PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN PENGGUNAAN MATHEMATICAL MANIPULATIVE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP.
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Definisi Operasional ... 11
F. Hipotesis Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Pendekatan Kontekstual ... 11
B. Mathematical Manipulative ... 21
C. Penalaran Matematik ... 24
D. Komunikasi Matematik ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31
A. Desain Penelitian ... 31
B. Variabel Penelitian ... 32
C. Populasai dan sampel ... 32
(2)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
1. Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 34
2. Angket ... 40
3. Lembar Observasi ... 41
E. Teknik Analisis data ... 41
F. Prosedur Penelitian ... 43
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 45
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 43
3. Tahap Pengolahan Data ... 45
G. Jadwal Penelitian ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
A. Hasil Penelitian ... 49
1. Data Statistik Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 47
2. Uji Statistik Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 51
a. Uji Statistik Skor Pretes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 52
b. Uji Kesamaan Dua Rerata Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 55
3. Analisis Sikap Siswa terhadap Pembelajaran ... 62
4. Analisis Hasil Observasi ... 65
B. Temuan dan Pembahasan ... 66
1. Pendekatan Kontekstual dengan Penggunaan Mathematical Manipulative ... 66
2. Kemampuan Penalaran Matematik ... 68
3. Kemampuan Komunikasi Matematik ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
(3)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A: BAHAN AJAR ... 76
LAMPIRAN B: INSTRUMEN PENELITIAN ... 145
LAMPIRAN C: UJI COBA INSTRUMEN ... 157
LAMPIRAN D: DATA HASIL PENELITIAN ... 171
LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 187
(4)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Pedoman Pensekoran Jawaban Soal Penalaran Matematik ... 35
Tabel 3.2 Pedoman Pensekoran Jawaban Soal Komunikasi Matematik ... 35
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 36
Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 39
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 40
Tabel 3.7 Skor Gain Ternormalisasi ... 42
Tabel 3.7 Jadwal Penelitian ... 46
Tabel 4.1 Data Statistik Skor Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 48
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 52
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogen Skor Pretes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa ... 54
Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rerata Skor Pretes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 56
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 57
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 58
Tabel 4.7 Hasil Uji Kesamaan Dua Rerata Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematk ... 61
Tabel 4.8 Kualifikasi Skor N-Gain Ternormalisasi ... Tabel 4.9 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 63
(5)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
Tabel 4.10 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Penggunaan Mathematical Manipulative ... 64 abel 4.11 Distribusi Sikap Siswa terhadap Soal Penalaran dan
Komunikasi Matematik ... 64
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 45 Gambar 4.1 Diagram Batang Perbandingan Skor Rerata Pretes dan Postes
Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 49 Gambar 4.2 Diagram Batang Perbandingan Skor N-Gain Kemampuan
Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 51i Diagram 4.3 Diagram Batang Sebaran Skor N-Gain Berdasarkan
(6)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A: BAHAN AJAR ... 75
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 76
A.2 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 115
LAMPIRAN B: INSTRUMEN PENELITIAN ... 145
B.1 Kisi-kisi Soal Kemampuan Penalaran Matematik ... 146
B.2 Soal Kemampuan Penalaran Matematik ... 147
B.3 Kisi-kisi Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 150
B.4 Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 151
B.5 Kunci Jawaban Soal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 153
B.6 Kisi-kisi Lembar Sikap Siswa terhadap Pembelajaran ... 166
B. 7 Lembar Observasi Siswa dan Guru ... 169
LAMPIRAN C UJI COBA INSTRUMEN ... 131
C.1 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematik ... 157
C.2 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemmapuan Komunikasi Matematik ... 162
(7)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
D.1 Data Pretes Kemampuan Penalaran ... 172
D.2 Data Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 174
D.3 Data Pretes Kemampuan Penalaran Matematik ... 176
D.4 Data Postes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 178
D.5 Data N-Gain Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 179
D.6 Hasil Uji Statistik Skor Pretes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik ... 180
D.7 Hasil Uji Statistik Skor Gain Ternormalisasi ... 183
D.8 Perhitungan Data Sikap Siswa ... 185
LAMPIRAN E DATA-DATA PENUNJANG PENELITIAN ... 187
E.1 Foto-foto Penelitian ... 188
(8)
(9)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan yang penting dalam berbagai bidang kehidupan, misalnya dapat dilihat dari banyaknya konsep-konsep matematika yang dapat digunakan baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maupun dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sejalan dengan hal di atas, Sumarmo (2003) mengemukakan bahwa matematika dari bentuknya yang paling sederhana sampai dengan bentuk yang kompleks memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya, dan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya pembelajaran matematika harus memfasilitasi siswa agar mampu menghubungkan materi yang dipelajarinya dengan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa mampu mengaplikasikan matematika dalam kehidupannya baik sekarang atau di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan matematika yaitu mempersiapkan siswa meggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Soedjadi, 2000).
Melihat pentingnya peran matematika dalam berbagai bidang kehidupan, maka upaya untuk meningkatkan pendidikan matematika terus dilakukan. Salah satunya pemerintah terus melakukan perubahan dan penyempurnaan kurikulum, dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada
(10)
tahun 2006. Penyempurnaan kurikulum tersebut, salah satunya dapat dilihat dari tujuan diberikannya pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika misalnya menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan dan mengecek kembali; (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas:2006). Berdasarkan tujuan kedua dan keempat menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematik merupakan dua kemampuan dasar matematik yang harus dikuasai siswa.
Depdiknas (2002) menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih melalui materi matematika. Oleh karena itu maka pembelajaran matematika yang berlangsung haruslah mampu meningkatkan kemampuan penalaran siswa.
(11)
Sejalan dengan hal di atas, menurut Wahyudin (2008) bahwa kemampuan menggunakan penalaran sangat penting untuk memahami matematika dan menjadi bagian yang tetap dari pengalaman matematik para siswa sejak pra-TK hingga kelas 12. Hal ini menggambarkan pentingnya mengembangkan kemampuan penalaran sejak dini, dan dilakukan secara terus menerus.
Selain pentingya mengembangkan kemampuan penalaran matematik, hal lainnya adalah pentingnya mengembangkan kemampuan komunikasi matematik. Dalam pembelajaran matematika kemampuan komunikasi dapat dilatih melalui banyak cara, misalnya berbagi gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Proses komunikasi membantu membangun makna dan kelanggengan gagasan-gagasan, serta agar gagasan-gagasan tersebut dapat diketahui orang lain. Saat para siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika, serta untuk mengkomunikasikan hasil-hasil pemikiran mereka itu pada orang lain secara lisan atau tertulis, mereka belajar untuk menjadi jelas dan meyakinkan (Wahyudin, 2008).
Fakta di lapangan menunjukkan masih rendahnya kemampuan penalaran siswa, seperti menurut Mullis, dkk. (dalam Suryadi, 2005), berdasarkan laporan hasil studi TIMSS 1999 yang dilakukan di 38 negara (termasuk Indonesia), antara lain dijelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematik siswa.
Sejalan dengan hal di atas salah satu indikator yang menunjukkan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah adalah hasil penilaian internasional tentang prestasi siswa. Survai Trends International Mathematics and Science Study
(12)
(TIMSS) pada tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rerata skor naik menjadi 411 dibandingkan 403 pada tahun 1999, kenaikan tersebut secara statistik tidak signifikan, dan skor itu masih di bawah rata-rata untuk wilayah ASEAN. Prestasi itu bahkan relatif lebih buruk pada Programme for International Student Assessment (PISA), yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun dalam literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan. Program yang diukur setiap tiga tahun, pada tahun 2003 menempatkan Indonesia pada peringkat 2 terendah dari 40 negara sampel. Indonesia mengikuti TIMSS pada tahun 1999, 2003 dan 2007 dan PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dengan hasil tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaan. Pada PISA tahun 2009 Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Prestasi pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena rata-rata skor siswa kelas 8 kita menurun menjadi 405, dibanding tahun 2003 yaitu 411. Rangking Indonesia pada TIMSS tahun 2007 menjadi rangking 36 dari 49 negara.
Fakta-fakta di atas menunjukkan rendahnya prestasi siswa Indonesia, dan fakta ini juga mengindikasikan masih rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa. Berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk sebuah soal yang mengukur kemampuan penalaran dengan kategori soal sulit yaitu secara internasional hanya 18% yang menjawab benar, sementara untuk siswa di
(13)
Indonesia soal ini sangat sulit sebab hanya 8% siswa yang menjawab benar, selain itu juga untuk kemampuan komunikasi yang diukur melalui sebuah soal, secara internasional soal tersebut dijawab dengan benar oleh 27% siswa, tetapi di Indonesia hanya 14%. (Wardhani dan Rumiati, 2011).
Rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi siswa disebabkan pula
oleh rendahnya kualitas proses pembelajaran matematika dan dominan nya penggunaan metode konvensional yaitu pembelajaran yang menekankan
kepada penguasaan prosedur dan algoritma, sehingga dalam proses pembelajarannya siswa dilatih bagaimana cara menyelesaikan soal-soal matematika. Hal ini sejalan dengan Turmudi (2008) yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat
“kemelekatannya” juga dapat dikatakan rendah. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa sebagai subjek belajar kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep pelajaran yang harus dikuasainya. Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang diberikan tidak membekas tajam dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah lupa dan sering kebingungan dalam memecahkan suatu permasalahan yang berbeda dari yang pernah dicontohkan oleh gurunya
Dengan mempertimbangkan bahwa konsep matematika adalah
pengetahuan yang abstrak dan untuk menuju pada keabstrakan tersebut pembelajaran harus berpijak pada pengetahuan yang konkrit yang dimiliki siswa, misalnya menggunakan masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang dikenal siswa. Pemanfaatan terhadap pengetahuan yang dimiliki
(14)
siswa sesungguhnya membuka kesempatan kepada mereka untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar, apakah bertanya, mengemukakan pendapat atau bekerja sama dengan temannya dalam kelompok belajar.
Di lain pihak Confrey dan Labinowiez (dalam Windayana, 2010) memiliki pandangan bahwa siswa akan mudah memahami konsep yang dipelajarinya jika menggunakan falsafah belajar konstruktivistik, sebab melalui strategi ini memungkinkan siswa memahami konsep-konsep matematika melalui berbagai strategi berpikir yang beragam sesuai dengan kemampuan dan cara-masing-masing siswa, sehingga melalui proses pembelajaran seperti ini diharapkan siswa selalu menggunakan penalarannya dalam membangun pemahamannya mengenai suatu konsep.
Kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa hanya akan dapat berkembang baik, jika proses pembelajaran mendukung keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Mengingat komponen-komponen yang terdapat pada
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu konstrukstivisme
(contructivisme), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection), penilain sebenarnya (Authentic Assessment), dan pendekatan ini menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan uraian tersebut, diduga kuat bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi
(15)
matematik siswa. Beberapa hasil penelitian yang menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya: adalah Yonandi (2010) berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh secara keseluruhan pencapaian dan kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas pembelajaran konvensional, kelas kontekstual lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran kontekstual berbantuan computer, dan gain kemampuan komunikasi pada kelas kontekstual tergolong sedang.
Studi lain yang menerapkan pendekatan kontekstual adalah Marthen (2009), hasil penelitian menunjukan pencapaian kemampuan matematis yang dicapai siswa pada kelas kontekstual dengan strategi REACT lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Namun perbedaannya relatif kecil. Bahkan untuk kemampuan penalaran yang dicapai siswa kelas konvensional hasilnya lebih baik dibandingkan dengan kelas yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT. Selain itu juga hasil penelitian dari Windayana (2010) menunjukkan bahwa pada sekolah kategori sedang kemampuan penalaran matematik siswa pada pembelajaran kontekstual kelompok permanen tidak berbeda secara signifikan dengan kemampuan penalaran matematik siswa pada pembelajaran kontekstual kelompok tidak permanen.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka selanjutnya akan digunakan pembelajaran yang menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative. Alasan kuat penggunaan mathematical manipulative adalah mengingat bahwa siswa SMP
(16)
merupakan masa transisi dari berpikir konkrit ke abstrak, maka peneliti merasa perlu untuk melihat apakah siswa memerlukan mathematical manipulative untuk memahami konsep matematika yang disajikan dalam konteks, sehingga kemampuan penalaran dan komunikasinya meningkat. Menurut Piaget (Ruseffendi: 1991) bahwa sebagian besar siswa belum berpikir secara abstrak sampai mereka berusian antara 12 sampai 14. Namun perlu dipertimbangkan bahwa kemampuan siswa kita berbeda dengan subjek penelitian Piaget. Sehingga mungkin bagi sebagian siswa dalam pembelajaran kontekstual nya memerlukan benda yang benar-benar nyata atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yaitu mathematical manipulative. Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada siswa bertahap, seperti yang dikemukkakan oleh Bruner (dalam Sukayati, 2003) menyatakan bahwa siswa dalam belajar matematika melalui 3 tahap yaitu: enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif adalah tahap belajar dengan memanipulasi benda atau objek konkrit, tahap ekonik yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar, dan tahap simbolik adalah tahap belajar
matematika melalui manipulasi lambang atau simbol. sehingga sebaiknya
pembelajaran matematika tidak disampaikan langsung algoritmanya.
Untuk mengawali penyelidikan dengan mathematical manipulative,
sangatlah penting memperhatikan bahwa benda tersebut berhubungan dengan materi dan bisa di amati. Guru dapat mendemonstrasikannya tapi akan lebih baik jika siswa yang mendiskusikan masalahnya dalam kelompok dan mereka mendiskusikan hasil mengenai bagaimana cara menggunakan alat peraga tersebut. Siswa belajar lebih baik jika mereka aktif berpartisifasi dalam proses
(17)
pembelajarannya. Maka pengetahuan siswa diperoleh melalui kesempatan yang diberikan, yaitu proses penyelidikan, bertanya, menjelaskan, merekam pengetahuan baru, diskusi mengenai penemuan yang dilakukannya.kesempatan yang dimaksud ini sesuai dengan komponen-komponen pada pendekatan kontekstual.
Uraian, temuan-temuan sejumlah studi, dan analisis di atas memunculkan pertanyaa apakah penerapan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa SMP, dan untuk menjawab pertanyaan masalah tersebut akan dilakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Penggunaan Mathematical Manipulative untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa SMP”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, dan agar lebih terpusat permasalahan yang akan dibahas maka dapat dibuat suatu rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual?
(18)
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual?
3. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik yang diperoleh siswa setelah menerapakan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative? 4. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran yang menerapkan
pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh penerapan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual.
2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan
(19)
penggunaan mathematical manipulative lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual.
3. Untuk mengetahui bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative 4. Untuk mengetahui bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran yang
menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa, guru dan peneliti.
1. Bagi siswa, bahwa penerapan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik.
2. Bagi guru, penerapan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative dapat dijadikan sebuah alternatif pendekatan pembelajaran agar kegiatan pembelajaran lebih aktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa 3. Bagi peneliti, melalui penelitian ini dapat menjadi sarana bagi pengembangan
diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian yang sejenis. Sekaligus sebagai langkah awal dalam mengembangkan proses belajar mengajar di kelas.
(20)
E. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mathematical Manipulative yang dimaksud dalam penelitian ini adalah concrete manipulative yaitu benda-benda nyata atau objek riil yang digunakan untuk menunjukkan konsep matematik dengan cara digerak-gerakan atau diubah-ubah posisinya.
2. Pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative yaitu sebuah pembelajaran yang di dalamnya menggunakan komponen-komponen pendekatan kontekstual yaitu kontrukstivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, refleksi, dan penilaian autentik, dan dalam aktivitas pembelajarannya siswa menggunakan mathematical manipulative.
3. Kemampuan Penalaran Matematik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: a. Penalaran logis, yaitu kemampuan memberikan alasan (argumentasi) logis
yang diperlukan untuk menyelesaikan soal berdasarkan aturan inferensi. b. Penalaran generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan
pengamatan terhadap contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya.
c. Penalaran analogi, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan sifat atau kondisi data.
4. Kemampuan Komunikasi Matematik yang digunakan adalah komunikasi dalam bentuk tulisan. Dalam penelitian komunikasi tulisan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dalam bentuk tulisan (Menulis), (2) menyatakan suatu
(21)
situasi dengan gambar (Menggambar) dan (3) menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk bahasa dan simbol matematika (Ekspresi Matematik).
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan kajian teoretis, maka rumusan hipotesis penelitiannya adalah:
1. Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual.
(22)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Disain Penelitian
Disain penelitian ini adalah kelompok kontrol non-ekivalen, yang merupakan bagian dari bentuk kuasi-eksperimen, pada disain kelompok kontrol non-ekivalen subjek tidak dikelompokan secara acak (Ruseffendi, 2001). Penggunaan disain ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, dan peneliti berusaha untuk menentukan kelas yang seserupa mungkin, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak. Pertimbangan yang digunakan untuk tidak melakukan pengelompokan kelas secara acak adalah bahwa pengelompokan tersebut akan membentuk kelas baru, dan akan mengubah semua jadwal yang telah tersusun.
Penelitian ini melibatkan dua kelas (kelompok), kelas eksperimen yaitu kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative dan kelas kontrol yaitu kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual. Disain tersebut digambarkan seperti berikut:
O � O O O Keterangan:
(23)
� = Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative
B. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Variabel bebas, yaitu penggunaan mathematical manipulative
2) Variabel terikat, yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa.
3) Variabel kontrol, yaitu pembelajaran dengan pendekatan kontekstual Selanjutnya kelas yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative disebut PKMM dan untuk kelas dengan pendekatan kontekstual disebut kelas PK.
C. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas 8 SMP 7 Sumedang, dengan pertimbangan bahwa siswa SMP merupakan masa transisi dari berpikir konkrit ke abstrak, maka peneliti merasa perlu untuk melihat apakah siswa memerlukan mathematical manipulative untuk memahami konsep matematika yang disajikan dalam konteks, sehingga kemampuan penalaran dan komunikasinya meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Piaget adalah bahwa tahap perkembangan berpikir anak terbagi atas 3 tahap yaitu, tahap berpikir konkret, tahap transisi dari konkret ke abstrak dan terakhir adalah tahap berpikir abstrak. Menurut Piaget bahwa sebagian besar siswa belum berpikir secara abstrak sampai mereka berusian antara 12 sampai 14 tahun. Namun perlu dipertimbangkan bahwa kemampuan siswa kita berbeda dengan subjek penelitian
(24)
piaget. Menurut Ruseffendi (1991) setiap perkembangan kognitif manusia itu tumbuh secara kronologis (menurut urutan waktu) melalui empat tahap tertentu yang berurutan. Untuk setiap manusia urutan terjadinya tahap-tahap itu sama tetapi umur manusia masuk ke dalam tahap-tahap yang lebih tinggi itu berbeda-beda tergantung dari lingkungan dan keturunan. Sehingga mungkin bagi sebagian siswa SMP dalam pembelajaran kontekstual nya memerlukan mathematical manipulatives.
Selanjutnya alasan memilih SMPN 7 Sumedang adalah merupakan sekolah dengan level menengah karena pada level menengah kemampuan akademik siswa heterogen, mulai dari siswa yang berkemampuan terendah sampai dengan berkemampuan tertinggi. Menurut Darhim (2004) sekolah yang berasal dari level tinggi cenderung memiliki hasil belajar yang lebih baik tetapi baiknya itu bisa terjadi bukan akibat baiknya pembelajaran yang dilakukan. Sekolah yang berasal dari level rendah, cenderung hasil belajarnya kurang dan kurangnya itu bisa terjadi bukan akibat kurang baiknya pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, sekolah dengan level baik dan level rendah tidak dipilih sebagai subyek penelitian.
Sampel penelitian adalah mengambil dua kelas dari populasi yang diambil yaitu untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol . Pemilihan kelas menggunakan teknik sampling bertujuan yaitu dalam hal ini peneliti menggunakan dua kelas yang memiliki kemampuan setara dan pemilihannya diserahkan kepada kepala sekolah.
(25)
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan tiga macam instrumen, yaitu soal tes hasil belajar yang terdiri dari soal untuk menguji kemampuan penalaran dan komunikasi matematik, dan lembar observasi selama proses pembelajaran dan angket sikap siswa. Sedangkan untuk kegiatan pembelajaran dibuat Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan lembar aktivitas siswa.
1. Tes Penalaran dan Komunikasi Matematik
Instrumen ini digunakan untuk melihat kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika. Soal disajikan dalam bentuk uraian, dengan maksud untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa agar dapat diketahui sejauh mana siswa mampu melakukan penalaran dan komunikasi matematik
Adapun pemberian tes dilakukan pada awal dan akhir pembelajaran. Tes awal bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penalaran dan komunikasi matematik yang telah dimiliki siswa, Sedangkan tes pada akhir pembelajaran adalah untuk dibandingkan dengan skor Pretes dan dilihat peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik.
Berikut adalah pedoman psokoran jawaban soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematik mengikuti pedoman dari Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996), Ansari (2004) :
(26)
Tabel 3.1 Pedoman Pensekoran Jawaban Soal Penalaran Matematik
Respon Siswa terhadap Soal Skor
Tidak ada jawaban / Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/ Tidak ada yang benar
0
Hanya sebagian aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar 1 Hampir semua aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar 2 Semua aspek pertanyaan dijawab dengan lengkap/ jelas dan benar 3
Tabel 3.2Pedoman Penskoran Jawaban Soal Komunikasi Matematik
Skor Menulis Menggambar Ekspresi Matematik
0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak mema-hami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar
Hanya sedikit dari gambar, diagram, atau tabel yang benar
Hanya sedikit dari model matematika yang benar
2 Penjelasan secara matematik masuk akal namun hanya sebagian yang benar
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar
Membuat model matematika dengan benar, namun salah mendapatkan solusi. 3 Penjelasan secara
matematik masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar
Membuat model matematika dengan benar kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap
(27)
4 Penjelasan secara matematik masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis
- -
Skor maksimal= 4 Skor maksimal= 3 Skor maksimal= 3
1) Uji Coba Instrumen
Sebelum instrument diujicobakan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pembimbing hingga sesuai dengan kemampuan yang akan diukur yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematik
2) Analisis Data Hasil Uji Coba Tes
Untuk menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda dari instrumen yang akan digunakan. digunakan perhitungan secara manual dengan perhitungan sebagai berikut:
a) Uji Validitas
Validitas butir item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item soal, dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut (Sudjono, 2003). Sebuah soal tes dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap item tes, skor-skor yang ada pada item tes dikorelasikan dengan skor total. Perhitungan validitas item tes dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment (Arikunto, 2002), yaitu:
2 2 2 2 y y n x x n y x xy n rxy(28)
n = banyaknya sampel x = skor item
y = skor total
Untuk mengetahui signifikasi koefisien korelasi digunakan uji-t dengan formula:
� =� �−2
1−� 2 Sudjana (2005)
Koefesien korelasi menunjukan korelasi antara skor-skor setiap butir soal dengan skor total yang diperoleh siswa. Interpretasi mengenai besarnya koefesien korelasi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Interpretasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Korelasi Interpretasi
0,90 r11≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi (sangat baik)
0,70 r11< 0,90 Reliabilitas tinggi
0,40 r11< 0,70 Reliabilitas sedang 0,20 r11< 0,40 Reliabilitas rendah
1 1
r < 0,20 Reliabilitas sangat rendah
(29)
Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah).
Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha yaitu:
22 11 1 1 t i s s n n r
dengan r11= reliabilitas tes secara keseluruhan n = banyak butir soal
2
i
s = varians skor setiap item
2
t
s = varians skor total yang diperoleh siswa (Suherman, 2003) c) Uji Daya Pembeda
Untuk melihat apakah instrument yang digunakan mampu membedakan siswa yang pandai dan kurang, digunakan uji daya pembeda dengan cara menghitung indeks daya beda, yang disajikan dalam rumus berikut:
A B A I S S
DP
dengan: DP = daya pembeda
SA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
SB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA = jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal dipilih
Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman (2003) seperti pada tabel berikut,
(30)
Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Interpretasi
DP 0,00 Sangat rendah 0,00 < DP 0,20 Rendah 0,20 < DP 0,40 Cukup/sedang 0,40 < DP 0,70 Baik
0,70 < DP 1,00 Sangat baik
d) Uji Tingkat Kesukaran
Hal lain yang harus diperhatikan dalam pengujian instrument adalah uji tingkat kesukaran. Menurut Sudijono (2001) butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus:
T T
I S
TK
Ket: TK = tingkat kesukaran.
T
(31)
diolah.
T
I = jumlah skor ideal/maksimum yang diperoleh pada satu butir soal
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh Suherman (2003) yaitu pada Tabel berikut,
Tabel 3.5
Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Interpretasi TK = 0,00 Terlalu sukar 0,00 < TK 0,30 Sukar
0,30 < TK 0,70 Sedang 0,70 < TK < 1,00 Mudah
TK = 1,00 Terlalu mudah
2. Angket
Angket ini digunakan untuk memperoleh data tentang pendapat atau tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung, yaitu pendekatan kontekstual dengan mathematical manipulative. Angket respon siswa yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala Likert dengan derajat penilaian siswa terhadap suatu pernyataan terbagi ke dalam 4 (empat) kategori yang tersusun secara bertingkat, mulai dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) (Suherman & Kusumah, 1990).
(32)
Untuk mengetahui validitas isi dari angket yang digunakan, peneliti melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai isi dari angket sehingga angket yang dibuat sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditentukan, dan akan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan.
Selanjutnya hasil pengolahan dari angket memberi gambaran bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran yang berlangsung yaitu yang mencakup indikator-indikator sebagai berikut: (1) sikap siswa terhadap pelajaran matematika; (2) Sikap siswa terhadap pembelajaran yang menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative; (3) sikap siswa terhadap soal-soal penalaran dan komunikasi matematik. Kemudian persentase banyaknnya siswa yang memberi respon positif, yaitu yang menyatakan setuju dan sangat setuju untuk pernyataan positif, dan yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pernyataan negatif dijumlahkan dan hitung reratannya. 3. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan semua data tentang sikap siswa dan guru dalam pembelajaran, interaksi antara siswa dan guru, serta interaksi antar siswa dengan siswa dalam kelas eksperimen yaitu yang menerapan pendekatan kontekstual dengan mathematical manipulative maupun dalam kelas kontrol yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual tanpa mathematical manipulative.
Lembar observasi terdiri dari dua bagian yaitu lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas siswa. Observer dalam penelitian ini adalah
(33)
guru-guru yang mengajar mata pelajaran matematika di sekolah itu yang sebelumnya diberi pengarahan terlebih dahulu.
E. Teknik Analisis Data
Data yang diolah merupakan nilai pretes dan postes kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa. Sebelum data dianalisis terlebih dahulu dilakukan beberapa langkah berikut:
1. Memberikan skor terhadap jawaban hasil pretes dan postes kemampuan penalaran dan komunikasi baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen. 2. Menentukan nilai gain ternormalisasi kemampuan penalaran dan
komunikasi dari kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan mrnggunakan rumus: (N-gain) = skor postes − skor pretes
skor ideal − skor pretes ( Meltzer, 2002).
Dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.6
Skor Gain Ternormalisasi
Skor Gain Interpretasi
�> 0,7 Tinggi
0,3≤ � ≤0,7 Sedang
�< 0,3 Rendah
Kemudian data-data di atas di analasis, sebagai berikut: a. Analisis data hasil Pretes
1. Uji normalitas data hasil pretes dengan menggunakan uji normalitas kolmogorov smirnov, menggunakan taraf signifikasi 0,05.
(34)
2. Jika data berdistribusi normal, kemudian dilakukan uji homogenitas menggunakan uji Levene. Uji homogenitas dilakukan untuk melihat kehomogenan variannya.
3. Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya digunakan uji t.
4. Jika kedua data atau salah satunya tidak berdistribusi normal dan tidak homogeny, maka selanjutnya digunakan statistic uji non parametric mann-Whitney.
5. Jika kedua data berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka digunakan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji-t’.
b. Analisis data N-Gain
1. Data N-Gain kemampuan penalaran dan komunikasi matematik di uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov dengan taraf signifikasi 0,05.
2. Jika kedua data berdistribusi normal selanjutnya dilakukan uji homogenitas menggunakan uji Levene.
3. Jika kedua kelas berdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji-t.
4. Jika kedua kelas berdistribusi normal tetapi tidak homogen, dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji-t’.
5. Jika kedua kelas atau salah satu kelas tidak berdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan statistik uji non parametrik Mann-Whitney.
(35)
6. Uji kesamaan dua rata-rata pada data postes menggunakan uji satu pihak.
Selanjutnya teknik analisis data disajikan dalam bagan alur berikut: F. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan ini adalah:
1) Merancang instrumen penelitian dan meminta penilaian ahli.
2) Melakukan uji coba instrumen penelitian dan dianalisis daya pembeda, tingkat kesukaran, validitas, dan reliabilitas instrumen tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan
1) Melaksanakan pretes untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa.
2) Melaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan mathematical manipulative untuk kelas eksperimen, dan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tanpa mathematical manipulative
3) Melaksanakan postes untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa setelah diberikan perlakuan.
3. Tahap Analisis Data
(36)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang meliputi analisis data, uji hipotesis, hasil observasi, dan hasil penilaian sikap.
3) Menyimpulkan hasil penelitian.
Lebih jelasnya maka prosedur tersebur digambarkan dalam diagaram berikut:
Kelas eksperimen: Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan mathematical manipulative
Revisi dan uji coba instrumen
Pengembangan perangkat pembelajaran dan instrumen Identifikasi masalah terkait pembelajaran matematika di
SMP, rumusan masalah, studi kepustakaan
Pretes
Kelas kontrol: Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
(37)
Diagram 3.2. Diagram 3.1 Prosedur Penelitian G. Jadwal Penelitian
Tabel 3.6 Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Tahun 2012
Jan Feb Mar Apr Mei Juni
1. Pembuatan Proposal 2. Seminar Proposal 3. Menyusun Instrumen
Penelitian
(38)
sekolah
5. Pengumpulan Data 6. Pengolahan Data 7. Penulisan Tesis
(39)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengukuran, pengamatan dan analisis data yang diperoleh selama penelitian terhadap pembelajaran matematika yang menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative, maka peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan dari penelitian di antaranya sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual. Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative tergolong dalam kualifikasi sedang menuju tinggi, sedangkan siswa yang mendapatkan pendekatan kontekstual tergolong kualifikasi sedang.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan
(40)
mathematical manipulative tergolong sedang menuju tinggi, sedangkan untuk siswa kelas kontekstual peningkatannya tergolong sedang.
3. Kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative berada dalam taraf sedang menuju tinggi, dengan distribusi peningkatannya sebagian besar berada dalam taraf sedang, dan sebagian lainnya dalam taraf tinggi. Sementara untuk kelas dengan pendekatan kontekstual kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasinya berada dalam taraf sedang, dengan distribusi peningkatannya sebagian besar dalam taraf sedang, dan sebagain lainnya dalam taraf rendah.
4. Sikap siswa terhadap pembelajaran yang menerapakn pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative adalah positif.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi para guru matematika, pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk diimplementasikan dalam pengembangan pembelajaran matematika di kelas, terutama untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa.
2. Kemampuan kognitif yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan penalaran dan komunikasi matematik. Peneliti selanjutnya dapat meneliti
(41)
penerapan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative untuk meningkatan kemampuan kognitif siswa lainnya.
3. Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative berada dalam kualifikasi sedang menuju tinggi, namun untuk kemampuan penalaran analogi peningkatannya masih kurang, sehingga perlunya dikembangkan penelitian dengan pendekatan lain yang mampu meningkatkan penalaran analogi matematik siswa.
4. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative dapat diterapkan untuk melihat efektifitas pada kelompok siswa tinggi, sedang dan rendah dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).
(42)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Ansari, B.I. (2004) Prosiding Seminar Nasional Matematika “ Kontribusi Aspek Talking and Writing dalam Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa”. Bandung: UPI
Boggans, M. et.al. (2010). Using manipulatives to teach elementary mathematics. Journal of Instructional Pedagogies. [Online]. Tersedia: http://www.aabri.com/Manuscripts/10451 [15 Januari 2012]
Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Depdiknas., 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Pusat Kurikulum, Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Bandung: Disertasi PPs UPI. Tidak diterbitkan.
Johnson, B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Trans. Ibnu Setiawan. California: Corwin Press, Inc., Thousand Oaks.
Lee, C. (2006). Language for learning mathematics: Assessment for learning in practice Maidenhead, Berkshire England: Open University Press.
Marthen, T. (2009). Pengembangan Kemampuan Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan REACT. Bandung: Disertasi PPs UPI. Tidak diterbitkan.
Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores. American Journal of Physics. [Online]. Vol. 70 (12) 1259 - 1268. Tersedia: http://www.physics.iastate. edu/per /docs/AJP-Dec-2002-Vol.70-1259-1268.pdf. [15 Januari 2009]
Moyer, Bolyard, and Spikell. (2002). Learning Mathematics with Virtual
Manipulatives. [Online]. Tersedia:
(43)
NCTM (2000). Curriculum and Evaluation Standart for Scholl Mathematic. Reston, VA: Author.
Riyanto, Y. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran.Surabaya: Kencana.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Ruseffendi, E.T. (2003). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Penerbit Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Schweyer, S.(2000). The Effective Use Of Manipulatives.[Online]. Tersedia://www. Ephilly.org/exemp paper/Document/Manipulatives.Pdf. [20 Januari 2012]
Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah, Komunikasi Matematika. Yogyakarta: Depdiknas.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Sofian. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Bandung: Tesis PPs UPI: Tidak diterbitkan
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.
Sumarmo, U. (2003). “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika”.
Makalah pada Pelatihan Nasional TOT Guru Matematika dan Bahasa Indonesia SLTP. Bandung: tidak diterbitkan.
Sumarmo,U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik. [Online]. Tersedia:
http://math.sps.upi.edu/wp-content/upload/2010/02/
(44)
Supinah. (2008). Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Suprijono, A. (2009), Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsungserta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matemati Tingkat Tingggi Siswa
SLTP. Disertasi.PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sukayati. (2003). Media Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Pelatihan Supervisi Pengajaran.Yogyakarta: Tidak ditebitkan
Tajudin, dkk. (2009). Instructional Efficiency Of The Inteegration Of Graphing Calculators In Teaching And Learning Mathematics. Dalam International Journal of Instruction. 2(2). 12-30.
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran.Bandung : UPI Wahyudin. (2010). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis
Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Strategi Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah. Makalah KNM. Yogyakarta: Tidak diterbitkan.
Wardhani,S dan Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta : Kementrian Pendidikan Nasional : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
(45)
Wilkins & Kosko. (2006). Mathematical Communication and Its Relation to the Frequency of Manipulative Use, International Journal of Mathematics Education. 5(2), 79-90.
Yonandi. (2010). “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Melalui
Pendekatan Kontekstual Berbantuan Komputer Pada Siswa Sekolah
Menengah Atas”. Bandung: Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan
(1)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Penggunaan Mathematical Manipulative Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematik Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mathematical manipulative tergolong sedang menuju tinggi, sedangkan untuk siswa kelas kontekstual peningkatannya tergolong sedang.
3. Kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative berada dalam taraf sedang menuju tinggi, dengan distribusi peningkatannya sebagian besar berada dalam taraf sedang, dan sebagian lainnya dalam taraf tinggi. Sementara untuk kelas dengan pendekatan kontekstual kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasinya berada dalam taraf sedang, dengan distribusi peningkatannya sebagian besar dalam taraf sedang, dan sebagain lainnya dalam taraf rendah.
4. Sikap siswa terhadap pembelajaran yang menerapakn pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative adalah positif.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi para guru matematika, pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk diimplementasikan dalam pengembangan pembelajaran matematika di kelas, terutama untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa.
2. Kemampuan kognitif yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan penalaran dan komunikasi matematik. Peneliti selanjutnya dapat meneliti
(2)
penerapan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative untuk meningkatan kemampuan kognitif siswa lainnya.
3. Peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya menerapkan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative berada dalam kualifikasi sedang menuju tinggi, namun untuk kemampuan penalaran analogi peningkatannya masih kurang, sehingga perlunya dikembangkan penelitian dengan pendekatan lain yang mampu meningkatkan penalaran analogi matematik siswa.
4. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual dengan penggunaan mathematical manipulative dapat diterapkan untuk melihat efektifitas pada kelompok siswa tinggi, sedang dan rendah dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).
(3)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Penggunaan Mathematical Manipulative Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematik Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Ansari, B.I. (2004) Prosiding Seminar Nasional Matematika “ Kontribusi Aspek Talking and Writing dalam Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa”. Bandung: UPI
Boggans, M. et.al. (2010). Using manipulatives to teach elementary mathematics. Journal of Instructional Pedagogies. [Online]. Tersedia:
http://www.aabri.com/Manuscripts/10451 [15 Januari 2012]
Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Depdiknas., 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Pusat Kurikulum, Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Bandung: Disertasi PPs UPI. Tidak diterbitkan.
Johnson, B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Trans. Ibnu Setiawan. California: Corwin Press, Inc., Thousand Oaks.
Lee, C. (2006). Language for learning mathematics: Assessment for learning in practice Maidenhead, Berkshire England: Open University Press.
Marthen, T. (2009). Pengembangan Kemampuan Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan REACT. Bandung: Disertasi PPs UPI. Tidak diterbitkan.
Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores. American Journal of Physics. [Online]. Vol. 70 (12) 1259 - 1268. Tersedia: http://www.physics.iastate. edu/per /docs/AJP-Dec-2002-Vol.70-1259-1268.pdf. [15 Januari 2009]
Moyer, Bolyard, and Spikell. (2002). Learning Mathematics with Virtual Manipulatives. [Online]. Tersedia:
(4)
NCTM (2000). Curriculum and Evaluation Standart for Scholl Mathematic. Reston, VA: Author.
Riyanto, Y. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran.Surabaya: Kencana.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Ruseffendi, E.T. (2003). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Penerbit Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Schweyer, S.(2000). The Effective Use Of Manipulatives.[Online]. Tersedia://www. Ephilly.org/exemp paper/Document/Manipulatives.Pdf. [20 Januari 2012]
Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah, Komunikasi Matematika. Yogyakarta: Depdiknas.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Sofian. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Bandung: Tesis PPs UPI: Tidak diterbitkan
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.
Sumarmo, U. (2003). “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika”.
Makalah pada Pelatihan Nasional TOT Guru Matematika dan Bahasa Indonesia SLTP. Bandung: tidak diterbitkan.
Sumarmo,U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik. [Online]. Tersedia:
http://math.sps.upi.edu/wp-content/upload/2010/02/
(5)
Tuti Yuliawati Wachyar, 2012
Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Penggunaan Mathematical Manipulative Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematik Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Supinah. (2008). Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Suprijono, A. (2009), Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsungserta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matemati Tingkat Tingggi Siswa
SLTP. Disertasi.PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sukayati. (2003). Media Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Pelatihan Supervisi Pengajaran.Yogyakarta: Tidak ditebitkan
Tajudin, dkk. (2009). Instructional Efficiency Of The Inteegration Of Graphing Calculators In Teaching And Learning Mathematics. Dalam International Journal of Instruction. 2(2). 12-30.
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran.Bandung : UPI Wahyudin. (2010). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis
Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Strategi Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah. Makalah KNM. Yogyakarta: Tidak diterbitkan.
Wardhani,S dan Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta : Kementrian Pendidikan Nasional : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
(6)
Wilkins & Kosko. (2006). Mathematical Communication and Its Relation to the Frequency of Manipulative Use, International Journal of Mathematics Education. 5(2), 79-90.
Yonandi. (2010). “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Melalui
Pendekatan Kontekstual Berbantuan Komputer Pada Siswa Sekolah Menengah Atas”. Bandung: Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan