MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, PENALARAN MATEMATIS DAN SOFT SKILL SISWA SMP.

(1)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI, PENALARAN MATEMATIS, DAN SOFT SKILL SISWA SMP TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: AAN STANIATIN

1102586

SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2013

MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI, PENALARAN MATEMATIS, DAN SOFT SKILL SISWA SMP

Oleh Aan Staniatin

S.Pd UNLA Bandung, 2008

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Matematika

© Aan Staniatin 2013 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

LEMBAR PENGESAHAN

MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI, PENALARAN MATEMATIS, DAN SOFT SKILL SISWA SMP

Oleh Aan Staniatin

1102586

DISETUJUI OLEH :

Pembimbing 1,

Dr. H. Dadang Djuandi, M.Si.

Pembimbing 2,

Dr. Stanley Dewanto, M.Pd.

Mengetahui, Ketua Program Studi


(4)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Universitas Pendidikan Indonesia

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP. 196101121987031003


(5)

ii

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Staniatin, A. (2013). “Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,

Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP”.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa SMP yang belum dikembangkan secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketiga kemampuan tersebut adalah model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BPI Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas dari empat kelas yang ada di SMP BPI Bandung, yaitu kelas VIII C dan kelas VIII D yang masing-masing disebut sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada penelitian ini dikembangkan empat buah instrumen: tes komunikasi matematis siswa, tes kemampuan penalaran matematis siswa, lembar observasi dan angket soft skill siswa. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.

Kata Kunci: Komunikasi, Penalaran, Soft Skill, Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual


(6)

vi Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Bekalang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Definisi Operasional... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Model Pembelajaran Mood CURDER ... 13

B. Pendekatan Kontekstual ... 18

C. Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual ... 21

D. Keterkaitan Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual dan Kemampuan Komunikasi, Penalaran Matematis serta Soft Skill ………. ... 22

E. Komunikasi Matematis ... 24

F. Penalaran Matematis ... 27

G. Soft Skill ... ... 30

H. Pembelajaran Konvensional ... 31

I. Penelitian yang Relevan ... 32


(7)

vii Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Metode dan Desain Penelitian ... 36

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

C. Variabel Penelitian ... 38

D. Instrumen Penelitian... 38

E. Pengembangan Bahan Ajar ... 47

F. Prosedur Penelitian ... 48

G. Analisis Data ... ... 48

H. Pelaksanaan Penelitian ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 55

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 79

C. Keterbatasan ... ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(8)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini jaman semakin berkembang, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin pesatnya perkembangan tersebut, semakin berkualitas pula sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mengimbanginya. Oleh karena itu, haruslah tiap bangsa pada saat ini memiliki sumber daya yang berkualitas, dan untuk mewujudkannya diperlukan pendidikan yang baik dan berkualitas pula.

Pemerintah Indonesia sudah berusaha untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berpendidikan dan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satunya tercantum dalam tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006 : 3) yang menyatakan pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan di sekolah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas, 2006) yaitu menjadikan siswa memiliki seperangkat kompetensi yang harus ditunjukkan pada hasil belajarnya (standar kompetensi). Lebih spesifik lagi, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dirumuskan pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang tujuan pembelajaran matematika di sekolah, yaitu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah


(9)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam tujuan pendidikan yang dibahas di atas, jelaslah bahwa tidak hanya kemampuan akademiknya saja yang harus baik tetapi juga kemampuan afektifnya, karakter serta harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan komunikasi dan penalaran, serta soft skill sebagai kemampuan afektifnya. Kemampuan tersebut sangat penting dalam proses untuk mempelajari matematika, seperti yang diungkapkan Wahyudin (2008: 521) bahwa kemampuan penalaran sangatlah penting untuk memahami matematika dan menjadi bagian yang tetap dari pengalaman matematis para siswa sejak pra-TK hingga kelas 12. NCTM (2000: 262) juga menyatakan bahwa penalaran merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam matematika”.

Pernyataan Wahyudin (2008: 521) dan NCTM (2000: 262) di atas menekankan bahwa kemampuan penalaran sangat penting dalam pembelajaran matematika. Akan tetapi tidak hanya kemampuan penalaran yang penting dalam matematika, kemampuan komunikasi pun memiliki peranan yang penting pula dalam pembelajaran matematika, seperti yang dinyatakan dalam NCTM (2000: 60), yaitu: komunikasi merupakan bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi adalah cara untuk berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Dengan adanya komunikasi akan menghasilkan ide, refleksi, diskusi dan perubahan. Proses komunikasi juga membantu membangun


(10)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

makna dan ketetapan untuk ide matematis yang dihasilkan dan menggeneralisasikannya.

Pentingnya aspek kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika membuat para peneliti untuk melakukan suatu penelitian tentang hal tersebut. Akan tetapi dalam kegiatan belajar dan mengajar matematika di kelas, terkadang siswa itu malu untuk berpendapat, mengeluarkan ide-idenya ataupun berargumen. Rasa takut salah menjadi dominan dalam diri siswa sehingga tidak berani untuk berkomunikasi, sedangkan pada saat ini, pembelajaran harus lebih berpusat kepada siswa atau student-centered dengan guru hanya menjadi moderator atau pembimbing.

Penelitian yang dilakukan Qohar (2010: 5) menyebutkan bahwa dalam suatu diskusi yang dilakukan peneliti dengan beberapa guru SMP terungkap bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Siswa mengalami kesulitan untuk berargumen, meskipun ide dan gagasan matematisnya sudah ada di pikiran mereka. Selain itu, Wardhani dan Rumiati (2011: 55) mengemukakan bahwa siswa Indonesia lemah dalam mengerjakan soal-soal yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi dan berkomunikasi.

Seperti halnya masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian yang diungkapkan di atas, masalah yang kerap terjadi dalam pembelajaran matematika itu adalah ada pada siswa itu sendiri. Siswa terkadang beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan sulit untuk dipelajari. Kadang mereka lebih memilih untuk bolos pelajaran matematika. Seperti yang dikemukakan Triyono (2011) dalam penelitiannya yang melakukan wawancara kepada siswa, terungkap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan. Karena anggapan tersebut, pembelajaran matematika di kelas pun menjadi tidak efektif dan efisien.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang diungkapkan di atas, disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa sangatlah kurang. Hal ini menjadi tugas para ahli dan guru tentunya yang terlibat langsung dalam


(11)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran, untuk menjadikan pembelajaran di kelas menjadi efektif dan efisien agar tujuan pembelajaran tercapai dan tentunya kemampuan komunikasi matematis siswa pun dapat meningkat. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa secara tertulis.

Selain kemampuan komunikasi matematis, kemampuan matematis lainnya

yang penting dan harus dimiliki siswa adalah kemampuan penalaran matematis. Kemampuan penalaran matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan dari pola-pola yang diberikan, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat hubungan dan menyelesaikan masalah dengan mengikuti argumen yang logis serta menganalogikan antar topik matematika dalam pokok bahasan yang berbeda.

Dalam pembelajaran matematika di kelas, masalah yang sering ditemukan adalah terkadang siswa itu masih bingung jika menghadapi suatu masalah matematika, bahkan mereka belum bisa memperkirakan langkah-langkah apa yang harus dilakukan agar penyelesaian masalah tersebut ditemukan. Guru harus lebih dominan untuk membimbing siswa agar siswa dapat menemukan penyelesaiannya. Padahal dalam pembelajaran pada saat ini siswalah yang harus lebih dominan dalam arti lebih aktif dan kreatif. Sebagai gambaran, penemuan Sumarmo (Nufus, 2012: 3) dalam penelitiannya menyatakan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam penalaran matematis masih rendah.

Wardhani dan Rumiati (2011: 52-53) dalam laporannya pun mengemukakan bahwa siswa Indonesia lemah dalam hal: (1) mengerjakan soal-soal yang menuntut kemampuan penalaran bilangan, misalnya dalam mengenali pola bilangan; (2) menyelesaikan soal-soal yang memerlukan penalaran aljabar; (3) menyelesaikan soal-soal yang memerlukan penalaran geometri; (4) menyelesaikan soal-soal yang memerlukan penalaran dan berargumen dalam konten data/peluang, misalnya bernalar dan berargumen dalam membaca grafik.


(12)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Oleh karena itu, dilihat dari gambaran di atas, guru harus lebih kreatif dan berinovasi dalam pembelajaran. Bagaimana upaya yang harus dilakukan guru agar kemampuan penalaran matematis ini dapat terus meningkat. Tentu jawabannya adalah pada guru dan siswa itu sendiri. Guru harus lebih kreatif dan berinovasi dalam pembelajaran agar pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, karena jika suasana hati baik maka belajar pun akan dilakukan dengan senang hati sehingga pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan sukses. Sedangkan yang harus dilakukan siswa adalah menumbuhkan minat dan keinginan yang keras untuk belajar sungguh-sungguh. Karena jika ada kemauan keras dalam dirinya pasti siswa akan berupaya untuk dapat memahami suatu konsep matematika yang dipelajari.

Baig dan Anjun (2006) mengemukakan bahwa suasana kelas yang bersahabat sangat mendukung peningkatan kemampuan penalaran siswa, karena siswa akan berpendapat, mengajukan pertanyaan dan menggambarkan pemikirannya tanpa ragu-ragu. Selain itu juga lingkungan atau suasana yang nyaman tersebut akan menciptakan hubungan yang baik antara guru dan siswa, dan di antara siswa sendiri. Dengan demikian mereka akan belajar satu sama lain. Lingkungan yang kondusif pun akan menjadikan pembelajaran berjalan dengan baik. Jadi pentinglah untuk menciptakan suasana yang nyaman dan bersahabat dalam kelas.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih sangat kurang. Hal ini mengakibatkan kegiatan belajar mengajar matematika yang melibatkan penalaran harus menjadi perhatian khusus dari guru. Guru harus berupaya agar kemampuan penalaran matematis siswa meningkat.

Selain kemampuan komunikasi dan penalaran matematis yang dibahas sebelumnya, ada kemampuan non-akademik yang penting dan harus dimiliki siswa agar sukses dalam belajar. Salah satu kemampuan non-akademik tersebut adalah soft skill. Selain itu kemampuan soft skill tersebut, yang terpenting juga


(13)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

adalah kemampuan bagaimana berinteraksi atau berhubungan, dan berkomunikasi dengan orang lain.

Rokhimawan (2012) mengemukakan beberapa atribut soft skill antara lain: komitmen, inisiatif, jujur, tanggung jawab, kemampuan untuk belajar, handal, percaya diri, kemampuan berkomunikasi, antusias, berani mengambil keputusan, itegritas, gigih untuk meraih prestasi, berlaku adil, berkreasi, kemampuan beradaptasi, kerjasama dalam tim, berpikir kritis, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berorganisasi dan kemampuan memimpin serta toleran, sopan dan beretika.

Sifat dan karakter setiap manusia tentunya sangat berbeda satu sama lain, sekalipun dengan saudara kembar sendiri. Begitu pun siswa dalam suatu kelas, pasti memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, ada pula yang terkesan minder dan pemalu, bahkan terkadang ditemukan siswa yang tidak bisa berkomunikasi dengan benar.

Setiap orang pasti memiliki soft skill, hanya saja takarannya yang berbeda. Ada yang benar-benar baik soft skillnya, dan ada pula yang perlu pengasahan yang keras agar dapat berkembang dan meningkat soft skillnya. Selain dibutuhkan dalam dunia kerja, soft skill juga sangat diperlukan dan menjadi hal penting dalam dunia pendidikan yang harus dimiliki siswa. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan kemampuan yang dia miliki, dalam arti dengan kemampuan akademik yang dia miliki, dia dapat menggunakan kemampuan akademik tersebut dengan berdasarkan pada kemampuan atau kecerdasan emosionalnya.

UNESCO menekankan bahwa tujuan belajar harus dilandaskan pada empat pilar yaitu learning how to know, learning how to do, learning how to be, dan learning how to live together (Hary, 2008). Kedua pilar yang pertama adalah hard skill atau kemampuan akademik, sedangkan kedua pilar berikutnya adalah soft skill. Jika dinyatakan dalam presentase, kontribusi hard skill terhadap kesuksesan seseorang hanya 40% dan soft skill mencapai 60%. Kecerdasan intelektual


(14)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berkontribusi dalam kesuksesan seseorang sebesar 20%, kecerdasan emosional 40%, sedangkan sisanya sebanyak 40% dipengaruhi hal-hal lainnya (Suherman, 2008).

Oleh karena itu, kemampuan non-akademik pun yaitu soft skill sangat penting untuk dimiliki siswa, agar masalah-masalah di luar kemampuan akademik dapat teratasi. Masalah yang sering terjadi dalam dunia pendidikan ini adalah masalah pada siswa itu sendiri. Terutama menimpa pada siswa yang akan menghadapi ujian nasional misalkan. Siswa yang tidak memiliki atau kurang kemampuan soft skillnya atau kecerdasan emosionalnya, jika menghadapi suatu masalah, dia tidak bisa mengendalikan dirinya. Salah satu kasusnya, seperti yang diberitakan dalam Kompas (Prihayanto, 2010) seorang siswi SMKN di Muaro Jambi bunuh diri karena harus mengulang ujian matematika, padahal siswi tersebut peraih nilai ujian nasional tertinggi dalam pelajaran bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sangat lemahnya kemampuan soft skillnya.

Selain itu, dengan adanya soft skill yang baik pada diri siswa, tentunya siswa tersebut selain bisa mengendalikan emosionalnya juga bisa berinteraksi dengan baik dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik, belajar dengan sungguh-sungguh, jujur dalam bersikap dan pada akhirnya selain pembelajaran yang sukses juga kehidupan sehari-harinya pun akan berlangsung dengan baik pula.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dipaparkan di atas, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi, penalaran matematis dan soft skill siswa SMP belum memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika dengan pendidikan berbasis karakter yang saat ini diberlakukan, belum tercapai. Oleh karena itu, muncullah pertanyaan bagaimana upaya yang harus dilakukan agar dapat memperbaiki kondisi tersebut agar tercapai semua tujuan pembelajaran, terutama peningkatan kemampuan komunikasi, penalaran matematis dan soft skill siswa.


(15)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang dijelaskan di atas adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat selama pembelajaran berlangsung. Wardhani dan Rumiati (2011: 58) mengemukakan bahwa “berbagai metode dan pendekatan pembelajaran perlu digunakan agar siswa memiliki kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi”. Maka perlulah guru berinovasi dengan menggunakan suatu pendekatan dan model pembelajaran agar pembelajaran menjadi efektif dan efisien serta berlangsung dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan.

Dalam lingkungan yang nyaman juga dengan suasana yang menyenangkan akan terjalin komunikasi yang baik dalam pembelajaran, baik komunikasi guru dengan siswa, maupun komunikasi antar siswa. Selain itu siswa akan lebih bersemangat dan bersenang hati dalam belajar, sehingga kemampuan-kemampuan yang dijelaskan sebelumnya yaitu kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa dapat meningkat.

Penelitian lainnya dilakukan Warsa (2012) yang menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw dengan pendekatan kontekstual berbasis karakter masih berada pada kategori sedang. Begitu pula dengan Hakim (2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa dengan pembelajaran berbasis masalah masih berada pada kategori sedang pula. Karenanya peneliti bermaksud melakukan penelitian yang sama tentang peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dengan pendekatan dan model pembelajaran lainnya.

Salah satu pendekatan dan model pembelajaran tersebut adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning CTL) dan model pembelajaran

Mood CURDER. Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan dalam

pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata. Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan mengembangkan ketujuh komponen utama sebagai langkah penerapan dalam pembelajaran (Depdiknas, 2003:10) yaitu:


(16)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menentukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya (constructivism);

2. Melaksanakan sebisa mungkin kegiatan penemuan dalam proses pembelajarannya (inquiry);

3. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa melalui pertanyaan (questioning); 4. Menciptakan suasana “masyarakat belajar” dengan melakukan kegiatan

belajar dalam kelompok (learning community);

5. Menghadirkan “model” sebagai alat bantu dan contoh dalam pembelajaran (modeling);

6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection);

7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan mempertimbangkan setiap aspek kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung (authentic assessment).

Model pembelajaran Mood CURDER di sini digabungkan dengan pendekatan kontekstual. Model pembelajaran Mood CURDER merupakan singkatan dari: - Mood yaitu suasana hati, seperti yang dijelaskan sebelumnya suasana yang

nyaman sangat mendukung untuk kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa karena suasana yang nyaman tentunya akan membuat suasana hati pun menjadi nyaman pula sehingga proses pembelajaran pun akan berjalan lancar dan sukses;

- Conceptual Understanding yaitu pemahaman konsep, jadi diharapkan siswa dapat memahami konsep materi yang dipelajari;

- Recall yaitu pengulangan, dengan pengulangan pemberian informasi materi yang dipelajari diharapkan agar siswa lebih memahami materi yang dipelajari tersebut;

- Detect yaitu pendeteksian, untuk mendeteksi atau memeriksa apabila ada kekurangan dari materi pada tahap recall;

- Elaborate yaitu pengelaborasian, menambah suatu situasi pada suatu masalah agar didapat penyelesaiannya; dan


(17)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

- Review yaitu pelajari kembali, memeriksa dan mendiskusikan masalah mengenai materi yang dipelajari. Model pembelajaran Mood CURDER

dengan pendekatan kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran matematika ini, dalam pelaksanaannya di setiap tahapan model pembelajaran tersebut selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, penalaran matematis dan soft skill siswa SMP dengan model pembelajaran Mood CURDER yang digabungkan dengan pendekatan kontekstual, sehingga peneliti mengambil judul untuk diteliti yaitu, “Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran Matematis, dan Soft Skill Siswa SMP.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional?

3. Apakah kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional?


(18)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.

3. Untuk mengetahui apakah kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai kalangan berikut ini:

1. Bagi siswa, diharapkan dari model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dapat membantu siswa untuk lebih memahami pembelajaran matematika dan meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematisnya. Selain itu, model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual diharapkan dapat meningkatkan soft skill siswa, agar mereka mampu untuk bersaing di era globalisasi ini terutama untuk menghadapi masa yang akan datang.

2. Bagi guru, diharapkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual ini dapat membantu guru dalam menyampaikan materi matematika pada siswa dengan efektif dan efisien. Selain itu, diharapkan juga guru dapat menciptakan pembelajaran matematika yang menyenangkan dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual


(19)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ini agar siswa lebih nyaman dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan kemampuan siswa pun meningkat.

E. Definisi Operasional

1. Kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi dengan gambar, menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk bahasa dan simbol matematik serta menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dalam bentuk tulisan.

2. Kemampuan penalaran matematis dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan dari pola-pola yang diberikan, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat hubungan dan menyelesaikan masalah dengan mengikuti argumen yang logis serta menganalogikan antar topik matematika dalam pokok bahasan yang berbeda. 3. Kemampuan soft skill dalam penelitian ini adalah kemampuan emosional siswa di luar kemampuan akademiknya. Kemampuan emosional tersebut meliputi inisiatif, tanggung jawab, kemampuan untuk belajar, handal, percaya diri, kemampuan berkomunikasi, antusias, gigih untuk meraih prestasi, berkreasi, kerjasama dalam tim, menghargai pendapat orang lain, toleran, sopan dan beretika serta berani.

4. Model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Mood CURDER yang disesuaikan dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual, yang dalam pelaksanaan pembelajarannya mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata. Mood CURDER adalah singkatan dari Mood (Suasana Hati), Conceptual Understand (Pemahaman Konsep), Recall (Pengulangan), Detect (Pendeteksian), Elaborate (Pengelaborasian), Review (Pelajari Kembali).

5. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru di dalam kelas. Pembelajaran konvensional bersifat informatif, guru menjelaskan materi pelajaran dan memberikan beberapa


(20)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

contoh soal, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa mengerjakan latihan, dan siswa diberikan kesempatan untuk bertanya apabila tidak mengerti. Siswa pasif pada saat proses pembelajaran berlangsung.


(21)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Dalam penelitian ini kelas eksperimen maupun kelas kontrol tidak dikelompokkan secara acak, melainkan menerima subjek sampel apa adanya, yaitu dalam bentuk kelas-kelas yang sudah terbentuk sebelumnya. Desain penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut:

O X O

---

O O (Borg dan Gall, 1989: 690)

Keterangan:

O = Pretes dan postes

--- = Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dibentuk secara acak X = Perlakuan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan

kontekstual

Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional. Selain itu tujuan lainnya dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan soft skill siswa yang mendapat model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan yang homogen dan materi pembelajaran matematika yang sama. Materi dalam penelitian ini adalah Kubus dan Balok. Kedua kelas dibandingkan dengan memberikan perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual, sedangkan


(22)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pada kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran konvensional. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah:

1. Menentukan sekolah tempat penelitian, yaitu SMP BPI Bandung.

2. Setelah sekolah ditentukan, selanjutnya dipilih dua kelas yang kemampuannya homogen, yaitu kelas VIII C dan VIII D yang kemudian disebut kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk menentukan kelas eksperimen atau kelas kontrol dilakukan dengan cara undian.

3. Menentukan materi pelajaran, yaitu Kubus dan Balok.

4. Mengadakan pretes kepada masing-masing kelas untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang materi Kubus dan Balok.

5. Melaksanakan pembelajaran materi Kubus dan Balok pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual, dan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional selama 6 pertemuan (12 jam pelajaran).

6. Memberikan postes kepada masing-masing kelas untuk mengetahui kemampuan akhir siswa tentang materi Kubus dan Balok.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BPI Bandung. Peneliti akan melakukan penelitian pada dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang mendapatkan perlakuan pendekatan kontekstual disertai model pembelajaran Mood CURDER. Kelas kontrol adalah kelas yang mendapatkan perlakuan pembelajaran matematika dengan konvensional.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas dari empat kelas yang ada di SMP BPI Bandung yang mempunyai karakteristik dan kemampuan homogen, yaitu kelas VIII C dan kelas VIII D yang masing-masing disebut sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan kelas VIII sebagai sampel dengan pertimbangan:


(23)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Pemilihan tingkat kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam hal ini kelas yang dipilih kelas VIII karena siswa kelas VIII sudah terbiasa dengan pembelajaran di tingkat SMP dan diharapkan dapat lebih mandiri dibandingkan siswa kelas VII. Siswa kelas VIII dianggap lebih cocok untuk menjadi sampel dalam penelitian ini karena dalam waktu 1 tahun ke depan siswa tersebut harus mempersiapkan diri secara akademik dan mental untuk menghadapi ujian nasional.

2. Terdapat beberapa materi yang diperkirakan cocok diterapkan dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual untuk mengetahui kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab, dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual.

2. Variabel terikat adalah variabel yang tergantung pada variabel bebas, dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill.

D. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini dikembangkan empat buah instrumen yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes antara lain tes komunikasi matematis siswa dan tes kemampuan penalaran matematis siswa. Sedangkan, instrumen non-tes, antara lain lembar observasi, dan angket untuk mengetahui soft skill siswa.

1. Soal Pretes dan Postes


(24)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tes ini berupa uraian, yang soalnya terdiri dari soal-soal komunikasi matematis. Soal ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual mengenai materi Kubus dan Balok.

Tabel 3.1

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Menulis Menggambar Ekspresi

Matematika

0 Tidak ada jawaban Gambar yang

diberikan menunjukkan bahwa tidak memahami konsep

Gambar tersebut tidak berarti apa-apa

1 Hanya sedikit dari penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis yang benar

Hanya sedikit dari gambar, diagram, atau tabel yang benar

Hanya sedikit dari model matematika yang benar

2 Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis masuk akal namun hanya sebagian yang benar

Melukiskan diagram,

gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar

Membuat model Matematika

dengan benar, namun salah mendapatkan solusi

3 Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat matematika masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa

Melukiskan diagram,

gambar, atau tabel secara lengkap dan benar

Membuat model matematika

dengan benar, kemudian

melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap 4 Penjelasan konsep, ide atau


(25)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu situasi dari suatu gambar yang

diberikan dengan kata-kata dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal dan jelas, serta tersusun secara logis

Diadaptasi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996)

b. Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tes ini berupa uraian, yang soalnya terdiri dari soal-soal penalaran. Soal ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran siswa setelah mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual mengenai materi Kubus dan Balok.

Pedoman penskoran tes kemampuan penalaran matematis yang akan digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Indikator

0 Tidak menjawab pertanyaan/menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/tidak ada yang benar.

1 Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan benar. 2 Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta

dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan benar. 3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan

dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan lengkap dan benar.

Diadaptasi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996)

Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes tersebut terlebih dahulu diujicobakan pada sekolah lain. Uji coba instrumen ini dilakukan kepada siswa-siswa yang sudah mempelajari materi Kubus dan Balok. Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas IX SMP KP 2 Baleendah pada tanggal 6 Maret 2013. Setelah dianalisis data hasil uji coba diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada soal


(26)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sukar, oleh karena itu instrumen diperbaiki kemudian dikonsultasikan dengan ahlinya. Setelah disetujui ahlinya, instrumen diuji coba lagi untuk yang kedua kalinya pada siswa yang sama saat uji coba pertama pada tanggal 9 Maret 2013.

Data yang diperoleh dari uji coba instrumen tersebut dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran instrumen tersebut dengan menggunakan program Anates Versi 4.0.7. Seluruh perhitungan dengan menggunakan program tersebut dapat dilihat pada Lampiran B. Selengkapnya proses penganalisisan data hasil uji coba instrumen meliputi hal berikut ini:

1) Analisis Validitas Soal

Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003). Oleh karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu (Suherman, 2003).

a. Validitas isi dan validitas muka

Instrumen tes komunikasi dan penalaran dikonsultasikan kepada ahlinya untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka, yaitu berkenaan dengan ketepatan alat ukur pada materi yang diujikan, kesesuaian antara indikator dan butir soal,serta kejelasan bahasa atau gambar dalam soal.

b. Validitas empirik

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini perlu dilakukan uji validitas. Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal dalam mengukur apa yang seharusnya diukur dengan butir soal tersebut (Sudijono, 2007). Perhitungan validitas butir soal dilakukan dengan program Anates Versi 4.0.7.

Interpretasi yang lebih rinci mengenai perhitungan tersebut dibagi ke dalam kategori-kategori seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.3.


(27)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Klasifikasi Koefisien Validitas (Suherman 2003)

Koefisien Validitas Interpretasi

Sangat tinggi

Tinggi (baik)

Sedang (cukup)

Rendah (kurang)

Sangat rendah

Tidak valid

Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji validitas untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.4

Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi

1 0,860 Tinggi Sangat Signifikan

2 0,848 Tinggi Sangat Signifikan

3 0,763 Tinggi Sangat Signifikan

4 0,801 Tinggi Sangat Signifikan

5 0,773 Tinggi Sangat Signifikan

6 0,726 Tinggi Sangat Signifikan

Tabel 3.5

Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi

1 0,845 Tinggi Sangat Signifikan

2 0,732 Tinggi Sangat Signifikan

3 0,827 Tinggi Sangat Signifikan

4 0,733 Tinggi Sangat Signifikan

5 0,656 Sedang Signifikan

6 0,658 Sedang Signifikan

Tabel 3.4 dan 3.5 di atas menunjukkan bahwa enam butir soal kemampuan komunikasi dan empat butir soal kemampuan penalaran mempunyai validitas tinggi. Hal ini berarti semua soal tersebut mempunyai validitas yang baik dan untuk kriteria signifikansi dari korelasinya semua soal sangat signifikan.


(28)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedangkan untuk dua butir terakhir soal kemampuan penalaran mempunyai validitas sedang dan berarti kedua soal tersebut mempunyai validitas yang sedang dan untuk kriteria signifikansi dari korelasinya kedua soal tersebut signifikan. 2) Analisis Reliabilitas Soal

Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif sama) jika pengukuran yang diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh perilaku, situasi, dan kondisi. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel (Suherman, 2003).

Peneliti menggunakan program Anates Versi 4.0.7 untuk menghitung koefisien reliabilitas seperti pada perhitungan validitas butir soal. Tingkat reliabilitas dari soal uji coba didasarkan pada klasifikasi Guilford (Suherman, 2003), yaitu sebagai berikut

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Interpretasi

0,90 ≤ < 1,00 Sangat tinggi

0,70 ≤ < 0,90 Tinggi

0,40 ≤ < 0,70 Sedang (cukup)

0,20 ≤ < 0,40 Rendah

< 0,20 Sangat rendah

Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji reliabilitas untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.7

Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis

Kemampuan Koefisien Reliabilitas Interpretasi

Komunikasi 0,92 Sangat Tinggi


(29)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.7 menunjukkan bahwa reliabiltas tes kemampuan komunikasi termasuk dalam kategori sangat tinggi dan untuk tes kemampuan penalaran termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti kedua instrumen ini reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur.

3) Analisis Indeks Kesukaran Soal

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan derajat kesukaran suatu butir soal disebut indeks kesukaran (Suherman, 2003). Koefisien indeks kesukaran untuk setiap butir soal dihitung dengan menggunakan program Anates Versi 4.0.7. Indeks kesukaran yang paling banyak digunakan, diklasifikasikan sebagai berikut (Suherman, 2003)

Tabel 3.8

Klasifikasi koefisien indeks kesukaran Koefisien Indeks Kesukaran Klasifikasi

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

0,70 ≤ IK< 1,00 Soal mudah

0,30 ≤ IK< 0,70 Soal sedang

0,00 <IK< 0,30 Soal sukar

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji tingkat kesukaran untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.9

Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Komunikasi Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,36 Sedang

2 0,36 Sedang

3 0,53 Sedang

4 0,58 Sedang


(30)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6 0,18 Sukar

Tabel 3.10

Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Penalaran Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,32 Sedang

2 0,42 Sedang

3 0,38 Sedang

4 0,50 Sedang

5 0,62 Sedang

6 0,19 Sukar

Tabel 3.9 dan 3.10 menunjukkan bahwa soal kemampuan komunikasi dan penalaran matematis butir pertama sampai dengan butir kelima termasuk dalam kategori soal dengan tingkat kesukaran yang sedang, sedangkan pada butir keenam untuk masing-masing tes termasuk dalam kategori soal yang sukar.

4) Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai atau berkemampuan rendah (Suherman, 2003). Daya pembeda masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan progam Anates Versi 4.0.7. Adapun kriteria pengklasifikasian yang banyak digunakan sebagai ketentuan penafsiran koefisien daya pembeda setiap butir soal adalah sebagai berikut (Suherman, 2003)

Tabel 3.11

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

Sangat baik

Baik

Cukup

Jelek


(31)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji daya pembeda untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.12

Daya Pembeda Tes kemampuan Komunikasi Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,44 Baik

2 0,44 Baik

3 0,52 Baik

4 0,39 Cukup

5 0,43 Baik

6 0,36 Cukup

Tabel 3.13

Daya Pembeda Tes kemampuan Penalaran

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,39 Cukup

2 0,48 Baik

3 0,39 Cukup

4 0,32 Cukup

5 0,39 Cukup

6 0,30 Cukup

Tabel 3.12 terlihat bahwa pada butir soal kesatu, kedua, ketiga dan kelima termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang baik sedangkan pada butir soal keempat dan keenam termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang cukup baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai.

Tabel 3.13 terlihat bahwa pada butir soal kedua termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang baik sedangkan pada butir soal lainnya termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang cukup baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai.

2. Lembar Observasi

Lembar observasi berupa daftar isian yang diisi oleh observer selama pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen. Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung aktivitas dari pembelajaran dengan model


(32)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh guru dan siswa sehingga diketahui gambaran umum dari pembelajaran yang terjadi. Tujuan dari diadakannya lembar observasi ini adalah untuk memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Observer dalam penelitian ini adalah guru matematika SMP BPI Bandung. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru disajikan dalam Lampiran B.

3. Angket Soft Skill

Angket soft skill pada penelitian ini akan diberikan pada siswa untuk diisi, dan diberikan setelah siswa melakukan pembelajaran baik di kelas eksperimen

maupun di kelas kontrol. Angket pada penelitian ini terdiri dari peryataan-pernyataan yang kemudian akan dinilai oleh siswa pernyataan mana

yang sesuai dengan kata hati siswa untuk mengetahui soft skillnya. Angket yang digunakan untuk mengukur soft skill adalah angket skala sikap Likert. Jawaban dari pernyataan angket skala likert ada lima, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk menghindari kecenderungan siswa memilih netral karena tidak berani memihak, maka poin netral dihilangkan, sehingga angket yang digunakan empat skala yaitu setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

Angket soft skill ini terdiri dari 30 butir pernyataan, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B. Sebelum digunakan dalam penelitian ini, angket tersebut

diuji coba keterbacaan oleh 5 siswa kelas VIII SMP KP 2 Baleendah pada tanggal 6 maret 2013.

E. Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan ajar matematika dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang akan digunakan di kelas eksperimen. Sedangkan bahan ajar yang digunakan di kelas kontrol adalah bahan ajar dengan pembelajaran konvensional. Bahan ajar


(33)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang dibuat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum yang sedang berlaku di lapangan.

Bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen akan dibuat sesuai dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang isinya memuat materi Kubus dan Balok. Bahan ajar yang disusun diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa. Dalam menyusun bahan ajar, peneliti menyesuaikan bahan ajar dengan LKK yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan ahli. RPP dan LKK dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran A.

F. Prosedur Penelitian

Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini: Identifikasi Masalah Penyusunan Bahan Ajar

Penyusunan Instrumen Uji Coba Instrumen


(34)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1

Prosedur Penelitian G. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini merupakan data mentah yang perlu dilakukan pengolahan data sehingga data tersebut menjadi bermakna. Data tersebut akan lebih bermanfaat dan dapat memberikan gambaran tentang permasalahan yang diteliti, maka data tersebut harus diolah terlebih dahulu sehingga memberikan arah untuk menganalisis lebih lanjut. Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis terhadap data-data tersebut untuk menguji hipotesis penelitian.

Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap hasil data pretes dan peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa (indeks gain) serta data angket soft skill dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Menguji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Apabila hasil pengujian

Analisis Validasi, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda

Pelaksanaan Penelitian Tes Awal

Kelompok Eksperimen dengan Model Pembelajaran Mood CURDER dengan

Pendekatan Kontekstual

Kelompok Kontrol dengan Pembelajaran Konvensional


(35)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menunjukkan bahwa data berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji Mann-Whitney. Uji normalitas dilakukan terhadap skor pretes dan gain dari dua kelompok siswa (kelas eksperimen dan kontrol). Uji normalitas dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0.

b. Menguji Homogenitas Variansi

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Apabila kedua kelompok data (sampel) tersebut berasal dari populasi-populasi dengan varians yang sama dinamakan populasi homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene’s test dengan bantuan program SPSS versi 16.0.

c. Uji Beda Dua Kelompok

Jika data kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen digunakan statistik uji-t (Independent-samples t test). Tetapi, jika data yang dianalisis tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan uji Mann-Whitney. Uji-t dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0.

d. Analisis Data Indeks Gain

Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dilakukan analisis terhadap hasil pretes dan postes. Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi rata-rata (average normalized gain) oleh Meltzer (2002) yang diformulasikan sebagai berikut.

Indeks gain tersebut diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria yang diungkapkan oleh Hake (Meltzer, 2002) dalam Tabel 3.14.

Tabel 3.14

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Indeks Gain Interpretasi

Tinggi


(36)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Rendah

Urutan cara pengolahan data pretes dan gain ternormalisasi disajikan di bawah ini.

Gambar 3.2

Bagan Prosedur Analisis Data e. Analisis Data Angket Soft Skill

Data hasil angket soft skill diberikan poin untuk setiap pernyataan, yaitu 1 (STS), 2 (TS), 3 (S), 4 (SS) untuk pernyataan positif, sebaliknya akan diberi skor 1 (SS), 2 (S), 3 (TS), 4 (STS) untuk pernyataan negatif. Telah dikatakan sebelumnya bahwa angket yang digunakan untuk mengukur soft skill adalah

Analisis Data Pretes dan Gain Ternormalisasi

Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov-Smirnov

Data tidak berdistribusi normal Data berdistribusi normal

Uji Non-Parametrik Mann-Whitney

Uji Homogenitas Varians dari Dua Kelompok dengan Levene’s test

Homogen Tidak homogen


(37)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

angket skala sikap Likert dengan data yang dihasilkan berupa data dengan skala ordinal. Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

P = Persentase jawaban. f = Frekuensi jawaban. n = Banyaknya responden.

Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan kategori persentase berdasarkan Hendro (Yulianti, 2009).

Tabel 3.15

Klasifikasi Gain Data Angket Soft Skill Presentasi Jawaban Interpretasi

Seluruhnya

Hampir seluruhnya

Sebagian besar

Setengahnya

Hampir setengahnya

Sebagian kecil

Tak seorang pun

Untuk pengujian hipotesisnya, karena data hasil angket soft skill adalah data dengan skala ordinal maka dilakukan uji Mann-Whitney, dan untuk pengklasifikasian tinggi dan rendahnya soft skill siswa, rentang skor dihitung dengan menetapkan lebar interval menggunakan rumus sebagai berikut (Azwar, 2008):

Keterangan:

Skor tertinggi : jumlah pernyataan x skor tertinggi Skor terendah : jumlah pernyataan x skor terendah Jumlah kategori : jumlah kategori jawaban

Tinggi rendahnya hasil penilaian soft skill dikategorikan sebagai tinggi, sedang dan rendah. Oleh karena pernyataan berjumlah 30, jumlah pilihan jawaban


(38)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4, maka skor tertinggi 4x30=120 dan skor terendah 1x30=30. Lebar interval dihitung sebagai berikut:

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, peneliti mengkategorikan soft skill rendah, sedang dan tinggi dengan rentang skor masing-masing: 30-59, 60-89, 90-120.

f. Analisis Data Lembar Observasi

Data hasil observasi dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual. Hasil akhir dari pengolahan data ini merupakan persentase tiap aspek aktivitas berdasarkan kecerdasan yang merupakan hasil pengamatan seluruh pertemuan. Persentase pada suatu aktivitas dihitung dengan:

Keterangan:

P = Persentase (%) aktivitas guru atau siswa.

Q = Skor total pengamatan aktivitas seluruh pertemuan.

R = Skor maksimum setiap aspek aktivitas dari seluruh pertemuan, yaitu 24.

H. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Penelitian

Langkah-langkah persiapan penelitian yang dilakukan peneliti adalah: a. Diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis, yaitu melakukan

kajian literatur terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Mood CURDER dan pendekatan kontekstual serta pembahasan mengenai kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa. Hasil dari kajian ini berbentuk proposal


(39)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Seminar Proposal di Sekolah Pascasarjana UPI, dilanjutkan dengan perbaikan proposal penelitian.

c. Pembuatan bahan ajar dan instrumen penelitian yang terdiri dari soal tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa, angket soft skill, dan lembar observasi.

d. Melakukan uji coba soal tes di SMP KP 2 Baleendah Bandung.

e. Permohonan izin penelitian kepada Rektor melalui Direktur Sekolah

Pascasarjana UPI dan permohonan izin penelitian kepada Kepala SMP BPI 1 Bandung.

f. Setelah disetujui dan diterima oleh Kepala Sekolah yang bersangkutan, penulis langsung terjun ke lapangan melaksanakan penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Tahap pertama setelah persiapan penelitian memadai, dilanjutkan dengan pemilihan dua kelas sampel penelitian dari empat kelas yang ada dan terpilih yaitu kelas VIII-C sebagai kelas eksperimen dan VIII-D sebagai kelas kontrol. Tahap kedua yaitu pelaksanaan pretes untuk soal tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis.

Pada penelitian ini, peneliti sendiri yang berperan sebagai guru yang memberikan materi pelajaran pada kedua kelas tersebut. Selama pelaksanaan pembelajaran, kedua kelas mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal materi pelajaran yang diajarkan dan jumlah jam pelajaran yang diberikan. Pelaksanaan pembelajaran dengan model Mood CURDER dan pendekatan kontekstual dilakukan sebanyak enam kali pertemuan, dimana satu kali pertemuan sama dengan 2 jam pelajaran, dan 1 jam pelajaran sama dengan 40 menit. Selama proses pembelajaran, siswa kelas eksperimen dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4 siswa, dan dalam kelompok kecil tersebut dibagi lagi menjadi 2 pasangan.

Pada setiap pembelajaran yang berlangsung di kelas eksperimen dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan siswa yang dilakukan oleh guru


(40)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matematika di sekolah tersebut. Tahap ketiga yaitu pelaksanaan postes pada kedua kelas tersebut. Setelah postes dilakukan, siswa diminta untuk mengisi angket soft skill.


(41)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai

peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika menggunakan

model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual termasuk dalam kategori tinggi tetapi cenderung sedang, sedangkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional temasuk kategori sedang.

3. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.

4. Kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual termasuk dalam kategori tinggi tetapi cenderung sedang, sedangkan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional temasuk kategori sedang.


(42)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.

6. Kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual termasuk dalam kategori tinggi tetapi cenderung sedang, sedangkan kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional temasuk kategori sedang.

7. Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual memberikan efek yang positif terhadap siswa, yaitu keaktifan siswa semakin berkembang dan meningkat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi guru matematika, model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah waktu pelaksanaannya harus cukup, LKK mendukung dan tepat, pengaturan kelompok dan pasangan serta yang lebih penting yaitu kemampuan guru untuk mengatur dan membangun mood siswa yang positif sebelum pembelajaran dimulai.

2. Sebelum menerapkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual, guru harus membuat RPP yang sesuai agar pembelajaran berlangsung dengan lancar dan sukses mencapai tujuan pembelajaran serta pengefektifan waktu yang tersedia.

3. Bagi sekolah, sebaiknya mengadakan MGMP Matematika untuk mengembangkan dan membuat soal-soal untuk mengukur serta meningkatkan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa. Guru pun agar lebih sering untuk menggunakan soal-soal tersebut agar kemampuan siswa dapat lebih terasah.


(43)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagi peneliti berikutnya, agar mengupayakan model pembelajaran ini lebih baik dan berlangsung secara optimal, lebih mengembangkan penelitiannya pada seluruh kemampuan matematis lainnya dan kemampuan non-akademik lainnya serta dengan materi lainnya yang berbeda, karena pada penelitian ini ternyata kategori kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual termasuk dalam kategori tinggi tetapi cenderung sedang. Oleh karena itu, hal ini menjadi dorongan dan motivasi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian yang sejenis agar mendapatkan hasil yang memuaskan.


(1)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagi peneliti berikutnya, agar mengupayakan model pembelajaran ini lebih baik dan berlangsung secara optimal, lebih mengembangkan penelitiannya pada seluruh kemampuan matematis lainnya dan kemampuan non-akademik lainnya serta dengan materi lainnya yang berbeda, karena pada penelitian ini ternyata kategori kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft

skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan

pendekatan kontekstual termasuk dalam kategori tinggi tetapi cenderung sedang. Oleh karena itu, hal ini menjadi dorongan dan motivasi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian yang sejenis agar mendapatkan hasil yang memuaskan.


(2)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Amiroh, S. (2012). Penggunaan Teknik Bertanya dalam Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis Siswa SMP. Tesis Pendidikan Matematika Universitas

Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Azwar. (2008). Statistika Terapan. Jakarta: Aneka Ilmu.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas.

Baig, S. dan Anjun H. (2006). “Learning Mathematical Rules with Reasoning”. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 2, (2), 15-39.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8:

Helping Children Think Mathematically. New York: Mac Millan.

Publishing Company.

Bistary, B. (2010) “Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis”. Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA. 1, (1), 11-23.

Borg, W. R. dan Gall, M.D. (1989). Educational Research. New York: Longman.

Brenner, M.E. (1998). “Development of Mathematical Communication in Problem Solving Groups by Language Minority Students”. Bilingual Research Journal. 22, (2), 103-128.

Cai, Lane, dan Jakabcsin, M.S. (1996). The Role of Open-Ended Task and Holistic

Scoring Rubrics: Assessing Student’ Mathematical Reasoning and

Communication. Communication in Mathematics K-12 and Beyond.

Virginia: NCTM.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

______. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.

______. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kerangka Dasar. Jakarta: Pusat Kurikulum.


(3)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Elfindri. (2011). Soft Skill untuk Pendidikan. Jakarta: Baduose Media.

Hakim. (2012). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah melalui Pembelajaran Berbasis

Masalah. Tesis Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia.

Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hamzah, B. U. (2006). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hary. (2008). Mengembangkan Sost Skill Siswa. [ONLINE]. Tersedia: http://harysmk3.wordpress.com/2008/01/10/mengembangkan-soft-skill-siswa/[04-12-2012]

Herdian. (2010). Model Pembelajaran Kolaboratif Mood CURDER. [Online].

Tersedia:herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-kolaboratif-mood curder/ [4 Desember 2012]

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasidan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Izzati, N. (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis pada Tingkat Koneksi dan Analisis Siswa MTs Negeri melalui Pembelajaran

Kolaboratif MURDER. Tesis Pendidikan Matematika Universitas

Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Jamarah, S. B. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Kosko, K.W dan Jesse, L.M.W. (2010). “Mathematical Communication and Its Relation to the Frequency of Manipulative Use”. International Electronic Journal of Mathematics Education. 5, (2), 79-90.

Koswara, U. (2012). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui Pendekatan Kontekstual Berbantuan

Program Autograph. Tesis Pendidikan Matematika Universitas

Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Mahmudi, A. (2009). “Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal


(4)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Meltzer, D. E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic Pretest Scores”. American Journal of Physics. 70, (12), 1259-1268.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nufus, H. (2012). Penerapan Aktivitas Quick on The Draw dalam Tatanan Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran

dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis Pendidikan Matematika

Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Parwati, N. N. (2008). “Implementasi Model Pembelajaran Penalaran dan Pemecahan-Masalah-Terbuka untuk Meningkatkan Kompetensi Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Singaraja”.

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA. 3, ISSN 0215-8250.

Prihatiningtyas, N. (2009). Pengaruh Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter terhadap Pengembangan Soft Skill Mahasiswa Calon Teknisi Alat Berat.

Tesis Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Prihayanto, K. (2010, 28 April). Duh, Tak Lulus UN Bunuh Diri. Kompas [Online].Tersedia:http://regional.kompas.com/read/2010/04/28/08461180/ Duh.Tak.Lulus.UN.Bunuh.Diri. [25 Desember 2012]

Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa

SMP melalui Reciprocal Teaching. Disertasi Pendidikan Matematika

Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Rokhimawan, M.A. (2012). “Pengembangan Soft Skill Guru dalam Pembelajaran Sains SD/MI Masa Depan yang Bervisi Karakter Bangsa”. Al-Bidayah, 4, (1), 49-61.

Rosilawati, I. (2012). Pengembangan Soft Skill dalam Pembelajaran IPS di SMP melalui Model Cooperative Learning. [Online]. Tersedia:file :///D:/ Bahan%20Tesis/pengembangan-soft-skill-dalam.html [5 Desember 2012] Sardiman. (2010). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali

Press.

Shadiq. (2004). Pemecahan Masalah, penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika.


(5)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman. (2008). Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi

Siswa. [ONLINE]. Tersedia: http://pkab.wordpress.com/2008/04/29/

model-belajar-dan-pembelajaran-berorientasi-kompetensi-siswa/[04-12-2012]

Sumarmo. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana

Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah: Disampaikan pada seminar

tanggal 18 Juli di FMIPA UNY.

---. (2005). Implementasi Kurikulum Matematika 1993 pada Sekolah

Dasar dan Sekolah Menengah. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung.

---. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada

Siswa Sekolah Menengah. FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Triyono, A. (2011). Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Matematika di Kelas Rendah SD Negeri Karangtengah 1 Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. Skripsi Program S1 PGSD Universitas Negeri Malang. Malang: Tidak Diterbitkan.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Bandung: UPI Press.

Wardhani, S dan Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika

SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Kementrian Pendidikan

Nasional: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Warsa, N. (2012). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan

JIGSAW dengan Pendekatan Kontekstual Berbasis Karakter. Tesis

Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Yulianti, H. (2009). Penerapan Model SAVI (Somatic, Auditory, Visual, Intellectual) dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.


(6)

Aan Staniatin, 2013

Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP