Pres


(5)

Wena M. (1996). Pendidikan Sistem Ganda. Bandung: Tarsito.

Worthen, B.R. dan Sanders, J.R. (1979). Educational Evaluation : Alternative Approaches and Practical Guidelines. New York & London : Longman. Zais, R.S. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. USA: Harper and

Row Publishers, inc.

Zamroni. (2000). Paradigma pendidikan Masa Depan. Jakarta: Bigraf Publishing. (http://www.tekkomdik-sumbar.org/wacana_pdd_frameset.html)

Pedoman dan Perundang-undangan:

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999). Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Edisi Tahun 1999, Jakarta: Depdikbud.

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. (2006). Arah Pengembangan Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan SMA. (2007). Panduan Penyelenggaraan Rintisan SMA Bertaraf Internasional. Jakarta: Depdikbud.

Kepmendikbud No. 080/V/1993 tentang Pembentukan Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan komite sekolah. Jakarta : Depdikbud.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Jakarta : Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI). Jakarta : Depdiknas.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta: Depdikbud.


(6)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Jakarta : Depdiknas.

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 1999 tentang pengesahan ILO convention no. 138 concerning minimum age for admission to employment (konvensi ILO mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja).

SKB Mendikbud Nomor 0217/U/1994 dan Kadin Nomor 044/SKEP/KU/VIII/1994. Jakarta : Depdikbud.