MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN PROGRAM AUTOGRAPH.

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa depannya yang lebih baik. Keadaan ini juga memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi alam, sehingga diyakini hanya manusia dengan kualitas unggul yang mampu bertahan dari persaingan global yang begitu kompetitif. Oleh karena itu persiapan dalam pembinaan generasi muda terdidik perlu ditingkatkan untuk dapat bertahan dan bersaing di era globalisasi ini.

Dalam bidang pendidikan, paradigma belajar sepanjang hayat semakin mengemuka dan menjadi penting. Diyakini tanpa belajar manusia cenderung akan tertinggal. Dalam perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi yang begitu cepat, matematika memegang peranan penting, karena matematika merupakan alat yang efisien dan sangat diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan (Queen of Science), tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemajuan yang berarti. Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa, “Kita harus menyadari bahwa matematika itu penting baik sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan),


(2)

Matematika bukan hanya sebagai alat untuk menghitung, tetapi lebih dari itu, matematika harus terasa manfaatnya sehingga bisa benar-benar berarti untuk kehidupan dan itu harus ditanamkan dalam benak siswa sejak awal. Siswa harus diantarkan untuk melihat keindahan matematika itu sendiri. Sehingga, ke depannya siswa tidak hanya sebatas untuk menghafal/mengingat rumus, tetapi sampai pada memahami keindahan didalamnya (the beauty of mathematics), maka dengan sendirinya siswa akan mencintai matematika.

Matematika dapat dipandang sebagai ilmu dasar yang strategis yang diajarkan setiap tingkatan kelas pada suatu pendidikan dasar dan menengah, dan bertujuan untuk melatih siswa dalam: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah BSNP (2006).

National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM (2000) juga merumuskan lima kemampuan matematis yang harus dikuasai siswa yaitu


(3)

3

kemampuan komunikasi, penalaran, pemecahan masalah, koneksi dan pembentukan sikap positif terhadap matematika. Kemampuan-kemampuan tersebut menjadi rujukan utama dalam proses mengembangkan tingkat berfikir anak dalam mempelajari matematika. Kemampuan-kemampuan di atas juga menjadi rujukan bagi para peneliti dan para ahli untuk terus mengembangkan penelitiannya di bidang pendidikan khususnya pendidikan matematika. Dalam hal ini terdapat dua kemampuan yang menjadi fokus penelitian sebagai acuan untuk di teliti yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

Beberapa pertimbangan untuk memfokuskan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis menjadi titik sentral yang perlu dibiasakan dalam cara berpikir siswa juga sebagai kemampuan yang cenderung banyak diteliti oleh para peneliti diantaranya merujuk terhadap pernyataan yang diungkapkan oleh (Depdiknas, 2002: 6) yang menyatakan bahwa, “Materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dilatihkan melalui belajar

matematika”. Dapat dibayangkan jika para siswa tidak belajar matematika, apa

yang akan terjadi dengan keterampilan berpikir mereka? Pola berpikir inilah yang perlu dikembangkan dalam cara berpikir siswa, seperti pentingnya menarik kesimpulan dari beberapa fakta atau data yang mereka dapatkan ataupun mereka ketahui di dalam maupun di luar konteks matematika itu sendiri. Dalam hal kemampuan komunikasi, Turmudi (2008) (dalam Ishaq, 2010: 4) mengatakan bahwa, para siswa harus diberikan kesempatan, dorongan, dukungan untuk berbicara, menulis, membaca, dan mendengar dalam kelas matematika yang


(4)

memiliki keuntungan ganda, yaitu mereka berkomunikasi untuk belajar matematika dan mereka berkomunikasi secara matematika karena matematika sering diberikan dalam komunikasi simbol, komunikasi tertulis, dan komunikasi lisan yang berisi gagasan matematika yang tidak selalu dikenal sebagai bagian penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan siswa di sekolah menengah tersebut menjadi indikator penting untuk diangkat dalam penelitian ini. Keterangan yang diuraikan di atas secara umum bukan tanpa alasan jika pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kualitas hidup dan kesejahteraan suatu negara, salah satu kunci esensial dalam pendidikan justru pendidikan matematika itu sendiri yang didalamnya terdapat pola berfikir komunikatif dan logis untuk dibiasakan dalam proses berpikir siswa.

Di dalam pembelajaran matematika khususnya pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph, juga penting diduga bahwa kecenderungan lemahnya kemampuan matematis secara umum disebabkan karena sikap dan minat siswa itu sendiri terhadap matematika, disamping banyak faktor lain yang juga ikut mempengaruhi seperti: faktor guru, faktor matematika itu sendiri yang bersifat abstrak, dan lain-lain. Menurut Turmudi (2008:1) bertahun-tahun telah diupayakan agar matematika dapat dikuasai siswa dengan baik oleh ahli pendidikan dan ahli pendidikan matematika, namun hasilnya masih menunjukkan bahwa tidak banyak siswa yang menyukai matematika dari setiap kelasnya. Hal ini menunjukan perlunya mengangkat permasalahan tentang sikap dan minat siswa itu sendiri terhadap pembelajaran matematika dan juga terhadap


(5)

5

pembelajaran matematika dengan berbantuan program Autograph sebagai salah satu fokus utama penelitian ini.

Kemampuan siswa mengilustrasikan dan menginterpretasikan berbagai masalah dalam bahasa dan pertanyaan-pertanyaan matematika serta menyelesaikan masalah tersebut menurut kaedah matematika merupakan karakteristik siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi matematis. Sumarmo (2005 : 7) merinci karakteristik kemampuan komunikasi matematis dalam beberapa indikator sebagai berikut: 1) menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; 2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan maupun tulisan dengan benda nyata, gambar grafik dan aljabar; 3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa simbol matematika; 4) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; 5) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi, dan 6) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Disamping kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika kemampuan penalaran juga sangat penting. NCTM (2000) juga menggariskan secara rinci keterampilan-keterampilan kunci penalaran matematis yang dapat dilakukan di dalam kelas dan harus dipandang sebagai bagian integral dari kurikulum matematika. Keterampilan-keterampilan kunci penalaran matematis tersebut adalah mengenal dan mengaplikasikan penalaran deduktif dan induktif; memahami dan menerapkan proses penalaran dengan perhatian yang khusus terhadap penalaran dengan proporsi-proporsi dan grafik-grafik; membuat dan


(6)

mengevaluasi konjektur-konjektur dan argument-argumen secara logis; menilai daya serap dan kekuatan penalaran sebagai bagian dari matematika.

Selanjutnya Sumarmo (2005 : 7) merinci karakteristik kemampuan penalaran matematis dalam beberapa indikator sebagai berikut:

1. Menarik kesimpulan logis;

2. Memberi penjelasan terhadap model, gambar, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada;

3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi;

4. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisa situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur;

5. Mengajukan lawan contoh;

6. Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid; dan

7. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi.

Dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan penalaran siswa diperlukan pendekatan yang sekiranya dapat mendukung untuk mengoptimalkan kemampuan tersebut. Ada banyak pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam upaya menumbuhkembangakan kedua kemampuan tersebut, salah satu pendekatan yang diduga sejalan dengan karakteristik matematika dan harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah pendekatan kontekstual yang biasanya disebut juga dengan (Contextual Teaching and Learning CTL).


(7)

7

Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya (US Department of Education and the National School-to-Work Office, 2001).

Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan mengembangkan ketujuh komponen utamanya, sebagai langkah penerapan dalam pembelajaran (Depdiknas, 2003: 10) yaitu: 1) Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menentukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya (constructivism); 2) Melaksanakan sebisa mungkin kegiatan penemuan dalam proses pembelajarannya (inquiry); 3) Mengembangakan sikap ingin tahu siswa melalui pertanyaan (questioning); 4) Menciptakan suasana “masyarakat belajar” dengan melakukan kegiatan belajara dalam kelompok (learning community); 5) Menghadirkan “model” sebagai alat bantu dan contoh dalam pembelajaran (modeling); 6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection); 7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan mempertimbangkan setiap aspek kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung (authentic assessment).

Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang memiliki beberapa strategi dalam proses pembelajarannya. Center for Occupational Research and Development (CORD) menyampaikan 5 (lima) strategi bagi pendidikan dalam rangka penerapan Belajar dan Mengajar Kontekstual, yang


(8)

disingkat REACT (dalam Setiawan, 2001) sebagai berikut: a) Relating : belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupannya; b) Experiencing: belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention); c) Applying: belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatan; d) Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, dan pemakaian bersama, dan sebagainya; e) Transferring: belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.

Pengaitan antara informasi baru dan pengalaman hidup atau pengetahuan awal siswa terkadang tidak dapat dilakukan, karena siswa tidak memiliki pengalaman tersebut sebelumnya. Situasi ini dapat dimanipulasi oleh guru dengan membuat siswa mengkonstruk pengetahuan baru tersebut dengan menggunakan pemanipulasian. Proses pemanipulasian dapat dilakukan dengan menggunakan objek sederhana yang ada di sekitar siswa untuk mewujudkan konsep yang abstrak menjadi konkret. Sebagai contoh, dalam matematika misalnya dengan menggunakan program komputer yang bersifat Dynamic Geometry Software, seperti Autograph.

Sejalan dengan pemahaman di atas salah satu contoh program yang sangat cocok untuk pembelajaran matematika khususnya Geometri adalah dengan menggunakan software yang bersifat Dynamic Geometry Software seperti program Autograph atau variansnya. Autograph dirancang dan dikembangkan untuk membantu guru dan siswa dalam pembelajaran, yaitu untuk mendalami geometri sehingga pemakai dengan mudah menggambar atau mengkontruksi bangun-bangun geometri secara manual atau berdasarkan suatu fungsi yang


(9)

9

dibuatnya baik pada dimensi dua atau bahkan dimensi tiga sehingga pemakai dapat melakukan eksplorasi terhadap bangun-bangun yang dikontruksikan.

Autograph adalah suatu software untuk membantu siswa bisa mengatasi prinsip-prinsip dasar probabilitas, statistik, dan koordinat geometri baik 2D dan 3D. Autograph berkembang di kelas matematika Sekolah (Inggris), dan versi 3 telah datang untuk merangkul semua kemungkinan yang ditawarkan dengan menggunakan proyektor data, papan tulis interaktif dan laptop.” Butler dan Hatsell (2005: 4).

Ada beberapa pertimbangan tentang penggunaan Dynamic Geometry Software seperti Autograph dalam pembelajaran matematika, khususnya geometri. Menurut Becta ICT Advise (Hernadi, 2010: 8) bahwa dengan menggunakan Dynamic Geometry Software siswa dapat menggunakan komputer untuk memanipulasi diagram atau gambar secara dinamis, khususnya visualisasi bangun geometri yang dapat membangkitkan mental bangun geometri, selain mental aritmetika.

Bagaimanakah kaitan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan berbantuan program Autograph? Pembelajaran berbantuan program Autograph haruslah konsisten dengan prinsip kontruksivisme, yaitu: 1) Konstruktivisme Endogen. Pembelajaran dengan program Autograph yang dikembangkan sesuai dengan pandangan ini memuat lingkungan microword untuk melakukan eksplorasi dan konstruksi; 2) Konstruktivisme Eksogen. Pembelajaran dengan program Autograph yang dikembangkan sesuai pandangan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya secara aktif; 3)


(10)

Konstruktivisme Dialektik. Menekankan pembelajaran pada peran interaksi sosial dalam proses pengkonstruksian pengetahuan siswa (Sudarman, 2002).

Dari uraian di atas, maka diduga pendekatan kontekstual dengan berbantuan program Autograph dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, yang melibatkan cara berfikir dan bernalar, melakukan kegiatan konstruksi, eksplorasi dan penemuan serta melibatkan penyampaian informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Pendekatan pembelajaran kontekstual dengan berbantuan program Autograph diperkirakan dapat memberi kontribusi terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Mungkinkah pendekatan pembelajaran kontekstual dengan berbantuan program Autograph ini mampu memberi solusi terhadap pentingnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa? Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk meneliti apakah pendekatan pembelajaran kontekstual dengan berbantuan program Autograph dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa? Oleh karena itu penulis tertarik dan ingin mencoba untuk mengajukan sebuah studi dengan judul:

“Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Autograph .

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:


(11)

11

1. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional)?

2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph lebih baik daripada pembelajaran biasa (konvensional)?

3. Apakah ada kaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa?

4. Bagaimana sikap siswa terhadap pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Membandingkan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph dan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (Konvensional).

2. Membandingkan pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph dan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (Konvensional).


(12)

3. Mengetahui kaitan antara kemampuan penalaran dan matematis siswa. 4. Mengetahui sikap siswa terhadap pendekatan pembelajaran kontekstual

berbantuan Autograph .

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini dapat memberikan motivasi kepada guru matematika dalam memanfaatkan teknologi dan sarana pembelajaran yang telah tersedia dalam bentuk pembelajaran berbasis komputer berupa program Autograph . 2. Penelitian ini dapat menjadikan suatu alternatif pembelajaran untuk digunakan di kelas, dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa melalui pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph .

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional).

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph


(13)

13

lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional).

3. Terdapat perbedaan pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional).

4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa (konvensional).

5. Terdapat kaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional guna meluruskan pemahaman tentang definisi secara umum.

1. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan dalam menarik kesimpulan umum dari suatu pola yang diberikan (generalisasi); menarik kesimpulan berdasarkan aturan inferensi; serta menggunakan pola hubungan dalam menganalisis situasi untuk membuat analogi.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menjelaskan suatu persoalan dalam bentuk gambar (menggambar); kemampuan menyatakan


(14)

suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model matematika (ekspresi matematika); serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (menulis).

3. Program Autograph adalah suatu program yang memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi objek-objek geometri dalam bentuk dua atau tiga dimensi, melakukan eksporasi ide-ide dan mengembangkan konjektur, serta melakukan proses penemuan.


(15)

53

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain “Kelompok Kontrol Non- Ekivalen” yang merupakan bagian dari bentuk “Kuasi-Eksperimen” (Ruseffendi, 2005: 50). Di mana subjek tidak dikelompokan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya. Penelitian dilakukan pada dua kelas dengan pendekatan yang berbeda. Kelompok pertama (kelompok eksperimen) diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan Program Autograph dan kelompok kedua (kelompok kontrol) diberikan pembelajaran menggunakan pembelajaran biasa (konvensional) dengan desain penelitian sebagai berikut:

Kelompok Eksperimen : O X O

Kelompok Kontrol : O O

Keterangan:

O : Pretes dan postes (tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis) X : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual

berbantuan Program Autograph

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA pada salah satu sekolah di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Dipilih siswa kelas X dengan asumsi bahwa mereka sudah dapat beradaptasi dengan pokok bahasan yang


(16)

diteliti. Sampel yang diambil terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah 35 orang dan kelas X-2 sebagai kelas kontrol yaitu 35 orang yang di pilih dari kelas yang ada. Teknik sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik “Purposive Sampling” yaitu teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Akdon, 2008: 105). Sebagai “expert” yang menjadi pengambil pertimbangan adalah kepala sekolah, wali kelas, dan guru bidang studi matematika yang mengajar, di lihat dari penyebaran siswa tiap kelasnya merata ditinjau dari aspek kemampuan akademiknya.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 2 teknik yang dipakai yaitu teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes merupakan soal tes matematika dengan tujuan untuk melihat aspek kognitif siswa, sedangkan teknik non tes terdiri dari skala sikap mengenai pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual berbantuan Program Autograph, keduanya bertujuan untuk melihat aspek afektif siswa. aturan pemberian skor untuk setiap jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran seperti ditampilkan dalam tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut ini.


(17)

55

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics

Skor Indikator

0

Tidak ada jawaban / menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan / tidak ada yang benar.

1

Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.

2

Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.

3

Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan lengkap/ jelas dan benar.


(18)

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics

Skor Menulis (written teks) Menggambar (drawing)

Ekspresi Matematika (mathematics

expressions)

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.

1

Hanya sedikit dari

penjelasan, konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik, yang benar

Hanya ada sedikit dari gambar, diagram, atau tabel yang benar.

Hanya sedikit dari model matematika yang benar.

2

Penjelasan, konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal, namun hanya sebagian yang benar

Melukiskan diagram atau tabel namun kurang lengkap dan benar.

Membuat model matematika dengan benar namun salah dalam mendapatkan solusi

3

Penjelasan, konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa

Melukiskan diagram, gambar atau tabel secara lengkap dan benar

Membuat model matematika dengan benar kemudian melakukan perhitungan dan mendapat solusi secara benar dan lengkap

4

Penjelasan, konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal dan jelas, serta tersusun secara logis

- -

Skor maksimal = 4 Skor maksimal = 3 Skor maksimal = 3 Diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996), Rusmini (2007)


(19)

57

Dalam teknik tes untuk mendapatkan soal tes yang baik, maka soal tes tersebut harus diujicobakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengukur tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya.

Penjelasan tentang analisis dipaparkan sebagai berikut. a. Analisis Validitas Tes

Rumus untuk menguji validitas tes pada penelitian ini menggunakan rumus Pearson Product Moment (Arikunto, 2002: 72), yaitu:

2 2

 

2 2

(

) (

) (

)

(

)

(

)

xy

n

xy

x

y

r

n

x

x

n

y

y

 

 

Dengan : r xy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y n = Banyaknya sampel

x = Skor item y = Skor total

Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien korelasi menurut Arikunto (2002: 75) yang dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas

Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 < rxy sangat tinggi

0,60 < rxy≤ 0,80 tinggi 0,40 < rxy≤ 0,60 cukup 0,20 < rxy≤ 0,40 rendah rxy≤ 0,20 kurang


(20)

Dari tabel harga kritis r product moment, dapat di lihat jika harga rxy

kurang dari harga kritis dalam tabel (rtabel ), maka korelasi tersebut tidak

signifikan. jika harga rxy lebih dari harga kritis dalam tabel (rtabel), maka korelasi

tersebut signifikan. Besarnya signifikansi validitas korelasi juga dihitung dengan menggunakan uji-t. Rumus yang digunakan adalah rumus yang sudah diketahui koefisien korelasinya berdasarkan hipotesis berikut:

H0: tidak ada korelasi setiap butir soal terhadap skor total H1: ada korelasi setiap butir soal terhadap skor total

Untuk taraf signifikansi  = 5%, daerah penerimaannya adalah

1 1

(1 ) (1 )

2 2

-t t t

 

    .

Hasil perhitungan koefisien korelasi dan signifikansi validitas butir soal ditampilkan dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4

Hasil perhitungan Koefisien Korelasi dan Signifikansi serta Validitas Soal Hasil Uji Coba.

Jenis Tes No. Soal rxy

rtabel (= 5%)

Interpretasi Koefisien

Korelasi

Signifikansi thitung

ttabel (a= 5%) Validitas Kemampuan Penalaran Matematis

1a 0,726

0,334

Validitas

tinggi signifikan 6,070

2,035

ada korelasi

1b 0,694 Validitas

tinggi signifikan 5,533 ada korelasi

2 0,621 Validitas

tinggi signifikan 4,556 ada korelasi 3 0,736 Validitas

tinggi signifikan 6,242 ada korelasi

Kemampuan Komunikasi Matematis

1a 0,601

0,334

Validitas

tinggi signifikan 4,318

2,035

ada korelasi

1b 0,634 Validitas

tinggi signifikan 4,704 ada korelasi

2 0,733 Validitas

tinggi signifikan 6,191 ada korelasi 3 0,760 Validitas


(21)

59

b. Analisis Reliabilitas

Rumus untuk menguji reliabilitas tes pada penelitian ini menggunakan rumus Cronbach’s Alpha, yaitu:

2

11

1

2

1

i t

s

n

r

n

s





Dengan : r 11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan n = Banyaknya butir soal

2 i

s = Varians skor setiap item

2 t

s = Varians skor total yang diperoleh siswa

Hasil derajat reliabilitas soal kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139) seperti tabel berikut.

Tabel 3.5

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,90 ≤ r11≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi

0,70 ≤ r11< 0,90 reliabilitas tinggi

0,40 ≤ r11< 0,70 reliabilitas sedang

0,20 ≤ r < 0,40 11 reliabilitas rendah

r < 0,20 11 reliabilitas sangat rendah

Dari pemeriksaan uji coba instrumen diperoleh reliabilitas tes kemampuan penalaran matematis sebesar r = 0,488 (kategori reliabilitas sedang) dan tes 11


(22)

kemampuan komunikasi matematis sebesar r = 0,418 (kategori reliabilitas 11 sedang). Secara umum, tes ini tergolong tidak terlalu baik tetapi juga tidak terlalu buruk. Cara perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran.

c. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda dihitung dengan membagi testee ke dalam dua kelompok yaitu kelompok atas (the higher group) sebesar 27% yaitu kelompok testee yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group) 27% yaitu kelompok testee yang tergolong rendah.

Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:

keterangan: DP = indeks daya pembeda suatu butir soal

A

S

= jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

B

S

= jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

A

J

= jumlah skor ideal kelompok atas pada butir soal yang diolah

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi menurut Suherman (2003: 161) seperti tabel berikut.

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

DP ≤ 0,00 sangat rendah

0,00 < DP ≤ 0,20 rendah

0,20 < DP ≤ 0,40 cukup / sedang

0,40 < DP ≤ 0,70 baik

0,70 < DP ≤1,00 sangat baik

A B A

J S S


(23)

61

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda dari tiap butir soal seperti pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Hasil perhitungan Daya Pembeda Soal Hasil Uji Coba

Jenis Tes No.

Soal Daya Pembeda Interpretasi

Kemampuan Penalaran Matematis

1a 0,567 Baik

1b 0,500 Baik

2 0,400 Cukup

3 0,567 Baik

Kemampuan Komunikasi Matematis

1a 0,400 Cukup

1b 0,300 Cukup

2 0,533 Baik

3 0,367 Cukup

d. Analisis Tingkat Kesukaran

Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran adalah:

T T

S

IK

I

Dengan : IK = Tingkat kesukaran.

ST = Jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir

soal yang diolah.

IT = Jumlah skor ideal/maksimum yang diperoleh pada satu

butir soal itu

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh Suherman (2003: 70) seperti tabel berikut.


(24)

Tabel 3.8

Kriteria Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 terlalu sukar 0,00 < IK 0,30 sukar 0,30 < IK 0,70 sedang 0,70 < IK < 1,00 mudah

IK = 1,00 terlalu mudah

Dari hasil perhitungan, diperoleh tingkat kesukaran dari tiap butir soal seperti pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Hasil perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Hasil Uji Coba

Jenis Tes No.

Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

Kemampuan Penalaran Matematis

1a 0,429 Sedang

1b 0,714 Sukar

2 0,410 Sedang

3 0,743 Sukar

Kemampuan Komunikasi Matematis

1a 0,552 Sedang

1b 0,552 Sedang

2 0,524 Sedang

3 0,533 Sedang

D. Skala Sikap

Dalam teknik non tes, skala sikap yang digunakan peneliti adalah skala likert dengan jawaban SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Pilihan jawaban N (Netral) tidak digunakan untuk menghindari keraguan siswa. Aspek afektif yang ingin diungkap peneliti dalam hal ini adalah sikap dan minat siswa. Menurut (tim Peneliti PPS, UNY, 2004) sikap adalah perasaan positif dan negatif terhadap suatu objek, sedangkan minat


(25)

63

adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek. Sikap dan minat yang diukur dalam penelitian ini adalah aspek sikap dan minat siswa terhadap pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph, aspek kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

E. Pengembangan Bahan Pengajaran

Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan program Autograph terhadap kelas eksperimen dan konvensional terhadap kelas kontrol. Proses pengajaran dilakukan dengan memperhatikan cakupan materi yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yaitu tentang Dimensi Tiga. Pembelajaran dikembangkan melalui lembar kerja siswa (LKS) yang terintegrasi dengan rencan pembelajaran. Penugasan yang diberikan dalam LKS secara terbimbing dapat memfasilitasi kemampuan siswa untuk menemukan, mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan melakukan proses tanya jawab sehingga dapat menciptakan suasana masyarakat belajar di dalam kelas.

Proses konstruksi bangun-bangun geometri yang dilakukan siswa difasilitasi dengan menggunakan komputer yang di dalamnya telah terinstal program Autograph dengan langkah-langkah konstruksi yang diberikan dalam LKS.

Pembelajaran konvensional yang diberikan kepada kelas kontrol dilakukan melalui proses pembelajaran ekspositori. Proses pembelajaran diawali dengan memberikan informasi (ceramah). Guru memulai pembelajaran dengan


(26)

menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan ketrampilan mengenai pola/aturan/rumus/ tentang materi, kemudian melalui kegiatan tanya jawab guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum. Setelah itu diberikan contoh-contoh soal yang berkaitan dan meminta siswa untuk mengerjakan soal-soal di papan tulis atau mejanya masing-masing.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan dan alur kerja sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi masalah dan tujuan penelitian.

2. Penyusunan instrumen dan bahan ajar. 3. Melakukan uji coba instrumen.

4. Menganalisis hasil uji instrumen. 5. Melakukan perbaikan instrumen.

6. Melakukan observasi sekolah tempat penelitian dilaksanakan untuk menentukan kelas yang mempunyai kemampuan setara untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

7. Melakukan pretes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan diberikan sebelum perlakuan dilaksanakan.

8. Melakukan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan program Autograph di kelas eksperimen dan pembelajaran biasa (konvensional) di kelas kontrol.


(27)

65

10.Memberikan angket siswa sesudah pembelajaran selesai pada kelas eksperimen.

11.Menganalisa data dan membuat kesimpulan.

Selanjutnya prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Diagram 3.1 Prosedur Penelitian Identifikasi masalah dan

tujuan penelitian

Penyusunan instrumen dan bahan ajar

Uji coba instrumen

Analisis hasil uji coba

Perbaikan instrumen Pretes

Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual berbantuan program Autograph

Pembelajaran biasa (Konvensional)

Postes

Pengolahan Data

Analisis data

Kesimpulan

Angket skala sikap


(28)

G. Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua dilakukan analisis data dengan menggunakan rumus statistik perbedaan dua rata-rata terhadap gain kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk menguji hipotesis yang ketiga dilakukan uji korelasi. Jika sebaran data berdistribusi normal maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson, sedangkan jika sebaran data tidak normal maka perhitungan menggunakan uji statistik non parametrik. Untuk memperjelas hubungan antara dua aspek tersebut dilakukan pengujian asosiasi kontingensi.

Tahapan-tahapan pengolahan data secara statistik dalam menguji hipotesis diuraikan sebagai berikut:

1. Menghitung rata-rata skor tes, dengan menggunakan rumus:

1

1

Ruseffendi (1993: 103)

,

n i i i n i i

x f

x

f

 

2. Menghitung deviasi standar skor hasil tes, dengan menggunakan rumus:

 

2 1

Ruseffendi (1993: 164)

,

1

n

i i i

x

x

f

s

n

3. Menghitung indeks gain ternormalisasi. Indeks gain ternormalisasi dilakukan berdasarkan kriteria indeks gain (Meltzer, 2002) dengan rumus:

- -

Gain ternormalisasi ( ) =

skor postes skor pretes

skor ideal skor pretest

g


(29)

67

Dengan kriteria gain seperti pada tabel berikut: Tabel 3.10

Kriteria Skor Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang g ≤ 0,3 Rendah

Hake (1999: 1) 4. Menguji normalitas data dengan uji Chi Kuadrat.

2

2 1

n

i i i i

O

E

E

Keterangan: n = banyaknya subjek

i

O = frekuensi observasi

i

E = frekuensi ekspektasi

(Nurgana, 1993: 5) Pengujian normalitas didasarkan pada hipotesis berikut:

H0 : data berdistribusi normal H1 : data tidak berdistribusi normal Kriteria pengujian:

Untuk taraf signifikansi  = 0,01 , H0 diterima jika 2hitung 2tabel dengan

2 2

(1 )

,

Ruseffendi (1998: 293)

tabeldk

.

Bila tidak berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan pengujian statistik non parametrik.


(30)

5. Menguji homogenitas varians, dengan menggunakan rumus 2

2

,

Ruseffendi (1998: 295) besar

besar

S S F

Penerimaan homogenitas varians didasarkan pada hipotesis statistik berikut:

2 2

0 1 2

2 2

1 1 2

: :

H H

 

Untuk taraf signifikansi  = 0,01, H0 diterima jika Fhitung < Ftabel.

Dengan Ftabel = F(1-)(dk1/dk2), dk1=(n1-1) dan dk2 = (n2-1) (Ruseffendi, 1998:

295).

6. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan uji perbedaan dua rata-rata (uji-t satu pihak).

Penerimaan nilai t didasarkan pada hipotesis statistik berikut: H0 : μg-eksperimen = μg-kontrol

H1 : μg-eksperimen > μg-kontrol

Untuk taraf signifikansi  = 0,01 dan dk = (ne + nk – 2), H0 diterima jiaka thitung < ttabel (Ruseffendi, 1998: 273).

7. Untuk mengetahui tingkat hubungan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa digunakan Uji Korelasi. Jika sebaran data berdistribusi normal, maka uji asumsi dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson, sedangkan uji statistiknya digunakan uji = 0. Untuk perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut:


(31)

69

2 Ruseffendi (1998: 376)

2

,

1

n

t

r

r

Keterangan:

r = koefisien korelasi n = banyaknya subjek

Untuk taraf signifikansi  = 1%, daerah menerimaannya adalah

1 1

(1 ) (1 )

2 2

-t t t

 

    .

Uji ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang ketiga. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran kontekstual berbantuan Autograph dapat memberikan pengaruh positif tentang adanya korelasi (hubungan) antara kedua kemampuan yang diteliti.

Sedangkan untuk mengetahui tingkat asosiasi antara kedua kemampuan yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, dihitung dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat (χ2) sebagai berikut:

�2 = 0− 2

=1

Keterangan:

= banyak subyek

0 = frekuensi observasi (yang diamati)

= frekuensi ekspektasi (yang diharapkan)

Setelah dilakukan perhitungan, selanjutnya membandingkan antara �2 dengan �2 pada taraf signifikansi α = 1% dan derajat kebebasan (dk) =


(32)

m-1, dengan m adalah jumlah maksimum dari kolom dan baris. Dengan kriteria asosiasi jika �2 ≤ �2 , maka dapat dinyatakan bahwa terdapat asosiasi antara kedua data tersebut.

Untuk menentukan tingkat asosiasi, digunakan rumus koefisien kontingensi yaitu:

�= �

2

�2+ , Furqon (2004: 256)

Dengan tingkat asosiasi berdasarkan koefisien kontingensi seperti pada berikut:

Tabel 3.11

Tingkat Asosiasi Berdasarkan Koefisien Kontingensi Koefisien kontingensi Interpretasi

C = 0 tidak mempunyai asosiasi 0 < C < 0,20 Cmaks asosiasi sangat rendah

0,20 Cmaks ≤ C < 0,40 Cmaks asosiasi rendah 0,40 Cmaks≤ C < 0,70 Cmaks asosiasi cukup 0,70 Cmaks ≤ C < 0,90 Cmaks asosiasi tinggi

0,90 Cmaks ≤ C < Cmaks asosiasi sangat tinggi C = Cmaks asosiasi sempurna

Sedangkan � = −1 , dengan m adalah maksimum jumlah kolom dan baris.

8. Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistika uji-t jika sebaran data tidak normal maka uji statistik yang digunakan adalah statistik non parametrik yaitu uji-U dari Mann Withney.


(33)

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis lebih baik daripada siswa yang belajar melalui pembelajaran biasa (konvensional). Kategori yang diperoleh untuk peningkatan kemampuan penalaran relatif sama yaitu tergolong sedang. Pencapaian siswa yang diperlihatkan pada skor postes untuk kemampuan ini lebih dari setengahnya, atau secara umum juga berkategori sedang. 2. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis

antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph dan siswa yang mendapat pembelajaran biasa (konvensional). Kategori yang diproleh untuk peningkatan kemampuan komunikasi yaitu tergolong sedang. Pencapaian siswa yang diperlihatkan pada skor postes untuk kemampuan ini lebih dari setengahnya, atau secara umum berkategori sedang.

3. Terdapat asosiasi yang signifikan antara kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa yang belajar melalui pendekatan kontekstual berbantuan program Autograph. Interpretasi dari perhitungan asosiasi


(35)

97

menyatakan bahwa siswa yang berkemampuan sedang dalam aspek kemampuan penalaran matematis cenderung sedang pula pada kemampuan komunikasinya.

4. Sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph, terhadap pelajaran matematika, dan soal-soal aspek kemampuan penalaran dan komunikasi matematis adalah positif.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi para guru matematika, pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis. Kedala yang penulis hadapi diantaranya adalah sulitnya para siswa memahami suatu program pembelajaran seperti program Autograph karena memiliki fitur-fitur yang tidak mudah untuk dipelajari. Oleh karena itu dalam pembelajaran berbasis teknologi hendaknya dipersiapkan sebaik mungkin agar hasilnya dapat tercapai dengan maksimal.

2. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tingkat yang berbeda terkait dengan hasil penelitian yang menyebabkan tertolaknya pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Beberapa hambatan seperti kemandirian siswa dalam belajar perlu lebih ditekankan


(36)

serta soal-soal untuk aspek kemampuan komunikasi yang diujikan harus lebih bersifat eksploratif.

3. Program Autograph adalah program yang sangat sesuai dengan karakteristik matematika khususnya geometri. Selayaknya program ini dapat dikembangkan secara mandiri di sekolah-sekolah melalui pelatihan-pelatihan intensif bagi para guru untuk memaksimalkan proses pembelajaran.


(37)

99

Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi V). Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian (edisi kelima). Jakarta: Rineka Cipta. Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan

Manajemen (setakan ke 2). Bandung: Dewa Ruci.

Butler dan Hatsell. (2005). Getting Going with Autograph 3. iCT Training Centre Oundle School, Peterborough, UK.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually (The Cornerstone of Tech Prep), CORD Communications, Waco, Texas.

Crawford, M.L. (2001). Teaching Contextually. Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas: CCI Publishing. Inc. [online].

http://www.cord.org/contextual-teaching. [6 oktober 2005]

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jakarta : Depdiknas

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Depdiknas.

Ernest, P. (1995). The one and the many. In L. Steffe & J. Gale (Eds.). Constructivism in Education (pp.459-486). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,Inc.

Furqon. (2004). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta.

Hernadi, J. (2010). Survei Kesiapan Guru untuk Penggunakan TIK dalam Pembelajaran Matematika di Kelas. Yogyakarta: Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 1.


(38)

Ishaq. (2010). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Geometri Sketchpad. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Jonassen, D. (2003). Designing Constructivist Learning Environments (CLEs). Retrieved January 28, 2004, from http://tiger.coe.missouri.edu / ~ jonassen/ courses/ CLE/

Kariadinata, R. (2009). Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri (Man) Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri. Yogyakarta: Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 2.

Kusumah, Y.(2003). Pemanfaatan Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam dalam Seminar Nasional Matematika IV Pendidikan Matematika, Matematika, dan Tantangannya dalam menghadapi Perubahan Kurikulum. Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang.

Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Komputer-Based Learning Dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI Bandung.

Komalasari. K. (2011). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Reflika Aditama. Bandung.

Maltin, M. W. (1994). Cognition (Third Edition). State University of New York, Geneseo. Harcourt Brace Jovanovich. Orlando-Florida.

Nurgana, E. (1993). Statistika Penelitian. C.V. Permadi. Bandung.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. [Online].Tersedia: http:// www. nctm. org/ standards/ content. aspx? id=270 [6 Februari 2012].

Raharjo, Marsudi. (2006). Peluang Diklat Instruktur Pengembangan Matematika SMA pada LPMP Binaan. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Ruseffendi, E. T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian. Bandung. IKIP Bandung Press.

Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-Dasar Penlitian Pendidikan dan Bidang Eksakta Lainnya. Semarang. IKIP Semarang Press.


(39)

101

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Rusmini, (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Cabri Geometry II. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Setiawan, W. (2006). Strategi Pembelajaran Matematika di SMA.Yogyakarta: PPPG Matematika.

Shadiq, F. (2006). Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Shadiq, F. (2006). Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi Revisi).FMIPA-JICA UPI Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suherman, E. (1990). Petunjuk Teknis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung. Wijayakusumah.

Sugiono. (2004). Statistika Non Parametris untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sudjana. (1992). Metoda Statistika, Edisi ke 5. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (2004). Pengukuran dan Evaluasi dalam pendidikan. Bahan Pelajaran Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di FPMIPA Universitas Negeri Gorontalo Tanggal 7 Agustus 2005. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2001).Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalamRealistik Matematics Education. Bahan Seminar Sehari tentang RME. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology-Theory and Practice. Fourth Edition. Boston, Allyn and Bacon.


(40)

Tambunan, M. T. (2006). Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar Siswa. Makalah, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 27-32: Universitas Indonesia.

Yonandi, (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran (Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung.


(41)

103

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

BERBANTUAN PROGRAM AUTOGRAPH

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika

oleh Ucu Koswara NPM 1007348

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA (S-2)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2012


(42)

Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi V). Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian (edisi kelima). Jakarta: Rineka Cipta.

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen (cetakan ke 2). Bandung: Dewa Ruci.

Butler dan Hatsell. (2005). Getting Going with Autograph 3. iCT Training Centre Oundle School, Peterborough, UK.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually (The Cornerstone of Tech Prep), CORD Communications, Waco, Texas.

Crawford, M.L. (2001). Teaching Contextually. Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas: CCI Publishing. Inc. [online]. http://www.cord.org/contextual-teaching. [6 oktober 2005]

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jakarta : Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Depdiknas.

Ernest, P. (1995). The one and the many. In L. Steffe & J. Gale (Eds.). Constructivism in Education (pp.459-486). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,Inc.

Furqon. (2004). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta.

Hernadi, J. (2010). Survei Kesiapan Guru untuk Penggunakan TIK dalam Pembelajaran Matematika di Kelas. Yogyakarta: Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 1.

Ishaq. (2010). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Geometri Sketchpad. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(43)

Retrieved January 28, 2004, from http://tiger.coe.missouri.edu / ~ jonassen/ courses/ CLE/

Kariadinata, R. (2009). Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri (Man) Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri. Yogyakarta: Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 2.

Kusumah, Y.(2003). Pemanfaatan Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam dalam Seminar Nasional Matematika IV Pendidikan Matematika, Matematika, dan Tantangannya dalam menghadapi Perubahan Kurikulum. Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang.

Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Komputer-Based Learning Dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI Bandung.

Komalasari. K. (2011). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Reflika Aditama. Bandung.

Maltin, M. W. (1994). Cognition (Third Edition). State University of New York, Geneseo. Harcourt Brace Jovanovich. Orlando-Florida.

Nurgana, E. (1993). Statistika Penelitian. C.V. Permadi. Bandung.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. [Online].Tersedia: http:// www. nctm. org/ standards/ content. aspx? id=270 [6 Februari 2012].

Raharjo, Marsudi. (2006). Peluang Diklat Instruktur Pengembangan Matematika SMA pada LPMP Binaan. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Ruseffendi, E. T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian. Bandung. IKIP Bandung Press. Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta

Lainnya. Bandung:Tarsito.

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Rusmini, (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Cabri Geometry II. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Setiawan, W. (2006). Strategi Pembelajaran Matematika di SMA.Yogyakarta: PPPG Matematika.


(44)

Shadiq, F. (2006). Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika. Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi

Revisi).FMIPA-JICA UPI Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suherman, E. (1990). Petunjuk Teknis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung. Wijayakusumah.

Sugiono. (2004). Statistika Non Parametris untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sudjana. (1992). Metoda Statistika, Edisi ke 5. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (2004). Pengukuran dan Evaluasi dalam pendidikan. Bahan Pelajaran Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di FPMIPA Universitas Negeri Gorontalo Tanggal 7 Agustus 2005. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2001).Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalamRealistik Matematics Education. Bahan Seminar Sehari tentang RME. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology-Theory and Practice. Fourth Edition. Boston, Allyn and Bacon.

Tambunan, M. T. (2006). Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar Siswa. Makalah, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 27-32: Universitas Indonesia.

TIMSS, (2003). International Students Achievement In Mathematics. [Online]. Tersedia:

http://timss.bc.edu/PDF/t03_download/T03_M_Chap1.pdf. [9 Juli 2012]

Yonandi, (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran (Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung.


(1)

101

Ucu Koswara, 2012

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematika Siswa Sma Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbahan Program Antograph

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Rusmini, (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematik Siswa SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Cabri Geometry II. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak

diterbitkan

Setiawan, W. (2006). Strategi Pembelajaran Matematika di SMA.Yogyakarta: PPPG Matematika.

Shadiq, F. (2006). Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Shadiq, F. (2006). Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer

(Edisi Revisi).FMIPA-JICA UPI Universitas Pendidikan Indonesia.

Bandung: Tidak diterbitkan.

Suherman, E. (1990). Petunjuk Teknis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan

Matematika. Bandung. Wijayakusumah.

Sugiono. (2004). Statistika Non Parametris untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sudjana. (1992). Metoda Statistika, Edisi ke 5. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (2004). Pengukuran dan Evaluasi dalam pendidikan. Bahan Pelajaran Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan

Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Disajikan dalam Seminar

Pendidikan Matematika di FPMIPA Universitas Negeri Gorontalo Tanggal 7 Agustus 2005. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2001).Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalamRealistik

Matematics Education. Bahan Seminar Sehari tentang RME. FPMIPA

UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology-Theory and Practice. Fourth Edition. Boston, Allyn and Bacon.


(2)

102

Ucu Koswara, 2012

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematika Siswa Sma Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbahan Program Antograph

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

Tambunan, M. T. (2006). Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi

Belajar Siswa. Makalah, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni 2006:

27-32: Universitas Indonesia.

Yonandi, (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi SPS UPI

Bandung: Tidak diterbitkan

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran (Pelengkap

untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung.


(3)

103

Ucu Koswara, 2012

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematika Siswa Sma Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbahan Program Antograph

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

BERBANTUAN PROGRAM AUTOGRAPH

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika

oleh Ucu Koswara NPM 1007348

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA (S-2)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2012


(4)

Ucu Koswara, 2012

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematika Siswa Sma Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbahan Program Antograph

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi V). Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian (edisi kelima). Jakarta: Rineka Cipta.

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen

(cetakan ke 2). Bandung: Dewa Ruci.

Butler dan Hatsell. (2005). Getting Going with Autograph 3. iCT Training Centre Oundle School, Peterborough, UK.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Matematika SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually (The Cornerstone of Tech Prep), CORD Communications, Waco, Texas.

Crawford, M.L. (2001). Teaching Contextually. Research, Rationale, and Techniques for

Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science.

Texas: CCI Publishing. Inc. [online]. http://www.cord.org/contextual-teaching. [6 oktober 2005]

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jakarta :

Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and

Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Depdiknas.

Ernest, P. (1995). The one and the many. In L. Steffe & J. Gale (Eds.). Constructivism in

Education (pp.459-486). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,Inc.

Furqon. (2004). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta.

Hernadi, J. (2010). Survei Kesiapan Guru untuk Penggunakan TIK dalam Pembelajaran

Matematika di Kelas. Yogyakarta: Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 1.

Ishaq. (2010). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa melalui

Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Geometri Sketchpad. Tesis SPS

UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(5)

Ucu Koswara, 2012

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematika Siswa Sma Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbahan Program Antograph

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

Retrieved January 28, 2004, from http://tiger.coe.missouri.edu / ~ jonassen/ courses/ CLE/

Kariadinata, R. (2009). Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah

Negeri (Man) Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri. Yogyakarta:

Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 2.

Kusumah, Y.(2003). Pemanfaatan Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Matematika.

Makalah disajikan dalam dalam Seminar Nasional Matematika IV Pendidikan Matematika, Matematika, dan Tantangannya dalam menghadapi Perubahan Kurikulum. Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang.

Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Komputer-Based

Learning Dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking.

Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI Bandung.

Komalasari. K. (2011). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Reflika Aditama. Bandung.

Maltin, M. W. (1994). Cognition (Third Edition). State University of New York, Geneseo. Harcourt Brace Jovanovich. Orlando-Florida.

Nurgana, E. (1993). Statistika Penelitian. C.V. Permadi. Bandung.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. [Online].Tersedia: http:// www. nctm. org/ standards/ content. aspx? id=270 [6 Februari 2012].

Raharjo, Marsudi. (2006). Peluang Diklat Instruktur Pengembangan Matematika SMA pada

LPMP Binaan. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Ruseffendi, E. T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian. Bandung. IKIP Bandung Press. Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta

Lainnya. Bandung:Tarsito.

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito

Rusmini, (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa

SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Cabri Geometry II. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Setiawan, W. (2006). Strategi Pembelajaran Matematika di SMA.Yogyakarta: PPPG Matematika.

Shadiq, F. (2006). Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika.


(6)

Ucu Koswara, 2012

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematika Siswa Sma Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbahan Program Antograph

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

Shadiq, F. (2006). Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika. Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi

Revisi).FMIPA-JICA UPI Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak

diterbitkan.

Suherman, E. (1990). Petunjuk Teknis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan

Matematika. Bandung. Wijayakusumah.

Sugiono. (2004). Statistika Non Parametris untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sudjana. (1992). Metoda Statistika, Edisi ke 5. Bandung: Tarsito.

Sumarmo, U. (2004). Pengukuran dan Evaluasi dalam pendidikan. Bahan Pelajaran Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum

Tahun 2002 Sekolah Menengah. Disajikan dalam Seminar Pendidikan

Matematika di FPMIPA Universitas Negeri Gorontalo Tanggal 7 Agustus 2005. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2001).Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalamRealistik Matematics

Education. Bahan Seminar Sehari tentang RME. FPMIPA UPI Bandung: Tidak

diterbitkan.

Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology-Theory and Practice. Fourth Edition. Boston, Allyn and Bacon.

Tambunan, M. T. (2006). Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar

Siswa. Makalah, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 27-32: Universitas

Indonesia.

TIMSS, (2003). International Students Achievement In Mathematics. [Online]. Tersedia:

http://timss.bc.edu/PDF/t03_download/T03_M_Chap1.pdf. [9 Juli 2012]

Yonandi, (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah

Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran (Pelengkap untuk

Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional.